Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Pada umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau limbah setelah diambil produk primernya. Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Di Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, biomassa juga diekspor dan menjadi penghasil tambahan devisa negara (saadah, 2010). Pemanfaatan biomassa sebagai sumber bahan baku kimia atau energi menjadi sangat menarik untuk dikembangkan dalam sistem industri. Dengan demikian, konsep pemanfaatan biomassa akan menjadi lebih berdaya guna jika dalam metode pengolahannya juga mampu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Biomassa umumnya dapat dibudidayakan menjadi suatu sumber daya yang terbarukan. Sehingga dapat menjadi solusi terhadap sumber daya alam yang terus berkurang. Fraksionasi biomassa merupakan salah satu konsep pengolahan biomassa yang dianggap mampu memberikan hasil/prosuk maksimal serta mampu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan bahan baku yang berharga murah dan pemakaian proses ramah lingkungan tentu akan mendorong terbentuknya suatu sistem industri yang lebih handal (Jenny, 1994).

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari percobaan fraksionasi biomassa adalah sebagai berikut: 1. Mampu menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa 2. Mampu menghitung yield pada sistem fraksionasi biomassa
3. Mampu menghitung persentase recovery komponen-komponen utama

biomassa 1.3 Tinjauan pustaka 1.3.1 Biomassa Biomassa adalah massa atau bahan yang dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Biomassa tersedia dan tersebar luas di alam, mulai dari kayu-kayuan, rumput-rumputan sampai limbah pertanian. Biomassa atau juga di kenal dengan lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa), lignin, ekstraktif dan abu. Kadang-kadang disebutkan holoselulosa, istilah ini digunakan untuk menyebutkan total karbohidrat yang dikandung di dalam biomassa dan meliputi selulosa dan hemiselulosa. Biomassa sebagai energi sekarang diperlukan untuk menggantikan sumber energi tidak terbarukan dunia yang jumlahnya sangat terbatas dan untuk mengurangi emisi gas-gas yang menyebabkan global warming. Bahan bakar cair seperti bioetanol `mempunyai emisi lebih rendah, biodegradable dan dianggap ramah terhadap lingkungan. Bioetanol dihasilkan dengan bantuan mikroorganisme dengan mengubah karbohidrat yang dapat difermentasi seperti gula tebu, sereal, sekam padi, daun jagung, batang sorghum, tongkol jagung atau limbah industri makanan, karena jenis limbah-limbah ini banyak dijumpai di Indonesia. Pada proses konvensional untuk menghasilkan bioetanol biasanya menggunakan komponenkomponen biomassa gula dan pati. a. Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa yang tidak bercabang. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glukan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 27000 unit glukan. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim, selanjutnya difermentasi menjadi etanol (Isroi, 2008). Selulosa dapat larut dalam asam pekat (seperti asam sulfat 72%) yang mengakibatkan terjadinya pemecahan rantai selulosa secara hidrolisis. Hidrolisis selulosa ini dapat terhalang oleh lignin dan hemiselulosa yang ada di sekitar selulosa. Namun laju hidrolisis selulosa akan meningkat seiring kenaikan temperatur dan tekanan (Fengel dan Wegener, 1985). Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa, karena tidak banyak pelarut untuk selulosa, selulosa sangat cenderung terombak selama proses dan cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Selulosa dibangun oleh rangkaian glukosa yang tersambung melalui - - 1,4

Gambar 1.1 Struktur Selulosa (Isroi, 2008)

b. Hemiselulosa Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari

monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula terbanyak kedua di di biosfer setelah glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6 (Isroi, 2008).

Gambar 1.2 Stuktur Hemiselulosa (Isroi, 2008) c. Lignin Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi (Isroi, 2008).

Gambar 1.3 Struktur Lignin. (Isroi.,2008)

1.3.2

Glukosa Glukosa (C6H12O6) adalah gula sederhana (monosakarida). Glukosa adalah

salah satu produk utama fotosistesis dan merupakan komponen struktural pada tanaman. Glukosa merupakan gula C-6 yang memiliki beberapa bentuk, tetapi umumnya digambarkan sebagai cincin karbon seperti gambar di bawah ini (Isroi, 2008).

Gambar 1.4 Struktur Glukosa, (Isroi, 2008)

1.3.3 Etanol

Etanol dapat diproduksi melalui fermentasi glukosa. Umumnya biokonversi glukosa menjadi etanol dilakukan dengan memanfaatkan yeast. Pembakaran akan merombak etanol, oksidasi (penambahan oksigen dari udara) hidrogen menghasilkan uap air (H2O), karbon menjadi karbondioksida (CO2) dan melepaskan energi (Isroi, 2008). 1.3.4 Fraksionasi Biomassa Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih murah dan relatif ramah lingkungan, pelarutnya bisa di recovery serta cocok untuk proses skala menengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga dikenal dengan proses organosolv. Pelarut organik yang digunakan seperti alkohol, asam organik, ester, fenol, dan keton. Proses organosolv juga telah menjadi salah satu proses alternatif dalam pembuatan pulp yang lebih ramah lingkungan dan dikenal dengan organosolv pulping. Pada proses fraksionassi biomassa dengan pelarut organik, proses delignifikasi dan proses hidrolisis polisakarida ( terutama pada hemiselulosa) bisa terjadi secara serempak dalam suatu tahapan proses. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai media fraksionasi biomassa adalah asam asetat dan asam format. Kelebihan asam asetat dan asam format adalah:
1. Proses fraksionassi bisa dilakukan pada tekanan atmosfer

2. Dapat dilakukan dengan ataupun tanpa katalis 3. Sesuai untuk berbagai sumber biomassa 4. Memiliki selektifitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan

mempertahankan selulosa terdegradasi.


5. Produk yang dihasilkan relatif ramah lingkungan.

1.3.5

Delignifikasi

Delignifikasi adalah proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses ini terjadi karena putusnya ikatan ester dalam makromolekul lignin. Delignifikasi dapat terjadi dengan merombak dan melarutkan lignin yang terkandung dalam kulit buah. Ikatan lignin-selulosa dapat diputus oleh ligninase seperti lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan laccase. Enzim LiP dan MnP dihasilkan oleh beberapa organisme termasuk diantaranya oleh P.chrysosporium (Isroi, 2010). Selama proses fraksionasi berlangsung, hidrolisis polisakarida juga terjadi secara bersamaan dengan proses delignifikasi. Hidrolisis terhadap polisakarida diharapkan hanya terjadi pada hemiselulosa, sehingga menghasilkan produk padatan yang kaya selulosa. Produk hidrolisis hemiselulosa terdapat dalam cairan pemasak dan dapat direcovery setelah dipisahkan dari larutan organik dan lignin yang berhasil disisihkan dari biomassa. 1.3.6 Organosolv Pulping Pembuatan pulp pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu : pembuatan pulp mekanik dan pembuatan pulp secara kimia. 1. Pembuatan pulp mekanik, merupakan proses penyerutan kayu, dimana batang kayu setelah dikuliti diserut dalam batu asah yang diberi semprotan air untuk mempermudah penyerutan. Kelemahan pada proses ini adalah banyak serat kayu yang rusak. 2. Pembuatan pulp secara kimia adalah proses penghilangan lignin dari batang kayu hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada saat batang kayu dikeluarkan dari bejana pemasak (digester) atau setelah melewati perlakuan mekanik lunak. Pembuatan pulp secara kimia ada beberapa jenis berdasarkan sifatnya, antara lain:

a. Pembuatan pulp sulfit

Pulp sulfit dengan rendemen tinggi dapat dihasilkan dengan proses sulfit bersifat asam, bisulfit atau sulfit bersifat basa.
b. Pembuatan pulp Sulfat (kraft)

Proses ini menggunakan natrium sulfat yang direduksi didalam tungku pemulihan menjadi natrium sulfit, yang merupakan bahan kimia kunci yang dibutuhkan untuk delignifikasi.
c. Pembuatan pulp Soda

Proses pembuatan pulp soda umumnya digunakan untuk bahan baku yang berasal dari limbah pertanian seperti merang, katebon, bagase serta kayu lunak.
a. Proses Organosolv

Organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter (Donough, 1993). Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan asam formiat. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat teratasi, karena proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu:
1. 2. 3. 4.

Yield pulp yang dihasilkan tinggi Daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah Tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan Dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi

5. 6.

Dapat mengurangi biaya produksi secara ekonomis Dapat dioperasikan pada kapasitas kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.

Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol).
a. Proses Acetosolv

Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses acetosolv. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dan nilai hasil daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding dengan hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan dari proses acetosolv adalah bahan pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas pemasak. Selain itu, proses ini dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan-bahan organik.(Isroi, 2008). Proses alcell telah kembangkan pada industri di beberapa negara misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, menghasilkan yield yang tinggi, dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik. (Isroi, 2008)

b. Proses Formacell

Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik, asam formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi biomassa. Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat, lignin larut ke dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin -o-4 obligasi, sementara hemiselulosa terdegradasi menjadi mono- dan oligosakarida, meninggalkan padatan selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin mengendap dan memisahkan dari cairan hitam. Setelah menghasilkan pulp, asam formiat dapat direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali. Proses fraksionasi biomassa dengan pelarut asam formiat ditunjukkan pada Gambar 1.4

Gambar 1.5 Prosedur Fraksionasi Lignoselulosa oleh Asam Formiat dengan Recycle Pelarut (Zhang, et al, 2009)

Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi 6090%, dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80oC asam formiat kurang reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan pada temperatur 107-110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin sehingga proses delignifikasi berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis terhadap polisakarida juga terjadi terutama terhadap hemiselulosa dan selulosa. Asam formiat sebagai pelarut memiiki memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

a. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan yang relatif rendah b. Cocok untuk banyak sumber biomassa c. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan mempertahankan selulosa

BAB II

Metode Percobaan 2.1 Alat Alat yang digunakan ada percobaan ini adalah erlenmeyer 1000 ml sebagai reaktor untuk memasak diletakkan diatas pemanas kemudaian dipasangkan kondensor refluks spiral yang berfungsi sebagai pendingin dan merefluks cairan yang berubah fasa menjadi gas agar dapat menjadi fasa cair lagi. Pemasangan kondensor harus dilengkapi oleh statif agar kondensor tidak dapat bergerak dan jatuh. Kemudian bak yang berisi air dialirkan ke kondensor dengan bantuan selang yang telah dilengkapi oleh pompa yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bak ke kondensor. Untuk lebih jelas, rangkaian alat dapat dilihap pada Gambar 2.1

Kondensor spiral selang

Erlenmeyer 1000 ml

statip

Bak air pendingin

Pemanas

Gambar 2.1. Rangkaian alat fraksionasi biomassa

2.2 Bahan

Biomassa kering (batang jagung) 25 gr Asam organik (85 % berat asam asetat dan asam formiat) 132.7 ml Katalis 0,2% berat HCl 1.68 ml Aquades 51.722 ml

2.3 Prosedur kerja 2.3.1 Pemrosesan Bahan Baku Pada pemrosesan bahan baku, hal pertama yang dilakukan adalah pengeringan biomassa berupa batang jagung ke dalam oven sampai berat biomassa konstan untuk mengetahui kadar air dari batang jagung tersebut. Kemudian sampel batang jagung dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan pelarut organik asam asetat (jika menggunakan pelarut asam asetat) dan asam formiat (jika menggunakan pelarut asam formiat). Selanjutnya kondensor refluks dipasang sebagai penutup erlenmeyer dan sebelum kondensor dipasang, terlebih dahulu dioleskan vaselin pada dasar kondensor agar memudahkan pada saat bongkar pasang kondensor untuk mengambil black liquor dan pulp. Kemudian pemanas dioperasikan pada suhu 250 0C selama 8 menit. Pada saat cairan mulai mendidih, HCl dimasukkan ke dalam Erlenmeyer melalui bagian atas kondensor dengan memakai corong. Setelah proses pemanasan tercapai, pemanas dimatikan dan reaktor didinginkan. Setelah dingin, kondensor dilepas dari Erlenmeyer. Kemudian padatan dan cairan dipisahkan dengan menggunakan saringan dan volume filtrat dicatat, karena filtrat ini digunakan sebagai recovery lignin. Padatan yang diperoleh dicuci dengan menggunakan asam asetat sebanyak 100 ml dan filtratnya ditampung. Padatan dicuci kembali dengan aquades sampai filtrat terlihat jernih dan air bekas cucian dapat dibuang. Setelah selesai dilakukan pencucian, padatan di blender terlebih dahulu lalu dikeringkan di udara terbuka selama 24 jam. Setelah dikeringkan di udara terbuka, pulp tersebut di oven untuk dihitung kadar airnya dan padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

Perhitungan perolehan pulp (selulosa) Perolehan pulp = berat pulp keringberat biomassa x 100% .....................................( 1 ). 2.3.2 Recovery lignin Filtrat yang di hasilkan pada pemrosesan bahan baku diukur sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet di tambah 8 ml aquades (untuk perbandingan 1:8) dan 1 ml filtrat dalam 16 ml aquades (untuk perbandingan 1:16). Kemudian campuran disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifugasi, endapan dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Setelah disaring, kertas saring dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan dan diperoleh berat lignin yang di recovery dari sampel filtrate, dengan rumus Perolehan lignin = berat lignin sampel x volume filtratvolume sampel x 1volume padatan x 100% ....( 2 ).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Bahan Baku Biomassa yang digunakan pada percobaan fraksionasi biomassa adalah batang jagung. Sebelum melakukan pemrosesan bahan baku, kadar air pada batang jagung ditentukan terlebih dahulu dengan memanaskannya di dalam oven sampai diperoleh berat batang jagung konstan. Dari Tabel 3.1.1 pada lampiran, dapat diketahui bahwa dibutuhkan waktu 80 menit untuk mendapatkan berat batang jagung yang konstan. Didapatkan berat kering batang jagung adalah 4,487 gram, sehingga kadar air dalam batang jagung adalah 17,76%. Kadar air dalam batang jagung yang diperoleh dari praktikum ini tergolong tinggi. Penyimpanan yang sudah lama di tempat yang lembab menyebabkan kadar airnya meningkat. 3.2 Perolehan Pulp Dengan menggunakan pelarut asam asetat didapatkan perolehan pulp sebesar 44,52% dan dengan menggunakan pelarut asam formiat didapatkan perolehan pulp sebesar 41,05%. Perolehan pulp dapat dilihat pada Gambar 3.2.1 Perolehan pulp dengan menggunakan pelarut asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan pulp dengan pelarut asam formiat. Perbedaan sifat kimia dan sifat fisika kedua pelarut merupakan faktor yang menyebabkan perbedaan perolehan pulp. Selain itu, perbedaan kelarutan dari komponen-komponen utama biomassa (sellulosa, hemisellulosa, dan lignin) di dalam asam, pelarut organik, dan air juga mempengaruhi perolehan pulp dari masing-masing pelarut. Titik didih asam asetat lebih tinggi dibandingkan titik didih asam formiat. Titik didih asam asetat 118oC sedangkan titik didih asam formiat 108oC. Sehingga waktu larutan pemasak asam asetat untuk mencapai titik didihnya lebih lama dibandingkan waktu larutan pemasak asam formiat untuk mencapai titik didihnya.

Gambar 3.2.1 Perolehan pulp dengan pelarut asam asetat dan asam formiat 3.3 Recovery Lignin Dengan pelarut asam asetat, volum black liquor yang diperoleh adalah 408 ml. Perbandingan volum black liquor : aquades di dalam kuvet adalah 1:8 dan 1:16. Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan perolehan lignin sebesar 56,5 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 49,61 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16. Dengan pelarut asam formiat volum black liquor yang diperoleh adalah 397 ml. Perbandingan volum black liquor : aquades di dalam kuvet adalah 1:8 dan 1:16. Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan perolehan lignin sebesar 75,09 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 61,68 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16. Perolehan lignin dapat dilihat pada Gambar 3.3.1.

Gambar 3.3.1 Perolehan lignin dengan pelarut asam formiat dan asam asetat Perolehan lignin dengan pelarut asam formiat lebih tinggi dibandingkan perolehan lignin dengan pelarut asam asetat. Menurut Villaverde et al (2010), proses pemasakan menggunakan pelarut asam formiat sangat penting karena proporsi signifikan dari lignin yang terlarut lebih banyak, sedangkan pemasakan dengan pelarut asam asetat proporsi signifikan dari lignin yang terlarut lebih sedikit. Keasaman asam formiat konstan ketika dipanaskan, 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat. Sehingga lebih banyak lignin yang larut di dalam pelarut asam 1:16 formiat dibandingkan di dalam asam asetat selama waktu pemasakan. Titik didih asam asetat lebih tinggi dibandingkan titik didih asam formiat. Titik didih asam asetat 118oC sedangkan titik didih asam formiat 108oC. Sehingga waktu larutan pemasak asam asetat untuk mencapai titik didihnya lebih lama dibandingkan waktu larutan pemasak asam formiat untuk mencapai titik didihnya. Semakin cepat waktu yang dibutuhkan pelarut asam formiat untuk mencapai titik didihnya, maka

semakin cepat pula proses delignifikasi yang terjadi. Sehingga lebih banyak lignin yang larut di dalam pelarut asam formiat dibandingkan di dalam asam asetat selama waktu pemasakan. BAB IV KESIMPULAN

Kadar air dalam batang jagung adalah 17,76%. Perolehan pulp dengan menggunakan larutan pemasak asam asetat adalah sebesar 44,52% dan dengan menggunakan pelarut asam formiat didapatkan perolehan pulp sebesar 41,05%. Perolehan lignin dengan larutan pemasak asam asetat adalah sebesar 56,5% pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 49,61% pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16. Dengan larutan pemasak asam formiat didapatkan perolehan lignin sebesar 75,09 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 8 dan 61,68 % pada perbandingan black liquor : aquades = 1 : 16. Neraca massa untuk pelarut asam asetat dapat dilihat pada Gambar 4.1.
H2 O 37 Kering HCl = 0,8224 = 408 Asam Liqour Jagung Batang Jagung349,52 Berat Asetat gram = 25 gram Black Batang98% Padatan% =gram mlgram =48,432 H 9,153= 2,448 gram Berat 1,186 Lignin6,799 Batang - 2,788 = 20,56 = 2 O =Kering gram Jagung gram gram gram REAKTOR Berat air dalam Batang Jagung =4,44 gram gram

Gambar 4.1 Neraca massa untuk pelarut asam asetat Neraca massa untuk pelarut asam formiat dapat dilihat pada Gambar 4.2.
H2 O 37 Kering HCl = 0,8224 gram Asam Liqour Jagung Batang Jagung= 349,52 Berat Formiat= 397 = gram Black Batang gram ml 25 gram Padatan% =49,385 98% H2 8,441,186 Berat Kering Batang - 3,705 gram Lignin5,846 gram Jagung = 20,56 gram = O = gram gram = 3,044 REAKTOR Berat air dalam Batang Jagung =4,44 gram

Gambar 4.2 Neraca massa untuk pelarut asam formiat

DAFTAR PUSTAKA Isroi. 2008. Karakteristik Lignoselulosa sebagai Bahan Baku Bioetanol, http:// karyailmiah.um.acc.id/index.php/kimia/kimia/artikel/viewfile/3444/1232. (Rabu , 28 Desember 2011 pukul 11.00 WIB) Jenny. 1994. Frakisonasi Serat Kertas Bekas. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Saadah. 2010.Produksi Enzim Selulosa oleh Aspergillus niger. http://eprints.undip.ac.id/13064/1/BAB_I_-_V.pdf, diakses pada 30 Desember 2011 Siam, L.K. 2009. Pemanfaatan Limbah Pod Kakao untuk Menghasilkan Etanol sebagai Sumber Energi Terbarukan http:// karya-ilmiah.um.ac.id/ index.php/ kimia/ article/ viewFile/ 3444/ 1389. (Rabu, 28 Desember pukul 12.00 WIB ) Villaverde, J.J., P.Ligero, A.Vega, 2010, Formit and acetic acid as agents for a cleaner fractionation of miscanthus, Journal of Cleaner Production, 18:395-401

LAMPIRAN A DATA PERHITUNGAN A.1 Data Perhitungan Bahan Baku Data fisis :
Asam formiat (CH2O2) :

Mr asam formiat = 46,03 g/mol Titik didih asam formiat = 100,8 0C


asam formiat = 1,22 g/ml Asam asetat (CH3COOH) :

Mr asam asetat = 60,05 g/mol Titik didih asam asetat = 118,1 0C


asam asetat = 1,049 g/cm3

Asam klorida (HCl) : Mr asam klorida = 36,46 g/mol Titik didih asam klorida = 48 0C larutan 38 %
asam klorida = 1,18 g/cm3

a) Pelarut Asam Asetat 1. Data bahan baku Berat batang jagung Asam asetat = 25 gram = 98%-volum

HCl Larutan : padatan Komposisi cairan pemasak

= 37%-volum = 20:1 = asam asetat HCl Air = 85% = 0,2% = 14,8%

2.

Perhitungan kadar air dalam bahan baku Berat awal batang jagung = 5,456 gram

Tabel. 1 Hasil Perhitungan Kadar Air Dalam Bahan Baku Waktu Pengeringan dalam Oven 0 menit 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit 70 menit 80 menit Berat Sampel + Cawan Sebelum Dioven (gram) 35,151 34,659 34,422 34,323 34,248 34,217 34,183 34,182 34,182 Berat Kering Batang Jagung (gram) 5,456 4,964 4,727 4,628 4,553 4,522 4,488 4,487 4,487

Berat kering batang jagung

= 4,487 gram

Kadar air dalam batang jagung = berat awal batang jagung-berat


kering batang jagungberat awal batang jagung x 100%

= 5,456-4,4875,456 x 100 % = 17,76 % Berat air dalam batang jagung = 17,76100 x 25 gram = 4,44 gram Berat kering batang jagung = 25 4,44 = 20,56 gram 3. Volum Pelarut yang digunakan Larutan : Padatan Berat Larutan = 20:1 = 20 x 20,506 gram = 411,2 gram Berat Pelarut Asam Asetat = 85100 x 411,2 gram = 349,52 gram Volum Pelarut Asam Asetat = 349,52 gram1,049 gram/ml = 333,193 ml Volum Pelarut Asam Asetat 98% = 333,193 ml0,98 = 339,993 ml Volum Air dalam Asam Asetat 98% = 333,193 ml0,98 x 0,02 = 6,799 ml Berat Air dalam Asam Asetat 98% = 6,799 ml x 1 gram/ml = 6,779 gram Berat Katalis HCl = 0,2100 x 411,2 gram = 0,8224 gram Volum Katalis HCl = 0,8224 gram1,18 gram/ml = 0,698 ml Volum Katalis HCl 37% = 0,698 ml0,37 = 1,883 ml Volum Air dalam Katalis HCl 37% = 0,698 ml0,37 x 0,63 = 1,186 ml Berat Air dalam Katalis HCl 37% = 1,186 ml x 1 gram/ml = 1,186 gram Berat air yang dibutuhkan secara keseluruhan = 14,8100x 411,2 gram = 60,857 gram

Volume air yang dibutuhkan secara keseluruhan = 60,857 gr 1 gr/ml = 60,857 ml Volume air yang ditambahkan pada pemasakan dengan pelarut asam asetat = 60,857 - (4,44 + 6,779 + 1,186) = 48,432 ml a) Pelarut Asam formiat 1. Data bahan baku Berat batang jagung Asam formiat HCl Larutan : padatan Komposisi cairan pemasak = 25 gram = 98%-volum = 37%-volum = 20:1 = asam formiat = 85% HCl Air 2. Perhitungan kadar air dalam bahan baku Berat awal batang jagung = 5,456 gram = 0,2% = 14,8%

Tabel. 2 Hasil Perhitungan Kadar Air Dalam Bahan Baku Waktu Pengeringan dalam Oven 0 menit 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit Berat Sampel + Cawan Sebelum Dioven (gram) 35,151 34,659 34,422 34,323 34,248 34,217 34,183 5,456 4,964 4,727 4,628 4,553 4,522 4,488 Berat Kering Batang Jagung (gram)

70 menit 80 menit Berat kering batang jagung

34,182 34,182 = 4,487 gram

4,487 4,487

Kadar air dalam batang jagung = berat awal batang jagung-berat kering
batang jagungberat awal batang jagung x 100%

= 5,456-4,4875,456 x 100 % = 17,76 % Berat air dalam batang jagung = 17,76100 x 25 gram = 4,44 gram Berat kering batang jagung = 25 4,44 = 20,56 gram 3. Volum Pelarut yang digunakan Larutan : Padatan Berat Larutan = 20:1 = 20 x 20,506 gram = 411,2 gram Berat Pelarut Asam Formiat = 85100 x 411,2 gram = 349,52 gram Volum Pelarut Asam Formiat = 349,52 gram1,22 gram/ml = 286,4918 ml Volum Pelarut Asam Formiat 98% = 286,4918 ml0,98 = 292,338 ml Volum Air dalam Asam Formiat 98% = 286,4918 ml0,98 x 0,02 = 5,846 ml Berat Air dalam Asam Formiat 98% = 5,846 ml x 1 gram/ml = 5,846 gram Berat Katalis HCl = 0,2100 x 411,2 gram = 0,8224 gram Volum Katalis HCl = 0,8224 gram1,18 gram/ml=0,698 ml Volum Katalis HCl 37% = 0,698 ml0,37 = 1,883 ml Volum Air dalam Katalis HCl 37% = 0,698 ml0,37 x 0,63 = 1,186 ml

Berat Air dalam Katalis HCl 37% = 1,186 ml x 1 gram/ml = 1,186 gram Berat air yang dibutuhkan secara keseluruhan = 14,8100x 411,2 gram = 60,857 gram Volume air yang dibutuhkan secara keseluruhan = 60,857 gr 1 gr/ml = 60,857 ml Volume air yang ditambahkan pada pemasakan dengan pelarut asam formiat = 60,857 - (4,44 + 5,846 + 1,186) = 49,385 ml A.2 Perhitungan Hasil
a.

Perolehan pulp
1. Perolehan pulp dengan menggunakan pelarut asam formiat

Kadar air pada pulp = 89,58 %


Perolehan Pulp=Berat Pulp KeringBerat Biomassa keringx 100 Perolehan Pulp=8,44 gr20,56 gr x 100%=41,05 % 2. Perolehan pulp dengan menggunakan pelarut asam asetat

Kadar air pada pulp = 76,79 %


Perolehan Pulp=Berat Pulp KeringBerat Biomassa Keringx 100 Perolehan Pulp=9,153 gr20,56 gr x 100%=44,52 %

b. Recovery Lignin 1. Perolehan lignin dengan menggunakan pelarut asam formiat Volume black liqour = 397 ml Perbadingan black liqour dengan aquades = 1:8
Perolehan Lignin=berat lignin sampel x volume black liqourvolume sampel berat lignin dalam bahan baku x 100% Perolehan Lignin=0,056 gr x 397 ml6 ml 4,9344 gr x 100%

= 75,09 % Perbadingan black liqour dengan aquades = 1:16

Perolehan Lignin=berat lignin sampel x volume black liqourvolume sampel berat lignin dalam bahan baku x 100% Perolehan Lignin=0,023 gr x 397 ml3 ml 4,9344 gr x 100%

= 61,68 % 2. Perolehan lignin dengan menggunakan pelarut asam asetat Volume black liqour = 408 ml Perbadingan black liqour dengan aquades = 1:8
Perolehan Lignin=berat lignin sampel x volume black liqourvolume sampel berat lignin dalam bahan baku x 100% Perolehan Lignin=0,041 gr x 408 ml6 ml 4,9344 gr x 100%

56,5 % Perbadingan black liqour dengan aquades = 1:16


Perolehan Lignin=berat lignin sampel x volume black liqourvolume sampel berat lignin dalam bahan baku x 100% Perolehan Lignin=0,018 gr x 420 ml3 ml 4,9344 gr x 100% = 49,61 %

Anda mungkin juga menyukai