Anda di halaman 1dari 41

HIV

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ? Human immunodeficiency virus

Klasifikasi virus Kelas: VI (Virus SsRNART) Famili: Retroviridae Genus: Lentivirus Spesies

Human immunodeficiency virus 1 Human immunodeficiency virus 2

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Codes


Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal ICD-10 B20-B24 ICD-9 042-044

Virus imunodifisiensi manusia[1] (bahasa Inggris: human immunodeficiency virus; HIV ) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.[2] Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.[2]

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Sejarah 2 Klasifikasi 3 Struktur dan Materi Genetik

4 Siklus Hidup 5 Deteksi HIV 6 Penularan dan Pencegahan


6.1 Hubungan seksual 6.2 Ibu ke anak (transmisi perinatal) 6.3 Lain-lain

7 Lihat pula 8 Rujukan 9 Pranala luar

[sunting] Sejarah
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Franoise Barr-Sinoussi dari Perancis berhasil mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati.[3] Pada awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus)[4] Bersama dengan Luc Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.[4] Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III.[3][5] Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.[6] Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2.[3] Melalui kloning dan analisis sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik berbeda.[3] Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung.[3] Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut.[3]

[sunting] Klasifikasi

Pohon kekerabatan (filogenetik) yang menunjukkan kedekatan SIV dan HIV. Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.[7] HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte. Sedangkan, HIV-2 merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan pada Sooty mangabey, monyet dunia lama Guinea-Bissau.[7] Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2.[7] Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat.[7] Berdasarkan susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N, dan O.[8] Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda.[8] Sementara pada kelompok N dan O belum diketahui secara jelas jumlah subtipe virus yang tergabung di dalamnya.[8] Namun, kedua kelompok tersebut memiliki kekerabatan dengan SIV dari simpanse.[8] HIV-2 memiliki 8 jenis subtipe yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda.[8] Apabila beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang sama, maka akan terjadi bentuk rekombinan sirkulasi (circulating recombinant forms - CRF)[9] (bahasa Inggris: circulating recombinant form, CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe HIV yang berbeda akan bergabung dan membentuk satu genom utuh yang baru.[10] Bentuk rekombinan yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan barat, kemudian rekombinan AGI dari Yunani dan Siprus, kemudian rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia tenggara.[10] Dari seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak 47% kasus disebabkan oleh subtipe C, 27% berupa CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 5.3% adalah subtipe D dan 3.2% merupakan CRF AE, sedangkan sisanya berasal dari subtipe dan CRF lain.[10]

[sunting] Struktur dan Materi Genetik


HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion).[11] Selubung virus berasal dari membran sel

inang yang sebagian besar tersusun dari lipida.[11] Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.[11] Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid.[12] Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA.[12] Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.[12] Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef).[11] Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb.[11] Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef).[12] Nama Gen dan Protein yang disandikan Tat (transaktivator transkripsi) Ukuran 86 asam amino (AA), 2 ekson, 14 kDalton Lokalisasi Fungsi Penting untuk replikasi; Transaktivasi ekspresi mRNA virus, mengatur ekspresi sitokin dan reseptor. [13] Penting untuk replikasi; mengatur transkripsi dan ekspresi protein Gag, Pol, Env, Vif, Vpu, dan Vpr.
[13]

nukleus, nukleolus, protein awal nukleus, di antara sitoplasma dan nukleolus sitoplasma, beberapa molekul yang terbungkus dalam virion dewasa komponen dari inti virus dan kompleks membran komponen virion

Rev (regulator 116 AA, 2 ekson, ekspresi protein 19 kDalton virus) Vif (faktor infektivitas virus) 192 AA, 23 kDalton

Penting untuk infektivitas dan replikasi pada sel primer; berperan dalam tahap awal replikasi HIV[13] Mediasi replikasi di sel yang tidak membelah[13] Berfungsi seperti Vpr[13] Degradasi CD4; meningkatkan pelepasan HIV; pembentukan membran protein integral; regulasi ekpresi permukaan sel terhadap MHC I[13] Meningkatkan produksi HIV di tahap akhir; mengatur ekspresi MHC I dan CD4[13]

Vpr (Protein R 96-106 AA, 10-15 virus) kDalton Vpx (Protein X virus) 112 AA, 12-16 kDalton

81 AA Vpu (Protein U retikulum endoplasma, (terfosforilasi), 9,2 virus) protein transmembran & 16 kDalton Nef (Faktor Negatif) 206 AA, 27 kDalton virion, sitoplasma, nukleus

[sunting] Siklus Hidup

Struktur HIV. Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga.[12] Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV.[12] Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.[12] Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel.[14] Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA.[14] Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia.[14] DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup lama di dalam sel.[14] Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA.[14] Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV.[14] Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus.[14] Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh.[14] Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus.[14] Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya.[15] Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.[15]

[sunting] Deteksi HIV

Seorang wanita sedang menggunakan alat tes HIV. Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes antigen HIV.[16] Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia.[17] Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT).[16] PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada atau tidaknya DNA virus.[18] Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif.[18] Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi.[8] Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya.[16] Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodi HIV yang murah dan akurat.[16] Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut.[16] Tes antibodi HIV akan mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urin.[16] Sejak tahun 2002, telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia.[19] Sampel dari tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji (test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua pita berwarna ungu kemerahan.[19] Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif harus dikonfirmasi kembali dengan ELISA.[19] Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah Western blot.[17] Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi.[16] Pada tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah.[16] Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal.[16] Tes ini jarang digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV terbentuk.[16]

[sunting] Penularan dan Pencegahan

HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa atau jaringan yang terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV.[20] Cairan tertentu itu meliputi darah, semen, sekresi vagina, dan ASI.[20] Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan intravena, transfusi dan transplantasi, serta paparan pekerjaan.[21]

[sunting] Hubungan seksual


Menurut data WHO, pada tahun 1983-1995, sebanyak 70-80% penularan HIV dilakukan melalui hubungan heteroseksual, sedangkan 5-10% terjadi melalui hubungan homoseksual. Kontak seksual melalui vagina dan anal memiliki resiko yang lebih besar untuk menularkan HIV dibandingkan dengan kontak seks secara oral.[22] Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan resiko penularan melalui hubungan seksual adalah kehadiran penyakit menular seksual, kuantitas beban virus, penggunaan douche. Seseorang yang menderita penyakit menular seksual lain (contohnya: sifilis, herpes genitali, kencing nanah, dsb.) akan lebih mudah menerima dan menularkan HIV kepada orang lain yang berhubungan seksual dengannya.[23] [24] Beban virus merupakan jumlah virus aktif yang ada di dalam tubuh. Penularah HIV tertinggi terjadi selama masa awal dan akhir infeksi HIV karena beban virus paling tinggi pada waku tersebut.[24] Pada rentan waktu tersebut, beberapa orang hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak sama sekali.[24] Penggunaan douche dapat meningkatkan resiko penularan HIV karena menghancurkan bakteri baik di sekitar vagina dan anus yang memiliki fungsi proteksi.[24] Selain itu, penggunaan douche setelah berhubungan seksual dapat menekan bakteri penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan infeksi.[24] Pencegahan HIV melalui hubungan seksual dapat dilakukan dengan tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom.[21] Cara pencegahan lainnya adalah dengan melakukan hubungan seks tanpa menimbulkan paparan cairan tubuh.[23] Untuk menurunkan beban virus di dalam saluran kelamin dan darah, dapat digunakan terapi anti-retroviral.[24]

[sunting] Ibu ke anak (transmisi perinatal)


Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui infeksi in utero, saat proses persalinan, dan melaui pemberian ASI.[21] Beberapa faktor maternal dan eksternal lainnya dapat mempengaruhi transmisi HIV ke bayi, di antaranya banyaknya virus dan sel imun pada trisemester pertama, kelahiran prematur, dan lain-lain.[21] Penurunan sel imun (CD4+) pada ibu dan tingginya RNA virus dapat meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke anak. Selain itu, sebuah studi pada wanita hamil di Malawi dan AS juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin A dapat meningkatkan risiko infeksi HIV. Risiko penularan perinatal dapat dilakukan dengan persalinan secara caesar, tidak memberikan ASI, dan pemberian AZT pada masa akhir kehamilan dan setelah kelahiran bayi.[21] Di sebagian negara berkembang, pencegahan pemberian ASI dari penderita HIV/AIDS kepada bayi menghadapi kesulitan karena harga susu formula sebagai pengganti relatif mahal.[25] Selain itu, para ibu juga harus memiliki akses ke air bersih dan memahami cara mempersiapan susu formula yang tepat.[25]

[sunting] Lain-lain
Cara efektif lain untuk penyebaran virus ini adalah melalui penggunaan jarum atau alat suntik yang terkontaminasi, terutama di negara-negara yang kesulitan dalam sterilisasi alat kesehatan.[21] Bagi pengguna obat intravena (dimasukkan melalui pembuluh darah), HIV dapat dicegah dengan menggunakan jarum dan alat suntik yang bersih.[21] Penularan HIV melalui transplantasi dan transfusi hanya menjadi penyebab sebagian kecil kasus HIV di dunia (3-5%).[21] Hal ini pun

dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan produk darah dan transplan sebelum didonorkan dan menghindari donor yang memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV.[21] Penularan dari pasien ke petugas kesehatan yang merawatnya juga sangat jarang terjadi (< 0.0001% dari keseluruhan kasus di dunia).[21] Hal ini dicegah dengan memeberikan pengajaran atau edukasi kepada petugas kesehatan, pemakaian pakaian pelindung, sarung tangan, dan pembuangan alat dan bahan yang telah terkontaminasi sesuai dengan prosedur.[21] Pada tahun 2005, sempat diusulkan untuk melakukan sunat dalam rangka pencegahan HIV. Namun menurut WHO, tindakan pencegahan tersebut masih terlalu awal untuk direkomendasikan.[26] Ada beberapa jalur penularan yang ditakutkan dapat menyebarkan HIV, yaitu melalui ludah, gigitan nyamuk, dan kontak sehari-hari (berjabat tangan, terekspos batuk dan bersin dari penderita HIV, menggunakan toilet dan alat makan bersama, berpelukan).[20] Namun, CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) menyatakan bahwa aktivitas tersebut tidak mengakibatkan penularan HIV.[20] Beberapa aktivitas lain yang sangat jarang menyebabkan penularan HIV adalah melalui gigitan manusia dan beberapa tipe ciuman tertentu.[20] Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktik menoreh tubuh, transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana.[27]

Kanker
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Ketika sel normal (A) rusak atau tua (2), mereka mengalami apoptosis (1); sel kanker (B) menghindari apoptosis dan terus membelah diri. Puru ayal[1] atau kanker atau neoplasma ganas adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk:

tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal) menyerang jaringan biologis di dekatnya. bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik, disebut metastasis.

Tiga karakter ganas inilah yang membedakan kanker dari tumor jinak. Sebagian besar kanker membentuk tumor, tetapi beberapa tidak, seperti leukemia. Cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan studi, diagnosis, perawatan, dan pencegahan kanker disebut onkologi. Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada lokasi dan karakter keganasan, serta ada tidaknya metastasis. Diagnosis biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah didiagnosis, kanker biasanya dirawat dengan operasi, kemoterapi, atau radiasi. Kebanyakan kanker menyebabkan kematian. Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan banyak disembuhkan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal. Banyak bentuk kanker berhubungan dengan faktor lingkungan yang sebenarnya bisa dihindari. Merokok dapat menyebabkan banyak kanker daripada faktor lingkungan lainnya. Tumor (bahasa Latin; pembengkakan) menunjuk massa jaringan yang tidak normal, tetapi dapat berupa "ganas" (bersifat kanker) atau "jinak" (tidak bersifat kanker). Hanya tumor ganas yang mampu menyerang jaringan lainnya ataupun bermetastasis. Kanker dapat menyebar melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ lain. Di Amerika Serikat dan beberapa negara berkembang lainnya, kanker sekarang ini bertanggung jawab untuk sekitar 25% dari seluruh kematian.[2] Dalam setahun, sekitar 0,5% dari populasi terdiagnosa kanker. Pada pria dewasa di Amerika Serikat, kanker yang paling umum adalah kanker prostat (33% dari seluruh kasus kanker), kanker paru-paru (13%), kanker kolon dan rektum (10%), kanker kandung kemih (7%), dan "cutaneous melanoma (5%). Sebagai penyebab kematian kanker paruparu adalah yang paling umum (31%), diikuti oleh kanker prostat (10%), kanker kolon dan rektum (10%), kanker pankreas (5%) dan leukemia (4%).[2] Untuk dewasa wanita di Amerika Serikat, kanker payudara adalah kanker yang paling umum (32% dari seluruh kasus kanker), diikuti oleh kanker paru-paru (12%), kanker kolon dan rektum (11%), kanker endometrium (6%, uterus) dan limfoma non-Hodgkin (4%). Berdasarkan kasus kematian, kanker paru-paru paling umum (27% dari kematian kanker), diikuti oleh kanker payudara (15%), kanker kolon dan rektum (10%), kanker indung telur (6%), dan kanker pankreas (6%).[2] Statistik dapat bervariasi besar di negara lainnya. Di Indonesia, kanker menjadi penyumbang kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung. Penyebab utama kanker di negara tersebut adalah pola hidup yang tidak sehat, seperti kurang olahraga, merokok, dan pola makan yang tak sehat. Pada tanaman, kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis jamur/ bakteri tertantu. Pola invasi kanker tanaman dan kaner pada manusia sangat berbeda.[3]

Daftar isi
[sembunyikan]

1 Klasifikasi 2 Patofisiologi

2.1 Pembentukan sel kanker 2.2 Angiogenesis 2.3 Metastasis 3.1 Bahan Kimia 3.2 Radiasi Ionisasi 3.3 Infeksi 3.4 Ketidakseimbangan Metabolisme 3.5 Ketidakseimbangan Hormonal 3.6 Disfungsi Sistem Kekebalan 3.7 Keturunan

3 Faktor risiko

3.7.1 Letak kerusakan DNA yang dialami

3.8 Penyebab Lain 4.1 Simtoma klinis 4.2 Simtoma paraklinis

4 Diagnosis

4.2.1 Perubahan morfologi selular


4.2.1.1 Transformasi in vitro 4.2.1.2 Transformasi in vivo

5 Penanganan

5.1 Riset kanker 6.1 Faktor-faktor yang dapat diubah 6.2 Diet 6.3 Vitamin 6.4 Pengobatan Pencegahan 6.5 Uji Genetik 6.6 Vaksinasi 6.7 Penyaringan/(Screening)

6 Pencegahan

7 Lihat pula 8 Referensi 9 Pranala luar

[sunting] Klasifikasi

Perkembangan sel normal menjadi sel kanker Pada umumnya, kanker dirujuk berdasarkan jenis organ atau sel tempat terjadinya. Sebagai contoh, kanker yang bermula pada usus besar dirujuk sebagai kanker usus besar, sedangkan kanker yang terjadi pada sel basal dari kulit dirujuk sebagai karsinoma sel basal. Klasifikasi kanker kemudian dilakukan pada kategori yang lebih umum, misalnya:[4]

Karsinoma, merupakan kanker yang terjadi pada jaringan epitel, seperti kulit atau jaringan yang menyelubungi organ tubuh, misalnya organ pada sistem pencernaan atau kelenjar. Contoh meliputi kanker kulit, karsinoma serviks, karsinoma anal, kanker esofageal, karsinoma hepatoselular, kanker laringeal, hipernefroma, kanker lambung, kanker testiskular dan kanker tiroid. Sarkoma, merupakan kanker yang terjadi pada tulang seperti osteosarkoma, tulang rawan seperti kondrosarkoma, jaringan otot seperti rabdomiosarcoma, jaringan adiposa, pembuluh darah dan jaringan penghantar atau pendukung lainnya. Leukemia, merupakan kanker yang terjadi akibat tidak matangnya sel darah yang berkembang di dalam sumsum tulang dan memiliki kecenderungan untuk berakumulasi di dalam sirkulasi darah.[5] Limfoma, merupakan kanker yang timbul dari nodus limfa dan jaringan dalam sistem kekebalan tubuh

[sunting] Patofisiologi
Kanker adalah kelas penyakit beragam yang sangat berbeda dalam hal penyebab dan biologisnya. Setiap organisme, bahkan tumbuhan, bisa terkena kanker. Hampir semua kanker yang dikenal muncul secara bertahap, saat kecacatan bertumpuk di dalam sel kanker dan sel anak-anaknya (lihat bagian mekanisme untuk jenis cacat yang umum). Setiap hal yang bereplikasi memiliki kemungkinan cacat (mutasi). Kecuali jika pencegahan dan perbaikan kecatatan ditangani dengan baik, kecacatan itu akan tetap ada, dan mungkin

diwariskan ke sel anang/(daughter cell). Biasanya, tubuh melakukan penjagaan terhadap kanker dengan berbagai metoda, seperti apoptosis, molekul pembantu (beberapa polimerase DNA), penuaan/(senescence), dan lain-lain. Namun, metoda koreksi-kecatatan ini sering kali gagal, terutama di dalam lingkungan yang membuat kecatatan lebih mungkin untuk muncul dan menyebar. Sebagai contohnya, lingkungan tersebut mengandung bahan-bahan yang merusak, disebut dengan bahan karsinogen, cedera berkala (fisik, panas, dan lain-lain), atau lingkungan yang membuat sel tidak mungkin bertahan, seperti hipoksia. Karena itu, kanker adalah penyakit progresif, dan berbagai kecacatan progresif ini perlahan berakumulasi hingga sel mulai bertindak berkebalikan dengan fungsi seharusnya di dalam organisme. Kecacatan sel, sebagai penyebab kanker, biasanya bisa memperkuat dirinya sendiri (self-amplifying), pada akhirnya akan berlipat ganda secara eksponensial. Sebagai contohnya :

Mutasi dalam perlengkapan perbaikan-kecacatan bisa menyebabkan sel dan sel anangnya mengakumulasikan kecacatan dengan lebih cepat. Mutasi dalam perlengkapan pembuat sinyal (endokrin) bisa mengirimkan sinyal penyebab-kecacatan kepada sel di sekitarnya. Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi neoplastik, membuat sel bermigrasi dan dan merusak sel yang lebih sehat. Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi kekal (immortal), lihat telomeres, membuat sel rusak bisa membuat sel sehat rusak selamanya.

