Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE IV-VI

DISUSUN OLEH: GRUP 3.07 DAVIDTUAN A. SIHOMBING 207210079 FREDDY R. SILABAN 207210081 LASMA PRETTY SIAHAAN 207210087

LO.IV. Cara Menegakkan Diagnosa Anemia


Anemia bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), tetapi hanyalah suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam menegakkan diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia, tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahap-tahap diagnosis anemia adalah: Menentukan adanya anemia Menentukan jenis anemia Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan Dalam menegakkan suatu diagnosis anemia, terdapat beberapa cara pendekatan, seperti: Pendekatan tradisional; dokter menegakkan diagnosis (tentatif/defenitif) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik & hasil laboratorium. Pendekatan morfologik; dokter menegakkan diagnosis anemia berdasarkan hapusan darah tepi, sehingga dengan demikian dapat diklasifikasikan menjadi anemia hipokromik mikrositer, anemia normokomik normositer & anemia makrositer. Pendekatan fungsional; dokter menegakkan diagnosis anemia didasarkan pada penyebab terjadinya anemia. Pendekatan probabilistik; dokter menegakkan diagnosis anemia berdasarkan epidemiologi pada daerah tersebut. Pendekatan ini bisa memperkuat hasil diagnosa dari pendekatan-pendekatan sebelumnya. Pendekatan klinis; dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah: a) Kecepatan timbulnya penyakit Cepat (timbul dalam beberapa hari sampai minggu): perdarahan akut, AIHA, leukemia, krisis aplastik, anemia hemolitik kronik. Pelan: ADB, anemia def. Folat atau vit. B12, anemia akibat penyakit kronik. anemia hemolitik kronik yang bersifat kongenital. b) Berat ringannya derajat anemia Berat: ADB, anemia aplastik, anemia pada leukemia akut, anemia hemolitik didapat/kongenital (thalasemia major), anemia pasca perdarahan akut, anemia pada GGK std.terminal. Ringan: anemia akibat penyakit kronik, anemia pada penyakit sistemik, thalasemia trait. c) Gejala; penting untuk kita mengetahui gejala umum dan khusus untuk menegakkan diagnosa anemia. Walaupun terkadang bersifat asimtomatik namun sindrom anemia menunjukkan gejala-gejala seperti lemah, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, takikardia, palpitasi, takipnea & dispepsia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak pucat (konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan & jaringan dibawah kuku). Gejala Khas: ADB: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis & koilonychia. Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada def. Vitamin B12. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali & hepatomegali. Anemia aplastik: perdarahan & tanda-tanda infeksi.
Blok Hematologi FK UMI Medan 1

Pemeriksaan Untuk Diagnosa Anemia Pemeriksaan Laboratorium Merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari : 1. pemeriksaan penyaring (screening test) terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari ini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut yang sangat untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut. 2. pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan LED. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hemotology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik. 3. pemerikssan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoesis. Periksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis defenitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan SST mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid. 4. pemeriksaan khusus pemerikssan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada : Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan pada SST (Perls stain). Anemia megaloblastik : folat serum, vit. B12 serum, supresi deoksiuridin dan tes Schiling. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroferesis hemoglobin, dll. Anemia aplastk : biopsi SST. Juga diperlukan pemeriksaan non hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid. Dari beberapa pendekatan dalam mendiagnosa anemia, maka dapat kita simpulakan idealnya diagnosa kita simpulkan berdasarkan klinis & hasil laboratorium.

LO.V. Patogenesa Jenis-Jenis Anemia


Secara garis besar patogenesa dari anemia dapat dibagi menjadi: A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit a. Anemia defisiensi besi; Intake yang kurang, perdarahan menahun, kebutuhan besi yang meningkat pada ibu hamil dan maladsorpsi dapat mengakibatkan defisiensi besi. Jika cadangan besi menurun (iron depleted state) maka ditandai dengan penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam SST negatif. Apabila terus berlanjut maka cadangan besi menjadi kosong, penyedian besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit. Apabila jumlah besi terus menurun maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer. b. Anemia defisiensi asam folat; c. Anemia defisiensi vitamin B12 Dua vitamin yang khususnya penting penting untuk pematangan akhir sel darah merah adalah vitamin B12 dan asam folat. Keduanya bersifat penting untuk sintesis DNA, karena masing-masing dengan cara berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfat, yaitu salah satu blok pembangun penting dari DNA. Defisiensi vit.B12 atau as.folat dapat menyebabkan penurunan DNA dan akibatnya kegagalan pematangan dan pembelahan inti. Sel-sel eritoblastik akan menghasilkan sel darah merah yang makrosit, yang mempunyai membran sangat tipis dan sering kali berbentuk tidak
Blok Hematologi FK UMI Medan 2

teratur. Sel ini dapat masuk dalam sirkulasi dan mampu mengangkut O2, namun kerapuhannya menyebabkan masa hidup sel tersebut lebih pendek akibatnya orang tersebut akan kekurangan sel-sel darah merah (anemia) 2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi a. Anemia akibat penyakit kronik; Inflamasi/Infeksi/Kankermenyebabkan kerusakan jaringan sehingga produksi sitokin berlebihan. Sitokin menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa dan menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta meneybabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di SST. b. Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang; Kerusakan pada SST mengakibatkan kegagalan hematopoietik, sehiangga sel-sel darah merah tidak dapat terbentuk dan terjadilah anemia. a. Anemia aplastik b. Anemia mieloptisik c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik e. Anemia pada sindrom mielodisplastik Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik (GGK) B. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik C. Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a. Gangguan membran eritrosit (membranopati) b. Gangguan enzyme eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) Thalassemia Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll. 2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopatik D. Idiopatik

LO.VI. Terapi Dari Masing-Masing Anemia


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah: 1) Berdasarkan diagnosa defenitif. 2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan. 3) Pengobatan anemia dapat berupa: a) Terapi untuk keadaan darurat; seperti pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik. b) Terapi suportif c) Terapi yang khas untuk masing-masing anemia d) Terapi kausal/penyakit dasar 4) Diagnosa tentatif : ex juvantivus 5) Transfusi darah A. Terapi pada anemia aplastik Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau trasplantasi sumsum tulang (TST). Pertimbangan dalam pemberian terapi antara imunosupresi dan TST sangat penting. Pasien yang lebih muda (<40tahun) umumnya mentoleransi TST lebih baik. Pasien dengan hitung neutrofil 200-500/mm3 lebih baik mendapat terapi imunosupresi sedangkan pada pasien dengan neutrofil sangat rendah cendrung lebih baik dengan TST.
Blok Hematologi FK UMI Medan 3

Imunosupresi: ATG (antithymocyte globulin), ALG (antilymphocyte globulin), CsA (siklosporin A). G-CSF (granulocyte colony-stimulating factor), dapat memulihakan neutropenia. Terapi kombinasi: ATG + CsA + steroid 40mg/hari B. Terapi pada anemia defisiensi besi a. Terapi kausal Terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatam hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi ini harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh. Terapi besi oral; merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah sulfas ferosus dengan dosis anjuran 3 x 200 mg. Terapi besi parental; sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ ml), iron sorbiol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gloconate dan iron sucrose yang lebih aman. KEBUTUHAN BESI (mg) = (15 Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg c. Pengobatan lain Diet, vit.C dan transfusi darah. C. Terapi pada anemia defisiensi vit.B12 Terapi kobalamin secara oral kurang efektif karena dibutuhkan kepatuhan dari pasien. Terapi parenteral diberikan secara IM dengan dosis 1000 ug/minggu selama 8 minggu. Lalu terapi dilanjutkan per bulan seumur hidup. D. Terapi pada anemia defisiensi asam folat Terapi oral 1 mg / hari atau 5 mg /hari. Penyebab dasar perlu dicari dan diatasi. E. Terapi pada anemia akibat penyakit kronis Terapi utama adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain ; Transfusi darah. Preparat besi Eritropoietin F. Pengobatan pada anemia hemolitik autoimun Kortikosteroid 1 1,5 mg/kgBB/hari Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Imunosupresi, Azatioprin 50 200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50 150 mg/hari (60 mg/m2) Danazol 600 800 mg/hari, diberi bersama sama steroid. Terapi imunoglobulin (400 mg/kgBB/hari selama 5 hari) Transfusi Referensi:
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2007. Hal.622-652. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga Medical Series. Jakarta:2005. Hal.304-309.
Kapita Selekta Kedokteran; Jilid I Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius FK UI. Jakarta:2001. Hal.547-553. Guyton, Arthur C. John Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:1997. Hal.534&538. Bahan Kuliah Ilmu Penyakit Dalam Blok Hematologi oleh Prof. Dr. Pangarapen Tarigan, Sp.PD. FK UMI.Medan:2009.

Blok Hematologi FK UMI Medan

Blok Hematologi FK UMI Medan

Anda mungkin juga menyukai