Anda di halaman 1dari 87

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian Pembentukan, pemeliharaan dan pengembangan partai politik pada dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat sesuai dengan UUD 1945. Partai politik merupakan salah satu wadah untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi rakyat dan yang nantinya diharapkan menentukan arus masa depan yang lebih baik. Partai politik merupakan komponen yang penting dalam sistem politik demokrasi. Dengan demikian, penataan kepartaian harus bertumpu pada kaidah kedaulatan rakyat dan demokrasi, yaitu memberikan kebebasan, kesetaraan dan kebersamaan. Partai Demokrat merupakan salah satu partai yang didirikan pasca reformasi. Namun Partai Demokrat tidak mengikuti pemilu 1999, karena Partai Demokrat didirikan pada tahun 2001. Partai Demokrat didirikan atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terilhami oleh kekalahan terhormat dirinya pada pemilihan calon wakil presiden dalam Sidang MPR tahun 2001. Untuk menjadi sebuah Partai yang disahkan oleh Undang-undang Kepartaian, dibutuhkan minimal 50 (lima puluh) orang sebagai pendirinya. Waktu itu muncul pemikiran agar jangan hanya 50 orang saja, tetapi dilengkapi saja menjadi 99 (sembilan puluh sembilan) orang agar ada sambungan makna dengan SBY sebagai penggagas, yakni SBY lahir tanggal 9 bulan 9. Pada tanggal 9 September 2001, bertempat di Gedung Graha Pratama Lantai XI, Jakarta Selatan di hadapan Notaris Aswendi Kamuli, 46 dari 99 orang menyatakan bersedia menjadi Pendiri

Partai Demokrat dan hadir menandatangani Akte Pendirian Partai Demokrat1. Banyak pihak yang menjuluki Partai Demokrat adalah bayi ajaib, karena dalam umurnya yang masih belia dan belum genap sepuluh tahun Partai Demokrat sudah menjadi partai yang besar dan patut diperhitungkan. Hal ini dapat dilihat dari perolehan jumlah suara dari dua kali pemilu yang diikuti oleh Partai Demokrat yaitu pemilu 2004 dan pemilu 2009. Pada pemilu 2004 Partai Demokrat yang baru berusia 3 tahun bisa memperoleh 7,45% dari total jumlah suara dan masuk lima besar partai pemenang pemilu. Meski Partai Demokrat hanya berada pada peringkat kelima pada pemilu 2004, namun calon presiden yang diusungnya yaitu SBY memenangi pemilu presiden langsung yang baru pertama kali digelar di Indonesia. Saat itu SBY berdampingan dengan Jusuf Kalla, mantan menkokesra di era Megawati sebagai wakilnya. Sejak SBY memenangi pemilu presiden dan menjadi presiden pertama melalui pemilu langsung, popularitas Partai Demokrat terus meroket. Dan pada pemilu 2009 popularitas yang terus meroket tersebut dapat terlihat, dengan menangnya Partai Demokrat yang mencalonkan pasangan SBY dan Boediono menjadi urutan pertama pada pemilu legislatif 2009 dengan perolehan suara 20,85% dari jumlah total suara. SBY kembali menjadi presiden, namun sekarang beliau didampingi Boediono mantan gubernur Bank Indonesia sebagai wakilnya. Namun prestasi politik Partai Demokrat dengan mampu mendapat RI 1, dan peningkatan suara pemilu yang meningkat dari pemilu 2004 ke pemilu 2009 tidaklah membuat Partai Demokrat menjadi solid, konflik juga kerap terjadi. Seperti yang terjadi pada tingkat Dewan Pengurus Pusat, terjadi konflik antara
1Sejarah Perpecahan di Tubuh Demokrat (1) oleh Dwifantya Aquina,
www.inilah.com/news/read/politik/2010/03/30/427432/sejarah-perpecahan-di-tubuh-demokrat-1 (diakses pada 30 Agustus 2010).

kubu Budi Santoso dan Vence Rumangkang terkait dengan permohonan pengesahan perubahan AD/ART. Sebenarnya perdebatan ini awalnya muncul pada saat ada kebijakan perlu tidaknya dibentuk dewan pendiri partai. Konflik ini juga dipicu karena Vence Rumangkang menganggap kepemimpinan Budi sebagai ketua umum tidak pandai, karena Budi Santoso dianggap tidak gigih memperjuangkan kader-kader demokrat untuk meraih kursi didalam kabinet Indonesia bersatu. Padahal kedua nama tersebut adalah figur sentral Partai Demokrat, yang seharusnya menjadi pemersatu. Jauh sebelum Vence dengan Budi Santoso, pada januari 2004 juga pernah beredar isu perpecahan ditubuh Partai Demokrat pusat, yaitu pelengseran Budi Santoso sebagai ketua umum digantikan oleh Hayono Isman. Namun Hayono Isman membantah isu tersebut (Faisal dalam Boroma, 2010:74). Konflik tidak hanya di elit pusat, konflik Partai Demokrat juga terjadi di daerah, khususnya DPC. Seperti yang terjadi di Kabupaten Kebumen. Konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen berawal dari lengsernya Ketua DPC Edy Susanto karena terlibat kasus penggelapan dana partai dan dituntut mundur oleh kader-kader partai. Akibat desakan dari berbagai kalangan, Edy pun mundur dari kepengurusan DPC pada tanggal 29 September 20092. Pasca mundurnya Edy Susanto timbul masalah baru, yaitu tidak adanya ketua. Apalagi kepengurusan baru akan berganti pada 2011. Oleh karena itu pihak DPC berinisiatif menyiapkan Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub) untuk menentukan pengganti Edy. Muscablub DPC Partai Demokrat pun terlaksana pada Januari 2010. Hasilnya terpilih sebagai ketua ialah Nashirudin Al Mansyurdan dan Probo

2 Ketua DPC Partai Demokrat Kebumen Mundur, http://banyumasnews.com/2009/09/30/ketuadpc-partai-demokrat-kebumen-mundur/ (diakses pada 30 Agustus 2010).

Indartono sebagai wakil ketua. Namun Muscablub tersebut dinilai cacat hukum oleh Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC). Situasi ini menimbulkan polemik di tubuh kepengurusan partai. Ada yang menyetujui tapi tidak sedikit juga yang kecewa. Mereka beranggapan kalau terpilihnya Nashirudin sebagai ketua Demokrat Kebumen menyalahi prosedur, cenderung otoriter dan tidak demokratis3. Konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen ini lalu menimbulkan perpecahan. Orang-orang yang kecewa terhadap DPC lalu membentuk sebuah Forum, yaitu Forum Konco Lawas dan Kader Sejati Partai Demokrat (FKL). FKL dideklarasikan di Hotel Candisari Kebumen bersamaan dengan pernyataan dukungan terhadap Buyar Winarso sebagai calon bupati. FKL ini didukung juga oleh 15 PAC Partai Demokrat, diantaranya adalah PAC Buayan, Ayah, Kuwarasan, Puring, Sempor, Karanganyar, Petanahan, Klirong, Pejagoan, Sruweng, Sadang, Karangsambung, Kebumen, Buluspesantren, dan

Kutowinangun4. Konflik ini makin meruncing saat pilkada Kebumen 2010. Dimana DPC Partai Demokrat dengan Kader pecahan DPC yang tergabung dalam FKL saling bersaing dalam pilkada. DPC mendukung Nashirudin sedangkan FKL mendukung Buyar Winarso. Hal ini Makin memanas karena pasangan Buyar-Djuwarni yang didukung oleh FKL justru memenangkan pilkada putaran pertama, dan menjadikan pilkada menjadi dua putaran karena tidak ada satupun calon yang

3 Kader Demokrat Kebumen Tolak Nashir-Probo,


http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/01/19/44864/Kader-Demokrat-KebumenTolak-Nashir-Probo (diakses pada 30 Agustus 2010). 4Pilbup Kebumen: 15 PAC Demokrat membelot dukung Buyar-Djuwarni, http://banyumasnews.com/2010/03/17/pilbup-kebumen-15-pac-demokrat-%E2%80%98membelot %E2%80%99-dukung-buyar-djuwarni/ (diakses pada 30 Agustus 2010).

mencapai 30% dari total suara5. Dan pada putaran kedua, pasangan BuyarDjuwarni dinobatkan sebagai pemenang pilkada Kebumen 2010 setelah memenangkan 50,91% suara sah, hanya terpaut 1,82% dari pasangan Nas-Pro dengan 49,09%6. Penulis beranggapan bahwa konflik internal yang terjadi di DPC Partai Demokrat Kebumen menarik untuk dijadikan penelitian skripsi dengan alasan, konflik ini berbeda dengan konflik partai politik yang terjadi di daerah lainnya, karena orang-orang yang merasa dikecewakan oleh DPC membentuk forum yaitu FKL. Pada saat pilkada Kebumen 2010 konflik tersebut semakin memanas, karena pasangan yang dijagokan masing-masing melaju di putaran kedua.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana konflik di DPC Partai Demokrat Kebumen dengan FKL tersebut? 2. Bagaimana penanganan yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui lebih jauh tentang proses konflik tersebut, yaitu faktor-faktor
5Hasil penghitungan suara pilkada kebumen putaran pertama, http://beritalampung.blogspot.com/2010/06/hasil-penghitungan-suara-pilkada.html (diakses pada 30 Agustus 2010).

6Selisih Suara Buyar-Nashiruddin Hanya 1,82%,


http://www.pemiluindonesia.com/pemilukada/selisih-suara-buyar-nashiruddin-hanya-182.html (diakses pada 30 Agustus 2010).

penyebab konflik, tipe konflik, aktor-aktor yang terlibat, persaingan dalam pilkada kebumen 2010, tersebut. 2. Mengetahui bagaimana penanganan yang dilakukan oleh kedua belah pihak didalam menyelesaikan konflik tersebut serta dampak yang ditimbulkan oleh konflik

D. Manfaat Penelitian D.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

perkembangan ilmu politik khususnya mengenai kajian konflik dalam partai politik dan dapat pula dijadikan rujukan serta tambahan alternatif untuk penelitian lanjutan. D.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada para pengamat, politikus, aktivis serta pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam pemilihan umum legislatif sebagai bahan kajian, strategi dan perencanaan khususnya mengenai konflik internal partai politik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu A.1. Penelitian Terdahulu Pertama Dalam penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Vany Febriany Nugraha (2007) yang berjudul Konflik Internal Pengurus Partai PDI Perjuangan (Studi Kasus PAC Patok Beusi Versus DPC PDI-P Subang). Penelitian itu menjelaskan tentang konflik internal yang terjadi di tubuh DPC PDI-P Subang. Hasil penelitian ini adalah pertama, hubungan yang tidak harmonis antar sesama pengurus partai dari tingkat ranting sampai DPC yang dilatarbelakangi oleh rasa kekecewaan dan sabotase hak-hak politik yang dimiliki para pengurus partai di tingkat bawah oleh pengurus patai di tingkat DPC. Kedua, tipe konflik yang terjadi dalam tubuh pengurus partai PDI-P di Kabupaten Subang ini adalah konflik kepentingan. Hal tersebut ditujunjukkan oleh adanya sasaran utama yang dituju oleh para elite partai PDI-P Kabupaten Subang pada status dan kekuasan. Ketiga, faktor-faktor penyebab konflik ini ialah perbedaan kepentingan antar kelompok, seperti kepentingan ekonomi, status, kekuasaan ataupun ideologi. Namun kepentingan individuallah yang paling menonjol.

A.2. Penelitian Terdahulu Kedua Penelitian lain oleh Spika Bawono Samudra (2010) yang berjudul Strategi Pemenangan Pemilu Legislatif Partai Demokrat Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Kasus Rekruitmen Caleg Partai Demokrat di Kebumen). Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa keberhasilan Partai Demokrat dalam

mengumpulkan caleg untuk berani maju pada pemilu legislatif 2009 disebabkan oleh tiga poin utama dari juklak No. 02/Juklak/DPP.PD/VII/2008 yang berupa kompensasi, sistem zipper dan program pendampingan bagi caleg pemilu bagi caleg peserta pemilu. Putusan MK tentang pembatalan UU No. 10 Tahun 2008 Pasal 214 dengan menerapkan sistem suara terbanyak akhirnya berimbas pada keputusan DPP untuk membatalkan juklak sebelumnya sehingga pola kompensasi dan zipper tidak digunakan lagi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembatalan juklak No. 2/Juklak/DPP.PD/VII/2008 yang terlalu mendadak menimbulkan kebingungan dan kerancuan atas penerapan sistem kompensasi sehingga membuat masing-masing caleg memiliki interpretasi sendiri-sendiri terhadap aturan sebelumnya. Pada akhirnya pola kompensasi batal dilaksanakan dan menjadi awal ketidakharmonisan dalam tubuh DPC Partai Demokrat Kebumen. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti akan mengarah pada konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen dengan Forum Konco Lawas. Penelitian ini akan terasa lebih menarik dari penelitian terdahulu yang pertama adalah karena konflik internal yang terjadi pada DPC Partai Demokrat Kebumen menimbulkan perpecahan dalam tubuh DPC, lalu pecahan dari tubuh DPC tersebut membentuk sebuah forum yang saling bertarung dalam Pilbup 2010. Konflik ini juga merupakan multi konflik yang melibatkan semua elemen dalam tubuh partai mulai dari ranting, pengurus PAC, caleg Pileg 2009, pengurus inti DPC, hingga Dewan Pertimbangan Partai. Sedangkan dari penelitian terdahulu yang kedua, penelitian ini merupakan lanjutan dari ketidakharmonisan yang terjadi dalam tubuh DPC Partai Demokrat Kebumen karena batalnya strategi kompensasi pada Pileg 2009 tersebut.

B. Partai Politik B.1. Pengertian Partai Politik Banyak para sarjana dan ilmuan politik mencoba untuk menjelaskan mengenai partai politik, karena itu tidaklah mengherankan jika sekarang kita banyak menjumpai pengertian partai politik yang berbeda-beda. Seperti yang dikemukakan oleh Carl Friedrich (dalam Surbakti, 1999:116) yang memberikan batasan partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasan dalam pemewrintahan bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasan itu akan memberikan kegunaan materiil dan idiil kepada para anggotanya. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik partai politik berasal dari 3 teori yaitu: pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sistem politik mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat yang luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi (Surbakti, 1999:116). Partai politik menurut Miriam Budiardjo adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional (biasanya) untuk melaksanakan programnya (Budiardjo, 1999:160-161). Menurut Sigmund Neumann dalam bukunya Modern Political Parties partai politik ialah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk

menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (Budiardjo, 1999:404). Menurut Giovani Sartori partai politik ialah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik (Budiardjo, 1999:405).

B.2. Fungsi Partai Politik Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan atau merebut kekuasaan politik dalam pemerintahan dan melalui kekuasaan itu melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Bagi pemimpin partai dan berdasarkan kekuasaan dalam itu akan memberikan kegunaan idiil dan material bagi anggota-anggotanya. Sedangkan definisi partai politik yang terdapat dalam UU No. 31 Tahun 2002 adalah organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persaman kehendak dan cita-cita untuk

memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. Fungsi partai politik menurut UU No. 31 Tahun 2002 adalah: 1. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas yang sadar akan hak dan kewjibannya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. 2. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan

kesatuan bangsa dan mensejahterakan masyarakat. 3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan negara. 4. Partisipasi politik warga negara. 5. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Sedangkan yang menjadi tujuan partai politik adalah: 1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundangan lainnya. 2. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Reublik Indonesia. 3. Berpartisipasi dalam pembangunan nasional. 4. Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. 5. Melakukan pendidikan politik dan penyaluran aspirasi politik. 6. Mensukseskan penyelenggaraan pemilu. 7. Melakukan pendaftaran dan memelihara data anggota. 8. Membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah. 9. Membuat laporan neraca keuanagan secara sukarela satu tahun sekali kepada KPU setelah diaudit oleh akuntan publik. 10. Memiliki rekening tersendiri untuk dana kampanye umum dan

11

menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan publik kepada KPU paling lambat 6 bulan setelah hari pemungutan suara. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum. Dalam beberapa literatur yang membahas mengenai partai politik dapat diketahui bahwa dalam negara demokratis, partai politik memegang peranan penting. Oleh karena itu, partai politik di negara itu dapat menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu antara lain: 1. Partai Sebagai Sarana Komunikasi Politik Di antara fungsi partai politik adalah sebagai sarana komunikasi politik yaitu dengan menyalurkan berbagai pemikiran dan aspirasi warga negara dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga penapsiran yang berbeda dalam masyarakat dapat diantisipasi (Soebiantoro, 2005:90-91). Partai politik bertindak sebagai perantara yang menampung arus informasi, baik informasi yang berasal dari pihak penyelenggara negara kepada masyarakat, maupun dari masyarakat pada pihak penyelenggara negara. Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsi ini, partai politik sering disebut sebagai broker (perantara) dalam suatu bursa ideide (clearing house of ideas). Di samping itu, partai politik dapat pula bertindak sebagai alat pendengar bagi pemerintah, sedangkan bagi masyarakat sebagai pengeras suara. Dalam melaksanakan fungsi ini partai politik tidak menyampaikan begitu

saja segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi (komunikan) dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian, segala kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan dalam bahasa teknis dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat dipahami masyarakat. Sebaliknya, segala aspirasi, keluhan dan tuntutan masyarakat yang biasanya tidak terumuskan dalam bahasa teknis dapat diterjemahkan oleh partai politik ke dalam bahasa yang dapat dipahami oleh pemerintah. Jadi, proses komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui partai politik (Surbakti, 1999:199-120). 2. Partai Sebagai Sarana Sosialisasi Politik Yang dimaksud dengan sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara tidak disengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat (Surbakti, 1999:117). Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik dibagi dua, yakni pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik di antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik.

