Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Riwayat Kasus Pada tanggal 20 Oktober 2011, telah dilakukan pemeriksaan terhadap babi Landrace dengan nomor protokol 365-N-11 milik I Made Arya yang berasal dari Jl. Hayam Wuruk, Desa Renon , Denpasar, Bali. Jumlah populasi ternak babi 30 ekor, rata-rata usia babi disana 2-3 bulan . Babi yang sakit pada saat pengambilan sampel sebanyak 4 ekor dan 1 ekor lainnya sudah mati dengan gejala klinis terdapat sesak nafas dan ada ngorok saat bernafas . Satu ekor babi yang mati dengan gejala sakit sama dipergunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis adalah: Dipsnoe, suara nafas ngorok, batuk, Anoreksia, dan lemas. Sistem pemeliharaan yang digunakan semi intensif, namun lantai kandang jarang dibersihkan sehingga banyak kotoran dan genangan air, dan lantai kandang tidak dibuat agak miring sehingga kotoran babi dan air tidak dapat mengalir. Untuk babi yang sakit pemilik tidak memisahkan dan menempatkan babi yang sakit di dengan kandang yang sama dalam babi yang sehat. Ternak sudah mendapatkan pengobatan dari dokter hewan setempat setelah laporan dari pemilik ternak, pemberian antibiotik berupa vetoxy dan pemberian vit. B. Pemberian antibiotik lebih dari 1 kali. Air minum berasal dari sumber mata air sumur, sedangkan pakan adalah pakan sisa hotel dan rumahan. Untuk menentukan diagnosa maka dilakukan nekropsi dan dilakukan pemeriksaan pada Laboratorium Mikrobiologi, Parasitologi, Virologi dan pemeriksaan Histopatologi.

1.2 Tujuan Tujuan dari laporan ini adalah untuk menentukan diagnosa dari kasus penyakit pada babi Landrace dengan nomor protokol 365-N-11 berdasarkan hasil pemeriksaan empat laboratorium.

BAB II MATERI DAN METODE

2.1 Laboratorium Patologi Materi : Hati, Paru-paru, Trakea, Jantung, limpa, Ginjal Metode : Organ dipotong kecil kemudian direndam dalam cairan Netral Buffer Formalin (NBF) 10%. Selanjutnya dilakukan dehidrasi bertingkat dengan cara merendam potongan organ secara berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut selama beberapa jam. Kemudian dilakukan clearing atau penjernihan dengan merendam potongan organ dalam Xylol, lalu infiltrasi dengan paraffin cair. Selanjutnya dilakukan embedding atau blocking di mana potongan organ ditanam pada blok yang telah disiapkan kemudian disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Setelah itu dilakukan sectioning atau pemotongan dengan alat microtome setebal 5 mikron. Proses terakhir adalah staining dengan warna hematoxillin-eosin. Dan dilanjutkan dengan mounting yang merupakan proses penutupan preparat dengan cover glass dan selanjutnya dapat dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop.

2.2 Laboratorium Parasitologi Materi : Feses , darah, artropoda dan .... Metode : 2.3.1 Pemeriksaan Ulas Darah Pemeriksaan ulas darah tipis dibuat untuk mengetahui ada tidaknya protozoa darah pada babi yang diperiksa. Cara membuat sama seperti ulas darah tipis pada Laboratorium patologi Klinik.

3.2.2

Pemeriksaan Tinja Pemeriksaan tinja secara umum bertujuan untuk menemukan telur atau

larva cacing dan protozoa pencernaan.

a. Metode natif yaitu dengan cara feses sebesar korek api diletakkan di atas gelas objek,kemudian ditambahkan satu tetes aquades aduk sampai homogen, elemen yang kasar dibuang. Kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 X.

