Anda di halaman 1dari 11

KINERJA PDAM WAY RILAU BANDAR LAMPUNG TERHADAP PELAYANAN AIR BERSIH MASYARAKAT

Bab I Pendahuluan

I. 1

Latar Belakang Bandar Lampung dengan sejarah panjangnya kini telah bertransformasi menjadi

sebuah kota besar yang menjadi gerbang utama pulau Sumatera. Dengan status tersebut, kota yang tercatat memiliki luas 192,96 km2 ini dilalui berbagai jenis kendaraan yang membawa ragam komoditas bisnis setiap harinya baik menuju propinsi-propinsi lain di Sumatera maupun pulau Jawa. Hal ini membawa dampak bagi pemerintah kota dan warga yang tinggal di dalamnya. Pemerintah Kota Bandar Lampung, seperti halnya di kota-kota besar lain, memaksimalkan penerimaan pajak dari kendaraan barang yang masuk dan keluar wilayah ibukota Propinsi ini. Sedangkan imbas bagi warga setempat, mendapatkan lapangan pekerjaan dari luasnya aktivitas perdagangan barang yang dimuat maupun diturunkan. Dari beberapa poin sebelumnya, kita dapat mencermati sebuah pola sederhana. Ketika perekonomian tumbuh meningkat pada suatu daerah, dalam hal ini Kota Bandar Lampung, cepat atau lambat akan mempengaruhi keputusan masyarakat luas untuk memilih tinggal dan bekerja di tempat asal atau pindah menuju lokasi yang lebih baik dengan jaminan mata pencaharian yang lebih besar. Dengan alasan yang sama bisa dipastikan bahwa Kota Bandar Lampung akan menghadapi urbanisasi dalam skala masif. Data menunjukkan, sejak ditetapkannya Bandar Lampung sebagai ibu kota propinsi menggantikan Tanjung KarangTeluk Betung pada 17 Juni 1983, populasi penduduk terus meningkat hingga mencapai 979.651 jiwa berdasar sensus tahun 2010 dengan kepadatan penduduk 8.142 km2. I.2 Permasalahan Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung yang bertambah, baik dari golongan pendatang maupun warga asli, akan menghasilkan sebuah tuntutan baru berupa peningkatan kualitas hidup. Pemerintah Kota yang berperan sebagai stake holder tentunya menyadari kewajiban tentang bagaimana meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, termasuk menyediakan fasilitas umum yang menunjang seluruh aktivitas warga sehari-hari. Dalam hal

ini sarana dan prasarana air bersih menjadi komponen utama yang harus disediakan karena terpenuhinya kebutuhan air bersih merupakan kunci utama perkembangan suatu kegiatan. Pemerintah Kota Bandar Lampung tercatat telah memiliki PDAM Way Rilau sebagai aset perusahaan daerah yang bertujuan melayani kebutuhan air bersih meski pada perjalanannya tujuan ideal tersebut masih juga belum tercapai. Didirikan sejak 19XX, faktanya hingga kini pelayanan PDAM Way Rilau baru mencapai 26% dari total jumlah penduduk. Tentu saja nilai cakupan tersebut masih jauh dari target Millenium Development Goals yang mencanangkan pada tahun 2015 sekitar 80% penduduk perkotaan terlayani air bersih. Performa pengaliran air PDAM menuju rumah-rumah para pelanggan juga mendapat perhatian dikarenakan hanya dapat dinikmati pada waktu-waktu tertentu atau dengan kata lain tidak dapat melayani penuh 24 jam. Hal ini dirasakan sejumlah pelanggan yang berdomisili di beberapa kecamatan seperti Sukarame maupun Telukbetung Utara. Permasalahan paling pelik yang bisa menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan adalah kualitas air bersih yang dialirkan ke pipa-pipa rumah, dimana beberapa hasil uji laboratorium yang terpercaya menyatakan ketidaklayakan air tersebut untuk didistribusikan dan dikonsumsi masyarakat. Penyebab buruknya tingkat pelayanan air bersih dari PDAM Way Rilau tidak lepas dari sejumlah faktor, baik dari internal perusahaan maupun dari eksternal (pelanggan). Dari internal perusahaan sendiri masalah-masalah yang sering dikemukakan seperti berkurangnya debit mata air yang diandalkan, kebutuhan sumber air baku alternatif baru yang mendesak, tingkat kebocoran pipa yang cukup besar, serta pengawasan yang tidak cermat terhadap kualitas air olahan. Faktor eksternal seperti minimnya kesadaran sejumlah besar pelanggan untuk membayar retribusi bulanan ditengarai turut menyebabkan buruknya kinerja perusahaan. I.3 Tujuan Penulisan Tulisan ini ditujukan sebagai sarana keterbukaan informasi bagi pembaca untuk mengetahui sekaligus melakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah Kota Bandar Lampung lewat aset perusahaan daerah PDAM Way Rilau dalam melayani kebutuhan warganya akan air bersih. Masukan dan saran yang bertujuan membangun tidak luput dipaparkan demi terwujudnya sarana dan prasarana air bersih yang baik di masa mendatang.

Bab II Isi

II.1

Keberlangsungan Sumber Air Baku Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Ciptakarya Pekerjaan Umum Propinsi

Lampung, sumber air baku yang dimanfaatkan PDAM Way Rilau berasal dari mata air tanah dan air permukaan. Berikut sumber air baku dengan kapasitas produksinya:

1. Mata air di Tanjung Iman, Way Rilau, Way Pancuran I, Way Pancuran II, Batu Putih I, Batu Putih II, Way Gudang, Way Linti I dan II, Ega Harap, Way Kandis I, Way Kandis II dan Way Kandis III dengan kapasitas sebesar 120 l/det. Sumber mata air terletak di daerah yang relatif tinggi, yaitu pada elevasi 300 sampai 227 meter sehingga kecuali dari air Batu Putih, Way Pancuran dan Way Rilau yang menggunakan pompa untuk mengalirkan ke reservoir Kemiling, yang lainnya dapat mengalir secara gravitasi ke reservoir-reservoir distribusi.

2. Air Permukaan Way Kuripan, WTP I dan WTP II dengan total kapasitas 450 l/det. Total Kapasitas produksi air 570 l/det. Air baku dari Way Kuripan mengalir yang terletak pada elevasi 15 harus dipompa agar masuk ke dalam WTP 1 dan2 di Sumur Putri. Selanjutnya diolah, dan secara gravitasi ditampung dalam reservoir Sumur Putri untuk kemudian di pompa ke reservoir Palapa dan Rasuna Said.

Dengan pertimbangan topografi yang bergelombang dan banyaknya daerah yang berbukit, PDAM Way Rilau membagi daerah pelayanan menjadi 6 zona dimana penamaan zona berupa angka yang didasarkan elevasi operasi reservoir. Dari 6 zona terdapat penambahan pelanggan yang signifikan di zona 145 serta 185 (melayani Kecamatan Tj. Karang Pusat, Tj. Karang Barat, Tj. Karang Timur, T. Betung Utara, Sukarame dan Kedaton), namun hal ini tidak diikuti bertambahnya debit yang dialirkan. Masalahnya adalah menurunnya debit sumber air baku yang bisa mencapai 50% pada musim kemarau. Bahkan PDAM Way Rilau mencatat mata air dari Ega Harap kering sama sekali saat musim kemarau mencapai puncaknya.

Tabel II.1 Reservoir, Zona Distribusi dan Kecamatan yang Terlayani Reservoir/ Tahun Dibangun Kemiling/ 1973 Langkapura/ 1993 Cimeng/ 1992 Kapasitas m
3

Elevasi

Zona Distribusi 231 314 185

Kecamatan Terlayani Tj. Karang Barat Tj. Karang Barat Tj. Karang Pusat Tj. Karang Barat Sukarame Kedaton

1.000 500 2.000

231 / 227 314 / 316 189 / 186

Sumur Putri

4.000

76 / 72

75

T. Betung Utara T. Betung Barat T. Betung Selatan Panjang

Palapa/ 1981

5.100

145 / 139

145

T. Betung Utara Tj. Karang Timur Tj. Karang Pusat Kedaton Sukarame

Rasuna Said

1.000

96 / 92

108

T. Betung Utara T. Betung Selatan

Sumber: PDAM Way Rilau, 1996

II.1.1 Konservasi Sumber Air Baku PDAM Way Rilau sebenarnya sudah berencana menyiapkan sumber air baku yang baru dari mata air Way Sekampung dan Way Sabu untuk menutupi kekurangan debit yang dialirkan terutama saat musim kemarau tiba. Namun, hal ini terbentur

masalah waktu pelaksanaan karena bergantung dari keputusan investor dari pihak swasta. Tak kalah pentingnya dari rencana PDAM Way Rilau dalam menyiapkan sumber air baku yang baru, upaya dalam menjaga keberlangsungan mata air yang telah digunakan mestinya tidak lantas terlupakan. PDAM Way Rilau dapat mendorong Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk melakukan kerjasama dan kemitraan sesuai isi Pasal 63 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dengan masyarakat dalam rangka melestarikan keberadaan sumber mata air. Konservasi sumber air baku berupa mata air tanah maupun sungai bisa dimulai dari tahap awal, yakni inventarisasi keanekaragaman hayati. Lebih lanjut, uji laboratorium dan pendataan terkait kualitas air dilakukan guna memantau kelayakan mata air sebagai sumber air baku. Pada air permukaan seperti sungai cara paling mudah dalam memantau kualitas air dengan mengamati bioindikator dan tutupan vegetasi. Semakin tinggi kerapatan dan tutupan vegetasi di sekitar sungai maka kualitas air sungai bisa diindikasikan masih bagus dan layak untuk dimanfaatkan. Pelestarian hutan dan tanaman di sekitar sumber air baku turut dilakukan karena bila banyak tanaman hijau terpelihara, maka fungsi hidrologis air bisa terjaga.

II.2

Kehilangan Air Dalam Distribusi Fungsi kontrol PDAM Way Rilau dalam menjaga distribusi air dalam pipa tergolong

lemah. Hal ini bisa dilihat dari tingkat kebocoran yang dirilis PDAM Way Rilau pada tahun 2006 silam yang melampirkan data pendistribusian air sebesar 16.627.356 m3 dan yang menjadi rekening hanya 9.675.310 m3 saja. Dari data tersebut bisa dipastikan tingkat kehilangan air mencapai 41,8% yang tergolong sangat tinggi. Padahal, pada kategori pantas untuk angka kehilangan air hanya berkisar antara 10-20% saja (Kodoatie, 2005: 209). Persentase kehilangan air di atas masih bisa terus bertambah bilamana PDAM Way Rilau masih beralasan bahwa penyebab tingkat kehilangan air yang tinggi tersebut dikarenakan kebocoran pada pipa distribusi yang telah berumur lebih dari 25 tahun dan belum mengalami pembaharuan hingga sekarang. Masalah keterbatasan dana masih menjadi

alasan favorit sehingga melupakan faktor lain penyebab angka kehilangan air yang tinggi seperti akurasi meteran air yang menurun seiring usia. Idealnya penggantian water meter yang lama dengan yang baru dilakukan setiap 5 tahun dan diikuti pengecekan meteran rutin yang dilakukan oleh Tim Penanggulangan Kebocoran Air. Namun, semua hal itu tidak bisa berjalan baik terutama bila aliran air PDAM tidak mengalir teratur 24 jam.

II.3

Cakupan Pelayanan Hingga tahun 2011, PDAM Way Rilau belum mampu melayani masyarakat Kota

Bandar Lampung seluruhnya. Menurut pengakuan direktur utama PDAM Way Rilau, AZP. Gustimego, pasar yang telah terlayani distribusi air bersih baru mencapai 26% dari jumlah penduduk sebanyak 979.651 jiwa atau 42.000 rumah yang belum terpasang jaringan pipa. Hal ini muncul karena debit air yang tidak terjamin dan kurangnya biaya pemasangan jaringan. Masa awal perencanaan pemasangan jaringan perpipaan tidak luput menjadi asal munculnya permasalahan terkait cakupan pelayanan air bersih. Pada awalnya wilayah pelaksanaan pemasangan pipa dibatasi, namun karena pengembangannya lama maka terdapat daerah di luar rencana yang dipasang pipa distribusi. Untuk memperluas jaringan pelayanan, PDAM Way Rilau telah mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 300 milyar dari pihak swasta dan Rp 80 milyar dari pemerintah pusat. World Bank dan FCE Bank Singapura memiliki andil dalam menjami turunnya dana bantuan tersebut. Rencana perluasan pemasangan pipa sepanjang 21 km dari mata air Way Sekampung di Kecamatan Tegineneng menuju Kota Bandar Lampung.

