Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN PUSTAKA

Seiring dengan meningkatnya kecemasan terhadap pengaruh penggunaan plastik (yang umumnya nonbiodegradable) terhadap lingkungan, kebutuhan plastik juga terus meningkat. Di sisi lain sumber bahan baku plastik tradisional, yakni minyak bumi, harganya semakin mahal dan ketersediaannya makin terbatas. Sebagai alternatif, masyarakat dan saintis telah beralih perhatian pada sumber alternatif yang lebih terpercaya dan ramah lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan sumber daya tumbuhan. Selama ini telah dikenal sejumlah produk pertanian yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai biopolimer pembuatan pengemas edible film yaitu kentang, rumput laut, jagung, kacang kedelai, gandum, sagu dan ubi. Umumnya senyawa utama yang dimanfaatkan adalah karbohidrat (selulosa dan pati) serta protein. Kualitas dan karakteristik produk edible film berbedabeda tergantung pada bahan baku utamanya.

A. Gadung ( Diosorea hispida Dennst )


Gadung merupakan tumbuhan perambat, berumur menahun (parenial), panjang +/- 10 m. Akar serabut, batang berkayu, silindris, membelit, berwarna hijau, bagian dalam solid, permukaan halus, beduri. Gadung memiliki daun majemuk, bertangkai, beranak daun tiga (trifoliolatus), warna hijau, panjang 20 25 cm, lebar 1 12 cm, helaian daun tipis lemas, bentuk lonjong, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, pertulangan melengkung (dichotomus), permukaan kasar (skaber), bunga majemuk, berbentuk bulir (spica), muncul dari ketiak daun

(axillaris), buah gadung berbentuk lonjong yang panjangnya +/- 1 cm (Plantamor.com, 2008).

Gambar 1 . Umbi gadung (sumber: rajakeripik.com, 2010)

Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (Berkeping satu / monomotil) : Lillidae : Liliales : Dioscoreaceae : Dioscorea

Spesies

: Dioscorea hispida Dennst Gadung merupakan salah satu tumbuhan dengan karbohidrat tinggi, yaitu

mengandung 50-79 % karbohidrat dalam berat kering (Saidi dkk,2009). Namun umbi gadung ini tidak dapat langsung dikonsumsi dalam bentuk segar tetapi harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu seperti pemanasan, perendaman di dalam air, atau beberapa proses lainnya dengan tujuan untuk detoksifikasi atau membuang kandungan metabolit sekunder gadungyang berupa dioskorina dan HCN yang bersifat mematikan yang dikandung oleh gadung (Dioscorea hispida Dennst), Dioscorine (Gambar 2.2). Senyawa ini dapat bersifat toksik pada mamalia, dan dapat menjadi insektisida. Efek yang ditimbulkan pada manusia jika terkonsumsi ini adalah

perasaan pusing dan mual hingga pingsan (Alghifari, 2011 dalam Nagata dkk, 1999).

Gambar 2.2. Rumus struktur dioscorine

Selain dioscorine, senyawa racun lainnya yaitu HCN. HCN dapat menggangu kesehatan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan kematian. HCN baru timbul saat jaringan umbi gadung dirusak. Saat jaringan rusak, dua senhyawa perkusor HCN, yaitu linamarin dan litaustralin yang terkandung didalam umbi akan kontak dengan enzim lanamarase dan udara sehingga menjadi glukosa dan sianohidrin. Sianohidrin

pada suhu kamar dan kondisi basa (pH diatas 6,8) akan terurai membentuk HCN dan aseton (Saidi dkk, 2009). Kandungan gizi umbi gadung dtunjukkan pada table 1. Tabel 1. Komposisi kimia umbi gadung (D.hispida) Komponen Air Abu Lipid Protein kasar Karbohidrat Kadar 20,50 % 21,78 % 3,00 % 2,19 % 52,53 %

Sumber : Saleha dan Nazaruddin (2004)

B. Pati
Pati merupakan hasil fotosintesis tumbuhan, dan merupakan polimer dari glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan glikosida. Ikatan glikosida ini stabil pada pH tinggi tetapi terhidrolisis pada pH rendah. Terdapat dua jenis polimer glukosa dalam pati, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer glukosa yang linier, tang dapat terdiri dari 6000 unit glukosayng terikat dengan ikatan a-1,4 glikosida. Jumlah residu glukosa ditentukan dengan nilai DP (degree of

polimeryzations). Amilosa dari pati kentang atau ubi memiliki DP = 1000-6000. Amilopektin terdiri dari glukosa rantai pendek dengan 10-60 unit ikatan a-1,4 glikosida dan memiliki rantai samping dengan ikatan a-1,6 glikosida yang terdiri

dari 15-45 unit glukosa (Alghifari, 2011 dalam Bule on et al, 1998) dan Myers et al, 2000). Pati dapat diekstraksi dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari Perendaman

ekstraksi terdiri dari perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi.

dilakukab dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Wahyu, 2009 dalam Cui, 2005).

C. Edible film
Edible packaging adalah kemasan yang dapat dimakan karena terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan seperti pati, protein, atau lemak. Jika dibuang, edible packaging dapat didegradasi melalui proses fotokimia atau dengan menggunakan mikroba penghancur (Paramawati, 2001). Edible packaging dapat dibedakan menjadi 3 jenis bentuk, yaitu : edible film, edible coating, dan enkapsulasi. Perbedaan antara edible film dan edible coating adalah pada cara pengaplikasiannya, yakni edible coating langsung dibentuk di dalam produk, berbeda dengan edible film yang pembentukannya tidak langsung dalam produk yang akan dilapisi atau dikemas. Enkapsulasi adalah edible

packaging yang berfungsi sebagai pembawa zat flavor serbuk.

Edible film didefinisikan sebagai lapisan tipis yang terdeposit pada permukaan bahan pangan dan dapat dimakan, lapisan ini tidak dapat berdiri sendiri (not-self supporting). Umumnya edible film dipakai untuk memudahkan penanganan yaitu memberikan sifat mencair saat dikunyah (melt in your mouth) dan untuk mencegah kehilangan kelembaban pada buah-buahan dan sayur. (Salman, 2010). Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan dan subtansi lain untuk mempertinggi kualitas warna, aroma, dan tekstur produk, untuk mengontrol pertumbuhan mikroba, serta untuk meningkatkan seluruh kenampakan. Asam benzoat, natrium benzoat, asam sorbet, potassium sorbet, dan asam propionate merupakan beberapa anti mikroba yang ditambahkan pada edible film untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Asam sitrat, asam askorbat, dan ester lainnya, Butylated Hydroxynisole (BHA), Buthylated Hydroxytoluen (BHT), Tertiary Butylated Hidroxyqunome (TBHQ) merupakan beberapa antioksidan tambahan pada edible film untuk meningkatkan kestabilan dan mempertahankan komposisi gizi dan warna makanan dengan mencegah oksidasi ketengikan, degradasi, dan pemudaran warna (discoloration) (Wahyu, 2009 dalam Krochta, Baldawin, dan NisperosCarriedo, 1994). Edible film dan coating dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinan penggunaannya dan jenis film yang sesuai, yang dapat dilihat pada table 2 Tabel 2. Kemungkinan pengguanaan Edible film dan Coating Penggunaan Jenis Film yang sesuai

Penggunaan Menghambat penyerapan uap air Menghambat penyerapan gas

Jenis film yang sesuai Lipida, komposit HIdrokoloid, lipida atau komposit

Menghambat penyerapan minyak dan Hidrokoloid lemak Meningkatkan kekuatan struktur atau Hidrokoloid, lipida, atau komposit memberi kemudahan penanganan Menghambat penyerapan zat-zat larut Menahan zat-zat volatile Pembawa bahan makanan tambahan Hidrokoloid, lipida, atau komposit Hidrokoloid, lipida, atau komposit Hidrokoloid, lipida, atau komposit

Sumber : Wahyu (2009) dalam Krochta et. Al. (1994). Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (seperto contoh alginate, pectin, dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein anatar lain dapat menggunakan gelatin, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang berasal dari lipida sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kllap pada produk-produk kembang gula. Film yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Wahyu, 2009 dalam Krochta et. al. 1994). Lipida yang sering digunakan sebagai edible film anatara lain lilin (wax) seperti paraffin dan carnauba, kemudian asam lemak.

Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit film dapat lapisan satu-satu (bilayer), dimana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Film gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini biasanya digunakan untik melapisi buah- buahan dan sayuran yang telah diolah. Pemilihan bahan baku utama akan sangat bergantung pada penggunaan edible film karena masing-masing bahan baku memberikan karakteristik produk edible film yang berbeda (Steinbutchel, 2004).

D. Plasticizer
Plasticizer adalah cairan (padatan) yang mempunyai titik didih tinggi, plasticizer bisanya digunakan sebagai bahan di dalam pembuatan pernis dan plastik tertentu. Penambahan plasticizer dilakukan untuk menghasilkan edible film yang lebih fleksibel dan tidak mudah rapuh (Salman, 2010 dalam Indrasti dkk, 199) Menurut Sariyusriati (2008), plasticizer memiliki beberapa kemampuan yang meliputi kemampuan terhadap panas (heat resistance), ketahanan terhadap temperatur rendah (low temperature resistance), ketahanan terhadap cuaca (weathering resistance), sifat insulasi (insulation properties), dan ketahanan terhadap minyak (oil resistance). Plasticizer juga dapat mencegah keretakan film selama penanganan dan penyimpanan plasticizer yang paling umum digunakan adalah poliol seperti sorbitol dan gliserol (Gontard dkk, 2004). Sorbitol yang dikenal juga sebagai glusitol, adalah suatu gula alkohol yang dimetabolisme lambat dalam tubuh. Sorbitol diperoleh dari reduksi glukosa,

mengubah gugus aldehid menjadi gugus hidroksil, sehingga dinamakan gula alkohol. Sorbitol digunakan sebagai pemanis buatan pada produk permen bebas gula dan sirup obat batuk. Zat ini juga dikenal sebagai pemanis yang memiliki nilai gizi karena mengandung energi sebanyak 2,6 kkal pergram (apoteker, 2011).

E. Karakteristik Edible film


Karakteristik mekanik suatu film kemasan terdiri dari : kuat tarik (tensile strength), kuat tusuk (puncture strength), persen pemanjangan (elongation to break) dan elastisitas (elastic/young modulus). Paramter-parameter tersebut dapat

menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan dengan struktur kimianya. Selain itu, juga menunjukkan indikasi integrasi film pada kondisi tekanan (stress) yang terjadi selama proses pembentukan film (Laief, 2001). Kuat tarik adalah gaya tarik meksimum yang dapat ditahan oleh film selama pengukuran berlangsung. Kuat tarik dipengaruhi oleh plastcizer yang ditambahkan dalam proses pembuatan folm. Sedangkan kuat tusuk menggambarkan tusukan

maksimum yang dapat ditahan oleh film. Film dengan struktur yang kaku akan menghasilkan nilai kuat tusuk yang tinggi atau tahan terhadap tusukan. Adapun persen pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum film sebelum terputus. Berlawanan dengan itu, elastisitas akan semakin menurun jika seiring Elastisitas merupakan ukuran dari

dengan meningkatnya Plasticizer dalam film. kekuatan film yang dihasilkan (latief, 2001).

Kuat tarik (Kgf/mm2) = Nilai tensile sampel / Luas sampel

Latief (2001) menjelaskan bahwa permeabilitas suatu film kemasan adalh kemampuan melewatkan partikel gas dan uap air pada suatu unit luasan bahan pada suatu kondisi tertentu. Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia polimer dan struktur dasar polimer. Umumnya nilai permeabilitas film

kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk yang dikemas. Polimer dengan polaritas tinggi (polisakarida dan protein) umumnya menghasilkan nilai

permeabilitas uap air yang tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah. Hal ini disebabkan polimer mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Latief (2001) juga menambahkan bahwa permeabilitas uap air merupakan suatu ukuran kerentana suatu bahan untuk terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dalam suatu film kemasan adalah laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas film kemasan terhadap gas penting diketahui terutama gas oksigen karena berhubungan dengan sifat bahan dikemas yang masih melakukan respirasi.

Anda mungkin juga menyukai