b. Metode Konsentrasi 1. Pengendapan (sedimentasi) yaitu dengan cara feses sebesar korek api dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian ditambahkan aquades agar konsentrasinya kira-kira 10%, kemudian aduk sampai homogen, lalu disaring dengan kain tipis atau saringan teh untuk menyingkirkan bagian yang besar, kemudian masukkan ke dalam tabung sentrifuge sampai volume tabung dan disentrifuge dengan kecepatan 1.500 rpm selama 2-3 menit, tabung sentrifuge dikeluarkan, supernatan dibuang, kemudian sedimen yang tertinggal di dasar tabung diaduk, kemudian buat preparat seperti pemeriksaan natif, dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10X. 2. Pengapungan (floating) yaitu feses sebesar korek api dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian tambahkan aquades agar konsentrasinya kira-kira 10%, kemudian aduk sampai homogen, lalu disaring dengan kain tipis atau saringan teh untuk menyingkirkan bagian yang besar, kemudian masukkan ke dalam tabung sentrifuge sampai volume tabung dan sentrifuge dengan kecepatan 1.500 rpm selama 2-3 menit, tabung sentrifuge dikeluarkan, supernatan dibuang, kemudian sedimen yang tertinggal di dasar tabung ditambahkan larutan pengapung (garam jenuh) sampai volumenya tabung, aduk hingga homogen, kemudian disentrifuge lagi dengan kecepatan 1.500 rpm selama 2-3 menit, tabung sentrifuge dikeluarkan, lalu ditaruh dalam rak tabung reaksi dengan posisi tegak lurus, kemudian tambahkan cairan pengapung secara perlahan-lahan dan hati-hati sampai permukaaan cairan cembung (jangan sampai tumpah), tunggu selama 1-2 menit, kemudian ambil gelas penutup, lalu sentuhkan pada permukaan cairan pengapung dan setelah itu tempelkan gelas penutup di atas gelas objek, periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10X.

2.4 Laboratorium Mikrobiologi Materi : Usus dan Paru-paru Metode : 2.4.1 Isolasi Bakteri Spesimen berupa usus dan paru-paru ditanam pada media Blood Agar. Spesimen diambil dengan ose steril dan diusapkan pada permukaan media, kemudian diinkubasikan pada suhu 37C selama 18-24 jam. Kemudian bakteri yang tumbuh diamati meliputi bentuk, warna, tepian, elevasi dan diameter koloni.

2.4.2. Identifikasi Bakteri Identifikasi bakteri merupakan kelanjutan dari isolasi kuman pada media biakan. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pewarnaan gram. Koloni diambil dari permukaan media biakan dan diletakkan pada permukaan gelas objek yang sudah ditetesi aquades, kemudian dihomogenkan dan difiksasi di atas api bunsen. Setelah kering tetesi dengan crystal violet dan diamkan selama 2 menit, kemudian bilas dengan air mengalir dan tetesi iodine dan diamkan selama 2 menit dan bilas lagi dengan air mengalir. Selanjutnya lunturkan dengan alkohol 96% sampai warna crystal violet tidak terlihat menetes dari gelas objek. Tahap selanjutnya yaitu dengan pemberian warna safranin dan diamkan selama 30 detik, kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan. Amati di bawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 100X, tetapi terlebih dahulu tetesi dengan minyak emersi. Bakteri Gram positif akan berwarna keunguan karena menyerap zat warna crystal violet, sedangkan bakteri Gram negatif akan berwarna merah karena menyerap zat warna safranin. Dalam identifikasi bakteri ada dua tahap yang dilakukan yaitu identifikasi tahap 1 meliputi uji oksidase, uji katalase, motilitas dan kemampuan memfermentasi glukosa, selanjutnya dilakukan dengan identifikasi tahap II yaitu melihat tabel, uji biokimia, uji gula-gula dan serotyping.

