Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang abnormal, di luar batas kewajaran (Iskandar 2007). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% seluruh kematian disebabkan oleh kanker dan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskuler. Badan Kesehatan dunia (WHO)

mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 dan 2015, dengan perkiraan setiap tahunnya 12 juta diseluruh dunia orang akan menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (International Union Against Cancer/UICC, 2009). Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan bahwa prevalensi penyakit tumor di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk. Dari data tersebut saat ini hanya 15 persen dari 190-200 ribu penderita kanker baru di Indonesia

setiap tahunnya yang dapat tertangani akibat minimnya sentra pelayanan kanker dan pengetahuan tentang kanker. Kanker payudara merupakan jenis kanker yang merupakan jenis kanker yang mayoritas terjadi pada wanita, dengan perbandingan laki-laki dan wanita 1:100. Di Amerika Serikat ada lebih dari 212.000 wanita didiagnosis kanker payudara setiap tahun, dan sekitar 41.000 dari kasus tersebut meninggal setiap tahunnya (Lemon & Burke, 2008).

Di Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker leher rahim. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%). Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IACR) tahun 2002. Sedangkan data dari Pelayanan Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2009 ada sekitar lebih kurang 30-50 penderita baru yang datang dengan kanker payudara setiap bulannya.

Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2005).

Penatalaksanaan kanker payudara pada dasarnya sama dengan kasus kanker lain. Modalitas pengobatan pada kanker secara umum terbagi 2, yaitu: terapi lokal berupa pembedahan dan radiasi, dan terapi sistemik (Abdul Muthalib, 2006). Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan kanker secara sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, lokal

maupun metastasis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat sistemik mematikan sel-sel kanker, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut lokal (Desen, 2008). Teknik pemberian kemoterapi ditentukan dari jenis keganasan, lokasi dari pada keganasan dan jenis obat yang diperlukan (Adiwijono, 2006).

Meskipun sering menjadi alternatif pilihan utama untuk mengatasi kanker, kemoterapi memiliki efek samping yang cukup serius. Dari beberapa efek dari kemoterapi, mual dan muntah adalah yang paling sering dikeluhkan bagi pasien. Mual dan muntah terjadi karena peradanagan dari sel-sel mukosa (mukositis) yang melapisi saluran cerna (Abdulmuthalib, 2006). King (1997, dalam Mc Donal, 2001) menyebutkan bahwa lebih dari 60% pasien yang dikemo mengeluh adanya keluhan mual muntah. Mual muntah pada pasien kanker yang di kemoterapi diakibatkan oleh adanya stimulasi pada pusat muntah oleh Cemoreseptor Trigger Zone sebagai efek samping dari obat-obat yang digunakan pada kemoterapi (Desen, 2008). Disamping itu juga melalui kortek yang diakibatkan oleh kecemasan yang kemudian merangsang pusat muntah.

Keluhan mual muntah setelah kemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe yaitu: akut, tertunda (delayed) dan terantisipasi (antipatory). Muntah akut terjadi pada 24 jam pertama setelah kemoterapi. Muntah yang terjadi setelah periode akut ini kemudian digolongkan dalam muntah tertunda (delayed) yang terjadi pada 24-96 jam setelah kemoterapi (Abdulmuthalib, 2006). Sedangkan muntah antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai pada pasien kemoterapi

(10-40%) dimana muntah terjadi sebelum diberikannya kemoterapi atau tidak ada hubungannya dengan pemberian kemoterapi (Rittenburg, 2005). Hal ini sering dialami pada pasien yang sudah mendapatkan kemoterapi sebelumnya dengan penanganan muntah yang kurang baik, sehingga pasien kadang-kadang menolak untuk dilanjutkan pengobatan atau drop out.

Pengalaman mual muntah yang tidak teratasi dengan baik akan menimbulkan trauma yang mendalam bagi pasien dan menyebabkan drop out dari kemoterapi. Drop out nya pasien dari kemoterapi mengakibatkan pengobatan terputus dan menyebabkan peningkatan resistensi obat yang merupakan penyebab utama kegagalan kemoterapi (Desen, 2008). Kegagalan kemoterapi dapat

meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat kanker, sedangkan sampai saat ini kemo masih merupakan metode terapi utama dalam mengatasi kanker termasuk kanker payudara baik dimana pemberiannya secara single maupun dengan kombinasi dengan operasi atau radiasi (Desen, 2008) .

Disamping menimbulkan efek mual dan muntah , kemoterapi juga sering menimbulkan kecemasan pada pasien yang menjalaninya. Cemas pada pasien kanker dapat timbul akibat adanya perasaan ketidak pastian tentang penyakit, pengobatan dan prognosa (Shaha, 2008). Kecemasan dapat menimbulkan rangsangan pada kortex serebri yang selanjutnya akan menstimuli pusat muntah, sehingga memungkinkan untuk terjadinya peningkatan keluhan mual dan muntah setelah kemoterapi. Cemas dapat memperberat keluhan mual dan muntah dan

mual muntah itu sendiri dapat menimbulkan kecemasan. Sehingga itu merupakan suatu lingkaran setan yang harus diputuskan melalui berbagai upaya.

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan mual muntah setelah kemoterapi diantaranya adalah dengan terapi farmakologik, yaitu dengan obat anti mual dan muntah sebelum dan sesudah kemoterapi (premedikasi) dan non farmakologik yaitu berupa lingkungan yang kondusif untuk tenang dan nyaman, pengaturan pemberian nutrisi dan relaksasi (Abdulmuthalib, 2006).

