Anda di halaman 1dari 3

TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN ANALISIS AKUSISI PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA Tbk.

Disusun oleh :

1. FRADANA SUBAGYA 2. HURIIN HUSNA 3. MARIANI AGUSTIN 4. DIDI WIDJANARKO 5. SEKAR PANAWANG 6. ERLINA DWI NAFULANI 7. ARIESTA CINTIADEWI 8. ANTONIUS ANGGA C. 8. ARIYANI YULIANINGSIH

(9456) (9492) (9514) (9529) (9536) () (9644) (9653) (9655)

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

PT. Hanjaya Mandala Sampoena Tbk yang didirikan oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1913 di Surabaya merupakan salah satu industri rokok terbesar di Indonesia. PT. HM Sampoena yang telah menjadi sebuah perusahaan publik pada tanggal 27 Aguatus 1990 kini telah menjual sahamnya pada Philip Morris International sebesar 98% atau senilai 48 Trilliun pada tahun 2005. Akuisisi perusahaan raksasa tersebut tentu mengejutkan berbagai pihak karena pada saat tersebut HMS sedang berkembang dan pemiliknya tidak dalam kesulitan keuangan. Bahkan kinerja HMS (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp 15 triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Selain dalam hal keuangan, HMS juga unggul dalam hal posisi merek yang mantap; tim manajemen yang kuat; penentuan harga yang efektif; dukungan pemasaran yang terarah (iklan); program distribusi wilayah yang terfokus; pemahaman Sampoerna yang mendalam tentang bisnis rokok kretek di Indonesia; mempunyai Corporate Social Responsibility (CSR) yang tinggi; memiliki modal yang kuat; serta memiliki culture yang baik. Menurut tinjauan para ahli, ada dua faktor yang menyebabkan akuisisi HMS. Faktor tersebut berupa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang dinilai mempengaruhi penjualan HMS, antara lain : a. Adanya aturan yang makin ketat seperti UU melarang iklan rokok dan merokok di tempat umum; b. Cukai makin mahal; c. Adanya tarif tambahan; d. Kota-kota besar menuju bebas rokok (Sydney, Uni Eropa, Amerika, Jakarta, Hongkong); e. Tidak bisa mengharapkan pasar ekspor karena adanya kebijakan pemerintah di luar negeri untuk membatasi pasar rokok; f. Ancaman dari YLKI, WITT dan WHO; g. Semakin banyaknya edukasi tentang bahaya merokok "kanker"; h. Melemahnya daya beli masyarakat akibat naiknya harga BBM. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa HMS memiliki banyak kekuatan, tapi untuk jangka panjang industri rokok tampak kurang berprospek akibat banyaknya ancaman dari lingkungan luar. Grand strategy HMS adalah kombinasi yakni melakukan unrelated diversification dengan masuk ke bisnis lain dan melepas kerajaan rokoknya. Putera menjual HMS karena industri rokok diprediksi mulai terbenam. Menurut catatan Adrian Rusmana, kepala peneliti BNI Securities, dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan pendapatan perusahaan rokok di Bursa Efek Jakarta (BEJ) berada di bawah level 10%. Akan tetapi,

untunglah, saham perusahaan rokok masih diminati investor asing. Hal itu karena likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar. "Kalau kapitalisasi pasar dan likuiditasnya berkurang, saya kira saham perusahaan rokok tidak akan populer lagi," kata Adrian. Namun, semua kondisi tadi membuat bisnis rokok sejatinya sudah tak bisa lari ke mana-mana lagi, alias sudah mentok. "Ini industri yang mulai terbenam. Maka, tak mengherankan jika sejumlah pemilik perusahaan rokok memilih mengembangkan usahanya di luar bisnis rokok." Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi akuisisi HMS adalah Biaya operasional naik, yaitu minyak tanah sebagai bahan bakar untuk alat pengering naik. Namun, selain karena masalah naiknya biaya operasional, ada persoalan lain yang juga dinilai memegang pengaruh besar terhadap akuisisi HMS tersubut. Masalah tersebut adalah perebutan warisan oleh generasi ketiga Sampoerna. Pertikaian dalam kelurga tersebut dinilai dapat mengancam kelangsungan HMS dan menimbulkan kerugian besar bagi usaha tersebut maka pihak manajemen HMS memutuskan untuk menjual saham HM Sampoerna pada perusahaan multiunasional Phillip Morris International. Dari sudut pandang PMI dengan memiliki saham mayoritas PT HM Sampoerna tersebut, PMI dapat menguasai pangsa pasar rokok di Indonesia, terutama rokok kretek. Dimana penjualan terbesar rokok di Indonesia di dominasi oleh rokok-rokok kretek, dalam hal ini rokok-rokok berbahan dasar cengkeh. Dengan memiliki Sampoerna, maka PMI akan menjadi perusahaan tembakau terbesar di Indonesia, dimana sebelumnya dikuasai oleh PT Djarum tbk. PMI dengan produk-produk tembakau seperti; Marlboro, Long Beach, L&M, Bond Street, Chesterfield, Lark, Virginia Slim, dsb, PMI memang telah menguasai pangsa pasar tembakau di seluruh dunia dan terus berupaya untuk dapat melebarkan sayapnya dengan cara menguasai produsen- produsen atau perusahaan-perusahaan tembakau di seluruh dunia, yaitu dengan membeli saham perusahaan lokal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai