Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK CLINICAL GOVERNANCE

TATA KELOLA KLINIK SEBAGAI STRATEGI PADA ORGANISASI - MANAJEMEN RUMAH SAKIT

KELOMPOK :

ROSELYNE TOBING MIRNAWATY EDWARD NANGOY

1006746256 1006766711 1006799565

PROGRAM PASCASARJANA KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2011-

PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu badan yang bergerak dalam bidang kesehatan dan sangat berperan penting bagi terciptanya mutu hidup dan lingkungan hidup bagi masyarakat, sehingga tercipta derajat kesehatan yang tinggi baik bagi kesehatan badaniah, rohaniah, maupun sosial. Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Menurut WHO rumah sakit merupakan suatu organisasi sosial terintegrasi yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap bagi masyarakat. Pelayanan tersebut dapat berupa pelayanan kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif. Bisnis utama RS adalah pelayanan klinik (pelayanan medis, keperawatan dan penunjang medik). Karena itu penting untuk menjaga mutu / kualitas layanan yang menjadi indikator penting dalam menilai baik buruknya rumah sakit. Diperlukan manajemen mutu pelayanan klinik yang merupakan salah satu pilar clinical governance. Latar Belakang Perlunya Tata Kelola bagi Rumah Sakit Rumah sakit sebagai Lembaga usaha non for profit (atau di beberapa referensi lain disebut sebagai non profit) secara umum dapat digambarkan sebagai organisasi yang bertujuan lebih kepada memberikan pelayanan pada publik dibandingkan dengan mengumpulkan keuntungan bagi para pemiliknya. Ini yang membedakan lembaga usaha non for profit dengan organisasi yang bertujuan mengumpulkan laba. Bisnis bagi lembaga usaha non for profit adalah upaya atau aktivitas untuk memuaskan pengguna. Meskipun bukan semata bertujuan untuk mengumpulkan keuntungan (finansial), lembaga non for profit pun perlu menerapkan tata kelola yang baik. Hasil analisis di banyak negara oleh berbagai organisasi internasional, sebab utama terjadinya tragedi ini diyakini muncul karena lemahnya Tata Kelola atau kegagalan penerapan Tata Kelola yang baik. Penyebab tersebut diantaranya, sistem hukum yang tidak jelas, standar pelayanan dan audit yang tidak konsisten, pandangan pelaksana pelayanan kesehatan dan pemilik rumah sakit yang kurang peduli terhadap hak-hak pasien dan berbagai hal lainnya. Secara mendasar disebutkan bahwa kegagalan organisasi pelayanan publik tersebut disebabkan oleh kegagalan strategi, praktek yang disebabkan karena lemahnya pengawasan terutama oleh pihak yang berwenang.
2

Tujuan utama dari pengelolaan organisasi layanan kesehatan yang baik adalah untuk memberikan perlindungan yang memadai dan perlakuan yang adil kepada para pengguna jasa layanan dan stakeholder melalui peningkatan nilai lembaga secara maksimal.

PENJELASAN / PEMBAHASAN Perbedaan antara organisasi Rumah Sakit dan organisasi lainnya merupakan hal yang penting dalam memahami bagaimana pengelolaan rumah sakit dan fenomena2 yang terjadi di dalamnya. Faktor-fakor yang membedakannya antara lain adalah : a) sulitnya mendefinisikan dan mengukur produk rumah sakit, b) sering adanya struktur otoritas ganda yang menimbulkan konflik, c) dokter sibuk dengan pekerjaannya sendiri dan bukan dengan organisasi; d) tingginya variabilitas dan kompleksitas pekerjaan, sehingga bergantung pada berbagai kelompok profesional yang sangat khusus; e) penekanan pada teknologi yang dinamis , yang sektor dasarnya tenaga kerja intensif; f) inovasi teknologi yg banyak menuntut sosialisasi layanan baru daripada kebutuhanan akan staf baru untuk membantu terjadinya perubahan dalam cara menyediakan layanan yang diberikan; g) produktivitas kerja yang tergantung pada kombinasi berbagai jenis profesional; h) staf dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, khususnya dokter, dituntut untuk dapat mengerjakan pengelolaan administrasi dan kepemimpinan , regulasi dan pengawasan; i) tanggung jawab tambahan kepada para staf, untuk memenuhi standar; j) di beberapa area, ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki efek meningkatkan produktivitas dari proses kerja, tetapi terbatas pada beberapa proses terapi dan diagnostik (Rodrigues Filho, 1990). Hanya organisasi kesehatan yang memiliki semua karakteristik ini, sehingga memberikan tantangan bagaimana untuk mengintegrasikan organisasi secara keseluruhan agar menghasilkan kinerja dan performance yang baik dari rumah sakit seperti yang diharapkan

Gambar1. Rantai nilai di rumah sakit

Gambaran rantai nilai di atas adalah semua hal yang mempengaruhi aktivitas di dalam rumah sakit yang pada akhirnya memberikan nilai kepada rumah sakit itu sendiri. Budaya organisasi merupakan konsep penting untuk mengelola rumah sakit sehingga organisasi kesehatan dapat menentukan identitasnya. , dan memungkinkan terciptanya komunikasi yang efisien diantara anggotanya sehingga dapat berkontribusi terhadap kinerja organisasi. Budaya Rumah Sakit juga merupakan elemen strategi dalam mengelola rumah sakit karena berhubungan dengan pengembangan proses di rumah sakit dan dengan kekuasaan serta berbagai kepentingan dalam organisasi. Pada tahun 1999 Buetlow dan Rowland mengatakan: Clinical governance bertujuan untuk bersama-sama membawa manajerial, organisasi, dan pendekatan klinis untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam implementasinya Clinical Governance atau tata kelola klinik RS di Indonesia didasarkan pada : UU 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit Pasal 36: Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik Permenkes 755 tahun 2011, tentang Penyelenggaraan Komite Medik di RS Kredensial, Mutu Profesi, Etika dan Disiplin Standar Akreditasi KARS (2012) Kelompok Standar Berfokus pada Pasien dan Kelompok Standar Manajemen RS

Gambar 2 . Rantai Efek dalam Peningkatan Kualitas layanan kesehatan Definisi Cinical Governance atau Tata Kelola Kinik Pelayanan klinis merupakan core business dari rumahsakit yang perlu mendapat perhatian khusus terutama yang menyangkut dengan keselamatan pasien dan profesionalisme dalam pelayanan. Untuk pengembangan sistem pelayanan klinis dilakukan melalui penerapan good clinical governance. Konsep clinical governance yang dikembangkan oleh National Health System, Inggris yang didefinisikan sebagai: A framework through which NHS organizations are accountable for continuously improving the quality of their services, and safeguarding high standards of care by creating an environment in which excellence in clinical care can flourish ternyata menunjukkan perbaikan mutu pelayanan klinis yang signifikan. Sedang menurut ACHS (Australian Council and Healthcare Standard, 2004) Clinical Governance adalah, the system by which the governing body, managers and clinicians share responsibility and are held accountable for patient care, minimising risks to consumers and for continuously monitoring and improving the quality of clinical care. Konsep tersebut diadopsi di Indonesia untuk peningkatan mutu pelayanan klinis di rumahsakit dan menjamin keselamatan pasien, yang diharapkan menjadi kerangka kerja dalam meningkatan mutu pelayanan klinis di rumahsakit. Adapun tujuan akhir diterapkannya good clinical governance adalah untuk
5

menjaga agar pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit dapat terselenggara dengan baik berdasarkan standar pelayanan yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang memiliki tingkat profesionalisme tinggi. Dengan demikian pada gilirannya akan mendukung dalam upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan melalui upaya klinik yang maksimal dengan biaya yang paling costeffective.

Konsep dasar dan strategi pencapaian

Konsep dasar good clinical governance adalah: 1. Akuntabilitas (pertanggung jawaban) pelayanan klinis yang diberikan, 2.Perbaikan mutu pelayanan klinis yang berkesinambungan, 3.Penerapan standar pelayanan klinis secara optimal, dan 4.Menciptakan lingkungan pelayanan yang mendukung pelayanan klinis yang bermutu. Tiga elemen utama yang berperan dalam strategi peningkatan mutu dalam kerangka clinical governance, adalah: 1. Standar kualitas nasional 2. Mekanisme untuk menjamin terselenggaranya pelayanaan klinis yang berkualitas 3. Sistem-sistem yang secara efektif dapat memantau pelaksanaan pelayanan kesehatan yang bermutu. Dalam pelaksanaan clinical governance, didasarkan pada empat pilar utama, yang perlu dioperasionalkan dalam bentuk kegiatan nyata yaitu: 1. Nilai pelanggan (customer value): pasien sebagai focus utama pelayanan klinis ( it is all about patient), Pasien dilibatkan bahkan diberdayakan dalam proses penyediaan pelayanan klinis, bahkan dalam pengembangan sistem manajemen klinis Outcome yang diharapkan: Peningkatan pemahaman dan ketanggapan terhadap persyaratan pelanggan Peningkatan pengetahuan dan partisipasi pasien dan pelanggan dalam pelayanan kesehatan Peningkatan kepercayaan pelanggan Peningkatan outcome pasien Dalam hal ini dibutuhkan peran manajer klinik manajer klinik dengan
6

kemampuan : Mampu mengidentifikasi persyaratan pelanggan dalam pelayanan klinik Mampu melibatkan pasien/pelanggan dalam proses pelayanan klinik Mampu mengukur dan meningkatkan kepercayaan pelanggan Mampu mengelola dan meningkatkan kinerja pelayanan klinik yang terkait dengan outcome pasien 2. Peningkatan dan pengukuran kinerja pelayanan klinis: Outcome yang diharapkan: Pengembangan clinical care pathways yang disetujui bersama berdasarkan evidence-based clinical practices Peningkatan kepatuhan terhadap standar dan penurunan terjadinya variasi pelayanan klnik Peningkatan kinerja klinik (patient outcomes) Penurunan biaya pelayanan kesehatan karena upaya pencegahan terjadinya adverse events Dalam hal ini dibutuhkan peran manajer klinik manajer klinik dengan kemampuan : Mampu menyusun clinical guideline/pathways berdasarkan EBM Mampu mengukur dan meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap standar Mampu mengelola dan meningkatkan kinerja pelayanan klinik Mampu mengkaitkan upaya peningkatan mutu pelayanan klinik dengan efisiensi biaya 3. Manjemen risiko klinis: sebagai upaya untuk meminimalkan risiko klinis dan keselamatan pasien, maka manajemen risiko klinis perlu diterapkan melalui langkahlangkah: identifikasi risiko, analisis risiko, dan tindak lanjut terhadap risiko. Outcome yang diharapkan: Peningkatan pemantauan dan pelaporan terjadinya incident dan adverse events Peningkatan pelaksanaan investigasi dari clinical incidents dan adverse events Perbaikan proses manajemen resiko Penurunan angka kejadian dan tingkat keparahan adverse events Dalam hal ini dibutuhkan peran manajer klinik manajer klinik dengan
7

kemampuan : Mampu melakukan proses kredensial Mampu menyusun rencana pengembangan profesional dan identifikasi pelatihan keterampilan Mampu mengelola dan meningkatkan kinerja Mampu mengelola dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan 4. Manajemen dan Pengembangan tenaga profesional: Pelayanan klinis yang bermutu dan menjamin keselamatan pasien harus diberikan oleh tenaga-tenaga yang kompeten dalam bidangnya. Outcome yang diharapkan: Perbaikan proses kredensial Perbaikan pengembangan profesional dan pelatihan keterampilan Perbaikan manajemen kinerja Peningkatan kepuasan kerja karyawan Dalam hal ini dibutuhkan peran manajer klinik manajer klinik dengan kemampuan : Mampu melakukan proses kredensial Mampu menyusun rencana pengembangan profesional dan identifikasi pelatihan keterampilan Mampu mengelola dan meningkatkan kinerja Mampu mengelola dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan

Upaya peningkatan mutu klinis yang dalam penerapannya melalui pengembangan kegiatan berdasarkan ke-empat pilar clinical governance harus dituangkan dalam dokumen pola tata kelola rumah sakit sehingga akan menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan perbaikan mutu dan jaminan keselamatan pasien Prinsip-prinsip tata kelola klinis adalah: Akuntabilitas program yang komprehensif dari sistem peningkatan kualitas (termasuk audit klinis, mendukung dan menerapkan praktek berbasis bukti, menerapkan standar klinis dan pedoman, perencanaan tenaga kerja dan pengembangan) kebijakan yang jelas bertujuan untuk mengelola risiko, identifikasi dan memperbaiki kinerja profesional yang buruk, dan pemantauan perawatan klinis yang terintegrasi
8

Peran Serta Pemerintah dalam implementasi Clinical Governance

Gambar 3. Peran Serta Pemerintah Setiap sistem pendukung dalam tata kelola klinis harus berperan di dalam sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan meliputi keuangan dan fungsi korporasi lainnya. Tata kelola klinis terjadi dalam konteks yang lebih luas dimana peran pemerintah termasuk pengaturan arah strategis, mengelola risiko, meningkatkan kinerja dan memastikan kepatuhan dengan persyaratan (Gambar 3). Tata kelola sebuah organisasi membutuhkan program dan proses review sehingga menghasilkan perbaikan internal pada setiap tingkat organisasi. Pada akhirnya, organisasi pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk kualitas dan keamanan pelayanan klinis kepada Menteri Kesehatan, dan melalui Menteri yang bertindak atas nama mereka, bertanggung jawab ke masyarakat pengguna. Pada tingkat akuntabilitas pelayanan klinis, untuk kualitas layanan dibagi peran dan tanggung jawab antara anggota tim pelayanan kesehatan yang sifatnya multidisipliner . Contoh bentuk penerapan tatakelola klinik sebagai strategi pada organisasi manajemen Rumah Sakit
9

Laporan berkelanjutan Laporan keberlanjutan adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. Laporan Keberlanjutan merupakan sebuah istilah umum untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial (misalnya triple bottom line, laporan pertanggungjawaban perusahaan, dan lain sebagainya). Sebuah laporan keberlanjutan harus menyediakan gambaran yang berimbang dan masuk akal dari kinerja keberlanjutan sebuah organisasi baik kontribusi yang positif maupun negatif. Laporan Keberlanjutan yang disusun berdasarkan Kerangka Pelaporan GRI mengungkapkan keluaran dan hasil yang terjadi dalam suatu periode laporan tertentu dalam konteks komitmen organisasi, strategi, dan pendekatan manajemennya. Laporan dapat digunakan untuk tujuan berikut, di antaranya: Patok banding dan pengukuran kinerja keberlanjutan yang menghormati hukum, norma, kode, standar kinerja, dan inisiatif sukarela; Menunjukkan bagaimana organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh harapannya mengenai pembangunan berkelanjutan; dan Membandingkan kinerja dalam sebuah organisasi dan di antara berbagai organisasi dalam waktu tertentu. Gbr.5 : Kerangka pelaporan menurut Global Reporting Initiative

Panduan Pembuatan Laporan Berkelanjutan terdiri atas Prinsip-prinsip Pelaporan, Panduan Pelaporan dan Standar Pengungkapan (termasuk di dalamnya Indikator Kinerja) Elemen-elemen ini dipertimbangkan memiliki bobot dan kepentingan yang sama.

10

Setiap Prinsip Pelaporan mengandung definisi, penjelasan, dan seperangkat Alat Penguji untuk memandu dalam penggunaan Prinsip. Alat Penguji ditujukan sebagai perangkat diagnosis dan bukan sebagai item pengungkapan khusus yang berbeda dengan laporan. Prinsip-prinsip ini harus digunakan bersama dengan Panduan yang menetapkan isi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dengan adanya budaya Rumah sakit yang menerapkan tata kelola klinik akan meningkatkan kinerja dan performa rumah sakit yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan di Rumah sakit. Diperlukan Kompetensi manajer klinik untuk melaksanakan kebijakan dan prosedur Diperlukan Komitmen manajemen RS dengan menetapkan kebijakan dan prosedur pelaksanaan clinical governance Diperlukan dorongan dari pihak eksternal (regulator RS) seperti Kementrian Kesehatan , PERSI dll dalam implementasi Clinical Governance dengan menerbitkan standar dan pedoman

LESSON LEARNED Pembelajaran yang diperoleh dari topik ini adalah bahwa budaya organisasi berupa tata kelola klinik sangat diperlukan dalam mendukung pengelolaan Rumah Sakit agar didapatkan hasil yang maksimal baik bagi masyarakat pengguna jasa layanan maupun bagi organisasi rumah sakit itu sendiri dan juga pemerintah

DAFTAR PUSTAKA
1. Eloi Martin Senhoras in Culture in Hospital Organizations and

Cultural Policies for Coordinating Communication and Learning


2. Clinical Governance Strategy 2009-2012.

3. Governance of the Health System 4. Health system metrics 5. Implementasi Clinical Governance dalam performance management dan leadership
11

6. Victorian clinical governance policy framework a guidebook 7. Pedoman laporan berkelanjutan GRI. 2006

12

Anda mungkin juga menyukai