2.5 Laboratorium Virologi Materi : Otak, limpa, paru-paru, dan ginjal. Metode :

2.5.1 Penyiapan Inokulum Spesimen berupa organ otak, limpa, paru-paru dan ginjal dipotong kecilkecil dan digerus di dalam effendorf, kemudian tambahkan PBS 200l. Kemudian divortex 1 menit, lalu disentrifuge 1.500 rpm selam 5 menit. Supernatannya diambil 400 l diletakkan di dalam effendorf steril dan ditambahkan Penicillin Streptomicin 25.000 UI 40 l, diinkubasikan pada suhu 37C selam 30 menit. 2.5.2 Isolasi RNA Trizol 250 l inokulum ditambah 750 l trizol LS Reagent divortex 1 menit lalu diinkubasi pada suhu kamar selama 5 menit. Tambahkan 200 l Chloroform, vortex 15 detik lalu inkubasikan selama 15 menit. Sentrifuge 12.000 Rcf selama 15 menit. Pindahkan aquades ke tabung steril dan tambahkan isoprofil alkohol 500 l lalu inkubasikan selama 10 menit. Sentrifuge 12.000 Rcf selama 10 menit lalu buang supernatannya dan tambahkan alkohol 70% 1000 l homogenkan dan sentrifuge lagi 7500 Rcf selama 5 menit, buang supernatannya, air dry 5-10 menit (jangan sampai kering) kemudian tambahkan Treted water 20 l. 2.5.3 Uji RT-PCR ( Reverse Transkriptase Chain Reaction ) Uji RT-PCR dilakukan dengan tujuan mengeksploitasi replikasi DNA yang terlebih dahulu mengubah RNA menjadi DNA dengan bantuan enzim Reverse Transkriptase. Sampel yang berasal dari isolasi RNA diambil sebanyak 1l, dan dimasukkan ke dalam ependorf yang berisi larutan buffer ( R-mix ) 5l, enzim SS 0,25 l, aquabidest 2,55 l, primer depan ( FNDFP ) dan belakang (FNDBP) masing-masing 0,6 l. Setelah pengisian ependorf selesai, kemudian ependorf dimasukkan ke dalam thermocycle selama 4 jam, dimana dalam thermocycle untuk proses RTPCR Hog Cholera. Didalam thermocycle terjadi tahapan-tahapan replikasi DNA dan sintesis protein yang dimulai dari pengubahan RNA menjadi DNA pada suhu 50C selama 1 jam, dilanjutkan dengan denaturasi pita DNA pada suhu 95C selama 7 menit dan 94C selama 45 detik. Proses denaturasi ini bertujuan untuk mengubah DNA dari serat ganda menjadi serat tunggal. Selanjutnya proses anneling atau penempelan serat DNA sampel dengan primer pada suhu 52C selama 45 detik, dan tahap sintesis pada suhu 72 selama 1 menit yaitu proses untuk memperpanjang rantai DNA dan yang berperan dalam tahap ini adalah

DNA Polymerase ( Taq Polymerase ). Tahap pemisahan serat DNA, penempelan serat DNA dengan primer, dan sintesis DNA-polymerase diulang sampai 44 kali. Setelah itu terjadi penyempurnaan enzim pada suhu 72C selama 5 menit, dan setelah tahapan sintesis protein selesai maka thermocycle akan berada pada suhu 22C. DNA hasil dari thermocycle diambil sebanyak 4 l dan ditambahkan loading dye atau Blue jus sebanyak 1 l yang berfungsi sebagai zat warna. Setelah itu dilakukan elektoforesis selama 30 menit pada gel agarose yang telah disiapkan dan hasil uji RT-PCR dapat divisualisasi dengan sinar UV ( Ultraviolet ) setelah diwarnai dengan etidium bromida dan dapat didokumentasikan dengan kamera dan film Polaroid ( Mahardika, 2005 ).

BAB III HASIL PEMERIKSAAN 3.1 Hasil Pemeriksaan Hasil yang didapat dari lima laboratorium diagnostik pada kasus babi dengan nomor protokol 365/N/11 adalah sebagai berikut :

3.1.1

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi

3.1.1.1 Pemeriksaan Patologi Anatomi Jaringan/ Organ Perubahan Anatomi) Sistem saraf dan Otak Tidak ada perubahan pada selaput meningen otak dan jaringan otak Sistem Kardiovaskuler Sistem Respirasi Tidak ada perubahan Mengalami peradangan pada paru-paru, Makroskopis (Patologi

kongesti dan terdapat bintik putih di sertai busa. Sistem Gastrointestinal Mengalami pendarahan pada usus dan hati terdapat ulcer Sistem Otot dan Tendon Sistem Tulang dan Persendian Sistem Urinaria Sistem Reproduksi Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan

3.1.1.2 Pemeriksaan Histopatologi


ORGAN PERUBAHAN HISTOPATOLOGI

Jantung Hati

Relatif Normaal -Terjadi perdarahan dan kongesti, adanya peradangan bersifat fokal - Sinus hati terjadi kongesti - Terdapat infiltrasi sel-sel radang pada hati

Ginjal

Ginjal mengalami perdarahan dan ditemukan banyak sel morfo nuclear ( Netrofil )

Sel radang menginfiltrasi tubullus ginjal

Paru

Paru mengalami Pendarahan dan pada bagian septa alveoli menebal seta ditemukan banyak infiltrasi sel makrofak Limpa mengalami kongesti Terdapat penimbunan cairan di mukosa trakea dan di temukan netrofil.

Limpa Trakea

3.1.2

Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik HASIL NILAI RUJUKAN 8 23,3 3 34 113,3 26,6 9,52 80 10 8 2 0 9-13 11-22 5-7 36-43 52-62 17-24 29-34 20-70 35-75 0-10 0-15 0-3 Menurun Meningkat Menurun Menurun Meningkat Meningkat Menurun Meningkat Menurun Normal Normal Normal KETERANGAN

HEMATOLOGI RUTIN Hemoglobin (g/dl) Leukosit (x103/l) Eritrosit (x106/l) Hematokrit (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (%) Neutrofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Basofil (%)

3.1.4

Hasil Isolasi dan Identifikasi pada Laboratorium Mikrobiologi

Pertumbuhan pada Blood Agar Kuman tumbuh dengan bentuk bundar, tepian cembung dengan elevasi datar. Diameter kuman 1-2 mm warna putih keabu-abuan dengan tepian licin. Pada pewarnaan gram terlihat bakteri

berbentuk batang berwarna merah (gram negatif) Primary Test Katalase Oksidase Motilitas Fermentasi Glukosa Secondary Test TSIA SIM Sulfide (H2S) Indol _ (tidak terbentuk warna hitam) + (terbentuk cincin merah pada permukaan media) Motility + (tempat tusukan media tampak kabur) _ (tetap warna hijau) + (terbentuk warna merah) _ (tidak terbentuk warna merah) Acid Slant Acid Butt H2S + (berubah warna kuning) + (berubah warna kuning) _ (tidak terbentuk warna hitam) + (terbentuk gas) _ + +

Simmons Citrate Agar MR VP Gula-gula Manitol

+ (terjadi perubahan warna media dan terbentuk gas pada tabung durham)

Laktosa

+ (terjadi perubahan warna media biru menjadi kuning dan terbentuk gas pada tabung durham)

Maltosa

+ ( terjadi perubahan warna media dan terbentuk gas pada tabung durham)

Sukrosa

+ (terjadi perubahan warna media dan terbentuk gas pada tabung durham)

Glukosa

+ (terjadi perubahan warna media dan

terbentuk gas pada tabung durham)

Setelah dilakukan isolasi dan identifikasi kuman, babi dengan nomor protokol 181-N-08 dinyatakan terinfeksi bakteri Escherichia coli.

3.1.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Virologi Berdasarkan hasil isolasi virus, Uji RT-PCR menunjukkan hasil negatif (-) terhadap virus Hog Cholera, dimana setelah dilakukan elektroforesis dan dibaca hasilnya dengan sinar ultraviolet tidak terbentuk segmen yang menandakan adanya virus Hog Cholera. Berdasarkan riwayat kasus, gejala klinis, sidik epidemiologi, patologi anatomi dan ditunjang dari hasil pemeriksaan di lima laboratorium (patologi, patologi klinik, bakteriologi, parasitologi dan virologi), maka babi dengan protokol 181-N-08 didiagnosa menderita penyakit kolibasillosis.

BAB IV PEMBAHASAN Babi adalah hewan yang sangat rentan terhadap infeksi umum salah satunya disebabkan oleh bakteri. Pada babi dengan nomor protokol 181/N/08 menderita kolibasillosis. Kolibasillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, pada umumnya menyerang anak-anak babi, penyakit ini berkembang cepat dengan angka kematian cukup tinggi. Bentuk weaning diare,

10

karena babi baru berumur 11 hari dan belum disapih serta memperlihatkan gejala klinis diare putih. Menurut Subronto (2002), gejalah klinis penyakit colibasillosis adalah berupa diare profus, tinja yang berbentuk pasta atau sangat berair, warna tinja putih atau kuning yang bau sangat menusuk, nafsu makan atau minum hilang dan lemas. Adapun gejala klinis yang tampak pada protokol 181-N-08 adalah diare putih kekuningan, anoreksia, lemas, dehidrasi (turgor kulit turun), anemia (mukosa mata pucat). Diagnosa sementara diarahkan ke Colibasillosis berdasarkan anamnesa dan gejala klinis yang mengarah pada gangguan gastrointestinal serta manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Pada pemeriksaan turgor kulit yang nampak turun mengindikasikan babi mengalami dehidrasi. Dehidrasi didefinisikan sebagai suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai output yang melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Dehidrasi dapat terjadi karena masuknya air yang sangat terbatas (water depletion) akibat penyakit-penyakit tertentu, kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit (sodium depletion) atau kedua factor tersebut secara bersama-sama. Dehidrasi yang dialami pada kasus ini terjadi karena babi tersebut terus menerus diare. Diare merupakan kondisi meningkatnya frekuensi defekasi maupun volume yang disebabkan oleh meningkatnya kandungan air dalam feces. Diare munjul apabila ada gangguan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi air. Mukosa babi secara umum mengalami pucat, yang berarti hewan mengalami anemia. Menurut Dharmawan (2002), sekitar 60 % volume eritosit terdiri dari air dan sisanya 40% terdiri dari konjugasi protein dan heme. Kondisi menurunnya kadar zat besi akan menurunkan jumlah pembentukan hemoglobin. Anemia merupakan respon sekunder akibat infeksi penyakit dimana kondisi hewan mengalami kekurangan eritrosit, hemoglobin, Fe maupun kombinasi dari ketiganya. Kondisi anemia juga ditunjukkan dari pemeriksaan darah

