Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bulubabi merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Gonad bulubabi merupakan makanan yang populer dan mempunyai nilai dagang yang sangat layak ekspor khususnya bagi masyarakat Jepang, Korea, Amerika Serikat, Kanada, Cili, Meksiko, Prancis, Cina, dan Rusia. Harga gonad bulubabi di Internasional berkisar antara $6 - $200/kg USA, bahkan di pasaran Jepang di pasarkan dengan harga mencapai $400/kg (Parce et al, 2002) dalam Tjendanawangi, 2007). Harga gonad yang tinggi di tentukan oleh kualitas gonad seperti; Bobot gonad, Warna gonad, Tekstur, dan Rasa dari gonad bulubabi. Tripneustes gratilla merupakan salah satu jenis bulubabi yang bernilai ekonomis tinggi yang terdapat di perairan Indonesia khususnya di Teluk Kupang (Dahoklory dan Tjendanawangi, 2006). Bulubabi ini mempunyai prospek untuk dikembangkan karena gonadnya sangat enak dan telah diekspor dalam skala kecil, namun masih ditangkap dari alam khususnya diperairan Bali, Lombok dan Sulawesi selatan (Azis, 1983). Gonad bulu babi yang ditangkap dari alam masih bersifat musiman dan seringkali tidak berkembang secara penuh, sehingga bobotnya kecil dan warnanya kurang baik. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, jumlah serta variasi jenis makanannya yang terdapat di alam. Tingginya harga gonad dengan jumlah permintaan yang cukup stabil dan terjaring over fishing di beberapa negara, serta kualitas gonad hasil tangkapan dari alam yang bervariasi, mendorong perkembangan bulubabi. Budidaya bulubabi umumnya diarahkan untuk meningkatkan produksi dan kualitas gonad bulubabi (Tjendanawangi, 2007).

1.2. Rumusan masalah Produksi dan kualitas gonad bulubabi dipengaruhi oleh siklus reproduksi dan kualitas nutrisi. Selain itu beberapa penelitian menyatakan bahwa produksi dan kualitas gonad bulubabi juga dipengaruhi oleh jenis makroalga yang di konsumsi oleh bulubabi itu sendiri (Azis, 1983).

Sedangkan informasi tentang pemberian pakan/makanan makroalga dan lamun yang baik bagi bulubabi jenis Tripneustes gratilla untuk menghasilkan kualitas gonad yang baik belum diketahui, oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji jenis makroalga yang cocok untuk pertumbuhan gonad bulubabi Tripneustes gratilla dan dapat menghasilkan kualitas gonad yang baik. Kualitas gonad bulubabi selain dipengaruhi oleh siklus reproduksi juga dipengaruhi oleh kualitas nutrisi. Hal ini menunjukan bahwa kualitas nutrisi yang berbeda bergantung pada jenis makroalga yang merupakan sumber kanotenoit yang berpengaruh terhaddap kualitas gunad. Oleh karena itu penelitian ini akan menguji Pengaruh Pemberian Pakan Alami Eucheuma cottoni, Enhalus sp. dan Sargasum sp., Terhadap Kualitas Gonad Bulubabi (Tripneustes gratilla) Yang Dipelihara Dalam Keranjang

1.3.Tujuan Dan Kegunaan Adapun tujuan dan kegunaan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Pakan Alami Eucheuma cottoni, Enhalus sp. dan Sargasum sp., Terhadap Kualitas Gonad Bulubabi (Tripneustes gratilla) Yang Dipelihara Dalam Keranjang di BBIP Tablolong Kabupaten Kupang Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi masyarakat di Kota Kupang, khususnya di Desa Tablolong.

1.4. Hipotesa Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H0 : Tidak ada pengaruh pemberian pakan alami Eucheuma cottoni, Enhalus sp. dan Sargasum sp., terhadap kualitas gonad yang dipelihara dalam keranjang. H1 : Ada pengaruh pemberian pakan alami Eucheuma cottoni, Enhalus sp. dan Sargasum sp., terhadap kualitas gonad yang dipelihara dalam keranjang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Dan Morfologi Bulubabi Menurut Dafni (2000) Bulubabi Tripneustes gratilla diklasifikasi sebagai berikut :

Gambar. 1 Kingdom : Animalia Phylum : Echinodemata Kelas : Echinodea Ordo Echinoida Family : Taxopneustideae Genus : Tripneustes Spesies : Tripneustes gratilla

Bulubabi T. gratilla merupakan jenis hewan yang unik dari invertebrata. Hewan ini menunjukan ciri ciri yang kas yaitu tubuh simertris meruji, tanpa kepala, mata dan pusat susunan saraf yang dapat mencapai diameter 10 cm (Dafni, 2000; Sutaman, 1993). Tubuh hewan ini bulat dan paling lain dengan duri duri menutup tubuh. Tubuh terbungkus oleh suatu struktur berupa cangkang (test), terdiri dari lempengan lempengan yang menyatu membentuk kotak seperti cangkang yang keras. Biasanya ada sepuluh deret lempeng lipat dua dengan lima pasang lubang untuk kaki kaki tabung yang ramping keluar melalui cangkang (Sutaman, 1993).
3

Mulut bulubabi terletak di bawah tubuh dan berada di tengah tengah yang berlawanan dengan letak anus dan lubang genital pada bagian atas tubuh. Bagian mulut atau gigi menyatu menjadi satu yang diletakan oleh sederetan bagian terdiri dari bahan kapur untuk membentuk struktur yang dinamakan lentera aristotle. Jadi himpunan aristotle ini adalah himpunan gigi yang kompleks. Gigi ini tidak mudah dicerna oleh pemangsa bulubabi (hewan laut, lobster, kerang,dll) sehingga tersisa dalam perut pemangsa. (Parker dan kalves (1992) dalam Person,1998)

mengemukakan bahwa semua bulubabi memiliki cangkang (calcareous shell) yang keras. Pada T. gratilla cangkangnya berwarna hitam, keunguan dan dilengkapi dengan duri yang berwarna putih atau coklat seperti warna tembaga. Bagian ini merupakan penutup lapisan epithelium yang tipis. Duri digunakan sebagai penggerak, pelindung dan perangkap alga yang menyerang untuk dimakan. Diantara duri terdapat kaki tabung yang di gunakan untuk melekat pada substrast. Duri duri ini ada.yang tipis, bagian ujungnya tajam yang dilengkapi dengan bias. Bagian inilah yang akan menjadi alat pertahanan terhadap sarangan predator (Sutaman, 1993). 2.1.1. Habitat Dan Penyebaran. Bulubabi T. gratilla biasanya menempati perairan dangkal. Dari mid intertidal sampai ke daerah intertidal sampai kedalaman 160 feet atau sekitar 41,81 meter, tetapi kadang kadang ditemukan sampai kedalaman 410 feet atau sekitar 107,10 meter (Mc cauley dan Carey, 1967 dalam Person 1998). Bulubabi cenderung hidup disubstrat karang keras, kususnya di cela batu karang dan menghindari pasir dan Lumpur (Kato dan Schopeer, 1985 dalam Person, 1998). Lebih jauh Fatherree (2000) mengemukakan bahwa polpulasi bulubabi akan semakin berkurang pada setiap peningkatan kedalaman. Hewan jenis ini biasanya beradaptasi pada hantaman ombak besar dengan menyembunyikan diri pada cela karang. T. gratilla tidak toleran terhadap salinitas rendah dan mereka tidak dapat bertahan hidup akibat pengaruh estuari yang kuat sebagai akibat dari pengaruh air tawar. Hal tersebut telah dibuktikan pada perairan pantai Okinawa di Jepang.mereka menemukan kasus kematian masal akibat masuknya arus air tawar yang kuat akibat musim hujan (41 mm dalam 2 jam) (Darsono dan Sukarno, 1987). Perairan Indonesia cukup potesial menghasilkan bulubabi termasuk

