Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Itali (Soelarso, 1996). Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan, karena usahatani jeruk memberikan keuntungan yang tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan petani. Disamping itu, jeruk merupakan buah-buahan yang digemari masyarakat baik sebagai buah segar maupun olahan. Sebagai komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sudah selayaknya pengembangan jeruk ini mendapat perhatian yang besar, menginat kontribusinya yang besar pada perekonomian nasional. Permintaan pasar dalam negeri terhadap buah jeruk dari tahun ke tahun makin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan dan kesadaran gizi masyarakat. Oleh sebab itu peluang untuk pemasaran jeruk masih terbuka. Di Indonesia memiliki banyak verietas jeruk lokal yang populer secara nasional, diantaranya Keprok Batu 55, Pulung, Manis Pacitan, dan Besar Nambangan dari Jawa Timur, Keprok Tejakula dan Besar Bali Merah dari Bali, Keprok Garut dari Jawa Barat, Kemprok Siompu dari Sulawesi Tenggara, Keprok Sipirok dari Sumatera Utara, Keprok Soe dari NTT, Siem Pontianak dari Kalimantan Barat, dan Siem Banjar dari Kalimantan Selatan. Tanaman jeruk diusahakan oleh petani di pekarangan, kebun, tegalan bahkan di sawah, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Pengusahaannya dilakukan secara monokultur atau campuran dengan tanaman lain. Namun, ditinjau dari segi produktivitas jeruk masih rendah, pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 berturut-turut sebesar 19,13 ton/ha; 28,29 ton/ha; 20,73 ton/ha, 17,83 ton/ha; dan 17,35 ton/ha. Produktivitas jeruk di Indonesia sampai saat ini masih rendah yaitu berkisar 8,6 15 ton/ha/tahun, sedangkan di daerah tropik lainnya mencapai 20 ton/ha, bahkan di daerah produsen utama jeruk dunia di daerah subtropik dapat mencapai 40 ton/ha (Ditlin, 1994). Rendahnya produktivitas jeruk antara lain disebabkan oleh teknik budidaya tanaman

yang kurang memadai, sehingga mendorong timbulnya berbagai gangguan pertumbuhan tanaman. Salah satu gangguan yang mengakibatkan kehilangan hasil cukup tinggi pada pertanaman jeruk adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Di Indonesia telah diketahui OPT penting yang menimbulkan kerusakan pada pertanaman jeruk, di antaranya adalah penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Selain CVPD, telah diketahui penyakit penting lainnya yang juga perlu mendapat perhatian karena berperanan dalam penurunan produksi, seperti penyakit kulit diplodia, busuk pangkal batang, Tristeza, woody gall, Exocortis, Psorosis, Cachexia, Tatter leaf, dan lainlain. Serangan hama juga mendapat perhatian dan penanganan yang seksama, misalnya serangan Aphis, pengorok daun, tungau, kutu loncat Diaphorina citri, kutu daun coklat, kutu daun hitam, kutu daun hijau, ulat peliang daun, kutu sisik atau kutu perisai, Thrips, kutu dompolan, penggerek buah, puru buah, dan lain-lain. Organisme pengganggu pada tanaman jeruk dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

Hama, meliputi Diaphorina citri, Aphid (Toxoptera citricidus dan T. aurantii), ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella), tungau (Panonychus citri, Tetranychus urticae, Phyllocoptruta oleivera ), Thrips, kutu sisik (Lepidosaphes beckii, Unaspis citri), kutu dompolan (Planococcus citri), penggerek buah (Prays sp, Citripestis sagitiferella), lalat buah, Kepik jeruk berduri (Rhynchocorus paseidoon).

Penyakit, meliputi CVPD, Tristeza, kanker (Xanthomonas campestris), kudis (Sphaceloma fawcetti), embun tepung (Oidium sp), busuk akar (Phytophthora sp), beldok (Botryodiplodia theobrome), embun jelaga, Greysa.

