DISUSUN OLEH: GRUP 3.07 DAVIDTUAN A. SIHOMBING 207210079 FREDDY R. SILABAN 207210081 LASMA PRETTY SIAHAAN 207210087
Pemeriksaan Untuk Diagnosa Anemia Pemeriksaan Laboratorium Merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari : 1. pemeriksaan penyaring (screening test) terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari ini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut yang sangat untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut. 2. pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan LED. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hemotology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik. 3. pemerikssan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoesis. Periksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis defenitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan SST mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid. 4. pemeriksaan khusus pemerikssan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada : Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan pada SST (Perls stain). Anemia megaloblastik : folat serum, vit. B12 serum, supresi deoksiuridin dan tes Schiling. Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroferesis hemoglobin, dll. Anemia aplastk : biopsi SST. Juga diperlukan pemeriksaan non hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid. Dari beberapa pendekatan dalam mendiagnosa anemia, maka dapat kita simpulakan idealnya diagnosa kita simpulkan berdasarkan klinis & hasil laboratorium.
teratur. Sel ini dapat masuk dalam sirkulasi dan mampu mengangkut O2, namun kerapuhannya menyebabkan masa hidup sel tersebut lebih pendek akibatnya orang tersebut akan kekurangan sel-sel darah merah (anemia) 2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi a. Anemia akibat penyakit kronik; Inflamasi/Infeksi/Kankermenyebabkan kerusakan jaringan sehingga produksi sitokin berlebihan. Sitokin menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di limpa dan menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta meneybabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di SST. b. Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang; Kerusakan pada SST mengakibatkan kegagalan hematopoietik, sehiangga sel-sel darah merah tidak dapat terbentuk dan terjadilah anemia. a. Anemia aplastik b. Anemia mieloptisik c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik e. Anemia pada sindrom mielodisplastik Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik (GGK) B. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik C. Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a. Gangguan membran eritrosit (membranopati) b. Gangguan enzyme eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) Thalassemia Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll. 2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopatik D. Idiopatik
Imunosupresi: ATG (antithymocyte globulin), ALG (antilymphocyte globulin), CsA (siklosporin A). G-CSF (granulocyte colony-stimulating factor), dapat memulihakan neutropenia. Terapi kombinasi: ATG + CsA + steroid 40mg/hari B. Terapi pada anemia defisiensi besi a. Terapi kausal Terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatam hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi ini harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh. Terapi besi oral; merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah sulfas ferosus dengan dosis anjuran 3 x 200 mg. Terapi besi parental; sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ ml), iron sorbiol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gloconate dan iron sucrose yang lebih aman. KEBUTUHAN BESI (mg) = (15 Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg c. Pengobatan lain Diet, vit.C dan transfusi darah. C. Terapi pada anemia defisiensi vit.B12 Terapi kobalamin secara oral kurang efektif karena dibutuhkan kepatuhan dari pasien. Terapi parenteral diberikan secara IM dengan dosis 1000 ug/minggu selama 8 minggu. Lalu terapi dilanjutkan per bulan seumur hidup. D. Terapi pada anemia defisiensi asam folat Terapi oral 1 mg / hari atau 5 mg /hari. Penyebab dasar perlu dicari dan diatasi. E. Terapi pada anemia akibat penyakit kronis Terapi utama adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain ; Transfusi darah. Preparat besi Eritropoietin F. Pengobatan pada anemia hemolitik autoimun Kortikosteroid 1 1,5 mg/kgBB/hari Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Imunosupresi, Azatioprin 50 200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50 150 mg/hari (60 mg/m2) Danazol 600 800 mg/hari, diberi bersama sama steroid. Terapi imunoglobulin (400 mg/kgBB/hari selama 5 hari) Transfusi Referensi:
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2007. Hal.622-652. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga Medical Series. Jakarta:2005. Hal.304-309.
Kapita Selekta Kedokteran; Jilid I Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius FK UI. Jakarta:2001. Hal.547-553. Guyton, Arthur C. John Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:1997. Hal.534&538. Bahan Kuliah Ilmu Penyakit Dalam Blok Hematologi oleh Prof. Dr. Pangarapen Tarigan, Sp.PD. FK UMI.Medan:2009.