[sunting] Pembentukan sel kanker


Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan sel normal menjadi sel kanker adalah hiperplasia, displasia, dan neoplasia. Hiperplasia adalah keadaan saat sel normal dalam jaringan bertumbuh dalam jumlah yang berlebihan. Displasia merupakan kondisi ketika sel berkembang tidak normal dan pada umumnya terlihat adanya perubahan pada nukleusnya. Pada tahapan ini ukuran nukleus bervariasi, aktivitas mitosis meningkat, dan tidak ada ciri khas sitoplasma yang berhubungan dengan diferensiasi sel pada jaringan. Neoplasia merupakan kondisi sel pada jaringan yang sudah berproliferasi secara tidak normal dan memiliki sifat invasif.[6] Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline). Kelainan siklus sel, antara lain terjadi saat:

perpindahan fasa G1 menuju fasa S.[7] siklus sel terjadi tanpa disertai dengan aktivasi faktor transkripsi.[8] Pencerap hormon tiroid beta1 (TRbeta1) merupakan faktor transkripsi yang diaktivasi oleh hormon T3 dan berfungsi sebagai supresor tumor dan gangguan gen THRB yang sering ditemukan pada kanker.[9] siklus sel terjadi dengan kerusakan DNA yang tidak terpulihkan.[10] translokasi posisi kromosom yang sering ditemukan pada kanker sel darah putih seperti leukimia atau limfoma, atau hilangnya sebagian DNA pada domain tertentu pada kromosom.[11] Pada leukimia mielogenus kronis, 95% penderita mengalami translokasi kromosom 9 dan 22, yang disebut kromosom filadelfia.

Karsinogenesis pada manusia adalah sebuah proses berjenjang sebagai akibat paparan karsinogen yang sering dijumpai dalam lingkungan, sepanjang hidup, baik melalui konsumsi,[12] maupun infeksi.[13] Terdapat empat jenjang karsinogenesis:

inisiasi tumor promosi tumor konversi malignan progresi tumor

[sunting] Angiogenesis
Pada umumnya, sel kanker membentuk sebuah tumor, kecuali pada leukemia. Sebelum tahun 1960, peneliti kanker berpendapat bahwa asupan nutrisi yang mencapai tumor terjadi oleh karena adanya jaringan pembuluh darah yang telah ada, namun penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa lintasan angiogenesis diperlukan bagi tumor untuk berkembang dan menyebar.[14] Tanpa lintasan angiogenesis, sebuah tumor hanya akan berkembang hingga memiliki diameter sekitar 12 mm, dan setelah itu perkembangan tumor akan terhenti.[15] Sebaliknya, dengan angiogenesis, sebuah tumor akan berkembang hingga melampaui ukuran diameter 2 milimeter.[16] Oleh karena itu, sel tumor memiliki kemampuan untuk mensekresi protein yang dapat mengaktivasi lintasan angiogenesis. Dari berbagai protein yang dapat mengaktivasi lintasan angiogenesis seperti acidic fibroblast growth factor, angiogenin, epidermal growth factor, G-CSF, HGF, interleukin-8, placental growth factor, platelet-derived endothelial growth factor, scatter factor, transforming growth factor-alpha, TNF-, dan molekul kecil seperti adenosina, 1-butyryl glycerol, nikotinamida, prostaglandin E1 dan E2; para ilmuwan telah mengidentifikasi dua protein yang sangat penting bagi pertumbuhan tumor yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF). Kedua protein ini disekresi oleh berbagai jenis sel kanker dan beberapa jenis sel normal.[17] Sekresi VEGF atau bFGF akan mengikat pada pencerap sel endotelial dan mengaktivasi sel tersebut untuk memicu lintasan metabolisme yang membentuk pembuluh darah baru.[18] Sel endotelial akan memproduksi sejumlah enzim MMP yang akan melakukan degradasi terhadap jaringan matriks ekstraselular yang mengandung protein dan polisakarida, dan berfungsi untuk sebagai jaringan ikat yang menyangga jaringan parenkima dengan mengisi ruang di sela-sela selnya. Degradasi jaringan tersebut memungkinkan sel endotelial bermigrasi menuju jaringan parenkima, melakukan proliferasi dan diferensiasi menjadi jaringan pembuluh darah yang baru. Reaksi antara asam tetraiodotiroasetat dengan integrin adalah penghambat aktivitas hormon tiroksin dan tri-iodotironina yang merupakan salah satu faktor yang berperan dalam angiogenesis dan proliferasi sel tumor.[19]

[sunting] Metastasis
Walaupun telah dilakukan penelitian intensif selama beberapa dekade, mekanisme patofisiologis dari metastasis belum benar-benar diketahui dan masih menjadi kontroversi. Namun terdapat dua model metastasis fundamental,[20] yang mirip dengan proposal metastasis yang diajukan oleh Stephen Paget pada tahun 1889 yang mengatakan bahwa metastasis bergantung pada komunikasi antara sel kanker yang disebut the seed dan lingkungan mikro pada organ tertentu yang disebut the soil.[21] Model yang pertama menjelaskan bahwa tumor primer pada organ akan timbul dari sel yang sama, yang mengalami berbagai perubahan seperti heterogenitas, ketidakseimbangan genomik, akumulasi mutasi atau penyimpangan genetik, hingga terjadi evolusi klonal meliputi perubahan

fenotipe dan perilaku sel hingga potensi untuk melakukan metastasis ke organ lain dan membentuk tumor sekunder. Model yang kedua menjabarkan bahwa kanker yang timbul pada organ, terjadi akibat aktivasi ruang yang diperuntukkan bagi sel punca kanker sehingga memungkinkan metastasis dari sejumlah jaringan tubuh yang lain.

[sunting] Faktor risiko


Kanker adalah penyakit yang 90-95% kasusnya disebabkan faktor lingkungan dan 5-10% karena faktor genetik.[22]. Faktor lingkungan yang biasanya mengarahkan kepada kematian akibat kanker adalah tembakau (25-30%), diet dan obesitas (30-35 %), infeksi (15-20%), radiasi, stres, kurangnya aktivitas fisik, polutan lingkungan.[22]

[sunting] Bahan Kimia

Timbulnya penyakit kanker paru-paru sangat berkorelasi dengan konsumsi rokok.Source:NIH. Patogenesis kanker dapat dilacak balik ke mutasi DNA yang berdampak pada pertumbuhan sel dan metastasis. Zat yang menyebabkan mutasi DNA dikenal sebagai mutagen, dan mutagen yang menyebabkan kanker disebut dengan karsinogen. Ada beberapa zat khusus yang terkait dengan jenis kanker tertentu. Rokok tembakau dihubungkan dengan banyak jenis kanker,[23] dan penyebab dari 90% kanker paru-paru.[24] Keterpaparan secara terus-menerus terhadap serat asbestos dikaitkan dengan mesothelioma.[25]. Banyak mutagen adalah juga karsinogen. Tetapi, beberapa mutagen bukanlah karsinogen. Alkohol adalah contoh bahan kimia bersifat karsinogen yang bukan mutagen.[26]. Bahan kimia seperti ini bisa menyebabkan kanker dengan menstimulasi tingkat pembelahan sel. Tingkat replikasi yang lebih cepat, hanya menyisakan sedikit waktu bagi enzim-enzim untuk memperbaiki DNA yang rusak pada saat replikasi DNA, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi. Riset selama beberapa dekade menunjukkan keterkaitan antara penggunaan tembakau dan kanker pada paru-paru, laring, kepala, leher, perut, kandung kemih, ginjal, esofagus, dan pankreas.[27]. Asap tembakau memiliki lebih dari lima puluh jenis karsinogen yang sudah dikenali termasuk nitrosamines dan hidrokarbon aromatik polisiklik.[28] Tembakau bertanggung jawab atas satu per tiga dari seluruh kematian akibat kanker di negara-negara maju,[23] dan sekitar satu per lima di seluruh dunia.[28] Tingkat kematian akibat kanker paru-paru di Amerika Serikat mencerminkan pola merokok, dengan kenaikan dalam pola merokok diikuti dengan peningkatan yang dramatis dalam tingkat kematian akibat kanker paruparu. Walaupun begitu, jumlah perokok di seluruh dunia terus meningkat, sehingga beberapa

organisasi menyebutkannya sebagai epidemik tembakau.[29] Kanker yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang diyakini memiliki jumlah sebesar 2-20% dari semua kasus.[30]

[sunting] Radiasi Ionisasi


Sumber-sumber radiasi ionisasi, seperti gas radon, bisa menyebabkan kanker. Keterpaparan terus-menerus terhadap radiasi ultraviolet dari matahari bisa menyebabkan melanoma dan beberapa penyakit kulit yang berbahaya.[31] Diperkirakan 2% dari penyakit kanker di masa yang akan datang dikarenakan CT Scan di saat ini.[32] Radiasi dari frekuensi radio tak berion dari telepon seluler dan sumber-sumber radio frekuensi yang serupa juga dianggap sebagai penyebab kanker, tetapi saat ini sangat sedikit bukti kuat yang mendukung keterkaitan ini.[33]

[sunting] Infeksi
Beberapa kanker bisa disebabkan infeksi.[34] Ini bukan saja berlaku pada binatang-binatang seperti burung, tetapi juga pada manusia. Virus-virus ini berperan hingga 20% terhadap terjangkitnya kanker pada manusia di seluruh dunia.[35]. Virus-virus ini termasuk papillomavirus pada manusia (kanker serviks), poliomavirus pada manusia (mesothelioma, tumor otak), virus Epstein-Barr (penyakit limfoproliferatif sel-B dan kanker nasofaring), virus herpes penyebab sarcoma Kaposi (Sarcoma Kaposi dan efusi limfoma primer), virus-virus hepatitis B dan hepatitis C (kanker hati), virus-1 leukemia sel T pada manusis (leukemia sel T), dan helicobacter pylori (kanker lambung).[35] Data ekperimen dan epidemiologis menyatakan peran kausatif untuk virus dan virus tampaknya menjadi faktor risiko kedua paling penting dalam perkembangan kanker pada manusia, yang hanya dilampaui oleh penggunaan tembakau.[36] Jenis tumor yang ditimbulkan virus dapat dibagi menjadi dua, jenis yang bertransformasi secara akut dan bertransformasi secara perlahan. Pada virus yang bertransformasi secara akut, virus tersebut membawa onkogen yang terlalu aktif yang disebut onkogen-viral (v-onc), dan virus yang terinfeksi bertransformasi segera setelah v-onc terlihat. Kebalikannya, pada virus yang bertransformasi secara perlahan, genome virus dimasukkan di dekat onkogen-proto di dalam genom induk.

[sunting] Ketidakseimbangan Metabolisme


Senyawa formaldehid yang disintesis di dalam tubuh, seringkali terbentuk dari lintasan metabolisme senyawa xenobiotik, dapat membentuk ikatan kovalen dengan DNA, atau mengikat pada serum albumin dan gugus valina dari hemoglobin, dan menginduksi lintasan karsinogenesis.[37]

[sunting] Ketidakseimbangan Hormonal


Tingginya rasio plasma hormon TGF-, yang merupakan regulator pada proses penyembuhan luka, akan meningkatkan produksi ROS pada fibroblas, serta diferensiasi fibroblas menuju fenotipe miofibroblas.[38]

[sunting] Disfungsi Sistem Kekebalan


Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting] Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan kanker. Adanya faktor genetik dalam pembentukan kanker ini terjadi karena salah penyebab kanker adalah mutasi DNA yang memang diturunkan dari orangtua kepada anaknya, akan tetapi tidak

semua jenis kanker dapat diturunkan. hal tersebut dipengaruhi oleh letak mutasi pada DNA yang dialami dan juga genotipe dari mutasi yang terjadi. [sunting] Letak kerusakan DNA yang dialami Ada 2 macam letak mutasi yang memicu terbentuknya kanker, yaitu mutasi pada gen-gen onkogen dan mutasi pada gen-gen pensupresi tumor. mutasi pada gen pensupresi tumor lah yang biasanya memicu penurunan kanker. hal tersebut disebabkan karena zigot yang mengalami mutasi pada gen onkogen biasanya tidak dapat bertahan hidup sehingga tidak dapat diturunkan.

[sunting] Penyebab Lain


Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting] Diagnosis
Kebanyakan kanker dikenali karena tanda atau gejala tampak atau melalui screening. Kedua metode ini tidak menuju ke diagnosis yang jelas, yang biasanya membutuhkan sebuah biopsi. Beberapa kanker ditemukan secara tidak sengaja pada saat evaluasi medis dari masalah yang tak berhubungan. Karena kanker juga dapat disebabkan adanya metilasi pada promotor gen tertentu, maka deteksi dini dapat dilakukan dengan menguji gen yang menjadi biomarker untuk kanker. Beberapa jenis kanker telah diketahui status metilasi biomarker-nya. Misalnya untuk kanker payudara dapat digunakan biomarker BRCA, sedangkan untuk kanker kolorektal dapat menggunakan biomarker Sox17. Deteksi dini ini sangat penting. Pada beberapa kanker seperti kanker kolorektal apabila diketahui sejak dini peluang untuk sembuh lebih besar.[39] Selain itu, deteksi dini dapat memudahkan dokter untuk memberikan pengobatan yang sesuai.

[sunting] Simtoma klinis


Secara umum, gejala klinis kanker bisa dibadi menjadi kelompok :

Gejala lokal : pembesaran atau pembengkakan yang tidak biasa tumor, pendarahan (hemorrhage), rasa sakit dan/atau tukak lambung/ulceration. Kompresi jaringan sekitar bisa menyebabkan gejala jaundis (kulit dan mata yang menguning). Gejala pembesaran kelenjar getah bening (lymph node), batuk, hemoptisis, hepatomegali (pembesaran hati), rasa sakit pada tulang, fraktur pada tulang-tulang yang terpengaruh, dan gejala-gejala neurologis. Walaupun pada kanker tahap lanjut menyebabkan rasa sakit, sering kali itu bukan gejala awalnya. Gejala sistemik : berat badan turun, nafsu makan berkurang secara signifikan, kelelahan dan kakeksia(kurus kering), keringat berlebihan pada saat tidur/keringat malam, anemia, fenomena paraneoplastik tertentu yaitu kondisi spesifik yang disebabkan kanker aktif seperti trombosis dan perubahan hormonal. Setiap gejala dalam daftar di atas bisa disebabkan oleh berbagai kondisi (daftar berbagai kondisi itu disebut dengan diagnosis banding). Kanker mungkin adalah penyebab utama atau bukan penyebab utama dari setiap gejala. Gejala angiogenesis yang merupakan interaksi antara sel tumor, sel stromal, sel endotelial, fibroblas dan matriks ekstraselular.[40] Pada kanker, terjadi penurunan konsentrasi senyawa penghambat pertumbuhan pembuluh darah baru, seperti

trombospondin, angiostatin dan glioma-derived angiogenesis inhibitory factor, dan ekspresi berlebih faktor proangiogenik, seperti vascular endothelial growth factor,[41] yang memungkinkan sel kanker melakukan metastasis.[42] Terapi terhadap tumor pada umumnya selalu melibatkan 2 peran penting, yaitu penggunaan anti-vascular endothelial growth factor monoclonal antibodies untuk mengimbangi overekspresi faktor proangiogenik, dan pemberian senyawa penghambat angiogenesis, seperti endostatin dan angiostatin.[41]

Gejala migrasi sel tumor, yang ditandai dengan degradasi matriks ekstraselular (ECM), jaringan ikat yang menyangga struktur sel, oleh enzim MMP. Hingga saat ini telah diketahui 26 berkas gen MMP yang berperan dalam kanker,[43] dengan pengecualian yang terjadi antara lain pada hepatocellular carcinoma.[44]

[sunting] Simtoma paraklinis


Ciri paraklinis umum pada sel tumor maupun kanker adalah produksi asam laktat dan asam piruvat yang tinggi, oksidasi glukosa yang rendah, walaupun tidak selalu disertai simtoma hipoksia, percepatan lintasan glikolisis dan perlambatan laju fosforilasi oksidatif, dan pergeseran lintasan glikolisis dari anaerobik menjadi aerobik, yang dikenal sebagai efek Warburg.[45] Sel kanker memiliki kecenderungan untuk menghasilkan ATP sebagai sumber energi dari lintasan glikolisis daripada lintasan fosforilasi oksidatif. Faktor transkripsi Ets-1 yang ditingkatkan oleh sekresi H2O2 oleh mitokondria merupakan salah satu pemegang kendali pergeseran metabolisme pada sel kanker.[46] Ciri lain adalah rendahnya kadar plasma vitamin C yang ditemukan pada berbagai penderita kanker, baik dari penderita dengan kebiasaan merokok, maupun tidak.[47] [sunting] Perubahan morfologi selular Jaringan kanker memiliki ciri morfologis yang sangat khas saat diamati dengan mikroskop. Diantaranya berupa banyaknya jumlah sel yang mengalami mitosis, variasi jumlah dan ukuran nukleus, variasi ukuran dan bentuk sel, tidak terdapat fitur selular yang khas, tidak terjadi koordinasi selular yang biasa nampak pada jaringan normal dan tidak terdapat batas jaringan yang jelas. Immunohistochemistry dan metode molekular lain digunakan untuk menemukan ciri morfologis khas pada sel kanker/tumor, sebagai rujukan diagnosis dan prognosis. Hahn dan rekan menggunakan ekspresi ektopik dari kombinasi antara telomerase transkriptase balik dengan onkogen h-ras dan antigen T dari virus SV40 untuk menginduksi konversi tumorigenik pada sel fibroblas dan sel epitelial manusia, yang terjadi akibat disrupsi pada lintasan metabolik intraselular. Ciri fenotipe dari sel kanker setelah mengalami transformasi dari sel normal, antara lain:[48]
[sunting] Transformasi in vitro

Terjadi perubahan sitologi seperti pada sel kanker in vivo yaitu peningkatan basofil sitoplasmik, peningkatan jumlah dan ukuran nuklei Perubahan pada karakteristik perkembangan sel: a. sulit mati walaupun telah mengalami diferensiasi berkali-kali b. tumbuh berkembang yang tidak terhenti, walaupun telah berdesakan dengan sel di sekitarnya, sehingga jaringan kanker memiliki kepadatan yang tinggi c. membutuhkan serum dan faktor pertumbuhan lebih sedikit

d. tidak lagi membutuhkan lapisan antarmuka untuk berkembangbiak, dan dapat tumbuh sebagai koloni bebas di dalam medium semi-padat. e. tidak memiliki kendali atas siklus sel f. sulit mengalami apoptosis

Perubahan pada struktur dan fungsi membran sel, termasuk peningkatan aglutinabilitas karena lektin herbal Perubahan pada komposisi antarmuka sel, glikoprotein, proteoglikan, glikolipid dan musin, ekspresi antigen tumorik dan peningkatan penyerapan asam amino, heksos dan nukleosida. Tidak terjadi interaksi matriks sel-sel dan sel-ekstraselular, sehingga tidak terjadi penurunan laju diferensiasi Sel kanker tidak merespon stimulasi zat yang menginduksi diferensiasi, karena terjadi perubahan komposisi antarmuka sel, termasuk komposisi molekul pencerap zat bersangkutan. Perubahan dalam mekanisme transduksi sinyal selular, termasuk pada lintasan yang sangat fundamental, selain lintasan regulasi yang mengendalikan fungsi pencerap faktor pertumbuhan, jenjang fosforilasi dan defosforilasi. Kemampuan untuk menginduksi tumor pada model. Kemampuan ini yang menjadi sine qua non yang mendefinisikan kata "ganas" pada transformasi in vitro. Walaupun demikian, sel kanker yang tidak memiliki kemampuan seperti ini, tetap memiliki sifat "tumorigenik" pada model yang lain.

[sunting] Transformasi in vivo

Transformasi pada sel manusia memerlukan akumulasi dari berbagai perubahan genetik yang mengakibatkan ketidak-stabilan genomik,[49] seperti:

Peningkatan ekspresi protein onkogen sebagai akibat dari translokasi, amplifikasi dan mutasi pada kromosom. Tidak terdapat ekspresi protein dari gen "penekan tumor". Perubahan pada metilasi DNA. Terdapat kelainan transkripsi genetik yang menyebabkan kelebihan produksi zat pendukung pertumbuhan, seperti IGF-2, TGF-, faktor angiogenesis tumor, PDGF, dan faktor pertumbuhan hematopoietik seperti CSF dan interleukin. Tidak terjadi keseimbangan genetis, sehingga proliferasi menjadi semakin tidak terkendali, peningkatan kemungkinan terjadinya metastasis. Perubahan pada pola enzim dan peningkatan enzim yang berperan dalam sintesis asam nukleat dan enzim yang bersifat litik, seperti protease, kolagenase dan glikosidase. Produksi antigen onkofetal, seperti antigen karsinoembrionik dan hormon plasentis (contoh: gonadotropin korionik), atau isoenzim seperti alkalina fosfatase plasentis. Kemampuan untuk menghindari respon antitumor dari inangnya.

Dari berbagai perubahan genetik tersebut, pada tumor pada manusia, seringkali ditemukan translokasi kromosom yang menghasilkan produk kimerik dengan kemampuan transformasi menjadi sel tumor/kanker atau mengubah ekspresi onkogen.[49]

[sunting] Penanganan
[sunting] Riset kanker
Riset kanker merupakan usaha ilmiah yang banyak ditekuni untuk memahami proses penyakit dan menemukan terapi yang memungkinkan. Meskipun pemahaman kanker memiliki tumbuh secara eksponen sejak dekade terakhir dari abad ke-20, terapi baru yang radikal hanya ditemukan dan diperkenalkan secara bertahap. Penghambat tirosin kinase (imatinib dan gefitinib) pada akhir 1990-an dianggap sebuah terobosan utama. Antibodi monoklonal telah terbukti sebuah langkah besar dalam perawatan kanker.[rujukan?] David Porter, onkolog dari University of Pennsylvania Medical Center di Philadelphia, melaporkan pertama kali setelah upaya 20 tahun terapi sel GM modifikasi gen sel-T berhasil menghancurkan tumor kanker leukemia.[50] Menemukan cara untuk memprediksi tumor yang akan menyebar menjadi salah satu target paling penting dalam penelitian kanker. Sehyo Choe, fisikawan dari University of Heidelberg di Jerman, dan rekannya membangun model matematika bagaimana tumor berkembang.[51] Markus Gusenbauer di St. Poelten University of Applied Sciences, Austria, dan rekannnya mengembangkan sebuah model bagaimana darah mengalir melalui manik-manik magnetik.[52]

[sunting] Pencegahan
Bagian ini membutuhkan pengembangan

[sunting] Faktor-faktor yang dapat diubah [sunting] Diet [sunting] Vitamin [sunting] Pengobatan Pencegahan [sunting] Uji Genetik [sunting] Vaksinasi [sunting] Penyaringan/(Screening)

[sunting] Lihat pula


Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai: Kanker

Tumor Onkologi Estrogen Asam askorbat

Membuat Sendiri Laboratorium Kultur Jaringan di Rumah

Written by Kultur jaringan Dengan ruangan seadanya dan peralatan sederhana, teknik kultur dapat dilakukan dan dibuat di rumah anda sendiri. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat "Laboratorium skala rumah tangga" di rumah anda adalah sebagai berikut: Alat pembuatan media kultur jaringan
1. Gelas becker/piala, untuk menuangkan atau

mempersiapkan bahan kimia dan air aquades dalam pembuatan media. Ukuran gelas piala bervariasi, 100ml, 300ml, 1000ml, 2000ml. 2. Pipet, untuk mengambil cairan.
3. Timbangan, untuk menimbang bahan kimia yang

diperlukan dalam pembuatan media kultur.


4. Spatula, untuk mengambil bahan kimia yang diperlukan

dalam pembuatan media kultur. 5. Indicator pH/ lakmus, untuk mengukur pH media ketika membuat media. 6. Sendok kaca, untuk mengaduk media saat persiapan dan saat pemanasan. 7. Panci, uempat memasak media. 8. Kompor, untuk pemanas saat memasak media.
9. Autoklaf, untuk mensterilkan semua peralatan dan media kultur yang dipakai dalam

kegiatan kultur jaringan.


10. Botol kultur, tempat untuk mengkulturkan atau menanam eksplan. 11. Plastik dan karet tahan panas, untuk penutup pada botol kultur dan sebagai pengikat

plastik dengan botol kultur. Alat Penyiapan Eksplan (Inisiasi)


1. Botol kultur, tempat untuk mengkulturkan atau menanam eksplan.

2. Scalpel, untuk pemotongan eksplan 3. Gunting, untuk memotong eksplan Alat Penanaman (Inokulasi)
1. Laminar air flow/enkas, untuk menanam eksplan ke

dalam botol dalam kondisi steril atau melakukan sub kultur yang dilengkapi dengan blower dan lampu UV. 2. Pinset, untuk mengambil eksplan. 3. Spatula, untuk mengambil eksplan berupa biji/plb anggrek.
4. Petridish, tempat untuk memotong-motong eksplan yang

akan di tanam dalam botol kultur.


5. Bunsen, untuk menggarang/membakar alat-alat kultur, seperti alat-alat diseksi ketika

melakukan penanaman sehingga peralatan tersebut tetap steril. Alat Inkubasi

1. Rak kultur, tempat untuk menyimpan botol-botol berisi eksplan hasil

inokulasi dan mengoptimalkan pemanfaatan ruangan yang ada.


