Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia sebagai penghasil

kelapa sawit dengan luas perkebunan rakyatnya mencapai 90.790 ha pada tahun 2008 (Dinas Perkebunan Provinsi Aceh, 2009). Bahan baku yang tersedia merupakan salah satu potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mendirikan pabrik minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) yang menghasilkan produk yang berdaya jual tinggi di Provinsi Aceh. Disamping itu, permintaan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) yang terus meningkat menjadikan sektor ini semakin strategis karena berpeluang besar untuk lebih berperan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga kerja. Dengan lahan perkebunan kelapa sawit yang sangat luas, Provinsi Aceh dapat menjadi kawasan penerapan proyek MPB untuk sektor energi terutama dalam hal pemanfaatan limbah padat PKS menjadi sumber energi seperti energi listrik. Lebih lanjut, Aceh dapat mengambil manfaat dari proyek MPB sebagai sumber energi alternatif untuk menjawab permasalahan krisis energi yang telah menimpa Aceh selama puluhan tahun yang menghambat peningkatan ekonomi daerah. Sesuai dengan visi pemerintahan Aceh yaitu terwujudnya

perubahan yang fundamental di Aceh dalam segala sektor kehidupan masyarakat Aceh dan pemerintahan, yang menjunjung tinggi asas transparansi dan akuntabilitas bagi terbentuknya suatu pemerintahan Aceh

yang bebas dari praktek korupsi & penyalahgunaan kekuasaan sehingga pada tahun 2012 Aceh akan tumbuh menjadi negeri makmur yang berkeadilan dan adil dalam kemakmuran. Tentunya ketersediaan energi yang mencukupi merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut. Saat ini terdapat 25 PKS di Aceh yang berlokasi di delapan kabupaten dengan total kapasitas operasi terpakai 551,12 ton/jam. Umumnya PKS tersebut beroperasi 20 jam/hari, terkadang jika bahan baku TBS sedang melimpah pabrik bisa bekerja selama 24 jam/hari. Melihat hal ini tentu saja limbah cair dan padat yang dihasilkan sangat besar dimana jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan akan mengganggu lingkungan.

1.2.

Tujuan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pemetaan potensi limbah padat

Pabrik Kelapa Sawit (PKS), seperti tandan kosong dan cangkang. pengolahan kelapa sawit di Provinsi Aceh dan pemanfaatannya sebagai Senergi alternatif untuk pembangkit listrik. Penelitian yang diusulkan ini diarahkan untuk mengkaji potensi limbah padat PKS dan pemanfaatannya sebagai sumber energi alternatif untuk pembangkit listrik di

pedasaan/daerah terpencil (isolated area). Target besar dari studi ini adalah mencarikan solusi terhadap permasalahan kelangkaan energi dan permasalahan lingkungan (global warming) secara berkesinambungan dan sekaligus sebagai pembuka pintu untuk menangkap peluang yang ada dalam perdagangan karbon dunia.
2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Pabrik Kelapa Sawit Secara umum, limbah PKS dikelompokkan menjadi limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau dikenal juga dengan biomassa merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang tersusun atas material yang sangat heterogen dengan struktur kimia yang komplek. Bagian utama material ini adalah bahan-bahan organik yang sangat kaya akan karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Limbah padat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih banyak terbuang begitu saja. Biomassa tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar/sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang semakin langka dan mahal. Potensi biomassa di Provinsi Aceh setara dengan 1,32 MW daya yang berasal antara lain dari limbah pertanian/perkebunan dan hutan seperti terlihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini. Data ini masih sangat kasar, sehingga untuk mendapatkan data yang akurat dan komprehensif khusus untuk limbah padat PKS maka data tersebut harus divalidasi dengan data primer melalui survei lapangan. Hal ini perlu dilakukan mengingat dokumen yang akan dihasilkan dari studi ini adalah dokumen ilmiah yang akan dipublikasi secara nasional dan internasional, bahkan diharapkan menjadi cikal bakal dokumen desain proyek MPB. Rancangan proyek MPB harus dibangun di atas konsep dan data yang kokoh dan akurat untuk menumbuhkan kepercayaan negara mitra.
3

Tabel 2.1. Potensi biomassa di Provinsi Aceh


No. 1 2 3 4 5 6 Sumber biomassa Limbah padi (sekam, jerami, dll) Limbah jagung (tongkol, batang, dll) Limbah ubi kayu (batang, kulit umbi, dll) Limbah kayu (serbuk gergaji, sisa olahan kayu, dll) Limbah kelapa (sabut, tempurung, pelepah, dll) Limbah kelapa sawit (tandan kosong, cangkang, dll) Potensi 4.389.706 kWh*) 431.095 kWh*) 258.504 kWh*) 6.049.213 kWh*) 219.280 kWh*) 510.280 kWh*) 11.803.080 kWh*) Potensi total 1.318,84 kW**)

Sumber: Indonesia Energy Outlook and Statistics, 2006


*)

Potensi dinyatakan dalam satuan energi;

**)

Potensi dinyatakan dalam

satuan daya Tandan buah segar (TBS) kelapa sawit mengandung beberapa komponen yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Komposisi TBS dapat dilihat pada Gambar 2.1. Beberapa komponen seperti cangkang, sabut, tandan kosong adalah merupakan sumber energi yang dapat di manfaatkan.

100% Tandan Buah Segar (TBS)

Tandan Kosong Sawit (TKS) (20-30%) [59%]

Buah sawit (70-74% [41%]

Moisture (12-14%) [9,5%]

TKS kering (14-16%) [41%]

Pericarp (51-55%) Biji buah (18,9-19,2%) (Serabut) [14,3%] [26,7%]

Minyak (12-14%) [11,5%]

Fiber (12-14%) [13,9%]

Moisture (12-14%) [1,3%]

Cangkang (6,8-7,4%) [10,6%]

Kernel (8,5-8,4%) [1%]

Moisture (3,3-3,4%) [2,7%]

Gambar 2.1 Komposisi TBS, ()=Kualitas TBS yang tinggi, [] = kualitas TBS yang rendah (Sumber: Prasertsan, S. dan Prasertsan, P., 1996)

Karakteristik limbah padat PKS dapat dilihat dalam Tabel 2.2 dan 2.3 di bawah ini. Dalam tabel-tabel tersebut ditampilkan data hasil analisa proksimasi yang meliputi kandungan zat terbang (volatile matter), abu (ash), kelembaban (moisture), fixed carbon dan nilai kalor, serta data hasil analisa ultimasi yang meliputi kandungan unsur C, H,O, N dan S (%berat, basis kering udara) dalam tandan kosong dan cangkang sawit.

Tabel 2.2. Data analisa proksimasi tandan kosong dan cangkang sawit Provinsi Aceh
Analisa proksimasi (%berat) Jenis biomassa Tandan kosong* Cangkang Volatile matter 77,90 73,65
*

HHV Moisture 31,84 4,30 (kJ/kg) 17.918 20.355

Abu 2,37 2,63

Fixed carbon 13,20 19,42

Sumber:

Mahidin dkk, 2005a; Mahidin dkk, 2006, 2007 dan 2009

Tabel 2.3. Data analisa ultimasi tandan kosong dan cangkang sawit Provinsi Aceh
Jenis biomassa Tandan kosong
*

Analisa ultimasi (%berat) C 40,14 H 4,25 O 30,12 N 22,29 S 0,06

Cangkang

29,32

5,88

61,74

0,30

0,13

Sumber: *Mahidin dkk, 2005a; Mahidin dkk, 2006, 2007 dan 2009

Oleh karena sifat fisik dan kimia serta karakteristik pembakaran dari masing-masing biomassa berbeda, maka uji pembakaran harus dilakukan untuk mendapatkan data efisiensi pembakarannya atau data konsumsi biomassa spesifik serta konsumsi energi untuk sistim pembangkitan itu sendiri (Purohit dan Michaelowa, 2007).

2.2. Pemanfaatan Limbah Padat PKS sebagai Sumber Energi Pembangkitan energi merupakan salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari pengolahan limbah padat PKS. Sukimin (2007), Goenadi

dan Didiek (2006) dan Mangoensoekarjo dan Semangun (2005), mengatakan pemanfaatan dalam bentuk energi ini berpotensi besar mengingat limbah tersebut memiliki nilai kalor yang cukup tinggi (Tabel 2.2). Ridlo (2009), memperlihatkan skema pemanfaatan tandan kosong sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik (Gambar 2.2). Skema tersebut memperlihatkan tandan kosong sawit (TKS) yang diterima dari PKS, mula-mula dicacah hingga hancur, dipres untuk menghilangkan sisa minyak, kemudian dimasukan ke dalam boiler. Dari boiler, panas yang dihasilkan digunakan untuk membangkitkan kukus. Kukus selanjutnya dialirkan ke turbin uap hingga menjadi energi listrik yang dapat disalurkan ke jaringan listrik PT PLN.

TKS dari PKS

Penerima TKS

Tresing station

Pengepres TKS

Pencacah TKS

Penyimpanan bahan

Boiler

Turbin uap

Generator

Gambar 2.2. Diagram proses pemanfaatan TKS menjadi energi listrik (Sumber: Ridlo, 2007)

Pada dasarnya semua limbah padat PKS dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam PKS itu sendiri, yaitu sebagai bahan bakar boiler. Limbah sabut dan cangkang dapat dipakai langsung sebagai bahan bakar begitu keluar dari proses produksi. Tergantung pada rancangannya, boiler dapat dioperasikan dengan memanfaatkan 100% cangkang, 100% sabut atau kombinasi antara keduanya.