II.4

Meningkatkan Pelayanan Upaya peningkatan pelayanan air bersih PDAM Way Rilau Bandar Lampung

setidaknya akan diuraikan dalam 3 aspek seperti menjaga sumber air baku, peningkatan sumber daya manusia dan penanganan masalah secara teknis.

II.4.1 Menjaga Sumber Air Baku Kuantitas, kualitas, dan kontinuitas air akan terjamin bila sumber air baku yang dimanfaatkan terjaga. Pelayanan PDAM Way Rilau yang bermasalah pada faktanya selalu berkutat pada tiga hal di atas. Pertumbuhan penduduk Kota Bandar Lampung yang pesat disertai perkembangan industri dipastikan menjadi penyebab turunnya kualitas dan kuantitas air yang juga berdampak pada kontinuitas. Pengendalian kuantitas air menurut Kodoatie (2002: 97) terbagi dalam 4 aksi: 1. Pengendalian pemanfaatan lahan di daerah tangkapan air berdasarkan Rencana Tata Ruang Terpadu wilayah. 2. Penetapan alokasi air secara adil untuk masing-masing pengguna air seperti air minum, irigasi, industry, dll. 3. Pendistribusian air secara optimal melalui pengoperasian bangunan prasarana yang ada. 4. Pengendalian pemanfaatan air tanah, baik untuk kepentingan industri maupun keperluan pertanian. Peran serta masyarakat dalam menjaga sumber air baku tidak kalah penting untuk diperhatikan. Wujud peran serta masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk efisiensi penggunaan air domestik (penghematan) dan pembuatan sumur-sumur resapan. Dalam menopang upaya efisiensi penggunaan air, PDAM Way Rilau bisa menerapkan strategi tarif progresif dimana pelanggan yang menggunakan lebih banyak air akan dikenakan biaya yang lebih besar setiap bulannya sehingga akan menekan warga untuk menggunakan air sesuai kebutuhan saja. Sedangkan untuk mendorong masyarakat membuat sumur resapan, sosialisasi yang persuasif dari PDAM Way Rilau akan sangat membantu.

II.4.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengembangan internal yakni karyawan dilakukan dengan melakukan pelatihan atau training untuk meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan tertentu maupun pengembangan untuk meningkatkan pemahaman atas kepedulian lingkungan. Program pelatihan lebih mengarah pada keterampilan untuk

jabatan yang sedang diemban. Sedangkan program pengembangan lebih ke arah tanggungjawab dalam pekerjaan di kemudian hari. MJ Tessin menjelaskan manfaat dari program pelatihan dan pengembangan sebagai berikut: 1. Bagi Organisasi a. Memperbaiki pengetahuan tentang jabatan dan keterampilan b. Memperbaiki moral kerja. c. Mengenali tujuan organisasi. d. Membuat citra terhadap organisasi lebih baik lagi. e. Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan. f. Membantu pegawai menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan. g. Membantu menangani konflik, sehingga mencegah stress dan tensi tinggi. h. Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

2. Bagi Individu a. Membantu membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik. b. Internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tumbuh, tanggungjawab dan kemajuan. c. Mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri. d. Membantu mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas baru.

II.4.3 Penanganan Teknis Penanganan teknis di sini diartikan dalam konteks penanganan kehilangan air dan penanganan pengukuran water meter. Kehilangan air dapat kita artikan sebagai beda antara jumlah air yang diproduksi dengan jumlah air yang terjual kepada konsumen sesuai yang tercatat di meteran-meteran air milik pelanggan. Jumlah air yang tidak tercatat bisa disebabkan sambungan pipa liar, kesalahan pembacaan meteran, dan kebocoran sebenarnya pada pipa distribusi.