Progresive muscle relaxation adalah salah satu dari teknik relaksasi yamg paling mudah dan sederhana yang sudah digunakan secara luas. Menurut Richmond (2007), progresive muscle relaxation merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaks pada otot melalui 2 langkah. Pertama, dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot dan kedua dengan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut

menjadi relaks, merasakan sensasi relaks secara fisik dan tegangannya menghilang.

Hasil studi yang dilakukan oleh Molassiotis, Yung, Yam, Chan dan Mok (2001), menunjukkan sebanyak 38 pasien dari kelompok intervensi dengan progresive muscle relaxation mengalami penurunan mual dan muntah setelah kemoterapi secara signifikan dibandingkan dengan 33 pasien yang masuk dalam kelompok kontrol.

Relaksasi PMR merupakan relaksasi yang mudah untuk diajarkan pada pasien dalam rangka meningkatkan kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatan terkait cemas, mual dan muntah setelah kemoterapi secara non farmakologik. Menurut teori self-care Orem, pasien dipandang sebagai individu yang memiliki potensi (+) untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan mencapai kesejahteraan yang optimal jika mengetahui perawatan yang tepat dan sesuai dengan kondisi dirinya sendiri.

Berdasarkan data yang didapat dari RS.Kanker Dharmais, 70% keluhan awal yang paling menonjol adalah kejadian mual dan muntah, cemas yang mampu menimbulkan ketidaknyamanan secara fisik maupun psikis. Terapi farmakologi untuk obat anti mual dan muntah kadan-kadang tidak selalu efektif. Hal tersebut dikarenakan mual dan muntah sifatnya subjektif dan individual begitu juga dengan kecemasan yang timbul sebaliknya, tindakan non farmakologi. Tindakan keperawatan yang spesifik untuk mengatasi cemas, mual dan muntah setelah kemoterapi belum tercantum dalam standar tindakan keperawatan di RS.Kanker Dharmais. Selain itu, belum banyak penelitian tentang efek PMR terhadap mual dan muntah serta kecemasan.

B. Rumusan Masalah Peningkatan insiden kanker di dunia maupun di Indonesia memerlukan perhatian dari semua pihak terkait, termasuk kasus kanker payudara yang menunjukkan peningkatan insiden. Salah satu modalitas pengobatan kanker termasuk kanker payudara adalah kemoterapi. Efek samping kemoterapi terbesar adalah mual dan muntah. Mual muntah yang terjadi pada pasien yang dikemo akibat dari stimulasi dari cemoreseptor trigger zone sebagai efek samping dari obat-obat yang digunakan pada kemo. Disamping itu juga melalui jalur kortex yang diakibatkan oleh kecemasan yang kemudian merangsang pusat muntah. Gangguan ini bervariasi tingkatnya dari ringan sampai kematian akibat dehidrasi oleh mual muntahnya.

Salah satu upaya dalam mengatasi mual dan muntah setelah kemoterapi adalah dengan upaya non farmakologi yaitu relaksasi diantaranya PMR. Progressive Muscle Relaxation adalah salah satu dari teknik relaksasi yang paling mudah dan sederhana yang sudah digunakan secara luas. Menurut Richmond (2007) PMR merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui 2 langkah. Pertama, dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot. Kedua, dengan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi relaks, merasakan sensasi relaks, merasakan sensasi relaks secara fisik dan tegangannya menghilang. Hal ini sudah dilakukan penelitian oleh Molassiotis, Yung, Yam, Chan & Mok (2001) melalui 38 pasien dari kelompok intervensi dengan PMR

mengalami penurunan mual dan muntah setelah kemoterapi secara signifikan dibandingkan dengan 33 pasien yang masuk dalam kelompok kontrol.

Apakah terdapat perbedaan kecemasan, mual dan muntah akibat kemoterapi setelah relaksasi PMR pada pasien kanker payudara di RS.Kanker Dharmais?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi pengaruh PMR terhadap kecemasan, mual dan muntah setelah kemoterapi pada pasien kanker payudara di RS.Kanker Dharmais.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan siklus kemoterapi. b. Untuk mengidentifikasi mual dan muntah (frekuensi, durasi, jumlah) sebelum PMR pada kelompok intervensi dan kontrol c. Untuk mengidentifikasi mual dan muntah sebelun dan setelah relaksasi PMR pada kelompok intervensi d. Untuk mengidentifikasi mual dan muntah sebelum dan setelah relaksasi PMR pada kelompok kontrol e. Untuk mengidentifikasi mual dan muntah setelah relaksasi PMR pada kelompok intervensi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat aplikasi a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi kejadian mual dan muntah pada pasien kemoterapi melalui teknik relaksasi sehingga pasien dapat lebih meningkatkan lagi kualitas hidup yang baik. b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pasien dengan kemoterapi khususnya dalam mengatasi kejadian mual dan muntah setelah kemoterapi secara mandiri.

2. Manfaat Keilmuan a. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam praktik keperawatan tentang tindakan keperawatan pada pasien dengan kemoterapi b. Memberikan gambaran dan informasi tentang pengaruh relaksasi PMR terhadap mual dan muntah setelah kemoterapi.

3. Manfaat penelitian Penelitian ini dapat menambah jumlah penelitian tentang pengaruh relaksasi PMR terhadap kecemasan, mual dan muntah setelah kemoterapi dan dapat menjadi landasan untuk peneliti selanjutnya dengan pendekatan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai