Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Virus herpes simpleks tersebar sangat luas pada populasi manusia. Virus tersebut menunjukan rentang penjamu yang luas sehingga mampu bereplikasi pada banyak tipe sel dan menginfeksi banyak hewan yang berbeda. Virus tumbuh secara cepat dan sangat sitolitik. Viris herpes simpleks menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari gingivostomatitis sampai keratokonjungtivis, ensefalitis, penyakit genital, dan infeksi bayi baru lahir. Virus herpes simpleks menyebabkan infeksi laten pada sel saraf; sering terjadi rekurensi. Terdapat dua virus herpes simpleks yang berbeda yaitu tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Virus mempunyai genom yang serupa dan genom nya memperlihatkan homologi sekuens substansial. Namun keduannya dapat dibedakan dengan analisis enzim restriksi DNA virus. Dua virus tersebut bereaksi silang secara serkologis, tetapi ada beberapa protein unik untuk setiap tipe. Kedua virus tersebut memiliki cara penyebaran yang berbeda; penyebaran HSV-1 melalui kontak, biasanya melibatkan air liur yang terinfeksi, sedangkan penularan HSV-2 melalui hubungan seksual atau dari infeksi genital ibu ke bayi baru lahir. Keadaan tersebut menimbulkan infeksi pada manusia dengan gambaran klinis yang berbeda. I.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari pembuatan referat ini sebagai berikut : 1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir blok.
2. Untuk mengetahui mengenai herpes simpleks.

Manfaat dari pembuatan referat ini sebagai berikut : Dengan adanya referat ini diharapakan teman-teman mahasiswa dapat mengetahui, dan memahami tentang mengenai herves simpleks.

BAB II PEMBAHASAN II.1 Definisi Herpes Simpleks Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atapu tipe 2 yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis (genitalis). II.2 Epidemiologi Herpes simpleks Virus herpes simpleks tersebar di seluruh dunia. Tidak ada reservoir hewan atau vektor yang terkait dengan virus manusia. Transmisi melalui kontak dengan sekret yang terinfeksi. Epidemiologi virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 berbeda. HSV-1 mungkin menetap pada manusia lebih konstan daripada virus lain. Infeksi primer terjadi pada awal kehidupan dan biasanya asimtomatik; kadang-kadang menyebabkan penyakit orofaring (gingivostomatitis pada anak kecil, faringitis pada dewasa muda). Antibodi terbentuk tetapi virus tidak dieliminasi dari tubuh; timbul keadaan carrier yang berlangsung seumur hidup dan ditandai oleh serangan herpes rekuren yang bersifat sementara. Insiden tertinggi infeksi HSV-1 terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Pada masa dewasa, 70-90% orang mempunyai antibodi tipe 1. Terdapat tingkat variasi geografi yang tinggi pada seroprevalensi. Orang-orang kelas menengah di negara maju mendapatkan antibodi lebih lambat daripada mereka dari populasi sosioekonomi yang lebih rendah. Diduga, gambaran ini menunjukan keadaan lingkungan yang lebih padat dan higienelebih buruk pada masyarakat golongan sosioekonomi rendah. Virus disebabkan melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi atau melalui peralatan yang terkontaminasi saliva yang melepaskan virus. Sumber infeksi untuk anak biasanya orang dewasa yang memiliki lesi herpes simtomatik atau dengan pengeluaran virus asimtomatik dalam saliva.

Frekuensi infeksi HSV-1 rekuen sangat bervariasi di orang-orang. Pada waktu tertentu, 1-5% orang dewasa normal akan mengeluarkan virus, sering kali tanpa gejala klinis. HSV-2 biasanya didapat sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual, sehingga antibodi terhadap virus tersebut jarang ditemukan sebelum pubertas. Diperkirakan terdapat sekitar 40-60 juta orang yang terinfeksi di Amerika Serikat. Penelitian prevalensi antibodi dipersulit oleh reaksi silang antara HSV tipe 1 dan tipe 2. Survei yang menggunakan antigen glikoprotein spesifik tipe akhir-akhir ini menentukan bahwa 20% orang dewasa di Amerika Serikat memiliki antibodi HSV-2, dengan seroprevalensi lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki dan lebih tinggi pada orang kulit hitam daripada kulit putih. Infeksi genital rekuren dapat bersifat simtomatik atau asimtomatik. Masingmasing situasi memiliki reservoir virus untuk transmisi ke orang yang rentan. HSV-2 cenderung lebih sering kambuh daripada HSV 1, tanpa memandang tempat infeksi. Infeksi HSV genital ibu memiliki resiko bagi ibu maupun bayi. Perempuan hamil jarang menderita penyakit diseminata setelah infeksi primer, dengan angka mortalitas tinggi. Infeksi usia kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu menyebabkan abortus spontan. Janin mungkin mendapat infeksi sebagai akibat pelepasan virus dari lesi rekuren pada jalan lahir ibu saat persalinan. Perkiraan frekuensi pelepasan virus di serviks pada perempuan hamil sangat bervariasi. Infeksi HSV genital meningkatkan akusisi infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV) tipe 1 karna lesi ulseratif terbuka pada permukaan mukosa. II.3 Patogenesis dan patologi Karna HSV menyebabkan infeksi sitolitik, perubahan patologi disebabkan oleh nekrosis sel yang terinfeksi disertai respon peradangan. Lesi yang diinduksi di kulit dan selaput lendir oleh HSV-1 dan HSV-2 sama dan menyerupai lesi yang disebabkan oleh virus varisela-zoster. Perubahaan yang diinduksi oleh HSV serupa dengan infeksi primer dan rekuren tetapi tingkatannya berbeda, menunjukan luasnya sitopatologi virus.

Perubahan histopatologi khas mencakup penggelembungan sel yang terifeksi, produksi badan inklusi intranuklear Cowdry tipe A, marginasi kromatin, dan pembentukan sel raksasa berinti banyak. Inklusi awal sebenarnya mengisi nukleus tetapi kemudian memadat dan dipisahkan oleh halo dari kromatin pada tepi nukleus. Fusi sel menyediakan metode efesien untuk penyebaran HSV dari sel ke sel bahkan saat ada antibodi penetral. Infeksi HVS ini berlangsung dalam tiga tingkatan yaitu infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens. A. Infeksi primer Tempat predileksi HVS tipe 1 di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari (herpetic Whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer HVS tipe 2 mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Replikasi virus terjadi pertama kali terjai di tempat infeksi. Virus kemudian menginvasi ujung saraf lokal dan dibawa melalui aliran aksonal retrograd ke ganglion radiks dorsalis, tempat terjadinya larensi setelah replikasi lanjutan. Daerah predileksi ini sering kacau karna adanya cara hubungan seksua seperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabka oleh HVS tipe 1sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh HVS 2. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.

Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genetalia eksterna disertai infeksi pada serviks. B. Fase laten Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis,tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ini, akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit. C. Infeksi rekurens Infeksi ini berarti HSV pada keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga dapat menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam,infeksi,kurang tidur,hubungan seksual dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), obat-obatan (kortikosteroid, imunosupresif) dan dapat pula timbul akibat makanan dan minuman yang merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain atau tempat sekitarnya (non loco). Tabel 2.1 Perbandingan virus herpes simplek tipe 1 dan tipe 2. Biokimia Ciri khas Komposisi basa DNA virus (G+C) Densitas ringan DNA (g/cm3) Densitas ringan virion (g/cm3) Homologi antara DNA HSV-1 67% 1,726 1,271 -50% HSV-2 69% 1,728 1,267 -50%

Biologi

virus Vektor hewan atau reservoar Tempat latensi

Tidak ada Ganglia trigeminalis Anak kecil Kontak (sering saliva)

Tidak ada Ganglia sakralis Dewasa muda Seksual

Epidemiologi

Usia infeksi primer Transmisi

Klinis Infeksi primer

Infeksi rekuren Infeksi primer atau rekuren

Gingivostomatitis Faringotonsilitis Keratokonjungtivitis Infeksi neonatus Cold sore, lepuh demam Keratitis Herpes kutaneus Kulit di atas pergelangan tangan Kulit di bawah pergelangan tangan Tangan atau lengan Herpetic whitlow Eksema herpetikum Herpes genital Herpes ensefalitis Herpes meningitis

+ + + + +

+ -

+ + + + +

+ + + + +

II.4 Imunitas Banyak bayi baru lahir mendapatkan antibodi dari ibu yang ditransfer secara pasif. Antibodi tersebut menghilang selama 6 bulan pertama sesudah lahir dan periode paling rentan terhadan infeksi herpes primer terjadi antara usia 6 bulan dan 2 tahun. Antibodi yang diperoleh transplasenta dari ibu tidak melindungi sepenuhnya bayi baru lahir terhadap infeksi, tetapi tampaknya akan meredakan infeksi jika tidak dicegah. Antibodi HSV-1 mulai tampak pada populasi masa kanak-kanak dini; bagi remaja, antibodi tersebut ada pada sebagian besar orang. Antibodi terhadap HSV-2 meningkat pada usia remaja seiring dengan aktifitas seksual.

Selama infeksi primer, antibodi IgM timbul sementara dan diikuti oleh antibodi IgG dan IgA yang menetap untuk waktu yang lama. Semakin berat infeksi primer atau semakin sering terjadi rekurensi, kadar respons antibodi lebih besar. Namun, pola respons antibodi tidak berkolerasi dengan frekuensi rekkurensi penyakit. Imunitas seluler dan faktorpenjamu nonspesifik (sel pembunuh alami, interferon) penting dalam mengendalikan infeksi HSV primer maupun rekuren. Setelah sembuh dari infeksi primer (tidak tampak, ringan atau berat), virus berada dalam keadaan laten saat terdapat antibodi. Antibodi ini tidak mencegah reinfeksi atau reaktivasi virus laten, tetapi dapat mengubah perjalanan penyakit selanjutnya. II.5 Gambaran klinis Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 dapat menyebabkan banyak penyakit klinis, dan infeksi dapat bersifat primer atau rekuren. Infeksi primer terjadi pada orang tanpa antibodi dan pada kebanyakan individu yang secara klinis tidak bergejala tetapi menyebabkan produksi antibodi dan menimbulkan infeksi laten pada ganglion sensorik. Lesi rekuren sering terjadi. A. Penyakit orofaring Infeksi HSV-1 primer biasanya asimtomatik. Penyakit simtomatik paling sering terjadi pada anak (1-5 tahun) dan mengenai mukosa bukal dan ginggiva mulut. Periode inkubasi singkat (sekitar 3-5 hari, dengan kisaran 2-12 hari), dan penyakit klinis berlangsung 2-3 minggu. Gejalanya berupa demam, nyeri tenggorokan, lesi vesikuler dan ulseratif, edema, gingivastomatitis, limfadenopati submandibula, anoreksia dan malaise. Ginggivitis (gusi yang membengkak dan nyeri) merupakan lesi paling mencolok dan sering terjadi. Infeksi primer pada orang dewasa sering menyebabkan faringitis dan tonsilitis. Limfadenopati setempat terjadi. Penyakit rekuren ditandai dengan sekelompok vesikel yang paling sering terdapat di tepi bibir. Pada awalnya, terjadi nyeri hebat tetapi reda setelah 4-5 hari. Lesi berkembang menjadi tahap pustular dan pembentukan krusta, dan

penyembuhantanpa jaringan parut biasanya lengkap dalam 8-10 hari. Lesi dapat timbul kembali, berulang dan pada berbagai interval pada lokasi yang sama. Frekuensi rekurensi sangat bervariasi pada setiap individu.

Gambar 2.1 ginggivostomatitis herpes simpleks B. Keratokongjungtivitis Infeksi HSV-1 dapat terjadi di mata, menyebabkan keratokonjungtivitis yang berat. Lesi rekuren di mata sering terjadi dan tampak sebagai keratitis dendritik atau ulkus kornea atau vesikel kelopak mata. Pada keratitis rekuren, terdapat stroma kornea yang progresif dangan opasifikasi permanen dan kebutaan. Di Amerika Serikat, infeksi HSV-1 merupakan penyebab kedua kebutaan kornea (setelah trauma). C. Herpes genital Penyakit genital ini biasanya disebabkan oleh HSV-2, meskipun HSV-1 juga dapat menyebabkan episode klinis herpes genital. Infeksi herpes genital primer dapat berat yang berlangsung 3 minggu. Herpes genital di tandai dengan lesi vesikuloseratif pada penis atau serviks, vulva, vagina dan perineum pada perempuan. Lesi sangat nyeri dan dapat disertai demam, maaise, disuria dan

limfadenopati inguinal. Komplikasinya adalah lesi ekstragenital dan meningitis asepsis. Eksresi virus menetap selama sekitar 3 minggu. Karna reaktivitas silang antigenik antara HSV-1 dan HSV-2, imunitas yang telah ada memberikan beberapa proteksi melawan infeksi heterotipik. Infeksi HSV-2 awal pada orang sudah kebal HSV-1 cenderung kurang berat. Rekurensi infeksi herpes genital sering terjadi dan cenderung ringan. Vesikel dalam jumlah yang terbatas tampak pada keadaan tersebut dan sembuh sekitar 10 hari. Virus keluar hanya untuk beberapa hari. Beberapa rekurensi bersifat asimtomati. Walaupun (rekurensi bersifat simptomatik maupun asimtomatik) seseorang yang mengeluarkan virus dapat menularkan infeksi ke pasangan seksualnya.

Gambar 2.2 herpes genitalis D. Infeksi kulit Kulit yang utuh resisten terhadap HSV, sehingga infeksi HSV kulit jarang terjadi pada orang yang sehat. Lesi setempat yang disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-2 dapat terjadi pada abrasi yang terkontaminasi virus (herpes traumatik). Lesi tersebut terlihat pada jari dokter gigi dan petugas rumah sakit (herpetic whitlow) dan badan pegulat (herpes gladitorium). Infeksi kulit sering kali berat dan mengancam nyawa bila terjadi pada orang dengan gangguan kulit, seperti eksema atau luka bakar, yang memungkinkan replikasi dan penyebaran virus lokal yang luas. Eksema herpetikum merupakan

10

infeksi primer, biasanya oleh HSV-1 pada orang dengan eksema kronik. Pada keadaan yang jarang penyakit dapat fatal. E. Ensefalitis Bentuk ensefalitis yang berat dapat disebabkan ileh herpesvirus. Infeksi HSV1 dianggap merupakan penyebab paling sering ensefalitis yang fatal dan sporadis di Amerika Serikat. Penyakit menyebabkan angka kematian yang tinggi dan mereka yang bertahan hidup seringkali menderita cacar neurologi residual. Sekitar separuh pasien dengan esensefalitis HSV tampaknya mengalami infeksi primer dan yang lain menderita infeksi rekuren. F. Herpes neonatus Infeksi HSV pada bayi baru lahir mungkin didapat selama dalam kandungan, selama persalinan atau setelah lahir. Ibu merupakan sumber infeksi tersering pada semua kasus. Herpes neonatus diperkirakan terjadi pada sekitar satu dari 5.000 kelahiran setiap tahun. Bayi baru lahir tampaknya tidak mampu membatasi replikasi dan penyebaran HSV sehingga cenderung berkembang menjadi penyakit yang berat. Jalur infeksi yang paling sering adalah penularan HSV bayi selama pelahiran melalui kontak dengan lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan dengan seksio sesarea pada perempuan hamil yang memilik herpes genital. Namun lebih banyak terjadi infeksi HSV neonatal dari pada kasus herpes genital rekuren meskipun virus ditemukan pada bayi cukup bulan. Herpes neonatus dapat diperoleh pascalahir melalui pajanan terhadap HSV-1 maupun HSV-2. Sumber infeksi mencakup anggota keluarga dan petugas rumah sakit yang menyebarkan virus. Sekitar 75% infeksi herpes neonatal disebabkan oleh HSV-2. Tidak tampak adanya perbedaan antara sifat dan derajat berat herpes neonatus pada bayi prematur atau cukup bulan, pada infeksi yang disebabkan ileh HSV-1 atau HSV-2, atau pada penyakit ketika virus didapatkan selama persalinan atau pasca persalinan. Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik. Angka mortalitas keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati adalah 50%. Bayi dengan herpes

