Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TELAAHAN STAF
PROJECT MANAGEMENT GROUP Proyeksi Jabatan : Assisstant Engineer Operasi Pembangunan Proyek Mechanical engineering
Judul
: ANALISA KEGAGALAN PENGELASAN PADA HIGH PRESSURE MAIN STOP VALVE UNIT 2
TAHUN 2008 1
Daftar Isi
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ............................................................. Error! Bookmark not defined. Daftar Isi .................................................................................................................................... 2 Daftar Gambar ........................................................................................................................... 3 Daftar Tabel ............................................................................................................................... 3 BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................... Error! Bookmark not defined. 1.1. 1.2. 1.3. Latar Belakang .......................................................... Error! Bookmark not defined. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1 Batasan Masalah .......................................................................................................... 1
BAB 2 PERMASALAHAN ...................................................................................................... 2 2.1. Kasus kegagalan sambungan Main Stop Valve Unit 2 ............................................... 2
BAB 3 PRA ANGGAPAN ........................................................................................................ 3 3.1. Pra-Anggapan penyebab kegagalan sambungan MSV unit 2 ..................................... 4
BAB 4 LANDASAN TEORI..................................................................................................... 5 4.1. 4.2. Creep ........................................................................................................................... 5 Difusi karbon pada sambungan material P22 dan P91 ................................................ 8
BAB 5 PEMBAHASAN .......................................................................................................... 12 5.1. 5.2. Existing Design (Unit 1 & 2) .................................................................................... 12 Modified Design (Unit 3 & 4) ................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 19 6.1. 6.2. Kesimpulan ............................................................................................................... 19 Saran .......................................................................... Error! Bookmark not defined.
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Contoh pengelasan ................................................................................................. 4 Gambar 4.1 Proses Fit Up ........................................................ Error! Bookmark not defined. Gambar 4.2 Grafik Mesin Perlakuan Panas ............................. Error! Bookmark not defined. Gambar 4.3 Spesifikasi Pipa dan Welder ................................ Error! Bookmark not defined. Gambar 4.4 Proses Pengelasan Pipa ........................................ Error! Bookmark not defined. Gambar 4.5 Penampang Lintang Hasil Pengelasan ................. Error! Bookmark not defined. Gambar 4.6 Proses Pemasangan Insulasi ................................. Error! Bookmark not defined. Gambar 4.7 Posisi Pemasangan Thermocouple ....................... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.8 Sketsa Grafik PWHT ........................................... Error! Bookmark not defined.
Daftar Tabel
Tabel 3-1 Welding Procedure Specification (WPS) untuk Pipa Feed waterError! Bookmark not defined. Tabel 3-2 Welding Procedure Specification (WPS) untuk Pipa Downcomer ..................Error! Bookmark not defined. Tabel 4-1 PW-39 ASME SECTION 1 ..................................... Error! Bookmark not defined. Tabel 4-2 ASME B 3.11 132 ................................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN
Agung Wahyudi
Mengetahui: Manager SDM PT. PLN (Persero) KIT TJB General Manager PT. PLN TJB
Surya Fitriadi
Basuki Siswanto
Kata Pengantar
Abstrak
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
PLTU Tanjug Jati B marupakan salah satu pembangkit listrik yang menyuplai listrik kepada sistem interkoneksi Jawa Bali yang dimiliki oleh PT PLN. Pembangkit listrik ini
menggunakan siklus uap dengan batu bara sebagai bahan bakarnya. Dari total 4 unit yang akan dioperasikan, 2 unit telah beroperasi sejak tahun 2005, dan menyuplai tenaga listrik netto maksimal 2x660 MW. Pembangkit listrik ini dibangun oleh Sumitomo Corporation, dimiliki oleh PT Central Java Power, dan dioperasikan oleh PT Tanjung Jati B Power Service. Posisi PLN pada pembangkit ini adalah sebagai penyewa, yang akan menjadi pemilik, setelah 21 tahun sejak pembangkit beroperasi secara Komersil.
Pembangkit listrik ini temasuk salah satu pembangkit berkualitas tinggi dan ramah lingkungan, karena menggunakan Flue Gas Desulfurization Unit sebagai pengurang polusi gas buang. Namun, terdapat beberapa masalah yang menggangu operasi pembangkit. Salah satu masalah yang terjadi adalah kegagalan sambungan antara Main Steam Pipe, dan Main Stop Valve (MSV) pada unit 2, pada 5 april 2008 yang menyebabkan shutdown demi dilakukannya perbaikan. Terdapat 2 MSV pada tiap unit yang bekerja secara paralel, dan sambungan MSV yang mengalami kegagalan pada unit 2 adalah sisi kanan dengan kode sambungan MS 21. Gambar dibawah menunjukkan skema Main Steam Pipe yang
Gambar 1.1 Skema Main Steam Pipe dan Main Stop Valve
Telah dilakukan telaahan yang dilakukan oleh pihak departemen Metalurgin dan Material Institut Teknologi bandung dengan peneliti Slameto Wiryolukito dan Angga Fitrananta P yang menyimpulkan bahwa kegagalan terjadi karena fenomena Creep. Telaahan staff ini dibuat untuk mengetahui penyebab Creep yangseharusnya tidak terjadi. 1.2 Tujuan Penulisan
-Mengkaji kegagalan Creep pada Main Stop Valve unit 2 -Memastikan bahwa hal seperti ini tidak terjadi lagi di unit 3 dan 4 yang sedang dalam tahap konstruski. 1.3 Batasan Masalah
Terdapat banyak sambungan las pada Pembangkit Listrik. Untuk itu, pengkajian dibatasi pada sambungan las pada inlet Main Stop Valve Unit 2 (sambungan MS 21 dan MS 23), dan sambungan inlet MSV pada unit 3 dan 4 yang sedang dalam tahap konstruksi.
BAB 2 PERMASALAHAN
2.1 Kasus kegagalan sambungan Main Stop Valve Unit 2 Kasus yang diangkat pada telaahan staf ini adalah kegagalan pada Unit 2 PLTU Tanjung Jati B, pada tanggal 5 April 2008. Kegagalan berupa keretakan pada sambungan Main Steam Pipe (Material 9Cr1-MoV) dan Main Stop Valve (Material 1.25Cr-1Mo) dengan kode pengelasan MS 21. Saluran ini dilewati oleh uap air superheated dengan Tekanan 166 Bar Gauge, Temperatur 538 oC. Retak terjadi pada fusion line antara filler metal (Material 2.25Cr1Mo) dan pipa pada 70% sambungan bagian bawah. Analisis kegagalan yang
dilakukan oleh ITB (peneliti Slameto Wiryolukito dan Angga Fitrananta P) menyimpulkan bahwa kegagalan terjadi karena fenomena Creep.
Lokasi Crack
Lokasi Crack
Material yang digunakan pada sambungan adalah sebagai Berikut : Main Stop Valve Filler Metal Main Steam Pipe : SA 335 P 11 : SA 335 P 22 : SA 335 P 91
: Menunjukkan fraksi Cr sebesar 1,25 : Menunjukkan fraksi Cr sebesar 2,25 : Menunjukkan fraksi Cr sebesar 9
Berdasarkan teori, terdapat fenomena metalurgi yang bisa mengurangi kekuatan sambungan, yaitu Carbon Diffusion dari material dengan kandungan Cr lebih rendah
10
kepada material dengan kandungan Cr yang lebih tinggi. Fenomena ini terjadi karena penyambungan material yang mempunyai kadar Cr berbeda, dan temperatur operasi diatas 500 Celcius. Fusion line antara Filler Metal dan Main Steam Pipe mengalami temperatur operasi 538 Celcius, dan merupakan fusi Material SA 335 P22 dengan fraksi Cr 2,25, dan Material SA 335 P 91 dengan Fraksi Cr 9. Spesifikasi welding dan parameter operasi ini mendukung untuk terjadinya fenomena carbon diffusion. Hal ini akan menyebabkan tejadi Carbon Depletion pada Fusion Line, yang akan mengurangi yield strength sambungan. Praduga kegagalan sambungan mengarah kepada fenomena Carbon Diffusion yang menurunkan Yield Strength sambungan hingga terjadi Creep.
11
Terdapat dua fenomena yang terjadi pada kegagalan penyambungan pada Main Steam Valve unit 2, yaitu Creep, dan Carbon Diffusion.
4.1 Creep Creep, atau mulur adalah fenomena perpanjangan material yang bisa berakhir dengan kegagalan material atau tidak. Fenomena ini disebabkan oleh pembebanan statik pada temperatur tinggi. Biasanya, creep adalah fenomena yang tidak diinginkan, dan
sering manjadi faktor penghambat umur operasi alat. Creep terjadi pada semua jenis material. Namun pada metal, creep hanya teradi pada temperatur diatas 0.4 kali Temperatur Leleh Absolut. Material Amorphous, seperti plastik dan karet sangat sensitif terhadap Creep.
Perilaku Creep
Perilaku creep bisa dimodelkan melalui creep test, dimana spesimen diberikan beban, dan dipanaskan sampai temperatur yang diinginkan. Deformasi dan perpanjangan lalu diukur, dan di-plot sebaai fungsi dari waktu.
12
Diagram Strain vs Waktu yang dikarenakan pembebanan konstan dan temperatur yang dinaikkan
Mekanisme Creep berdasarkan creep test terjadi atas beberapa tahap: Tahap 0 : Perpanjangan Elastis (0) : Merupakan perpanjangan elastis yang terjadi karena pembebanan awal.
Tahap 1, Primary/Transient Creep : Terjadi pada awal fenomena creep, dan ditandai dengan menurunnya laju pertambahan creep seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini menunjukan bahwa material menahan lajunya creep karena terjadi strain hardening. Strain hardening adalah pengerasan material karena deformasi
plastis yang dikarenakan bertambahnya dislokasi pada material. Hal ini menaikkan kekerasan material, dan menyebabkan deformasi semakin sulit terjadi.
Tahap 2, Secondary/Steady State Creep : ditandai dengan laju creep yang konstan. Seringkali, ini adalah proses creep dengan durasi paling lama dari fenomena creep. Fenomena ini bisa dijelaskan karena terjadi keseimbangan antara strain hardening, dan recovery. Recovery adalah pelepasan tegangan sisa yang diakibatkan oleh deformasi plastis. Hal ini bisa terjadi karena temperatur tinggi yang dialami material akan membantu difusi atomik, sehingga terjadi pengurangan jumlah dislokasi. Dalam secondary creep, terdapat keseimbangan antara kenaikan kekerasan material akibat Strain Hardening dengan melunaknya material akibat Recovery.
Tahap 3, Tertiary Creep & Rupture : Merupakan tahap akhir dalam fenomena creep, dimana terjadi kenaikan laju mulur, sampai terjadinya rupture. Hal ini
dikarenakan perubahan mikrostruktur dan metalurgi, seperti grain boundary separation, crack, cavity, dan void. material. Tahap ini biasanya berakhir dengan rupture
13
Gambar 4.2 Hasil SEM dari sampel yang patah karena Creep
Gambar dibawah menunjukkan SEM material sama yang baru mengalami Post Weld Heat Treatment (PWHT), dan daerah yang sama setelah mengalami creep dalam temperatur 600 C selama 14000 Jam. Jumlah kepadatan presipitat berkurang selama
14
terjadinya creep, terjadi void, dan diameter rata-rata presipitat meningkat. Kedua hal ini mengakibatkan berkurangnya kekuatan material pada daerah HAZ.
a.
4.2 Carbon Diffusion pada fusion Line material P22 dan P91
Baja ferritic berperan penting dalam konstruksi PLTU, dan digunakan dalam banyak aplikasi lainnya yang membutuhkan kekuatan, dan dioperasikan dalam temperatur tinggi. Namun, sambungan las antara Baja Ferritic dengan tipe berbeda bisa
menyebabkan kegagalan, yang bisa mengganggu Operasi PLTU. Ketidakstabilan Mikrostruktur dan redistribusi elemen pada dissimilar joint antara material 9Cr-1Mo (P91), dan 2.25Cr-1Mo(P22) yang dikarenakan perilaku PWHT, dan temperatur operasi bisa menyebabkan penurunan kekuatan material yang tidak diinginkan. Kondisi ini telah dipelajari dengan menggunakan Mikroskop Optik, dan Elektron, dan fenomena mikromekanik yang bertanggungjawab atas penurunan kualitas
Percobaan dilakukan pada sambungan P91 dan P22, yang dipaparkan pada temperatur 1023 K dalam waktu yang berbeda-beda. Setelah perlakuan panas tersebut ditemukan bahwa terjadi Daerah keras getas dengan karakter sebagai berikut : (1) Kekerasan yang tinggi dibanding daerah yang lain (>270VHN), dan (2) Kandungan karbon yang tinggi pada daerah dengan alloy tinggi (P91). Selain itu, juga terdapat daerah lunak
15
dengan karakteristik sebagai berikut: (1)kekeranan rendah (<120 VHN), dan struktur feritik yang hampir tidak mempunyai karbida pada sisi alloy rendah (P22). Kedua zona ini akan melebar, seiring dengan berlanjutnya perlakuan panas yang diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi difusi Karbon dari material dengan Kandungan Cr kecil (P22), menuju material dengan kandungan Cr besar (P 91).
Gambar 4.5 Mikrografi dan profil kekerasan pada sambungan antara daerah keras P91 (A), dan daerah lunak P22 (B)
Difusi Unsur C menuju daerah Cr Banyak akan membentuk Karbida Chromium, yang menaikkan kekerasan daerah tersebut. Sedangkan, di daerah lunak hampir tidak
terdapat karbida, dan hanya mengandung sedikit presipitat M2C dan M6C. Berdasarkan pengertian dari fenomena atomik yang terjadi pada sambungan material diatas, maka terdapat 3 metode yang bisa mencegah terjadinya pelemahan material, yaitu : 1. Penggunaan Interlayer yang berfungsi sebagai diffusion barrier bagi karbon 2. Menyambung baja ferritic dengan filler metal dengan konsentrasi Cr diantara. 3. Mengubah komposisi base metal untuk mengurangi aktivitas difusi.
16
Salah satu solusi yang dirasa efektif untuk mencegah terjadinya difusi karbon adalah dengan menggunakan Sambungan Transisi atau Filler metal berbahan dasar Nickel. Material berbahan dasar Nickel dirasa sesuai untuk aplikasi ini, karena sifat tolak menolak antara nickel dan Karbon, kompatibilitas penyambungan dengan Baja
Farritic, dan mempunyai sifat-sifat thermal yang sesuai. Telah dilakukan penelitian, dimana dilakukan penyambungan antara material P91 dan P22 dengan penghubung berbahan Inconel 182. Sambungan ini lalu dipaparkan
kepada perlakuan panas yang sama dengan sambungan pertama. Pengecekan dengan mikrografi optis menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan mikrostruktur pada sambungan dan daerah sekitarnya. Diambil kesimpulan bahwa sambungan berbahan dasar Nickel efektif dalam mencegah terbentuknya daerah keras dan lunak pada baja ferritic.
Gambar 4.6 Mikrografi yang menunjukkan distribusi kekerasan sambungan P91 dan P22 yang telah diberikan Interlayer Nickel
Hasil mikrografi menujukkan tidak adanya daerah keras dan lunak pada transisi antara material P22 dan P91 dengan menggunakan sambungan material berbahan dasar Nikel 4.2.1 Penyebab terbentuk daerah Keras dan Lunak Ketika material Cr-Mo dengan kadar berbeda disambung dan dipaparkan temperatur tinggi, maka Carbon akan berdifusi dari daerah dengan kadar Cr rendah menuju ke
17
daerah dengan kadar Cr tinggi. Persamaan berikut menjelaskan hubungan antara aktivitas karbon (ac), konsentrasi Cr, CCr, dan parameter interaksi antara Cr dan C,CCr
Berdasarkan persamaan diatas, karena Chromium mengalami interaksi negatif dengan Carbon (CCr=-72), kenaikan kandungan Cr akan mengakibatkan penurunan aktivitas Karbon. Perbedaan aktivitas karbon antara metal dengan Cr tinggi dan rendah ini adalah penyebab terjadinya difusi Karbon.
4.2.2 Pertimbangan Mekanis dari pembentukan fasa Austenite Perbedaan aktivitas karbon antara material dengan kandungan Cr tinggi dan rendah menyebabkan difusi karbon pada sambungan. Perpindahan Carbon menuju baja 9Cr1Mo meningkatkan kadar Carbon di daerah ini jauh diatar kemampuan pelarutan material P91. Hal ini menyebabkan terbentuknya fasa karbida yang kaya akan
Cromium, yang membuat daerah ini menjadi keras dan getas. Karbida yang terdapat pada daerah P22 terlarut menuju P91, dan terbentuk fasa Bainite dan Ferrite pada daerah tersebut. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah lunak berkekuatan rendah pada daerah dengan kandungan Cr kecil. Seiting dengan terpaparnya material dengan temperatur tinggi (temperatur operasi), maka difusi karbon akan terus terjadi, dan daerah keras/lunak ini akan terus melebar sampai titik tertentu. Hal ini dikarenakan : (1) penurunan selisih aktivitas pada kedua sisi(2) berkurangnya kadar Cr pada P22, dan rencahnya kadar Karbon pada P22.
18
Gambar 4.7 Skema formasi daerah keras dan lunak pada sambungan
19
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Existing Design (Unit 1 & 2) 5.1.1 Data Kekerasan
Joint No.
Position
Point
Hardness (HB)
20
D E
187 185
Kekerasan dari material sambungan yang mengalami kegagalan sesuai dengan standar ASTM A335 untuk material P91, yaitu tidak melebihi 250 HB / 265 HV / 25 HRC. Data menunjukkan kekerasan sesuai, yaitu pada kisaran 190 Brinnel Hardness scale. Namun, tes ini tidak dapat mendeteksi adanya soft xone dan hard zone, karena zona tersebut mempunyai lebar yang sangat sempit (300 mikrometer). Sedangkan,
indentansi yang terbentuk untuk mengukur kekerasan jauh lebih besar dari angka tersebut.
21
5.1.2 Kondisi Creep Dilakukan penelitian menganai Struktur mikro daerah sambungan, pada 4 sudut, yaitu 0o, 90o, 180o, dan 270o seperti gambar dibawah.
Dari penelitian struktur mikro yang dilakukan oleh ITB, terdapat bukti terjadi creep, yang ditandai dengan terdapatnya creep void seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah (Lokasi 270o). Lokasi Lainnya terdapat pada lampiran :
22
23
5.1.3 Buttering method Pihak Kontraktor (Toshiba) melakukan penambahan filler metal pada sambungan las (Buttering Layer). Modifikasi ini ditujukan untuk menurunkan stress maksimal
sambungan dari 8.53 kg/mm2 menjadi 4.31 kg/mm2, sehingga didapat umur Creep naik dari 2,22 Tahun menjadi 50+ tahun. Hal ini dirasa cukup, mengingat asumsi pengoperasian PLTU adalah 30 tahun. Namun karena material dan temperatur operasi tidak berubah, maka fenomena carbon diffusion tetap terjadi, dan efek penurunan yield strength pada fusion line P22 dan P91 tetap terjadi.
Buttering Layer
24
25
5.2 Modified Design MSV (unit 3 dan 4). Pihak Kontraktor telah melakukan perubahan desain pengelasan pada MSV untuk unit 3 dan 4. Perubahan itu adalah sebagai berikut : -Material MSV diubah dari 1,25Cr-1Mo, menjadi 9Cr-1Mo (A182 Gr. F91) -Material filler metal diubah dari 2,25 Cr-1Mo menjadi 9Cr-1Mo Root : GTAW ER 905 G (TGS-9Cb) Filler : E 9016 G (CM 9 Cb) -Tidak ada perbedaan diameter luar dari interface joint pipa dan MSV. Perubahan telah dilakukan oleh pihak kontraktor, yaitu menyeragamkan komposisi material antara Pipa, filler metal, dan MSV. Hal ini ditujukan untuk menyeragamkan kandungan Chromium, yang menghilangkan gradien aktivitas karbon antara ketiga
26
Dengan
dilakukan hal ini, maka struktur mikro sambungan akan lebih stabil, dan kekuatan sambungan akan seragam. Hal ini akan menghilangkan efek carbon diffusion,
sehingga mengurangi kemungkinan fenomena creep yang disebabkan penurunan tensile strength dari material. Bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan
kegagalan pada sambungan jenis ini lebih rendah dibanding dengan proses penyambungan yang dilakukan pada tahun 2005.
27
Gambar 5.7 Hasil Pengelasan Inlet MSV Unit 3 sisi kanan (Sebelum kampuh digerinda)
28
Gambar 5.8 Hasil Pengelasan Inlet MSV Unit 3 sisi kiri (Sebelum kampuh digerinda)
29
30
DAFTAR PUSTAKA 1. Callister Jr, William D. 2003. Materials Science and engineering an introduction. ISBN 9812-53-053-5 2. Classroom Training Handbook. International Welding Engineer and International Welding Technologist. 3. Dr. M. Vijayalakshmi, Microchemical and Microstructural Variations across Dissimilar Joints, American Welding Society Research of the Year 2006. 4. www.Wikipedia.com
31
LAMPIRAN
32
I.
Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar belakang dari telaahan staf ini adalah kasus kegagalan pada Unit 2 PLTU Tanjung Jati B, pada tanggal 5 April 2008. Kegagalan berupa keretakan pada
sambungan Main Steam Pipe (Material 9Cr1-MoV) dan Main Stop Valve (Material 1.25Cr-1Mo) dengan kode pengelasan MS 21. Saluran ini dilewati oleh uap air superheated dengan Tekanan 166 Bar Gauge, Temperatur 538 oC. Retak terjadi pada fusion line antara filler metal (Material 2.25Cr1Mo) dan pipa pada 70%
sambungan bagian bawah. Analisis kegagalan yang dilakukan oleh ITB (peneliti
33
Slameto Wiryolukito dan Angga Fitrananta P) menyimpulkan bahwa kegagalan terjadi karena fenomena Creep.
Lokasi Crack
Lokasi Crack
II.
Cakupan dan Tujuan Analisa Mengacu kepada analisa dari ITB yang menyatakan bahwa kegagalan disababkan oleh fenomena Creep, maka diduga permasalahan tedapat pada desain pengelasan. Tujuan dari telaahan staf adalah untuk mengkaji ulang desain pengelasan pada Main Stop Valve unit 3 dan 4 yang sedang pada tahap konstruksi untuk memastikan bahwa hal seperti ini tidak terjadi lagi. Apabila diperlukan, maka failure analysis lanjutan juga dilakukan, mengingat bagian ini beroperasi pada Temperatur dan Tekanan tertinggi pada pembangkit. Semua ini dilakukan agar memastikan kegagalan pengelasan pada unit 2 tidak terulang kembali.
34
III.
