Anda di halaman 1dari 8

MATERI

1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes RI, 2005). Imunisasi adalah tindakan untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit atas tubuh manusia. Menurut T.R. Browry, imunisasi adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut (Wardhana, 2001). Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3 (dosis) vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun. (Depkes RI, 2000).

2. Tujuan imunisasi Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar. Tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem imunologik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.

3. Jenis Imunisasi Imunisasi terdiri dari : Wajib 1. BCG 2. DPT 3. Polio 4. Hepatitis 5. Campak Dianjurkan 1. 2. MMR Tipoid

Masih dalam penelitian 1. Malaria 2. DHF 3. Influenza

4. Pentingnya Imunisasi dan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang

mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan pada program imunisasi yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis-B. 4.1. Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat menyerang semua golongan umur dan diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia diserang TB denga kematian 3 juta orang per tahun. Di negaranegara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang

sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di Negara berkembang. (Depkes RI, 1992). 4.2. Difteri Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae merangsang saluran pernafasan terutama terjadi pada balita. Penyakit difteri mempunyai kasus kefatalan yang tinggi. Pada penduduk yang belum divaksinasi ternyata anak yang berumur 1-5 tahun paling banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang diperolah dari ibunya hanya berumur satu tahun. 4.3. Pertusis Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Bordotella pertusis pada saluran pernafasan. Penyakit ini merupakan penyakit yang cukup serius pada bayi usia dini dan tidak jarang menimbulkan kamatian. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit ini dapat merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk. 4.4 Tetanus Penyakit tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman bakteri Clostridium tetani. Kejadian tetanus jarang dijumpai di negara yang telah berkembang tetapi masih banyak terdapat di negara yang sedang berkembang, terutama dengan masih seringnya kejadian tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatorum). Penyakit terjadi karena kuman Clostridium tetani memasuki tubuh bayi lahir melalui tali pusat yang kurang terawat. Kejadian seperti ini sering kali ditemukan pada persalinan yang dilakukan oleh dukun kampong akibat memotong tali pusat memakai pisau atau sebilah bambu yang tidak steril. Tali pusat mungkin pula dirawat dengan berbagai ramuan, abu, daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian tetanus neonatorum ini adalah dengan pemberian imunisasi. 4.5 Poliomielitis Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Berdasarkan hasil surveilans AFP (Acute Flaccide Paralysis) dan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini sejak tahun 1995 tidak ditemukan di Indonesia. Namun kasus AFP ini

dalam beberapa tahun terkahir kembali ditemukan di beberapa daerah di Indonesia. 4.6 Campak Penyakit campak (Measles) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus campak, dan termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil. Penyebabnya virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat penderita bernafas, batuk dan bersin (droplet). Penyakit ini pada umumnya sangat dikenal oleh masyarakat terutama para ibu rumah tangga. Dibeberapa daerah penyakit ini dikaitkan dengan nasib yang harus dialamai oleh semua anak, sedangkan di daerah lain dikaitkan dengan pertumbuhan anak. 4.7 Hepatitis B Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Penyakit ini masih merupakan satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi. Prioritas pencegahan terhadap penyakit ini yaitu melalui pemberian imunisasi hepatitis pada bayi dan anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar mereka terlindungi dari penularan hepatitis B sedini mungkin dalam hidupnya. Dengan demikian integrasi imunisasi Hepatitis B ke dalam imunisasi dasar pada kelompok bayi dan anak-anak merupakan langkah yang sangat diperlukan.

5 Jadwal Pemberian Imunisasi 5.1 Vaksinasi BCG Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005). 5.2 Vaksinasi Hepatitis B Vaksin Hepatitis B rekombinan mengandung antigen virus hepatitis B, HbsAg, yang tidak menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel ragi Hansenula

Polymorpha dimurnikan denga metode ultrasentrifugasi, kromatografi kolom dan diinaktivasi dengan formaldehid. Vaksisn Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril berwarna keputihan. Pemberian imunisasi dengan dosis 0,5 cc secara intramuscular. Pada orang dewasa, suntikan sebaiknya di M. deltoideus tetapi pada bayi dan anak kecil lebih baik disuntikkan pada bagian anterolateral paha karena ukuran otot deltoidnya masih kecil. Sebagai perkecualian, vaksin hepatitis B dapat diberikan secara subkutan pada pasien dengan kecendurangan perdarahan berat (seperti hemofili). Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis : Dosis pertama Dosis kedua Dosis ketiga 5.3 Vaksinasi DPT Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005) 5.4 Vaksinasi Polio Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung viruis polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005) 5.5 Vaksinasi Campak Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara : : : pada tanggal yang dipilih satu bulan kemudian enam bulan setelah dosis pertama

subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005)

Adapun jadwal pemberian imunisasi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Anak Umur (bulan) 1 2 3 4 5 6 9 Program Pengembangan Imunisasi (PPI), diwajibkan BCG BCG Hep B Hepatitis B1 Hepatitis B2 Hepatitis B3 DPT DPT1 DPT2 DPT3 Polio Polio Polio2 1 Polio3 Polio4 Campak Campak Sumber : Depkes RI, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi lahir Jenis imunisasi

6. Efek samping Vaksin 6.1 Efek Samping vaksin BCG Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. Satu sampai dua minggu kemudian timbul indurasi dan eritema di tempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8-12 minggu, dengan meninggalkan cicatrik. Luka tersebut tidak memerlukan pengobatan. 6.2 Efek samping vaksin hepatitis B Reaksi lokal yang umumnya sering dilaporkan adalah rasa sakit, kemerahan dan pembengkaan di sekitar tempat penyuntikan seperti yang terlihat pada vaksin

DPT. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya berkurang dalam 2 hari setelah vaksinasi. Keluhan sistemik yang tidak umum seperti demam, sakit kepala, mual, pusinf dan rasa lelah yang ditemukan belum dapat dibuktikan disebabkan karena pemberian vaksin. 6.3 Efek samping vaksin DPT Biasanya hanya berupa demam ringan (satu persejuta) yang bersifat sementara seperti kemerahan dan pembengkaan pada lokasi suntikan. Kadang-kadang terjadi demam tinggi dan iritabilitas dalam 24 jam setelah penyuntikan Panas mulai pada hari vaksinasi (1 2 hari), anak menjerit lama, luka pada bekas suntikan. 6.4 Efek samping vaksin Polio Vaksin polio oral ini adalah salah satu vaksin yang paling aman. Kemungkinan untuk terjadinya paralisis kurang dari 0,3 : 1. 000.000. 6..5 Efek samping vaksin Campak Bisa timbul efek samping berupa : diare, rash, conjungtivitis, gejala-gejala kataral. Efek samping vaksinasi campak mungkin akan timbul panas dan ruam setelah masa inkubasi (1 2 minggu setelah vaksinasi).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi, Jakarta, 2005 Ibrahim, Imunisasi dan Kematian Anak Balita, Medika, Nomor 6 Tahun 17, Jakarta, 1994 Ibrahim,D.P., Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Imunisasi Campak Anak Umur 9-36 Bulan di Sulawesi Selatan Tahun 1991.(published 2001).http://digilib.litbang.depkes.go.id/go [ 1 januari 2012 ] Notoatmodjo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2003 Tawi.M, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi DPT di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng,Skripsi,PSIK Unsyiah,2002 _______________________, KepMenKes No.1457 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota ,Jakarta, 2003 _______________________, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Jakarta, 2005 _______________________, Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Jakarta, 1992 _______________________, Petunjuk Teknis Reaksi Samping Imunisasi, Jakarta, 1994 _______________________, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta, 2001

Anda mungkin juga menyukai