dilaboratorium patologi klinik. Berdasarkan penghitungan nilai MCV dan MCHC, anemia kasus ini adalah makrositik hipokromik. Anemia jenis ini diakibatkan oleh adanya pendarahan akut pada beberapa organ yakni : limpa, ginjal, otak, dan usus

11

sebagai akibat proses inflamasi yang mendorong zat besi beralih kejaringan sehingga tidak dapat dipakai dalam sintesa hemoglobin. Kuman E. coli dibedakan ke dalam kuman yang bersifat enteropatogenik. Yang mengakibatkan terjadinya diare, dan kuman yang bersifat septisemik, yang menyebabkan sepsis dan kematian penderita dalam waktu yang singkat. Kuman E. coli paling banyak menyebabkan sakit pada hewan muda yang berumur antara 121 hari, dengan angka sakit, morbidity rate , pada kandang peternakan yang telah terinfeksi sebesar 30%. Pada kandang demikian angka kematian hewan muda, mortality rate, berkisar dari 10 hingga 50%. Kuman E. coli yang bersifat septisemik tidak menyebabkan sakit pada heawan muda yang telah menerima cukup susu, tidak demikian halnya dengan kuman yang bersifat enteropatogenik. Kuman tersebut mampu berkoloni pada mukosa usus, dan dapat menyebabkan lesi yang bersifat berat (Subronto, 2003). Pada kasus ini ditemukan lesio yang menggambarkan adanya gangguan pada system gastrointestinal. Pada system gastrointestinal berdasarkan

pengamatan patologi anatomi mengalami pendarahan. Organ usus pada kasus ini mengalami lesio berupa hiperemi, mukosa mengalami penebalan dan terjadi enteritis. Enteritis merupakan peradangan pada lapisan membran intestinal yang disebabkan oleh berbagai macam patogen yang luas, yaitu bakteri, virus, parasit dan toksin. Saluran pencernaan bila terinfeksi akan melakukan mekanisme pengeluaran cairan yang banyak ke dalam lumen dan gerakan motilitas yang meningkat untuk membersihkan lumen usus dari agen patogen keluar tubuh. Perubahan yang diamati setelah nekropsi adalah ditemukan adanya perdarahan pada paru-paru, perdarahan pada mukosa usus dan ditemukan adanya cairan berwarna putih kekuningan dengan konsistensi encer. Sebagian hati berwarna kuning karena mengalami degenerasi lemak. Limpa sedikit membengkak. Jaringan umumnya tampak kering. Subronto (2003) mengatakan bahwa jaringan yang tampak kering tersebut akibat dari dehidrasi yang berat. Hasil pemeriksaan preparat histopatogi ditemukan usus mengalami pendarahan hebat, nekrosis dan banyak ditemukan adanya infiltrasi sel radang magrofag, hal ini menandakan penyakit bersifat akut. Pada otak mengalami kongesti meningen, Paru mengalami Pendarahan dan pada bagian septa alveoli

12

menebal. Ditemukan perdarahan hebat pada jantung. Hati mengalami pendarahan dan degenerasi melemak. Sedangkan pada ginjal mengalami pendarahan mulai bagian medulla sampai cortex dan ditemukan infiltrasi sel magrofag ditubulus. Limpa mengalami pendarahan Dari hasil pengamatan histopatologi tersebut, babi kasus ini mengalami infeksi sistemik bakteri. Pada pemeriksaan di laboratorium mikrobiologi dilakukan pemeriksaan specimen yang berasal dari paru, usus dan hati. Pada pemeriksaan laboratorium mikrobiologi yang telah dilakukan, kuman tumbuh pada semua specimen kemudian kuman yang tumbuh pada paru diambil dan dilakukan penanaman spesimen pada media blood agar ditemukan kuman dengan bentuk bundar, tepian timbul dengan elevasi datar. Diameter kuman 1-2 mm warna putih keabu-abuan dengan tepian licin. Pada pewarnaan gram terlihat bakteri berbentuk batang berwarna merah (gram negatif) dan pada media Mac Conkey ditemukan hasil adanya pertumbuhan bakteri yang berwarna merah muda (pink), bentuk bulat, permukaan cembung, tepi rata, setelah diidentifikasi melalui pewarnaan bakteri tersebut adalah Esecherichia coli. Menurut Tono dan Besung (1994), Mac Enterobakteriaceaae

Conkey adalah media selektif untuk bakteri golongan

khusus Escherichia coli dan juga pada media ini mempunyai inhibitor garam empedu yang mampu menghambat bakteri-bakteri tertentu untuk tumbuh. Escherichia coli berbentuk batang yang habitat alaminya berada pada sistem gastrointestinal pada kebanyakan mamalia. E. Coli disebut juga Opportune pathogens karena penyakit yang ditimbulkan biasanya bersifat sekunder mengikuti stress atau penyakit lainnya (Tabbu, 2000). Dalam membantu mengidentifikasi bakteri enterik, dilanjutkan dengan uji pada media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), pada media ini bakteri Escherichia coli menghasilkan acid slant dan acid butt, ditandai dengan media berwarna kuning, pada awalnya bakteri akan memfermemtasi glukosa, sehingga akan berwarna kuning akibat sejumlah kecil asam yang terbentuk karena produkproduk fermentasi terus teroksidir menjadi CO2 dan H2O serta dilepaskan dari slant, dan dekarboksilasi oksidatif terhadap protein berlanjut dengan menghasilkan pembentukan amin, slant selanjutnya bakteri akan memfermentasi

13

laktosa dan

sukrosa, sehingga slant dan butt selanjutnya bakteri akan

memfermentasi laktosa dan sukrosa, sehingga slant dan butt tetap warna kuning. Gas yang timbul pada media TSIA ini dikarenakan bakteri Escherichia coli, H2S tidak terbentuk pada media TSIA ini dikarenakan bakteri Escherichia coli tidak dapat mendeteksi adanya ferosulfat sehingga tidak terbentuk H2S (Bakteriologi Medik, 2003). Bakteri Escherichia coli dapat memfermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit, tetapi pada uji oksidase negatif karena tidak dapat mencairkan alginat pada stick oksidase. Pada media MRVP, uji MR dilakukan dengan menetesi reagen methyl red hasil yang positif ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media, yang berarti bakteri mampu memproduksi asam selama memfermentasi laktosa. Pada tabung kedua ditetesi reagen VP hasilnya negatif ditandai dengan tidak terbentuknya cincin merah pada permukaan media yang menunjukkan bakteri tersebut tidak mampu memproduksi asetil metil karbinol dari piruvic acid. Bakteri dapat menggunakan asetat sebagai sumber karbon tetapi tidak dapat menggunakan sitrat. Hal ini dapat terjadi pada media Simmons Citrate Agar yang tidak terjadi perubahan warna (tetap berwarna hijau), yang berarti kuman E.coli tidak mampu memanfaatkan sitrat sebagai sumber karbon untuk kebutuhan hidupnya (Tono dan Besung,1994). E. coli patogen mampu mengeluarkan enteretoksin yang mempengaruhi sel gastrointestinal yang berakibat kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mukus dan terjadinya diare (Brooks et al, 2005). Mekanisme diare yang terjadi adalah karena usus halus tidak dapat mengekskresikan enzim pencernaan akibat rusaknya mukosa sehingga zat makanan tidak tercerna secara kimiawi menyebabkan zat makanan tidak dapat diserap oleh usus halus yang mengakibatkan tekanan osmotik di lumen meningkat sehingga cairan yang berada di dalam sel tertarik keluar sehingga terjadi penuingkatan jumlah cairan. Diare juga dapat terjadi karena dilepaskannya enterotoksin tahan panas yang akan menyebabkan akumulasi cAMP, di mana dapat mengakibatkan menurunnya absorbsi NaCl dan sekresi Clorida meningkat. Dengan menurunnya absorbsi natrium, pada usus dan lumen usus akan meregang yang diikuti oleh peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi diare (Tono dan Besung, 1994). Saluran

14

pencernaan babi umur muda, terdapat berbagai macam jenis bakteri termasuk juga E. coli. Konsentrasi jumlah mikroflora dalam usus babi dipengaruhi oleh faktor lingkungan, diet, respon kekebalan dan adanya infeksi virus tertentu yang menginduksi terjadinya infeksi sekunder. Dari hasil pemeriksaan darah di laboratorium patologi klinik dan setelah memperhatikan gambaran darah pada kasus ini dengan nomor protokol 181-N-08, maka terlihat terjadi peningkatan presentasi jumlah leukosit yang disebut dengan leukositosis. Leukositosis terjadi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah total neutrofil sebagai komponen terbesar dalam sel darah putih yang bersirkulasi respon dari leukosit ini merefleksikan adanya proses fisiologis tubuh terhadap adanya infeksi penyakit di dalam sistem atau organ tubuh. Cooper dan Slouson (1982), menjelaskan bahwa pada peradangan akut yang disebabkan oleh bakteri, sitokin akan menstimulasi granulopoiesis dan peningkatan pelepasan baik segmen neutrofil maupun band neutrofil ke dalam sirkulasi darah sehingga menghasilkan suatu kondisi neutrofilia. Pada kasus ini, gambaran darahnya juga menunjukkan terjadinya penurunan presentasi limfosit yang disebut limfopenia. Penyakit dan kondisi yang menyebabkan terjadinya limphopenia diantaranya adalah adanya peradangan akut yang terjadi disebabkan oleh adanya infeksi akut bakteri E. coli. Rata- rata presentase limfosit yang lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal menurut kelly (1984), merupakan implikasi dari peningkatan salah satu jenis leukosit, yakni neutrofil. Pada pemeriksaan di laboratorium parasitologi dilakukan pemeriksaan feses dengan metode natif, sedimentasi dan pengapungan menunjukan tidak adanya cacing maupun protozoa pada hewan tersebut. Pada pemeriksaan ulas darah tipis, setelah diwarnai dengan giemza 10 % dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 100x juga tidak ditemukan adanya protozoa darah. Pada pemeriksaan dilaboratorium virologi dilakukan pemeriksaan RTPCR dengan hasil negatif Hog Cholera hal ini menunjukkan tidak adanya virus Hog Cholera pada babi dengan protokol 181-N-08.

15

Berdasarkan riwayat kasus, gejala klinis, sidik epidemiologi, patologi anatomi dan ditunjang dari hasil pemeriksaan di lima laboratorium (patologi, patologi klinik, bakteriologi, parasitologi dan virologi), maka babi dengan protokol 181-N-08 didiagnosa menderita penyakit kolibasillosis.

Kolibasillosis

Kolibasillosis disebabkan oleh bakteri Escherichia Coli patogen yang biasanya menyerang hewan muda. Secara umum Escherichia Coli adalah sejenis organisme flora normal yang terdapat dalam saluran pencernaan, selama

16

dilaksanakan manajemen pemeliharaan yang baik, bakteri ini akan bersifat komensalisme dengan hostnya. Namun jika terjadi penurunan kondisi lingkungan dan kondisi hewan yang kurang baik maka peluang terinfeksi bakteri Escherchia Coli patogen sangat besar. Menurut Sihombing (2006), cuaca dingin dan

lingkungan lembab memudahkan anak babi terserang penyakit ini, higiene kandang melahirkan yang buruk memberi peluang bakteri ini untuk berkembang, infeksi dapat terjadi karena bakteri Escherichia Coli patogen tertelan oleh hewan baik melalui makanan maupun puting susu yang tercemar,sehingga anak babi yang peka akan mudah terserang selain induk hewan yang peka terhadap Kolibasillosis akan menurunkan pada anak yang peka terhadap penyakit tersebut, tinja penderita mengandung bakteri Escherichia Coli, merupakan sumber penularan terhadap ternak lainnya (Dharma, 1997). Secara umum bakteri Escherichia coli adalah flora normal dalam usus hewan babi, selama dilaksanakan pemeliharaan yang baik bakteri ini akan bersifat komensalisme dengan hostnya. Tetapi jika terjadi penurunan kondisi lingkungan dan kondisi hewan yang kurang baik maka peluang terinfeksi bakteri Escherichia coli patogen menjadi sengat besar. Infeksi dapat terjadi karena bakteri Escherichia coli patogen tertelan oleh hewan baik melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi maupun puting susu yang tercemar (Sihombing, 2006). Kolibasillosis pada gastrointestinal dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu neonatal diare, weaning diare dan edema disease. Neonatal diare terjadi pada anak babi yang berumur kurang dari 4 hari, dengan gejala klinis yaitu diare yang berwarna putih. Weaning diare terjadi pada anak babi yang berumur 5 hari sampai dengan sesaat setelah disapih, dengan gejala yang tampak adalah diare berwarna putih. Edema disease kejadian penyakit ini pada anak babi yang ditandai dengan adanya odem diseluruh tubuh (Tono dan Besung, 1994).

Patogenesis Di dalam saluran pencernaan kuman E. Coli menghasilkan enteretoksin, yang dapat meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus. Untuk menutupi kekurangan cairan dan elektrolit dari jaringan lain akan ditarik dan dimobilisasikan ke dalam usus. Akibat dari hal tersebut jaringan diluar usus

17

akan kekurangan cairan dan elektrolit, hingga mengalami dehidrasi dan goncangan keseimbangan elektrolit. Asidosis yang ditimbulkan oleh keadaan ini akan mengakibatkan kolapnya sistem peredaran darah yang mungkin akan segera diikuti dengan shock dan kematian (Subronto, 2003).

Gejala-gejala Kolibasillosis dikenal 2 bentuk klinik, yaitu bentuk toksemia dan bentuk klasik. Bentuk toksemia ditandai dengan kelemahan umum, suhu tubuh subnormal, pulsus lemah dan tidak disertai diare. Bentuk klasik ditandai diare profus, tinja yang terbentuk pasta, warna tinja putih atau kuning dengan bau yang sangat menusuk (Subronto, 2003).

Dignosis Sulit untuk dapat dipastikan bahwa kuman E. Coli yang dapat diisolasi merupakan penyebab primer untuk terjadinya diare. Untuk meyakinkan, hewan tersebut perlu dietanasi dan segera diperiksa. Faktor faktor lain, misalnya pakan, dalam bentuk air susu yang diberikan, ataupun virus tidak mustahil mengakibatkan kuman-kuman E. Coli dapat membentuk koloni dan kemudian mengadakan proliferasi dalam jaringan usus (Subronto, 2003).

Diagnosa Banding Penyakit colibasillosis ini sering dikelirukan dengan penyakit diare lainnya seperti: a. SE (Septicemia Epizootika) b. Ascariasis c. Enteritis non E. Coli

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

18

Berdasarkan anamnesa hewan yang masih muda, gejala klinis, patologi anatomi dan hasil dari pemeriksaan di laboratorium patologi, patologi klinik dan bakteriologi, babi dengan nomor protokol 181-N-08 didiagnosa menderita penyakit kolibasillosis. Saran saran Perlu dilakukan perbaikan menejemen kandang, pakan dan pengendalian penyakit Kebersihan dan kelembaban kandang harus dijaga secara teratur Antara hewan yang sakit dan yang sehat sebaiknya dipisahkan Anak babi diusahakan cukup colostrum

DAFTAR PUSTAKA

Cooper BJ and Sluson DO. 1982. Mechanisme of Disease: A Textbook of Comparative General Pathology. Waverly Press Inc. Balhmore.

19

Dharma, D.M.N. dan A.A.G. Putra. 1997. Penyidikan Penyaklit Hewan. CV Bali Media Denpasar. Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Potologi Klinik Veteriner. Penerbit Universitas Udayana. Denpasar. Hariono, B. 2005. Hematology Veteriner. Bagian Patologi Klinik. Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Mahardika, I.G.N.K. 2005. Polymerasi Chain Reaction. Jurnal Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar. Sihombing. 2003. Ilmu Ternak Babi. Cetakan ke-2 . Gajah Mada University Press.Yogyakarta Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Gajah Mada University Press.Yogyakarta Tono, P .G dan I.N.K. Besung. 1994 . Buku Ajar Ilmu Penyakit bakterial. Program Studi Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar.

LAPORAN KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN GELOMBANG VI GRUP T

20

KOLIBASILLOSIS PADA BABI LANDRACE (Nomor Protokol 181-N-08)

Oleh: MAYZUN ANATAZA MARIA, S.KH 0309005020

PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2008

21

Anak babi penderita kolibasillosis

22

Perdarahan pada Ginjal

Hemoragi pada Usus

23

Bakteri E. coli

24

LAMPIRAN

25

26

Anda mungkin juga menyukai