Kodoatie (2005: 209) berpendapat bahwa besarnya presentase jumlah air yang tidak tercatat dapat diambil sebagai patokan dari tingkat kemampuan sistem pengadaan air bersih yang beroperasi. Sistem yang dianggap berkemampuan sangat bagus hanya memiliki presentase kehilangan air sebesar 10-15% saja. Sedangkan sistem distribusi yang angka presentase kehilangannya mencapai 10-20% masih dianggap pantas. Mereduksi kehilangan air terbagi dalam tiga bagian kerja, yaitu: a. Rencana kerja jangka pendek berupa kegiatan-kegiatan administrasi dan fisik, yaitu: menetapkan titik lokasi kontrol kebocoran, membuat unit penelitian, mempersiapkan semua data-data kebocoran, mempersiapkan semua peta-peta, mempersiapkan kartu pelanggan, menemukan kembali kategori pelanggan, memperbaiki meteran pelanggan dan induk yang rusak dan pengamatan reservoir. b. Rencana jangka menengah berupa penggantian meteran secara bertahap, memperkirakan volume air untuk backwash, mengamati kondisi

kebutuhan, mempersiapkan peta kontur tekanan, mengikutsertakan kontraktor dan kontrol kebocoran, dan pengamatan pada jaringan distribusi kontrol kebocoran. c. Rencana jangka panjang berupa memperbaiki dan penggantian meteran pelanggan secara berkelanjutan dan deteksi kebocoran pada pipa air.

Penanganan teknis berikutnya terkait penanganan dalam pengukuran water meter. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pasal 11 ayat 2 dan 3 dijelaskan untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah harus dipasang alat ukur berupa meter air dan untuk menjamin keakurasiannya, wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang. Keakurasian dalam membaca meteran air akan berdampak positif pada pengukuran kebocoran air dan juga kepentingan pelanggan yang akan membayar sesuai besaran air yang mereka gunakan.

Bab III Kesimpulan

Kisruh antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan aset perusahaan daerah mereka sendiri yakni PDAM Way Rilau yang sebenarnya hanya bertindak sebagai operator pelaksana pelayanan air (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005) mengakibatkan kinerja yang buruk dalam melayani kebutuhan masyarakat perkotaan akan pemenuhan air bersih. Cakupan pelayanan yang rendah yakni hanya 26% dari total jumlah penduduk masih jauh dari layak berdasarkan standar Millenium Development Goals yang mencanangkan pada tahun 2015 sekitar 80% penduduk perkotaan terlayani air bersih. Kapasitas produksi yang rendah akibat berkurangnya debit mata air tanah dan air permukaan yang selama ini dijadikan sumber air baku menyebabkan kuantitas dan kontinuitas pengaliran air bersih masih jauh dari harapan. Terlebih tingkat kebocoran yang tinggi hingga mencapai 41,8% akibat kelalaian dalam pengukuran water meter dan pipa distribusi yang telah menginjak usia 25 tahun yang mulai rapuh menyebabkan PDAM Way Rilau merugi secara finansial. Untuk mengatasi masalah yang cukup pelik di atas, PDAM Way Rilau harus melakukan upaya-upaya semisal pemberdayaan sumber daya manusia di internal lingkungan kerja perusahaan, meminimalisasi kebocoran dengan peremajaan pipa dan peningkatan akurasi pengukuran meteran air, menghentikan sambungan pipa liar, mengefektifkan tagihan rekening dari pelanggan dan mencari sumber air baku alternatif yang bisa diandalkan ke depannya baik saat musim penghujan maupun kemarau. Dengan diperbaikinya kinerja PDAM Way Rilau maka akan mendongkrak tingkat kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa perusahaan dan mendapatkan air bersih yang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Imbasnya, masyarakat yang sehat akan menghasilkan aktivitas yang mendorong roda perekonomian Kota Bandar Lampung.

Daftar Pustaka

Dinas Cipta Karya Pekerjaan Umum Propinsi Lampung. 2008. Profil Kabupaten/Kota Bandar Lampung. Lampung. PT Perencana Djaja Ciptalaras.

Apriadi. 2008. PELAYANAN PDAM WAY RILAU BERDASARKAN PENDAPAT PELANGGAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG. Semarang. Universitas Diponegoro Semarang.

id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandar_Lampung

Anda mungkin juga menyukai