Proses konversi energi untuk menghasilkan uap yang diperlukan dalam pembangkitan listrik maupun keperluan proses diperoleh dari pembakaran langsung. Karena bahan bakar biomassa utamanya tersusun dari karbon, hidrogen dan oksigen, produk oksidasi utama adalah karbon dioksida dan air, meskipun adanya nitrogen terikat juga dapat menjadi sumber emisi oksida nitrogen. Tergantung dari nilai kalor dan kandungan air dalam bahan bakar, udara yang disuplai serta konstruksi tanur, suhu pembakaran dapat melebihi 1650 oC. Energi listrik yang dapat dibangkitkan dengan bahan bakar cangkang dan sabut dapat diilustrasikan sebagai berikut. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang dan 12 ribu ton sabut dan TKS. Dengan menggunakan data nilai kalor pada Tabel 2.2 serta efisiensi pembangkitan sekitar 25%, akan diperoleh energi listrik sebesar 7,2 GW(e)h untuk cangkang dan 13,4 GW(e)h untuk sabut dan TKS (nilai kalor sabut sama dengan TKS). Karena kebutuhan listrik untuk produksi adalah sebesar 1,4 - 1,6 GW(e)h, PKS mampu mandiri dalam hal pasok energi untuk kebutuhan operasionalnya. Energi yang dihasilkan dari tandan kosong dapat dikonversikan menjadi listrik dengan jumlah yang cukup signifikan. Sebagai ilustrasi, sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun menghasilkan sekitar 23 ribu ton tandan kosong yang mampu membangkitkan energi ekuivalen dengan 30 GW(e)h pada tingkat efisiensi konversi 25%.

Berbeda dengan limbah sabut dan cangkang, karena kadar airnya yang tinggi (antara 65 - 70%), tandan kosong harus dikeringkan terlebih dahulu dalam bangsal penyimpanan, tanpa penyinaran matahari langsung. Proses ini memerlukan ruangan yang cukup besar. Itu sebabnya jika tandan kosong hendak dimanfaatkan dalam jumlah banyak untuk pembangkitan listrik, tandan kosong dapat dilewatkan lebih dahulu dalam perajang (muncher) untuk kemudian diperas dalam kempa (Rachmawan dan Alexander, 2008). Pemanfaatan limbah padat (biomassa) dari kelapa sawit sudah dikaji secara intensif di Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala sejak tahun 2000, baik sebagai sumber energi alternatif maupun sebagai sumber material seperti pulp, selulosa, katalis, dan lain-lain (Adisalamun dkk, 2001; Husin dkk, 2009; Mahidin dkk, 2005a; Mahidin dkk, 2005b; Mahidin dkk, 2006, 2007 dan 2009; Gani dkk, 2010). Pada tahun 2000 kajian difokuskan pada pemanfaatan tandan kosong dan pelepah sawit sebagai bahan baku pulp dan selulosa menggunakan proses organosolv, bekerjasama dengan Teknik Kimia ITB dalam Proyek Domestic Collaborative Research Grant. Tahun 2005-2006 cangkang sawit dicampur dengan batubara peringkat rendah sebagai bahan bakar dalam fluidized bed boiler dalam upaya diversifikasi energi. Penelitian ini didanai melalui Proyek RUT XII, dan penelitian ini dilanjutkan secara mandiri sampai 2008, sebagai tugas penelitian mahasiswa S1 dan S2. Terakhir tahun 2009 dan 2010 (in progress) pemanfaatan cangkang sawit sebagai bahan bakar masih dilanjutkan melalui pembuatan briket
10

biomassa dan bio-briket yang didanai melalui Proyek Rusnas 2009 dan Stranas 2010. Penggunaan biomassa limbah padat kelapa sawit sebagai sumber energi dapat dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian; biomassa yang digunakan langsung sebagai bahan bakar atau mengkonversikan terlebih dahulu menjadi bio-fuel (intermediate product). Penggunaan bio-fuel dari biomassa ini tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada minyak bumi, namun dapat juga melindungi bumi dari kerusakan lingkungan melalui pengurangan emisi CO2. Riset telah membuktikan bahwa penggunaan bio-fuel seperti bio etanol dan metanol yang di campur dengan diesel atau biodiesel dapat mengurangi CO2 emisi pada kisaran 80%, dibandingkan dengan hanya menggunakan minyak diesel saja (Saran dan Aman, 2003). Ada 5 jenis bio-fuel yang dapat dihasilkan dari biomassa limbah padat kelapa sawit yakni; bioetanol, biometanol, bio-briquettes, gas hidrogen dan pyrolysis oil. (Shuit dkk, 2009). Bioetanol dibuat dari fermentasi biomassa yang mengandung carbohidrato, terutama tandan kosong kelapa sawit yang banyak mengandung gula dan lignoselulose. Riset menunjukkan setelah xylose dihasilkan dari TKS melalui proses hidrolisis asam, residu tandan kosong dapat digunakan kembali untuk menghasilkan bioetanol tahap kedua. (Rahman dkk, 2006). Biometanol dengan kandungan oktan yang tinggi biasanya dapat diproduksi dengan proses gasifikasi. Proses ini meliputi penguapan biomassa pada temperatur tinggi dan pemisahan zat pengotor dari gas panas dengan menggunakan
11

Natalis

yang

selanjutnya

menghasilkan biometanol (Anonimous, 2008). Gas hidrogen dapat dihasilkan juga melalui proses gasifikasi. Komponen dari limbah padat kelapa sawit yang digunakan dalam proses gasifikasi untuk menghasilkan gas hidrogen adalah TKS, cangkang, fiber, batang dan dahan kelapa sawit (Yong dkk, 2007). Teknologi terkini yang dapat digunakan untuk mengkonversikan biomassa kelapa sawit menjadi hidrogen adalah dengan supercritical water reaction (Shuit dkk, 2009). Pyrolysis oil adalah sejenis tar yang dapat di ekstrak dari biomassa kelapa sawit dan dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi. TKS dan cangkang kelapa sawit dapat dikonversikan menjadi pyrolysis oil dengan menggunakan proses yang dinamakan rotating cone pyrolysis technology (Goh dkk, 2006). Komposisi kimia dari pyrolysis oil sangat bervariasi tergantung dari jenis proses yang digunakan. Gambar 2.3 merincikan proses teknologi yang dapat digunakan dalam mengkonversikan biomassa limbah padat kelapa sawit menjadi sumber energi.

12

Proses fisik

Pengurangan ukuran

Pengeringan

Pellets, briket

Biomassa limbah kelapa sawit

Udara berlebih

Pembakaran langsung

Panas, steam

tanpa udara Udara partial

Pyrolysis

Fuel gas, pyrolysis oil, Arang aktif

Proses Termokimia

Gasifikasi CO2, H2, katalis

Fuel gas, (H2, Metanol)

Katalis

Bahan bakar cair

Pencairan

Hidrokarbon, turunan minyak cair

Co-Firing Batu bara

Panas, steam

Fermentasi

Bioetanol, bio plastik

Proses biologi Proses anaerobik Biogas (metana)

Gambar 2.3 Proses teknologi untuk pemanfaatan biomassa limbah padat kelapa sawit menjadi sumber energi (Sumber: Shuit dkk, 2009)

Pemanfaatan biomassa limbah kelapa sawit juga memberikan manfaat yang besar bagi lingkungan, seperti pengurangan emisi CO2.

13

2.3. MPB Biomassa dan Biogas Proyek MPB berbasis biomassa dan biogas sudah banyak dikembangkan di India, Malaysia, Cina dan Thailand. Partisipasi pelaku industri di Indonesia dalam proyek MPB masih sangat minim. Dari total 73 usulan proyek MPB yang diterima Kementerian Negara Lingkungan Hidup, sampai sekarang hanya 22 proyek yang disetujui pihak Lembaga Eksekutif proyek MPB. Dari total proyek MPB yang sedang berlangsung di berbagai belahan dunia saat ini, partisipasi Indonesia hanya 1,17%. Proyek MPB

umumnya didominasi oleh Cina, Jepang dan Argentina (Goenadi dan Didiek, 2006). Di India proyek MPB yang berbasis biomassa berupa unit pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar sekam padi dan kayu dapat ditemukan masing-masing antara lain di Punjab dan Andhra Pradesh (REN21, 2008; Patel, 2004). Sementara di Malaysia power plant yang menggunakan biomassa dari tandan kosong sawit diantaranya dapat ditemukan di Sabah dan Kedah (Gonzales, 2008). Lebih lanjut, di Thailand proyek MPB yang sudah dibangun antara lain adalah power plant sistim kogenerasi sekam padi dan ampas tebu yang masing-masing berlokasi di Suphanburi dan Nakornrachasima, sedangkan power plant dari biogas terdapat di Rayong (Tanticharoen, 2008; Gonzales, 2008). Beberapa pusat pembangkit lainnya tersebar di beberapa lokasi dengan bahan bakar ampas tebu dan limbah kayu (Holm, 2008). Melihat begitu pesatnya aktifitas negara-negara Asia, terutama tetangga kita yang sama-sama berada di Asia Tenggara seperti Malaysia
14

dan Thailand dalam proyek MPB maka sudah sepantasnya Indonesia saat ini memfokuskan perhatian dan kerja keras untuk lebih aktif lagi meraih kesempatan emas ini. Indonesia punya potensi biomassa yang begitu besar (49.810 MW) jika dibandingkan dengan Malaysia atau Thailand (masing-masing 2.700 dan 7.000 MW) yang dapat diarahkan ke MPB . Jika hal ini tidak kita lakukan sekarang maka kita akan kehilangan besar. Semua finansial yang dialokasikan oleh negara maju sebagaimana diamanahkan oleh Kyoto Protocol akan lari ke negara-negara berkembang lainnya baik di Asia maupun Amerika Latin. Proyek MPB di Indonesia sudah dikembangkan oleh PT. Pelita Agung Industri pada tahun 2006 bekerjasama dengan Mitsubishi UFJ sebagai konsultan. Proyek ini awalnya bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus memperoleh CERs dengan mengekstraksi gas metan (biogas) dari pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit dengan sistem teknologi anaerobik digester. Proyek ini berpotensi menurunkan kurang lebih 2.000 ton gas metan per tahun. Pemanfaatan biogas tersebut sebagai pengganti bahan bakar solar yang biasanya digunakan dalam proses pembangkitan uap bagi keperluan produksi dapat menurunkan emisi yang setara dengan 3.000 ton gas CO2 per tahun. PT. Pinago Utama adalah salah satu perusahaan perkebunan karet dan kelapa sawit di Sumsel yang menerima dana hibah dari UNFCCC dan Lembaga Eksekutif untuk menjadi pelaksana proyek MPB. Ada tiga jenis teknologi yang berhasil dikembangkan perusahaan tersebut untuk PKS,
15

meliputi pengolahan limbah cair menjadi gas metan, pemanfaatan limbah padat menjadi kompos, dan pemanfaatan limbah pada/cair menjadi energi listrik berkekuatan 6 MW.

16

III. METODE PENELITIAN

Dalam upaya mencapai tujuan penelitian, sejumlah kegiatan dan sub-kegiatan riset akan dijalankan secara simultan dan berurutan. Setiap kejadian, respon dan hasil yang diperoleh selama menjalankan riset dicatat dalam logbook dan didokumentasi dengan bantuan komputer untuk menjamin akuntabilitas hasil penelitian. Rancangan riset dibagi

berdasarkan periode atau penahapan pekerjaan.

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama 10 (bulan) bulan untuk mencapai target yang diinginkan. Pekerjaan persiapan dan analisa kalor sampel limbah padat serta segala sesuatu yang menyangkut pekerjaan keskretariatan akan dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Energi, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala, sementara pekerjaan survei akan dilakukan di seluruh lokasi PKS yang ada di Provinsi Aceh yang masih aktif/beroperasi.

3.2. Pengumpulan Data 3.2.1. Data sekunder Data sekunder yang akan dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan kapasitas produksi PKS di Aceh yang berasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan provinsi Aceh, kemudian data jaringan listrik PLN dari instansi PLN sendiri dan dinas terkait lain. Selain itu juga
17

digunakan data literatur-literatur ilmiah terkait dengan Protokol Kyoto dan studi-studi tentang penerapan MPB. Adapun data yang dibutuhkan antara lain adalah: 1. kapasitas produksi PKS, 2. konsumsi listrik pabrik setiap tahun, 3. faktor emisi dari jaringan listrik PLN, dan 4. faktor emisi dari biomassa dan biogas.

3.2.2. Data primer Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 1. kapasitas pabrik, 2. jumlah limbah padat yang dihasilkan, 3. jenis pengolahan limbah yang dimilki PKS, 4. unjuk kerja pengolah limbah, 5. spesifikasi teknis pengolah limbah, 6. sampel limbah padat. 7. persentase pengunaan Llimbah sebagai energi di Pabrik saat ini 8. jumlah limbah padat yang digunakan sebagai energi, pupuk dan lain-lain. Limbah padat berupa cangkang dan tandan kosong diambil di unit pengolahan. Data kebutuhan energi pada PKS diperoleh dari (manajemen) PKS itu sendiri. Jumlah sampel limbah yang diambil masing-masing adalah 2 sampel pada tiap PKS. Sampel limbah padat akan digunakan untuk uji proksimat, ultimat dan nilai kalor.
18

Tabel 3.1 Data PKS di Provinsi Aceh tahun 2009


Kapasitas Kabupaten Perusahaan (ton TBS/jam) Izin Aceh Utara 1. PT. PN I Cot Girek 2. PKS Syamtalira Bayu Aceh Timur 3. PT. Wirya Perca 4. PT. PPP (Perkasa Subur) Aceh Tamiang 5. PT. PN I Pulau 3 6. PT. PN I Tj. Seumantok 7. PT. Mapoli Raya 8. PT. Parasawita 9. PT. Bahari 10. PT. PPP 11. PT. Sisirau 12. PT. Pati Sari 13. PT. Socfin Ina Aceh Barat 14. PT. Karya Tanah Subur 15. PT. Mopoli Raya Nagan Raya 16. PT. Fajar Baizury 17. PT. Kalista Alam 18. PT. Socfin Ina (Seunagan) 19. PT. Socfin Ina (Seumayam) Singkil 20. PT. Lembah Bakti 21. PT. Delima Makmur 22. PT. Uber Traco 23. PT. Socfin Ina Subulussalam 24.PT. Lestari Tunggal Pratama Aceh Selatan 25. PD. Fajar Selatan 60 10 30 30 30 60 60 20 30 25 30 30 15 30 30 60 30 30 30 60 60 30 30 30 5 TPS 45 10 30 30 30 60 60 20 30 25 30 30 15 30 30 60 30 30 30 60 40 30 30 25 5 TPK 34,80 10 25 10 27,44 28,68 28,89 19,32 30 23 30 30 14,54 20 25 15 15 22 23,45 20 30 30 20 23 5 Aktif Belum operasi Tidak aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Tidak aktif Keterangan

Sumber: BPS, 2009 (TPS = terpasang, TPK = terpakai) Berdasarkan data dalam Tabel 3.1 di atas maka jumlah PKS yang akan disurvei adalah 22 (PKS yang aktif saja). Dari pengolahan data

19

nantinya akan diperoleh angka pengurangan emisi yang terjadi sebagai efek positif pemanfaatan sumber energi alternatif (biomassa dan biogas). Kemudian nilai pengurangan emisi tersebut dapat dikonversikan menjadi angka potensi dana yang bisa diperoleh dari penjualan karbon sesuai dengan harga pasaran karbon internasional.

3.3. Prosedur Perhitungan Perhitungan dilakukan untuk menghitung berapa banyak CO2 dan CH4 yang dihasilkan dari baseline scenario dan menghitung berapa banyak pengurangan emisi CO2 dan CH4 yang terjadi jika menggunakan sumber energi alternatif biomassa dan biogas di PKS. Metodologi baseline yang digunakan untuk limbah padat adalah AMS-I.D: Pembangkitan listrik terbarukan untuk jaringan dan AMS-III.E: Pencegahan produksi metan dari pembusukan biomasa melalui pengendalian pembakaran. 3.3.1. Metodologi AMS-I.D : Pembangkitan listrik terbarukan untuk jaringan Metode ini digunakan untuk energi terbarukan seperti fotovoltaik, mikrohidro, energi pasang surut/gelombang, angin, panas bumi dan biomassa yang menggantikan listrik dari sistem distribusi listrik berbahan bakar fosil. Jika ada penambahan unit mesin baik pada komponen terbarukan dan tidak terbarukan, batas kelayakan dari 15 MW untuk proyek MPB skala kecil hanya berlaku untuk komponen terbaharukan. Jika unit menambahkan bahan bakar fosil co-fired, kapasitas seluruh unit tidak boleh melebihi batas dari 15 MW.
20

1. Perhitungan baseline emission Untuk sistem dimana semua generator menggunakan bahan bakar minyak secara eksklusif, emisi baseline kWh tahunan yang dihasilkan dikalikan dengan faktor emisi untuk unit pembangkit diesel modern dengan kapasitas yang beroperasi pada beban optimal seperti yang diberikan dalam Tabel 3.2. Baseline emisi adalah hasil dari energi baseline ( EGBL , y ), yang dinyatakan dalam kWh listrik diproduksi oleh unit pembangkit energi terbarukan dikalikan dengan sebuah faktor emisi, dengan rumusan sebagai berikut:
BE y ! EG BL , y * EFCO2

dimana: BEy EGBL,y EFCO2 = emisi baseline pada tahun y; t CO2 = energi baseline pada tahun ke y; kWh = faktor Emisi CO2 pada tahun y; t CO2e/kWh

21

Tabel 3.2. Faktor-faktor emisi untuk sistem generator diesel (kg CO2e/kWh*) untuk tiga tingkat faktor beban yang berbeda**
i. Mini-grid dengan Mini-grid dengan Kasus 24 jam pelayanan layanan sementara (4-6 jam/hari) ii. Aplikasi produktif iii. Pompa air Load factors [%] <15 kW > = 15 <35 kW > = 35 <135 kW > = 135 <200 kW > 200 kW *** 25% 2,4 1,9 1,3 0,9 0,8 50% 1,4 1,3 1,0 0,8 0,8 100% 1,2 1,1 1,0 0,8 0,8 Mini-grid dengan penyimpanan daya

* Digunakan faktor konversi 3,2 kg CO2 /kg diesel (mengikuti IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories 1996 yang telah direvisi) ** Nilai bahan bakar berasal dari kurva manual online dari PV RET Screen International's 2000 model, didownload dari http://retscreen.net/ *** Nilai default Faktor emisi dapat dihitung secara transparan dan konservatif dengan cara sebagai berikut: a. memakai Combination Margin (CM), yang terdiri dari kombinasi Operation Margin (OM) dan Build Margin (BM) atau b. emisi rata-rata (dalam kg CO2e/kWh) dari generator campuran yang ada sekarang. Data tahun-tahun sebelum proyek dilaksanakan harus digunakan dan harus didasarkan dari sumber resmi.

22

2. Emisi proyek Bagi sebagian besar proyek energi terbarukan, emisi proyek (PEy) bernilai sama dengan nol. Ini berarti kegiatan proyek energi terbarukan tidak menggunakan fasilitias menghasilkan emisi signifikan. 3. Emisi kebocoran poyek Jika peralatan pembangkitan energi merupakan peralatan bekas dari proyek lain maka emisi kebocoran (LEy) harus dipertimbangkan. Namun jika peralatan yang digunakan dalam proyek adalah peralatan baru maka LEy sama dengan nol. 4. Menghitung pengurangan emisi Pengurangan emisi dinyatakan sebagai:
ER y ! BE y  PE y  LE y

dimana: ERy BEy PEy LEy = pengurangan emisi pada tahun y (t CO2e/y) = emisi baseline pada tahun y (t CO2e/y) = proyek emisi pada tahun y (t CO2/y) = pebocoran emisi pada tahun y (t CO2/y)

3.3.2. Metodologi AMS-III.E: Pencegahan produksi metan dari pembusukan biomasa melalui pengendalian pembakaran Metodologi ini digunakan untuk proyek MPB yang menghindari produksi metana dari biomassa atau bahan organik lain. Biasanya biomassa sebelumnya dibiarkan membusuk dalam kondisi anaerobik di

23

lokasi pembuangan limbah padat tanpa pemulihan metana ataupun disimpan di lokasi pembuangan limbah tanpa melakukan pemulihan (recovery) metana. Pengukuran pada metodologi ini terbatas pada penimbunan limbah biomassa yang menghasilkan pengurangan emisi kurang dari atau sama dengan 60 kt CO2 atau setara setiap tahunnya. 1. Perhitungan baseline Jumlah metana yang dihasilkan dengan tidak adanya kegiatan proyek dari limbah biomassa di lokasi pembuangan limbah padat (BECH4,SWDS,y) dihitung dengan model multi-fase. Perhitungan didasarkan pada model First Order Degradable (FOD). Model membedakan antara berbagai jenis limbah j dengan tingkat peluruhan yang berbeda masing-masing kj dan pecahan yang berbeda dari Degradable Organic Carbon (DOCj). Model menghitung pembentukan metana berdasarkan aliran limbah aktual Wj,x yang dibuang setiap tahun x, dimulai dengan tahun pertama setelah awal kegiatan proyek sampai sampai akhir tahun y, untuk baseline emisi yang dihitung (tahun x dengan x = 1 sampai x = y). Jumlah metana diproduksi dalam tahun y (BECH4, SWDS, y) dihitung sebagai berikut:

dimana: BECH4, SWDS, y = emisi metana yang dihindari selama tahun y dari mencegah membuang limbah di lokasi pembuangan
24

limbah padat selama periode awal kegiatan proyek sampai akhir tahun y (tCO2e) = model faktor koreksi untuk memperhitungkan model ketidakpastian (0,9) f = fraksi dari Metana yang ditangkap, dibakar atau digunakan cara lain GWPCH4 = Global Warming Potential (GWP) Metana, untuk periode komitmen yang relevan OX = faktor oksidasi (mencerminkan jumlah metan yang dioksidasi dalam tanah atau bahan lain meliputi limbah) F DOCf = fraksi metana di gas (volume fraksi) (0,5) = fraksi dari Degradable Organic Carbon (DOC) yang dapat membusuk MCF Wj, x = faktor koreksi metana = jumlah sampah organik jenis j yang dicegah di buang pada tahun x (ton) DOCj kj j x = fraksi dari DOC (berat) dalam limbah jenis j = laju pembusukan untuk jenis limbah j = limbah jenis kategori (indeks) = tahun selama periode kredit: x berjalan dari tahun pertama periode kredit pertama (x = 1) ke tahun y untuk menghindari emisi yang dihitung (x = y) y = tahun yang dihitung emisi metana
25

3.3. RENCANA DAN JADWAL PENELITIAN Adapun rencana dan jadwal pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut. Tabel 3.1. Rencana dan Jadwal Melakukan Penelitian No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Persiapan penelitian Pengumpulan data sekunder Pengumpulan data primer Analisa sampel Pengolahan data Analisis hasil pengolahan data Penulisan laporan x x x x x x x x x X x x Kegiatan 1 x x 2 3 4 Bulan ke5 6 7 8 9 10

26

DAFTAR PUSTAKA Adisalamun, Mustafa, Mahidin dan N. Auda, 2001, Pulping Pelepah Sawit dengan Proses Ethanosolv, Prosiding Seminar Nasional Kejuangan Teknik Kimia 2001, Yokyakarta. Ahmad dan Adrianto, 2003, Penentuan Parameter Kinetik Proses Biodegradasi Anaeron Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Jurnal Natur Indonesia 6(1). Amaru dan Kharistya, 2008, Limbah Industri Kelapa Sawit. www.geocities.com /kharistya_amaru/blog/limbah-sawit.html-85k. Anonimous (2008), Renewable Energy World. Biofuels.http://www.renewableenergy- world.com/rea/tech/biofuels. Budiarto, Rachmawan dan Agung, A., 2008, Potensi Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit, Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (DESDM), 2005, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, Jakarta, Indonesia. Foo, K.Y., and Hameed, B.H., 2010, Insight into the applications of palm oil mill effluent: A renewable utilization of the industrial agricultural waste, Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol. 14: 1445 1452. Gani, A., Mahidin dan Khairil, 2010, Studi Pembuatan Bio-briket dan Uji Karakteristik Pembakarannya untuk Penggunaan di Industri Rumah Tangga, accepted di Jurnal Teknik Mesin ITS. Goenadi dan Didiek, H., 2006, Berburu Energi di Kebun Sawit, Harian Republika Edisi 25 Februari 2006. Goh, M.S., Awang, M., Lim, X.Y. and Ani, F.N., 2006, Production of pyrolytic oil for enhanced oil recovery. In: Proceeding of the first international conference on natural resources engineering and technology, pp. 576 583, Putrajaya Malaysia. Gonzales, A. D. C., 2008, International Development in Biomass Utilization, Presented in the Renewable Energy Asia 2008. Bangkok, Thailand. Holm, K. M., 2008, Opportunities through CDM in Thailand, Presented in the Renewable Energy Asia 2008, Bangkok, Thailand. Husin, H., Mahidin dan Marwan, 2009, Studi Penggunaan Katalis Abu Sabut Kelapa, Abu Tandan Sawit dan K2CO3 untuk Konversi Minyak Jarak Menjadi Biodiesel, submit ke Jurnal Reaktor.

27

Kelly-Yong, T.L., Lee, K.T., Mohamed, A.R. and Bhatia, S., 2007, Potential of hydrogen from oil palm biomass as a source of renewable energy worldwide. Energy Policy, Vol. 35: 5692 701. Mahajoeno, Edwi, L., Bibiana, W., Sutjahjo, Suryoehadi dan Siswanto, 2008, Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Jurnal Bioversitas Volume 9 No. 1. Mahidin, Khairil, Adisalamun, A. Rachmat, Safrizal dan Julianto, 2005a, Prospek Pemanfaatan Batubara dan Biomassa sebagai Bahan Bakar Alternatif, Proceedings National Conference on Chemical Engineering Sciences and Aplication, Banda Aceh. Mahidin, Mustafa, N. Auda, Adisalamun and H. Susanto, 2005b, Utilisation of Forestry and Agriculture Biomass as a Raw Material of Pulp and Paper Industry, Proceeding of Regional Symposium on Chemical Engineering, Hanoi. Mahidin, Khairil and Adisalamun, 2006, Co-combustion of Low-rank Coal and Palm Shell in Fluidized Bed Boiler (Study on Generated Steam Characteristics), Proceeding of the Int. Conference on Fluid and Thermal Energy Conversion, Jakarta. Mahidin, Khairil, Adisalamun dan A. Gani, 2007, Studi Pembakaran Campuran Batubara Peringkat Rendah-Cangkang Sawit dalam Fluidized Bed Combustor, Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 20 No. 1. Mahidin, Khairil, Adisalamun dan A. Gani, 2009, Karakteristik Pembakaran Batubara Peringkat Rendah, Cangkang Sawit dan Campurannya dalam Fluidized Bed Boiler, Jurnal Reaktor, Vol. 12 No. 4. Mangoensoekarjo, S. dan Semangun, H., 2005, Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Manurung, R., 2004, Proses Anaerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit, USU Repository, 2004
Naibaho dan Ponten, M., 1996, Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Patel, J., 2004, Biomass Gasification Gas Engine Demonstration Project, Presented

in the Small Wood 2004. California, USA. Prasertsan, S. and Prasertsan, P., 1996, Biomass residues from palm oil mills in Thailand: an overview on quantity and potential usage, Biomass and Bioenergy Vol. 11(5): 387-395.

28

Purohit, P. and Miclaelowa, A., 2007, CDM potential of bagasse cogeneration in India, Energy Policy, Vol. 35:4779-4798. Rahman, S.H.A., Choudhury, J.P. and Ahmad, A.L., 2006, Production of xylose from oil palm empty fruit bunch fiber using sulfuric acid. Journal of Biochemical Engineering, Vol. 30: 97 103. REN21, 2008, Renewables 2007 Global Status Report, Worldwatch Institute, Washington DC, USA. Restuti, D. dan Michaelowa, A., 2007, The economic potential of bagasse cogeneration as CDM projects in Indonesia, Energy Policy, Vol. 35:3952-3966. Sairan, S. and Aman, M.I., CO2 reduction opportunity-power generation perspective.TNB Research Sdn Bhd. See also: http://www.egcfe.ewg.apec.org/ publications/proceeding; 2003. Shuit, S.H., Tan, K.T., Lee, K.T. and Kamaruddin, A.H., 2009, Oil palm biomass as a sustainable energy source: A Malaysian case study, Energy Vol. 34:1225 1235. Siregar, P., 2009, Dampak Ekologi Pengembangan Perkebunan, http:// Perkebunan.uwityangyoyo@yahoo.com. Tanticharoen, M., 2008, Overview on Thailand National Biomass, Presented in the Renewable Energy Asia 2008, Bangkok, Thailand. Tobing, P.L., 1997, Minimalisasi dan Pemanfaatan Limbah Cair-Padat Pabrik Kelapa Sawit dengan Cara Daur Ulang. Medan; Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

29

LAMPIRAN A TABEL DATA PENGAMATAN

30

Anda mungkin juga menyukai