Anda di halaman 1dari 32

MATA KULIAH KODE MATA KULIAH SEMESTER KREDIT SEMESTER DOSEN PENGAMPU

: FILSAFAT ILMU : PDS613 : 1 (SATU) : 2 (DUA) : Prof. Achmad Binadja Ph.D Dr. Sarwi M.Si.

DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini dimaksudkan untuk mahasiswa Program Pasca Sarjana di bidang Pendidikan Dasar, Konsentrasi IPA. Mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman yang lebih baik tentang Filsafat Ilmu yang relevan dengan Kebutuhan, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar. Mata kuliah ini memberi peluang kepada para peserta didik untuk berpartisipasi penuh dalam memahami dan selanjutnya menerapkan pemahaman pada Filsafat Ilmu untuk keperluan sesuai dengan kebutuhan saat itu. Setiap peserta didik diharapkan ikut aktif mengambil bagian di dalam berbagai kegiatan diskusi dan tugas-tugas yang disampaikan di dalam kegiatan perkuliahan. Prestasi peserta didik ditentukan berdasarkan keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan di dalam maupun di luar kelas serta pemenuhan tugas mata kuliah filsafat ilmu yang ditentukan berdasarkan kepentingan. Kompetensi Standar 1. Memahami dan dapat menerapkan makna filsafat ilmu dalam kaitannya dengan pembelajaran sains di sekolah 2. Mampu mengembangkan perencanaan pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains dan matematika sebagai proses dan produk dapat diterapkan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar. 3. Mampu menerapkan pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk telah direncanakan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar. 4. Mampu mengevaluasi pembelajaran sains dan matematika yang di situ dapat mengukur, setidaknya, pemahamam, peserta didik pada hakekat sains sebagai proses dan produk, sebagaimana telah direncanakan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar.

Kompetensi Dasar 1.1Memahami makna filsafat ilmu serta implikasinya di dalam proses pendidikan IPA dan Matematika 1.2Memahami hakekat sains dan matematika sebagai proses dan produk serta implikasinya di dalam pembelajaran 1.3Memahami konsep-konsep filsafat ilmu berkaitan dengan silogisme dan implikasinya di dalam pembelajaran sains. 1.4Memahami makna inquiry di dalam sains serta implikasinya di dalam pembelajaran 2.1 Mampu mengembangkan Silabus pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk dapat diterapkan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar 2.2 Mampu mengembangkan Rencana Pelaksanaan pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk dapat diterapkan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar. 2.3 Mampu mengembangkan Bahan pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk dapat diterapkan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar 2.4 Mampu mengembangkan alat evaluasi pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk dapat diterapkan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar 3.1 Mampu memilih pendekatan, model, maupun metode pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk telah direncanakan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar. 3.2 Mampu menerapkan pendekatan, model, maupun metode pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk telah direncanakan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar. 4.1 Mampu memilih alat atau instrumen evaluasi pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk telah direncanakan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar. 4.2 Mampu menerapkan dengan baik penggunaan alat atau instrumen evaluasi pembelajaran sains dan matematika yang di situ hakekat sains sebagai proses dan produk telah direncanakan secara mencukupi bagi para peserta didik di jenjang pendidikan dasar.

Program dan Kegiatan 1. Pembahasan dan diskusi tentang hakekat, tujuan, cakupan mata kuliah untuk memperoleh pemahaman dasar secara utuh 2. Pembahasan dan diskusi tentang pengembangan perangkat pembelajaran relevan dengan kebutuhan mencapai kompetensi. 3. Pembahasan, diskusi, dan praktek tentang pengembangan perangkat pembelajaran relevan dengan kebutuhan mencapai kompetensi. 4. Pembahasan, diskusi, dan praktek tentang pelaksanaan pembelajaran relevan dengan kebutuhan mencapai kompetensi. 5. Pembahasan, diskusi, dan praktek tentang pengevaluasian pembelajaran relevan dengan kebutuhan mencapai kompetensi. 6. Evaluasi proses pembelajaran tengah semester. 7. Evaluasi proses pembelajaran akhir semester.

Chapter 10: HISTORICAL PERSPECTIVES


DISPLACING THE EARTH FROM THE CENTER OF THE UNIVERSE UNITING THE HEAVENS AND EARTH RELATING MATTER & ENERGY AND TIME & SPACE EXTENDING TIME MOVING THE CONTINENTS UNDERSTANDING FIRE SPLITTING THE ATOM EXPLAINING THE DIVERSITY OF LIFE DISCOVERING GERMS HARNESSING POWER Chapter 10: HISTORICAL PERSPECTIVES
There are two principal reasons for including some knowledge of history among the recommendations. One reason is that generalizations about how the scientific enterprise operates would be empty without concrete examples. Consider, for example, the proposition that new ideas are limited by the context in which they are conceived; are often rejected by the scientific establishment; sometimes spring from unexpected findings; and usually grow slowly, through contributions from many different investigators. Without historical examples, these generalizations would be no more than slogans, however well they might be remembered. For this purpose, any number of episodes might have been selected. A second reason is that some episodes in the history of the scientific endeavor are of surpassing significance to our cultural heritage. Such episodes certainly include Galileo's role in changing our perception of our place in the universe; Newton's demonstration that the same laws apply to motion in the heavens and on earth; Darwin's long observations of the variety and relatedness of life forms that led to his postulating a mechanism for how they came about; Lyell's careful documentation of the unbelievable age of the earth; and Pasteur's identification of infectious disease with tiny organisms that could be seen only with a microscope. These stories stand among the milestones of the development of all thought in

Western civilization. All human cultures have included study of naturethe movement of heavenly bodies, the behavior of animals, the properties of materials, the medicinal properties of plants. The recommendations in this chapter focus on the development of science, mathematics, and technology in Western culture, but not on how that development drew on ideas from earlier Egyptian, Chinese, Greek, and Arabic cultures. The sciences accounted for in this report are largely part of a tradition of thought that happened to develop in Europe during the last 500 yearsa tradition to which people from all cultures contribute today. The emphasis here is on ten accounts of significant discoveries and changes that exemplify the evolution and impact of scientific knowledge: the planetary earth, universal gravitation, relativity, geologic time, plate tectonics, the conservation of matter, radioactivity and nuclear fission, the evolution of species, the nature of disease, and the Industrial Revolution. Although other choices may be equally valid, these clearly fit our dual criteria of exemplifying historical themes and having cultural salience.

DISPLACING THE EARTH FROM THE CENTER OF THE UNIVERSE


To observers on the earth, it appears that the earth stands still and everything else moves around it. Thus, in trying to imagine how the universe works, it made good sense to people in ancient times to start with those apparent truths. The ancient Greek thinkers, particularly Aristotle, set a pattern that was to last for about 2,000 years: a large, stationary earth at the center of the universe, andpositioned around the earththe sun, the moon, and tiny stars arrayed in a perfect sphere, with all these bodies orbiting along perfect circles at constant speeds. Shortly after the beginning of the Christian era, that basic concept was transformed into a powerful mathematical model by an Egyptian astronomer, Ptolemy. His model of perfect circular motions served well for predicting the positions of the sun, moon, and stars. It even accounted for some motions in the heavens that appeared distinctly irregular. A few "wandering stars"the planetsappeared not to circle perfectly around the earth but rather to change speed and sometimes even go into reverse, following odd loop-the-loop paths. This behavior was accounted for in Ptolemy's model by adding more circles, which spun on the main circles. Over the following centuries, as astronomical data accumulated and became more accurate, this model was refined and complicated by many astronomers, including Arabs and Europeans. As clever as the refinements of perfect-circles models were, they did not involve any physical explanations of why heavenly bodies should so move. The principles of motion in the heavens were considered to be quite different from those of motion on earth. Shortly after the discovery of the Americas, a Polish astronomer named Nicolaus Copernicus, a contemporary of Martin Luther and Leonardo da Vinci, proposed a different model of the

universe. Discarding the premise of a stationary earth, he showed that if the earth and planets all circled around the sun, the apparent erratic motion of the planets could be accounted for just as well, and in a more intellectually pleasing way. But Copernicus' model still used perfect circular motions and was nearly as complicated as the old earth-centered model. Moreover, his model violated the prevailing common-sense notions about the world, in that it required the apparently immobile earth to spin completely around on its axis once a day, the universe to be far larger than had been imagined, andworst of allthe earth to become commonplace by losing its position at the center of the universe. Further, an orbiting and spinning earth was thought to be inconsistent with some biblical passages. Most scholars perceived too little advantage in a sun-centered modeland too high a cost in giving up the many other ideas associated with the traditional earth-centered model. As astronomical measurements continued to become more precise, it became clear that neither the sun-centered nor the earth-centered system quite worked as long as all bodies had to have uniform circular motion. A German astronomer, Johannes Kepler, who lived at the same time as Galileo, developed a mathematical model of planetary motion that discarded both venerable premisesa stationary earth and circular motion. He postulated three laws, the most revolutionary of which was that planets naturally move in elliptical orbits at predictable but varying speeds. Although this law turned out to be correct, the calculations for ellipses were difficult with the mathematics known at the time, and Kepler offered no explanation for why the planets would move that way. The many contributions of Italian scientist Galileo, who lived at the same time as Shakespeare and Rubens, were of great significance in the development of physics and astronomy. As an astronomer, he built and used the newly invented telescope to study the sun, moon, planets, and stars, and he made a host of discoveries that supported Copernicus' basic idea of planetary movement. Perhaps the most telling of these was his discovery of four moons that orbited around the planet Jupiter, demonstrating that the earth was not the only center of heavenly motion. With the telescope, he also discovered the inexplicable phenomena of craters and mountains on the moon, spots on the sun, moonlike phases of Venus, and vast numbers of stars not visible to the unaided eye. Galileo's other great contribution to the cosmological revolution was in taking it to the public. He presented the new view in a form and language (Italian) that made it accessible to all educated people in his time. He also rebutted many popular arguments against an orbiting and spinning earth and showed inconsistencies in the Aristotelian account of motion. Criticism from clergy who still believed in Ptolemy's modeland Galileo's subsequent trial by the Inquisition for his allegedly heretical beliefsonly heightened the attention paid to the issues and thereby accelerated the process of changing generally accepted ideas on what constituted common sense. It also revealed some of the inevitable tensions that are bound to occur whenever scientists come up with radically new ideas.

UNITING THE HEAVENS AND EARTH


But it remained for Isaac Newton, an English scientist, to bring all of those strands together, and go far beyond them, to create the idea of the new universe. In his Mathematical Principles of Natural Philosophy, published near the end of the seventeenth century and destined to become one of the most influential books ever written, Newton presented a seamless mathematical view of the world that brought together knowledge of the motion of objects on earth and of the distant motions of heavenly bodies. The Newtonian world was a surprisingly simple one: Using a few key concepts (mass, momentum, acceleration, and force), three laws of motion (inertia, the dependence of acceleration on force and mass, and action and reaction), and the mathematical law of how the force of gravity between all masses depends on distance, Newton was able to give rigorous explanations for motion on the earth and in the heavens. With a single set of ideas, he was able to account for the observed orbits of planets and moons, the motion of comets, the irregular motion of the moon, the motion of falling objects at the earth's surface, weight, ocean tides, and the earth's slight equatorial bulge. Newton made the earth part of an understandable universe, a universe elegant in its simplicity and majestic in its architecturea universe that ran automatically by itself according to the action of forces between its parts. Newton's system prevailed as a scientific and philosophical view of the world for 200 years. Its early acceptance was dramatically ensured by the verification of Edmund Halley's prediction, made many years earlier, that a certain comet would reappear on a particular date calculated from Newton's principles. Belief in Newton's system was continually reinforced by its usefulness in science and in practical endeavors, right up to (and including) the exploration of space in the twentieth century. Albert Einstein's theories of relativityrevolutionary in their own rightdid not overthrow the world of Newton, but modified some of its most fundamental concepts. The science of Newton was so successful that its influence spread far beyond physics and astronomy. Physical principles and Newton's mathematical way of deriving consequences from them together became the model for all other sciences. The belief grew that eventually all of nature could be explained in terms of physics and mathematics and that nature therefore could run by itself, without the help or attention of godsalthough Newton himself saw his physics as demonstrating the hand of God acting on the universe. Social thinkers considered whether governments could be designed like a Newtonian solar system, with a balance of forces and actions that would ensure regular operation and long-term stability. Philosophers in and outside of science were troubled by the implication that if everything from stars to atoms runs according to precise mechanical laws, the human notion of free will might be only an illusion. Could all human history, from thoughts to social upheavals, be only the playing out of a completely determined sequence of events? Social thinkers raised questions about free will and the organization of social systems that were widely debated in the eighteenth and nineteenth centuries. In the twentieth century, the appearance of basic

unpredictability in the behavior of atoms relieved some of those concernsbut also raised new philosophical questions.

RELATING MATTER & ENERGY AND TIME & SPACE


As elaborate and successful as it was, however, the Newtonian world view finally had to undergo some fundamental revisions around the beginning of the twentieth century. Still only in his twenties, German-born Albert Einstein published theoretical ideas that made revolutionary contributions to the understanding of nature. One of these was the special theory of relativity, in which Einstein considered space and time to be closely linked dimensions rather than, as Newton had thought, to be completely different dimensions. Relativity theory had several surprising implications. One is that the speed of light is measured to be the same by all observers, no matter how they or the source of light happen to be moving. This is not true for the motion of other things, for their measured speed always depends on the motion of the observer. Moreover, the speed of light in empty space is the greatest speed possiblenothing can be accelerated up to that speed or observed moving faster. The special theory of relativity is best known for asserting the equivalence of mass and energy that is, any form of energy has mass, and matter itself is a form of energy. This is expressed in the famous equation E=mc2, in which E stands for energy, m for mass, and c for the speed of light. Since c is approximately 186,000 miles per second, the transformation of even a tiny amount of mass releases an enormous amount of energy. That is what happens in the nuclear fission reactions that produce heat energy in nuclear reactors, and also in the nuclear fusion reactions that produce the energy given off by the sun. About a decade later, Einstein published what is regarded as his crowning achievement and one of the most profound accomplishments of the human mind in all of history: the theory of general relativity. The theory has to do with the relationship between gravity and time and space, in which Newton's gravitational force is interpreted as a distortion in the geometry of space and time. Relativity theory has been tested over and over again by checking predictions based on it, and it has never failed. Nor has a more powerful theory of the architecture of the universe replaced it. But many physicists are looking for ways to come up with a more complete theory still, one that will link general relativity to the quantum theory of atomic behavior.

EXTENDING TIME

The age of the earth was not at issue for most of human history. Until the nineteenth century, nearly everyone in Western cultures believed that the earth was only a few thousand years old, and that the face of the earth was fixedthe mountains, valleys, oceans, and rivers were as they always had been since their instantaneous creation. From time to time, individuals speculated on the possibility that the earth's surface had been shaped by the kind of slow change processes they could observe occurring; in that case, the earth might have to be older than most people believed. If valleys were formed from erosion by rivers, and if layered rock originated in layers of sediment from erosion, one could estimate that millions of years would have been required to produce today's landscape. But the argument made only very gradual headway until English geologist Charles Lyell published the first edition of his masterpiece,Principles of Geology, early in the nineteenth century. The success of Lyell's book stemmed from its wealth of observations of the patterns of rock layers in mountains and the locations of various kinds of fossils, and from the close reasoning he used in drawing inferences from those data. Principles of Geology went through many editions and was studied by several generations of geology students, who came to accept Lyell's philosophy and to adopt his methods of investigation and reasoning. Moreover, Lyell's book also influenced Charles Darwin, who read it while on his worldwide voyages studying the diversity of species. As Darwin developed his concept of biological evolution, he adopted Lyell's premises about the age of the earth and Lyell's style of buttressing his argument with massive evidence. As often happens in science, Lyell's revolutionary new view that so opened up thought about the world also came to restrict his own thinking. Lyell took the idea of very slow change to imply that the earth never changed in sudden waysand in fact really never changed much in its general features at all, perpetually cycling through similar sequences of small-scale changes. However, new evidence continued to accumulate; by the middle of the twentieth century, geologists believed that such minor cycles were only part of a complex process that also included abrupt or even cataclysmic changes and long-term evolution into new states.

MOVING THE CONTINENTS


As soon as fairly accurate world maps began to appear, some people noticed that the continents of Africa and South America looked as though they might fit together, like a giant jigsaw puzzle. Could they once have been part of a single giant landmass that broke into pieces and then drifted apart? The idea was repeatedly suggested, but was rejected for lack of evidence. Such a notion seemed fanciful in view of the size, mass, and rigidity of the continents and ocean basins and their apparent immobility. Early in the twentieth century, however, the idea was again introduced, by German scientist Alfred Wegener, with new evidence: The outlines of the underwater edges of continents fit

together even better than the above-water outlines; the plants, animals, and fossils on the edge of one continent were like those on the facing edge of the matching continent; andmost importantmeasurements showed that Greenland and Europe were slowly moving farther apart. Yet the idea had little acceptance (and strong opposition) untilwith the development of new techniques and instrumentsstill more evidence accumulated. Further matches of continental shelves and ocean features were found by exploration of the composition and shape of the floor of the Atlantic Ocean, radioactive dating of continents and plates, and study both of deep samples of rocks from the continental shelves and of geologic faults. By the 1960s, a great amount and variety of data were all consistent with the idea that the earth's crust is made up of a few huge, slowly moving plates on which the continents and ocean basins ride. The most difficult argument to overcomethat the surface of the earth is too rigid for continents to movehad proved incorrect. The hot interior of the earth produces a layer of molten rock under the plates, which are moved by convection currents in the layer. In the 1960s, continental drift in the form of the theory of plate tectonics became widely accepted in science and provided geology with a powerful unifying concept. The theory of plate tectonics was finally accepted because it was supported by the evidence and because it explained so much that had previously seemed obscure or controversial. Such diverse and seemingly unrelated phenomena as earthquakes, volcanoes, the formation of mountain systems and oceans, the shrinking of the Pacific and the widening of the Atlantic, and even some major changes in the earth's climate can now be seen as consequences of the movement of crustal plates.

UNDERSTANDING FIRE
For much of human history, fire was thought to be one of the four basic elementsalong with earth, water, and airout of which everything was made. Burning materials were thought to release the fire that they already contained. Until the eighteenth century, the prevailing scientific theory was that when any object burned, it gave off a substance that carried away weight. This view confirmed what people saw: When a heavy piece of wood was burned, all that was left was a residue of light ashes. Antoine Lavoisier, a French scientist who made most of his discoveries in the two decades after the American Revolution and was later executed as a victim of the French Revolution, conducted a series of experiments in which he accurately measured all of the substances involved in burning, including the gases used and the gases given off. His measurements demonstrated that the burning process was just the opposite of what people thought. He showed that when substances burn, there is no net gain or loss of weight. When wood burns, for example, the carbon and hydrogen in it combine with oxygen from the air to form water vapor and carbon dioxide, both invisible gases that escape into the air. The total weight of materials produced by burning (gases and ashes) is the same as the total weight of the reacting

materials (wood and oxygen). In unraveling the mystery of burning (a form of combustion), Lavoisier established the modern science of chemistry. Its predecessor, alchemy, had been a search for ways to transform matterespecially to turn lead into gold and to produce an elixir that would confer everlasting life. The search resulted in the accumulation of some descriptive knowledge about materials and processes, but it was unable to lead to an understanding of the nature of materials and how they interact. Lavoisier invented a whole new enterprise based on a theory of materials, physical laws, and quantitative methods. The intellectual centerpiece of the new science was the concept of the conservation of matter: Combustion and all other chemical processes consist of the interaction of substances such that the total mass of material after the reaction is exactly the same as before it. For such a radical change, the acceptance of the new chemistry was relatively rapid. One reason was that Lavoisier devised a system for naming substances and for describing their reactions with each other. Being able to make such explicit statements was itself an important step forward, for it encouraged quantitative studies and made possible the widespread dissemination of chemical discoveries without ambiguity. Furthermore, burning came to be seen simply as one example of a category of chemical reactionsoxidationin which oxygen combines with other elements or compounds and releases energy. Another reason for the acceptance of the new chemistry was that it fit well with the atomic theory developed by English scientist John Dalton after reading Lavoisier's publications. Dalton elaborated on and refined the ancient Greek ideas of element, compound, atom, and moleculeconcepts that Lavoisier had incorporated into his system. This mechanism for developing chemical combinations gave even more specificity to Lavoisier's system of principles. It provided the basis for expressing chemical behavior in quantitative terms. Thus, for example, when wood burns, each atom of the element carbon combines with two atoms of the element oxygen to form one molecule of the compound carbon dioxide, releasing energy in the process. Flames or high temperatures, however, need not be involved in oxidation reactions. Rusting and the metabolism of sugars in the body are examples of oxidation that occurs at room temperature. In the three centuries since Lavoisier and Dalton, the system has been vastly extended to account for the configuration taken by atoms when they bond to one another and to describe the inner workings of atoms that account for why they bond as they do.

SPLITTING THE ATOM

A new chapter in our understanding of the structure of matter began at the end of the nineteenth century with the accidental discovery in France that a compound of uranium somehow darkened a wrapped and unexposed photographic plate. Thus began a scientific search for an explanation of this "radioactivity." The pioneer researcher in the new field was Marie Curie, a young Polish-born scientist married to French physicist Pierre Curie. Believing that the radioactivity of uranium-bearing minerals resulted from very small amounts of some highly radioactive substance, Marie Curie attempted, in a series of chemical steps, to produce a pure sample of the substance and to identify it. Her husband put aside his own research to help in the enormous task of separating out an elusive trace from an immense amount of raw material. The result was their discovery of two new elements, both highly radioactive, which they named polonium and radium. The Curies, who won the Nobel Prize in physics for their research in radioactivity, chose not to exploit their discoveries commercially. In fact, they made radium available to the scientific community so that the nature of radioactivity could be studied further. After Pierre Curie died, Marie Curie continued her research, confident that she could succeed despite the widespread prejudice against women in physical science. She did succeed: She won the 1911 Nobel Prize in chemistry, becoming the first person to win a second Nobel Prize. Meanwhile, other scientists with better facilities than Marie Curie had available were making major discoveries about radioactivity and proposing bold new theories about it. Ernest Rutherford, a New Zealand-born British physicist, quickly became the leader in this fastmoving field. He and his colleagues discovered that naturally occurring radioactivity in uranium consists of a uranium atom emitting a particle that becomes an atom of the very light element helium, and that what is left behind is no longer a uranium atom but a slightly lighter atom of a different element. Further research indicated that this transmutation was one of a series ending up with a stable isotope of lead. Radium was just one element in the radioactive series. This transmutation process was a turning point in scientific discovery, for it revealed that atoms are not actually the most basic units of matter; rather, atoms themselves consist of three distinct particles each: a small, massive nucleusmade up of protons and neutrons surrounded by light electrons. Radioactivity changes the nucleus, whereas chemical reactions affect only the outer electrons. But the uranium story was far from over. Just before World War II, several German and Austrian scientists showed that when uranium is irradiated by neutrons, isotopes of various elements are produced that have about half the atomic mass of uranium. They were reluctant to accept what now seems the obvious conclusionthat the nucleus of uranium had been induced to split into two roughly equal smaller nuclei. This conclusion was soon proposed by Austrian-born physicist and mathematician Lise Meitner and her nephew Otto Frisch, who introduced the term "fission." They noted, consistent with Einstein's special relativity theory, that if the fission products together had less mass than the original uranium atom, enormous amounts of energy would be released.

Because fission also releases some extra neutrons, which can induce more fissions, it seemed possible that a chain reaction could occur, continually releasing huge amounts of energy. During World War II, a U.S. scientific team led by Italian-born physicist Enrico Fermi demonstrated that if enough uranium were piled togetherunder carefully controlled conditionsa chain reaction could indeed be sustained. That discovery became the basis of a secret U.S. government project set up to develop nuclear weapons. By the end of the war, the power of an uncontrolled fission reaction had been demonstrated by the explosion of two U.S. fission bombs over Japan. Since the war, fission has continued to be a major component of strategic nuclear weapons developed by several countries, and it has been widely used in the controlled release of energy for transformation into electric power.

EXPLAINING THE DIVERSITY OF LIFE


The intellectual revolution initiated by Darwin sparked great debates. At issue scientifically was how to explain the great diversity of living organisms and of previous organisms evident in the fossil record. The earth was known to be populated with many thousands of different kinds of organisms, and there was abundant evidence that there had once existed many kinds that had become extinct. How did they all get here? Prior to Darwin's time, the prevailing view was that species did not change, that since the beginning of time all known species had been exactly as they were in the present. Perhaps, on rare occasions, an entire species might disappear owing to some catastrophe or by losing out to other species in the competition for food; but no new species could appear. Nevertheless, in the early nineteenth century, the idea of evolution of species was starting to appear. One line of thought was that organisms would change slightly during their lifetimes in response to environmental conditions, and that those changes could be passed on to their offspring. (One view, for example, was that by stretching to reach leaves high on trees, giraffesover successive generationshad developed long necks.) Darwin offered a very different mechanism of evolution. He theorized that inherited variations among individuals within a species made some of them more likely than others to survive and have offspring, and that their offspring would inherit those advantages. (Giraffes who had inherited longer necks, therefore, would be more likely to survive and have offspring.) Over successive generations, advantageous characteristics would crowd out others, under some circumstances, and thereby give rise to new species. Darwin presented his theory, together with a great amount of supporting evidence collected over many years, in a book entitled Origin of Species, published in the mid-nineteenth century. Its dramatic effect on biology can be traced to several factors: The argument Darwin presented was sweeping, yet clear and understandable; his line of argument was supported at every point with a wealth of biological and fossil evidence; his comparison of natural selection to the "artificial selection" used in animal breeding was persuasive; and the argument provided a unifying framework for guiding future research.

The scientists who opposed the Darwinian model did so because they disputed some of the mechanisms he proposed for natural selection, or because they believed that it was not predictive in the way Newtonian science was. By the beginning of the twentieth century, however, most biologists had accepted the basic premise that species gradually change, even though the mechanism for biological inheritance was still not altogether understood. Today the debate is no longer about whether evolution occurs but about the details of the mechanisms by which it takes place. In the general public, there are some people who altogether reject the concept of evolution not on scientific grounds but on the basis of what they take to be its unacceptable implications: that human beings and other species have common ancestors and are therefore related; that humans and other organisms might have resulted from a process that lacks direction and purpose; and that human beings, like the lower animals, are engaged in a struggle for survival and reproduction. And for some people, the concept of evolution violates the biblical account of the special (and separate) creation of humans and all other species. At the beginning of the twentieth century, the work of Austrian experimenter Gregor Mendel on inherited characteristics was rediscovered after having passed unnoticed for many years. It held that the traits an organism inherits do not result from a blending of the fluids of the parents but from the transmission of discrete particlesnow called genesfrom each parent. If organisms have a large number of such particles and some process of random sorting occurs during reproduction, then the variation of individuals within a speciesessential for Darwinian evolutionwould follow naturally. Within a quarter of a century of the rediscovery of Mendel's work, discoveries with the microscope showed that genes are organized in strands that split and recombine in ways that furnish each egg or sperm cell with a different combination of genes. By the middle of the twentieth century, genes had been found to be part of DNA molecules, which control the manufacture of the essential materials out of which organisms are made. Study of the chemistry of DNA has brought a dramatic chemical support for biological evolution: The genetic code found in DNA is the same for almost all species of organisms, from bacteria to humans.

DISCOVERING GERMS
Throughout history, people have created explanations for disease. Many diseases have been seen as being spiritual in origina punishment for a person's sins or as the capricious behavior of gods or spirits. From ancient times, the most commonly held biological theory was that illness was attributable to some sort of imbalance of body humors (hypothetical fluids that were described by their effects, but not identified chemically). Hence, for thousands of years the treatment of disease consisted of appealing to supernatural powers through offerings, sacrifice, and prayer, or of trying to adjust the body humors by inducing

vomiting, bleeding, or purging. However, the introduction of germ theory in the nineteenth century radically changed the explanation of what causes diseases, as well as the nature of their treatment. As early as the sixteenth century, there was speculation that diseases had natural causes and that the agents of disease were external to the body, and therefore that medical science should consist of identifying those agents and finding chemicals to counteract them. But no one suspected that some of the disease-causing agents might be invisible organisms, since such organisms had not yet been discovered, or even imagined. The improvement of microscope lenses and design in the seventeenth century led to discovery of a vast new world of microscopically small plants and animals, among them bacteria and yeasts. The discovery of those microorganisms, however, did not suggest what effects they might have on humans and other organisms. The name most closely associated with the germ theory of disease is that of Louis Pasteur, a French chemist. The connection between microorganisms and disease is not immediately apparentespecially since (as we know now) most microorganisms do not cause disease and many are beneficial to us. Pasteur came to the discovery of the role of microorganisms through his studies of what causes milk and wine to spoil. He proved that spoilage and fermentation occur when microorganisms enter them from the air, multiplying rapidly and producing waste products. He showed that food would not spoil if microorganisms were kept out of it or if they were destroyed by heat. Turning to the study of animal diseases to find practical cures, Pasteur again showed that microorganisms were involved. In the process, he found that infection by disease organisms germscaused the body to build up an immunity against subsequent infection by the same organisms, and that it was possible to produce vaccines that would induce the body to build immunity to a disease without actually causing the disease itself. Pasteur did not actually demonstrate rigorously that a particular disease was caused by a particular, identifiable germ; that work was soon accomplished, however, by other scientists. The consequences of the acceptance of the germ theory of disease were enormous for both science and society. Biologists turned to the identification and investigation of microorganisms, discovering thousands of different bacteria and viruses and gaining a deeper understanding of the interactions between organisms. The practical result was a gradual change in human health practicesthe safe handling of food and water; pasteurization of milk; and the use of sanitation measures, quarantine, immunization, and antiseptic surgical proceduresas well as the virtual elimination of some diseases. Today, the modern technology of high-power imaging and biotechnology make it possible to investigate how microorganisms cause disease, how the immune system combats them, and even how they can be manipulated genetically.

HARNESSING POWER
The term "Industrial Revolution" refers to a long period in history during which vast changes occurred in how things were made and in how society was organized. The shift was from a rural handicraft economy to an urban, manufacturing one. The first changes occurred in the British textile industry in the nineteenth century. Until then, fabrics were made in homes, using essentially the same techniques and tools that had been used for centuries. The machineslike all of the tools of the timewere small, handmade, and powered by muscle, wind, or running water. That picture was radically and irreversibly changed by a series of inventions for spinning and weaving and for using energy resources. Machinery replaced some human crafts; coal replaced humans and animals as the source of power to run machines; and the centralized factory system replaced the distributed, homecentered system of production. At the heart of the Industrial Revolution was the invention and improvement of the steam engine. A steam engine is a device for changing chemical energy into mechanical work: Fuel is burned, and the heat it gives off is used to turn water into steam, which in turn is used to drive wheels or levers. Steam engines were first developed by inventors in response to the practical need to pump floodwater out of coal and ore mines. After Scottish inventor James Watt greatly improved the steam engine, it also quickly came to be used to drive machines in factories; to move coal in coal mines; and to power railroad locomotives, ships, and later the first automobiles. The Industrial Revolution happened first in Great Britainfor several reasons: the British inclination to apply scientific knowledge to practical affairs; a political system that favored industrial development; availability of raw materials, especially from the many parts of the British Empire; and the world's greatest merchant fleet, which gave the British access to additional raw materials (such as cotton and wood) and to huge markets for selling textiles. The British also had experienced the introduction of innovations in agriculture, such as cheap plows, which made it possible for fewer workers to produce more food, freeing others to work in the new factories. The economic and social consequences were profound. Because the new machines of production were expensive, they were accessible mainly to people with large amounts of money, which left out most families. Workshops outside the home that brought workers and machines together resulted in, and grew into, factoriesfirst in textiles and then in other industries. Relatively unskilled workers could tend the new machines, unlike the traditional crafts that required skills learned by long apprenticeship. So surplus farm workers and children could be employed to work for wages. The Industrial Revolution spread throughout Western Europe and across the Atlantic to North America. Consequently, the nineteenth century was marked in the Western world by increased productivity and the ascendancy of the capitalistic organization of industry. The

changes were accompanied by the growth of large, complex, and interrelated industries, and the rapid growth in both total population and a shift from rural to urban areas. There arose a growing tension between, on the one hand, those who controlled and profited from production and, on the other hand, the laborers who worked for wages, which were barely enough to sustain life. To a substantial degree, the major political ideologies of the twentieth century grew out of the economic manifestations of the Industrial Revolution. In a narrow sense, the Industrial Revolution refers to a particular episode in history. But looked at more broadly, it is far from over. From its beginnings in Great Britain, industrialization spread to some parts of the world much faster than to others, and is only now reaching some. As it reaches new countries, its economic, political, and social effects have usually been as dramatic as those that occurred in nineteenth-century Europe and North America, but with details shaped by local circumstances. Moreover, the revolution expanded beyond steam power and the textile industry to incorporate a series of new technological developments, each of which has had its own enormous impact on how people live. In turn, electric, electronic, and computer technologies have radically changed transportation, communications, manufacturing, and health and other technologies; have changed patterns of work and recreation; and have led to greater knowledge of how the world works. (The pace of change in newly industrializing countries may be even greater because the successive waves of innovation arrive more closely spaced in time.) In its own way, each of these continuations of the Industrial Revolution has exhibited the inevitable and growing interdependence of science and technology.

Copyright 1989, 1990 by American Association for the Advancement of Science Bab 10: PERSPEKTIF SEJARAH Menggusur BUMI DARI PUSAT ALAM SEMESTA INI Menyatukan LANGIT DAN BUMI TERKAIT MASALAH & ENERGI DAN WAKTU & RUANG Memperluas WAKTU BERGERAK DALAM CONTINENTS MEMAHAMI KEBAKARAN Memisahkan THE ATOM

MENJELASKAN KERAGAMAN KEHIDUPAN MENEMUKAN KUMAN Memanfaatkan DAYA ________________________________________ Bab 10: PERSPEKTIF SEJARAH Ada dua alasan utama termasuk beberapa pengetahuan tentang sejarah antara rekomendasi. Salah satu alasannya adalah bahwa generalisasi tentang bagaimana perusahaan beroperasi ilmiah akan kosong tanpa contoh-contoh konkret. Perhatikan, misalnya, proposisi bahwa ide-ide baru dibatasi oleh konteks di mana mereka dikandung, sering ditolak oleh pendirian ilmiah, kadang-kadang muncul dari temuan tak terduga, dan biasanya tumbuh perlahan-lahan, melalui kontribusi dari peneliti yang berbeda. Tanpa contoh-contoh sejarah, generalisasi ini akan ada lebih dari slogan-slogan, namun juga mereka mungkin ingat. Untuk tujuan ini, sejumlah episode mungkin telah dipilih. Alasan kedua adalah bahwa beberapa episode dalam sejarah usaha ilmiah adalah dari melebihi penting bagi warisan budaya kita. Episode semacam itu memang termasuk peran Galileo dalam mengubah persepsi kita dari tempat kita di alam semesta; demonstrasi Newton bahwa hukum yang sama berlaku untuk gerak di langit dan di bumi; pengamatan yang panjang Darwin tentang variasi dan keterkaitan bentuk kehidupan yang menyebabkan mendalilkan nya mekanisme untuk bagaimana mereka datang tentang; dokumentasi hati Lyell usia dipercaya bumi; dan identifikasi Pasteur penyakit menular dengan organisme kecil yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Cerita-cerita ini berdiri di antara tonggak-tonggak perkembangan dari semua pemikiran dalam peradaban Barat. Semua kebudayaan manusia telah termasuk studi tentang alam-gerakan benda-benda langit, perilaku binatang, sifat bahan, sifat obat tanaman. Rekomendasi dalam bab ini berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, matematika, dan teknologi dalam kebudayaan Barat, tetapi tidak pada bagaimana pembangunan yang menarik pada ide-ide dari sebelumnya Mesir, budaya Cina, Yunani, dan Arab. Ilmu-ilmu dicatat dalam laporan ini sebagian besar bagian dari tradisi pemikiran yang terjadi untuk mengembangkan di Eropa selama 500 tahun terakhir-sebuah tradisi yang orang-orang dari semua budaya berkontribusi saat ini. Penekanan di sini adalah pada sepuluh rekening penemuan penting dan perubahan yang memberikan contoh evolusi dan dampak dari pengetahuan ilmiah: planet bumi, gravitasi universal, relativitas, waktu geologi, lempeng tektonik, konservasi materi, radioaktivitas dan fisi nuklir, evolusi spesies, sifat penyakit, dan Revolusi Industri. Meskipun pilihan lain mungkin sama-sama sah, ini jelas cocok dengan kriteria ganda kami mencontohkan tema sejarah dan memiliki arti-penting budaya. Menggusur BUMI DARI PUSAT ALAM SEMESTA INI Untuk pengamat di bumi, tampak bahwa bumi masih berdiri dan segala sesuatu bergerak

di sekitar itu. Jadi, dalam mencoba untuk membayangkan bagaimana alam semesta bekerja, masuk akal baik untuk orang-orang di zaman kuno untuk memulai dengan mereka kebenaran jelas. Para pemikir Yunani kuno, khususnya Aristoteles, menetapkan pola yang berlangsung selama sekitar 2.000 tahun: bumi, besar stasioner di pusat alam semesta, dan posisi yang mengelilingi matahari-bumi, bulan, dan bintang-bintang kecil tersusun dalam bola sempurna, dengan semua badan mengorbit bersama lingkaran yang sempurna pada kecepatan konstan. Tak lama setelah awal era Kristen, bahwa konsep dasar berubah menjadi model matematika yang kuat oleh seorang astronom Mesir, Ptolemy. Modelnya dari gerakan melingkar sempurna dilayani dengan baik untuk memprediksi posisi matahari, bulan, dan bintang-bintang. Ia bahkan menyumbang untuk beberapa gerakan di langit yang tampak jelas tidak teratur. Beberapa "bintang mengembara"-planet-tampaknya tidak lingkaran sempurna di bumi melainkan untuk mengubah kecepatan dan kadang-kadang bahkan pergi ke belakang, berikut ini aneh loop loop-jalan. Perilaku ini dipertanggungjawabkan dalam model Ptolemy dengan menambahkan lingkaran lebih, yang berputar di lingkaran utama. Selama berabad-abad berikut, sebagai data astronomi akumulasi dan menjadi lebih akurat, model ini disempurnakan dan rumit oleh para astronom, termasuk Arab dan Eropa. Sebagai pintar sebagai penyempurnaan dari model lingkaran sempurna-yang, mereka tidak melibatkan penjelasan fisik mengapa benda-benda langit sehingga harus bergerak. Prinsip-prinsip gerak di langit dianggap cukup berbeda dari yang gerak di bumi. Tak lama setelah penemuan Amerika, seorang astronom Polandia bernama Nicolaus Copernicus, seorang kontemporer dari Martin Luther dan Leonardo da Vinci, mengusulkan sebuah model yang berbeda dari alam semesta. Membuang premis bumi yang stasioner, ia menunjukkan bahwa jika bumi dan planet-planet mengelilingi matahari semua, gerakan tidak menentu nyata dari planet bisa dipertanggungjawabkan sama dengan baik, dan dengan cara yang lebih menyenangkan intelektual. Tetapi model Copernicus masih digunakan gerakan melingkar sempurna dan hampir serumit bumi berpusat model berusia. Selain itu, modelnya melanggar akal sehat yang berlaku pengertian tentang dunia, dalam hal ini diperlukan bumi untuk berputar tampaknya bergerak sepenuhnya di sekitar pada porosnya sekali sehari, alam semesta akan jauh lebih besar daripada yang telah dibayangkan, dan-yang terburuk dari semua -bumi menjadi lumrah dengan kehilangan posisinya di pusat alam semesta. Selanjutnya, bumi yang mengorbit dan berputar dianggap tidak konsisten dengan beberapa bagian Alkitab. Kebanyakan sarjana dianggap terlalu sedikit keuntungan dalam matahari berpusat model dan terlalu tinggi biaya dalam memberikan ide-ide lain yang terkait dengan bumi yang berpusat tradisional model. Sebagai pengukuran astronomi terus untuk menjadi lebih tepat, menjadi jelas bahwa baik matahari berpusat maupun sistem bumi yang berpusat cukup bekerja selama semua badan harus memiliki gerak melingkar seragam. Seorang astronom Jerman, Johannes Kepler,

yang hidup pada saat yang sama sebagai Galileo, mengembangkan model matematika dari gerakan planet yang dibuang baik tempat terhormat-yang stasioner bumi dan gerak melingkar. Ia menduga tiga hukum, yang paling revolusioner yang alami bahwa planetplanet bergerak dalam orbit elips pada kecepatan yang diprediksi, tetapi bervariasi. Meskipun hukum ini ternyata benar, perhitungan untuk elips yang sulit dengan matematika dikenal pada waktu itu, dan Kepler tidak menjelaskan mengapa planet-planet akan bergerak seperti itu. Banyak kontribusi ilmuwan Italia Galileo, yang hidup pada waktu yang sama seperti yang Shakespeare dan Rubens, yang sangat penting dalam pengembangan fisika dan astronomi. Sebagai seorang astronom, ia membangun dan menggunakan teleskop yang baru diciptakan untuk mempelajari matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang, dan ia membuat sejumlah penemuan yang mendukung ide dasar Copernicus gerakan planet. Mungkin yang paling jelas dari hal tersebut adalah penemuan dari empat bulan yang mengorbit di sekitar planet Jupiter, menunjukkan bahwa bumi itu bukan satu-satunya pusat gerak surgawi. Dengan teleskop, ia juga menemukan fenomena tak terjelaskan dari kawah dan pegunungan di bulan, bintik-bintik pada matahari, fase moonlike Venus, dan sejumlah besar bintang-bintang tidak terlihat dengan mata telanjang. Kontribusi besar lainnya Galileo untuk revolusi kosmologis itu dalam mengambil ke publik. Ia memaparkan pandangan baru dalam bentuk dan bahasa (Italia) yang membuat diakses oleh semua orang terpelajar pada masanya. Dia juga membantah argumen populer melawan mengorbit bumi dan berputar dan menunjukkan inkonsistensi dalam rekening Aristoteles tentang gerak. Kritik dari pendeta yang masih percaya pada Ptolemy model dan sidang berikutnya Galileo oleh Inkuisisi untuk nya diduga sesat keyakinanhanya meningkatkan perhatian dibayar untuk masalah dan dengan demikian mempercepat proses perubahan ide-ide yang diterima secara umum tentang apa yang merupakan akal sehat. Hal ini juga mengungkapkan beberapa dari ketegangan yang tak terelakkan yang terikat terjadi setiap kali para ilmuwan datang dengan ide-ide radikal baru. Menyatukan LANGIT DAN BUMI Tapi tetap bagi Ishak Newton, seorang ilmuwan Inggris, untuk membawa semua orang bersama-sama helai, dan pergi jauh melampaui mereka, untuk menciptakan gagasan alam semesta baru. Dalam Prinsip Matematika tentang Filsafat Alam, diterbitkan menjelang akhir abad ketujuh belas dan ditakdirkan untuk menjadi salah satu buku yang paling berpengaruh yang pernah ditulis, Newton disajikan pandangan matematika mulus dunia yang membawa bersama-sama pengetahuan tentang gerak benda di bumi dan dari gerakan benda-benda langit yang jauh. Dunia Newton adalah satu mengejutkan sederhana: Menggunakan beberapa konsep kunci (massa, momentum, percepatan, dan gaya), tiga hukum gerak (inersia, ketergantungan pada kekuatan percepatan dan massa, dan aksi dan reaksi), dan matematika hukum

bagaimana gaya gravitasi antara semua massa tergantung pada jarak, Newton mampu memberikan penjelasan yang ketat untuk gerak di bumi dan di langit. Dengan satu set ide-ide, ia mampu untuk menjelaskan orbit diamati planet dan bulan, gerakan komet, gerakan tidak teratur bulan, gerakan benda jatuh di permukaan bumi, berat, pasang surut laut, dan sedikit tonjolan bumi khatulistiwa. Newton membuat bagian bumi alam semesta dipahami, alam semesta dalam kesederhanaan yang elegan dan megah dalam arsitektursebuah alam semesta yang berlari secara otomatis oleh sendiri menurut tindakan kekuatan antara bagian-bagiannya. Sistem Newton berlaku sebagai pandangan ilmiah dan filsafat dunia selama 200 tahun. Penerimaan awal secara dramatis dipastikan dengan verifikasi prediksi Edmund Halley, yang dibuat bertahun-tahun sebelumnya, bahwa sebuah komet tertentu akan muncul kembali pada tanggal tertentu dihitung dari prinsip-prinsip Newton. Kepercayaan dalam sistem Newton terus-menerus diperkuat oleh kegunaannya dalam ilmu pengetahuan dan dalam usaha praktis, sampai ke (dan termasuk) eksplorasi ruang pada abad kedua puluh. Teori Albert Einstein, relativitas-revolusioner di dunia mereka sendiri kanan tidak menggulingkan Newton, tetapi dimodifikasi beberapa konsep yang paling mendasar. Ilmu Newton begitu sukses sehingga pengaruhnya menyebar jauh melampaui fisika dan astronomi. Prinsip-prinsip fisik dan cara matematika Newton berasal dari konsekuensi mereka bersama-sama menjadi model bagi semua ilmu lainnya. Keyakinan tumbuh bahwa pada akhirnya seluruh alam dapat dijelaskan dalam istilah fisika dan matematika dan alam yang karena itu bisa berjalan dengan sendirinya, tanpa bantuan atau perhatian dari dewa-meskipun Newton sendiri melihat fisika sebagai menunjukkan tangan Tuhan yang bekerja pada alam semesta . Pemikir sosial mempertimbangkan apakah pemerintah dapat dirancang seperti sebuah tata surya Newton, dengan keseimbangan kekuatan dan tindakan yang akan menjamin operasi rutin dan stabilitas jangka panjang. Filsuf dalam dan di luar ilmu pengetahuan yang terganggu oleh implikasi bahwa jika semuanya dari bintang atom berjalan menurut hukum mekanik yang tepat, gagasan manusia bebas akan mungkin hanya ilusi. Bisa semua sejarah manusia, dari pikiran untuk gejolak sosial, hanya memainkan keluar dari urutan sepenuhnya ditentukan peristiwa? Pemikir sosial mengangkat pertanyaan tentang kehendak bebas dan organisasi dari sistem sosial yang secara luas diperdebatkan pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas. Pada abad kedua puluh, munculnya ketidakpastian dasar dalam perilaku atom lega beberapa kekhawatiran-tetapi juga menimbulkan pertanyaan filosofis baru. TERKAIT MASALAH & ENERGI DAN WAKTU & RUANG Sebagai rumit dan sukses seperti itu, bagaimanapun, pandangan dunia Newton akhirnya harus menjalani beberapa revisi mendasar sekitar awal abad kedua puluh. Masih hanya dalam dua puluhan, kelahiran Jerman Albert Einstein menerbitkan ide-ide teoritis yang memberikan kontribusi revolusioner untuk memahami alam. Salah satunya adalah teori relativitas khusus, di mana Einstein dianggap ruang dan waktu untuk menjadi terkait erat

ketimbang dimensi, sebagai Newton berpikir, untuk menjadi dimensi yang sama sekali berbeda. Teori relativitas telah beberapa implikasi mengejutkan. Salah satunya adalah bahwa kecepatan cahaya diukur menjadi sama oleh semua pengamat, tidak peduli bagaimana mereka atau sumber cahaya yang akan terjadi bergerak. Hal ini tidak berlaku untuk gerakan hal-hal lain, untuk kecepatan mereka diukur selalu tergantung pada gerak pengamat. Selain itu, kecepatan cahaya dalam ruang hampa adalah kecepatan terbesar mungkin-tidak ada yang bisa dipercepat hingga kecepatan itu atau diamati bergerak lebih cepat. Teori relativitas khusus adalah yang terbaik dikenal untuk menegaskan kesetaraan massa dan energi-yaitu, setiap bentuk energi memiliki massa, dan materi itu sendiri adalah suatu bentuk energi. Hal ini dinyatakan dalam persamaan terkenal E = mc2, di mana E berarti energi, m untuk massa, dan c untuk kecepatan cahaya. Karena c adalah sekitar 186.000 mil per detik, transformasi bahkan sejumlah kecil massa melepaskan sejumlah besar energi. Itulah yang terjadi dalam reaksi fisi nuklir yang menghasilkan energi panas dalam reaktor nuklir, dan juga dalam reaksi fusi nuklir yang menghasilkan energi yang dilepaskan oleh matahari. Sekitar satu dekade kemudian, Einstein menerbitkan apa yang dianggap sebagai pencapaian puncak dan salah satu prestasi paling dalam dari pikiran manusia dalam sejarah: teori relativitas umum. Teori ini ada hubungannya dengan hubungan antara gravitasi dan waktu dan ruang, di mana gaya gravitasi Newton dianggap sebagai distorsi dalam geometri ruang dan waktu. Teori relativitas telah diuji berulang-ulang dengan memeriksa prediksi berdasarkan itu, dan tidak pernah gagal. Juga memiliki teori yang lebih kuat dari arsitektur alam semesta menggantinya. Tetapi banyak fisikawan mencari cara untuk datang dengan sebuah teori yang lebih lengkap lagi, salah satu yang akan menghubungkan relativitas umum untuk teori kuantum perilaku atom. Memperluas WAKTU Usia bumi tidak pada masalah untuk sebagian besar sejarah manusia. Sampai abad kesembilan belas, hampir semua orang di budaya Barat percaya bahwa bumi itu hanya beberapa ribu tahun, dan bahwa muka bumi itu tetap-gunung, lembah, lautan, dan sungai itu seperti yang selalu mereka sejak mereka seketika penciptaan. Dari waktu ke waktu, orang berspekulasi tentang kemungkinan bahwa permukaan bumi telah dibentuk oleh jenis proses perubahan lambat mereka bisa mengamati terjadi; dalam kasus itu, bumi mungkin harus lebih tua dari kebanyakan orang percaya. Jika lembah itu terbentuk dari erosi oleh sungai, dan jika batu berlapis berasal dari lapisan sedimen dari erosi, orang bisa memperkirakan bahwa jutaan tahun akan diperlukan untuk menghasilkan lanskap hari ini. Tetapi argumen dibuat hanya kemajuan yang sangat bertahap sampai Inggris geolog Charles Lyell menerbitkan edisi pertama karya, Prinsip Geologi, di awal abad kesembilan belas. Keberhasilan buku Lyell berasal dari kekayaan

pengamatan pola lapisan batu di pegunungan dan lokasi dari berbagai macam fosil, dan dari penalaran dekat ia digunakan dalam menarik kesimpulan dari data tersebut. Prinsip-prinsip Geologi pergi melalui banyak edisi dan dipelajari oleh beberapa generasi mahasiswa geologi, yang datang untuk menerima filsafat Lyell dan mengadopsi metode penyelidikan dan penalaran. Selain itu, buku Lyell juga dipengaruhi Charles Darwin, yang membaca sambil di perjalanan di seluruh dunia yang mempelajari keragaman spesies. Seperti Darwin mengembangkan konsep evolusi biologis, ia mengadopsi tempat Lyell tentang usia bumi dan gaya Lyell, Principles of buttressing argumennya dengan bukti besar. Seperti yang sering terjadi dalam ilmu pengetahuan, pandangan revolusioner baru Lyell yang sangat membuka pikiran tentang dunia juga datang untuk membatasi pemikiran sendiri. Lyell mengambil gagasan perubahan sangat lambat untuk menyiratkan bahwa bumi tidak pernah berubah secara tiba-tiba cara-dan pada kenyataannya benar-benar tidak pernah berubah banyak dalam fitur umum pada semua, terus-menerus bersepeda melalui urutan yang sama skala kecil perubahan. Namun, bukti baru terus menumpuk, pada pertengahan abad keduapuluh, ahli geologi percaya bahwa siklus kecil seperti itu hanya bagian dari sebuah proses kompleks yang juga termasuk perubahan mendadak atau bahkan bencana dan jangka panjang evolusi ke negara-negara baru. BERGERAK DALAM CONTINENTS Begitu peta dunia yang cukup akurat mulai muncul, beberapa orang melihat bahwa benua Afrika dan Amerika Selatan terlihat seakan mereka mungkin cocok bersama-sama, seperti puzzle raksasa. Mungkinkah mereka pernah menjadi bagian dari sebuah daratan raksasa tunggal yang hancur berkeping-keping dan kemudian berpisah? Ide itu berulang kali disarankan, tetapi ditolak karena kurangnya bukti. Gagasan semacam itu tampak fantastis mengingat ukuran, massa, dan kekakuan dari benua dan cekungan samudera dan imobilitas jelas mereka. Pada awal abad kedua puluh, bagaimanapun, ide itu kembali diperkenalkan, oleh ilmuwan Jerman Alfred Wegener, dengan bukti baru: garis dari tepi bawah air benua cocok bersama-sama bahkan lebih baik daripada di atas garis air, tanaman, hewan, dan fosil di tepi satu benua mereka seperti di tepi menghadap benua pencocokan, dan-yang terpenting-pengukuran menunjukkan bahwa Greenland dan Eropa perlahan-lahan bergerak jauh terpisah. Namun gagasan itu penerimaan sedikit (dan oposisi yang kuat) sampai-dengan pengembangan teknik baru dan instrumen-masih lebih banyak bukti terkumpul. Pertandingan lebih lanjut dari rak kontinental dan fitur laut ditemukan oleh eksplorasi komposisi dan bentuk lantai dari Samudra Atlantik, kencan radioaktif dari benua dan piring, dan studi yang mendalam baik sampel batuan dari rak kontinental dan kesalahan geologi. Pada tahun 1960-an, sejumlah besar dan berbagai data semua konsisten dengan gagasan bahwa kerak bumi terdiri dari beberapa besar, piring perlahan-lahan bergerak di mana

benua dan cekungan laut naik. Argumen yang paling sulit untuk mengatasi-bahwa permukaan bumi terlalu kaku untuk bergerak-benua telah terbukti salah. Interior panas bumi menghasilkan lapisan batuan cair di bawah piring, yang digerakkan oleh arus konveksi pada lapisan. Pada tahun 1960, pergeseran benua dalam bentuk teori lempeng tektonik menjadi diterima secara luas dalam ilmu pengetahuan dan memberikan geologi dengan konsep pemersatu yang kuat. Teori lempeng tektonik akhirnya diterima karena didukung oleh bukti dan karena itu menjelaskan begitu banyak yang sebelumnya tampak kabur atau kontroversial. Fenomena beragam dan tampaknya tidak berhubungan seperti gempa bumi, gunung berapi, pembentukan sistem gunung dan lautan, menyusutnya Pasifik dan pelebaran Atlantik, dan bahkan beberapa perubahan besar dalam iklim bumi sekarang dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pergerakan kerak piring. MEMAHAMI KEBAKARAN Untuk sebagian besar sejarah manusia, api dianggap salah satu dari empat elemen dasarbersama dengan bumi, air, dan udara-dari mana segalanya dibuat. Pembakaran bahan dianggap melepaskan api yang mereka sudah mengandung. Hingga abad kedelapan belas, teori ilmiah yang berlaku adalah bahwa ketika objek apapun dibakar, melepaskannya suatu zat yang terbawa berat badan. Pandangan ini menegaskan apa yang orang lihat: Ketika sepotong kayu berat dibakar, semua yang tersisa hanyalah sisa-sisa abu cahaya. Antoine Lavoisier, seorang ilmuwan Perancis yang membuat sebagian besar penemuannya dalam dua dekade setelah Revolusi Amerika dan kemudian dieksekusi sebagai korban dari Revolusi Perancis, melakukan serangkaian percobaan di mana ia diukur secara akurat semua zat yang terlibat dalam pembakaran, termasuk gas yang digunakan dan gas yang dilepaskan. Pengukuran-Nya menunjukkan bahwa proses pembakaran hanya kebalikan dari apa yang orang pikir. Dia menunjukkan bahwa ketika zat terbakar, tidak ada keuntungan bersih atau kerugian berat. Ketika luka bakar kayu, misalnya, karbon dan hidrogen di dalamnya bergabung dengan oksigen dari udara untuk membentuk uap air dan karbon dioksida, kedua gas tak terlihat yang melarikan diri ke udara. Berat total bahan yang dihasilkan oleh pembakaran (gas dan abu) adalah sama dengan berat total bahan bereaksi (kayu dan oksigen). Dalam mengungkap misteri pembakaran (suatu bentuk pembakaran), Lavoisier mendirikan ilmu pengetahuan modern kimia. Pendahulunya, alkimia, telah mencari cara untuk mengubah materi-terutama untuk mengubah timah menjadi emas dan untuk menghasilkan obat mujarab yang akan memberikan hidup yang kekal. Pencarian menghasilkan akumulasi pengetahuan deskriptif tentang bahan dan proses, namun ia tak sanggup untuk memimpin untuk memahami sifat bahan dan bagaimana mereka berinteraksi. Lavoisier menemukan sebuah perusahaan baru yang didasarkan pada teori bahan, hukumhukum fisika, dan metode kuantitatif. Inti intelektual ilmu baru adalah konsep konservasi

materi: Pembakaran dan semua proses kimia lainnya terdiri dari interaksi zat-zat tersebut bahwa massa total bahan setelah reaksi adalah persis sama seperti sebelumnya. Untuk seperti perubahan radikal, penerimaan dari kimia baru yang relatif cepat. Salah satu alasan adalah bahwa Lavoisier dirancang sistem untuk penamaan zat dan untuk menjelaskan reaksi mereka satu sama lain. Mampu membuat pernyataan eksplisit seperti itu sendiri merupakan langkah maju yang penting, untuk itu mendukung studi-studi kuantitatif dan dimungkinkan penyebarluasan penemuan kimia tanpa ambiguitas. Selanjutnya, membakar datang untuk dilihat hanya sebagai salah satu contoh dari kategori kimia reaksi-oksidasi-in yang menggabungkan oksigen dengan unsur atau senyawa lainnya dan energi rilis. Alasan lain untuk penerimaan dari kimia baru adalah bahwa itu cocok dengan teori atom yang dikembangkan oleh ilmuwan Inggris John Dalton setelah membaca publikasi Lavoisier. Dalton menguraikan dan halus ide-ide Yunani kuno unsur, senyawa, atom, dan molekul-konsep yang Lavoisier telah dimasukkan ke dalam sistemnya. Mekanisme untuk mengembangkan kombinasi kimia memberikan spesifisitas bahkan lebih untuk sistem Lavoisier prinsip-prinsip. Ini menyediakan dasar untuk mengekspresikan perilaku kimia dalam istilah kuantitatif. Jadi, misalnya, ketika kayu bakar, masing-masing atom unsur karbon menggabungkan dengan dua atom unsur oksigen untuk membentuk satu molekul senyawa karbon dioksida, melepaskan energi dalam proses. Api atau suhu tinggi, bagaimanapun, tidak perlu terlibat dalam reaksi oksidasi. Berkarat dan metabolisme gula dalam tubuh adalah contoh oksidasi yang terjadi pada suhu kamar. Dalam tiga abad sejak Lavoisier dan Dalton, sistem telah sangat diperluas untuk memperhitungkan konfigurasi diambil oleh atom ketika mereka ikatan satu sama lain dan untuk menggambarkan inner atom yang menjelaskan mengapa mereka ikatan seperti yang mereka lakukan. Memisahkan THE ATOM Sebuah bab baru dalam pemahaman kita tentang struktur materi dimulai pada akhir abad kesembilan belas dengan penemuan kebetulan di Perancis bahwa senyawa uranium gelap entah bagaimana piring fotografi yang terbungkus dan tidak terpajan. Jadi mulai pencarian ilmiah untuk penjelasan dari "radioaktivitas." Peneliti pelopor dalam bidang baru adalah Marie Curie, seorang ilmuwan kelahiran Polandia muda menikah dengan Pierre Curie fisikawan Perancis. Percaya bahwa radioaktivitas uranium-bantalan mineral yang dihasilkan dari jumlah yang sangat kecil dari beberapa zat yang sangat radioaktif, Marie Curie mencoba, dalam serangkaian langkah-langkah kimia, untuk menghasilkan sebuah sampel murni dari substansi dan untuk mengidentifikasi itu. Suaminya mengesampingkan penelitian sendiri untuk membantu dalam tugas besar memisahkan keluar jejak yang sulit dipahami dari jumlah besar bahan baku. Hasilnya adalah penemuan mereka dari dua elemen baru, baik yang sangat radioaktif, yang mereka

namakan polonium dan radium. Para Curie, yang memenangkan Hadiah Nobel dalam fisika untuk penelitian mereka dalam radioaktivitas, memilih untuk tidak mengeksploitasi penemuan mereka komersial. Bahkan, mereka membuat radium yang tersedia kepada masyarakat ilmiah sehingga sifat radioaktivitas dapat dipelajari lebih lanjut. Setelah Pierre Curie meninggal, Marie Curie melanjutkan penelitiannya, yakin bahwa dia bisa berhasil meskipun prasangka luas terhadap perempuan dalam ilmu fisika. Dia berhasil: Dia memenangkan Hadiah Nobel 1911 di bidang kimia, menjadi orang pertama yang memenangkan Hadiah Nobel kedua. Sementara itu, para ilmuwan lain dengan fasilitas yang lebih baik daripada Marie Curie tersedia sedang membuat penemuan besar tentang radioaktivitas dan mengusulkan teoriteori baru yang berani tentang hal itu. Ernest Rutherford, seorang fisikawan Inggris kelahiran Selandia Baru, cepat menjadi pemimpin dalam bidang ini bergerak cepat. Dia dan rekan-rekannya menemukan bahwa radioaktivitas alami dalam uranium terdiri dari atom uranium memancarkan partikel yang menjadi sebuah atom dari elemen helium sangat ringan, dan bahwa apa yang tertinggal tidak lagi atom uranium, namun atom sedikit lebih ringan dari yang berbeda elemen. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa transmutasi ini adalah salah satu dari serangkaian berakhir dengan isotop stabil timbal. Radium hanya salah satu unsur dalam seri radioaktif. Proses transmutasi adalah titik balik dalam penemuan ilmiah, untuk itu mengungkapkan bahwa atom tidak benar-benar unit paling dasar materi, melainkan atom sendiri terdiri dari tiga partikel yang berbeda masing-masing: sebuah, inti-besar dibuat kecil dari proton dan neutron- dikelilingi oleh elektron cahaya. Perubahan radioaktivitas inti, sedangkan reaksi kimia hanya mempengaruhi elektron terluar. Tapi cerita uranium jauh dari selesai. Tepat sebelum Perang Dunia II, para ilmuwan Jerman dan Austria beberapa menunjukkan bahwa ketika uranium disinari oleh neutron, isotop dari berbagai unsur yang diproduksi yang memiliki sekitar setengah massa atom uranium. Mereka enggan untuk menerima apa yang sekarang tampaknya sudah jelas kesimpulan bahwa inti uranium telah dipaksa untuk membagi menjadi dua inti yang lebih kecil kira-kira sama. Kesimpulan ini segera diusulkan oleh fisikawan kelahiran Austria dan matematika Lise Meitner dan Otto Frisch keponakannya, yang memperkenalkan istilah "fisi." Mereka mencatat, konsisten dengan teori relativitas khusus Einstein, bahwa jika produk fisi bersama-sama memiliki kurang massa dari atom uranium asli, sejumlah besar energi akan dibebaskan. Karena fisi juga melepaskan beberapa neutron tambahan, yang dapat menyebabkan fisi lebih, tampaknya mungkin bahwa reaksi berantai dapat terjadi, terus-menerus melepaskan sejumlah besar energi. Selama Perang Dunia II, sebuah tim ilmiah AS yang dipimpin oleh fisikawan kelahiran Italia Enrico Fermi menunjukkan bahwa jika cukup uranium ditumpuk bersama-sama di bawah kondisi terkontrol hati-hati-reaksi berantai memang bisa dipertahankan. Penemuan yang menjadi dasar dari proyek pemerintah rahasia AS dibentuk untuk mengembangkan senjata nuklir. Pada akhir perang, kekuatan

reaksi fisi yang tidak terkendali telah ditunjukkan oleh ledakan dua bom fisi AS atas Jepang. Sejak perang, fisi terus menjadi komponen utama dari senjata nuklir strategis yang dikembangkan oleh beberapa negara, dan telah banyak digunakan dalam pelepasan terkontrol energi untuk transformasi menjadi tenaga listrik. MENJELASKAN KERAGAMAN KEHIDUPAN Revolusi intelektual yang diprakarsai oleh Darwin memicu perdebatan besar. Pada masalah ilmiah adalah bagaimana menjelaskan keragaman organisme hidup dan organisme sebelumnya jelas dalam catatan fosil. Bumi dikenal diisi dengan ribuan berbagai jenis organisme, dan ada banyak bukti bahwa ada berbagai macam pernah ada yang telah punah. Bagaimana mereka semua bisa sampai di sini? Sebelum masa Darwin, pandangan yang berlaku adalah bahwa spesies tidak berubah, bahwa sejak awal waktu semua spesies yang dikenal telah persis seperti yang ada di masa sekarang. Mungkin, pada kesempatan langka, seluruh spesies mungkin akan lenyap karena bencana beberapa atau dengan kehilangan ke spesies lain dalam kompetisi untuk makanan, tetapi tidak ada spesies baru bisa muncul. Namun demikian, pada awal abad kesembilan belas, gagasan evolusi spesies itu mulai muncul. Satu baris pemikiran adalah bahwa organisme akan mengubah sedikit selama hidup mereka sebagai respons terhadap kondisi lingkungan, dan bahwa perubahanperubahan dapat diteruskan kepada keturunannya. (Salah satu pandangan, misalnya, adalah bahwa dengan peregangan untuk mencapai dedaunan yang tinggi di pohon-pohon, jerapah-over generasi berturut-telah mengembangkan leher panjang.) Darwin menawarkan mekanisme yang sangat berbeda dari evolusi. Dia berteori bahwa variasi diwariskan antara individu-individu dalam satu spesies membuat beberapa dari mereka lebih mungkin dibandingkan orang lain untuk bertahan hidup dan memiliki keturunan, dan bahwa keturunan mereka akan mewarisi keunggulan-keunggulan. (Jerapah yang telah mewarisi leher lagi, oleh karena itu, akan lebih mungkin untuk bertahan hidup dan memiliki keturunan.) Lebih dari generasi berturut-turut, karakteristik menguntungkan akan orang keluar lain, dalam kondisi tertentu, dan dengan demikian menimbulkan spesies baru. Darwin menyajikan teori, bersama dengan sejumlah besar bukti pendukung yang dikumpulkan selama bertahun-tahun, dalam sebuah buku berjudul Origin of Species, yang diterbitkan pada pertengahan abad kesembilan belas. Efek dramatis pada biologi dapat ditelusuri ke beberapa faktor: Argumen Darwin disajikan adalah menyapu, namun jelas dan dimengerti; garis keturunannya dari argumen ini didukung disetiap titik dengan kekayaan bukti biologis dan fosil; nya perbandingan seleksi alam ke " seleksi buatan "yang digunakan dalam pemuliaan hewan persuasif, dan argumen memberikan kerangka pemersatu untuk membimbing penelitian masa depan. Para ilmuwan yang menentang model Darwin melakukannya karena mereka disengketakan beberapa mekanisme yang diusulkan untuk seleksi alam, atau karena

mereka percaya bahwa itu tidak prediksi dalam cara ilmu Newtonian. Pada awal abad kedua puluh, bagaimanapun, sebagian besar ahli biologi menerima premis dasar bahwa spesies secara bertahap berubah, bahkan meskipun mekanisme untuk warisan biologis masih tidak sepenuhnya dipahami. Hari perdebatan tidak lagi tentang apakah evolusi terjadi tetapi tentang rincian mekanisme yang terjadi. Dalam masyarakat umum, ada beberapa orang yang sama sekali menolak konsep evolusibukan atas dasar ilmiah tetapi berdasarkan apa yang mereka ambil untuk menjadi implikasi diterima nya: bahwa manusia dan spesies lainnya memiliki nenek moyang yang sama dan karena itu terkait; bahwa manusia dan organisme lain mungkin dihasilkan dari sebuah proses yang tidak memiliki arah dan tujuan, dan bahwa manusia, seperti hewan yang lebih rendah, terlibat dalam perjuangan untuk bertahan hidup dan reproduksi. Dan bagi sebagian orang, konsep evolusi melanggar kisah Alkitab tentang penciptaan (dan terpisah) khusus manusia dan semua spesies lainnya. Pada awal abad kedua puluh, karya eksperimen Austria Gregor Mendel pada karakteristik warisan itu ditemukan kembali setelah lulus tidak diketahui untuk bertahun-tahun. Mereka berpegang bahwa sifat-sifat suatu organisme tidak mewarisi hasil dari campuran cairan dari orang tua tetapi dari transmisi partikel-sekarang diskrit disebut gen-dari setiap orangtua. Jika organisme memiliki sejumlah besar partikel tersebut dan beberapa proses pemilahan acak terjadi selama reproduksi, maka variasi individu dalam satu spesiespenting untuk evolusi Darwin-akan mengikuti secara alamiah. Dalam seperempat abad penemuan kembali karya Mendel, penemuan dengan mikroskop menunjukkan bahwa gen diatur dalam untaian yang terbelah dan bergabung kembali dengan cara yang memberikan setiap sel telur atau sperma dengan kombinasi gen yang berbeda. Pada pertengahan abad kedua puluh, gen telah ditemukan untuk menjadi bagian dari molekul DNA, yang mengontrol pembuatan bahan penting dari mana organisme dibuat. Studi kimia DNA telah membawa dukungan kimia dramatis bagi evolusi biologis: Kode genetik yang ditemukan dalam DNA adalah sama untuk hampir semua spesies organisme, dari bakteri ke manusia. MENEMUKAN KUMAN Sepanjang sejarah, manusia sudah menciptakan penjelasan untuk penyakit. Banyak penyakit telah dilihat sebagai asal-spiritual dalam hukuman atas dosa-dosa seseorang atau perilaku tak terduga dari dewa atau roh. Dari zaman kuno, teori biologis yang paling umum dipegang adalah bahwa penyakit ini disebabkan semacam ketidakseimbangan humor tubuh (cairan hipotetis yang digambarkan oleh efek mereka, tetapi tidak diidentifikasi kimia). Oleh karena itu, selama ribuan tahun pengobatan penyakit terdiri dari menarik untuk kekuatan supranatural melalui persembahan, pengorbanan, dan doa, atau mencoba untuk menyesuaikan humor tubuh dengan merangsang muntah, perdarahan, atau membersihkan. Namun, pengenalan teori kuman pada abad kesembilan belas radikal mengubah penjelasan tentang apa yang menyebabkan penyakit, serta sifat