Vektor, meliputi D. citri (vektor CVPD), aphid (vektor Tristeza) Kutu sisik coklat (Lepidoshapes beckii Newman) merupakan salah satu hama pada

tanaman jeruk. Kutu sisik coklat diketahui dapat menyebabkan penurunan kualitas produksi bahkan kematian pada tanaman jeruk. Gejala yang akan timbul jika tanaman jeruk terserang oleh hama tersebut adalah daun akan berwarna kuning, terdapat bercak-bercak klorotis dan seringkali membuat daun menjadi gugur. Serangan berat akan mengakibatkan ranting dan cabang menjadi kering serta terjadi retakan-retakan pada kulit. Jika serangan terjadi di sekeliling batang, akan menyebabkan buah gugur. Kutu sisik coklat menyerang daun, ranting, dan buah pada tempat-tempat yang terlindung, seperti di bagian permukaan bawah di sepanjang tulang daun (Cartwright dan Browning, 2004). Pengendalian hama Kutu Sisik Coklat L. Beckii selama ini umumnya dilakukan dengan

pemberian pestisida sintetik. Pada mulanya metode tersebut dianggap efektif bagi pengendalian hama, akan tetapi pada akhirnya akan membawa masalah baru berupa resurgensi, resistensi, ledakan hama sekunder, musnahnya musuh alami, memberikan efek berbahaya bagi konsumen, serta pencemaran lingkungan (Djafaruddin, 2000). Kutu sisik atau kutu perisai (Lepidosaphes beckii) termasuk dalam ordo Homoptera, famili Diaspididae. Daun yang terserang oleh kutu sisik akan berwarna kuning, terdapat bercak-bercak klorotis dan seringkali membuat daun menjadi gugur. Serangan berat akan mengakibatkan ranting dan cabang menjadi kering serta terjadi retakan-retakan pada kulit. Jika serangan terjadi di sekeliling batang, akan menyebabkan buah gugur. Akibat serangan pada buah dapat menurunkan kualitas, karena kotor dan bila dibersihkan meninggalkan bercak-bercak hijau atau kuning pada kulit buah. Beberapa sentra jeruk seperti Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan kutu sisik ini menyebabkan tanaman menjadi meranggas dan kering bahkan menyebabkan kematian ranting dan tanaman. Kegiatan awal sebelum pengaplikasian pestisida terhadap kutu sisik (Lepidosaphes beckii) perlu mengetahui pola distribusinya pada perkebunan jeruk. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu untuk diperlukan penelitian dengan judul Distribusi Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian Ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kepadatan populasi Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu? 2. Bagaimanakah pola sebaran Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu? 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kepadatan populasi Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu. 2. Untuk mengetahui pola sebaran Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah informasi, khususnya yang berkaitan dengan pola distribusi Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu. 2. Memberikan informasi mengenai distribusi Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii), dari aspek pola sebaran dan kepadatan Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) Pada Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu. 3. Mempermudah dalam pengambilan sampel Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) dan tepat sasaran dalam penggunaan pestisida untuk memberantas Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii). 1.5 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan sampel data dilakukan di Perkebunan Jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu. 2. Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) yang diamati adalah fase dewasa. 3. Faktor fisik yang diamati adalah suhu, kelembaban, cahaya, dan arah kecepatan angin.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Serangga dan Tumbuhan 2.1.1 Serangga Nama-nama serangga yang ada didalam Al-Quran di antaranya adalah semut (AnNaml), lebah (An-Nahl), nyamuk (Baudloh), belalang (Al-jarad), kutu (Al-qummal), lalat (Dzubab) dan rayap (Dabbah). Dari serangga yang disebutkan dalam al-quran, ada dua serangga yang diberi kehormatan oleh Allah yaitu semut (An-Naml) dan lebah (An-Nahl.). Al-quran juga menyebutkan beberapa serangga yang berpotensi menyebabkan kerusakan, serangga tersebut adalah rayap, belalang dan kutu. Rayap berpotensi menyebabkan kerusakan dalam perumahan sedangkan belalang dan kutu berpotensi menyebabkan kerusakan tanaman yang dibudidayakan oleh manusia. Kata (Al-jarad) mempunyai makna belalang yang sudah biasa kit kenal dan mashur dan termasuk binatang yang dapat di makan. Menurut Shihab (2002) bahwa selain taufan, Allah juga menurunkan belalang dan kutu untuk merusak tumbuhan yang disebut hama tanaman. 2.1.2 Tumbuh-Tumbuhan Tumbuh-tumbuhan dalam Al-quran telah disebutkan dalam surat An-Naml ayat 60 dan An-nahl ayat 10-11. Surat An-Naml ayat 60 mengisyaratkan bahwa Allah yang menjadikan kebun-kebun yang berpandangan indah dab berbentuk megah. Allah telah menciptakan tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman yang indah dari berbagai bentuk dan warna maupun khasiat, rasa dan baunya. Tumbuh-tumbuhan diantaranya ada yang menjadi makanan manusia dan ada pula yang dapat menjadi obat bagi manusia. Semuanya tidak akan di ketahui kecuali orang yang berilmu. Surat An-Nahl ayat 11, Allah menyebutkan nama pohon-pohon secara rinci, diantaranya adalah zaitun, kurma dan anggur, dimana pohon-pohon tersebut terkenal di daerah timur tengah khususnya di jazirah arab. 2.2 Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) 2.2.1 Klasifikasi Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii) termasuk dalam ordo homoptera dan famili diaspididae (Serangga yang bersisik bulat atau perisai bulat) serangga ini termasuk serangga hama yang merusak tanaman-tanaman budidaya (Borror, 1992). Adapun Klasifikasi Kutu

Sisik (Lepidosaphes beckii) Menurut Jumar (2000) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Order Suborder Superfamily Family Spesies 2.2.2 Morfologi Famili diaspididae termasuk golongan superfamili coccoidea handlirsch. Kata diaspididae berasal dari bahasa Yunani yaitu dia (di tengah) dan aspis (perisai yang bulat). Disebut demikian karena hama ini tampak seperti sisik yang bulat atau perisai. Sisik ini terbentuk dari lilin yang dikeluarkan dari kelenjar yang terletak di punggung dan perut hama bagian belakang (Pracaya, 2007). Cara perkembangbiakannya bisa dengan seksual atau parthenogenesis (vivipar atau ovipar). Telurnya berukuran kecil dan hampir tidak terlihat dengan mata telanjang. Telur diletakkan dibawah sisik. Jika induknya telah mati, sisik masih tetap berfungsi sebagai pelindung telur. Warna telurnya bermacam-macam, diantaranya putih, kuning, merah atau ungu. Telur yang baru menetas dapat terlihat dengan mata telanjang yaitu berbentuk oval dengan ruas badan yang jelas dan berkaki 3 pasang (Pracaya, 2007). Kutu sisik (Lepidosaphes beckii) Imagonya berwarna ungu atau coklat gelap, mempunyai bentuk yang bervariasi yaitu panjang, melingkar dan koma. Telur diletakkan secara berkelompok sebanyak 40 - 80 butir di sekitar tubuhnya. Pada musim kemarau telurtelur tersebut akan menetas selama 15 - 20 hari sedangkan pada musim hujan waktu penetasan akan lebih panjang lagi. Kutu betina mengalami 2 kali pergantian kulit sebelum mencapai dewasa, dan kutu jantan 4 kali pergantian kulit (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). Kutu unaspis Telur diletakkan oleh serangga betina secara terpisah. Peletakkan telur kedua tidak akan berlangsung apabila telur pertama belum menetas. Kutu dewasa berbentuk oblong. Serangga betina berwarna coklat dengan pinggiran berwarna abu-abu. Panjang kutu betina 1,5 - 2,25 mm. Serangga jantan berwarna putih. Spesies ini mengeluarkan sekresi toksin yang dapat menyebabkan kerusakan pada pertanaman jeruk dan gugrnya daun. Kutu : Animalia : Arthropoda : Insecta : Hemiptera : Sternorrhyncha : Coccoidea : Diaspididae : Lepidosaphes beckii

betina mengalami 2 kali pergantian kulit sebelum mencapai dewasa, sedangkan kutu jantan mengalami 3 kali pergantian kulit (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). 2.2.3 Siklus Hidup Siklus hidup Kutu sisik (Lepidosaphes beckii) adalah telur, nimpha dan dewasa jika dilihat dalam dunia perkembangan serangga, metamorfosis dari Kutu sisik (Lepidosaphes beckii) adalah metamorfosis tidak sempurna. Kutu betina mengalami 2 kali pergantian kulit sebelum mencapai dewasa, dan kutu jantan 4 kali pergantian kulit, fase-fase dari Siklus hidup Kutu sisik (Lepidosaphes beckii) dengan tahapan sebagai berikut: 1. Telur Telur yang baru menetas berbentuk oval atau ginjal, Kutu sisik (Lepidosaphes beckii), meletakkan telur secara berkelompok sebanyak 40 - 80 butir di sekitar tubuhnya. Pada musim kemarau telur-telur tersebut akan menetas selama 15 - 20 hari sedangkan pada musim hujan waktu penetasan akan lebih panjang lagi (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). 2. Nimpha Pada fase ini kutu betina ini mengalami 2 kali pergantian kulit sebelum mencapai stadium dewasa bersayap, sedangkan kutu jantan mengalami 4 kali. Dalam satu tahun biasanya terdapat 3 generasi atau lebih (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). 3. Dewasa Pada fase ini hama jantan dari Kutu sisik (Lepidosaphes beckii) berukuran lebih kecil dari pada hama betina. Secara umum kutu berwarna ungu kecoklatan sampai hitam dengan berwarna abu-abu sepanjang tepinya. Panjang kutu betina 1,5-2,25 mm (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). 2.2.4 Gejala Serangan dan Pengendalian Gejala yang ditimbulkan oleh kutu sisik pada saat menyerang Daun akan berwarna kuning, terdapat bercak-bercak klorotis dan seringkali membuat daun menjadi gugur. Serangan berat akan mengakibatkan ranting dan cabang menjadi kering serta terjadi retakanretakan pada kulit. Jika serangan terjadi di sekeliling batang, akan menyebabkan buah gugur. Akibat serangan pada buah dapat menurunkan kualitas, karena kotor dan bila dibersihkan meninggalkan bercak-bercak hijau atau kuning pada kulit buah. Beberapa sentra jeruk seperti

Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan kutu sisik ini menyebabkan tanaman menjadi meranggas dan kering bahkan menyebabkan kematian ranting dan tanaman (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). Fase kritis dan saat pemantauan populasi adalah pada saat tanaman masih muda di pembibitan dan pada bagian cabang/ranting tanaman jeruk yang masih muda atau bagian tengah tajuk pohon yang padat. Fase kritis tanaman dan saat pemantauan populasi adalah saat tanaman berbuah, buah-buah berumur 2 bulan dengan ukuran diameter mulai 5-6 cm. Serangan berlanjut sampai buah berumur 3 bulan dan menjelang masak fisiologis. Untuk mencegah peletakan telur sebaiknya dilakukan pembungkusan pada buah (jeruk besar), memetik buah jeruk yang terserang kemudian dibenam dalam tanah atau dibakar. Pengendalian cara ini biasanya dilakukan sekaligus untuk mengendalikan lalat buah dan puru buah. Pengendalian dengan insektisida dilakukan sebelum telur menetas yaitu saat buah umur 2-5 bulan sehingga larva yang baru keluar akan segera mati sebelum sempat menggerek (Direktorat tanaman pangan dan Holtikultura, 2008). 2.3 Tanaman Jeruk 2.3.1 Morfologi Jeruk Tumbuhan ini merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter. Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang 0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit sangat lemah dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5-2,5 cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola tertekan dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging buahnya berwarna oranye. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 11,5 mm (Van Steenis, 1975). 2.3.2 Klasifikasi Jeruk Menurut Backer dan Bakhhuizen (1965), Klasifikasi Citrus reticulata dapat dijabarkan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Subkelas Ordo : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Rosidae : Sapindales

Famili

: Rutaceae : Citrus : Citrus reticulata Spesies

Genus

2.3.4 Kandungan Kimia dan Manfaat Kulit jeruk Citrus reticulata mempunyai berbagai macam senyawa diantaranya Tangeraxanthin, Tangeritin, Terpinen-4-ol, Terpineolene, Tetradecanal, Threonine, Thymol, Thymyl- methyl-ether, Tryptophan, Tyrosine, Cis-3-hexenol, Cis-carveol, Citric-acid, Citronellal, Citronellic-acid, Citronellyl-acetate, Cystine, Decanal, Decanoic- acid, Decanol, Nobiletin. Salah satu senyawa dalam kulit jeruk Keprok (Citrus reticulata) yang telah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antikankernya adalah tangeritin. Tangeritin dan nobiletin merupakan senyawa methoxyflavone yang mempunyai potensi sebagai agen antikanker. Tangeritin dapat menghambat aktivitas sel kanker pada fase G1 sehingga siklus selnya terhambat. Pan et al.,(2002) melaporkan bahwa polimetoksi flavonoid (tangeretin) yang terdapat pada kulit jeruk, dapat menginduksi G1 arrest dengan adanya peningkatan ekspresi CDK inhibitors seperti p27, p21 pada colon cacer cell line (COLO 205). Nobiletin dapat menghambat kerja COX-2 dengan cara inhibisi pada murine macrophage. wzTooltipfLayoutInCell1fAllowOverlap1fBehindDocument1fIsButton1fHidden0fLayoutInC ell1

