Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
0 SKABIES
1.1 DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit skabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal Sarcoptes scabei tersebut. Kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 sentimeter. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang. Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu 7 sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa, selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari kaki dan tangan, siku, pergelangan tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut. Faktor penunjang penyakit ini antara lain sosial ekonomi rendah, hygiene buruk, sering berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta ekologik. Penularan penyakit skabies ini dapat terjadi scara langsung maupun tidak langsung. Oleh kerana itu, tidak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di asrama, dan di pesantren. Penularan secara kontak langsung (kulit dengan kulit) antara lain adalah seperti berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan penularan secara kontak tidak langsung (melalui benda), adalah seperti pakaian, handuk, sprei dan sebagainya. Penularan biasanya oleh kutu betina yang telah dibuahi atau dalam bentuk larva. Dikenal juga dengan Sarcoptes scabei var. animal yang kadang- kadang dapat menulari manusia, terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama di satu tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih
kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Di beberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid.
Pengklasifikasian dari skabies ini terbagi atas : - Skabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai. - Skabies nodular, yaitu lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. - Skabies yang ditularkan melalui hewan, yaitu sumber utamanya adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia karena tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genetalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan binatang kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena kutu binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. - Skabies pada bayi dan anak, yaitu lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder impetigo sehingga terowongan jarang ditemukan. - Skabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang pada penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita skabies dengan lesi yang terbatas. - Skabies Norwegia atau skabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak terlalu menonjol tetapi sangat menular karena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak (ribuan).
1.2 ETIOLOGI Skabies dapat disebabkan oleh kutu Sarcoptes scabiei var. hominis. Kutu atau tungau ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Tungau betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang penyakit skabies ini.
1.3 MANIFESTASI KLINIS Pasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam hari. Hendaklah dicurigai adanya skabies bila seseorang itu mengutarakan keluhan seperti ini. Terdapat dua tipe utama lesi pada skabies yaitu terowongan (kunikulus) dan ruam skabies. Terowongan
terutama ditemukan pada sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan, dan punggung kaki. Pada bayi, terowongan sering terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, dan bisa juga terdapat pada badan, kepala, dan leher. Terowongan pada badan biasanya ditemukan pada usia lanjut, dan bisa juga terjadi pada kepala dan leher. Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya berliku-liku, dan ada vesikel pada salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan, dan seringkali dikelilingi eritema ringan. Terowongan bisa juga ditemukan pada genitalia pria, biasanya tertutupi oleh papula yang meradang, dan papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skrotum adalah patognomosis untuk skabies. Bila pada seorang pria diduga terdapat skabies, hendaklah genitalianya selalu diperiksa. Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau. Selain lesi primer tadi, bisa juga didapatkan kelainan sekunder seperti ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder. Pada beberapa tempat di dunia, adanya infeksi sekunder oleh lesi skabies dengan streptokokus nefrogenik dikaitkan dengan terjadinya glomerulonefritis sesudah terjadinya infeksi streptokokus pada kulit.
Ruam skabies
Terowongan (kunikulus) berwarna putih atau keabu-abuan. Anak panah menunjukan kutu skabies betina.
1.4 DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut : 1. Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. 2. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada ujung menjadi pimorfi (pustul, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum komeum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah. 4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Pada pasien yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan.
1.6 PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau skabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
Cara menemukan tungau : 1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya. 2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. 3. Dengan membuat biopsi irisan, caranya ; jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya. 4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.
1.8 PENATALAKSANAAN
1. Efektif terhadap semua stadium tungau 2. Tidak menimbulkan iritasi dan toksik 3. Tidak berbau atau kotor 4. Tidak merusak atau mewarnai pakaian, 5. Mudah diperoleh dan harganya murah. Jenis obat topikal :
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi. 2. Emulsi benzil-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. 3. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan kerana efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali dalam 8 jam. Jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian. 4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim (eurax) hanya efektif pada 5060% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir. 5. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman kerana sangat mematikan untuk parasit Sarcoptes scabiei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia. 6. Pemberian antibiotika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.
1.9 PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan factor predisposisi (antara lain hygiene), maka penyakit ini dapat diberantas dari memberi prognosis yang baik.
2.1 DEFINISI DAN ETIOLOGI Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok kelok, progresif, akibat larva yang kesasar. Sedangkan creeping eruption, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invansi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis migrans, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung). Etiologi umum dan di mana parasit dari kulit larva migrans (CLM) yang paling sering ditemukan adalah sebagai berikut:
Ancylostoma braziliense (cacing tambang dan domestik anjing liar dan kucing) adalah penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia. Ancylostoma caninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia. Uncinaria stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa. Bunostomum phlebotomum (ternak cacing tambang) Etiologi Langka meliputi:
Ancylostoma ceylonicum Ancylostoma tubaeforme (cacing tambang kucing) Necator americanus (cacing tambang manusia) Strongyloides papillosus (parasit domba, kambing, dan sapi) Strongyloides westeri (parasit kuda) Ancylostoma duodenale Pelodera (Rhabditis) strongyloides
2.2 PATOGENESIS
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes (anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan jalan tanpa tujuan sepanjang dermo epidermal, setelah beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di kulit. Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan oleh reaksi inflammasi dan alergi oleh sistem imun terhadap larva dan produknya. Pada hewan, larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam. Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, fissura atau menembus kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada epidermis karena tidak memiliki enzym kolagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam.