11

neonatus terdiri dari tiga katagori penyakit : (1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut; (2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit setempat; (3) penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf pusat. Prgnosis terburuk (angka mortalitas sekitar 80%) terdapat pada bayi dengan infeksi diseminata; banyak diantaranya mengalami ensefalitis. Penyebab kematian bayi dengan penyakit diseminata biasanya pneumonitis virus atau koagulopati intravaskular. Banyak yang selamat dari infeksi berat dapat hidup dengan gangguan neurologi menetap. G. Infeksi pada pejamu imunokompromais Pasien imunokompromais mempunyai peningkatan risiko menderita infeksi HSV yang berat. Keadaan tersebut termasuk pasien dengan imunosupresi oleh penyakit atau terapi (terutama mereka yang memiliki defisiensi imunitas seluler) dan orang-orang yang menderita malnutrisi. Resipien transpaltasi sumsum tulang, ginjal dan jantung sangat beresiko menderita inffeksi herpes yang berat. Asien dengan keganasan hematologi dan pasien AIDS menderita infeksi HSV yang lebih berat dan lebih sering. Lesi herpes dapat menyebar dan menyebar dan menyerang mukosa saluran pernafasan, esofagus dan usus. Anak malnutrisi rentan terkena infeksi HSV diseminata yang fatal. Pada sebagian besar kasus, penyakit menunjukkan reaktivasi infeksi HSV laten.

H. Herpes genitalis pada kehamilan Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius, karna melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatus mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup, menderita cacat neurologik atau kelainan pada mata. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivis, atau hepatitis; disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus secara seksio Caesaria, bila pada saat

12

melahirkan sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketubah pecah atau paling lambat enam jam setelah ketuban pecah. Di Amerika Serikat frekuensi herpes neonatal adalah 1 per 7.500 kelahiran hidup. Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus; sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum.

BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atapu tipe 2 yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Virus herpes simpleks tersebar di seluruh dunia. Tidak ada reservoir hewan atau vektor yang terkait dengan virus manusia. HSV-1 mungkin menetap pada

13

manusia lebih konstan daripada virus lain. Infeksi primer terjadi pada awal kehidupan dan biasanya asimtomatik; kadang-kadang menyebabkan penyakit orofaring (gingivostomatitis pada anak kecil, faringitis pada dewasa muda). HSV-2 biasanya didapat sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual, sehingga antibodi terhadap virus tersebut jarang ditemukan sebelum pubertas. Infeksi HVS ini berlangsung dalam tiga tingkatan yaitu infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens. Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 dapat menyebabkan banyak penyakit klinis, dan infeksi dapat bersifat primer atau rekuren. Contoh klinisnya antara lain : penyakit orofaring, keratokonjugtivitis, herpes genital, infeksi kulit, ensefalitis, herpes neonatus dan infeksi pada penjamu imunokompromais. III.2 Saran Jagalah daya tahan tubuh anda karna dengan daya tahan tubuh anda yang mengurang akan menyebabkan penyekit, begitupula dengan virus herpes simpleks.

Anda mungkin juga menyukai