dari pengobatan mereka. Pada awal abad keenam belas, ada spekulasi bahwa penyakit telah menyebabkan alam dan bahwa agen penyakit yang eksternal ke tubuh, dan karena itu ilmu kedokteran harus terdiri dari mengidentifikasi agen-agen dan menemukan bahan kimia untuk melawan mereka. Tapi tidak ada yang menduga bahwa beberapa dari agen penyebab penyakit mungkin organisme tidak terlihat, karena organisme seperti itu belum ditemukan, atau bahkan membayangkan. Peningkatan lensa mikroskop dan desain di abad ketujuh belas menyebabkan penemuan dunia baru yang luas tanaman mikroskopis kecil dan hewan, di antaranya bakteri dan ragi. Penemuan mereka mikroorganisme, bagaimanapun, tidak menyarankan apa efek mereka mungkin pada manusia dan organisme lainnya. Nama yang paling erat terkait dengan teori kuman penyakit adalah bahwa Louis Pasteur, seorang ahli kimia Perancis. Hubungan antara mikroorganisme dan penyakit tidak segera jelas-terutama karena (seperti yang kita kenal sekarang) mikroorganisme yang paling tidak menyebabkan penyakit dan banyak yang bermanfaat bagi kita. Pasteur datang ke penemuan peran mikroorganisme melalui studi tentang apa yang menyebabkan susu dan anggur untuk merusak. Ia membuktikan bahwa pembusukan dan fermentasi terjadi ketika mikroorganisme memasukkan mereka dari udara, mengalikan dengan cepat dan memproduksi produk-produk limbah. Dia menunjukkan makanan yang tidak akan merusak jika mikroorganisme terus keluar dari itu atau jika mereka dihancurkan oleh panas. Beralih ke penelitian penyakit hewan untuk menemukan obat yang praktis, Pasteur kembali menunjukkan bahwa mikroorganisme yang terlibat. Dalam prosesnya, ia menemukan bahwa infeksi oleh penyakit organisme-kuman-menyebabkan tubuh untuk membangun kekebalan terhadap infeksi berikutnya oleh organisme yang sama, dan bahwa adalah mungkin untuk memproduksi vaksin yang akan mendorong tubuh untuk membangun kekebalan terhadap penyakit tanpa sebenarnya menyebabkan penyakit itu sendiri. Pasteur tidak benar-benar menunjukkan bahwa ketat penyakit tertentu disebabkan oleh kuman, khususnya diidentifikasi; pekerjaan yang segera dicapai, bagaimanapun, dengan ilmuwan lain. Konsekuensi dari penerimaan teori kuman penyakit sangat besar bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat. Ahli biologi berpaling kepada identifikasi dan penyelidikan mikroorganisme, menemukan ribuan bakteri yang berbeda dan virus dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam interaksi antara organisme. Hasil praktis adalah perubahan bertahap dalam praktek-kesehatan manusia penanganan yang aman dari makanan dan air; pasteurisasi susu, dan penggunaan tindakan-tindakan sanitasi, karantina, imunisasi, dan antiseptik bedah prosedur-serta penghapusan virtual beberapa penyakit. Saat ini, teknologi modern daya tinggi pencitraan dan bioteknologi memungkinkan untuk menyelidiki bagaimana mikroorganisme menyebabkan penyakit, bagaimana sistem kekebalan tubuh memerangi mereka, dan bahkan bagaimana mereka dapat dimanipulasi secara genetik.

Memanfaatkan DAYA "Revolusi Industri" mengacu pada periode panjang dalam sejarah selama terjadi perubahan besar dalam bagaimana sesuatu diciptakan dan bagaimana masyarakat diselenggarakan. Pergeseran itu dari ekonomi kerajinan pedesaan ke perkotaan, manufaktur satu. Perubahan pertama terjadi di industri tekstil Inggris di abad kesembilan belas. Sampai saat itu, kain yang dibuat di rumah, menggunakan dasarnya teknik yang sama dan alatalat yang telah digunakan selama berabad-abad. Mesin-seperti semua alat-alat dari waktu kecil, tangan, dan didukung oleh otot, angin, atau air mengalir. Gambar yang radikal dan ireversibel diubah oleh serangkaian penemuan untuk memintal dan menenun dan untuk menggunakan sumber daya energi. Mesin menggantikan beberapa kerajinan manusia; manusia dan hewan diganti batubara sebagai sumber daya untuk menjalankan mesin, dan sistem pabrik menggantikan terpusat, didistribusikan rumah-berpusat sistem produksi. Di jantung Revolusi Industri adalah penemuan dan perbaikan mesin uap. Sebuah mesin uap adalah alat untuk mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik: Bahan Bakar dibakar, dan panas yang memberikan off digunakan untuk mengubah air menjadi uap, yang pada gilirannya digunakan untuk menggerakkan roda atau tuas. Mesin uap pertama kali dikembangkan oleh penemu dalam menanggapi kebutuhan praktis untuk memompa air banjir keluar dari batubara dan bijih tambang. Setelah Skotlandia James Watt penemu sangat meningkatkan mesin uap, juga cepat datang yang akan digunakan untuk menggerakkan mesin di pabrik-pabrik, untuk memindahkan batubara di tambang batubara; dan kekuasaan lokomotif kereta api, kapal, dan kemudian mobil pertama. Revolusi Industri yang terjadi pertama di Inggris-karena beberapa alasan: kecenderungan Inggris untuk menerapkan pengetahuan ilmiah untuk urusan praktis, sebuah sistem politik yang disukai pembangunan industri; ketersediaan bahan baku, terutama dari banyak bagian Kerajaan Inggris, dan dunia pedagang terbesar armada, yang memberikan akses Inggris untuk bahan baku tambahan (seperti kapas dan kayu) dan ke pasar besar untuk menjual tekstil. Inggris juga pernah mengalami pengenalan inovasi di bidang pertanian, seperti bajak murah, yang memungkinkan bagi para pekerja yang lebih sedikit untuk menghasilkan lebih banyak makanan, membebaskan orang lain untuk bekerja di pabrikpabrik baru. Konsekuensi ekonomi dan sosial yang mendalam. Karena mesin produksi baru yang mahal, mereka dapat diakses terutama untuk orang dengan uang dalam jumlah besar, yang ditinggalkan sebagian besar keluarga. Lokakarya di luar rumah yang membawa pekerja dan mesin bersama-sama menghasilkan, dan tumbuh menjadi, pabrik-pertama di tekstil dan kemudian di industri lainnya. Pekerja relatif tidak terampil bisa cenderung mesin-mesin baru, tidak seperti kerajinan tradisional yang dipelajari oleh keterampilan yang dibutuhkan magang lama. Jadi pekerja pertanian surplus dan anak-anak dapat digunakan untuk bekerja untuk upah.

Revolusi Industri menyebar ke seluruh Eropa Barat dan melintasi Atlantik ke Amerika Utara. Akibatnya, abad kesembilan belas ditandai di dunia Barat oleh produktivitas meningkat dan naiknya organisasi industri kapitalistik. Perubahan tersebut disertai oleh pertumbuhan industri besar, kompleks, dan saling terkait, dan pertumbuhan yang cepat di kedua populasi total dan pergeseran dari pedesaan ke perkotaan. Timbullah ketegangan antara, di satu sisi, mereka yang dikendalikan dan keuntungan dari produksi dan, di sisi lain, buruh yang bekerja untuk upah, yang hampir tidak cukup untuk mempertahankan kehidupan. Untuk tingkat substansial, ideologi-ideologi politik utama abad kedua puluh tumbuh dari manifestasi ekonomi dari Revolusi Industri. Dalam arti sempit, Revolusi Industri merujuk pada episode tertentu dalam sejarah. Tapi melihat lebih luas, jauh dari selesai. Dari awalnya di Inggris, industrialisasi menyebar ke beberapa bagian dunia jauh lebih cepat daripada orang lain, dan hanya sekarang mencapai beberapa. Sebagai negara baru mencapai, efek ekonomi, politik, dan sosial biasanya telah dramatis seperti yang terjadi di abad kesembilan belas di Eropa dan Amerika Utara, tetapi dengan rincian dibentuk oleh kondisi setempat. Selain itu, revolusi berkembang di luar tenaga uap dan industri tekstil untuk menggabungkan serangkaian perkembangan teknologi baru, masing-masing memiliki dampak tersendiri yang sangat besar pada bagaimana orang hidup. Pada gilirannya, listrik, elektronik, dan teknologi komputer telah berubah secara radikal transportasi, komunikasi, manufaktur, dan kesehatan dan teknologi lainnya; telah mengubah pola kerja dan rekreasi, dan telah menyebabkan pengetahuan yang lebih besar tentang bagaimana dunia bekerja. (Laju perubahan di negara-negara industri baru mungkin akan lebih besar karena gelombang inovasi tiba lebih dekat jarak dalam waktu.) Dalam caranya sendiri, masing-masing kelanjutan dari Revolusi Industri telah menunjukkan saling ketergantungan yang tak terelakkan dan berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi. ________________________________________

Copyright 1989, 1990 oleh Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Sains

Anda mungkin juga menyukai