13

Indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal dan baik. Melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan psikologis, dan latihan yang penuh disiplin, partai politik dan sistem politik totaliter melaksanakan fungsi indoktrinasi politik (Surbakti, 1999:117-118). 3. Partai Sebagai Sarana Rekruitmen Politik Rekruitmen digunakan dalam pengertian yang seluas mungkin untuk menunjukan latihan (training) dan persiapan untuk kepemimpinan: terbuka untuk masyarakat, penampilan badan legislatif pemerintah atau fungsi-fungsi lain oleh anggota partai dan tentu saja kompetensi yang baik adalah dalam pemilihan. Sebagian adalah pemimpin dalam masyarakat, kecuali mereka yang dapat mencapai jabatan pemerintahan tanpa masuk dan bepartisipasi secara aktif dalam partai (Amal, 1988:29). Rekruitmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang unuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi rekruitmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan

mempertahankan kekuasaan (Surbakti, 1999:118). Selain itu, fungsi rekruitmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai angota politik (political

instrumen). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan menganti pimpinan lama (selection of leadership) (Budiardjo, 1993:164). 4. Partai Sebagai Sarana Pengatur Konflik Dalam sebuah negara demokratis, persaingan dan perbedaan pendapat banyak terjadi di dalam masyarakat. Jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya pengendalian, maka yang akan terjadi adalah konflik di antara warga masyarakat dan konflik yang terjadi ini akan berdampak pada keberlangsungan pemerintahan. Disinilah peranan partai politik sangat dibutuhkan, karena menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah conflict management. Dimana konflik-konflik yang terdapat di masyarakat dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat-akibat negatifnya bisa ditekan seminimal mungkin. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan ke dalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk mencapai penyelesaian berupa keputusan itu diperlukan kesediaan berkompromi di antara para wakil rakyat, yang berasal dari partai-partai politik. Apabila partai-partai politik keberatan untuk mengadakan kompromi maka partai politik bukannya mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam masyarakat (Surbakti, 1999:120).

15

C. Deskripsi Singkat DPC Partai Demokrat Kebumen DPC Partai Demokrat adalah pelaksana partai di tingkat kabupaten/ kota yang kepengurusannya bersifat kolektif sehingga keberadaannya di Kebumen sangat dibutuhkan untuk menjalankan tujuan Partai Demokrat. DPC Partai Demokrat Kebumen didirikan tidak lama setelah PD dideklarasikan oleh SBY dan dengan dana yang kala itu masih sangat terbatas serta fasilitas serba minim. Sejarah terbentuknya Partai Demokrat Kebumen bermula dari hubungan dekat antara ketua DPD Partai Demokrat Jateng yaitu Sukawi Sutarip dengan beberapa pengurus dan kader PDIP Kebumen dan seorang pengurus Golkar yang kala itu merasa kurang cocok dengan kebijakan partainya sendiri. Para pengurus PDIP itu adalah: Ambar Toni Surohandoyo dan Jatmiko, sedangkan Imam Baehaki dan Mbah Imam merupakan kader PDIP. Adapun Suharso adalah mantan pengurus DPC Golkar. Kelima orang itu kemudian dengan tangan terbuka menyambut niat serius Sukawi Sutarip yang ingin mendirikan cabang PD di Kebumen. Segera setelah mendapat mandat dari DPP Partai Demokrat, keempat orang ini menggunakan pengaruhnya untuk menarik lebih banyak kader PDIP Kebumen untuk masuk. Beberapa diantaranya adalah Agus Kurniawan, Suprapto S. Pd, Edi Susanto, T Edi Sutrisno, Maijan, Sahala Tampubolon dan Supriyanto . DPC Kebumen pada perkembangannya telah menorehkan prestasi yang cukup baik dengan meraih kursi di DPRD dan menempatkan tiga wakilnya. Hanya saja untuk membentuk fraksi sendiri, Partai Demokrat masih bergabung dengan PDIP karena dibutuhkan lima kursi untuk membentuk fraksi sendiri.

D. Konflik

D.1. Pengertian Konflik Pada umumnya orang beranggapan bahwa konflik selalu menimbulkan dampak negatif. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Konflik adalah proses sosial dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkannya atau membuatnya tak berdaya. (Puspito, 1989 : 228) Konflik menurut Young dan Mack merupakan bentuk pertentangan yang emosional dan kekerasan (dalam Affandi, 1996:62). Dalam hal ini kepedulian utama adalah untuk menanggulangi lawan sebagai suatu alat jaminan bagi tujuan atau imbalan tertentu. Konflik berupa perjuangan pertentangan langsung dan terbuka antara orang-perorang atau antara kelompok bagi objek dan tujuan yang sama. Seperti yang dinyatakan oleh Lewis Coser (dalam Poloma, 1994:107) Konflik adalah suatu perjuangan terhadap nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan untuk menurunkan status, kekuasaan dan sumber daya dimana tujuan dari musuh adalah untuk meniadakan, melalui atau menghilangkan saingan. Tujuan konflik adalah untuk membinasakan, mengalahkan, menundukan orang atau kelompok lainnya demi pencapaian tujuan. Dalam perjuangan untuk menguasai lawan, tujuan kelompok untuk sementara sering dipindahkan pada tingkat kepentingan sekunder. Konflik berlangsung sebentar-sebentar tetapi prosesnya lebih tidak disadari. Konflik sering menimbulkan pandangan pandangan kritis yang memperpanjang proses persaingan. Konflik akan lebih dirasakan oleh sifat-sifat dan kebudayaan khusus kelompok. Sasaran-sasaran konflik mungkin perlengkapan kekuasaan dan status,

17

kemerdekaan bertindak dan berpikir, atau kebutuhan-kebutuhan yang bernilai tinggi lainnya, dimana kepentingan ekonomis terbayang besar dan terdapat banyak individu atau kelompok mengusahakan demi keuntungan material atau kekuasaan. Konflik kepentingan bisa menunjang proses kompetitif. Konflik umumnya dipertimbangkan menganggu kehidupan sosial dank arena itu diupayakan untuk mengurangi atau menghilangkannya. Diasumsikan secara luas bahwa kebersaman, kedamaian masyarakat adalah lebih baik daripada mengandung konflik. Dari perspektif ini konflik dipandang merusak sistem sosial, sehingga diperlukan upaya untuk mengembalikan equilibrium (keseimbangan) yang disebut proses akomodasi. Konflik dalam kelompok meskipun dipandang berakibat negatif terdapat pula akibat-akibat yang positif. Menurut George Simmel seorang tokoh sosiologi klasik (dalam Affandi, 1996:63) mengatakan Akibat positif adalah meningkatkan persatuan dan kesatuan dalam kelompok yang sedang bertentangan. Konflik yang mungkin memisahkankelompok-kelompok, tetapi menguatkan hubungan antara anggota kelompok. Light dan Keller (dalam Affandi, 1996:63) mencatat beberapa akibat positif konflik yaitu dapat memperjelas masalah dan nilai-nilai sosial kelompok. Konflik menimbulkan perubahan sosial. Konflik juga memecahkan konflik. Akibat positif konflik itu tergantung dari persoalan yang dipertentangkan dan juga dari struktur sosial dimana pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai-nilai atau kepentingan-kepentingan. Sepanjang pertentangan-pertentangan tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial didalam struktur yang tertentu, maka pertentangan-pertentangan

tersebut bersifat positif, oleh karena itu mempunyai kecenderungan untuk memungkinkan adanya penyesuaian kembali dari norma-norma dan hubunganhubungan sosial dalam kelompok tersebut sesuai kebutuhan individu maupun bagian-bagian kelompok tersebut (Soekanto, 1982:95). D.2. Faktor-Faktor Penyebab Konflik dalam kelompok Secara umum faktor-faktor penyebab koflik dalam kelompok adalah sebagai berikut7: 1. Perbedaan pendirian atau perasaan tertentu antar anggota kelompok dapat menyulut konflik. 2. Perbedaan latar belakang budaya. Seseorang dibesarkan tidak terlepas dari proses sosialisasi lingkungan keluarganya. Kepribadian terbentuk secara sadar maupun tidak sadar berdasarkan nilai-nilai budaya yang dianut lingkungan sosialnya. Perbedaan ini juga berakibat perbedaan pola pikir, pendirian, dan wawasannya. Bila ia tidak bisa mengadakan penyesuaian dengan nilai-nilai budaya yang berbeda dari anggota kelompok lainnya, maka perbedaan budaya ini dapat mendorong terjadinya konflik. 3. Perbedaan kepentingan antar anggota kelompok merupakan sebab terjadinya konflik internal kelompok. Banyak bentuk kepentingan antar anggota kelompok seperti kepentingan ekonomi, status, kekuasaan, ideologi, dan lain sebagainya. Kepentingan-kepentingan individual yang lebih menonjol karena ambisi pribadi daripada kepentingan kelompok memungkinkan terjadi konflik internal dikalangan anggota kelompok. Menurut Maurice Duverger (dalam Rauf, 2000:6), penyebab terjadinya konflik yang pertama adalah hal-hal yang terjadi pada tingkat individual. Ini
7 http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_6_KONFLIK_SOSIAL

19

merupakan konflik yang terjadi antara dua orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor-faktor penyebab konflik adalah masalah pribadi sehingga dalam konflik hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja. Duverger menyinggung rasa frustasi sebagai penyebab terjadinya konflik. Orang yang frustasi lebih mudah terlibat dalam konflik dengan pihak lain yang dianggap sebagai penyebab atau berkaitan dengan penderitaan yang merupakan penyebab frustasi tersebut. Kedua adalah konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antar dua kelompok atau lebih. Konflik pribadi dapat lebih mudah menjadi konflik kelompok karena adnya kecenderungan yang besar dari individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompiknya masing-masing. Konflik kelompok merupakan ciri konflik politik. Oleh karena itu sifat-sifat pribadi seseorang dapat saja menimbulkan konflik politik bila orang tersebut adalah pemimpin yeng berpengaruh didalam kelompoknya. Namun tidak disangkal pula bahwa frustasi memainkan peranan yang penting terjadinya konflik politik, mungkin inilah penyebab utamanya. Seperti yang telah ditulis diatas salah satu penyebab konflik adalah timbulnya konflik kelompok yang merupakan ciri dari konflik politik. Konflik partai politik merupakan salah satu dari konflik politik. Lucian W. Pye dalam (dalam Masoed, 1989:147), dapat disimpulkan adanya tiga penyakit partai-partai politik yang sering menimbulkan konflik. Pertama, mereka terlalu berorientasi pada ideologi, bukan program yang sangat peka untuk masyarakat majemuk. Kedua, mereka hanya mengutamakan kepentingan kelompok dan menggunakan dukungan rakyat untuk melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Ketiga,

cara pengangkatan pemimpin partai, karena melalui pimpinan pusat dan tidak bertanggung jawab pada pemilih telah menjadikan kepemimpinan partai ini suatu oligarki yang tidak bertanggung jawab terhadap pemilih mereka. D.3. Konflik Politik Suatu konflik politik terjadi apabila seseorang atau suatu kelompok berusaha menghalangi orang atau kelompok lain mencapai tujuan-tujuan politiknya. Konflik politik mempunyai konotasi politik yakni mempunyai keterkaitan dengan Negara atau Pemerintahan, dan Kebijakan. Sifat konflik politik yang selalu merupakan konflik kelompok (konflik yang terjadi antara dua kelompok atau lebih). Jadi konflik politik bukanlah konflik individu karena isu yang dipertentangkan dalam konflik politik adalah isu publik yang menyangkut kepentingan banyak orang, bukan kepentingan satu orang tertentu. Pada Analisa konflik sebagaimana dijalankan oleh Valkenburgh (dalam Hoogerwerf, 1985:240), terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Para aktor (perseorangan, kelompok atau masyarakat) A dan B. 2. Informasi dari A ke B dan sebaliknya dari B ke A. 3. Interpretasi informasi yang diterima oleh A dan B. Dalam hubungan ini sering digunakan pengertian-pengertian seperti sinyal (tanda), mengancam, memancing, menjanjikan, memperingati, membual dan sifat dapat dipercaya. 4. Keputusan-keputusan A dan B yang diambil berdasarkan informasiinformasi ini. 5. Tindakan-tindakan yang timbul dari keputusan-keputusan ini, artinya pola-pola tingkah laku A dan B yang dapat memuat konflik,

21

ketidakpedulian atau kooperasi. Adapun mencari penjelasan konflik dengan hipotesa frustasi-agresi, yang menjelaskan bahwa agresi berasal dari frustasi, artinya dari tidak tercapainya tujuan-tujuan dan tidak terjelemanya pengharapan-pengharapan. Penjelasan kedua adalah bahwa konflik-konflik terjadi karena ketidakmerataan pembagian berbagi barang yang langka dan perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya. Suatu pendapat lain lagi bahwa konflik-konflik dapat dijelaskan dari jarak sosial-budaya antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Pendekatan keempat mencari akar konflik dalam kebudayan, artinya dalam pendirian-pendirian yang berlaku. Pendapat lain beranggapan bahwa konflik-konflik dapat dijelaskan dari kebijakan para aktor, dari usaha mencapai tujuan-tujuan tertentu, bila perlu dengan jalan konflik bukan dengan kerjasama. Apabila konflik-konflik hendak dibatasi atau justru dikembangkan maka harus dimulai dengan usaha memperoleh pengetahuan tentang faktor-faktor yang menimbulkan konflik-konflik politik. Jika faktor-faktor itu telah diketahui, maka selanjutnya dapat dibedakan antara faktor-faktor yang dapat dimanipulasi (dengan mempengaruhi pelaksanaan kebijaksanaan) dan yang tidak dapat dimanipulasi. Untuk analisa konflik politik dilakukan oleh Scheling seorang ahli teori permainan melalui pendekatan teori permainan (game theory). Teori permainan bertolak dari beberapa anggapan, anggapan bahwa setiapa aktor akan berusaha mencapai tujuannya serasional mungkin dan dalam memilih garis tingkah laku memperhitungkan juga tingkah laku aktor-aktor lainnya (Hoogerwerf, 1985:246). Yang menjadi ciri dari teori permainan adalah bahwa suatu analisa matematis dibuat dari keputusan-keputusan yang saling tergantung. Unsur permainan

dibedakan sebagai berikut: 1. Jumlah aktor atau pemain. Menurut jumlah ini dibedakan antara permainan dua orang (two persons game) dan permainan banyak orang (n-persons game). 2. Siasat atau tingkah laku setiap pemain (suatu rencana yang memperinci pilihan mana yang akan diadakan dalam setiap situasi yang mungkin). Dalam hal ini teori permainan bertolak dari anggapan bahwa para pemain bertindak secara rasional. 3. Aturan-aturan permainan (artinya kerangka yang tidak dapat atau tidak boleh dilewati para pemain). Disini termasuk semua faktor yang dapat mempengaruhi tingkah laku para aktor. 4. Banyaknya informasi yang dimiliki setiapa pemain mengenai pemain lainnya. 5. Susunan angka hadiah (pay off matrix). Ini adalah suatu skema dimana secara horizontal disusun siasat-siasat A yang mungkin secara vertikal siasat-siasat B. Pada titik-titik potong tercantum angka-angka yang menunjukan hadiah (keuntungan) yang diperoleh aktor A bila ia bermain menurut suatu siasat tertentu, sedangkan aktor B bermain siasat lain tertentu. Permainan-jumlah-tetap adalah permainan diman susunan angka hadiah memenuhi peraturan: keuntungan A + keuntungan B = tetap. Dengan perkataan lain, keuntungan untuk pihak yang satu sekaligus merupakan kerugian bagi pihak yang lainnya. Dalam permainan-jumlah-tetap termasuk apa yang disebut permainan-jumlah-nol (zero sum games). Disini keuntungan dari yang satu sama

23

dengan kerugian dari yang lainnya (keuntungan A + keuntungan B = 0). Ini adalah situasi konflik murni. Kerjasama atau perundingan tidak ada gunanya disini, yaitu pada unsur-unsur permainan yang telah ditentukan.

