Anda di halaman 1dari 6

Vertigo Vertigo termasuk salah satu gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi ruangan.

Vertigo ditandai dengan adanya rasa berputar (dizziness), atau disebut dengan ilusi gerakan. Penderita akan melihat lingkungannya bergerak (vertigo objektif) atau merasakan dirinya yang bergerak (vertigo subjektif). Gerakan vertigo umumnya horizontal, walaupun dapat saja terjadi gerakan linier (garis lurus). Vertigo disebabkan oleh gangguan sistem otonom, seperti rasa mual, pucat, keringat dingin, muntah, perubahan denyut nadi dan tekanan darah. Namun perlu diperhatikan bahwa sebagian besar vertigo tidak berbahaya dan dapat diatasi dengan terapi yang tepat. Mekanisme terjadinya vertigo 1. Gangguan fungsi sistem sensorik. Interaksi antara sistem sensori visual, vestibular dan propioseptif terganggu karena adanya gangguan fungsional saraf tepi. Misalnya, hilangnya sistem vestibular unilateral menyebabkan ketidakseimbangan dua sistem vestibular dan menyebabkan vertigo rotasional. Jika keadaan ini berlanjut terus, otak terkadang dapat mengadakan kompensasi sehingga manifestasinya berupa serangan vertigo yang kadang-kadang muncul dan kadang-kadang tidak. 2. Gangguan pemrosesan sentral Informasi yang diterima diproses/diinterpretasikan secara salah. Hal ini menyebabkan kesan sensorik yang saling berkonflik dan menimbulkan vertigo. Gangguan pemrosesan dapat disebabkan oleh perubahan difus seperti abnormalitas metabolik atau sirkulasi, infeksi, trauma, dan intoksikasi. Jenis-jenis Vertigo Vertigo sentral Penyebab vertigo jenis sentral adalah gangguan di batang otak atau serebelum. Pada gangguan di batang otak, harus diselidiki gejala khas, seperti diplopia, paresteesia, perubahan sensibilitas serta fungsi motorik. Pada gangguan di serebelum, gejala dapat menyerupai gangguan vestibuler perifer. Oleh karena itu perlu diperhatikan gejala serebellar lain seperti gangguan koordinasi (dysdiadochokinesia) dan percobaan tunjuk hidung. Namun, gejala berupa gangguan berjalan ada pada kedua gangguan jenis gangguan sentral dan vestibular perifer, sehingga tidak dapat dijadikan pembeda antara vertigo sentral dan perifer. Penyebab lain vertigo sentral adalah neoplasma, insufisiensi vaskular berulang, transient ischemic attack (TIA), trauma, dan stroke. Vertigo perifer Berdasarkan lamanya, vertigo dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:

1. Episode serangan yang berlangsung beberapa detik Penyebab tersering jenis ini adalah vertigo posisional benigna. Serangannya ditimbulkan oleh perubahan posisi kepala, seperti bila kepala bergerak saat berguling atau menengadah. Penyebab vertigo posisional benigna sering idiopatik, namun dapat juga disebabkan oleh trauma kepala, pembedahan telinga atau oleh neuronitis vestibularis. 1. Episode vertigo berlangsung beberapa menit atau jam Dapat dijumpai pada penyakit Meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit ini mempunyai trias gejala yaitu vertigo, tuli progresif dan tinnitus. 1. Episode vertigo berlangsung beberapa hari hingga beberapa meinggu Dapat dijumpai pada penyakit neuronitis vestibularis dan merupakan kelainan yangbersifat emergensi. Vertigo diawali dengan nausea dan muntah mendadak.

MULTIPEL SKLEROSIS Sclerosis multiple adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang orang muda. Di Amerika Serikat diperkirakan 250.000 hingga 350.000 orang yang terinfeksi, 1 dari 1000 atau kurang dari sepersepuluh dari 1%. Perempuan terinfeksi dua kali lipat daripada laki-laki, walaupun rasio perempuan-laki-laki lebih rendah pada multipel sklerosis awitan yang lebih lambat. Gejala jarang muncul sebelum usia 15 tahun atau setelah usia 60 tahun. Usia rata-rata timbulnya gejala adalah 30 tahun, dengan kisaran antara 18 tahun hingga 40 tahun pada sebagian besar pasien. MS ditandai dengan timbulnya bintik mielin meluas diikuti oleh gliosis pada substansia alba SSP. Plak kuning yang keras ditemukan pada autopsi sesuai dengan namanya. Ciri khas perjalanan MS adalah serangkaian serangan terbatas yang menyerang bagian SSP yang berlainan. Masing-masing serangan kemudian akan memperlihatkan beberapa derajat pengurangan, namun keseluruhan gambaran adalah satu keadaan yang makin memburuk. Etiologi dan patologi Sifat dasar gangguan yang menyebabkan MS tidak diketahui dengan pasti. Bukti-bukti terbaru mendukung teori bahwa MS adalah penyakit autoimun, mungkin berkaitan dengan pemicu lingkungan yang tidak dapat ditentukan seperti infeksi virus. Hipotesis ini berasal dari observasi bahwa infeksi virus biasanya menyebabkan peradangan yang melibatkan produksi interferon gamma, yaitu suatu zar kimia yang diketahui dapat memperburuk MS. Penyakit tersebut sering timbul pada daerah beriklim sedang (Eropa Utara, Amerika Utara), dengan insidensi 10 per 100.000 populasi, MS jarang terjadi di daerah tropis, namun MS lebih jarang terjadi di Jepang. Terdapat juga insidens penyakit dalam keluarga yang sedikit lebih tinggi; insiden lebih sering sekitar delapan kali pada kerabat dekat seseorang dengan MS dibandinngkan dengan populasi umum. Tidak diketahui apakah peningkatan dalam keluarga disebabkan oleh predisposisi genetik atau apakah terdapat pahanan yang sering terhadap agen penyebab infeksi (kemungkinan virus) selama masa kanak-kanak, yang dengan cara ini dapat menyebabkan MS selama dewasa dini. Sejumlah virus telah diajukan sebagai agen penyebab yang mungkin pada MS. Beberapa peneliti menduga virus campak (rubeola). Berbagai antibodi campak telah ditemukan dalam serum dan cairan serebrospilanis (CSF) pasien MS, dan bukti yang ada mengesankan antibodi in idihasilkan dalam otak. Bila virus campak terlibat, kemungkinan itu menyerang awal kehidupan, tidak aktif (dorman) selama beberapa tahun, dan kemudina menyerang respon imun. Baru-baru ini, ditemukan strain birus herpes yang mengalami reaktivasi (virus herpes-6 [HHV-6]) yang sering menyebabkan sakit pada masa anak (roseola) dan terlibat dalam menimbulkan respon imun yang memuncaak pada lebih dari 70% pasien dengan bentuk remisi MS berulang. Teori lain menduga faktor genetik tertentu menyebabkan beberapa orang lebih pekaterhadap invasi SSP dengan berbagai virus lambat. Virus yang lambat memiliki masa inkubasi yang lama dan hanya mungkin berkembang dengan keadaan defisiensi atau imun yang abnormal. Antigen histokompatibilitas tertentu (HLA-A3, HLA-A7) telah ditemukan lebih sering pada pasien MS dibandingkan dengan subjek yang terkontrol. Adanya antigen in imungkin berkaitan dengan defisiensi pertahanan

imunologis dalam melawan infeksi virus. Apa yang kelihatannya tertentu adalah bahwa timbul respon sistem imun terhadap peradangan yang abnormal dan mempercepat destruksi mielin yang khas. Penyakt tersebeut bervariasi dalam klinis, radiologis, dan temuan patologis sehingga penyebabnya bersifat multifaktorial dengan berbagai faktor genetik dan lingkungan yang berperan dalam berkembangnya MS. Penemuan penyebab tunggal yang dapat dipercaya dan terdapat pada kasus telah membuat frustasi usaha keras selama ini. Bukti terbaru ini mendukung mekanisme etiologi berikut ini : toksin-toksin langsung (termasuk agen-agen biologis), mekanisme imun yang diperantarai humoral dan diperantarai sel, serta oligodendrogliopati primer yang mengakibatkan demielisasi dan cedera akson. Beberapa keadaan yang biasanya dianggap sebagai faktor pencetus adalah kehamilan, infeksi (khususnya dengan demam), stress emosional, dan cedera. Penyembuhan sempurna biasanya terjadi setelah serangan pertama. Remisi biasanya timbul dalam waktu 1 hingga 3 bulan dengan serangan yang berturut-turut. Namun pada akhirnya penyembuhan tidak terjadi secara smpurna, dan pasien diwarisi kerusakan permanen tambahan setelah serangan penyakit tersebut. Lesi MS hanya timbul pasa substansia alba SSP. Pemeriksaan autopsi memperlihatkan bahwa lesi paling menonjol terdapat dalam traktus piramidalis dan kolumna spinalis posterior, sekitar ventrikel otak, di dalam traktus dan saraf optik, pada batang otak dan pedunkulus serebellum, serta sekitar vena-vena besar. Pada vase akut, daerah yang terkena mengalami edema, meradang dan berwarna merah muda. Ukuran diameter dapat bervariasi dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Makrofag membuang daerah mielin yang berdegenerasi, dan saat fase akut mereda, gliosis akan aktif kembali. Akibat akhir adalah penciutan daerah yang mengalami demielinisasi dan disebut sebagai plak. Akson silinder dan sel tubuh tidak rusak, walaupun bekas luka tersebut dapat merusak serat akson yang ada dibawahnya sehingga hantaran serabut saraf menjadi terganggu. Gejala MS disebabkan demielinisasi yang menjadi ireversibel sesuai dengan makin memburuknya penyakit. Gambaran Klinik Leis menentukan manifestasi klinis MS. Kombinasi gejala dan tanda yang terjadi, antara lain : Gangguan sensorik. Derajat parastesia (rasa baal,rasa geli, perasaan mati, rasa sakit yang dirasakan saat akan pulih dari rasa baal (pins and needles) ) bervariasi dari satu hari ke hari lainnya. Bila terdapat lesi pada kolumna posterior medula spinalis servikalis, fleksi pada leher menyebabkan sensasi syok yang menuruni spinalis. Gangguan proprioseptif seringkali meningkatkan ataksia sensoris dan inkoordinasi lengan. Sensasi getar seringkali terbatas. Gagguan sensoris tidak bisa diperlihatkan secara objektif sehingga gejala-gejala ini dapat dianggap berkaitan dengan gangguan histerikal Keluhan visual. Banyak pasien mengalami masalah visual sebagai gejala awal. Sering dilaporkan adanya diplopia, pandangan buran, distorsi warna merah-hijau, dan lapangan pandang abnormal dnegan bintik buta (skotoma) pada satu atau dua mata. Penglihatan dapat

hilang sepenuhnya pada satu mata dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Neurutis optikus merupakan dasar dari gangguan penglihatan ini. Keluhan lain yang sering diungkapkan adalah diplopia akibat lesi batang otak yang mengenai jaras serabut atau nukleus dari otot ekstraokular dan nistagmus. Kelemahan spastik pada ekstremitas. Sering dikeluhkan kelemahan ekstremitas pada sisi tubuh atau kelemahan dengan distribusi asimetris pada keempat ekstremitas. Pasien mengeluh kelelahan dan tasa berat di satu utngkai secara sadar menyeret kaki itu dan memiliki kotrol buruk. Pasien dapat mengeluh tungkainya melompat secara spontan, khususnya saat ditempat tidur. Spastisitas lebuh jelas jika dibarengi dengan spasme otot yang nyeri. Refleks tendodn dapat menjadi hiperaktif dan tidak terdapat refleks abdomen; respon plantaris adalah ekstensor (tanda Babinski). Tanda-tanda tersebut mengindikasikan keterlibaran jaras kortikospinalis. Tanda serebellum. Nistagmus (bola mata bergoyang cepat ke arah horizontal atau vertikal) dan ataksia serebellum adalah gejala lazim lain yang mengindikasikan keterlibatan traktus serebelum dan kortikospinalis. Gerakan voluntar yang terkordinasi, tremor intensional, gangguan keseimbangan, dan disartria (pengamatan bicara dengan kata-kata yang terpisah ke dalam suku kata dan berhenti di antara suku kata) adalah tanda dai ataksia serebelum. Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis seringkali menyebabkan gangguan mengontrolan sfingter; hesitansi, urgensi (tidak dapat menahan kencing), dan sering berkemih lazim terjadi dan mengindikasikan adanya kapasitas spastik kandung kemih. Juga terjadi retensi akut dan inkontinensia. Gangguan suasana hati. Banyak pasien mengalami euforiaperasaan gembira yang tidak sewajarnya. Perasaan ini diyakini akibat keterlibatan substansia alba lobus frontalis. Tanda lain dari gagguan otak adalah hilangnya memori dan demensia.

Diagnosis, Prognosis, dan Pengobatan Tidak ada satu pemeriksaan atau gejala yang menyakinkan diagnosis MS. Diagnosis MS biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat episode neurologis yang tidak dapat dihubungkan dengan lesi tunggal SSP dan ditandai dengan remisi dan penyakit berulang. Kadang-kadang plak dapat terlihat dengan MRI. Penggunaan agen kontras gadolinium dapat membantu membedakan antara plak baru dan lama. Spektroskopi resonansi magnetik (magnetik resonsnce spectroscopy, MRS), yaitu alat baru yang dapat membuktikan kegunaannya dalam memperlihatkan informasi perubahan biokimia dalam otak lebih dini daripada perubahan anatomi yang terlihat kemudian. Analisis CSF juga dapat membantu : MS seringkali disertai dengan peningkatan leukosit dan protein (khusunya mielin berdasar protein dan antibodi imunoglobulin G). Prosedur laboratorium yang disebut elektroforesis yang memisahkan dan menggambarkan protein ini, seringkali mengidentifikasi adanya pola khusus dalam MS yang disebut puta oligoklonal.

Perkembangan MS sangat bervariasi. Gambaran klasik dan tersering adalah salah satu relaps intermiten yang diikuti oleh lebih banyak atau sedikit remisi yang lengkap. Remisi kurang lengkap dengan eksaserbasi berikutnya, seningga dalam waktu 10 hingga 20 tahun pasien lumpuh secara nyata. Keadaan ini disebut remisi MS (relapsing-remitting, RR) yang berulang. Terdapat tiga pola MS lain yang lebih jarang terjadi. Yang pertama adalah progresif primer (primary progressive, PP) yang ditandai dengan penurunan fungsi secara bertahap dan menetap dengan tidak adanya periode remisi yang pasti. Mungkin terdapat masa plateau sementara yaitu saat keadaan pasien tetap stabil. Alternatif kedua dari pola penyakit adalah MS progresif sekunder (secondary progressive, SP). Pasien mengalami pola RR, diikuti dengan rangkaian PP lebih cepat. Pola yang paling jarang terlihat adalah suatu bentuk agresif yang disebut MS progresif berulang (progressive-relapsing, PR). Penyakit tersebut cepat memburuk dengan serangan akut intermitten yang menyebabkan hilangnya fungsi secara cepat dan berat tanpa remisi. Tiga pola yang lebih jarang gterjadi ini hanya dapat dibedakan menurut waktu. PP, SP dan PR seringkali dimasukkan dalam kategori yang disebut MS progresif kronik. Pengobatan MS bersifat simtomatik. Pasien beristirahat selama masa relaps akut, namun begitu istirahat total harus dihindari. Hormon adrenokortikotropik atau glikokortikoid digunakan selama fase akut untuk mempercepat remisi. Manfaat terapi obat sulit dievaluasi karena sifat alami episodik penyakit dan kemungkinan bersifat nonspesifik atau berdasarkan pada kerja antiinflamasi obat tersebut. Agen imunosupresif dan plasmaparesis telah dilaporkan berguna dalam menstabilkan keadaan pasien dan memperlambat perburukan. Pasien mengalami perubahan dalam semua fungsi : penglihatan, mobilitas dan koordinasi, nutrisi, eliminasi, dan komunikasi. Perawatan pasien MS membutuhkan pendekatan tim perawatan kesehatan menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai