Anda di halaman 1dari 8

Universa Medicina

Vol.24 No.4

Pengaruh suplementasi zat besi satu dan dua kali per minggu terhadap kadar hemoglobin pada siswi yang menderita anemia
Sandra Fikawati*, Ahmad Syafiq*, Sri Nurjuaida**
*Lintas Departemen Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Kesehatan Masyarakat UI **Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Tangerang, Jawa Barat

ABSTRAK
Kelompok remaja putri merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap anemia padahal mereka merupakan sumber daya manusia yang harus dilindungi karena potensinya yang sangat besar dalam upaya pembangunan kualitas bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh suplementasi TTD satu kali per minggu dan dua kali per minggu terhadap kenaikan kadar hemoglobin (Hb) siswi penderita anemia yang sudah menstruasi di SLTP Kota Tangerang. Disain penelitian adalah non-blinded randomized experiment. Subyek penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan suplementasi TTD satu kali per minggu (40 orang) dan dua kali per minggu (38 orang). Pemberian suplementasi TTD diminum di depan peneliti diberikan selama 11 minggu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan kenaikan kadar Hb yang bermakna antara kedua kelompok intervensi tersebut (p=0,31). Rata-rata kenaikan kadar Hb siswi yang diberikan suplementasi 1 kali per minggu adalah sebesar 2,20 g/dl sedangkan yang diberikan suplementasi 2 kali per minggu sebesar 2,28 g/dl. Dengan demikian intervensi pemberian suplementasi zat besi, disertai dengan memonitor konsumsi TTD, dapat diberikan cukup satu kali per minggu karena hasilnya terhadap kenaikan kadar Hb tidak berbeda dengan pemberian suplementasi TTD dua kali per minggu . Kata kunci : Zat besi, defisiensi, suplementasi, anemia, remaja

Effect of once and twice weekly of iron supplementation on hemoglobin level among students with anemia
ABSTRACT
Despite their importance as potential human resource, female teenager is recognized as a group that prone to iron-deficient anemia. This study aims to investigate difference in hemoglobin level increments between those who received once per week iron supplementation and twice per week supplementation among anemic students in SLTP Kota Tangerang. Design of this study is non-blinded-randomized experiment. Subjects were randomized into two groups, once per week supplementation group (40 subjects) and twice per week supplementation group (38 subjects). Supplementation of iron tablet was given for a consecutive 11 weeks. The study shows no difference found in the increment of the two groups (p=0,31). Mean hemoglobin increment in once per week group was 2.20 g/dl while in the twice per week group the increment was 2.28 g/dl. The study results was in favor of strictly monitored iron supplementation once per week since it provide similar increments in hemoglobin level compared to twice per week supplementation. Keywords: Iron, deficiency, supplementation, anemia, adolescent

167

Fikawati, Syafiq, Nurjaida

Suplementasi zat besi satu dan dua kali

PENDAHULUAN Populasi remaja di Indonesia mencapai 20% dari total populasi penduduk Indonesia yaitu sekitar 30 juta jiwa. (1) World Health Organization (2) menyebutkan bahwa banyak masalah gizi pada remaja masih terabaikan disebabkan karena masih banyaknya faktorfaktor yang belum diketahui, padahal remaja merupakan sumber daya manusia Indonesia yang harus dilindungi karena potensinya yang sangat besar dalam upaya pembangunan kualitas bangsa. Anemia akibat kekurangan zat gizi besi (Fe) merupakan salah satu masalah gizi utama di Asia termasuk di Indonesia. Pada anak usia sekolah, prevalensi anemia tertinggi ditemukan di Asia Tenggara dengan perkiraan s e k i t a r 6 0 % a n a k m e n g a l a m i a n e m i a . (3) Laporan berbagai studi di Indonesia memperlihatkan masih tingginya prevalensi anemia gizi pada remaja putri yang berkisar antara 20-50%. Survei yang dilakukan oleh Gross et al (4) di Jakarta dan Yogyakarta melaporkan prevalensi anemia pada remaja s e b e s a r 2 1 , 1 % . P e n e l i t i a n B u d i m a n (5) menyebutkan dari sejumlah 545 orang sampel siswi SLTA di Kabupaten dan Kotamadya Sukabumi, Cirebon dan Tangerang Propinsi Jawa Barat sebanyak 40,4%-nya menderita anemia. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 melaporkan 28,3% anak dan remaja dalam kelompok umur 5-14 tahun menderita anemia. (6) Penelitian Hamid (7) di Padang, Sumatera Barat mendapatkan angka prevalensi anemia pada siswi SLTA sebesar 2 9 , 2 % . P e n e l i t i a n F e b r u h a r t a n t y e t a l (8) terhadap 137 siswi SLTP di Kupang, Nusa Te n g g a r a Ti m u r m e n d a p a t k a n a n g k a prevalensi anemia sebesar 49,6%. Berbagai studi menunjukkan dampak negatif dari anemia akibat kekurangan zat gizi besi terhadap pertumbuhan dan 168

perkembangan anak dan remaja. (9,10) Anemia pada anak menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tidak optimal dan menurunkan prestasi belajar karena rasa cepat lelah, kehilangan gairah dan tidak dapat berkonsentrasi. (6) Sedangkan pada remaja penderita anemia, sebagai calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa, anemia akan menyebabkan tingginya risiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang mempunyai kualitas hidup yang tidak optimal. (9,10) Melihat dampak anemia yang sangat besar dalam menurunkan kualitas sumber daya manusia, maka sebaiknya penanggulangan anemia perlu dilakukan sejak dini, sebelum remaja putri menjadi ibu hamil, agar kondisi fisik remaja putri tersebut telah siap menjadi ibu yang sehat. (11) Remaja putri termasuk kelompok yang rawan terhadap anemia, hal ini disebabkan karena kebutuhan Fe pada wanita 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Wanita mengalami menstruasi setiap bulannya yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam jumlah cukup banyak, juga kebutuhan Fe meningkat karena untuk pertumbuhan fisik, mental dan intelektual, dan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber Fe yang mudah d i s e r a p . (6,12) K e l o m p o k r e m a j a p u t r i mempunyai risiko paling tinggi untuk menderita anemia karena pada masa itu terjadi peningkatan kebutuhan Fe. Peningkatan kebutuhan ini terutama disebabkan karena pertumbuhan pesat yang sedang dialami dan terjadinya kehilangan darah akibat menstruasi. (9) Kelompok ini juga memiliki kebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan berisiko seperti fast food, snack dan soft drink (13,14) dan tingginya keinginan mereka untuk berdiet agar tampak langsing (15) yang mempengaruhi asupan zat gizi termasuk sumber Fe yang adekuat.

Universa Medicina

Vol.24 No.4

Strategi untuk mengatasi masalah anemia pada remaja putri adalah dengan perbaikan kebiasaan makan, fortifikasi makanan dan pemberian suplementasi Fe. Mengubah pola makan dan fortifikasi makanan merupakan strategi jangka panjang yang penting namun tidak dapat diharapkan dapat berhasil dengan c e p a t . (16) C a r a l a i n a d a l a h d e n g a n memberikan suplementasi Fe melalui pemberian tablet tambah darah (TTD). Untuk pencegahan dan pengobatan anemia, suplementasi TTD merupakan cara yang efisien karena mudah didapat, efeknya cepat terlihat, dan harganya relatif murah sehingga terjangkau oleh masyarakat luas. Brabin and B r a b i n (17) m e r e k o m e n d a s i k a n p r o g r a m pencegahan anemia dengan suplementasi Fe lebih banyak ditargetkan kepada remaja putri dari pada anak-anak, wanita dewasa atau ibu hamil karena pemberian suplementasi kepada remaja putri akan memberi dampak yang lebih besar pada kesehatan reproduksi dan keberhasilan proses reproduksi dibandingkan dengan suplementasi selama masa hamil saja. Remaja putri merupakan calon ibu yang harus sehat dan tidak anemia, untuk dapat melahirkan bayi yang sehat. Berbagai studi intervensi menunjukkan bahwa dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian TTD berbeda-beda. (18-20) Namun demikian dibandingkan dengan dosis yang umumnya relatif hampir sama (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat), frekuensi pemberian per minggu dan lama pemberiannya masih sangat bervariasi. Departemen Kesehatan RI (15) menyebutkan dosis terapi untuk remaja putri yang anemia adalah 1 kali per hari selama satu bulan sedangkan WHO/ UNICEF dalam Gross et al. (4) menyebutkan dua kali per hari untuk waktu dua sampai dengan tiga bulan. Studi evaluasi program suplementasi Fe sirup untuk balita di Nusa Tenggara Timur menunjukkan pemberian sirup

Fe harian lebih efektif daripada mingguan dalam menurunkan prevalensi anemia balita. (21) Berbagai studi lain memperlihatkan bahwa suplementasi mingguan cukup efektif dan ekonomis dalam menurunkan prevalensi a n e m i a . (4,18) S a l a h s a t u m a s a l a h d a l a m program suplementasi adalah rendahnya k e p a t u h a n . (22-24) D a t a S u r v e i D e m o g r a f i Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20022003 pada ibu hamil menunjukkan bahwa hanya kurang dari sepertiga ibu hamil mengkonsumsi TTD sebanyak 90 tablet, sepertiga mengkonsumsi <60 tablet, dan 20% tidak mengkonsumsi sama sekali. (1) Masalah kepatuhan merupakan kendala utama suplementasi besi harian, dan karena itu alternatif suplementasi mingguan diharapkan dapat mengurangi masalah kepatuhan ini. Tetapi suplementasi mingguan menghadapi masalah dalam hal dosis Fe yang diperlukan untuk meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah agar setara dengan suplementasi harian. (24) Sebagai salah satu opsi, dengan demikian, diperlukan penelitian untuk mengetahui keefektifan suplementasi Fe dengan frekuensi di antara mingguan dan harian misalnya dua kali per minggu untuk menilai keefektifan suplementasi terhadap kadar hemoglobin (Hb). Tujuan studi ini adalah menilai pengaruh suplementasi Fe yang diberikan 2 kali per minggu dibandingkan dengan suplementasi 1 kali per minggu dalam menaikan kadar Hb siswi yang anemia. METODE P e n e l i t i a n d i l a k u k a n d i S LT P K o t a Tangerang pada Januari-April 2004. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metoda experimental randomised non blinded. Pemeriksaan kadar Hb awal dengan menggunakan metoda cyanmethemoglobin 169

Fikawati, Syafiq, Nurjaida

Suplementasi zat besi satu dan dua kali

dilakukan terhadap 254 siswi yang sudah mendapat menstruasi dan ditemukan 81 siswi (31,89%) menderita anemia. Intervensi pemberian suplementasi Fe program p e m e r i n t a h y a n g k a n d u n g a n n y a f e rro u s sulfat (60 mg Fe dan 0,25 mg asam folat) dilakukan selama 11 minggu pada 78 siswi dari 81 siswi yang anemia tersebut (sebanyak 3 orang siswi yang anemia pindah ke pesantren sehingga tidak ikut dalam intervensi). Sampel secara acak dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat intervensi suplementasi Fe satu kali per minggu dan dua kali per minggu. Monitoring pemberian Fe dilakukan dengan meminta responden untuk meminum TTD di depan peneliti. Selanjutnya pada akhir intervensi dilakukan kembali pemeriksaan kadar Hb. Uji statistik yang digunakan adalah uji t (independent-t test) untuk menguji perbedaan rata-rata kadar Hb awal studi dan kenaikan kadar Hb setelah pemberian pada kedua kelompok. HASIL Rata-rata kadar Hb awal siswi yang mendapat suplementasi satu kali per minggu sebesar 10,93 0,87 g/dl dan median 11,15 g/ dl sedangkan pada kelompok awal siswi yang mendapat suplementasi dua kali per minggu adalah 10,86 0,83 g/dl dan median 11,10 g/ dl (Tabel 1). Setelah intervensi didapatkan nilai akhir Hb kelompok suplementasi 1 kali per minggu

sebesar 13,13 1,03 g/dl dan nilai akhir Hb kelompok suplementasi 2 kali per minggu 13,30 1,10 g/dl. Hasil pemeriksaan kadar Hb akhir siswi menunjukkan bahwa pemberian suplementasi TTD baik satu kali per minggu maupun dua kali per minggu selama waktu 11 minggu dapat menaikkan kadar Hb siswi secara bermakna. Pada kelompok suplementasi satu kali per minggu didapatkan penurunan siswi yang anemia sebesar 95% (38 siswi dari 40 siswi) dan pada kelompok suplementasi dua kali per minggu didapatkan hasil penurunan jumlah siswi yang mengalami anemia sebanyak 94,7% (36 dari 38 siswi). Gambar 1 memperlihatkan perbedaan antara nilai mean kadar Hb sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. Hasil uji statistik didapatkan peningkatan kadar Hb secara bermakna pada masing-masing kelompok intervensi (p = 0,0000). Hasil uji beda kenaikan kadar Hb siswi berdasarkan kelompok suplementasi TTD menunjukkan rata-rata kenaikan kadar Hb siswi kelompok suplementasi TTD 1 kali per minggu adalah 2,20 1,39 g/dl dan rata-rata kenaikan kadar Hb siswi kelompok suplementasi 2 kali seminggu adalah 2,28 1,34 g/dl. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,31 (1-tailed) maka disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata kenaikan kadar Hb siswi yang diberi suplementasi satu kali per minggu dengan rata-rata kenaikan kadar Hb siswi yang diberi suplementasi dua kali per minggu (Gambar 2).

Tabel 1. Distribusi kadar Hb awal dan dan akhir siswi berdasarkan kelompok intervensi

170

Universa Medicina

Vol.24 No.4

Gambar 1. Distribusi rata-rata kadar Hb siswi sebelum dan sesudah intervensi

Gambar 2. Distribusi kenaikan kadar Hb siswi berdasarkan kelompok intervensi TTD 171

Fikawati, Syafiq, Nurjaida

Suplementasi zat besi satu dan dua kali

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil skrining kadar Hb terhadap 254 siswi SLTP Kota Tangerang yang telah menstruasi diperoleh gambaran bahwa 31,9% anak menderita anemia (Hb<12 g/dl) dengan rata-rata kadar Hb awal sebesar 10,9 g/dl. Hasil ini sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan hasil penelitian Budiman (5) terhadap perempuan remaja siswi S LTA d i K a b u p a t e n d a n K o t a m a d y a Sukabumi, Cirebon dan Tangerang Jawa Barat yang menujukkan prevalensi anemia sebesar 40,4% dan Saraswati et al(25) pada remaja putri SMU swasta dan negeri di Propinsi Jawa Barat dengan prevalensi anemia sebesar 42,4%. Setelah intervensi 11 minggu terlihat kenaikan rata-rata kadar Hb yang bermakna antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan dengan rata-rata kenaikan kadar Hb 2,24 g/dl. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Saidin et al(26) dengan pemberian suplementasi pil besi satu kali seminggu pada remaja putri di Bandung selama 13 minggu dengan rata-rata kenaikan kadar Hb hanya 0,39 g/dl. Hasil ini juga lebih tinggi dari penelitian Sakti et al(20) tentang pengaruh pemberian tablet besi 2 kali seminggu terhadap kadar Hb pada remaja putri SLTP di Karangawen selama 12 minggu dengan rata-rata kenaikan kadar Hb 1,08 g/ dl. Hal ini mungkin disebabkan karena pada penelitian lain rata-rata kadar Hb awal siswi lebih tinggi dan dalam penelitian yang lain TTD tidak diminum di depan peneliti. Melihat jenis intervensi yang dilakukan (suplementasi satu kali per minggu dan dua kali per minggu), ternyata kenaikan kadar Hb antara suplementasi satu kali per minggu dan dua kali per minggu tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hasil ini sesuai dengan penelitian Schultink et al (27) yang 172

menunjukkan efek suplementasi Fe dua kali per minggu sama dengan suplementasi satu kali per hari pada anak-anak pra-sekolah. Demikian pula hasil penelitian Gross et al (4) dan Ridwan et al (28) pada ibu hamil ternyata pemberian suplementasi Fe dosis mingguan lebih efektif dan ekonomis dibandingkan dengan suplementasi dosis harian. Hasil studi melaporkan bahwa suplementasi Fe satu kali dalam seminggu pada manusia efisien karena sesuai dengan siklus pembaharuan sel-sel mukosa usus manusia yang terjadi setiap 5 hari. (18) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari segi efektifitas yang diukur melalui kenaikan kadar Hb, suplementasi mingguan (satu kali per minggu) ternyata sama efektifnya dengan suplementasi dua kali per minggu. Dari segi kepatuhan pemberian cenderung meningkatkan kepatuhan dan dengan demikian diharapkan tingkat kepatuhan suplementasi satu kali per minggu lebih tinggi dari suplementasi dua kali per minggu meskipun dalam penelitian ini kepatuhan merupakan variabel yang dikontrol sehingga tidak dapat dilihat perbedaan tingkat kepatuhan antara dua kelompok suplementasi tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Prevalensi anemia pada siswi yang sudah mendapat menstruasi adalah 31,89%. Suplementasi TTD satu kali per minggu yang disertai monitoring konsumsi TTD mampu meningkatkan kadar Hb pada siswi yang menderita anemia. Disarankan melakukan p emeriksaan

kadar Hb pada siswi yang sudah mendapat menstruasi untuk seleksi/skrining program suplementasi TTD. Pemberian TTD diminum
dengan pengawasan baik oleh guru atau petugas kesehatan di sekolah.

Universa Medicina

Vol.24 No.4 13. Fomon SJ, S Zlotkin. Nutritional anemias. Nestle Nutrition Services. New York: Raven Press; 1992. Moore MC. Pedoman terapi diet dan nutrisi. Jakarta: Hipotekrates; 1997. Depkes RI. Pedoman Pemberian Tablet Besi, Folat dan Sirup Besi Bagi Petugas. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat; 1999. Angeles-Agdeppa, Imelda T. Daily versus weekly supplementation with iron, vitamin A, folic acid and vitamin C to improve iron and vitamin A status of female adolescents. Med J Indones 1997; 6: 52-69. Brabin and Brabin. Parasitic infections in women and their consequences. Am J Clin Nutr 1992; 55: 955-8. Angeles-Agdeppa I, Schultink W, Sastroamidjojo S, Gross R, and Karyadi D. Weekly micronutrient supplementation to buid iron stores in female Indonesian adolescents. Am J Clin Nutr 1997; 66: 177-83. Schultink W. Iron supplementation programmes: compliance of target groups and frequency of tablet intake. Food and Nutrition Bulletin 1996; 17: 22-6. Sakti H, Rahmawati B, Rahfiludin MZ. Pengaruh suplementasi tablet besi dan pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap, praktek tentang anemi dan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja putri. Media Medika Indonesiana 2003;38:24-30. Setiarini A. Evaluation of iron supplementation program among under-five children in East Nusa Tenggara, Indonesia (Tesis). Seameo UI: Jakarta; 1999. Fahmida U, Dillon D, Schultink W, Untoro J. Iron supplementation in women of reproductive age: the influence of distribution channels on compliance. Australian Journal of Nutrition and Dietetics 1998; 55: S 35. UNICEF and Government of Indonesia. Challenges for a New Generation. The Situaition of Children and Women in Indonesia. 2000. Bowman BA, RM Russell. Present knowledge in nutrition. 8th ed. Washington D.C.: ILSI Press; 2001. Saraswati E, Imam S. Perbedaan tingkat pengetahuan anemia remaja putri Sekolah

Daftar Pustaka
1. Statistics Indonesia, National Family Planning Board, Ministry of Health, ORC Macro. Indonesia Demographic Health Survey 20022003. Maryland: BPS and ORC Macro; 2003. WHO. Adolescent nutrition: a neglected dimension. WHO; 2003. Available at http:// www.who.int/nut/ado.htm. Accessed May, 19 2004. Tee ES. Priority nutritional concerns in Asia. Food and nutrition Bulletin 2002; 23: 345-8. Gross R, Angeles-Agdeppa I, Schultink W, Dillon D, Sastroamidjojo S. Daily versus weekly iron suplementation: programmatic and economic implications for Indonesia. Food and Nutrition Bulletin 1997; 18: 64-9. Budiman. Hubungan pengetahuan dengan status anemia pada remaja putri murid SMU dan MAN di 6 daerah tingkat II di Jawa Barat (Tesis). FKM UI: Jakarta 1999. Depkes RI. Program penanggulangan anemia gizi pada wanita usia subur (WUS). Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat; 2001. Hamid S. Peran asupan zat gizi dan faktor lain terhadap kadar hemoglobin siswi SMUN 3 Kota Padang Propinsi Sumatra Barat tahun 2001 (Tesis). FKM UI: Jakarta; 2002. Februhartanty J, Dillon D, Khusun H. Will daily iron supplementation given during menstruation improve iron status better than weekly supplementation? Asia Pacific J Clin Nutr 1992; 11: 36-41. Krummel B. Nutrition in womens health. New York: Aspen Publ; 1996. Worthington-Roberts BS, Williams SR. Nutrition throughout the life cycle. Fourth ed. McGrawHill International Editions, Health Profession Series. Singapore; 2000. Gopalan, C. Nutrition development transition in South-East Asia. WHO Regional Office for South-East Asia, New Delhi; 1994. Bergstorm E, Hernell O, Lonnerdal B, Persson LA. Sex differences in iron stores of adolescents. Iron nutrition in health and disease. In: Hallberg L, Asp NG, Libbey J, editors. Company Ltd; 1996. p. 157-63.

14. 15.

2.

3. 4.

16.

17.

5.

18.

6.

19.

7.

20.

8.

21.

9. 10.

22.

11.

23.

12.

24.

25.

173

Fikawati, Syafiq, Nurjaida Menengah Umum anemia dan non anemia di enam Dati II Propinsi Jawa Barat. Penelitian Gizi dan Makanan 1997; 20: 16-27. Saidin M, Saidin S, Supaina I, Yuniar Y, Komarudin, Muhilal. Efektivitas suplementasi pil besi satu kali per minggu dalam penanggulangan masalah anemia pada kelompok wanita remaja. Laporan Penelitian. Bogor: Puslitbang Gizi; 1997. Schultink, W, Gross R, Gliwitzki M, Karyadi D,

Suplementasi zat besi satu dan dua kali Matulessi P. Effect of daily vs twice weekly iron supplementation in Indonesian preschool children with low iron status. Am J Clin Nutr 1995; 61: 111-5. Ridwan E, Schultink W, Dillon D, Gross R. Effects of weekly iron supplementation on pregnant Indonesian women are similar to those of daily supplementation. Am J Clin Nutr 1996; 63: 884-90.

26.

28.

27.

174

Anda mungkin juga menyukai