Anda di halaman 1dari 38

Contents

Bab III Kegiatan di Laboratorium..................................................................................... 2 A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. C. 1. 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 2 Pengertian Minyak Bumi ............................................................................. 2 Komposisi Minyak Bumi .............................................................................. 3 Jenis Jenis Minyak Bumi ........................................................................... 6 Pengolahan Minyak Bumi ........................................................................... 6 Produk Minyak Bumi................................................................................. 10 Solar (High Speed Diesel) .......................................................................... 10 METODE ANALISIS BAHAN BAKAR SOLAR .......................................................... 18 Analisis Warna (Color) .............................................................................. 18 Analisis Specific Gravity (SG) Bahan Bakar Solar ........................................ 19 Analisis Titik Nyala (Flash Point) Bahan Bakar Solar ................................... 20 Analsis Titik Tuang (Pour Point) bahan bakar solar .................................... 21 Analsisis Viskositas Kinematik Bahan Bakar Solar ...................................... 22 Analaisis Kadar Air Dalam Bahan Bakar Solar D6304 ................................. 23 Analisis Kadar Residu Karbon (Carbon Conradson Residu) ......................... 24 Analisis kadar Abu .................................................................................... 25 Analisis kadar sedimen dengan metode ASTM D473 ................................. 26 Analisis Kadar Sulfur ................................................................................. 28 Analisis bilangan asam kuat ...................................................................... 29 Analisis bilangan asam total ...................................................................... 31 Korosi Lempeng Tembaga (Copper strip corrosion) ................................... 32 Destilasi dengan metode ASTM D86 ......................................................... 34

INSTRUMENTASI ............................................................................................... 35 Multi EA Sulfur Analyzer ........................................................................... 35 Karl Fischer ............................................................................................... 37

Bab III Kegiatan di Laboratorium


A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Minyak Bumi Minyak bumi adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi merupakan campuran kompleks hidrokarbon plus senyawaan organik dari sulfur, oksigen, nitrogen dan senyawa-senyawa yang mengandung konstituen logam terutama nikel, besi dan tembaga. Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang seragam, melainkan

berkomposisi yang sangat bervariasi, tergantung pada lokasi, sumur minyak dan juga kedalaman sumur. Minyak bumi merupakan cairan mudah terbakar yang ditemukan didalam bumi, berguna sebagai bahan bakar serta bahan dasar beberapa produk kimia. Sumber energi ini termasuk paling berharga di dunia sehingga sering disebut emas hitam. Minyak bumi adalah minyak mentah cair yang ditambang dari dalam bumi atau didapat dalam bentuk padat karena bercampur dengan batu lumpur (serpih minyak) dan pasir (pasir ter). Minyak mentah terdapat dalam berbagai kekentalan dan warna, mulai dari yang sangat kental berwarna gelap mirip pasta, hingga yang encer berwarna coklat muda agak bening. (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990). Teori yang paling umum digunakan untuk menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun. Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak geologis

selama proses perubahan tersebut, maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda (Buku Pintar Migas Indonesia)

Produk minyak bumi adalah semua produk yang dapat diperoleh dengan penyulingan minyak bumi dan terdiri dari gas kilang (refinery gas), etana, LPG, nafta, bensin, bahan bakar penerbangan, bahan bakar kapal laut, minyak tanah, solar, minyak bakar distilat , bahan bakar residu , gas oil, pelumas, minyak putih (white oil), minyak (grease), lilin, aspal, serta kokas, tetapi tidak temasuk produk petrokimia. (SPEIGHT, 2002) 2. Komposisi Minyak Bumi Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 5098% berat, sisanya terdiri atas zat-zat organik yang mengandung belerang, oksigen, dan nitrogen serta senyawa-senyawa anorganik seperti vanadium, nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. Secara umum, komposisi minyak bumi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 - Komposisi Elemental Minyak Bumi

Unsur Karbon Hidrogen Belerang Nitrogen Oksigen Logam (Fe, Va, Ni, dll)

Sumber : G.D.

% Berat 83,9 - 86,8 11,4 14,0 0,06 8,0 0,11 1,7 0,5 0,03 HOBSON Modern Petroleum Technology,4th edition.

Berdasarkan kandungan senyawanya, minyak bumi dapat dibagi menjadi golongan hidrokarbon dan non-hidrokarbon serta senyawa-senyawa logam. a. Hidrokarbon Ada 4 macam molekul hidrokarbon yang ada dalam minyak mentah. Persentase relatif setiap molekul berbeda tiap lokasi minyaknya, sehingga menggambarkan ciri-ciri setiap minyak.
Tabel 2 - Komposisi molekul hidrokarbon dalam minyak bumi

Hidrokarbon Parafin Naftena Aromatik Aspaltena 1) Parafin

Rata-rata 30% 49% 15% 6%

Rentang 15 sampai 60% 30 sampai 60% 3 sampai 30% sisa-sisa

Parafin adalah kelompok senyawa hidrokarbon jenuh berantai lurus (alkana), CnH2n+2. Contohnya adalah metana (CH4), etana (C2 H6), n-butana (C4 H10), isobutana (2-metil propana, C4H10), isopentana (2-metilbutana, C5H12), dan isooktana (2,2,4-trimetil pentana, C8 H18). Jumlah senyawa yang tergolong ke dalam senyawa isoparafin jauh lebih banyak daripada senyawa yang tergolong nparafin. Tetapi, di dalam minyak bumi mentah, kadar senyawa isoparafin biasanya lebih kecil daripada n-parafin. 2) Olefin Olefin adalah kelompok senyawa hidrokarbon tidak jenuh, CnH2n. Contohnya etilena (C2 H4), propena (C3H6), dan butena (C4 H8). 3) Naftena Naftena adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang membentuk struktur cincin dengan rumus molekul CnH2n. Senyawa-senyawa kelompok naftena yang banyak ditemukan adalah senyawa yang struktur cincinnya tersusun dari 5 atau 6 atom karbon. Contohnya adalah siklopentana(C5 H10), metilsiklopentana(C6 H12) dan

sikloheksana (C6 H12). Umumnya, di dalam minyak bumi mentah, naftena merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki kadar terbanyak kedua setelah n-parafin. 4) Aromatik Aromatik adalah hidrokarbon-hidrokarbon tak jenuh yang berintikan atom-atom karbon yang membentuk cincin benzen (C6 H6). Contohnya benzen (C6 H6), metilbenzen (C7 H8 ), dan naftalena (C10H8 ). Minyak bumi dari Sumatera dan Kalimantan umumnya memiliki kadar aromatik yang relatif besar. b. Non Hidrokarbon Selain senyawa-senyawa yang tersusun dari atom-atom karbon dan hidrogen, di dalam minyak bumi ditemukan juga senyawa non hidrokarbon seperti belerang, nitrogen, oksigen, vanadium, nikel dan natrium yang terikat pada rantai atau cincin hidrokarbon. Unsur-unsur

tersebut umumnya tidak dikehendaki berada di dalam produk-produk pengilangan minyak bumi, sehingga keberadaannya akan sangat mempengaruhi langkah-langkah pengolahan yang dilakukan terhadap suatu minyak bumi. 1) Belerang Belerang terdapat dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S), belerang bebas (S), merkaptan (R-SH, dengan R=gugus alkil), sulfida (R-S-R), disulfida (R-S-S-R) dan tiofen (sulfida siklik). Senyawa-senyawa belerang tidak dikehendaki karena : b Menimbulkan bau tidak sedap dan sifat korosif pada produk pengolahan. b Mengurangi efektivitas zat-zat bubuhan pada produk pengolahan. b Meracuni katalis-katalis perengkahan. b Menyebabkan pencemaran udara (pada pembakaran bahan bakar minyak, senyawa belerang teroksidasi menjadi zat-zat korosif yang membahayakan lingkungan, yaitu SO2 dan SO3). 2) Nitrogen Senyawa-senyawa nitrogen dibagi menjadi zat-zat yang

bersifat basa seperti 3-metilpiridin (C6 H7 N) dan kuinolin (C9 H7N) serta zat-zat yang tidak bersifat basa seperti pirol (C4 H5N), indol (C8 H7 N) dan karbazol (C12H9 N). Senyawa-senyawa nitrogen dapat mengganggu kelancaran pemrosesan katalitik yang jika sampai terbawa ke dalam produk, berpengaruh buruk terhadap bau, kestabilan warna, serta sifat penuaan produk tersebut. 3) Oksigen Oksigen biasanya terikat dalam gugus karboksilat dalam asamasam naftenat (2,2,6-trimetilsikloheksankarboksilat, C10H18O2) dan asam-asam lemak (alkanoat), gugus hidroksi fenolik dan gugus keton. Senyawa oksigen tidak menyebabkan masalah serius seperti halnya senyawa belerang dan senyawa nitrogen pada proses-proses katalitik. 4) Senyawa logam

Minyak bumi biasanya mengandung 0,001-0,05% berat logam. Kandungan logam yang biasanya paling tinggi adalah vanadium, nikel dan natrium. Logam-logam ini terdapat bentuk garam terlarut dalam air yang tersuspensi dalam minyak atau dalam bentuk senyawa organometal yang larut dalam minyak. Vanadium dan nikel merupakan racun bagi katalis-katalis pengolahan minyak bumi dan dapat menimbulkan masalah jika terbawa ke dalam produk pengolahan. 3. Jenis Jenis Minyak Bumi Minyak bumi berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan karena perbedaan jenis, struktur dan komposisi campurannya di dalam minyak bumi, Mengingat hal itu, orang mulai mengembangkan metodemetode semi empirik untuk mengkarakterisasi minyak bumi berdasarkan hasil-hasil pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia yang mudah ditentukan. berdasarkan komposisinya minyak bumi dapat dikelompokkan menjadi: a. Minyak bumi parafin Minyak bumi mengandung senyawa hidrokarbon parafin dalam jumlah besar dan sedikit mengandung naften sehingga banyak mengandung lilin dan sedikit mengandung aspal. b. Minyak bumi aspaltik (naftenik) Minyak bumi ini sebagian besar mengandung hidrokarbon jenis naften dan sedikit mengandung parafin. Pada umumnya sedikit mengandung lilin dan banyak mengandung aspal. c. Minyak bumi campuran Minyak bumi ini merupakan campuran dari kedua jenis minyak bumi di atas. 4. Pengolahan Minyak Bumi Minyak bumi ditemukan bersama-sama dengan gas alam. Minyak bumi yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah

(crude oil). menjadi: a.

Untuk pengolahannya, minyak mentah dapat dibedakan

Minyak mentah ringan yang mengandung kadar logam dan belerang rendah, berwarna terang dan bersifat encer (viskositas rendah).

b.

Minyak mentah berat (heavy crude oil) yang mengandung kadar logam dan belerang tinggi, memiliki viskositas tinggi sehingga harus dipanaskan agar meleleh. Menurut PRAYITNO (2006) ada empat kelompok utama pada

pengolahan minyak bumi, yaitu : a. Proses fisika, yaitu proses pengolahan minyak bumi yang didasarkan pada perbedaan sifat-sifat fisikanya. Seperti destilasi, kristalisasi, adsorpsi, absorpsi, dan ekstraksi. b. Proses konversi, yaitu pengolahan minyak bumi dengan pengubahan struktur kimia dari hidrokarbon menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Contoh pada proses ini adalah cracking dan reforming. c. Proses treating, yaitu proses penghilangan kontaminan atau pengotor pada produk hasil pengolahan dengan tujuan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan persyaratan konsumen/pasar. d. Proses pencampuran, yaitu proses pencampuran komponen-komponen produk pengolahan menjadi produk jadi yang sesuai dengan spesifikasi. Untuk memisahkan komponen-komponennya, yakni berdasarkan

perbedaan titik didihnya. Proses ini disebut distilasi bertingkat. Selanjutnya untuk mendapatkan produk akhir sesuai yang diinginkan, maka sebagian hasil dari distilasi bertingkat perlu diolah lebih lanjut melalui proses konversi, pemisahan pengotor dalam fraksi, dan campuran fraksi. a. Distilasi bertingkat Dalam proses distilasi bertingkat minyak mentah tidak dipisahkan menjadi komponen-komponen murni. Melainkan ke dalam fraksi-fraksi,

yakni kelompok-kelompok yang mempunyai kisaran titik didih tertentu. Proses distilasi bertingkat dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Minyak mentah dipanaskan dalam boiler menggunakan uap air bertekanan tinggi sampai suhu 600oC. Uap minyak mentah yang dihasilkan kemudian dialirkan ke bagian bawah menara distilasi. 2) Dalam menara distilasi, uap minyak mentah bergerak ke atas

melewati pelat-pelat (tray). Setiap pelat memiliki banyak lubang yang dilengkapi dengan tutup gelembung (bubble cap) yang memungkinkan uap lewat. 3) Dalam pergerakannya, uap minyak mentah akan menjadi dingin. Sebagian uap akan mencapai ketinggian dimana uap tersebut akan terkondensasi membentuk zat cair. Zat cair yang diperoleh dalam suatu kisaran suhu tertentu disebut fraksi. 4) Fraksi yang mengandung senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terkondensasi di bagian bawah menara distilasi. Sedangkan fraksi senyawa-senyawa dengan titik didih rendah terkondensasi di bagian atas menara. Sebagian fraksi dari menara distilasi selanjutnya dialirkan ke bagian kilang minyak lainnya untuk proses konversi. b. Proses konversi Proses konversi adalah penyusunan ulang struktur molekul hidrokarbon, yang bertujuan untuk memperoleh fraksi-fraksi dengan kuantitas dan kualitas sesuai permintaan pasar. Sebagai contoh untuk memenuhi fraksi bensin yang tinggi, maka sebagian fraksi rantai panjang perlu diubah/dikonversi menjadi rantai pendek. Demikian pula sebagian besar fraksi rantai lurus harus dikonversi menjadi rantai bercabang/asiklik/aromatik dibandingkan rantai lurus. Beberapa jenis proses konversi dalam kilang minyak adalah: 1) Perengkahan (craking) Perengkahan adalah pemecahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil. Contohnya perengkahan fraksi minyak berat menjadi fraksi gas, bensin, kerosin, minyak solar/disel. 2) Reforming

Reforming bertujuan mengubah struktur molekul rantai lurus menjadi rantai bercabang/alisiklik/aromatik. Sebagai contoh

komponen rantai lurus ( C5 C6 ) dari fraksi bensin diubah menjadi senyawa aromatik. 3) Alkilasi Alkilasi adalah masuknya molekul-molekul alkil (R-) menjadi molekul besar. Contohnya penggabungan molekul propane dan butena menjadi komponen fraksi bensin. 4) Coking Coking adalah proses perengkahan fraksi residu padat menjadi fraksi minyak bakar dan hidrokarbon intermediate (produk antara). Dalam proses ini, dihasilkan kokas (Coke). Kokas digunakan dalam industri aluminium sebagai elektroda untuk ekstraksi logam Al. c. Pemisahan pengotor dalam fraksi Fraksi-fraksi mengandung berbagai pengotor antara lain senyawa organik yang mengandung S, N, O, air; logam; dan garam anorganik. Pengotor dapat dipisahkan dengan cara melewatkan fraksi melalui: 1) Menara asam sulfat, yang berfungsi untuk memisahkan hidrokarbon tidak jenuh, senyawa nitrogen, senyawa oksigen, dan residu padat seperti aspal. 2) Menara absorpsi, memisahkan air. 3) Scrubber, yang berfungsi untuk memisahkan belerang atau senyawa belerang. d. Pencampuran fraksi Pencampuran fraksi dilakukan untuk mendapatkan produk akhir sesuai yang diinginkan. Sebagai contoh: 1) Fraksi bensin dicampur dengan hidrokarbon rantai yang mengandung agen pengering untuk

bercabang/alisiklik/aromatic dan berbagai aditif untuk mendapatkan kualitas bermutu. 2) Fraksi minyak pelumas dicampur dengan berbagai hidrokarbon dan aditif untuk mendapatkan kualitas tertentu.

3) Fraksi nafta dengan berbagai kualitas untuk industri petrokimia. Produk-produk ini siap dipasarkan ke berbagai tempat, seperti pengisian bahan bakar, industri petrokimia. 5. Produk Minyak Bumi Tujuan dari pengolahan minyak bumi yaitu selain untuk memisahkan fraksi-fraksi juga untuk stabilitas pemisah dan peningkatan kualitas mutu produk yang dihasilkan. Proses pemisahan fraksi-fraksi ini dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Contoh sederhana proses pemisahan fraksi ini pada minyak bumi adalah proses destilasi, dari proses destilasi ini akan dihasilkan berbagai produk bahan bakar minyak berdasarkan titik didihnya. Hasil pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor dan mesin-mesin industri. Fraksi-Fraksi yang dihasilkan dari distilasi penggunaannya sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 - Fraksi Minyak Bumi

minyak bumi dan

Jangka titikDidih (oC) <30 30-180 180-230 230-305 305-405 >405

Jumlah Karbon 1-4 5-10 11-12 13-17 18-25 >25

Nama Fraksi Gas Bensin Kerosene Solar Minyak Gas Residu

Penggunaan Bahan bakar pemanas Bahan bakar motor Bahan bakar Jet Bahan bakar Diesel Bahan Bakar Pemanas Aspal

Sumber: Fessenden J, Fessenden S. Joan. 1997. Dasar-Dasar kimia Organik.Bina Rupa Aksara.Jakarta.

6. Solar (High Speed Diesel) a. Definisi Solar Solar, termasuk juga minyak tanah dan bahan bakar jet adalah anggota dari kelas produk minyak bumi yang dikenal sebagai distilat menengah (Gruse dan Stevens, 1960; Guthrie, 1967). Seperti namanya, produk ini memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada bensin tetapi lebih rendah dari minyak gas. Solar memiliki titik didih berkisar dari

sekitar 175-375C (350-700 F) dan jumlah karbon berkisar dari sekitar C8 hingga C24. (Speight, 2001) Solar digunakan sebagai bahan bakar dengan sistem penyalaan kompresi (Motor Diesel) putaran tinggi yang mempunyai rpm 1000 rpm berbeda dengan motor bensin yang menggunakan busi, kerena peletupan terjadi akibat penyalaan mandiri minyak diesel panas yang disemprotkan ke dalam silinder berisi udara panas bertekanan. Oleh karena itu, minyak diesel mempunyai kecenderungan cukup kuat untuk menyala sendiri. Bahan bakar solar gas oil yang biasanya disebut : High Speed Diesel Oil (HSD atau Automotive Diesel Oil (ADO) yang digunakan untuk motor diesel. Dalam usaha untuk menjaga kesesuaian bahan bakar tersebut dengan penggunaannya maka ditetapkan suatu spesifikasi yang

menetapkan persyaratan-persyaratan mengenai karakter yang harus dipenuhi, dengan mempertimbangkan harga bahan bakar dan

ketersediaan, penanganan, ukuran dan desain mesin, emisi, rentang dan frekuensi perubahan kecepatan dan beban, dan kondisi lingkungan (ASTM, 2003). Di Indonesia, spesifikasi bahan bakar minyak ditetapkan oleh Dirjen Migas. Dari beberapa karakter bahan bakar Solar, karakter yang berkaitan dengan pembakaran, kegagalan sistem pemompaan/nozzle injector dan kebuntuan penyaringan adalah yang paling kritis (Srivastava, 2000) Untuk menjalankan suatu mesin diesel adalah penting dengan menggunakan bahan bakar yang bermutu tinggi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bahan bakar Solar adalah sebagai berikut : - Mempunyai kemampuan awal mesin dalam keadaan dingin. - Harus menyala tepat pada waktu dan tidak menimbulkan knocking (ketukan) sehingga dapat menyala menghasilkan tenaga yang optimal. - Mempunyai kekentalan (viskositas) yang sesuai agar mudah mengalir.

- Mempunyai kemampuan pengkabutan yang sempurna, - Tidak mengandung kotoran atau unsur-unsur yang merusak. - Tidak menimbulkan pencemaran udara. b. Sifat-Sifat Bahan Bakar Solar Dalam penggunaannya bahan bakar solar harus aman, tidak membahayakan kesehatan makhluk hidup, tidak merusak mesin, optimal dalam penggunaannya, serta tidak menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Jaminan mutu dalam hal keselamatan dan

kenyamanan bahan bakar Solar bagi konsumen ini dapat dilihat melalui sifat-sifatnya. Sifat-sifat bahan bakar Solar meliputi: sifat umum, sifat pembakaran/penyalaan, sifat pengkaratan, sifat kebersihan, sifat keselamatan, sifat penguapan (volatilitas), sifat kekentalan 1) Sifat Umum Sifat umum minyak solar sangat erat hubungannya dengan pemuatan, kontaminasi, material balance dan transaksi jual beli. Sifat umum minyak Solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian y y Specific Gravity 60/60 oF, ASTM D 1298 Density 15 oC, ASTM D 1298

2) Sifat Pembakaran/Penyalaan Kinerja mesin akan optimal apabila bahan bakar Solar dapat menghasilkan pembakaran sempurna dalam ruang bakar. Kompresi udara yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar mesin tekanan antara 20 30 kgf/cm2 sehingga suhu dalam ruang bakar berkisar 650750
o

C. Pembakaran sempurna dilakukan dengan menginjeksikan bahan

bakar (berupa kabut) ke dalam ruang bakar yang di dalamnya terdapat udara panas sehingga mampu menyalakan bahan bakar. Pembakaran yang terjadi menyebabkan tekanan dalam ruang bakar naik secara mendadak dan menimbulkan tenaga. Bila hal ini dipenuhi, maka tidak akan terjadi ketukan (knocking) di dalam mesin.

Ketukan dalam mesin diesel terjadi akibat keterlambatan terbakarnya bahan bakar di dalam ruang bakar. Hal ini disebabkan oleh adanya akumulasi bahan bakar di dalam ruang bakar, dan begitu terbakar maka akan terjadi ledakan secara berturut turut. Jarak waktu antara bahan bakar diinjeksikan ke ruang bakar (silinder) sampai saat terbakar, disebut waktu tunda (delay period), dinyatakan dalam menit. Waktu tunda yang panjang akan

menyebabkan terakumulasinya bahan bakar cukup banyak, akibatnya terjadi penyalaan yang spontan dan akan menimbulkan suatu kenaikkan tekanan yang mendadak dan mengakibatkan pukulan yang hebat pada ruang bakar. Hal ini dapat menimbulkan suara yang keras yang selanjutnya disebut Diesel Knock. Sifat mutu pembakaran adalah salah satu ukuran sifat bahan bakar minyak Solar. Minyak Solar bermutu rendah mempunyai waktu tunda lebih lama. Sifat ini ditunjukkan oleh besar kecilnya angka setana (cetane number). Angka cetane adalah ukuran kualitas penyalaan dari bahan bakar diesel atau solar. Angka cetane sering disalah artikan sebagai kualitas solar itu sendiri, padahal angka cetane sebenarnya merupakan ukuran kelambatan menyala dari bahan bakar solar, yaitu waktu jeda antara awal proses injeksi bahan bakar dengan saat terjadinya pembakaran atau penyalaan di dalam mesin. Dalam mesin diesel, semakin tinggi angka setana maka kelambatan menyala yang terjadi semakin singkat dan sebaliknya semakin rendah angka cetane maka jeda antara waktu injeksi dengan waktu penyalaan semakin lama. Angka setana dapat diperoleh dengan cara membandingkan kelambatan menyala bahan bakar soalar dengan kelambatan menyala bahan bakar pembanding (reference fuel) dalam mesin uji baku (ASTM D 613). Kualitas penyalaan bahan bakar solar tergantung pada komposisinya. Sebagai bahan bakar pembanding digunakan senyawa hidrokarbon cetane atau n-heksadekan dan heptamilnonana (Hardjono, 2001). Heksadekan atau mempunyai nama lain setana merupakan

senyawa

hidrokarbon

alkana

dengan

rumus

molekul

CH3 (CH2 )14CH3.heksadekan terdiri dari 16 aton karbon, dengan tiga atom hidrogen terikat pada dua atom karbon ujung, dan dua atom Hidrogen terikat pada 14 atom karbon lainnya. Senyawa ini berupa cairan berwarna bening kekuningan, memilikim titik lebur 180 oC dan titik didih 287 oC. Heksadekan mempunyai nilai kelambatan yang pendek. Heptamil nonana merupakan isomer dari heksadekan. Senyawa ini juga merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki 16 atom karbon, dengan Sembilan atom karbon merupakan rantai utama (nonana) dan tujuh sisanya sebagai rantai cabang. Heptamil nonana memiliki nilai kelambatan penyalaan yang relatif panjang. Dari standard tersebut dapat dilihat bahwa hidrokarbon dengan rantai lurus (straight chain) lebih mudah terbakar dibandingkan dengan hidrokarbon yang memiliki banyak cabang (branch). Hal ini disebabkan ikatan-ikatan dari molekul hidrokarbon rantai lurus lebih mudah terurai dan menghasilkan energi yang menyebabkan terjadinya pembakaran atau penyalaan dibandingkan hidrokarbon rantai cabang yang memiliki efek sterik yang lebih besar. Angka cetane berkorelasi dengan tingkat kemudahan penyalaan pada temperature rendah (cold start) dan rendahnya kebisingan pada kondisi (Knothe, 2005) Sifat mutu pembakaran minyak solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian : y y y Diesel Index Cetane Index Cetane Number idle. Angka setana

tinggi juga diketahui berhubungan dengan rendahnya polutan NOx

3) Sifat Penguapan (Volatilitas) Volatilitas bahan bakar solar yang merupakan faktor penting untuk memperoleh pembakaran yang memuaskan dapat ditentukan dengan uji distilasi ASTM D 86-90. Semakin tinggi titik didih atau

makin berat bahan bakar solar maka semakin tinggi nilai kalor untuk setiap galonnya dari makin tinggi diinginkan dari segi ekonoominya. Tetapi hidrokarbon berat merupakan sumber asap dan endapan karbon serta dapat memepengaruhi mesin. Sehingga bahan bakar diesel harus mempunyai komposisi yang berimbang antara fraksi ringan dan fraksi berat agar diperoleh volatilitas yang baik. Dalam penggunaannya, diharapkan bahwa minyak Solar akan teruapkan sempurna dan terdistribusikan merata di dalam ruang bakar, sehingga dapat terbakar sempurna. Karena bahan bakar dapat terbakar sempurna, mengakibatkan mudahnya starting pada mesin, waktu pemanasan mesin dan akselerasi. Jika minyak Solar sulit untuk terjadi penguapan maka minyak Solar tersebut akan sulit pula untuk memenuhi kemudahan start mesin dan rendahnya akselerasi mesin. Bila tingkat penguapannya rendah, ini menunjukkan bahwa di dalam minyak Solar terdapat fraksi yang lebih berat. Sifat penguapan minyak Solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian : y y Distilasi ASTM D 86 Flash Point ASTM D 93

4) Sifat Pengkaratan Unsur-unsur dalam minyak Solar di samping hidrokarbon, terdapat pula unsur-unsur impurities seperti Sulfur, Oksigen, Nitrogen, Halogen dan Logam. Senyawa unsur yang bersifat korosif adalah senyawa Sulfur. Senyawa-senyawa Sulfur dalam minyak Solar yang korosif dapat berupa Hidrogen Sulfida, Merkaptan, Tiofena. Pada pembakaran bahan bakar senyawaan Sulfur akan teroksidasi oleh oksigen dalam udara menghasilkan Oksida Sulfur. Bila Oksida Sulfur ini bereaksi dengan uap air akan menghasilkan Asam Sulfat. Terbentuknya Asam Sulfat ini dapat bereaksi dengan logam, terutama dalam gas buang. Terdapatnya senyawaan Sulfur dalam minyak Solar dapat juga ditunjukkan oleh tingkat keasaman

minyak Solar itu. Makin tinggi sifat keasaman maka sifat pengkaratan makin besar terutama bila minyak Solar terdapat Strong Acid Number. Sifat pengkaratan minyak Solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian: y y y y Kandungan Sulfur, ASTM D. 1266 Copper Strip Corrosion, ASTM D 130 Strong Acid Number, ASTM D 974 Total Acid Number, ASTM D 974

5) Sifat Kebersihan Sifat kebersihan minyak Solar yang berhubungan dengan ada / tidaknya kotoran yang terdapat di dalam minyak Solar, sebab kotoran ini akan berpengaruh terhadap mutu, karena dapat mengakibatkan kegagalan dalam suatu operasi dan merusak mesin. Kotoran itu dapat berupa air, lumpur, atau endapan atau sisa pembakaran yang berupa abu dan karbon. Untuk itu makin kecil adanya kotoran di dalam minyak Solar makin baik mutu bahan bakar tersebut. Sifat kebersihan minyak Solar sesuai spesifikasi

ditunjukkan pada pengujian : y y y y y Color ASTM, ASTM D 1500 Water content, ASTM D 96 CCR (10 % vol. bottom), ASTM D 189 Ash content, ASTM D 482 Sediment by Extraction, ASTM D 473

6) Sifat Keselamatan Sifat keselamatan minyak Solar meliputi keselamatan di dalam pengangkutan, penyimpanan dan penggunaan. Minyak Solar harus memiliki salah satu sifat keselamatan yaitu bahwa minyak Solar tidak terbakar akibat terjadi loncatan api. Sifat keselamatan minyak Solar sesuai spesifikasi ditunjukkan pada pengujian : y Flash Point, ASTM D 93

7) Sifat kekentalan (Viskositas) Viskositas merupakan sifat intrisik fluida yang menunjukan resistensi fluida terhadap aliran. Fluida dengan viskositas tinggi lebih sulit untuk dialirkan dibandingkan dengan fluida dengan viskositas rendah. Bila energi pengaliran yang tersedia tetap, maka fluida dengan viskositas tinggi akan mengalir dengan kecepatan rendah. Kecepatan alir bahan bakar melalui injector akan

memepengaruhi derajat atomisasi bahan bakar di dalam ruangan bakar. Selain itu viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut apabila bercampur dengan udara (Bernardo, 2003). Viskositas diukur dengan menghitung waktu mengalirnya minyak yang banyaknya telah ditentukan melalui tabung / orifis suatu viscometer pada suhu tertentu (40, 50, atau 100 0C). standar pemeriksaan viskositas di laboratorium ada tiga, yaitu :Redwood I diukur dalam detik, Saybolt Universal diukur dalam detik atau second saybolt universal (SSU) dan engler diukur dalam oE (hasil bagi dari waktu mengalirnya air 200 cc pada suhu 20 oC dengan viscometer engler dan kinematik) (Anonim, 2004). Viskositas bahan bakar minyak ditentukan berdasarkan metode ASTM D-445. Viskositas untuk minyak diesel Redwood I pada 100
o

F dibatasi antara 35-45 detik sedangkan untuk minyak solar

viscosity kinematic pada 100 oF dibatasi antara 1,6 5,8 centistoke (cSt) (Anonim, 2004 ). Sifat kemudahan mengalir minyak solar dinyatakan sebagai viskositas dinamik dan viskositas kinetik. Viskositas dinamik adalah ukuran tahanan untuk mengalir dari suatu zat cair, sedang viskositas kinetik adalah tahanan zat cair untuk mengalir karena gaya berat. Bahan yang mempunyai viskositas kecil menunjukkan bahwa bahan itu mudah mengalir, sebaliknya bahan dengan viskositas tinggi sulit mengalir. Suatu minyak bumi atau produknya mempunyai viskositas tinggi berarti minyak itu mengandung hidrokarbon berat (berat

molekul besar), sebaliknya viskositas rendah maka minyak itu banyak mengandung hidrokarbon ringan. Viskositas minyak solar erat kaitannya dengan kemudahan mengalir pada pemompaan, kemudahan menguap untuk pengkabutan dan mampu melumasi fuel pump plungers. Penggunaan bahan bakar yang mempunyai viskositas rendah dapat menyebabkan keausan pada bagian-bagian pompa bahan bakar. Apabila bahan bakar mempunyai viskositas tinggi, berarti tidak mudah mengalir sehingga kerja pompa dan kerja injektor menjadi berat. B. METODE ANALISIS BAHAN BAKAR SOLAR Analisis bahan bakar solar dilakukan berdasarkan spesifikasi dirjen migas K/24/DJM/2006 No3675 HSD 48, seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini
Tabel 4 - Spesifikasi Minyak Solar (Dirjen Migas) tahun 2006

No 1 2

Parameter Warna ASTM API Gravity @60oC Bobot Jenis 60/60oC Densitas @ 15 o C Ttitk nyala Viskositas Kinematik @ 40 C Kandungan Air Korosi Lempeng Tembaga Titik tuang indeks Cetana Kandungan sulfur Kandungan residu karbon Kandungan abu Sedimen Distilasi: T95 Bilangan asam kuat Bilangan asam total

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Spesifikasi Min Maks 3,0 815 870 60 2,0 5,0 500 No. 1 18 45 0,35 0,10 0,01 0,01 370 Nil 0.6

Satuan kg/m3 C cSt. ppm C % wt. % wt. % wt. % wt. C mg KOH/g mg KOH/g

Metode ASTM D - 1500 ASTM D - 1298 ASTM D - 1298 ASTM D - 1298 ASTM D - 93 ASTM D - 445 Karl Fisher ASTM D -130 ASTM D - 97 ASTM D - 976 ASTM D - 4294 ASTM D - 189 ASTM D - 482 ASTM D - 473 ASTM D - 86 ASTM D - 974 ASTM D - 664

1.

Analisis Warna (Color) a. Prinsip

Dengan Menggunakan sumber cahaya standar, sampel cair ditempatkan dalam wadah uji dan dibandingkan dengan standar warna mulai nilai 0,5-8,0. Ketika tidak ditemukan warna yang sama persis dan warna sampel jatuh antara dua warna standar, hasil pembacaan yaitu warna yang lebih tinggi. b. Alat dan bahan: 1) Kolorimeter 2) Wadah sampel 3) Sampel bahan bakar solar c. Prosedur 1) Sampel ditempatkan pada wadah dan dimasukkan ke dalam alat kolorimeter 2) Alat color ASTM dinyalakan 3) Dipilih warna standar yang sama dengan warna sampel 4) Jika warna sampel diantara dua standar, dilaporkan sebagai warna yang tergelap. 2. Analisis Specific Gravity (SG) Bahan Bakar Solar a. Dasar Analisis spesific gravity dilakukan dengan menggunakan hidrometer. Besarnya gaya keatas yang dialami hidrometer ketika dicelupkan ke dalam cairan akan sebanding dengan bobot jenis cairan tersebut dan telah dikalibrasi dengan skala gr/ml. Hidrometer dicelupkan ke dalam sampel yang akan diukur, ditunggu hingga suhu stabil dan hydrometer tidak bergerak lagi, dibaca skala pada hidrometer. b. Alat dan Bahan 1) Hidrometer 2) Gelas ukur 500ml 3) Termometer 4) Sampel solar c. Prosedur

1) Sampel dimasukkan kedalam gelas ukur 500ml 2) Dimasukkan termometer dan hidrometer ke dalam gelas ukur, pastikan hidrometer dapat bergerak bebas. 3) Ditunggu hingga suhu stabil dan hidrometer tidak bergerak lagi 4) Dicatat hasil pembacaan suhu dan skala pada hidrometer.

Gambar 1. Contoh posisi hidrometer

Gambar 2. Detail posisi hidrometer dan cara membaca skala hidrometer.

3.

Analisis Titik Nyala (Flash Point) Bahan Bakar Solar a. Prinsip Wadah uji dari kuningan diisi contoh sampai batas bagian dalam dan ditutup rapat. Kemudian dipanaskan dan diaduk dengan kecepatan tertentu. Selanjutnya api kecil pencoba dicobakan secara periodik. Pengujian dilakukan pada tiap kenaikan suhu 1oC (2oF), suhu terendah pada saat terjadinya sambaran api dicatat sebagai flash point. b. Alat dan Bahan 1) Flash point closed cup tester 2) Termometer 3) Sampel solar c. Prosedur 1) Dibersihkan seluruh peralatan uji 2) Cup diisi dengan sampel homogen yang akan diuji sampai garis tanda

3) Dipasang tutup cup setelah cup terpasang pada tempatnya dan dipastikan bahwa seluruh peralatan telah terpasang dengan baik 4) Dimasukkan termometer kedalam cup 5) Api dinyalakan, diatur nyalanya sampai diameternya 3,2-4,8 mm, terdapat sedikit warna merah diujung nyala api 6) Dipanaskan alat, diatur hingga mencapai rata-rata penbingkatan suhu 5-6oC/menit 7) Dinyalakan pengaduk, untuk sampel solar kecepatan yang digunakan yaitu 90 hingga 120 rpm 8) Diuji titik nyala pada tiap kenaikan 1oC, pengujian dilakukan saat suhu mencapai 23+5 oC dibawah estimasi titik nyala 9) Dicatat suhu titik nyala 10) Pengujian tidak sah dan harus diulang jika flash point terjadi pada pertama kali uji nyala, atau flash point yang didapat <18 oC atau >28 oC dari temperatur pertama kali dilakukan uji nyala 4. Analsis Titik Tuang (Pour Point) bahan bakar solar a. Dasar Sampel didinginkan pada tingkat tertentu, dan diperiksa apakah masih dapat mengalir setiap penurunan suhu 3oC. b. Alat dan Bahan 1) Tabung silinder gelas 2) Termometer 3) Bak pendingin 4) Sampel solar c. Prosedur 1) Sampel dimasukkan kedalam tabung gelas untuk pengujian titik tuang hingga tanda tera 2) Tabung ditutup dengan gabus yang telah disisipkan temometer. 3) Tiap penurunan suhu 3oC tabung dimiringkan untuk melihat apakah masih ada sampel yang dapat mengalir

4) Ketika sampel sudah tidak mengalir lagi, tabung dimiringkan dalam posisi horizontal selama 5 detik, jika ada sedikit pergerakan dari sampel, didinginkan lagi dan diuji pada suhu 3oC dibawahnya 5) Dicatatat suhu ketika sampel tidak mengalami pergerakan lagi ketika ditahan selama 5 detik dalam posisi horizontal. d. Perhitungan Pour point = suhu yang tercatat ditambah 3oC 5. Analsisis Viskositas Kinematik Bahan Bakar Solar a. Dasar Sampel yang mengalir karena pengaruh gravitasi dalam tabung viskometer diukur waktu alirnya pada suhu yang terkontrol. Nilai viskositas kinematik merupakan hasil perkalian dari waktu alir sampel dengan konstanta viskometer b. Alat dan Bahan 1) Viskometer 2) Viscometer bath 3) Termometer 4) Stopwatch 5) Pompa vakum 6) Pipet tetes 7) Sampel solar 8) Toluene c. Prosedur 1) Sampel dikocok hingga homogen 2) Atur suhu viscometer bath untuk analisis solar yaitu 40oC 3) Pilih viscometer yang sesua sehingga laju sampel berada pada range 200-1000 detik, masukkan kedalam viscometer bath 4) Dimasukkan sampel kedalam viscometer menggunakan pipet tetes, atur volume sampel hingga mencapai tanda garis 5) Pastikan tidak ada gelembung udara di sampel, diamkan selama + 30 menit agar suhu sampel sama dengan suhu bath

6) Sampel didorong sampai garis batas bagian atas viscometer agar dapat mengalir berdasarkan gaya gravitasi 7) Ukur kecepatan alir yang diperlukan oleh miniskus dari tanda garis pertama hingga garis kedua 8) Dicatat hasil pengukuran d. Perhitungan

v ! C vt
Dimana:
v = viskositas kinematik (cSt)

C = Konstanta viskometer (cSt/detik) t = Waktu air (detik) 6. Analaisis Kadar Air Dalam Bahan Bakar Solar D6304 a. Dasar Kadar air yang terdapat dalam minyak solar dapat diketahui kadarnya atas dasar reduksi yod oleh belerang dioksida (SO2) dalam air dan basa yaitu piridin. Dalam metode ini dipakai pereaksi Fischer yang terdiri dari larutan iod, belerang dioksida dan piridin dalam metanol mutlak (anhydrous). Ketika semua air telah dititrasi, kelebihan iod terdeteksi oleh detector sebagai titik akhir dan titrasi diakhiri. b. Reaksi CH3 OH + SO2 + H2 O + I2 +3 R3 N c. Alat dan Bahan 1) 2) 3) 4) 5) 6) Alat Karl fischer Neraca analitik Syringe Piala gelas Methanol solution KF solvent Sampel solar 3 R3NH+ + CH3 OSO3- + 2 I-

d. Prosedur

1) Alat dihidupkan, kemudian dipilih menu metode ASTM 6304, tekan enter. Pilih DEF untuk menentukan formula tekan angka 1, tekan enter. Pilih rs 1 desimal (1,2,3,4) 2) Pilih C-formula ganti CO1 dan CO2 sesuai table kendali seperti dibawah, tekan enter 3) Jika metode akan diganti, pilih overwrite 4) Tekan start dan hidupkan stirrer 5) Tunggu lampu COND menyala atau di layar ada bacaan ready 6) Disiapkan sampel, dipastikan sampel telah homogen 7) Diambil sejumlah sampel dalam 8) Timbang syringe berisi sampel, catat beratnya 9) Tekan tombol start 10) Injeksikan sampel kedalam wadah yang berisi pelarut 11) Timbang kembali syringe kosong 12) Dimasukkan berat sampel dan identitas sampel 13) Sampel akan dititrasi otomatis dengan elektroda hingga mencapai titik akhir e. Perhitungan 7. Analisis Kadar Residu Karbon (Carbon Conradson Residu) a. Dasar Residu sisa distilasi diletakkan didalam cawan dan dibakar tanpa adanya oksigen. Residu yang berupa kerak akan terbentuk dalam waktu yang akan ditentukan pemanasannya. Kemudian cawan didinginkan dan ditimbang, dihitung sebagai persen berat. b. Reaksi Contoh c. Alat dan Bahan 1) Cawan porselen 2) Neraca analitik 3) Pembakar meker C + H2O

4) Segitiga porselen 5) Satu set alat CCR d. Prosedur 1) Dipanaskan cawan porselen, dipijarkan dalam tanur, didinginkan, ditimbang sebgai bobot kosong 2) Ditimbang 10 gram residu destilasi 10% didalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya 3) Cawan porselen berisi sampel dimasukkan kedalam cawan besi (ditempatkan di tengah-tengah) 4) 5) 6) Kedua cawan ditutup dengan tutupnya masing-masing Dipasang peralatan CCR dengan lengkap Cawan dipanaskan diatas pembakar meker dengan nyala api yang kuat, saat muncul asap pada cerobong, pembakar segera dipindahkan sehingga hanya mengenai sisi cawan saja 7) Dipindahkan lagi burner ke dasar cawan setellah tidak ada lagi asap terlihat 8) 9) Dibiarkan dasar cawan memerah selama 7 menit Pembakar dipindahkan, dan peralatan dibiarkan hingga dingin

10) Buka tutup cawan, dan diambil cawan dengan penjepit, biarkan hingga cawan dingin 11) Ditimbang cawan dengan ketelitian 0,1mg, dilaporkan hasilnya sebagai carbon residue-conradson 10% distillation e. Perhitungan

%CCR !
8.

bobot residu karbon v 100% bobot sampel

Analisis kadar Abu a. Dasar Sampel dimasukkan kedalam cawan porcelain, dibakar dan dibiarkan menyala hingga hanya abu dan karbon. Residu karbon dihilangkan sehingga hanya abu yang tersisa dengan pembakaran didalam tanur pada suhu 775 C, didinginkan dan ditimbang b. Alat dan Bahan

1) Cawan porselain 2) Neraca analitik 3) Pembakar meker 4) Tanur 5) Segitiga porselain c. Prosedur 1) Cawan porcelain dipanaskan, dipijarkan dalam tanur, didinginkan, ditimbang sebagai bobot kosong 2) Ditimbang 100g sampel ke dalam cawan 3) Dipanaskan dengan meker hingga menjadi abu 4) Dipanaskan didalam tanur hingga suhu 775+25oC hingga seluruh abu terbakar 5) Cawan didinginkan, ditimbang 6) Dicatat hasil penimbangan d. Perhitungan % ash ! bobot abu v 100% bobot sampel

9. Analisis kadar sedimen dengan metode ASTM D473 a. Dasar Sejumlah contoh yang representative dimasukkan kedalam timbel, diekstrak dengan toluene panas hingga residu mencapai bobot tetap. Bobot residu, dihitung sebagai persen, dilaporkan sebagai kadar sedimen cara ekstraksi. b. Alat dan Bahan 1) Labu ekstraksi 2) Peralatan ekstraksi 3) Kondensor 4) Timbel 5) Pemanas 6) Neraca analitik 7) Toluene

8) Sampel solar

c. Prosedur 1) Dibersihkan permukaan timbel agar bersih dari kotoran 2) Ekstraksi dengan toluene sedikitnya 1 jam 3) Keringkan dalam oven selama 1 jam 4) Dinginkan dalam desikator, ditimbang bobot kosong timbel 5) Kocok sampel, dimasukkan + 10 gram sampel kedalam timbel 6) Dimasukkan 150-200 ml toluene kedalam labu ekstraksi 7) Diletakkan timbel pada peralatan ekstraksi (gambar A), jika kandungan air >10% digunakan alat seperti gambar B 8) Diletakkan labu ekstraksi pada heater 9) Heater dinyalakan dan dibiarkan ekstraksi berlangsung pada suhu 110oC 10) Dimatikan heater 30menit setelah tetesan toluene tak berwarna 11) Timbel dikeringkan dalam oven, didinginkan, ditimbang d. Perhitungan

S!

m3  m1 v 100 m 2  m1

Dimana, S = kadar sediment (%berat)

m1 = Bobot timbel kosong (g)

m2 = bobot timbel berisi sampel (g) m3 = bobot timbel berisi sedimen (g) 10. Analisis Kadar Sulfur a. Dasar Sampel hidrokarbon di injeksikan kedalam sample boat yang kemudian dimasukkan dalam tabung pembakaran dengan suhu tinggi (1050oC) yang kaya akan oksigen. Sulfur akan teroksidasi menjadi SO2. Gas SO2 kemudian ditembakkan cahaya UV. sehingga menyerap energi dan tereksitasi menjadi sulfur dioksida yang tereksitasi (SO2 *). SO2 * akan kembali ke keadaan dasar sambil mengemisikan cahaya fluorescence yang akan dideteksi oleh detektor photomultiplier tube. Sinyal yang dihasilkan dapat diukur sehingga kadar sulfur total dalam sampel dapat diketahui. b. Reaksi S + O2 SO2 * SO2 SO2 * SO2 + Energi

SO2 + Energi c. Alat dan Bahan

Multi EA sulfur analyzer Micro syringe Komputer Sampel solar Isooctane Standar sulfur 10 ppm d. Prosedur Persiapan alat 1) Gas argon dinyalakan pada tekanan 6 bar, dan oksigen pada tekanan 4 bar 2) Komputer, detektor, Auto Board Drive dan Multi EA analyzer dinyalakan

3) Alat dilakukan kondisioning dengan menggunakan menu initial analyzer dalam software multiwin. Temperature dalam tanur ditunggu hingga mencapai 1050oC Kalibrasi standar 1) Disiapkan larutan standar yang akan digunakan. Kisaran larutan kalibrasi rentang besar yang digunakan memiliki konsentrasi <0,02 ppm, 5ppm, 10ppm, 500ppm, dan 5000ppm. Kisaran konsentrasi kecil yaitu 0,5 ppm, 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm 2) Pilih menu start calibration kemudian buat rentang standar yang akan dilakukan lalu tekan ok. 3) Masukkan ID standar pada barisan kolom sequence standar pada tab Details tekan OK setelah selesai. Tekan link method pada menu result Analisa Sampel 1) Pilih activate method dan tentukan method yang ingin dilakukan analisa. 2) Tekan start measurement masukkan direktori analisa sampel yang akan dikerjakan dengan menekan cara tanda + (warna kuning) 3) Masukkan data ke direktori dengan format xx(tanggal)-xx(bulan)xxxx(tahun)_jenis sampel (liquid,solid, atau gas) lalu tekan OK 4) Masukkan sequence sampel yang akan dianalisa 5) Tekan start 6) Inject blanko, standar sulfur 10 ppm, dan sampel sesuai perintah yang muncul pada layar 7) Setelah selesai hasil akan munculdan dapat dicetak e. Perhitungan

11. Analisis bilangan asam kuat a. Dasar

Sampel diekstraksi dengan air sehingga asam kuat akan larut dalam air, ditambahkan indikator sindur metil, jika larutan berwarna merah, maka dilakukan titrasi dengan KOH hingga titik akhir berwarna sindur b. Reaksi H+ + OHH2O

c. Alat dan Bahan 1) Buret 25 ml 2) Neraca analitik 3) Corong pisah 4) Piala gelas 5) Erlenmeyer 6) Hot plate 7) Air suling 8) KOH 0,1M 9) Indikator SM d. Prosedur 1) Ditimbang + 20 g sampel 2) Dimasukkan kedalam corong pisah 250mL 3) Tambahkan 100 mL air mendidih, kocok 4) Pisahkan fase airnya 5) Ekstrak 2 kali lagi masing-masing dengan 50 ml air mendidih 6) Ditambahkan 0.1 mL indikator sindur metil kedalam hasil ekstraksi 7) Jika larutan berwarna merah, dititrasi dengan 0,1M KOH hingga berwarna sindur 8) Jika larutan tidak berwarna merah, hasil bilangan asam kuat dilaporkan 0 (nol) 9) Dilakukan pengerjaan blank a) 200 ml air mendidih dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan 0,1ml indikator sindur metil, b) Jika larutan berwana kuning, dititrasi dengan HCL 0,1M hingga warna titik akhir yang sama dengan sampel

c) Jika larutan berwarna merah atau merah muda, maka larutan dititrasi dengan KOH 0,1M hingga warna titik akhir yang sama dengan sampel e. Perhitungan 1) Jika blanko dititrasi dengan asam : Bilangan asam kuat = Dimana: C = Volume KOH yang diperlukan untuk mentitrasi hasil ekstrak air ( mL) M = Molaritas KOH 0,1M yang digunakan D = Volume HCl yang diperlukan untuk mentitrasi blanko (mL) m = Molaritas HCl 0,1M yang digunakan W = Bobot sampel (g) 2) Jika blanko dititrasi dengan basa Bilangan asam kuat = Dimana: C = Volume KOH yang diperlukan untuk mentitrasi hasil ekstrak air ( mL) M = Molaritas KOH 0,1M yang digunakan D = Volume KOH yang diperlukan untuk mentitrasi blanko ( mL) W = Bobot sampel (g) 12. Analisis bilangan asam total a. Dasar Sampel dilarutkan dalam campuran toluene, 2-propanol, dan sedikit air. Dititrasi secara potensiometri dengan KOH alkoholik. Hasil pembacaan potensial dengan volume titran diplotkan secara otomatis. Titik akhir ditentukan secara otomatis saat terjadi penurunan yang tajam dari kurva b. Reaksi H+ + OHH2O (C  D) v M v 56,1 W (C.M  D.m) v 56,1 W

c. Alat dan Bahan 1) Potensiometer 2) Elektroda 3) Mechanical stirrer 4) Buret 5) Piala gelas 6) Toluene 7) 2-propanol 8) Air suling 9) KOH d. Prosedur 1) Disiapkan pelarut untuk titrasi, toluene : propanol : air suling (500 : 495 : 5) 2) Ditimbang 20 gram sampel didalam piala gelas 3) Ditambahkan + 125ml pelarut 4) Disiapkan peralatan titrasi dan elektroda 5) Dititrasi dengan KOH alkohol 0,1M 6) Lakukan blank e. Perhitungan TAN= ( A  B) v M v 56,1 W

Dimana: TAN= Bilangan asam total (mg KOH/g) A= volume KOH alkohol untuk titrasi sampel (ml) B = volume KOH alkohol untuk titrasi blank (ml) M = Molaritas KOH yang digunakan (mol/L) W = Bobot sampel (g) 13. Korosi Lempeng Tembaga (Copper strip corrosion) a. Dasar Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat korosif dari produk minyak bumi.Lempeng tembaga yang telah bersih direndam didalam

sampel pada suhu dan waktu yang telah ditentukan. Kemudian warna lempeng tembaga dibandingkan dengan standar korosi lempeng tembaga ASTM (ASTM copper strip corrosion standard). b. Reaksi Cu + S CuS

c. Alat dan Bahan 1) Copper strip corrosion unit 2) Copper strip corrosion pressure vessel 3) Tabung reaksi 4) Penangas air 5) Termometer d. Prosedur 1) Dipastikan sampel jernih dan bebas air 2) Water bath diisi dengan air diatur suhunya (untuk analisa 2 jam, penangas air diatur pada suhu 100 oC, untuk analisa 3 jam, diatur pada suhu 50 oC) 3) Disiapkan pelat (12,5mm x 75mm x 3mm) dengan kadar tembaga 99,9%, dipastikan besih dan kering, bebas dari kotoran dan minyak. 4) Dimasukkan + 30 ml sampel kedalam tabung reaksi yang bersih dan kering 5) Dimasukkan lempeng tembaga ke dalam tabung reaksi melewati sisi tabung (lempeng tembaga dipegang dengan pinset), dipastikan seluruhnya telah terendam didalam sampel 6) Tabung reaksi dimasukkan kedalam test bomb lalu ditutup rapat dengan memutar tutupnya 7) Setelah waktu analisis selesai, keluarkan lempeng tembaga dari tabung reaksi 8) dimasukkan dalam larutan pembersih (seluruh hidrokarbon yang mudah menguap dan memiliki kandungan sulfur rendah dapat digunakan), dikeringkan di udara (tidak dilap) 9) Dibandingkan dengan ASTM copper strip corrosion standard 10) Dilaporkan hasil pembacaan

14. Destilasi dengan metode ASTM D86 a. Dasar 100 ml contoh didestilasi pada keadaan vakum dari intial boiling point hingga nilai final boiling point. Dicatat temperatur-temperatur ketika contoh yang didistilasi mencapai volume tertentu, dan jumlah volume residu yang tersisa b. Alat dan Bahan 1) Unit distilasi D-86 2) Labu distilasi 3) Gelas ukur 100 ml 4) Termometer 5) Stopwatch 6) Toluene 7) Sampel solar c. Prosedur 1) Dipastikan seluruh peralatan gelas dan unit distilasi telah bersih 2) Dipastikan bak pendingin telah terisi air 3) Sampel dikocok hingga homogen, dimasukkan 100 ml sampel ke dalam labu distilasi 4) Bagian atas labu ditutup dengan sumbat yang telah disisipkan termometer 5) Labu distilasi dihubungkan dengan kondenser 6) Diatur posisi labu sehingga tidak ada kebocoran pada sambungan 7) Dinyalakan alat distilasi, diatur suhu pemanasan sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai initial boling point 5-15 menit 8) Diatur suhu sehingga rata-rata laju distilasi dari recovery 5% hingga 95% yaitu 4-5ml/menit 9) Dicatat suhu IBP, recovery 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95%, dan FBP 10) Dpastikan tidak ada lagi uap yang terkondensasi, pemanas dimatikan, ditunggu hingga labu distilasi dingin

11) Dituang residu yang ada pada labu distilasi kedalam gelas ukur 5ml, diukur volume residu 15. Indeks Setana a. Prinsip Perhitungan indeks setana dapat digunakan untuk memperkirakan angka setana pada bahan bakar solar. Perhitungan ini berdasarkan pada API gravity dan mid-boiling point, yaitu suhu ketika distilasi (ASTM D86) mencapai 50% volume. b. Perhitungan Indeks Setana =

 420,34  0,016 G 2  0,192 G log M  65,01 (log M )2  0,0001809 M 2


Atau

44,74  1641,416 D  774,74 D 2  0,554 B  97,803 (log B)2


Dimana: G = API gravity, ditetapkan dengan metode ASTM D 1298 M = mid-boiling temperature (F), ditetapkan dengan metode D86 D = densitas pada 15C, (g/mL), ditetapkan dengan metode D 1298 B = mid-boiling temperature, (C) , Ditetapkan dengan metode D86 C. INSTRUMENTASI 1. Multi EA Sulfur Analyzer a. Prinsip Prinsip dari instrumen ini adalah sampel hdrokarbon yang diinjeksikan kedalam wadah sampel kemudian dimasukkan kedalam suhu tinggi pada lingkungan kaya oksigen, sehingga seluruh sulfur dalam sampel akan teroksidasi menjadi gas SO2 dan kemudian ditembakkan cahaya UV. Gas SO2 akan mengabsorb energi dari cahaya UV dan tereksitasi menjadi SO2 *. SO2 * akan kembali ke keadaan dasar sambil mengemisikan cahaya fluoresens. Cahaya fluoresens yang diemisikan tersebut masuk ke detektor photo multiplier tube dan

menghasilkan sinyal yang kemudian diubah menjadi hasil yaitu kadar sulfur dalam sampel b. Bagian-bagian instrumen 1) Furnace Tanur elektrik, memiliki suhu yang dipertahankan pada 1075 + 25oC. Berfungsi untuk mempirolisis sampel dan mengoksidasi sulfur menjadi SO2. 2) Combustion tube 3) Flow Control Pengatur aliran gas, berfungsi untuk mengatur supaya gas oksigen dan gas pembawa yang mengalir selalu dalam keadaan tetap dan sesuai yang dibutuhkan. 4) Drier tube Berfungsi untuk menghilangkan uap air yang terbentuk pada proses pembakaran sampel di furnace, karena uap air harus dihilangkan agar tidak mengganggu pembacaan detektor. Berupa membran pengering yang memiliki sistem penghilangan air secara selective capillary action. 5) UV Fluorescence detector Detektor yang dapat mengukur intensitas cahaya fluoresens yang diemisikan oleh SO2 yang tereksitasi oleh cahaya UV. 6) Sample Inlet System

7) Microlitre Syringe

Syringe yang dapat memindahkan sampel dengan ukuran 5 hingga 20L secara akurat. 2. Karl Fischer a. Prinsip Metode ini berdasarkan reduksi Iod oleh Sulfur dioksida dengan adanya air dan basa (Piridin). Iod dan Sulfur dioksida digunakan dalam larutan terpisah atau disatukan dalam satu larutan sebagai larutan Karl Fischer. Dalam praktek dibutuhkan pelarut yang dapat melarutkan baik Sulfur dioksida ataupun Iod. Dari dasar inilah maka digunakan Piridin dan Metanol sebagai pelarut. Larutan Karl Fischer mengandung Metanol, Piridin, Sulfur dioksida dan Iod. Iod dan Belerang dioksida membentuk kompleks dengan Piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan Piridin bereaksi dengan air tersebut. C5H5 N.I2 +C5H5 N.SO2 +C5 H5 N +H2O 2C5 H5 N+ + 2I- + C5H5 N.SO3

Metanol perlu untuk mengikat C5H5 N.SO3, agar tidak bereaksi dengan air C5H5 N.SO3 + CH3OH C5H5 NH+ + CH3 OSO3-

Metanol dengan kelebihan besar menjamin reaksi di atas dan mencegah reaksi ini : C5H5 N.SO3 + H2 O C5H5NH+ + HOSO3-

Yang harus diperhatikan pada reaksi stokhiometri reaksi Karl Fischer adalah bahwa tanpa adanya Metanol, satu mol air membutuhkan setengah mol Iod. Dengan adanya Metanol, maka perbandingannya adalah 1:1 yaitu satu mol air menggunakan satu mol Iod. Seperti pada reaksi yang telah disederhanakan berikut ini : Reaksi tanpa Metanol : I2 + SO2 + 2 H2 O H2SO4 + 2 HI H3C-OSO3 H +

Reaksi dengan Metanol : I2 + SO2 +H2 O + CH3 OH 2 HI b. Penentuan titik akhir

Penentuan titik akhir pada karl fischer yaitu secara voltametri. Penentuan titik akhir dengan voltmeter terjadi pada saat adanya perbedaan tegangan dan arus yang tetap antara kedua elektroda (1-10 A) yang mengalir sehingga terjadi depolarisasi. Depolarisasi ini menghasilkan perbedaan yang tajam pada tahanan dan akibatnya akan terjadi perubahan tegangan antara kedua elektroda.

Anda mungkin juga menyukai