2.3 GEJALA KLINIS Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula mula, pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok kelok (snake like appearance bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 3 mm, panjang 3 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2 5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati. Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.Tempat predileksi adalah di tempat tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.
2.4 DIAGNOSIS Berdasarkan bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.
Skabies : Pada skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit ini
Dermatofitosis : Bentuk polisiklik menyerupai dermatofitosis Dermatitis insect bite : Pada permulaan lesi berupa papul, yang dapat menyerupai insect bite
Herpes zooster : Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul papul lesi dini dapat menyerupai herpes zooster stadium permulaan
2.6 PROGNOSA Penyakit ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa ketidaknyamanan pasien. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik. 2.7 PENCEGAHAN Di Amerika serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing pada anjing dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini. Larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi, karena itu penting sekali memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun dengan tanah.
2.8 PENATALAKSANAAN Modalitas topikal seperti spray etilklorida, nitrogen cair, fenol, CO2 snow, piperazine citrate, dan elektrokauter umumnya tidak berhasil sempurna, karena larva sering tidak lolos atau tidak mati. Demikian pula kemoterapi dengan klorokuin, dietiklcarbamazine dan
antimony juga tidak berhasil. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes baik topikal maupun sistemik. SISTEMIK (ORAL)
1. Tiabendazol (Mintezol), antihelmintes spektrum luas. Dosis 50 mg/kgBB/hari, sehari 2
kali, diberikan berturut turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Sulit didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah.
2. Solusio topikal tiabendazol dalam DMSO, atau suspensi tiabendazol secara oklusi selama
24 48 jam. Dapat juga disiapkan pil tiabendazol yang dihancurkan dan dicampur dengan vaseline, di oleskan tipis pada lesi, lalu ditutup dengan band-aid/kasa. Campuran ini memberikan jaringan kadar antihelmints yang cukup untuk membunuh parasit, tanpa disertai efek samping sistemik.
3. Albendazol (Albenza), dosis 400mg dosis tunggal, diberikan tiga hari berturut turut. 4. Ivermectin (Stromectol)
menit, selama 2 hari berturut turut. 2. Nitrogen liquid 3. Kloretil spray, yang disemprotkan sepanjang lesi. Agak sulit karena tidak diketahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya. 4. Direkomendasikan pula penggunaan Benadryl atau krim anti gatal (Calamine lotion atau Cortisone) untuk mengurangi gatal.
3.0 PEDIKULOSIS 3.1 PENDAHULUAN Penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma), sejenis kutu yang hidup dari darah manusia, pada rambut kepala & kemaluan atau baju, memberi keluhan gatal akibat gigitannya. Klasifikasinya ada 3 yaitu: 1. Pediculus humanus :
Var. Capitis = Pedikulosis kapitis (Head Louse; tuma kepala) Var. Corporis = Pedikulosis korporis (Body louse; tuma badan)
2. Phthirus pubis :
3.2 PEDIKULOSIS KAPITIS 3.3 DEFINISI Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis. 3.4 EPIDEMIOLOGI Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Tambahan pula dalam kondisi hygiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita). Cara penularannya biasanya melalui perantara (benda) misalnya sisir, bantal, kasur, dan topi. 3.5 ETIOLOGI Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Yang betina dengan ukuran panjang 1,2 3,2 mm dan lebar lebih kurang 0,5 panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlah nya hanya sedikit.
Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa. Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang. 3.6 PATOGENESIS Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul kerana pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit waktu menghisap darah. 3.7 GEJALA KLINIS Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikular). busuk. 3.8 PEMBANTU DIAGNOSIS Cara yang paling diagnostik adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat. 3.9 DIAGNOSA BANDING - Tines kapitis - Pioderma (impetigo krustosa) - Dermatitis seboroika 4.0 PENGOBATAN Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati infeksi sekunder. Menurut kepustakaan pengobatan yang dianggap terbaik ialah secara topikal dengan Malation 0,5% atau 1% dalam bentuk losio atau spray. Caranya : Malam sebelum tidur, rambut Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang
dicuci dengan sabun kemudian dipakai losio malation, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang halusdan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau te;ur. Obat tersebut sukar didapat. Di Indonesia, obat yang mudah di dapat dan cukup efektif ialah krim gama benzen heksa klorida (gameksan) 1%. Cara pemakaiannya: setelah dioleskan lalu didiamkan 12 jam, kemudian dicuci dan disisir dengan serit agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih terdapat telur , seminggu kemudian diulangi lagi dengan cara yang sama. Obat lain ialah emulsi bensil benzoat 25% , dipakai dengan cara yang sama. Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunder di obati dulu dengan antibiotika sistemik dan topical, lalu disusul dengan obat di atas dalam bentuk sampo. Higiene merupakan syarat supaya tidak terjadi residif.