Gambar 1. Struktur Nobiletin (Murakami et al., 2000)

Tangeritin dan

2.3.5 Habitat dan Penyebaran

Merupakan tanaman asli melayu tetapi sekarang penyebarannya sangat luas hampir disemua daerah tropis dan subtropics didunia. Temperatur optimal antara 25-30 oC namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38 oC. Jeruk keprok memerlukan temperatur 20oC. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari. Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80% (Rahardi, 1999).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian dekskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang pola sebaran, kepadatan kutu sisik (Lepidosaphes beckii) pada tanaman jeruk serta factor-faktor yang mempengaruhi distribusi kutu sisik (Lepidosaphes beckii). 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di perkebunan jeruk Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu pada bulan April sampai Juni 2009. 3.3 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah lup, plastik klip ukuran sedang, kertas label, hygrometer, thermometer, lux meter, anemometer dan tali rafia. Adapun bahan yang digunakan adalah popolasi perkebunan jeruk. 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Kepadatan kutu sisik (Lepidosaphes beckii) a. Dipilih tanaman ssampel dilapangan b. Ditetapkan salah satu cabang utama untuk pengambilan kutu sisik (Lepidosaphes beckii), pengambilan tanaman sampel dilakukan secara acak sebanyak 50 tanaman sampel. 2. Pelaksanaan a. Ranting batang diambil mulai dari ujung sampai bawah. b. Masing-masing ranting dimasukkan kedalam plastik klip dan diberi label pada masing-masing plastik sesuai dengan nomor ranting dan nomor sampel tanaman c. Masing-masing ranting dari tiap tanaman di hitung jumlah kutu sisik (Lepidosaphes beckii). 1. Persiapan

3.4.2

Pola Sebaran Kutu Sisik (Lepidosaphes beckii)

1. Persiapan

a. Tanaman sampel ditentukan berdasarkan pola sistematis sebanyak 20 plot dengan ukuran plot 2m x 2m. b. Ranting jeruk diambil dan disesuaikan dengan tingkst kepadatan kutu sisik (Lepidosaphes beckii) pada ranting jeruk. 2. Pelaksanaan a. Pengambilan kutu sisik (Lepidosaphes beckii) pada sampel yang telah ditentukan. b. Jumlah kutu sisik (Lepidosaphes beckii) dihitung. c. Pengambilan tanaman sampel dari masing-masing plot sebanyak 4 kali ulangan dan diamati faktor fisik yang meliputi intensitas cahaya, kelembaban, kecepatan angin dan suhu. 3.5 Analisis Data 1. Kepadatan kutu sisik (Lepidosaphes beckii) pada jeruk dianalisis menggunakan uji t dengan program SPSS pada taraf signifikasi (5%). 2. Pola sebaran kutu sisik (Lepidosaphes beckii) Metode yang digunakan untuk menentukan penyebaran populasi kutu sisik (Lepidosaphes beckii) adalah dengan menggunkan Indeks of Dispersiaon (Krebs, 1989), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

I=

, dengan:

Keterangan: S2 X xi n :Varience : Rata-rata kelimpahan : jumlah individu plot ke n : jumlah plot yang diamati

jika dari hasil perhitungan di daptkan hasil seperti berikut:

I = 1, maka distribusinya adalah random atau acak I = 1, maka distribusinya adalah seragam I = 1, maka distribusinya adalah mengelompok Untuk melihat signifikansi dari nilai indeks penyebaran (I), menurut Waite (2000) dilakukan uji lebih lanjut dengan mencari nilai X2 (Chi-squere) dengan rumus X2 = I (n-1). Apabila nilai X2 hitung lebih besar dari nilai X2 tabel (X2 0,975) pada derajat bebas n-1, maka pola sebarannya adalah mengelompok. Apabila X2 hitung lebih kecil dari pada nilai X2 tabel (X2 0,025) pada derajat n-1, maka pola sebarannya adalah seragam dan apabila nilai X2 hitung terletak antara X2 tabel (X2 0,975) dan (X2 0,025), maka pola sebarannya adalah acak.

Anda mungkin juga menyukai