Filler Metal 2,25 Cr-1Mo Lokasi Crack Main Steam Pipe 9 Cr-1Mo
35
Material yang digunakan pada sambungan adalah sebagai Berikut : Main Stop Valve Filler Metal Main Steam Pipe : SA 335 P 11 : SA 335 P 22 : SA 335 P 91
: Menunjukkan fraksi Cr sebesar 1,25 : Menunjukkan fraksi Cr sebesar 2,25 : Menunjukkan fraksi Cr sebesar 9
Berdasarkan teori, terdapat fenomena metalurgi yang bisa mengurangi kekuatan sambungan, yaitu Carbon Diffusion dari material dengan kandungan Cr lebih rendah kepada material dengan kandungan Cr yang lebih tinggi. Fenomena ini terjadi karena penyambungan material yang mempunyai kadar Cr berbeda, dan temperatur operasi diatas 500 Celcius. Fusion line antara Filler Metal dan Main Steam Pipe mengalami temperatur operasi 538 Celcius, dan merupakan fusi Material SA 335 P22 dengan fraksi Cr 2,25, dan Material SA 335 P 91 dengan Fraksi Cr 9. Spesifikasi welding dan parameter operasi ini mendukung untuk terjadinya fenomena carbon diffusion. Hal ini akan menyebabkan tejadi Carbon Depletion pada Fusion Line, yang akan mengurangi yield strength sambungan. Praduga kegagalan sambungan mengarah kepada fenomena Carbon Diffusion yang menurunkan Yield Strength sambungan hingga terjadi Creep.
IV.
Dasar Teori
36
Terdapat dua fenomena yang terjadi pada kegagalan penyambungan pada Main Steam Valve unit 2, yaitu Creep, dan Carbon Diffusion.
Creep Creep, atau mulur adalah fenomena perpanjangan material yang bisa berakhir dengan kegagalan material atau tidak. Fenomena ini disebabkan oleh pembebanan statik pada temperatur tinggi. Biasanya, creep adalah fenomena yang tidak diinginkan, dan
sering manjadi faktor penghambat umur operasi alat. Creep terjadi pada semua jenis material. Namun pada metal, creep hanya teradi pada temperatur diatas 0.4 kali Temperatur Leleh Absolut. Material Amorphous, seperti plastik dan karet sangat sensitif terhadap Creep.
Perilaku Creep
Perilaku creep bisa dimodelkan melalui creep test, dimana spesimen diberikan beban, dan dipanaskan sampai temperatur yang diinginkan. Deformasi dan perpanjangan lalu diukur, dan di-plot sebaai fungsi dari waktu.
Diagram Strain vs Waktu yang dikarenakan pembebanan konstan dan temperatur yang dinaikkan
Tahap 0 : Perpanjangan Elastis (0) : Merupakan perpanjangan elastis yang terjadi karena pembebanan awal.
Tahap 1, Primary/Transient Creep : Terjadi pada awal fenomena creep, dan ditandai dengan menurunnya laju pertambahan creep seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini menunjukan bahwa material menahan lajunya creep karena terjadi strain hardening. Strain hardening adalah pengerasan material karena deformasi
plastis yang dikarenakan bertambahnya dislokasi pada material. Hal ini menaikkan kekerasan material, dan menyebabkan deformasi semakin sulit terjadi.
Tahap 2, Secondary/Steady State Creep : ditandai dengan laju creep yang konstan. Seringkali, ini adalah proses creep dengan durasi paling lama dari fenomena creep. Fenomena ini bisa dijelaskan karena terjadi keseimbangan antara strain hardening, dan recovery. Recovery adalah pelepasan tegangan sisa yang diakibatkan oleh deformasi plastis. Hal ini bisa terjadi karena temperatur tinggi yang dialami material akan membantu difusi atomik, sehingga terjadi pengurangan jumlah dislokasi. Dalam secondary creep, terdapat keseimbangan antara kenaikan kekerasan material akibat Strain Hardening dengan melunaknya material akibat Recovery.
Tahap 3, Tertiary Creep & Rupture : Merupakan tahap akhir dalam fenomena creep, dimana terjadi kenaikan laju mulur, sampai terjadinya rupture. Hal ini
dikarenakan perubahan mikrostruktur dan metalurgi, seperti grain boundary separation, crack, cavity, dan void. material. Tahap ini biasanya berakhir dengan rupture
38
Gambar dibawah menunjukkan SEM material sama yang baru mengalami Post Weld Heat Treatment (PWHT), dan daerah yang sama setelah mengalami creep dalam temperatur 600 C selama 14000 Jam. Jumlah kepadatan presipitat berkurang selama
39
terjadinya creep, terjadi void, dan diameter rata-rata presipitat meningkat. Kedua hal ini mengakibatkan berkurangnya kekuatan material pada daerah HAZ.
Setelah PWHT
Baja ferritic berperan penting dalam konstruksi PLTU, dan digunakan dalam banyak aplikasi lainnya yang membutuhkan kekuatan, dan dioperasikan dalam temperatur tinggi. Namun, sambungan las antara Baja Ferritic dengan tipe berbeda bisa
menyebabkan kegagalan, yang bisa mengganggu Operasi PLTU. Ketidakstabilan Mikrostruktur dan redistribusi elemen pada dissimilar joint antara material 9Cr-1Mo (P91), dan 2.25Cr-1Mo(P22) yang dikarenakan perilaku PWHT, dan temperatur operasi bisa menyebabkan penurunan kekuatan material yang tidak diinginkan. Kondisi ini telah dipelajari dengan menggunakan Mikroskop Optik, dan Elektron, dan fenomena mikromekanik yang bertanggungjawab atas penurunan kualitas
Percobaan dilakukan pada sambungan P91 dan P22, yang dipaparkan pada temperatur 1023 K dalam waktu yang berbeda-beda. Setelah perlakuan panas tersebut ditemukan bahwa terjadi Daerah keras getas dengan karakter sebagai berikut : (1) Kekerasan yang tinggi dibanding daerah yang lain (>270VHN), dan (2) Kandungan karbon yang tinggi pada daerah dengan alloy tinggi (P91). Selain itu, juga terdapat daerah lunak
40
dengan karakteristik sebagai berikut: (1)kekeranan rendah (<120 VHN), dan struktur feritik yang hampir tidak mempunyai karbida pada sisi alloy rendah (P22). Kedua zona ini akan melebar, seiring dengan berlanjutnya perlakuan panas yang diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi difusi Karbon dari material dengan Kandungan Cr kecil (P22), menuju material dengan kandungan Cr besar (P 91).
Mikrografi dan profil kekerasan pada sambungan antara daerah keras P91 (A), dan daerah lunak P22 (B)
Difusi Unsur C menuju daerah Cr Banyak akan membentuk Karbida Chromium, yang menaikkan kekerasan daerah tersebut. Sedangkan, di daerah lunak hampir tidak
terdapat karbida, dan hanya mengandung sedikit presipitat M2C dan M6C. Berdasarkan pengertian dari fenomena atomik yang terjadi pada sambungan material diatas, maka terdapat 3 metode yang bisa mencegah terjadinya pelemahan material, yaitu : 4. Penggunaan Interlayer yang berfungsi sebagai diffusion barrier bagi karbon 5. Menyambung baja ferritic dengan filler metal dengan konsentrasi Cr diantara. 6. Mengubah komposisi base metal untuk mengurangi aktivitas difusi.
41
Salah satu solusi yang dirasa efektif untuk mencegah terjadinya difusi karbon adalah dengan menggunakan Sambungan Transisi atau Filler metal berbahan dasar Nickel. Material berbahan dasar Nickel dirasa sesuai untuk aplikasi ini, karena sifat tolak menolak antara nickel dan Karbon, kompatibilitas penyambungan dengan Baja
Farritic, dan mempunyai sifat-sifat thermal yang sesuai. Telah dilakukan penelitian, dimana dilakukan penyambungan antara material P91 dan P22 dengan penghubung berbahan Inconel 182. Sambungan ini lalu dipaparkan
kepada perlakuan panas yang sama dengan sambungan pertama. Pengecekan dengan mikrografi optis menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan mikrostruktur pada sambungan dan daerah sekitarnya. Diambil kesimpulan bahwa sambungan berbahan dasar Nickel efektif dalam mencegah terbentuknya daerah keras dan lunak pada baja ferritic.
Hasil mikrografi menujukkan tidak adanya daerah keras dan lunak pada transisi antara material P22 dan P91 dengan menggunakan sambungan material berbahan dasar Nikel Penyebab terbentuk daerah Keras dan Lunak Ketika material Cr-Mo dengan kadar berbeda disambung dan dipaparkan temperatur tinggi, maka Carbon akan berdifusi dari daerah dengan kadar Cr rendah menuju ke
42
daerah dengan kadar Cr tinggi. Persamaan berikut menjelaskan hubungan antara aktivitas karbon (ac), konsentrasi Cr, CCr, dan parameter interaksi antara Cr dan C,CCr
Berdasarkan persamaan diatas, karena Chromium mengalami interaksi negatif dengan Carbon (CCr=-72), kenaikan kandungan Cr akan mengakibatkan penurunan aktivitas Karbon. Perbedaan aktivitas karbon antara metal dengan Cr tinggi dan rendah ini adalah penyebab terjadinya difusi Karbon.
Pertimbangan Mekanis dari pembentukan fasa Austenite Perbedaan aktivitas karbon antara material dengan kandungan Cr tinggi dan rendah menyebabkan difusi karbon pada sambungan. Perpindahan Carbon menuju baja 9Cr1Mo meningkatkan kadar Carbon di daerah ini jauh diatar kemampuan pelarutan material P91. Hal ini menyebabkan terbentuknya fasa karbida yang kaya akan
Cromium, yang membuat daerah ini menjadi keras dan getas. Karbida yang terdapat pada daerah P22 terlarut menuju P91, dan terbentuk fasa Bainite dan Ferrite pada daerah tersebut. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah lunak berkekuatan rendah pada daerah dengan kandungan Cr kecil. Seiting dengan terpaparnya material dengan temperatur tinggi (temperatur operasi), maka difusi karbon akan terus terjadi, dan daerah keras/lunak ini akan terus melebar sampai titik tertentu. Hal ini dikarenakan : (1) penurunan selisih aktivitas pada kedua sisi(2) berkurangnya kadar Cr pada P22, dan rencahnya kadar Karbon pada P22.
43
Skema yang menunjukkan formasi daerah keras dan lunak pada sambungan.
44
Joint No.
Position
Point
Hardness (HB)
191 189 194 188 184 195 190 189 187 185
Kekerasan dari material sambungan yang mengalami kegagalan sesuai dengan standar ASTM A335 untuk material P91, yaitu tidak melebihi 250 HB / 265 HV / 25 HRC. Data menunjukkan kekerasan sesuai, yaitu pada kisaran 190 Brinnel Hardness scale. Namun, tes ini tidak dapat mendeteksi adanya soft xone dan hard zone, karena zona tersebut mempunyai kelebaran yang sangat sempit (300 mikrometer). Sedangkan, indentansi yang terbentuk untuk mengukur kekerasan jauh lebih besar dari angka tersebut.
45
Kondisi Creep Dilakukan penelitian menganai Struktur mikro daerah sambungan, pada 4 sudut, yaitu 0o, 90o, 180o, dan 270o seperti gambar dibawah.
Dari penelitian struktur mikro yang dilakukan oleh ITB, terdapat bukti terjadi creep, yang ditandai dengan terdapatnya creep void seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah (lokasi 270o) :
46
47
Buttering method Pihak Kontraktor (Toshiba) melakukan penambahan filler metal pada sambungan las (Buttering Layer). Modifikasi ini ditujukan untuk menurunkan stress maksimal
sambungan dari 8.53 kg/mm2 menjadi 4.31 kg/mm2, sehingga didapat umur Creep naik dari 2,22 Tahun menjadi 50+ tahun. Hal ini dirasa cukup, mengingat asumsi pengoperasian PLTU adalah 30 tahun. Namun karena material dan temperatur operasi tidak berubah, maka fenomena carbon diffusion tetap terjadi, dan efek penurunan yield strength pada fusion line P22 dan P91 tetap terjadi.
Buttering Layer
Kesimpulan Berdasarkan data lapangan dan teori, bisa disimpulkan bahwa desain pengelasan yang tidak sesuai dengan material dan parameter operasi merupakan penyebab dari kegagalan sambungan MSV unit 2. Alur kegagalan sambungan adalah sebagai berikut: 1. Filler metal sambungan dengan kadar Cr berbeda dan temperatur operasi tinggi memicu difusi karbon. 2. Difusi Karbon menyebabkan terjadinya daerah Lunak dan Keras. 3. Daerah tersebut mengurangi tensile strength pada daerah lunak. 4. Stress yang terjadi pada daerah lunak dengan tensile strength yang telah terkompromi menyebabkan terjadinya Creep void. 5. Creep void yang cukup banyak mengurangi kekuatan struktur, dan terjadi kegagalan.
49
Saran Perlu dilakukan kajian mendalam mengenai sambungan MSV unit 1 dan 2, mengingat proses difusi karbon tetap terjadi.
10 Perubahan desain pada MSV unit 3 dan 4. Pihak Kontraktor telah melakukan perubahan desain pengelasan pada MSV untuk unit 3 dan 4. Perubahan itu adalah sebagai berikut : -Material MSV diubah dari 1,25Cr-1Mo, menjadi 9Cr-1Mo (A182 Gr. F91) -Material filler metal diubah dari 2,25 Cr-1Mo menjadi 9Cr-1Mo Root : GTAW ER 905 G (TGS-9Cb) Filler : E 9016 G (CM 9 Cb) -Tidak ada perbedaan diameter luar dari interface joint pipa dan MSV. Perubahan telah dilakukan oleh pihak kontraktor, yaitu menyeragamkan komposisi material antara Pipa, filler metal, dan MSV. Hal ini ditujukan untuk menyeragamkan kandungan Chromium, yang menghilangkan gradien aktivitas karbon antara ketiga material, sehingga karbon tidak terpicu untuk melakukan perpindahan. Dengan
dilakukan hal ini, maka struktur mikro sambungan akan lebih stabil, dan kekuatan sambungan akan seragam. Hal ini akan menghilangkan efek carbon diffusion,
sehingga mengurangi kemungkinan fenomena creep yang disebabkan penurunan tensile strength dari material. Bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan
kegagalan pada sambungan jenis ini lebih rendah dibanding dengan proses penyambungan yang dilakukan pada tahun 2005.
50
51
52
53
54
55