didalamnya jenis (T. gratilla). Daerah tempat ditemukannya hewan ini adalah di

perairan Pulau seribu, (pulau pari, pulau tikus), Sulewesi selatan (kepulauan batang pone, batang lompo spermonde), Bali (gondol, benoa dan sanur), Pulau kubur Sumatera dan sepanjang pantai Arafuru, Iran jaya dan NTT. 2.1.2. Daur Hidup Dan Reprodusi Daur hidup (T. gratilla) umumnya sama seperti bulubabi lainnya,yaitu terdiri dari dua tahap yakni tahap plantonik dan tahap bentik. Perkembangan bulubabi Tripneustes gratilla dimulai dari tingka laku larva plantonik. Ukuran diameter telur saat larva awalnya 80m dan telur telur tersebut akan mengalami pembelahan dan memasuki tingkat blstula, pada saat ini diameter telur 130m, dan berkembang menjadi banyak larva yang membentuk seperti piramida larva. Selanjutnya terbentuk pula tangki tangki kerangkan yang akan memasuki tingkatan grastula. Pada tingkatan gstrula atau pluteus, tangki tangki memanjang dan membentuk empat cabang dari larva pluteus yang muda (panjangnya 350 600 m). Dengan sepasang cabang dari antero dan sepasang cabang dari pastero-dorsal pada tingkatan pluteus akan terbentuk enam cabang postero-dorsal (panjang 600 - 800m). selanjutnya akan masuk pada tingkatan pluteus dengan cabang delapan pada posterodorsal (800 - 1200m) dibedakan atas dua tahap yang didalamnya terjadi perkembangan benang benang silia didalam ke dua cabang antero-lateral dan cabang postero-dorsal. Bulubabi yang cangkangnya berdiameter 2 3 mm merupakan bulubabi yang siap untuk memasuki masa juvenil. Ukuran diameter cangkang pada saat juvenil dapat mencapai ukuran terbesar yaitu 8 mm. Namun hal ini tergantung kelimpahan makanan pada habitatnya (Dafni, 2000). 2.1.3. Makanan Dan Kebiasan Makan Jenis makanan bulubabi (T.gratilla) sangat bervariasi sesuai tingkat perkembangan misalnya, yang masih tingkat larva biasanya memakan diatom-diatom planktonik tetapi tahap juvenil memakan diatom-diatom sesile dan yang telah berukuran besar memakan mikroalga, lamun dan mikroflora (Gaspers, 1991). T. gratilla yang dewasa maupun yang masih juvenil dapat memakan macam-macam makroalga antara lain : Sargasum sp, Padina sp, Hidroclathrus clarathus, Clodosiphon okammwarmus, Hypnea charoides, Gracillaria blodgettii, Ceratodictyon spongisium. Namun berdasarkan hasil analisa lambung Tripneustes gratilla yang
5

diambil dari alam menunjukkan bahwa yang paling dominan sebagai makanan adalah Sargasum sp, Padina sp, Hidroclathrus clarathus dan lamun lainnya. Menurut Dafni (2000), makanan bulubabi (T. gratilla) bervariasi sesuai

tingkat perkembangannya. Larva memakan plankton diatom, tetapi juvenil memakan sesil diatom selama awal kehidupan bentik mereka dan dewasa mengeruk padang lamun, makroalga dan mikroflora, hewan ini memakan berbagai jenis alga yang mereka temukan dan makan dalam jumlah yang banyak, meskipun hewan ini cenderung memakan alga yang mereka sukai tetapi hewan ini juga memakan zooxantela dan jika mereka tidak menemukan alga yang mereka sukai maka hewan ini akan memakan karang (khususnya karang lunak). Walaupun sumber makanan utama adalah alga, tetapi mereka dapat berperan sebagai filter feeder dari sisa sisa hewan yang tenggelam di dasar perairan. Karang lunak sering cocok menjadi makanan bulubabi (T. gratilla) yang ditempatkan di dalam aquarium (Dafni, 2000). Menurut Fatherree (2000), bulubabi (T. gratilla) memakan alga, organisme sesil bentik dan sisa sisa hewan yang mati. Hewan ini memiliki alat pencernaan yang khusus (Aristotle latern) makan tidak terlalu cepat dan sering mengkonsumsi kelompok rumput laut yang diperolehnya. Bulubabi akan mengerus lamun, rumput laut dengan gigi-giginya yang kokoh (Azis, 1983). 2.1.4. Kematangan Gonad. Gonad bulubabi yang matang mempunyai tekstur lunak dan berlendir namun gonad yang demikian tidak disukai konsumen. Gonad yang disukai adalah gonad yang teksturnya kompak dan tidak berlendir, ini dapat di temukan pada stadia berkembang (Darsono,1993). Menurutnya bahwa warna dan tekstur gonad bulubabi sangat penting karena selain menentukan tingkat kematangan gonad, jenis kelamin dan juga dapat menentukan kualitas dan mutu gonad dari bulubabi. Ada tiga macam tingkatan kualitas gonad bulubabi yaitu kualitas gonad yang sangat bagus (gonad berwarna orange,), kualitas gonad yang bagus (gonad yang berwarna kuning), dan kualitas gonad yang kurang bagus (gonad berwarna coklat).

2.1.5. Indeks Kematangan Gonad Indeks Kematangan Gonad (IKG) adalah suatu nilai dalam persen yang merupakan hasil dari perbandingan berat gonad dan berat tubuh, termassuk berat gonad dikali 100 % (Effendie, 1979). Indeks kematangan gonad sering disebut Indeks of Maturity (IM) atau Gonado Somatic Indeks (GSI). GSI akan semakin meningkat nilainya dan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Darsono, 1993). 2.2. Eucheuma cottoni Eucheuma cottoni termasuk Phylum Rhodophyceae (alga merah) penghasil karaginan. Morfologi Eucheuma cottoni yakni mempunyai thallus tegak lurus selindris dengan dua sisi yang tidak sama lebarnya. Memiliki spina yang tidak teratur dan menutupi cabangnya. Ujung cabang runcing dan ada yang tumpul dengan percabangan yang tidak teratur, berwarna hijau kemerahan bila dalam keadaan hidup dan berwarna kuning kecoklatan bila kering (Handayani, 2006).

Gambar. 2. Morfologi Eucheuma cottoni Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang hanya terdiri dari thallus dan tidak mempunyai akar. Menurut (Aslan, 1998), Eucheuma cottoni merupakan tanaman tingkat rendah yang mempunyai thallus silindris dengan permukaan licin, cartilageneus (mempunyai tulang rawan muda). Berwarna terang, hijau olive dan coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung tumpul (tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia percabangan atau tricotomus (sistim percabangan tiga-tiga).

2.2.1. Ciri Ciri Umum Eucheuma cottoni Aslan (1998) mengatakan bahwa ciri ciri umum marga Eucheuma cottoni adalah : a. Thallus (kerangka tubuh tanam) bulat silindris. b. Berwarna merah cerah, merah coklat, hijau kekuning kuningan. c. Bercabang bersilang tidak teratur, di atau trikhotomous d. Memiliki benjolan benjolan (blunt nodule) dan duri duri spines. e. Substansi thallus gelatinous dan kartilagenous lunak seperti tulang rawan

2.3. Sargasum. Sp Sargasum sp, merupakan salah satu jenis alga coklat yang termasuk dalam kelas Phaephyiceae, ordo Diepyiotales, family Diecyiotales dan genus Sargasum sp. Ciri-ciri umum marga Sargasum sp, yaitu bentuk thallus umumnya selindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong seperti pedang, mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter, panjangnya mencapai 7 meter (di Indonesia terdapat yang panjang 3 meter), warna thallus umumnya coklat (Aslan, 1998).

Gambar. 3 Sargasum sp merupakan salah satu alga yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan manusia, pakan ternak dan dalam bidang kesehatan berguna sebagai anti bakteri dan anti mikroba. Jenis sargasum sp mengandung natrium alginate (N-alginat), laminarin, fukoidin, selulosa, manitol dan mengandung antioksidan (polifenol), zat besi, iodium, vitamin C dan mineral seperti Ca, K, Mg, Na, Fe, Cu, Zn, S, P, Mn serta mineral-mineral lainnya. Alginat adalah suatu garam dari asam alginate yang mengandung ion sodium, kalsium
8

dan barium (Aslan, 1998). Kadar protein rumput laut ini sebesar 16,72 % dan asam amino esensial (mol/g) adalah sistein 3.05, valin 7.86, isoleusin 6.90, tirosin 3.66, fenilalanin 4.95, lisin 4.53, treonin 6.34, srganin 4.28 (Handayani, 2006).

2.4. Lamun 2.4.1. Morfologi Lamun Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama dan yang membedakan antara spesies adalah keaneka ragaman bentuk organ sistem vegetatif. Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keragaman yang tinggi, hampir semua genera memiliki rhizome yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau bentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.

Gambar. 4 Lamun juga memiliki struktur yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/ seaweds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien,air dan gas. 1. Akar Terdapat perbedaan antara anatomi dan morfologi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi.akar pada beberapa spesies seperti ; halophila dan halodule memiliki karakteristik tipis (flagile),seperti rambut .diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendrom memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika di bandingkan dengan tumbuhan darat ,akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik .lamun,beberapa penilitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizome lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat .
9

Salah satu fungsi akar lamun yaitu merupakan tempat penyimpanan oksigen untuk proses foto sintesis yang di alirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistim lakunal (udara) yang berliku liku. Sebagian besar oksigen yang disipan di akar dan rhizome yang digunakan untuk metabolism dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora dan rhizospher. 2. Rhizome dan batang Struktur rhizome dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizome seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peranan yang utama pada reproduksi secara vegetative. Reproduksi yang di lakukan secara vegetatf merupakan hal yang lebih penting dari pada reproduksi dengan pembibitan karena hal ini lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. 3. Daun Seperti halnya semua tumbuhan monokotil, daun lamun di produksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizome dan percabangannya. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun.Pelepah daun menutupi rhizome yang baruh tumbih dan dilindungi daun musah, tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang kas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis.kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan devusi karbon sehinggan daun dapat menyerap nutrient dri air laut.Air laut merupakan sumber karbonat bagi umbuh tumbuhan untuk penggunaan karbon anorganik dalam proses fitosintesis.

2.4.2. Habitat dan Penyebaran Lamun Lamun tumbuh subur terutama di daerah pasang surut dan pantai yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati sampai kedalaman 4m. Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8-15 m bahkan sampai kedalaman 40 m. Pada substrat berlumpur didaerah mangrove kearah laut sering dijumpai padang lamun dari spesies tunggal yang berasosiasi tinggi. Sementara padang lamun vegetasi campuran terbentuk di daerah intertidal yang lebih rendah dan subtidalnya yang dangkal. Padang

10

lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir bercampur lumpur, stabil serta dekat sedimen yang bergerak secara horizontal.

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan, termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menacapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh serta melakukan reproduksi pada saat terbenam.Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuan unntuk melakukan polinasi di bawah air.

11

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Waktu Dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yang bertempat di BBIP (Balai Benih Ikan Payau) Tablolong - Kabupaten Kupang. 3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1.Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, mikroskop, pisau, kertas warna, pH, salinometer, keranjang. 3.2.2. Bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan adalah Bulubabi (Tripneustes gratilla) sebanyak 135 individu dengan berat yang sama untuk 3 keranjang. Pakan berupa rumput laut Eucheuma cottoni , Enhalus sp, dan Sargasum sp . 3.3. Prosedur kerja 3.3.1. Penyediaan Bahan. a. Penyediaan Bahan keranjang. Penelitian ini menggunakan keranjang plastik dengan ukuran 50 x 30 80 cm, sebanyak 3 Buah. b. Penyediaan Bulubabi. Bulubabi yang dijadikan sebagai objek penelitian terdiri dari ukuran diameter tubuh yang berbeda ( 40 50 mm) dan diambil dari perairan Tablolong Kabupaten Kupang, pada saat surut sebanyak 140 individu. Aklimatisasi bulubabi dalam bak selama 1 minggu. c. Penyediaan pakan. Pakan rumput laut jenis Eucheuma cottoni dibeli dari petani rumput laut, sedangkan Enhalus sp. dan Sargasum sp., diambil disekitar tempat penelitian karena banyak tersedia. Untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan makanan,

12

maka Eucheuma cottoni , Enhalus sp, dan Sargasum sp, disimpan pada wadah tertentu (keranjang) sebagai stok makanan bagi bulubabi. 3.3.2. Pelaksaan penelitian. a. Bulubabi yang telah diambil pada perairan tablolong selanjutnya diukur bobot awalnya dan dipuasakan selama 2 minggu untuk mengosongkan gonadnya. b. Sebelum dimasukan dalam setiap keranjang dan diberi perlakuan, bulubabi di bedah dan diperiksa gonadnya sebanyak 15 individu, kemudian dimasukan dalam setiap keranjang sebanyak 40 individu/keranjang, c. Pemberian pakan diberikan sesuai perlakuan yaitu dua kali sehari dengan jumlah pakan yang diberikan sesuai kebutuhan yaitu 150 gr/perlakuan. d. Pengambilan sampel. 1. Untuk memeriksa gonad bulubabi, pengambilan sampel dilakukan setiap 2 minggu sebanyak 3 individu/perlakuan. 2. Bulubabi ditimbang berat tubuh dan dibedah, lalu ditimbang berat gonad kemudian diperiksa warna gonadnya. 3.4. Parameter Yang Diukur. Parameter yang diukur dalam penelitian ini antara lain : 3.4.1. Diameter Telur Untuk mengetahui diameter telur perlu dilakukan pengukuran yaitu dengan menggunakan mikrometer di bawah mikroskop yang dinyatakan dalam mikron (). 3.4.2. Indeks kematangan gonad (IKG) Penentuan nilai IKG menurut Gaspers, V, 1991 dengan persamaan sebagai berikut :

IKG =

13

3.4.3. Menentukan kualitas warna gonad Untuk menentukan warna gonad dari bulubabi maka peneliti menggunakan kertas dan diberi beberapa warna yang di buat sendiri berdasarkan literatur yang ada dengan presentase warna sebagai berikut :. Coklat Kuning Orange Kurang baik Baik Sangat Baik

3.4.4. Pengukuran kualitas air meliputi suhu, salinitas, dan oksigen terlarut (sebagai data penunjang)

3.5. Rencana Percobaan Dan Analisis Penelitian ini disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL). Dengan 3 Perlakuan yakni : Perlakuan A : Pemberian pakan rumput laut Euchema cottoni Perlakuan B : Pemberian pakan Enhalus sp. Perlakuan C : Pemberian pakan rumput laut Sargasum sp Sedangkan jumlah ulangan sesuai dengan jumlah individu yang digunakan pada setiap perlakuan perkeranjang. Data kualitas warna gonad yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap diameter telur dan indeks kematangan gonad bulubabi akan dilakukan Analisis Sidik Ragam (ANOVA). Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan apabila ada pengaruh perlakuan sesuai petunjuk (Steel and Torrie, 1993).

14

DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M., 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Azis, A., 1983. Makanan Dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulubabi. Balai penelitian biologi laut LON LIPI. Jakarta. Bak, H.P and Sinojima, S., 1980. Imigrattion of Tropical Sea Urchin. Astropiga Radiata in a Temperate Eel Garas Zostera marina L. Pacth; its Feeding Habit and Grszing effect of the patch. Amakulasa Marine abioligical Laboratory. 5(2) : 153 169. Japan Burger, P., 2003. Nutritional Value of Scaweed. Journal of Agricultur Food Chemistry. 2 (4) : 1 6. Dafni, M., 2000. Bulubabi Organisme Ekosistem Lamun. Jurnal Oseoanologi Indonesia. Dahoklory, N. dan Tjendanawangi, A., 2006. Studi Boielogi Bulubabi Tripneustes gratilla dan kandungan gizinya di perairan Teluk Kupang NTT. Laporan Penilitian Lembaga Penilitian Universitas Nusa Cendana. Kupang. Darsono, 1983. Mengenal Perikanan Bulubabi. Majala Oceana P3O LIPI VIII (5) 21 26.Jakarta. Darsono, 1993. Beberapa Aspek Biologi Bulubabi Tripneustes gratilla. Di nusa Dua Bali. Majalh Oceanologi di Indonesia, 26 :13 -25. Jakarta. Darsono, P., dan Sukarno., 1987. Umur Dan Pertumbuhan Bulubabi Diadema setosum Laske Di Perairan Terumbu Karang Gugus Pulau Pari, Pulau Seribu. Jakarta Puslitbang Oceanologi.LIPI. Denghartog, C., 1970. Theagrass of The World. North kolland. Amsterdam.P.275. Effendie, 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Hal. 114. Fatherree, J., 2000. Marko alga dan Sisa sisa hewan yang Mati Sebagai Makanan Bulubabi Tripneustes gratilla. Balai Penilitian Biologi Laut LON LIPI.Jakarta. Gaspers, V., 1991. Teknik Analisis Data Dalam Penilitian Percobaan. Tarsito.Bandung. Handayani,T., 2006. Protein Pada Rumput Laut.Jurnal Oseana,31 (4): 23 30. Harring, P.J., 1972 Observation On The Distribution And Feeding Habitsof Some Littoral Echinoiids From Zanzib. Journal of natural history.6 : 169 - 175. Hepher, B., 1990. Nutrition of Pond Fishes.New york. Cambridge University Press. 388 p. Person, R . J., 1998 Habitat Dan Penyebaran Tripneustes gratilla. Jembatan Jakarta.
15

Romimohtarto, K dan Juana, S., 2001. Biologi Laut. Djanbatan. Jakarta. Hal 147 152. Steel, D. G. R dan J. H. Torrie, 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutaman, W., 1993. Kemungkinan Pengembangan Perikanan Bulubabi di Indonesia Majalah Gapindo Edisi Agustus Oktober. Hal. 106 111. Tjendanawangi, A., 2007. Peranan Mikro Alga Sebagai Sumber Karetenoid Terhadap Peningkatan Kualitas Gonad Bulubabi. Makalah Pasca Sarjana IPB, Bogor.

16

Anda mungkin juga menyukai