D.4. Bentuk dan Tipe Situasi Konflik Situasi konflik dapat dilihat dari sumber-sumber konflik itu sendiri. Seperti yang telah dinyatakan oleh Maurice Duverger bila dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Yang pertama adalah konflik individual, dan juga konflik kelompok seperti yang sudah dijelaskan. Situasi-situasi konflik menurut Coser (dalam Paloma, 1994:111) membedakan konflik yang realistis yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan perkiraan

kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Konflik yang tidak realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonistis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Pengkambinghitaman dalam masyarakat yang telah maju sering terjadi dalam hubungan-hubungan antar kelompok. Pengkambinghitaman digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seseorang tidak melepaskan prasangka (prejudice) mereka melawan kelompok-kelompok yang benar-benar merupakan lawan, dan dengan demikian menggunakan kelompok pengganti sebagai objek prasangka. Berikut tipe-tipe konflik dan penyebabnya dalam hand out mata kuliah

konsensus dan konflik politik (Suswanto, 2007). 1. Konflik Kepentingan: suatu ketidakselarasan dan persaingan diantara kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda. Penyebab konflik kepentingan adalah persaingan dan ketidakselarasan, baik yang aktual terjadi maupun yang hanya dipersepsikan dibidang: a. Kepentingan Substansif: Menyangkut kepentingan itu sendiri. b. Kepentingan prosedural: Menyangkut cara, aturan dan mekanisme mengusahakan kepentingan. c. Kepentingan Psikologis: Menyangkut persepsi dan suasana emosional yang terkait dengan suatu kepentingan. 2. Konflik Struktural: Suatu masalah yang timbul dalam dinamika interaksi dan hubungan kekuasaan yang melibatkan pihak-pihak dan unsur-unsur

masyarakat. Penyebab konflik struktural: a. Pola-pola perilaku dan interaksi yang destruktif yang ditujukan kepada pihak lan, atau yang dipandang destruktif oleh pihak lain. b. Ketimpanagan dalam control, dalam pemilikan atau distribusi sumber daya (Poleksos). c. Ketimpangan kekuasaan dan otoritas. d. Faktor-faktor geografis, fisik atau lingkungan yang merintangi kerja sama. e. Kendala waktu atau kesulitan memenuhi harapan berbagai pihak dalam waktu yang bersamaan. 3. Konflik Nilai: Perbedaan-perbedaan dibidang norma dan nilai yang dianut

25

oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat. Penyebab koflik nilai: a. Adanya perbedaan criteria dalam mengevaluasi ide perilaku tertentu. b. Tujuan dan nilai yang eksklusif. c. Perbedaan gaya hidup, agama dan ideologi. 4. Konflik Hubungan: Suatu masalah yang berhubungan dengan dan perilaku dalam interaksi pihak-pihak yang bertikai.Penyebab konflik hubungan: a. Emosi yang tinggi b. Salah pengertian dan penggunaan stereotip. c. Komunikasi yang buruk atau kesalahpahaman. d. Perilaku negatif yang berulang-ulang. 5. Konflik Data dan Informasi: Perbedaan pendapat mengenai data dan informasi. Penyebab konflik data dan informasi: a. Kurang informasi dan keterangan. b. Salah informasi. c. Perbedaan pendapat mengenai apa yang relevan. d. Beda penafsiran terhadap data dan informasi. e. Prosedur yang berbeda.

D.5. Bentuk-bentuk Penyelesaian Konflik Penyelesaian konflik (conflict resolution) adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Sesuai dengan definisi konflik (yaitu adanya perbedaan pendapat atau pandangan dari dua pihak atau

lebih), konflik berhasil diselesaikan bila dapat dicapai consensus antara pihakpihak yang bertikai. Pihak-pihak yang tadinya bertikai berhasil menyelesaikan konflik mereka bila mereka bersepakat untuk tidak meneruskan perbedaaan pendapat karena berhasil menemukan titik temu dari pendapat atau pandangan yang tadinya bertentangan. Bukanlah hal yang mudah untuk menyelesaikan konflik karena amat sulit bagi seseorang untuk mengubah pendapatnya yang berbeda dan bertentangan dengan pendapat orang lain tersebut. Meskipun sulit, penyelesaian konflik mutlak diperlukan untuk mencegah : (1) semakin dalam konfliknya, yang berarti semakin tajam perbedaan antara pihak-pihak yang berkonflik ; (2) semakin meluasnya konflik, yang berarti semakin banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik (Rauf, 2000:9). Ada dua cara penyelesaian konflik, yaitu penyelsaian konflik secara persuasif dan penyelesaian konflik secara kekerasan atau koersif. Cara persuasive menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik secara koersif menggunakan kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik (Rauf, 2000:10). Konflik dapat menimbulkan menimbulkan perubahan sosial, namun konflik juga dapat memecahkan konflik. Akibat positif atau negatif dari konflik itu tergantung dari persoalan yang dipertentangkan dan juga dari struktur sosial dimana pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai-nilai atau kepentingankepentingan. Sepanjang pertentangan-pertentangan tidak berlawanan dengan polapola hubungan sosial didalam struktur sosial tertentu, maka pertentanagn tersebut

27

bersifat positif, oleh karena itu mempunyai kecenderungan untuk memungkinkan adanya penyesuaian kembali dari norma-norma dan hubungan-hubungan sosial dalam kelompok tersebut (Soekanto, 1982:95). Dengan demikian, persoalannya adalah bagaimana mengatasi konflik kelompok yang membawa akibat negatif. Upaya-upaya menekan konflik dalam kelompok dapat dilakukan melalui accomodation, sebagai suatu proses akomodasi menurut Young dan Mack (dalam Affandi, 1996:64) diartikan sebagai usaha manusia secara sadar untuk mengembangkan kesepakatan kerja diantara mereka yang akan meredam konflik dan membuat hubungan mereka lebih toleran, kurang boros energi Hal ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok harus mengadakan adaptasi atau penyesuaian-penyesuaian dengan nilai-nilai kelompok yang diyakini bersama. Young dan Mack membedakan bentuk-bentuk akomodasi sebagai berikut (dalam Affandi, 1996:65-66): 1. Coercion (paksaan), adalah bentuk akomodasi yang dilakukan dengan paksaan. Coercion mengandung arti bahwa terdapat kelompok yang lemah dan yang kuat dalam suatu konflik. Ini dapat berwujud dua bentuk yaitu menrapkan kekerasan langsung maupun tidak langsung, secara fisik maupun psikologis. 2. Compromise (kompromi), berbeda dengan coercion. Akomodasi ini mengandung arti suatu tingkat keadilan yang sama dalam posisi masing-masing pihak dan rela mengurangi tuntutannya berdasar persetujuan bersama untuk kepentingan damai. 3. Arbitration (perwasitan), merupakan bentuk akomodasi yang

menggunakan pihak ketiga karena masing-masing pihak tidak sanggup

mengatasi konflik yang sedang terjadi. Pihak ketiga ini dipilih berdasarkan persetujuan masing-masing pihak yang kedudukannya lebih tinggi dari kedua belah pihak yang berkonflik. 4. Mediation (penengah), hampir sama dengan arbitrasi. Akomodasi jenis ini juga menggunakan pihak ketiga yang netral sebagai penengah mengarahkan kembali pada perdamaian. Mediator tidak memiliki kekuasaan untuk membereskan konflik, hanya berfungsi sebagai konsultan. 5. Conciliation (dewan pendamai), akomodasi jenis ini dekat dengan kompromi adalah suatu usaha untuk mendamaikan kembali bagi pihak yang berselisih yang dilakuakn oleh pihak ketiga (dewan pendamai yang berkait). Conciliation selalu mengandung arti bahwa suatu reaksi pendingin ketimbang paksaan. 6. Toleration atau tolerant participation (ikut serta toleran). Ini bentuk akomodasi yang bersifat tanpa persetujuan formal, kadang-kadang toleransi timbul tanpa disadari atau direncanakan, ini terjadi karena adanya sikap orang perorang atau kelompok berusaha menghindari konflik. 7. Stalemate (memacatkan), yang berarti kedua belah pihak yang bertikai memiliki kekuatan seimbang dan telah mencapai titik jenuh. Konflik mencapai titik buntu ini mendorong masing-masing lawan untuk menghentikannya. 8. Ajudication (keputusan pengadilan), penyelesaian konflik dilakukan didepan pengadilan yang keputusannya memiliki kekuatan hukum.

29

Penyelesaian konflik tentunya perlu memperhatikan sebab-sebab penyulut terjadinya konflik, supaya hasilnya dapat diterima diantara pihak-pihak yang berkonflik. Komunikasi dalam kelompok memungkinkan terjadinya kerjasama kelompok, dan komunikasi memang merupakan salah satu syarata terjadinya kerjasama. Bahkan konflik dapat terjadi sebagai akibat kesalahpahaman antar anggota saat berkomunikasi. Sebaliknya, konflik dapat teratasi dengan komunikasi dua arah yang saling dipahami.

Teori Konflik Teori Konsensus (Penyelesaian Konflik) Teori Partai Politik Konsensus yang dilakukan untuk menyelseaikan konflik Proses Konflik (Faktor-faktor konflik, aktor yang terlibat , tipe konflik tersebut) i di DPC Partai Demokrat Kebumen kubu, yaitu DPC dan FKL Konflik antar kader dan PAC Pecah menjadi dua

KERANGKA PEMIKIRAN

31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor yang mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang mengambil data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Bentuk dari penelitian ini diharapkan mampu menangkap informasi kualitatif dengan deskripsi yang penuh dengan nuansa yang jauh lebih berharga dari sekadar pernyataan sejumlah angka (Sutopo, 1988:10).

B. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) didalam konteks kehidupan nyata (Yin, 1997:1). Studi kasus merupakan tipe dalam penelitian yang penelaahannya pada suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, medetail, dan komprehensif (Faisal, 1999:22). Pendekatan studi kasus bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai unit sosial tertentu yang meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat. Sedangkan John W. Best menyatakan bahwa studi kasus berkenaan dengan segala sesuatu yang bermakana dalam sejarah atau perkembangan kasus

yang bertujuan untuk memahami siklus kehidupan suatu unit individu (peroranagan, keluarga, kelompok, pranata sosial suatu masyarakat) (Riyanto, 2001:20). Dalam konteks penelitian ini, saya akan meneliti lebih jauh mengenai kasus konflik internal di DPC Partai Demokrat Kebumen.

C. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

D. Teknik Pemilihan Informan Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Menurut Goetz dan Le Compte, Purposive Sampling adalah teknik yang menentukan sampel melalui pertibangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Sutopo, 1988:21-22). Dengan demikian, pemilihan informan tidak ditekankan secara kuantitas, melainkan pada kualitas pemahamannya terhadap masalah yang akan diteliti. Sesuai dengan pengertian diatas, maka dalam penelitian ini terdiri dari beberapa informan yang telah ditetapkan peneliti berdasarkan kualitas informasi yaitu para pengurus baik dari pihak DPC Partai Demokrat maupun FKL.

E. Teknik Pengumpulan Data

33

E.1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview) Wawancara mendalam adalah wawancara informal yang dilakukan pada saat konteks yang dianggap tepat, guna mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan dapat dilakukan berkali-kali secara frekuentif sesuai dengan kemampuan peneliti (Miles dan Huberman dalam Sutopo, 1988:24). Teknik wawancara mendalam ini bertujuan untuk dapat mengetahui lebih jauh tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian. E.2. Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara mencari dan mengumpulkan data dengan cara mengambil dan mencatat dokumen-dokumen maupun arsip-arsip peraturan perundangan, peratuan yang dibuat organisasi, media massa, catatan kegiatan, surat-surat, artikel dan lain-lain yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi dalam penelitian. E.3. Sumber Data Dalam penelitian ini keterangan maupun informasi yang diperoleh akan dikelompokkan sebagai berikut: 1. Data Primer Merupakan sumber data yang memiliki keterkaitan langsung dengan masalahmasalah yang dibahas. Data ini berasal dari hasil wawancara (berupa kata-kata) dengan informan dan hasil observasi peristiwa yang terjadi di lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari arsiparsip, catatan, literatur, dan dokumentasi serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

F. Analisis Data Penelitian F.1. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2002:103). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan model analisis interaktif (interactive of analysis). Proses ini dilakukan selama penelitian, didalam teknik ini ada tiga komponen pokok analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992:20). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: F.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan proses awal dari keseluruhan rangkaian analisis data. Pada tahap ini data yang berupa hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Biasanya data ini telah disusun secara teratur dalam bentuk katakata yang sangat banyak sebelum nantinya dianalisis. Agar mempermudah dalam menganalisis, satu persatu perlu dipilah-pilah kembali untuk memperoleh mana data yang relevan dan mana yang tidak. Oleh karena itu diperlukan langkah berikutnya yaitu reduksi data.

F.3. Reduksi Data

35

Reduksi data merupakan proses pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan sehingga peneliti dapat memilih dan memfokuskan data yang relevan dengan pemisahan data. F.4. Penyajian Data Merupakan rangkaian informasi yang memungkinkan pengambilan keputusan, riset, dan pengambilan tindakan berdarakan pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. Semuanya dirancang secara sistematis, dengan demikian seorang penganalisa dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah melangakah melakukan analisis. F.5. Penarikan Kesimpulan Kegiatan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan preposisi kemudian yang mengikat lebih rinci serta mengakar dengan kuat. Aktivitas ketiga komponen tersebut diatas berinteraksi sampai diperoleh kesimpulan. Adapun prosesnya sebagaimana diuraikan diatas apabila

digambarkan tersaji dalam gambar berikut ini:

Gambar 1: Model Analisis Interaktif (interactive model of analysis)

Sumber: Miles dan Huberman (1992:20) G. Validitas Data Penelitian ini menggunakan cara triangulasi dalam menguji keabsahan data yang dikumpulkan. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan atau sebagai pembanding terhadap hal tersebut (Moleong, 2002:178). Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi yang memanfaatkan sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang didapat melalui waktu dan alaat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dilakukan dengan cara: (1) membandingkan data hasil pengamatan atau observasi dengan hasil wawancaran (2) membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen terkait.

BAB IV

37

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Deskripsi Kabupaten Kebumen A.1. Luas Wilayah Kabupaten Kebumen secara administratif terdiri dari 26 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 128.111,50 Ha atau 1.281,115 Km2, dengan kondisi beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, sedangkan sebagian besar merupakan dataran rendah. Dari luas wilayah Kabupaten Kebumen, pada tahun 2007 tercatat 39.768,00 hektar atau sekitar 31,04% sebagai lahan sawah dan 88.343,50 hektar atau 68,96% sebagai lahan kering. Menurut penggunaannya, sebagian besar lahan sawah beririgasi teknis (46,20%) dan hampir seluruhnya dapat ditanami dua kali dalam setahun, sebagian lagi berupa sawah tadah hujan (33,71%) yang di beberapa tempat dapat ditanami dua kali dalam setahun, serta 20,09% lahan sawah beririgasi setengah teknis dan sederhana. Sedangkan lahan kering digunakan untuk bangunan seluas 35.985,00 hektar (40,73%),

tegalan/kebun seluas 28.777,00 hektar (32,57%) serta hutan negara seluas 16.861,00 hektar (19,09%) dan sisanya digunakan untuk padang penggembalaan, tambak, kolam, tanaman kayu-kayuan, serta lahan yang sementara tidak diusahakan dan tanah lainnya. A.2. Batas Wilayah Utara : Kabupaten Banjarnegara Selatan : Samudra Hindia Barat : Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap Timur : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purworejo A.3. Pembagian Administratif

Kabupaten Kebumen terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 449 desa dan 11 kelurahan dengan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 1.930 buah dan dibagi menjadi 7.027 buah Rukun Tetangga (RT). Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kebumen. A.4. Sejarah Berdasarkan bukti-bukti sejarah, Kebumen berasal dari kata Bumi, nama sebutan bagi P Kyai Bumidirjo, mendapat awalan Ke dan akhiran an yang menyatakan tempat. Hal itu berarti Kabumen mula mula adalah tempat tinggal P Bumidirjo. Di dalam perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalam pengadaan dan pelaksanaan belanja negara , keadaan demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar tahun 1930. Salah satu perwujudan pengetatan anggaran belanja negara itu adalah penyederhanaan tata pemerintahan dengan penggabungan daerah-daerah

Kabupaten (regentschaap) . Demikian pula halnya dengan Kabupaten Karanganyar dan Kebupaten Kebumen telah mengalami penggabungan menjadi satu daerah Kabupaten menjadi Kabupaten Kebumen. Surat keputusan tentang penggabungan kedua daerah ini tercatat dalam lembaran negara Hindia Belanda tahun 1935 nomor 629. Dengan ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka Surat Keputusan terdahulu tanggal 21 juli 1929 nomor 253 artikel nomor 121 yang berisi penetapan daerah kabupaten Kebumen dinyatakan dicabut atau tidak berlaku lagi. Ketetapan baru tersebut telah mendapat persetujuan Majelis Hindia Belanda dan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang baru yaitu : Kutowingun , Ambal , Karanganyar dan

39

Kebumen. Dengan demikian Surat Keputusan Gubernur Jendral De Jonge Nomor 3 tertanggal 31 Desember 1935 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936 dan sampai saat ini tidak berubah. Sampai sekarang (2010) Kabupaten Kebumen telah memiliki Tumenggung/Adipati/Bupati sudah sampai 30 kali.

B. Gambaran DPC Partai Demokrat Kabupaten Kebumen B.1. Sejarah DPC Partai Demokrat Kebumen DPC (Dewan Pimpinan Cabang) Partai Demokrat adalah pelaksana partai di tingkat kabupaten/ kota yang kepengurusannya bersifat kolektif sehingga keberadaannya di Kebumen sangat dibutuhkan untuk menjalankan tujuan Partai Demokrat. DPC Partai Demokrat Kebumen didirikan tidak lama setelah Partai Demokrat dideklarasikan oleh SBY dan dengan dana yang kala itu masih sangat terbatas serta fasilitas serba minim. Sejarah terbentuknya Partai Demokrat Kebumen bermula dari hubungan dekat antara ketua DPD Partai Demokrat Jateng yaitu Sukawi Sutarip dengan beberapa pengurus dan kader PDI-P Kebumen dan seorang pengurus Golkar yang kala itu merasa kurang cocok dengan kebijakan partainya sendiri. Para pengurus PDI-P itu adalah: Ambar Toni Surohandoyo dan Jatmiko, sedangkan Imam Baehaki dan Mbah Imam merupakan kader PDI-P. Adapun Suharso adalah mantan pengurus DPC Golkar. Kelima orang itu kemudian dengan tangan terbuka menyambut niat serius Sukawi Sutarip yang ingin mendirikan cabang Partai Demokrat di Kebumen. Segera setelah mendapat mandat dari DPP Partai Demokrat, ke-empat orang ini menggunakan pengaruhnya untuk menarik lebih banyak kader PDI-P Kebumen untuk masuk. Beberapa diantaranya adalah Agus

Kurniawan, Suprapto S. Pd, Edi Susanto, T Edi Sutrisno, Maijan, Sahala Tampubolon dan Supriyanto8.

B.2. Fungsi DPC Partai Demokrat Kebumen Dewan Pimpinan Cabang berwenang : 1. Menentukan kebijakan Tingkat Kabupaten / Kota sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Rapat Tingkat Nasional, Rapat Tingkat Daerah serta Peraturan Partai lainnya. 2. Mensahkan komposisi Personalia Dewan Pimpinan Anak Cabang. Dewan Pimpinan Cabang berkewajiban : 1. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Kongres, Rapat Tingkat Nasional, Musyawarah Daerah Tingkat Provinsi maupun Musyawarah Daerah tingkat Kabupaten/ Kota serta Peraturan Partai lainnya. 2. Memberikan pertanggung jawaban pada Musyawarah Daerah tingkat Cabang. B.3. Kondisi Sosial Politik Partai Demokrat Kebumen DPC Kebumen pada perkembangannya telah menorehkan prestasi yang cukup baik dengan meraih kursi di DPRD dan menempatkan tiga wakilnya.
8 Strategi Pemenagan Pemilu Legislatif Partai Demokrat Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Kasus Rekruitmen Caleg Partai Demokrat di Kebumen), Skripsi Spika Bawono Samudra F1D004053, Universitas Jenderel Soedirman 2010

41

Hanya saja untuk membentuk fraksi sendiri, Partai Demokrat masih bergabung dengan PDIP karena dibutuhkan lima kursi untuk membentuk fraksi sendiri. Pada pemilu legislatif 2004 di Kabupaten Kebumen dimenangkan oleh PDI-P yang sukses meraih 234,922 suara dengan persentase 37.84% dan memperoleh 19 kursi. Adapun, Partai Demokrat hanya mendapat tiga kursi dan perolehan sebanyak 35,598 suara dengan persentase 5,73%. Namun, perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu legislatif 2004 di Kabupaten Kebumen belum mencukupi Partai Demokrat untuk mendirikan satu fraksi sendiri. Pada akhirnya Partai Demokrat bergabung dengan PDI-P untuk membentuk fraksi baru. Barulah pada pemilu legislatif 2009, Partai Demokrat akhirnya dapat membentuk fraksi sendiri karena memperoleh kursi sebanyak tujuh di DPRD Kebumen. Berikut ini adalah tabel perolehan suara para caleg yang menang dari Partai Demokrat pada pemilu legislatif 2009 Kebumen di semua dapil: Tabel 1 Perolehan Caleg Pemenang dari Partai Demokrat Kebumen pada Pileg 2009 No Nama caleg Dapil asal Dapil I Dapil II Dapil III Dapil IV Dapil V Dapil VI Dapil VII Suara caleg 2594 3296 1883 1481 3034 3169 5174 Suara partai 6062 4394 4479 3843 5287 6201 3742

1 Solikhudin 2 Akhsin 3 Supriyanto SH 4 Erna Cypriana 5 Muhiban 6 Agus Kurniawan 7 Maijan Sumber: KPUD Kab. Kebumen

B.4. Susunan Organisasi dan Kepengurusan DPC Partai Demokrat Kebumen Tabel 2 Struktur Organisasi DPC Partai Demokrat Kebumen
No 1 2 3 4 5 Jabatan Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi ( OKK ) Pendidikan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia Ekonomi, Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian Pemuda dan Olah Raga, Kominfo Kelautan, Perikanan, Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Sosial, Kesehatan, Agama, dan Aliran Kepercayaan Energi dan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Kelestarian Alam dan Bencana Alam Pemda dan Pertahanan Pariwisata Hukum, HAM Buruh, Tani, Nelayan, dan Tenaga Nama Nashirudin Al Mansyurdan Probo Indartono Agus Kurniawan Zulfah Nursofiah, Spd Suprapto, SPd

6 7 8 9 10 11 12 13 14

Drs. Kasirun Hadi Supardi, SE Pamungkas Aji Djoko Hartono M. Sudjangi Supriyanto, SH Imam Baehaqi Yuliana Retnowati Anita Nosa, SH Ulfah Nursolikhah, S.Si

Kerja 15 Pemberdayaan Perempuan Sumber: DPC Partai Demokrat Kebumen

Dalam mengambil keputusan ada Majelis Pertimbangan Cabang DPC Partai Demokrat Kabupaten Kebumen, yang mencakup unsur-unsur tokoh masyarakat, tokoh adat, rohaniawan, ulama dan cendikiawan. Strukturnya dapat dilihat di tabel 3.

Tabel 3 Struktur Majelis Pertimbangan Cabang


No 1 2 Ketua Wakil Ketua Jabatan Nama H.Muzni AM H.Subagiono

43

3 4

Sekretaris Wakil Sekretaris

H.Ratmoko Pujo Sumitro Parsomo

Sumber: DPC Partai Demokrat Kebumen

Badan penelitian dan pengembangan adalah badan tetap yang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Pusat dalam masa waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan partai. BALITBANG sebagai badan yang merupakan think tank organisasi diharapkan dapat memberikan analisa yang tajam, akurat, kredibel dan akuntabel serta memiliki kepekaan dalam menghadapi berbagai permasalahan baik dalam maupun luar organisasi yang menyangkut kondisi sosial masyarakat demi kemajuan dan kebesaran partai. Untuk kepengurusannya dapat dilihat di tabel 4. Tabel 4 Struktur BALITBANG No 1 2 3 4 5 6 7 8 Ketua Wakil Ketua I Wakil Ketua II Wakil Ketua III Sekretaris Wakil Sekretaris I Wakil Sekretaris II Wakil Sekretaris III Jabatan Nama Akhsin Imam Baehaqi Eko Bayu Cahyadi Sugeng Haryono Heri Kusworo Haris Abdillah Djoni Habib

Sumber: DPC Partai Demokrat Kebumen Disamping struktur yang menangani perkembangan partai, Partai Demokrat mempunyai struktur organisasi Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) yang bertugas menyusun program, strategi dan cara pemenangan Pemilu khususnya yang berkaitan dengan kegiatan kampanye. BAPPILU berfingsi sebagai badan yang memberikan konsep-konsep Pemenangan Pemilu baik tingkat

daerah maupun tingkat cabang, diharapakan sampai tingkat ranting sebagai kantong suara. Struktur orgnisasi tersebut dapat dilihat di tabel 5. Tabel 5 Struktur BAPPILU
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Ketua Wakil Ketua I Wakil Ketua II Wakil Ketua III Sekretaris Wakil Sekretaris I Wakil Sekretaris II Wakil Sekretaris III Jabatan Nama H.Khambali SH Sukino H.Dirgoyuswo Sutarjo Nur Ismail Anas Muhrodi Ratino T. Edi Sutrisno

Sumber: DPC Partai Demokrat Kebumen

Selain dari berbagai struktur organisasi diatas yang menangani bidangbidang tertentu terdapat pula Badan Pakar. Badan Pakar adalah badan yang

membidangi kepakaran bagi kegiatan partai secara professional. Badan pakar bertugas untuk member masukan kepada Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, Dewan Pimpinan Cabang dalam mengambil keputusan penting baik diminta maupun tidak diminta. Struktur Badan Pakar DPC Partai Demokrat Kabupaten Kebumen dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Struktur Badan Pakar


No 1 2 Ketua Wakil Ketua I Jabatan Nama Imam Barkah Kasiman

45

3 4 5 6 7 8

Wakil Ketua II Wakil Ketua III Sekretaris Wakil Sekretaris I Wakil Sekretaris II Wakil Sekretaris III

Jatmiko Warsan RB. Supomo Sugiyatno Dr. H. Sunan Soleh Setiadi SH

Sumber: DPC Partai Demokrat Kebumen

C. Hasil Penelitian C.1. Proses Penelitian Penelitian ini mendapat akses kepada semua informan dari Spika Bawono Samudra, yang juga mahasiswa ilmu politik angkatan 2004. Dia merupakan salah satu pengurus DPC Partai Demokrat Kebumen dengan jabatan wakil sekretaris DPC. Dengan memiliki akses orang dalam yang paham dan cukup berpengaruh untuk menggali informasi yang mendukung penelitian ini sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Penelitian ini bersifat sangat sensitif dikarenakan dua hal berikut yaitu, pertama objek pembahasan dalam penelitian ini adalah konflik internal sebuah partai besar yang tentunya jika informasinya keluar sedikit saja akan merusak kredibilitas partai dimata masyarakat khususnya Kabupaten Kebumen. Kedua, jika dilakukan secara formal peneliti akan mengalami kesulitan dalam menggali informasi terutama dari pihak DPC. Dengan dua kendala tersebut, penelitian dirasa efektif jika dilakukan secara informal. Oleh sebab itu peneliti tidak menggunakan atribut formal standar penelitian. Informan pertama yang peneliti kunjungi adalah T Edi Sutrisno, beliau adalah pengurus FKL. Ada dua pertimbangan kenapa T Edi Sutrisno dijadikan

informan yang pertama kali diwawancara. Pertama, karena secara personal, saudara T Edi Sutrisno paling dekat dengan Spika. Kedua, T Edi Sutrisno merupakan salah satu arsitek dari berdirinya FKL, sehingga peneliti akan mudah mendapat gambaran awal dari penelitian ini. Proses wawancara dengan T Edi Sutrisno dilakukan padahari sabtu tanggal 16 Oktober 2010 sekitar pukul 15.30 WIB di ruang tamu rumah informan dengan ditemani oleh Spika. Wawancara ini berlangsung kurang lebih selama dua jam. Selama proses wawancara informan dapat menjelaskan konflik secara utuh. Wawancara awalnya berlangsung santai dengan sedikit candaan, namun ketika informan mulai menceritakan kronologis konflik suasana langsung berubah tegang karena beliau menceritakannya dengan nada sedikit marah. Hal ini mungkin disebabkan karena dia merupakan salah satu dari caleg yang gagal dalam pileg 2009 dan tidak mendapat kompensasi dari DPC atas jasanya membesarkan Partai Demokrat. Namun proses wawancara berjalan lancar karena informan mau menceritakan secara utuh hingga proses penyelesaian konflik. Setelah mewawancarai T Edi Sutrisno, masih pada hari yang sama, peneliti langsung melanjutkan dengan mewawancarai Agus Kurniawan. Sebelumnya peneliti telah terlebih dahulu menghubungi Agus Kurniawan dan disepakati peneliti mengunjungi beliau dirumahnya pada malam harinya yaitu pada pukul 20.00 WIB. Pertimbangan peneliti mewawancarai Agus agar peneliti mendapat pandangan yang berbeda dari T Edi Sutrisno karena Agus Kurniawan merupakan pengurus DPC, dan jabatan beliau adalah sekertaris DPC dan juga wakil ketua DPRD Kebumen. Wawancara dilakukan selama kurang lebih satu setengah jam ditemani oleh Spika dan berlangsung di ruang tamu rumah

47

informan. Awalnya informan terkesan menutup-nutupi terjadinya konflik di DPC. Itu terjadi kemungkinan karena beliau adalah pengurus inti DPC, isu yang sangat sensitif seperti ini tidaklah mungkin diceritakan secara gamblang oleh beliau. Tetapi setelah peneliti menjabarkan hasil dari wawancara sebelumnya dengan T Edi Sutrisno, baru Agus Kurniawan mau terbuka dengan peneliti dan menceritakan lebih lanjut kronologis konflik dari awal hingga penyelesaian. Besoknya pada hari minggu tanggal 17 Oktober 2010, peneliti melanjutkan proses wawancara dengan informan lain yaitu Akhsin. Akhsin adalah salah satu pengurus DPC dengan jabatan ketua BALITBANG. Wawancara dilakukan dirumah Agus Kurniawan, karena sebelumnya peneliti diberitahu oleh Agus bahwa Akhsin akan main kerumahnya sekitar pukul 9.30 WIB. Karena jarak rumah Spika dengan Agus Kurniawan cukup dekat maka peneliti langsung menuju rumahnya dan melanjutkan wawancara dengan Akhsin. Proses wawancara dilakukan diteras rumah Agus Kurniawan dengan ditemani oleh Spika. Wawancara berlangsung kurang lebih selama satu jam. Wawancara dengan Akhsin berlangsung cukup lancar. Karena peneliti perhatikan karakteristik Akhsin cukup terbuka, walaupun beliau orang DPC. Setelah wawancara dengan Akhsin, masih pada hari yang sama peneliti melakukan wawancara dengan Suprapto Spd. Beliau merupakan ketua FKL, dan merupakan informan yang sangat penting dalam penelitian ini. Sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu menghubungi beliau lewat telepon, dan disepakati bahwa wawancara dapat dilakukan dirumahnya sekitar pukul 14.30 WIB sepulang dari beliau kondangan. Proses wawancara berlangsung diruang tamu rumahnya dengan ditemani oleh Spika dan dilakukan kurang lebih selama

satu setengah jam. Selama wawancara informan secara terbuka mau menceritakan konflik tersebut dengan lengkap. karena keterbukaan beliau, peneliti mendapat informasi yang cukup untuk penelitian ini. Wawancara selanjutnya baru dapat dilakukan seminggu setelahnya yaitu pada tanggal 23 Oktober 2010, karena peneliti harus kembali dahulu ke Purwokerto. Peneliti juga sengaja mencari waktu akhir pekan dalam wawancara, karena peneliti mendapat informasi dari Spika bahwa informan-informan hanya bisa diwawancara pada akhir pekan karena punya banyak kesibukan. Informan selanjutnya yang peneliti wawancara adalah Ambartoni, beliau adalah anggota FKL. Wawancara berlangsung pada pukul 14.00 WIB. Sebelumnya peneliti menghubungi informan lewat telepon dan disepakati bahwa wawancara dapat dilakukan dirumahnya. Proses wawancara berlangsung diruang tamu rumahnya dengan ditemani oleh Spika dan dilakukan selama kurang lebih satu setengah jam. Wawancara berlangsung lancar karena informan cukup terbuka dalam menceritakan jalannya konflik hingga penyelesaian. Sehingga peneliti tidak menemui kesulitan dalam wawancara. Besoknya pada tanggal 24 Oktober 2010, peneliti melanjutkan wawancara dengan Imam Baehaqi anggota DPC, jabatan beliau adalah wakil ketua BALITBANG. Wawancara dilakukan diruang tamu rumahnya pada pukul 13.00 WIB dirumahnya setelah mendapat konfirmasi dari beliau lewat telepon. Wawancara dilakukan cukup cepat, yaitu hanya kurang lebih 30 menit. Secara tersirat peneliti perhatikan informan terlihat netral dalam menyampaikan pendapat, tidak pro DPC maupun FKL. Sehingga peneliti mengalami kebingungan dalam menentukkan informan dipihak mana. Tetapi karena informan 49

tidak ikut-ikutan mendukung FKL, maka peneliti memposisikan informan tersebut sebagai orang DPC. Informan selanjutnya yang peneliti wawancara ialah Supriyanto sekretaris PAC Sruweng, dari pihak FKL. Wawancara dilakukan via telepon karena informan tidak bersedia melakukan wawancara secara langsung dan hanya mau melakukan wawancara via telepon. Wawancara dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Supriyanto hanya menceritakan bahwa dia ikut FKL karena merasa dihargai dan mendukung adanya gerakan anti Nashirudin dan DPC. Setelah melakukan wawancara dengan tujuh informan, peneliti merasa sudah cukup mendapat data untuk mengkaji lebih jauh dalam pembahasan. Indikatornya hampir semua informan mau menceritakan kronologis terjadinya konflik hingga ke penyelesaian. Baik menurut versi DPC maupun FKL. Sehingga peneliti merasa tidak perlu lagi menambah informan untuk diwawancarai.

C.2. Latar Belakang Konflik Semenjak pileg 2009 didalam internal kepengurusan DPC mulai terlihat adanya konflik. Hal ini terjadi karena tidak berjalannya kompensasi yang dilakukan oleh DPC Partai Demokrat Kebumen. Pada saat Pileg 2009, caleg dijanjikan akan diberi kompensasi oleh DPC apabila mereka kalah dalam pileg. Kompensasi tersebut diambil dari gaji tiap bulan anggota dewan Partai Demokrat kebumen yang menang pileg kepada yang kalah. Gagalnya kompensasi tersebut terjadi karena perubahan peraturan yang dilakukan oleh DPP Partai Demokrat, dari Juklak dua yang memuat adanya kompensasi menjadi Juklak tiga yang

membatalkan kompensasi. Akibatnya terjadi kekecewaan dihati para Caleg yang gagal. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ambartoni: Semenjak dibatalkannya kompensasi, keutuhan kita sesama pengurus sudah kelihatan kaya mau pecah. Ya soalnya yang kalah itu kecewa, pertama sama ketuanya kok ya ga punya inisiatif sedikit misalnya kompensasi tetap dijalankan tapi sistem pilegnya ikut yang berlaku soalnya saya rasa aturan pileg yang baru dengan kompensasi tidak tabrakan. Jadi kalo seperti ini seolah-olah kita tidak dihargai sehingga saya tidak suka dengan kepemimpinan ketua yang tidak bijaksana9. Seiring berjalannya waktu, konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen menjadi makin keruh oleh adanya kasus tuduhan penggelapan dana partai yang dilakukan oleh ketua DPC yaitu Edi Susanto. Karena banyak tekanan dari berbagai pihak khususnya PAC, Edi Susanto pun mundur dari kepemimpinan DPC Partai Demokrat Kebumen. Pasca mundurnya Edi, muncul masalah baru yaitu tidak adanya ketua DPC. Seharusnya secara mekanisme AD/ART harus dilakukan Penunjukkan Langsung Tugas (PLT) kepada wakil ketua yaitu Suprapto Spd. Namun PLT ini tidak dapat berjalan dengan semestinya karena pada awalnya ada desakan dari sebagian PAC yang menginginkan adanya Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub), yaitu sebuah rapat darurat yang berfungsi untuk mengumpulkan suara seluruh PAC dalam pemilihan ketua DPC. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Suprapto Spd: Menurut peraturan yang semestinya, seharusnya saya sebagai wakil ketua yang sah langsung dinaikkan menjadi ketua melalui PLT. Namun kelihatannya ada akal-akalan entah dari siapa yang tidak menginginkan saya jadi ketua, malah diadakan Muscablub untuk memilih ketua. Mungkin saja sebagian besar PAC sudah berpihak kepada tokoh tertentu10

9 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010. 10 Wawancara dengan Suprapto Spd, Ketua FKL. Buayan, 17 Oktober 2010.

51

Muscablub akhirnya terlaksana pada 17 Januari 2010 bertempat di kantor DPC. Perkembangan selanjutnya jalannya Muscablub tidak sesuai harapan PAC karena DPP tiba-tiba saja ikut campur dengan melakukan rekomendasi penunjukkan langsung Nashirudin dan Probo sebagai ketua DPC dan wakilnya. Tidak hanya itu ternyata Muscablub juga menetapkan kedua pasangan tersebut menjadi Cabup dan Cawabup Pemilukada Kebumen 2010. Hal ini tentu saja menimbulkan ketidaksenangan sebagian besar pengurus DPC dan PAC. Karena DPP dianggap otoriter dan tidak peka terhadap arus bawah. Selain itu ketua dan juga wakil ketua yang ditunjuk oleh DPP bukan merupakan kader asli Partai Demokrat, sehingga menimbulkan polemik. Hal ini diperkuat dengan keterangan T Edi Sutrisno:

Waktu Muscablub kemarin saya juga kaget, kok tiba-tiba dari DPP turun rekomendasi langsung untuk menetapkan Nashirudin dan Probo Indartono sebagai ketua dan wakil ketua. Malah yang bikin saya lebih kaget lagi, mereka juga dijadikan cabup dan cawabup buat pilbup. Seolah-olah kita yang kita yang dibawah tidak dianggap sama sekali, kan masih ada Suprapto yang masih kader asli demokrat, dan masih ada kader yang lainnya juga, tapi kenapa yang terpilih malahan orang dari luar Partai Demokrat. Itu kan sangat menyakiti perasaan kita sebagai kader senior. Padahal kita sendiri sebenarnya sudah sepakat untuk mencalonkan Yuliani Setianingrum yang asli orang DPD Demokrat Yogya, paling tidak misalnya jadi cabup keliatannya kurang menjual ya paling tidak kan jadi cawabup kan bisa, yang penting ada orang demokratnya sehingga kita paling tidak merasa dihargai pendapatnya11 Muscablub tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan PAC, karena ikut campurnya DPP yang merekomendasikan Nashirudin dan juga Probo sebagai ketua dan juga wakil ketua DPC. Tidak hanya itu Nashirudin-Probo juga didaulat
11 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010.

sebagai cabup dan cawabup dalam pemilukada 2010. Hal itu mendapat tentangan dari sebagian besar kader yang menyatakan bahwa DPP otoriter dan tidak peka terhadap arus bawah. Banyak kader yang merasa kecewa dengan keputusan sepihak dari DPC tanpa menghiraukan suara dari bawah. Hal tersebut memecah keutuhan DPC, yaitu antara kader yang pro dan kontra rekomendasi. Keterangan diatas sesuai dengan pernyataan Agus Kurniawan: Namanya demokrasi kan biasa punya pendapat beda-beda tapi kan wong sudah jadi keputusan DPP kan sudah seharusnya diamankan, bukannya malah disabotase. Sebenarnya itu beberapa kader saya rasa dihasut untuk mengalihkan dukungan kelain pihak, biasa menjelang hari H kan apa-apa jadi panas12

C.3. Terbentuknya Forum Konco Lawas Demokrat Menjelang Pemilukada Kebumen 2010, konflik didalam kepengurusan DPC kian terbuka. Konflik tersebut semakin memanas karena pihak-pihak yang tidak setuju dengan rekomendasi DPP pasca muscablub terindikasi mengalihkan dukungannya ke Cabup lain diluar rekomendasi. Hal itu tentu saja membuat DPC mengambil langkah tegas dengan melakukan pemecatan massal terhadap para pengurus dan kader yang dianggap tidak loyal terhadap rekomendasi DPP. Pihak DPC tidak langsung memecat mereka yang dianggap tidak loyal, mulanya mereka melakukan alienasi atau pengasingan orang-orang yang dianggap tidak loyal. Caranya yaitu dengan tidak menginformasikan jadwal rapat yang wajib dilakukan oleh para kader ke pihak yang kontra DPC, sehingga mereka disingkirkan dengan alasan indisipliner. Hal ini diperkuat oleh keterangan Agus Kurniawan:
12 Wawancara dengan Agus Kurniawan, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kebumen. Gombong, 16 Oktober 2010.

53

Sebenarnya kami memaklumi kalo mereka punya pendapat sendiri tetapi seharusnya kan mereka tahu rekomendasi pimpinan itu kan yang paling penting sehingga alasan mereka untuk tidak mau mengamankan rekomendasi tersebut pasti karena mereka sudah ditarik oleh calon tertentu yang mengiming-imingi sesuatu. Untuk itu kami meminta persetujuan DPD untuk memecat pengurus dan kader yang tidak loyal tersebut13 Pernyataan lain diungkapkan oleh T Edi Sutrisno: Saya sangat kecewa dengan DPC, dengan teganya mendepak kita dengan memakai cara-cara yang licik. Saya tidak diberitahu mengenai rapat-rapat wajib yang biasa dihadiri, apalagi menjelang pilkada kan seharusnya makin sering rapat. Tapi anehnya saya sama sekali tidak diberitahu. Saya baru tahu selanjutnya setelah diberitahu oleh pihak DPC kalau saya dipecat karena alasan indisipliner tidak menghadiri beberapa rapat, hal itu juga dialami oleh teman-teman lain yang kontra terhadap DPC14 Tindakan pemecatan ini dianggap oleh mereka yang dipecat sebagai penghinaan dan penghilangan jasa-jasa mereka pada pemilu sebelumnya. Melihat tidak adanya lagi harapan untuk tetap eksis di Partai Demokrat mereka berinisiatif dan berkumpul untuk melakukan suatu perlawanan yang dapat memberikan shock terapy terhadap tidak hanya DPC namun juga DPD dan DPP. Untuk itu mereka membentuk suatu gerakan politik sebagai wadah untuk mewujudkan itu semua. Gerakan politik yang mereka jalankan adalah gerakan informal dengan ciri-ciri tidak memiliki kantor pusat, tidak memiliki struktur keanggotaan yang jelas, tidak memiliki AD/ART, dan tidak memiliki jadwal rapat yang jelas. Koordinasi dilakukan dengan cara-cara yang tersembunyi misalnya dilakukan di warung kopi pada saat kumpul-kumpul. Hal itu semua sengaja dilakukan untuk mengelabui DPC Partai Demokrat Kebumen dan tim sukses Nashir-Probo. Hal ini diperjelas

13 Wawancara dengan Agus Kurniawan, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kebumen. Gombong, 16 Oktober 2010. 14 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010.

oleh keterangan Suprapto Spd: Pada awalnya kami membentuk suatu forum informal yang bersifat kekluargaan dan terfokus pada perasaan senasib. Forum ini digunakan untuk mengumpulkan pendapat para kader demokrat yang kami anggap setia terhadap kelangsungan hidup partai juga terhadap nasib kader lain. Yang kami lakukan itu hanyalah kumpulkumpul biasa di warung kopi untuk saling berkelakar apa adanya15 Hal senada juga diungkapkan oleh Ambartoni: Kita kumpul-kumpul seperti ini kan malah jadi ngerti maunya temen-temen itu apa ternyata memang mereka memang tidak suka dengan keputusan DPP terutama dengan pengangkatan Probo. Dengan begini kami kan jadi bisa punya jalan untuk melakukan sesuatu untuk partai16 Perkembangan berita akan adanya perkumpulan kader demokrat yang kecewa dengan keputusan pimpinannya akhirnya sampai juga ke telinga tim sukses Poniman salah satu Cabup di Pemilukada Kebumen 2010. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Poniman untuk menggaet kumpulan kader ini sebagai kekuatan tambahan dalam menghadapi pemilukada. Namun ditengah

perjalanannya tiba-tiba Poniman tidak serius dalam menghadapi Pemilukada sehingga hal ini dimanfaatkan oleh tim sukses Buyar untuk menarik para kader demokrat tersebut ke pihaknya. Berbeda dengan Poniman, Buyar bersedia memberikan akomodasi yang cukup bagi mereka untuk melaksanakan tujuannya. Tetapi dengan imbalan Buyar mendapat dukungan penuh dalam menghadapi Pemilukada. Akhirnya terjadi kesepakatan antara Buyar dengan para kader demokrat tersebut. Keterangan ini sesuai dengan pernyataan T Edi Sutrisno: Tadinya kita memang lari ke Poniman mas, tapi wong dia gak serius, jadinya kita terima tawaran Buyar aja. Sesungguhnya kita tuh gak perduli mau yang didukung siapa, mau Buyar, Poniman,
15 Wawancara dengan Suprapto Spd, Ketua FKL. Buayan, 17 Oktober 2010. 16 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010.

55

Atau Aan sekalipun yang penting jangan Nas-Pro. Nah kebetulan saja Cuma Pak Buyar yang serius memberikan kita akomodasi yang cukup17 Akomodasi yang didapat para kader yang kecewa ini membuat mereka memiliki kekuatan untuk menggalang dukungan sebesar-besarnya dari seluruh konstituen Demokrat. Setelah mereka mampu mempengaruhi banyak elit Demokrat yang tersingkir untuk tidak mendukung Nashir-Probo. Sasaran mereka selanjutnya adalah para pengurus PAC yang tersebar di seluruh Kebumen. Para pengurus PAC adalah salah satu kunci penting dalam pemenangan pemilu 2009 yang lalu karena merekalah yang memegang kendali para pemilih di wilayahnya masing-masing. Jika mereka berhasil mempengaruhi sebagian besar PAC, maka akan sangat mudah bagi tim sukses Buyar untuk mencuri suara dari Nashir-Probo. Kesempatan mereka untuk mempengaruhi sebagian besar PAC juga terbuka lebar. Hal ini disebabkan oleh konflik-konflik internal di dalam tubuh beberapa PAC. Masalah yang belum terselesaikan ini menyangkut dana pemenangan pemilu dan kejelasan tentang posisi mereka setelah melihat adanya pemecatan besar-besaran para pengurus DPC. Hal ini akhirnya dimanfaatkan untuk mempengaruhi sebagian besar PAC sesuai dengan keterangan Ambartoni: Tindakan kita selanjutnya yaitu mempengaruhi sebagian PAC itu sangat mudah karena kasus uang penghargaan bagi PAC pas pemilu kemarin kan mengambang dan gak jelas. Di sisi lain kami juga memberikan akomodasi langsung kepada para PAC yang bersedia bergabung dengan kami18 Tindakan cepat yang terus-menerus mempengaruhi sebagian besar PAC untuk bergabung bersama melalui kedua metode tersebut menghasilkan hasil
17 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010. 18 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010.

yang seperti diharapkan. 15 PAC akhirnya mengalami konflik internal hebat yang berakibat pada pecahnya struktur organisasi PAC dan beralihnya dukungan konstituen Demokrat untuk mendukung pengurus PAC yang anti Nashir-Probo. Konflik paling besar terjadi di empat PAC yaitu Karang Sambung, Sempor, Sruweng dan Kutowinangun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprapto Spd: Penjelasannya itu misal di Sempor ya mas. PAC disana ketuanya sudah tidak aktif karena sering berpergian jauh. Kesempatan itu tidak kami sia-siakan dengan mempengaruhi wakil ketua untuk naik dan cepat-cepat mengambil dukungan dari bawah. Pada saat itu terjadi konflik karena DPC ngotot tidak mengakui wakil ketua. Tapi kami tidak habis akal dengan segera memberi akomodasi kepada para pengurus dan konstituen sehingga meskipun tidak diakui DPC. Tapi kekuatan real-nya sudah kami pegang19 Pernyataan diatas juga sesuai dengan pernyataan saudara Ambartoni: Ya, meskipun akhirnya terjadi pemecatan terhadap semua PAC yang pro kita. Tetapi itu tidak jadi problem karena akomodasi yang kita berikan kepada mereka terutama konstituen Demokrat itu lebih berpengaruh ketimbang ancaman DPC20 Pendapat senada datang dari Supriyanto: Lah aku itu wis ora wedi (saya ini tidak takut) la wong saya ini kan dari kemarin berjuang tidak dapat apa-apa. Sekarang saya rasa diregani dengan dikasih akomodasi ya saya mending ngajak tementemen di bawah biar ikut ndukung gerakan anti Nash-Pro. Nasibe kan sama mas21 Beralihnya sebagian besar pengurus PAC ke kubu perlawanan ini membuat pihak DPC melakukan tindakan tegas yaitu memberi peringatan kepada para pengurus PAC yang beralih kepada kubu perlawanan untuk kembali kepada tugasnya. Namun, peringatan ini tidak digubris sehingga DPC memutuskan pemecatan dan tidak mengakui kepemimpinan PAC yang mendukung kubu
19 Wawancara dengan Suprapto Spd, Ketua FKL. Buayan, 17 Oktober 2010. 20 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010. 21 Wawancara dengan Supriyanto, Sekretaris PAC Sruweng, Anggota FKL. Ambal, 24 Oktober 2010.

57

tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus Kurniawan: Kami jelas tidak dapat mentolerir jika ada pengurus maupun kader yang tidak mau mengamankan rekomendasi DPP. Pelanggaran seperti ini harus diberi sangsi dipecat supaya konflik tidak makin runyam22 Dukungan Buyar terhadap kader demokrat yang baru saja disingkirkan oleh DPC ini, membuat mereka berani tampil didepan umum dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi hampir seluruh PAC Partai Demokrat Kebumen untuk tidak memilih Nash-pro. Mereka lalu secara resmi mengatasnamakan dirinya Forum Konco Lawas Demokrat (FKL) yang dengan terang-terangan mendukung Buyar Winarso dengan mendeklarasikannya di Hotel Candisari Kebumen pada tanggal 17 Maret 2010. FKL sendiri terdiri dari 8 pengurus DPC, sebagian besar kader lama dan 15 PAC. Keterangan tersebut sesuai dengan pernyataan T Edi Sutrisno: Kalau kita dibilang tidak loyal itu sama sekali tidak benar. Justru dari pertama kita yang paling mati-matian supaya ada kader demokrat asli yang paling tidak menjadi calon wakil bupati. Kita juga kan kepinginnya paling tidak Suprapto yang jadi wakil ketua, sedangkan kita tetap setuju Nasir jadi cabup maupun ketua demokrat23 Hal ini diperkuat oleh pernyataan Imam Baihaqi: Sebenarnya saya kurang setuju kalau Nasir jadi ketua demokrat, tapi kalau dia jadi cabup saya setuju, soalnya bagaimanapun juga kan kalau mau memenangkan pemilu kan harus memiliki karakter yang sudah dikenal baik oleh publik. Justru yang paling saya tidak suka itu ketika Probo Indartono dijadikan cawabup selkaligus wakil ketua, karena Probo itu masih anggota aktif PDIP. Hal ini mengingatkan saya pada otoritarianisme PDIP diterapkan juga di demokrat. Ini kan jaman sudah demokrasi tapi kok cara-caranya masih seperti itu24 Pernyataan lainnya diungkapkan oleh Suprapto Spd:
22 Wawancara dengan Agus Kurniawan, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kebumen. Gombong, 16 Oktober 2010. 23 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010. 24 Wawancara dengan Imam Baehaqi, Wakil Ketua Balitbang DPC Partai Demokrat Kebumen. Kebumen, 24 Oktober 2010.

Alasan kita memilih Buyar itu sebenarnya karena dia datang dan menawarkan sesuatu yang kami butuhkan, yaitu kendaraan untuk membalas dendam. Sebenarnya kita tadinya condong ke calon lain yaitu Poniman. Tetapi kelihatannya dia kurang serius dalam menghadapi Pilkada. Kalau pak Buyar itu memberikan akomodasi yang cukup25

Konflik internal yang terjadi di DPC Partai Demokrat Kebumen merupakan bentuk dari kekecewaan sebagian kader atas sikap DPC yang mereka nilai arogan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya sesuai dengan teori dari Maurice Duverger (2003:6) rasa kecewa tersebut menimbulkan rasa frustasi yang mengakibatkan tumbuhnya benih-benih konflik. Pengangkatan ketua DPC melalui DPP (pimpinan pusat) jika dikaji melalui teori dari Lucian W. Pye (dalam Masoed, 1989:147) juga merupakan salah satu dari tiga penyakit partai politik yang sering menimbulkan konflik. Pemecatan terhadap kader-kader yang dianggap tidak loyal oleh DPC juga semakin memperkeruh suasana. Kader-kader yang dipecat pun membentuk FKL. Faktor-faktor tersebut nantinya akan membuat konflik ini akan semakin terbuka pada pemilukada Kebumen 2010. Lebih lanjutnya akan dijelaskan pada sub bab 5.

C.4. Konflik Pada Pemilukada Kebumen 2010 Semenjak mendapat akomodasi dan dukungan dari Buyar, FKL secara terang-terangan melakukan manuver-manuver politik yang mengundang konflik terbuka dengan DPC Partai Demokrat Kebumen. Manuver itu antara lain pertama, mengoptimalkan pengaruh 15 PAC terutama pengurusnya untuk mempengaruhi arus bawah supaya memilih Buyar. Kedua, mempublikasikan ke
25 Wawancara dengan Suprapto Spd, Ketua FKL. Buayan, 17 Oktober 2010.

59

masyarakat kalau ada kader demokrat yang menjadi calon cawabup pemilukada Kebumen 2010 yang menggunakan kendaraan Partai Demokrat. Ketiga, memberikan informasi strategis kepada tim sukses Buyar. Keempat,

mempengaruhi beberapa tim sukses Nashir-Probo yang berasal dari Partai Demokrat yang mungkin dapat ditarik untuk mengalihkan dukungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ambartoni:

Salah satu cara kita kita untuk menggulingkan DPC yaitu memberikan informasi tentang dugaan korupsi dana pemilu yang lalu yang semestinya diberikan ke seluruh pengurus PAC, soalnya waktu itu kan sudah dijanjikan pada rapat pemenangan pemilu 2009. Kita juga meyakinkan kalau Buyar nanti juga akan memberikan akomodasi yang memadai jika mereka semua mau membantu proses pemenangan26 Keterangan diatas diperkuat oleh T Edi Sutrisno: Tidak hanya mempengaruhi PAC tapi kita juga bikin mbingung orang-orang di Kebumen dengan mencalonkan wakil bupati dari demokrat tanpa calon bupati. Terus berhadapan langsung denan pasangan Nas-Pro yang juga sama-sama dari demokrat. Hal itu supaya pas pak Andi Malarangeng ke Gombong lihat poster yang berbedabeda itu biar mikir. Kita juga gak mau kalah cepat dngan tim sukses mereka dengan memberi informasi data pemilih potensial yang bisa dialihkan ke Buyar di setiap wilayah supaya dapat dikuasai sebelum mereka bergerak27 Perilaku para kader demokrat yang tergabung dalam FKL ini benar-benar membuat eskalasi konflik meningkat menjadi konflik terbuka. DPC menganggap tindakan FKL adalah penghianatan yang sudah lama direncanakan dan akhirnya
26 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010. 27 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010.

menjadi jelas siapa pihak yang mengambil keuntungan dari perpecahan tersebut. DPC merasa telah tepat memecat orang-orang tersebut. Tetapi tindakan FKL ini oleh DPC masih dianggap sesuatu yang tidak membahayakan kemenangan Nashir-Probo. Karena menurut survei yang beredar saat itu, pasangan NashirProbo menempati urutan pertama sedangkan Buyar diurutan terakhir, sangat tidak diperhitungkan. Sehingga tidak diperlukan penanganan-penanganan lebih lanjut. Hal ini diungkapkan oleh Agus Kurniawan:

Sesuai dengan perkiraan saya mereka itu memang sejak lama sudah disusupi oleh tim sukses lain, cuma waktu itu saya belum tahu itu tim sukses yang mana. Tapi setelah tahu kalau itu Buyar saya menganggap kalau itu bukan suatu ancaman, karena Buyar tidak diperhitungkan dalam survei LSI. Saya rasa belum dibutuhkan tindakan-tindakan lebih lanjut., kami hanya akan mengawasi saja. Lagipula klaim mereka atas penguasaan 15 PAC adalah bohong belaka karena semua PAC sudah dikondisikan untuk mengamankan rekomendasi28 Pernyataan lain yang sedikit berbeda datang dari Akhsin: Memang benar mas kalo Buyar itu rendah pas disurvey awal. Tapi saya sebenarnya khawatir dengan penetrasi FKL kepada PAC di seluruh Kebumen. Meskipun kita rata-rata menguasai otoritas dan kelembagaannya.Tetapi FKL kelihatannya mampu menembak arus bawah konstituen-nya sehingga mungkin nanti konflik menyebar ke semua PAC29 Sesuai dengan kekhawatiran salah satu pengurus DPC bernama Akhsin, konflik memang meluas tidak hanya dijajaran kepengurusan dan kader saja. Tetapi juga meluas sampai ke PAC dan ranting Demokrat di hampir seluruh wilayah Kebumen. Konflik yang melebar ini telah membuat perpecahan besar di

28 Wawancara dengan Agus Kurniawan, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kebumen. Gombong, 16 Oktober 2010. 29 Wawancara dengan Akhsin, Ketua Balitbang DPC Partai Demokrat Kebumen. Sadang, 17 Oktober 2010.

61

dalam kepengurusan PAC dan rantingnya. Ada kurang lebih 15 PAC yakni PAC Buayan, Ayah, Kuwarasan, Puring, Sempor, Karanganyar, Petanahan, Klirong, Pejagoan, Sruweng, Sadang, Karangsambung, Kebumen, Buluspesantren, dan Kutowinangun yang mengikuti FKL mendukung Buyar. FKL yang juga terdiri dari orang Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPC Partai Demokrat Kebumen memiliki modal untuk membantu Buyar memenangkan Pemilukada. Buyar jadi bisa mengetahui bagaimana strategi yang nantinya akan diterapkan oleh tim sukses Nashir-Probo. Informasi lain mengenai jumlah pemilih potensial dan kondisi sosial politik yang merupakan data rahasia kepunyaan DPC Partai Demokrat Kebumen juga diberikan kepada tim sukses Buyar, sehingga Buyar memiliki modal yang cukup untuk memenangkan Pemilukada karena Buyar sudah mengetahui bagaimana gerakan yang akan dilakukan oleh Nashir-Probo.

C.5. Penyelesaian Konflik Hasil Pemilukada Kebumen 2010 ternyata memberikan sebuah kejutan yang luar biasa. Tanpa disadari oleh banyak pihak, Buyar dan tim suksesnya mampu menjadi urutan pertama pada pemilukada tersebut meskipun belum mencapai suara 30%. Karena tidak ada yang mencapai 30% total suara mengakibatkan pemilukada menjadi dua putaran. Lihat tabel 8. Tabel 8 Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilukada Kebumen 2010 Putaran I
No Urut 1 2 3 Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati H Rustriyanto.SH dan dr Hj Rini Kristiani KHM Nashirudin AM dan H Probo Indartono.SE MSi H Buyar Winarso.SE dan Djuwarni Ama. Pd Total Suara 14.437 suara (19,33%) 162.954 suara (27,52 %) 174.163 suara (29,41%)

4 Drs H Poniman Kasturo dan Nur Affifatul Khoeriyah Sumber: KPUD Kab. Kebumen

140.614 suara (23,75%)

Keadaan yang diluar dugaan ini disinyalir oleh pihak DPC karena ada banyak informasi penting milik Demokrat Kebumen yang telah dibocorkan kepada tim sukses Buyar sehingga pihak Nash-Pro mengalami kekalahan. Hasil dari pemilukada ini juga membuat pihak DPC sampai melaporkan kejadian ini ke DPD dan DPP untuk menunggu perintah selanjutnya. Hal ini sesuai dengan informasi Akhsin: Tanpa disangka memang mas, mereka ternyata telah membuat kita kecolongan. Saat itu kami dari pihak DPC tidak tahu harus berbuat apa dan akan menunggu keputusan selanjutnya. Ternyata konflik ini malah merugikan kita semua30 Informasi lain dari Ambartoni memperkuat pernyataan Akhsin tersebut: Haha, pihak DPC memang kecolongan dan tidak dapat berbuat apapun. Mereka tidak menduga apa yang kita lakukan mengakibatkan pemilukada berubah, tidak seperti yang diprediksikan, baik oleh LSI maupun pengamat politik. Buyar itu kan sebenarnya cabup yang underdog tapi bisa memenangkan pemilukada putaran pertama31 Pasca kemenangan Buyar pada putaran pertama muncul wacana dari pihak DPP untuk menarik kembali anggotanya yang tergabung dalam FKL. Hal itu dilakukan untuk mencegah kemungkinan terburuk yaitu kemenangan Buyar pada pemilukada putaran kedua selanjutnya. Sebab DPP beranggapan bahwa FKL yang terlibat dalam tim sukses Buyar merupakan orang yang tahu seluk-beluk Partai Demokrat, sehingga mereka akan mudah mengantisipasi Nashir-Probo

selanjutnya. Hal itu sesuai dengan pernyataan Akshin:


30 Wawancara dengan Akhsin, Ketua Balitbang DPC Partai Demokrat Kebumen. Sadang, 17 Oktober 2010. 31 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010.

63

Memang benar mas, setelah melihat kenyatan yang ada dilapangan, DPP memerintahkan kami untuk menarik dengan cara menempatkan mereka kembali pada posisi semula. Sementara itu kepengurusan yang sudah ada tetap dipertahankan. Sehingga strukrtur kepengurusan DPC Partai Demokrat Kebumen itu menjadi yang terbesar di Jawa Tengah32

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Agus Kurniawan: Yah mau ga mau, mereka harus masuk kembali kalo memang mereka cinta demokrat. Ini juga menunjukan kalo DPP punya niat baik untuk menyelesaikan masalah sehingga mereka tidak punya alasan lagi33 Hal itu diperkuat lagi oleh pernyataan dari pihak FKL. Seperti yang di nyatakan oleh T Edi Sutrisno dan Ambartoni: Ya memang, ternyata kita dipanggil lagi sama DPC. Turun Rekomendasi dari DPC untuk menempatkan lagi kita ke posisi semula34 Tadinya saya kira bohong, ternyata benar itu datang dari DPC. Ternyata kita disuruh balik ke kandang35 Tawaran rekonsiliasi yang di berikan DPP lewat DPC kepada seluruh kader demokrat yang telah keluar itu akhirnya disampaikan oleh pengurus FKL kepada seluruh orang-orang FKL maupun mantan kader yang bersimpati pada perjuangan FKL. Pada rapat pertemuan-pertemuan FKL masalah ini dibahas untuk dianalisa maksud yang terkandung didalamnya. Mayoritas orang-orang FKL menganggap hal ini sebagai tipu daya dari pihak demokrat untuk
32 Wawancara dengan Akhsin, Ketua Balitbang DPC Partai Demokrat Kebumen. Sadang, 17 Oktober 2010. 33 Wawancara dengan Agus Kurniawan, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kebumen. Gombong, 16 Oktober 2010. 34 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010. 35 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010.

menggagalkan rencana besar mereka. Mereka tidak percaya dengan ketulusan DPP. Hal itu lebih dianggap FKL sebagai manuver murahan yang tidak perlu ditanggapi dengan serius. Hal ini juga pertanda sepak terjang FKL mulai dianggap tidak remeh dan akan selalu diawasi gerak-geriknya oleh DPC. Tidak menutup kemungkinan rekonsiliasi merupakan penyusupan untuk menggagalkan rencana FKL, oleh karena itu FKL menolak segala tawaran rekonsiliasi yang ditawarkan oleh DPC. Hal itu sesuai dengan pernyataan Ambartoni: Biasanya mas kalo disaat-saat seperti ini tuh banyak yang mencurigakan, dalam artian mereka sebenarnya ingin menghancurkan sepak terjang kita dan mereka ingin membuyarkan kesolidan kita dengan cara seperti itu. Yah bahasa mudahnya ada udang dibalik batu, kita bukanlah orang orang bodoh yang tidak bisa membedakan jebakan dan pengakuan. Lagipula posisi kita saat itu sedang diatas angin36 Tawaran rekonsiliasi akhirnya tidak duterima oleh FKL. Hal itu menunjukkan bahwa pihak DPC belum mampu memahami akar permasalahan yang sebenarnya yang menyebabkan pecahnya DPC. Hal ini sesuai dengan pernyatan T Edi Sutrisno:

Kita kan inginnya minimal ada kader demokrat yang jadi pimpinan DPC atau menjadi kandidat cawabup. Setidaknya mereka kan bisa meniru politik memecah calon yaitu tetap mengakui pilihan kita kader demokrat lama dan merasakan bahwa jika kita yang menang itupun tetap kemenangan demokrat. Jadi ya secara diam-diam DPC mau mengakui jika Buyar menang itu juga kemenangan bagi demokrat37 Pada pemilukada putaran kedua, akhirnya dimenangkan oleh Buyar Winarso yang disokong oleh FKL. Sedangkan Nashirudin yang didukung DPC
36 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010. 37 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010.

65

Partai Demokrat Kebumen kalah tipis dari Buyar. Lihat tabel 9.

Tabel 9 Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilukada Kebumen 2010 Putaran II


No Urut 1 Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati KHM Nashirudin AM dan H Probo Indartono.SE Total Suara 263.038 suara (49.09%) 272.779 suara (51,91%)

MSi 2 H Buyar Winarso.SE dan Djuwarni Ama Pd Sumber: KPUD Kab Kebumen

Kenyataan ini membuat DPD dan DPC berpikir ulang untuk melakukan tindakan yang cepat dan tepat terhadap kehadiran FKL. Hasil dari rapat antara DPD dan DPC Partai Demokrat pasca pemilukada kedua memperluas wacana tidak hanya merekrut anggota FKL untuk kembali ke DPC tetapi juga merekrut Buyar untuk dijadikan ketua DPC yang baru untuk mengganti posisi Nashirudin pada pemilihan pengurus DPC Partai Demokrat Kebumen baru yang jatuh pada tahun 2011. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus Kurniawan: Ya memang, dari kita terdapat wacana seperti itu. Kebetulan pak Nashirudin kan tugasnya sebagai ketua DPC berakhir tahun depan, jadi kita itu berpikir masak-masak untuk menarik mereka semua kembali ke jalurnya yang benar. Ya semoga saja mereka mengerti niat baik kita38 Pernyataan diatas diperkuat oleh penyataan dari kubu FKL yaitu Ambartoni:
38 Wawancara dengan Agus Kurniawan, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kebumen. Gombong, 16 Oktober 2010.

Awalnya saya ga percaya, tiba-tiba ada wacana ekstrim seperti itu. Sebenarnya sih saya masih ilfil gitu, tetapi kelihatannya mereka sudah kalah dan mau mengakodasi kita dan menjadikan pak Buyar sebagai kader democrat dengan kedudukan tertinggi yaitu ketua DPC. Nah dengan kondisi seperti ini saya yakin mereka tidak mungfkin berniat menjebak kita, karena kemenangan secara mutlak sudah dipegang kita dan juga perang sudah berakhir39 Hal ini sesuai dengan pernyataan T Edi Sutrisno: Dalam pandangan saya wacana itu masuk akal. Saya sendiri juga didalam hati masih ingin eksis di dalam Partai Demokrat. Kejadian itu menunjukkan mereka tidak lagi memandang kita sebelah mata, dengan demikian mungkin saya masih punya harapan di Partai Demokrat. Saya juga setuju kalo pak Buyar jadi ketua demokrat, soalnya orangnya baik40 Wacana dari pengurus DPC ternyata mendapat sambutan positif di sebagian besar anggota FKL. Apalagi ditambah dengan terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada tanggal 23 Mei 2010 membuat kubu FKL makin bulat untuk menyelesaikan konflik dan kembali ke Partai Demokrat. Karena mayoritas kader democrat yang ada di FKL adalah pendukung Anas Urbaningrum, dan mereka berharap dengan kepemimpinan Anas akan membawa membuat Partai Demokrat menjadi semakin baik di kemudian hari. Dengan selesainya pemilukada praktis FKL tidak lagi memiliki tujuan baru. Sehingga dengan sendirinya keberadaan FKL cepat atau lambat akan bubar, dan secara otomatis konflik pun mereda. Rekonsiliasi kedua ini juga dianggap oleh kubu FKL telah menyentuh akar permasalahan yaitu pengakuan akan kapabilitas
39 Wawancara dengan Ambartoni, Anggota FKL. Kebumen, 23 Oktober 2010. 40 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010.

67

mereka sebagai kader yang kompeten dan loyal terhadap demokrat. Pasca bubarnya FKL praktis tidak ada lagi konflik internal di DPC Partai Demokrat Kebumen. Masing-masing pihak merasa puas dengan penyelesaian konflik tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyatan T Edi Sutrisno dan Suprapto Spd: Begini mas, kita mau menerima tawaran rekonsiliasi dari DPC karena kita merasa sudah menang dan berhasil membalaskan sakit hati kami kepada DPC. Terpilihnya Anas Urbaningrum menjadi ketua DPP juga makin membulatkan tekad kita untuk kembali berjuang di Partai Demokrat, karena mayoritas orang FKL termasuk saya adalah pendukung Anas. Kita berharap dengan terpilihnya Anas akan membawa perubahan Partai Demokrat menjadi lebih baik. Karena Anas adalah orang yang santun dan penuh perhitungan serta tidak gegabah seperti Hadi Utomo, sehingga kita lebih percaya dengan kepemimpinannya41 Sesuai dengan garis perjuangan kita (FKL) sebelumnya, tujuan kita untuk menjatuhkan DPC sudah tercapai. Pembuktian kita terhadap kapabilitas dalam pemenangan pemilu sudah terbukti. Untuk itu FKL sudah tidak lagi punya alasan untuk tetap berdiri. Saya sendiri membebaskan kawan-kawan (FKL) untuk ngapain aja42 D. Pembahasan Hasil Penelitian D.1. Penyebab Konflik Partai Demokrat merupakan salah satu partai terbesar di Kabupaten Kebumen. Hal ini bisa dilihat dari keberhasilannya mengantarkan tujuh calegnya menjadi pemenang pada pileg 2009 (lihat tabel 1) dan menjadi posisi ketiga pada perolehan suara di Kabupaten Kebumen. Pada skala nasional, Partai Demokrat memenangkan pileg dan juga menghantarkan capres-cawapresnya yaitu SBYBoediono menjadi pemenang pada pilpres 2009. Walaupun Partai Demokrat merupakan partai yang besar, namun ternyata
41 Wawancara dengan T . Edi Sutrisno, Anggota FKL. Kebumen, 16 Oktober 2010. 42 Wawancara dengan Suprapto Spd, Ketua FKL. Buayan, 17 Oktober 2010.

menyimpan persoalan-persoalan tersendiri dalam tubuhnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya DPC Partai Demokrat Kebumen memiliki persoalan internal yang cukup pelik. Sehingga menyebabkan perpecahan didalamnya sehingga menimbulkan konflik. Konflik tersebut makin diperparah dengan adanya sekelompok kader yang mendirikan Forum Konco Lawas (FKL) yang secara terang-terangan mendukung cabup yang bukan berasal dari sokongan DPC pada Pemilukada Kebumen 2010. Konflik ini diawali semenjak tidak berjalannya kompensasi yang dilakukan oleh DPC Partai Demokrat Kebumen. Pada saat Pileg 2009, caleg dijanjikan akan diberi kompensasi oleh DPC apabila mereka kalah dalam pileg. Kompensasi tersebut diambil dari gaji tiap bulan anggota dewan Partai Demokrat kebumen yang menang pileg kepada yang kalah. Gagalnya kompensasi tersebut terjadi karena perubahan peraturan yang dilakukan oleh DPP Partai Demokrat, dari Juklak dua yang memuat adanya kompensasi menjadi Juklak tiga yang membatalkan kompensasi. Kegagalan kompensasi tersebut merupakan awal dari perubahan lingkungan tempat mereka bekerja. Ketika lingkungan tempat mereka menjadi tidak kondusif dan diluar harapan, dapat dipastikan timbul perasaan yang negatif yang mampu membuat mereka menjadi marah atau tertekan perasaannya. Keinginan mereka untuk dihargai jasa dan perannya dalam memajukan Partai Demokrat Kebumen merupakan kelanjutan dari iklim yang tidak kondusif dan menimbulkan ketidak-senangan. Kekecewaan tentu suatu saat timbul jika kondisi ini dibiarkan apalagi janji yang tidak dipenuhi menjadi tidak jelas solusinya. Di sisi lain, para caleg yang menang pun memiliki motivasi baru untuk menjaga apa

69

yang mereka telah raih sehingga timbul rasa kebersamaan diantara mereka untuk mengamankan posisi mereka dengan cara menyingkirkan rintangan mereka. Pada akhirnya, rasa saling curiga dan situasi yang memanas menimbulkan rasa takut beberapa kelompok yang merasa terancam oleh kemarahan temannya yang lain. Mereka merasa bahwa dengan adanya ingkar janji dari kubu caleg pemenang pemilu terhadap kubu yang kalah dalam pemilu menimbulkan tidak hanya kekecewaan tetapi juga penghinaan terhadap harga diri mereka. Ketika harga diri merasa dipermainkan. Harga diri akan menjadi motivasi baru untuk melakukan pembelotan ataupun perlawanan yang suatu waktu dapat berkobar. Menurut Maurice Duverger (dalam Rauf, 2000:6), penyebab terjadinya konflik yang pertama adalah hal-hal yang terjadi pada tingkat individual. Ini merupakan konflik yang terjadi antara dua orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor-faktor penyebab konflik adalah masalah pribadi sehingga dalam konflik hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja. Duverger menyinggung rasa frustasi sebagai penyebab terjadinya konflik. Orang yang frustasi lebih mudah terlibat dalam konflik dengan pihak lain yang dianggap sebagai penyebab atau berkaitan dengan penderitaan yang merupakan penyebab frustasi tersebut. Kedua adalah konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antar dua kelompok atau lebih. Konflik pribadi dapat lebih mudah menjadi konflik kelompok karena adnya kecenderungan yang besar dari individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompoknya masing-masing. Konflik kelompok merupakan ciri konflik politik. Oleh karena itu sifat-sifat pribadi seseorang dapat saja menimbulkan konflik politik bila orang tersebut adalah pemimpin yeng

berpengaruh didalam kelompoknya. Namun tidak disangkal pula bahwa frustasi memainkan peranan yang penting terjadinya konflik politik, mungkin inilah penyebab utamanya. Kekecewaan dari caleg yang gagal yang juga merupakan kader dari DPC Partai Demokrat Kebumen menyebabkan frustasi dan juga munculnya sikap antipati dan tidak loyal kepada DPC karena merasa dikhianati oleh DPC. Sikap frustasi yang terakumulasi hingga menjadi semangat untuk membalas dendam inilah yang menjadi motor penggerak konflik yang bergulir sesudahnya. Pasca Pileg 2009 muncul kasus tuduhan penggelapan dana partai yang dilakukan oleh Edi Susanto, ketua DPC Partai Demokrat Kebumen. Karena banyak desakan dari berbagai pihak, Edi pun mundur sebagai ketua. Setelah Edi mundur, muncul permasalahan baru yaitu tidak adanya ketua, padahal situasi saat itu sedang persiapan Pemilukada Kebumen 2010. Menurut AD/ART seharusnya menugaskan Suprapto S.pd selaku wakil ketua DPC menjadi pelaksana tugas sementara (PLT), namun PLT ini tidak dapat berjalan dengan semestinya karena pada awalnya ada desakan dari sebagian PAC yang menginginkan adanya Musyawarah Cabang Luar Biasa (Muscablub), yaitu sebuah rapat darurat yang berfungsi untuk mengumpulkan suara seluruh PAC dalam pemilihan ketua DPC. Muscablub tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan PAC, karena ikut campurnya DPP yang merekomendasikan Nashirudin dan juga Probo sebagai ketua dan juga wakil ketua DPC. Tidak hanya itu Nashirudin-Probo juga didaulat sebagai cabup dan cawabup dalam pemilukada 2010. Hal itu mendapat tentangan dari sebagian besar kader yang menyatakan bahwa DPP otoriter dan tidak peka

71

terhadap arus bawah. Banyak kader yang merasa kecewa dengan keputusan sepihak dari DPC tanpa menghiraukan suara dari bawah. Hal tersebut memecah keutuhan DPC, yaitu antara kader yang pro dan kontra rekomendasi. Keretakan di tubuh DPC makin diperkeruh dengan adanya rencana DPC yang ingin memecat kader-kader yang kontra rekomendasi. Karena DPC mengindikasikan bahwa kader-kader yang kontra rekomendasi mengalihkan dukungannnya ke cabup lain. Alasan pemecatan tersebut juga dikarenakan kaderkader yang kontra rekomendasi dianggap tidak loyal, sehingga membahayakan keutuhan DPC. Kader-kader yang kontra rekomendasi pun berencana melakukan pembalasan atas sikap DPC yang mereka nilai arogan tersebut. Mereka pun mulai menyusun rencana tersebut, yaitu pertama, dengan berkumpul dan berbagi pengalaman dan pendapat antar kader yang merasa senasib sepenanggungan. Mereka menyusun rencana tersebut melalui pertemuan-pertemuan informal yang dilakukan di warung kopi atau berbincang-bincang di salah satu rumah kader. Pertemuan tersebut pun menghasilkan ide untuk mendirikan sebuah perkumpulan informal yang tidak resmi namun seakan-akan resmi. Hal itu mereka lakukan untuk mengelabui pihak DPC dan juga tim sukses Nashir-Probo. Mereka berencana untuk total membelot mendukung calon bupati yang bukan resmi didukung oleh DPC. Siapapun itu tidak masalah, yang penting bisa memberikan mereka akomodasi yang cukup dan membantu mereka membalaskan dendam. Kedua, potensi yang ada didalam diri mereka yaitu semangat yang menggebu untuk membalas dendam merupakan potensi yang sangat besar. Oleh karena itu, pasti ada pihak yang akan memanfaatkannya. Benar saja, Poniman

salah satu calon bupati mendengar tentang kader demokrat yang membelot tersebut. Lalu Poniman mulai mendekati mereka untuk bekerja sama mendukungnya. Namun ditengah perjalanan mereka menilai Poniman tidak serius, faktornya adalah Poniman tidak mampu memberi akomodasi yang cukup buat mereka. Akhirnya mereka pun mencari orang yang mau memanfaatkan mereka dan memberi mereka akomodasi yang cukup. Mereka tidak ingin hanya dimanfaatkan saja, namun juga mereka ingin memanfaatkan keadaan ini. Buyar Winarso, salah satu peserta dalam pemilukada Kebumen 2010 pun melihat peluang untuk merekrut mereka. Dengan akomodasi yang lebih mumpuni mereka pun sepakat untuk mendukungnya. Ketiga, dengan akomodasi yang cukup mereka pun memiliki kekuatan untuk menggalang dukungan sebesar-besarnya dari seluruh konstituen Demokrat. Tidak hanya itu, mereka pun juga menggaet PAC yang merupakan kunci pemenangan pada pileg 2009, karena mereka yang memegang kendali para pemilih di daerah masing-masing. Karena akomodasi yang mumpuni ditambah rasa kecewa terhadap DPC, beberapa PAC pun sepakat mendukung Buyar Winarso. Dengan dukungan dari PAC, lalu mereka pun berani tampil di depan publik. Mereka memproklamirkan diri dengan nama Forum Konco Lawas (FKL). FKL ini juga resmi mendukung Buyar Winarso ditambah dengan 15 PAC. Peresmian FKL mendukung Buyar, menjadi awal dari terbukanya konflik internal di DPC Partai Demokrat Kebumen. Secara garis besar sesuai hasil wawancara langsung dengan informan dengan maka dapat disimpulkan faktor penyebab konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen adalah:

73

1. Rasa kecewa terhadap gagalnya kompensasi pada Pileg 2009 yang menimbulkan rasa frustasi yang mengakibatkan munculnya sikap antipati terhadap DPC (Ambartoni, lihat footnote 8). 2. Rasa kecewa terhadap rekomendasi DPP yang menetapkan NashirudinProbo sebagai ketua dan wakil ketua DPC serta calon bupati dan wakil bupati pada Pemilukada Kebumen 2010 (T Edi Sutrisno, lihat footnote 10) 3. Pemecatan terhadap kader-kader yang dianggap tidak loyal oleh DPC (T Edi Sutrisno, lihat footnote 13) Konflik internal yang terjadi di DPC Partai Demokrat Kebumen

merupakan bentuk dari akumulasi kekecewaan sebagian kader atas sikap DPC yang mereka nilai arogan. Konflik ini juga sarat akan kepentingan, baik itu dari pihak DPC maupun pihak FKL. Karena konflik ini juga merupakan konflik persaingan dalam memenangkan pemilukada. Konflik ini pun makin terbuka bersamaan dengan digelarnya Pemilukada Kebumen 2010. Niat untuk berdamai baru terbentuk pasca pemilukada putaran pertama. Karena secara mengejutkan Buyar Winarso yang didukung oleh FKL menempati urutan pertama dan menjadikan pemilukada dua putaran. DPC pun mulai mempertimbangkan untuk menarik kembali kader mereka yang membelot tersebut. Nanti akan peneliti jelaskan lebih lanjut di sub bab pembahasan penyelesaian konflik.

D.2. Aktor Konflik Berdasarkan pengamatan peneliti ada dua kategori aktor yang terlibat dalam konflik ini. Yaitu aktor internal dan aktor eksternal. Aktor internal ialah aktor yang menjalani konflik tersebut, sedangkan aktor eksternal ialah aktor yang

terlibat dalam konflik dan ikut mempengaruhi jalnnya konflik, namun bukanlah yang menjalaninya. Aktor internal ini antara lain kader DPC, FKL, dan PAC. Sedangkan aktor eksternal ialah DPP, DPD, dan tiga calon bupati berikut pasangannya pada pemilukada 2010 yaitu Buyar Winarso-Djuwarni, NashirudinProbo, dan Poniman-Nur Afatul. Tabel 7 Aktor Konflik
No Internal 1 DPC 2 FKL 3 PAC Sumber: Data Diolah Eksternal DPP DPD Cabup-Cawabup Pemiliukada Kebumen 2010

Keterlibatan DPP pada konflik ini ialah ketika DPP merekomendasikan Nashirudin dan Probo sebagai ketua dan wakil ketua serta cabup dan cawabup pada Pemilukada Kebumen 2010. Rekomendasi inilah yang menjadi awal dari perpecahan di dalam tubuh DPC hingga menjadikan sebagian kadernya mendirikan FKL. Keterlibatan DPD dalam konflik ini kurang lebih sama, karena DPD mendukung rekomendasi dari DPP tersebut. Calon bupati yang terlibat didalam konflik ini merupakan lebih sebagai yang memanfaatkan keadaan konflik antara FKL dan DPC Partai Demokrat Kebumen.

D.3. Tipe Konflik Konflik internal yang terjadi dalam tubuh DPC Partai Demokrat Kebumen bila dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, termasuk dalam situasi konflik yang realistis. Menurut Coser (dalam Paloma, 1994:111) mengatakan bahwa konflik yang realistis yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutantuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada objek yang dianggap

75

mengecewakan. Situasi konflik realistis yang terjadi dalam tubuh DPC Partai Demokrat Kebumen khususnya diikuti oleh sentimen-sentimen yang secara emosional mengalami distorsi oleh pengungkapan ketegangan yang tidak mungkin terjadi pada situasi konflik yang lain. Sifat-sifat permusuhan terselubung yang terjadi antara anggota partai dari PAC hingga tingkat DPC merupakan akibat dari rasa kecewa yang akhirnya menjurus kepada antipati serta motivasi untuk membalas dendam. Konflik internal DPC Partai Demokrat bila dilihat dari tipe konflik dan penyebabnya (Suswanto,2007) termasuk dalam ketegori konflik hubungan disertai konflik kepentingan. Konflik hubungan ialah masalah yang berhubungan dengan sikap dan perilaku dalam interaksi pihak-pihak yang bertikai. Konflik hubungan dalam konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen ini ditandai dengan adanya pertama, rasa kecewa yang dialami oleh para kader dan caleg pileg 2009 atas gagalnya kompensasi karena berubahnya peraturan dari Juklak II menjadi Juklak III. Gagalnya kompensasi ini menyebabkan hubungan antar kader menjadi kurang harmonis dan menimbulkan benih-benih konflik internal. Kedua, rekomendasi dari DPP pada Muscablub yang menunjuk Nashirudin dan Probo sebagai ketua dan wakil ketua serta cabup dan cawabup pada Pemilukada Kebumen 2010. Pasca Muscablub, terjadi keretakan hebat dalam tubuh DPC, yaitu terpisahnya antara kubu yang pro dan kontra rekomendasi DPC. Ketiga, komunikasi yang buruk yang terjadi antar sesama pengurus dari PAC hingga DPC yang. Dikarenakan adanya rasa kecewa yang amat sangat dan juga adanya perbedaan pandangan atau visi dan misi dari masing-masing pengurus partai. Keempat, perilaku negatif dari petinggi partai yang mengebiri

hak dan kewajiban pengurus partai yang akhirnya banyak mengecewakan kadernya serta menimbulkan rasa dendam yang menimbulkan konflik internal. Konflik kepentingan terjadi akibat dari suatu ketidakselarasan dan persaingan diantara pengurus-pengurus DPC Partai Demokrat Kebumen yang memiliki kepentingan yang berbeda. Konflik kepentingan ini ditandai dengan pertama, adanya perbedaan subtantif yang menyangkut kepentingan masingmasing pengurus partai. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana terpecahnya kader DPC pada muscablub, yaitu antara kubu yang pro rekomendasi dan yang kontra rekomendasi, semua itu terjadi karena perbedaan kepentingan diantara sesama pengurus. Kedua, adanya kepentingan prosedural yang menyangkut cara, aturan dan mekanisme mengusahakan kepentingan. Dalam kasus ini terlihat dari bagaimana petinggi DPC yang sengaja menyingkirkan orang-orang yang dinilai tidak loyal dengan alasan indisipliner. Ketiga, adanya kepentingan psikologis yang menyangkut persepsi dan suasana emosional yang terkait dengan suatu kepentingan. Dalam hal ini kepentingan psikologis itu ialah kepentingan untuk membalas kekecewaan yang didapat oleh kader yang tergabung dalam FKL.

D.4. Dampak Konflik Konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen ini memiliki dua dampak yaitu internal dan eksternal. Secara internal, konflik ini membuat organisasi DPC menjadi bermasalah, karena banyaknya kader yang dipecat atau beralih dukungan mendukung FKL, padahal saat itu sedang menjelang pilkada. Karena banyak dari kader yang beralih dukungan atau dipecat merupakan kader yang potensial, bisa dibilang sebagian kader yang dipecat merupakan mastermind dari DPC. Itulah

77

sebabnya tim sukses Nashirudin yang beranggotakan orang-orang DPC menjadi kurang maksimal dan menjadikan salah satu penentu kekalahan Nashirudin dalam Pemilukada Kebumen 2010. Dampak internal tersebut berefek eksternal. Konflik internal DPC Partai Demokrat ini berdampak pada Pemilukada Kebumen 2010. Buyar yang hanya diusung oleh PPP, PAN, dan Gerindra yang merupakan partai kecil yang kurang memiliki pengaruh di daerah Kebumen. Karena hanya didukung oleh partai kecil, pada awalnya Buyar Winarso tidak diunggulkan dalam Pemilukada Kebumen 2010. Sementara Nashirudin yang didukung oleh Partai Demokrat dan PKB yang merupakan partai besar di Kabupaten Kebumen, menjadi kandidat yang paling diunggulkan. Ditambah lagi Nashirudin merupakan incumbent, sehingga tidak perlu lagi repot-repot untuk mencari popularitas, karena beliau sudah banyak dikenal di mata masyarakat Kebumen. Namun hasil dari pemilukada berkata lain, Buyar Winarso yang underdog bisa unggul dalam pemilukada dan menjadikan pemilukada menjadi dua putaran. Pada putaran kedua, Buyar Winarso memenangkan Pemilukada Kebumen 2010 menang tipis dari Nashirudin. Kemenangan Buyar dalam pemilukada merupakan dampak dari konflik internal partai pengusung Nashirudin, yaitu Partai Demokrat. Konflik internal ini mengakibatkan perpecahan dan membuat banyak kader Partai Demokrat beralih dukungan ke calon bupati lain. Awalnya kader Partai Demokrat yang membelot tersebut merapat pada Poniman, namun karena mereka menganggap Poniman tidak serius menanggapi mereka, lalu mereka mengalihkan dukungannya ke calon bupati yang lain lagi. Akhirnya mereka sepakat mendukung Buyar Winarso dengan mengatasnamakan FKL.

D.5. Penanganan Dalam Penyelesaian Konflik Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penyelesaian konflik ini terjadi dua kali yaitu pasca pemilukada putaran pertama dan pasca pemilukada putaran kedua. Tawaran rekonsiliasi ini merupakan inisiatif dari pihak DPC baik yang pertama maupun kedua. Munculnya inisiatif untuk menyelesaikan konflik merupakan pemikiran DPC untuk mencegah kemungkinan terburuk yaitu kemenangan Buyar pada pemilukada putaran kedua selanjutnya. Sebab DPP beranggapan bahwa FKL yang terlibat dalam tim sukses Buyar merupakan orang yang tahu seluk-beluk Partai Demokrat, sehingga mereka akan mudah mengantisipasi Nashir-Probo selanjutnya. Tawaran rekonsiliasi dari DPC itupun ditolak oleh FKL. Karena FKL menganggap hal ini sebagai tipu daya dari pihak demokrat untuk menggagalkan rencana besar mereka yaitu membalas sakit hati mereka dengan memenangkan Buyar pada Pemilukada. Mereka tidak percaya dengan ketulusan DPP, hal itu lebih dianggap FKL sebagai manuver murahan yang tidak perlu ditanggapi dengan serius. Hal ini juga pertanda sepak terjang FKL mulai dianggap tidak remeh dan akan selalu diawasi gerak-geriknya oleh DPC. Tidak menutup kemungkinan rekonsiliasi merupakan penyusupan untuk menggagalkan rencana FKL, oleh karena itu FKL menolak segala tawaran rekonsiliasi yang ditawarkan oleh DPC. Pasca pemilukada putaran kedua muncul lagi tawaran rekonsiliasi dari DPC, namun kali ini disertai dengan wacana untuk mengangkat Buyar sebagai ketua DPC pada pembentukkan susunan organisasi untuk yahun 2011-2016.

79

Wacana dari pengurus DPC ternyata mendapat sambutan positif di sebagian besar anggota FKL. Apalagi ditambah dengan terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada tanggal 23 Mei 2010 membuat kubu FKL makin bulat untuk menyelesaikan konflik dan kembali ke Partai Demokrat. Karena mayoritas kder democrat yang ada di FKL adalah pendukung Anas Urbaningrum, dan mereka berharap dengan kepemimpinan Anas akan membawa membuat Partai Demokrat menjadi semakin baik di kemudian hari. Menurut Rauf (2000: 9) ada dua cara penyelesaian konflik, yaitu penyelsaian konflik secara persuasif dan penyelesaian konflik secara kekerasan atau koersif. Cara persuasive menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Penyelesaian konflik secara koersif menggunakan kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Bila dikategorikan, penyelesaian konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen ini memakai cara yang persuasif atau tanpa kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari cara DPC yang menawarkan rekonsiliasi tersebut ke pihak FKL tanpa memaksa, danmerupakan inisiatif dari FKL sendiri. Namun baru setelah pemilukada putaran kedua tawaran tersebut diterima. Penyelesaian konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen bila ditinjau melalui teori Young dan Mack (dalam Affandi, 1996:65-66), lebih mengarah kepada kategori compromise (kompromi). Karena tawaran rekonsiliasi konflik ini tanpa melalui kekerasan, dan merupakan inisiatif dari pihak DPC. Penyelesaian konflik ini juga tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai mediator untuk menengahi konflik. Sehingga penyelesaian konflik ini bisa dikategorikan dengan

penyelesaian konflik secara kompromi. Hal itu dapat dilihat dari usulan DPC kepada untuk mengangkat Buyar menjadi ketua DPC Partai Demokrat Kebumen periode 2011-2016. Usulan tersebut merupakan sikap dari DPC untuk meluluhkan hati orang-orang FKL agar mau kembali bekerja di DPC Partai Demokrat Kebumen.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

81

A. Kesimpulan Konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen merupakan konflik yang unik. Karena selain menimbulkan perpecahan, konflik ini juga menimbulkan persaingan pada Pemilukada Kebumen 2010. Persaingan tersebut terjadi karena beberapa kader membentuk suatu forum, yaitu FKL yang mendukung Buyar Winarso, peserta pemilukada diluar rekomendasi DPC. Berikut beberapa kesimpulan dari penelitian ini: 1. Faktor penyebab konflik tersebut ialah pertama, rasa kecewa kader demokrat yang menjadi caleg pada pileg 2009 terhadap gagalnya kompensasi. Kedua, rekomendasi penujukkan langsung pihak DPP atas Nashirudin-Probo sebagai ketua dan wakil ketua serta cabup dan cawabup pada Pemilukada Kebumen 2010. Ketiga, pemecatan terhadap kader yang tidak loyal terhadap DPC dengan alasan indisipliner. 2. Aktor yang terlibat dalam konflik ini ada dua kategori, yaitu aktor internal dan juga aktor eksternal. Aktor internal dalam konflik ini ialah DPC Partai Demokrat Kebumen, FKL, dan juga PAC. Aktor eksternal dalam konflik ini ialah, DPP Partai Demokrat, DPD Partai Demokrat Jateng, dan tiga calon bupati berikut pasangannya pada pemilukada 2010 yaitu Buyar Winarso-Djuwarni, Nashirudin-Probo, dan PonimanNur Afatul. 3. Tipe konflik internal DPC Partai Demokrat Kebumen masuk dalam kategori konflik hubungan disertai konflik kepentingan. Dampak internal konflik ini ialah membuat organisasi DPC menjadi

bermasalah, karena banyaknya kader yang dipecat dan beralih mendukung FKL. Dampak eksternal konflik tersebut dapat dilihat pada pemilukada, yaitu kekalahan Nashirudin atas Buyar Winarso. Lalu, upaya untuk menyelesaikan konflik ini terjadi dua kali, yaitu pasca pemilukada putaran pertama dan pasca pemilukada putaran kedua

B. Saran Dalam penelitian ini dikemukakan beberapa saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini untuk dapat diambil sisi positifnya, diantara saransaran yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi DPP Partai Demokrat, selayaknya tidak perlu terlalu ikut campur dalam kepengurusan DPC. Hal ini terkait pada rekomendasi penunjukkan langsung Nashirudin dan Probo menjadi ketua serta wakil ketua DPC Partai Demokrat Kebumen, hingga menetapkannya menjadi peserta pemilukada. Selain mencederai demokrasi, tidak sepatutnya pula Partai Demokrat yang merupakan partai besar melakukan caracara seperti itu. 2. Bagi DPC Partai Demokrat Kebumen, seharusnya dapat lebih bijak dalam menyikapi konflik internal yang terjadi. Hal ini terkait dengan keputusan untuk menyetujui rekomendasi dari DPP serta memecat kader-kader yang dinilai tidak loyal. Kebijakan tersebut selain memperparah konflik juga merugikan DPC sendiri, yaitu kalah dalam Pemilukada Kebumen 2010. 3. Konflik internal ini memberi pelajaran yang sangat berharga

83

khususnya bagi DPC Partai Demokrat Kebumen, dan Partai Demokrat pada umumnya. Karena konflik ini mengakibatkan dampak yang tidak disangka-sangka oleh banyak pihak. Konflik ini juga memberi kesan tersendiri bahwa sangat penting menjaga keharmonisan dalam suatu organisasi, apapun bentuknya. Jika tidak, maka ketidakharmonisan tersebut akan berakibat buruk bagi kepentingan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA Affandi, M. 1996, Pengendalian Konflik Dalam Dinamika Kelompok, Majalah Aspirasi, Edisi I/IV/April 1996, Jakarta. Almond, Gabriel dan Verba. Sidney. 1984, Budaya Politik (Tingkah Laku Politik

dan Demokrasi di Lima Negara), Bina Aksara, Jakarta. Amal, Ichlasul. 1988, Teori-teori Mutakhir Partai Politik, Tiara Wacana, Jakarta. Apter, E. David. 1988, Pengantar Analisa Politik, LP3ES, Jakarta. Azwar, Saifuddin. 2003, Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Beilhartz, Peter. 2003, Teori-teori Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bogdan, R. dan Taylor S.J. 1992, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-ilmu Sosial, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. Boroma, Suhendro. 2010, Sejarah dan Kemenangan Partai Demokrat, Penerbit Jala, Jakarta. Budiarjo, Miriam. 1999, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta. Coser, Lewis. 1965, The Function of Social Conflict, Free Press, New York. Duverger, Maurice. 1984, Partai Politik dan Kelompok Penekan, Bina Aksara, Jakarta. Duverger, Maurice. 2003, Sosiologi Politik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Faisal, Sanapiah. 1999, Format-format Penelitian Sosial, Rajawali Press, Jakarta. Gaffar, Affan. 2002,Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hoogerwerf, A. 1985, Politokologi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Masoed, Mochtar. 1989, Negara, Kapital dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Jakarta. Mulyasa, E. 2003, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung. Pusat Bahasa. 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Puspito, Hendro. 1984, Sosiologi Sistematik, Kanisius, Yogyakarta. Poloma, M. Margaret. 1994, Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rauf, Maswadi. 2001, Konsensus dan Konflik Politik, Dirjen Diknas, Jakarta.

85

Reiss, Steven. 2000, Who am I: The 16 basic desires that motivate our actions and define our personalities, Tarcher/Putnam Publish, New York. Riyanto, Yatim. 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif Cetakan kedua, Penerbit SIC, Surabaya. Salim, Agus. 2001, Teori dan Paradigma Sosial, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta. Sastroadmodjo, Sudjiono. 1995, Perilaku Politik, IKIP Press, Semarang. Surbakti, Ramlan. 1999, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta. Sutopo, Heribertus. 1988, Pengantar Pengertian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Soebiantoro, M. 2005, Pengantar Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik Unsoed, Purwokerto. Soekanto, Soejono. 1982, Sosiologi Pengantar, Rajawali, Jakarta. SyafeI, Inu Kencana. 1998, Pengantar Ilmu Politik, Remaja Rosda Karya, Bandung. Walgito, Bimo. 2001, Psikologi Sosial, ANDI, Yogyakarta. Winardi. 1994, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Mandar Maju, Jakarta. Wijono, Sutarto. 2007, Hubungan Stres Dengan Prestasi Kerja Manajer Madya di Dalam Organisasi, Jurnal Psiko Wacana, Salatiga. Yin, Robert K. 1997, Studi Kasus Desain dan Metode, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumber Lain: Nugraha, Vany Febriany. 2007, Konflik Internal Pengurus Partai PDI Perjuangan (Studi Kasus PAC Patok Beusi Versus DPC PDI-P Subang), Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Samudra, Spika Bawono. 2010, Strategi Pemenangan Pemilu Legislatif Partai Demokrat Pada Pemilu Legislatif 2009 (Studi Kasus Rekruitmen Caleg Partai Demokrat di Kebumen), Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Suswanto, Bambang. 2007, Hand Out Mata Kuliah Konsensus dan Konflik Politik, Jurusan Ilmu Politik UNSOED, Purwokerto.

http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/03/30/427432/sejarah-perpecahandi-tubuh-demokrat-1 Diakses pada 30 agustus 2010 pukul 21.32. http://banyumasnews.com/2009/09/30/ketua-dpc-partai-demokrat-kebumenmundur/ Diakses pada 30 agustus 2010 pukul 21.47. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/01/19/44864/KaderDemokrat-Kebumen-Tolak-Nashir-Probo Diakses pada 30 agustus 2010 pukul 22.18. http://banyumasnews.com/2010/03/17/pilbup-kebumen-15-pac-demokrat%E2%80%98membelot%E2%80%99-dukung-buyar-djuwarni/ Diakses pada 30 agustus 2010 pukul 22.38. http://berita-lampung.blogspot.com/2010/06/hasil-penghitungan-suarapilkada.html Diakses pada 30 agustus 2010 pukul 22.57. http://www.pemiluindonesia.com/pemilukada/selisih-suara-buyar-nashiruddinhanya-182.html Diakses pada 30 agustus 2010 pukul 23.04.

87

Anda mungkin juga menyukai