2. Air conditioner (AC), untuk menjaga suhu ruangan agar tetap stabil

sesuai dengan kondisi suhu untuk kultur jaringan. 3. Lampu, untuk memberikan penerangan dan cahaya bagi pertumbuhan tanaman.
4. Timer listrik, untuk mengatur waktu penyinaran pada tanaman kultur.

5. Termometer suhu ruangan, untuk mengetahui suhu ruangan Alat Aklimatisasi


1. Ember, untuk tempat plantlet yang telah dikeluarkan dari botol yang akan dicuci.

2. Gelas becker/piala, tempat perendaman plantlet dengan fungisida dan bakterisida.


3. Pinset, untuk mengeluarkan plantlet dari botol kultur.

4. Timbangan, untuk menimbang fungisida dan bakterisida. 5. Pengaduk kaca, untuk mengaduk larutan fungisida dan bakterisida.
6. Pot try, tempat menanam plantlet. 7. Kertas koran, sebagai alas untuk mengeringkan tanaman yang sudah di rendam.

Persiapan Bahan Bahan untuk Pembuatan Media Media MS jadi, bahan kimia untuk pembuatan media, hyponex Gula Agar Air Bahan untuk Sterilisasi Eksplan Eksplan Air Fungisida Bakterisida HgCl2 Klorox/pemutih pakaian Alkohol Bahan untuk Penanaman (Inokulasi) Alkohol Air steril Betadin Eksplan Bahan untuk Aklimatisasi Tanaman Air Fungisida Bakterisida Media (mos, pakis, arang, sterofom)

Untuk membantu anda Esha Flora Plants Tissue Culture menerima pemesanan Alat dan Bahan serta pembuatan laboratorium kultur jaringan "Paket Lengkap Lab Kuljar" selain itu melayani juga pembelian secara eceran.
Komplikasi endokrin Hipotalamus-hipofisis Disfungsi Pergi ke: Atas Radioterapi merupakan penyebab umum dari hipotalamus-hipofisis disfungsi pada kanker patients.1 Tidak ada bukti langsung yang kuat untuk melibatkan kemoterapi

sebagai penyebab disfungsi permanen dari hipofisis anterior. Metastasis ke daerah hipotalamus atau kelenjar hipofisis tidak umum, manifestasi klinis 2 dan disfungsi endokrin karena penyakit metastasis di wilayah ini jarang terjadi. Namun, tumor jinak seperti tumor hipofisis dan craniopharyngiomas3 sering mempengaruhi daerah ini anatomi dan menyebabkan disfungsi endokrin. Pengembangan radiasi disfungsi hipotalamus adalah berbahaya; manifestasi klinis dari defisiensi hormon dapat terjadi tahun setelah paparan radiasi. Secara umum, kecepatan onset dan keparahan disfungsi tergantung pada total dosis radiasi dan tingkat pengiriman. Ada variasi dalam urutan dan frekuensi disfungsi hormonal antara beberapa sumbu hipotalamus-hipofisis fungsi. Sumbu somatotropic tampaknya menjadi yang paling sensitif; sumbu thyrotropic tampaknya menjadi (Gambar 158-1) setidaknya sensitif 0,4-7 Diagnosis disfungsi hipotalamus-hipofisis membutuhkan kewaspadaan pada bagian oncologist karena sebagian besar gejala yang muncul yang spesifik dan dapat dengan mudah dikaitkan dengan penyebab lain. Misalnya, kelelahan dan kelemahan, gejala disfungsi hipofisis, adalah umum di antara pasien kanker. Layar diagnostik untuk disfungsi hipotalamus dan hipofisis mungkin termasuk serum hormon pertumbuhan (GH) dan insulin-like growth factor1 (IGF-1) pengukuran dan evaluasi untuk kegagalan gonad. Tanda-tanda hipopituitarisme terbuka termasuk hipoglikemia, hipotensi, dan hipotermia. Gambar 158-1. Probabilitas sekresi hormon normal hipofisis dari waktu ke waktu setelah paparan radiasi ke daerah hipotalamus-hipofisis. Gambar 158-1 Probabilitas sekresi hormon normal hipofisis dari waktu ke waktu setelah paparan radiasi ke daerah hipotalamus-hipofisis. Data dari empat penelitian yang replotted pada figur tunggal. Set pertama nilai (lingkaran tertutup) adalah dari Pai dkk, dimana (more. ..) Pada anak-anak dan remaja, evaluasi perkembangan seksual adalah alat diagnostik yang berguna. Penyelidikan harus mencakup pementasan perkembangan seksual sesuai dengan kriteria pementasan Tanner, pemeriksaan rambut pubis dan aksila, dan meninjau sejarah menstruasi pada anak perempuan dan ukuran penis / testis pada anak laki-laki. Pada anak-anak yang telah iradiasi tengkorak, tinggi dan kecepatan pertumbuhan harus diukur pada interval 6-bulan. Pada anak-anak diperlakukan dengan iradiasi tulang belakang dan craniospinal, lokal daripada kelainan pertumbuhan umum mungkin hadir dan, jika demikian, memerlukan evaluasi lebih spesifik. Ukuran kaki merupakan indikator yang dapat diandalkan pertumbuhan yang dapat diukur pada sebuah klinik rutin visit.8 Seorang anak yang tingkat pertumbuhan tidak berada dalam batas-batas kurva pertumbuhan normal harus dievaluasi untuk kekurangan hormon pertumbuhan, hipotiroidisme, dan insufisiensi adrenal. Jika evaluasi awal GH, IGF-1, Thyrotropin (TSH) dan bebas tiroksin (T4) tingkat, dan usia tulang mengungkapkan kelainan radiografi, pengujian dinamis maka rinci dengan kortikotropin (ACTH), Thyrotropin-releasing hormone

(TRH), dan gonadotropin -releasing hormon stimulasi tes harus dilakukan. Pada orang dewasa yang telah menerima tengkorak atau kepala dan iradiasi leher, deteksi kelainan hipotalamus-hipofisis yang lebih menantang. Pertumbuhan dan perkembangan pubertas, indikator sensitif fungsi endokrin pada anak-anak dan remaja, yang tidak membantu pada pasien ini. Salah satu strategi untuk mendeteksi kelainan hipotalamus-hipofisis pada orang dewasa terdiri dari skrining rutin untuk GH normal dan IGF-1 tingkat dan kegagalan gonad, indikator yang paling sensitif dari radiasi-kerusakan yang disebabkan hipotalamus-hipofisis. Disarankan bahwa pengukuran IGF-1 dan tingkat testosteron pada laki-laki dan dokumentasi sejarah menstruasi pada wanita diperoleh setiap tahunnya selama 5 tahun, dan kemudian pada interval 5 tahun selama 10 tahun. Setiap kelainan mencatat pada tes skrining harus dilakukan dengan pengujian dinamis lebih lanjut untuk mengevaluasi semua sumbu hipotalamus-hipofisis fungsi (Tabel 158-1). Tabel 158-1. Dinamis Pengujian Axis Hormon Pertumbuhan untuk Diagnosis Defisiensi Hormon Pertumbuhan. Tabel 158-1 Dinamis Pengujian Axis Hormon Pertumbuhan untuk Diagnosis Defisiensi Hormon Pertumbuhan. Gangguan Tiroid Pergi ke: Atas Gangguan tiroid dan kelainan dalam fungsi tiroid yang umumnya terkait dengan kanker dan terapi nya. Masalah-masalah ini dibahas di bawah ini. Hormon tiroid Serum Binding Protein-Kelainan Tingkat hormon tiroid-mengikat protein-tiroksin-binding globulin (TBG) dan albumin dapat dimodifikasi oleh kadar hormon seks dan faktor-faktor nutrisi; kelainan keduanya sering ditemui pada pasien kanker. Beberapa obat kemoterapi mempengaruhi hasil tes fungsi tiroid. l-asparaginase tampaknya reversibel menghambat sintesis albumin dan TBG, sehingga keseluruhan T4 rendah tapi normal levels.9 T4 bebas, 10 Kombinasi podofilin dan agen alkylating juga telah dilaporkan untuk mengurangi TBG.11 Baik 5-fluorouracil12 dan mitotane13 meningkatkan yang T4 dan triiodothyronine total (T3) menekan tingkat TSH tanpa, menunjukkan bahwa obat ini meningkatkan hormon tiroid kapasitas mengikat dalam serum. Sindrom Sakit eutiroid Perubahan dalam metabolisme hormon tiroid terjadi pada pasien dengan kanker dan sistemik serius lainnya illnesses.14, 15 Rendahnya tingkat T3 serum, yang dapat ditemukan pada sampai dengan 70% dari cukup untuk serius pasien kanker

sakit, disebabkan oleh penurunan dalam konversi extrathyroidal T4 ke T3. Konsentrasi serum T4 bebas biasanya normal atau tinggi, sedangkan konsentrasi T3 bebas berada di bawah normal atau rendah. Para pasien secara klinis eutiroid, dan TSH serum dan tingkat hasil stimulasi TRH tes normal. Terapi hormon tiroid tidak diindikasikan. Dengan kemajuan dalam tingkat keparahan penyakit nonthyroidal, sindrom rendah T3 dapat berkembang menjadi sindrom rendah T3-T4 rendah, di mana tingkat rendah T4 total disebabkan oleh penurunan T4 pengikatan dengan protein serum, penurunan kadar serum TBG , prealbumin dan / atau tingkat albumin, atau meningkat izin T4. Pada sebagian besar pasien, T3, kadar T4, dan TSH normal. Manifestasi klinis dari hipotiroidisme biasanya absen, tapi penilaian mungkin dikacaukan oleh obtundation, edema, dan hipotermia yang dapat menyertai penyakit parah. Rendah kadar T4 bebas biasanya menunjukkan prognosis yang serius, dengan angka kematian lebih dari 50%. Terapi penggantian hormon tiroid tidak memiliki manfaat pada pasien ini. Hypothyroidism Operasi Perlakuan utama dari kanker tiroid adalah tiroidektomi. Pasien selalu tiroidektomi subtotal hipotiroid setelah atau total. Hormon tiroid diganti hanya setelah ablasi tiroid atau sisa-sisa seluruh tubuh scanning dengan 131I atau setelah penilaian dibuat bahwa ablasi atau studi pencitraan dengan 131I tidak diperlukan. Untuk tumor lain dari daerah kepala dan leher, en bloc reseksi dari tumor primer mungkin memerlukan pengorbanan kelenjar tiroid. Dalam kasus tersebut, hormon tiroid bisa diganti segera setelah operasi. Radiasi Iradiasi merupakan penyebab penting dari hipotiroidisme (primer, sekunder, dan tersier). Radiasi hipotiroidisme primer disebabkan oleh kerusakan sel tiroid, penghambatan pembelahan sel, kerusakan pembuluh darah, dan mungkin sebuah fenomena kekebalan-dimediasi. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko mengembangkan hipotiroidisme primer antara dosis radiasi yang tinggi ke sekitar kelenjar tiroid, durasi sejak terapi, kurangnya perisai dari tiroid selama terapi, dan iradiasi gabungan dan perawatan bedah. Faktor-faktor lain termasuk hemithyroidectomy selama laryngectomy atau kerusakan pada suplai vaskuler tiroid selama surgery.16, 17 Kejadian hipotiroidisme setelah terapi radiasi untuk berbagai kanker dan kondisi ditabulasikan dalam Tabel 158-2.7,16-26 Hubungan antara dosis radiasi dan prevalensi hipotiroidisme yang jelas berdasarkan studi pasien dengan Hodgkin disease.19, 22 jangka panjang tindak lanjut dari pasien yang diobati dengan radioterapi dosis rendah menunjukkan ambang batas bahwa untuk menyebabkan hipotiroidisme klinis jelas adalah sekitar 10 Gy. Untuk pasien penyakit Hodgkin yang menerima> 30 Gy, risiko aktuaria hipotiroidisme adalah hingga 45% 20 tahun setelah irradiation.19 Dalam studi lain, TSH meningkat terlihat pada sekitar 60%

pasien penyakit Hodgkin yang menerima iradiasi mantel 10 hingga 18 tahun setelah treatment.27 Pasien dengan terang atau hipotiroidisme subklinis harus menerima terapi hormon tiroid pengganti. Tabel 158-2. Insiden Hypothyroidism (Termasuk Hypothyroidism Dikompensasi) setelah a. Radioterapi Tabel 158-2 Insiden Hypothyroidism (Termasuk Hypothyroidism Dikompensasi) setelah a. Radioterapi Kemoterapi Telah menyarankan bahwa imunosupresi oleh agen sitotoksik dapat mencegah perkembangan tiroiditis autoimun kronis dan hipotiroidisme berikutnya. Namun, efek perlindungan dari kemoterapi tidak dapat dibuktikan pada pasien yang menerima dosis lebih tinggi radiasi (> 30 Gy) atau jangka panjang yang selamat dari transplantasi sumsum tulang (BMT), 43% diantaranya adalah hipotiroid setelah 13 bulan follow -up period.25 Sebaliknya, diagnosis hipotiroidisme pada 14% pasien BMT yang tidak menerima total tubuh irradiation28 menunjukkan hubungan kausal antara hipotiroidisme dan dosis tinggi kemoterapi kombinasi sitotoksik. Gagasan ini juga didukung oleh penelitian yang menunjukkan peningkatan kejadian hipotiroidisme primer pada pasien yang diobati dengan rejimen obat kombinasi, beberapa with29 30 atau tanpa radiation.29, 31 l-asparaginase, selain penghambatan sintesis TBG dibahas di atas, juga dapat menghambat sintesis TSH reversibel dan menyebabkan hipotiroidisme sementara dengan penurunan levels.32 T4 bebas, 33 Disfungsi tiroid adalah efek samping yang diakui perawatan sitokin. Pengobatan dengan interleukin-2 menghasilkan disfungsi tiroid pada sekitar 20% sampai 35% dari patients.34, 35 Pasien ini memiliki hipotiroidisme, hipertiroidisme, atau hipertiroidisme diikuti oleh hypothyroidism.36 Sekitar 10% dari interferon-pasien yang diobati mengembangkan primer hypothyroidism.37, 38 Pasien dengan antibodi antitiroid sebelum terapi berada pada risiko yang lebih tinggi sitokin yang diinduksi disfungsi tiroid. Retinoid X ligan reseptor dapat digunakan dalam pengobatan keganasan tertentu. Targretin (X retinoid reseptor-ligan selektif) menyebabkan hipotiroidisme sekunder atau hipofisis pada pasien yang diobati untuk T-sel kulit lymphoma.39 Efek ini berhubungan dengan dosis, dan hipotiroidisme pusat terjadi kurang sering dengan dosis yang lebih rendah. Targretin muncul untuk menghambat transkripsi gen TSH dengan mekanisme belum ditentukan. Lymphangiography Apakah lymphangiography memberikan kontribusi untuk disfungsi tiroid adalah kontroversial. Minyak Ethiodized (Ethiodol) adalah iodida organik yang larut dalam

lemak, dan slow release dari bening 4 bulan setelah lymphangiography membawa risiko teoritis yang kelebihan iodida yang dilepaskan dapat menghambat biosintesis hormon tiroid dan sekresi, sehingga menghasilkan hipotiroidisme. Lymphangiography juga dapat meningkatkan risiko radiasi tiroid dysfunction.40 terkait risiko tampaknya menjadi tertinggi untuk pasien-pasien untuk siapa lebih dari 30 hari berlalu antara lymphangiography dan radiotherapy.22 131I-Mengandung Senyawa Penggunaan 131I untuk pengobatan kanker tiroid memerlukan tingkat TSH serum yang tinggi. Tinggi tingkat TSH dicapai baik oleh pengganti hormon tiroid pemotongan atau administrasi rekombinan TSH manusia. Penggunaan senyawa yang mengandung 131I dalam pengobatan tumor lainnya dapat menyebabkan hipotiroidisme. Misalnya, menggunakan dosis tinggi (100 sampai 1.000 mCi) [131I]metaiodobenzylguanidine untuk mengobati pheochromocytoma dioperasi dapat menyebabkan hipotiroidisme primer. Penyaringan Anak-anak yang telah menerima baik kepala dan leher atau iradiasi tengkorak harus memiliki T4 bebas dan TSH pengukuran setiap tahunnya selama 5 tahun dan setiap 2 tahun sesudahnya. Deteksi dini kadar T4 dan TSH yang abnormal akan mengizinkan intervensi medis sebelum hipotiroidisme negatif mempengaruhi perkembangan fisik dan intelektual dan pertumbuhan. Pada orang dewasa, leher iradiasi untuk pengobatan limfoma dan tumor kepala leher berbagai berhubungan dengan tingginya insiden hipotiroidisme primer. Pasien yang telah menerima iradiasi harus memiliki kadar T4 dan TSH bebas diukur setiap tahunnya selama 5 tahun, dan kemudian setiap tahun selama 10 tahun, dan selanjutnya setiap 5 tahun selama 10 tahun. Setelah hipotiroidisme didiagnosis, pasien harus menerima terapi hormon tiroid pengganti. Hipertiroidisme Tiroiditis radiasi tanpa rasa sakit dengan hyperthyroxinemia jarang terjadi setelah radioterapi sinar eksternal pada kepala dan daerah leher. Hipertiroidisme transien dapat terjadi sebagai akibat dari peradangan dan kerusakan jaringan tiroid dan biasanya diikuti oleh hipotiroidisme. Hipertiroidisme transien telah dilaporkan setelah radioterapi mantel pada pasien penyakit Hodgkin, dan terjadi biasanya dalam 18 bulan treatment.41 Penyerapan rendah radioiod di sebagian besar kasus menunjukkan diagnosis tiroiditis diam, tetapi beberapa memiliki penyakit Graves. Sebuah tinjauan 1.787 pasien dengan penyakit Hodgkin yang diobati dengan radiasi dan / atau kemoterapi menunjukkan risiko penyakit tiroid aktuaria dari 67% setelah 26 tahun follow-up.19 Risiko penyakit Graves pada pasien ini diperkirakan setidaknya 7,2 kali bahwa dalam populasi yang sehat. Ophthalmopathy mirip dengan yang di penyakit Graves telah dilaporkan dalam waktu 18 sampai 84 bulan dosis tinggi radioterapi ke leher untuk limfoma, kanker

payudara, dan nasofaring / laring kanker. Ophthalmopathy dapat terjadi tanpa hipertiroidisme dan tidak adanya antigen leukosit manusia-B8.42 Hal ini menunjukkan bahwa radiasi cedera tiroid dapat menyebabkan proses autoimun yang mirip dengan penyakit Graves. Nodul tiroid Hal ini juga diketahui bahwa radiasi dosis rendah meningkatkan risiko nodul tiroid dan kanker. Dosis tinggi terapi radiasi juga dikaitkan dengan peningkatan prevalensi tiroid nodules.43, 44 Dalam satu studi, 26 dari 95 pasien yang menerima dosis tinggi radioterapi untuk keganasan masa kanak-kanak telah teraba nodul tiroid 5-34 tahun setelah therapy.40 antara 10 pasien yang menjalani reseksi bedah, 3 telah terlokalisasi kanker tiroid papiler. Radiasi nodul tiroid sequelae umum kepala dan pengobatan kanker leher dan juga ditemukan pada pasien kanker payudara yang meliputi lapangan radiasi leher rendah. Frekuensi meningkat kelainan teraba dengan waktu setelah radiasi, tetapi tidak berhubungan dengan dosis radiasi, tingkat TSH serum, atau lymphangiography sebelumnya. Kehadiran beberapa adenoma folikular kecil dan fibrosis interstisial ditandai pada pasien ini diyakini sebagai akibat dari radiasi sebelum exposure.43-45 Karena ada probabilitas tinggi nodul tiroid pada anak-anak dan orang dewasa yang telah menerima kepala dan leher iradiasi, pemeriksaan tiroid harus dimasukkan dalam rutinitas tindak lanjut dari pasien ini. Penyimpangan tiroid harus dievaluasi oleh USG dan fine-aspirasi jarum biopsi. Gambar 158-2 menguraikan pendekatan diagnostik untuk nodul tiroid pada pasien kanker. Gambar 158-2. Pendekatan untuk pasien kanker dengan nodul tiroid. Gambar 158-2 Pendekatan untuk pasien kanker dengan nodul tiroid. Hubungan antara kanker tiroid dan paparan radiasi telah banyak diteliti dan dibahas dalam Bab 87. Kanker tiroid adalah semakin diakui sebagai komplikasi potensial tinggi dosis paparan radiasi ke tiroid, yang meningkatkan risiko kanker tiroid sekitar 3 kali lipat pada orang dewasa, 46 dan sekitar 13-kali lipat dalam children.47 Periode laten dari radioterapi untuk diagnosis kanker tiroid bisa sampai 30 tahun. Sekitar 75% sampai 90% dari radiasi kanker tiroid adalah karsinoma papiler. Radioterapi dosis tinggi (> 40 Gy) kurang sering dikaitkan dengan kanker tiroid daripada dosis rendah radiasi, mungkin karena kerusakan seluler luas yang disebabkan oleh dosis tinggi radioterapi. Pada pasien yang telah menerima dosis radiasi rendah, pertumbuhan populasi sel hidup dapat dirangsang oleh TSH. Perhatian teoritis meningkatkan pentingnya mendiagnosa dan mengobati hipotiroidisme primer subklinis, komplikasi jangka panjang yang umum dari terapi radiasi dikaitkan dengan tingkat TSH yang tinggi. Metastasis ke Tiroid yang

Dalam seri otopsi, kejadian metastasis ke kelenjar tiroid bervariasi dari 1,25% menjadi 24%. Situs tumor primer termasuk ginjal (33%), paru (16%), payudara (16%), esofagus (9%), dan rahim (7%) .48 Hipotiroidisme sekunder terhadap infiltrasi metastasis dan penggantian tiroid oleh kanker adalah sangat jarang. Tirotoksikosis juga telah dilaporkan pada pasien dengan metastasis tiroid dari lymphoma49 dan pankreas cancer.50 Dalam kasus ini, etiologi hipertiroidisme mungkin mirip dengan yang di tiroiditis subakut, dengan kehancuran folikular mengakibatkan pelepasan hormon tiroid yang tidak diatur dan thyroglobulin. Diabetes Mellitus Pergi ke: Atas Administrasi glukokortikoid (misalnya, dalam rejimen terapi kombinasi, untuk edema dari metastasis otak, untuk mencegah penolakan transplantasi, untuk graftversus-host penyakit di BMT, dan untuk mual / muntah) mungkin adalah penyebab paling umum dari diabetes mellitus di pasien kanker. Oleh karena itu, pasien yang menerima glukokortikoid harus secara berkala diperiksa untuk diabetes dengan evaluasi kadar glukosa puasa selama terapi. Pengobatan dengan streptozocin51 atau l-asparaginase52 dapat mengakibatkan kekurangan insulin diabetes mellitus. Meskipun tidak ada bukti onset diabetes melitus tertunda setelah pengobatan dengan streptozocin, tindak lanjut telah dibatasi dan jangka pendek. Untuk jangka panjang korban diperlakukan dengan streptozocin, skrining periodik untuk pengembangan tertunda diabetes mellitus dapat diindikasikan. Diabetes mellitus juga dapat berkembang sebagai konsekuensi dari pankreatitis serius sekunder untuk pengobatan dengan l-asparaginase. Immunotherapy untuk kanker menggunakan sitokin seperti interleukin-253 dan interferon-54 dapat menyebabkan toksisitas pada sel pankreas dan menyebabkan insulin-dependent diabetes. Tacrolimus, agen imunosupresif digunakan untuk mencegah graft-versushost penyakit di BMT, juga meningkatkan kejadian diabetes, mungkin oleh insulin menghambat synthesis.55 Pasien yang menerima alogenik BMT kemungkinan akan menerima baik glukokortikoid dan tacrolimus, dan terutama pada risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus.56 Pengelolaan kadar glukosa darah akan tergantung pada tingkat keparahan tingkat glukosa darah kelainan dan pada mekanisme patofisiologis yang mendasari peningkatan gula darah. Secara umum, agen antidiabetik oral tidak mungkin efektif pada pasien yang kekurangan insulin. Penyakit Tulang Metabolik Pergi ke: Atas Osteoporosis Remodeling tulang yang normal melibatkan keseimbangan antara pembentukan

tulang oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas. Terapi antineoplastik adalah racun bagi fungsi osteoblas dan penurunan pembentukan tulang. Produksi oleh tumor zat hormon aktif (misalnya, hormon paratiroid-related protein [PTHrP], lymphotoxin, interleukin-1, dan interleukin-6) dapat berkontribusi pada gambaran klinis dari keropos tulang. Dalam kebanyakan kasus, tidak jelas apakah kehilangan tulang yang disebabkan oleh terapi antineoplastik atau oleh proses penyakit yang mendasari dan efeknya (termasuk cachexia, kekurangan gizi, kalsium miskin dan asupan vitamin D, atau kombinasi dari ini). Keropos tulang menonjol pada pasien dengan gangguan yang mempengaruhi sel-sel hematopoietik, mungkin karena produksi sitokin dan hubungan intim sel hematopoietik dengan tulang pembentuk sel. Defisiensi nutrisi dan hipogonadisme pada remaja dan dewasa muda mengakibatkan massa tulang lebih rendah. Perhatian terhadap asupan kalsium yang cukup, penyelidikan dengan cepat dari disfungsi gonad pada penderita kanker, dan penggantian prompt steroid gonad (tanpa adanya kontraindikasi) hipogonadisme pada pria muda atau wanita dianjurkan untuk mengurangi risiko patah tulang masa depan. Massa tulang jangka panjang penderita kanker harus dinilai ketika pasien adalah sekitar 30 tahun, usia di mana kebanyakan orang telah mencapai tulang puncak mass.57 Jika massa tulang normal, tidak ada evaluasi lebih lanjut diperlukan luar biasa untuk rekomendasi pencegahan osteoporosis. Jika tidak normal (lebih dari 2 standar deviasi di bawah normal), pasien harus dirujuk untuk evaluasi penyebab reversibel beberapa osteoporosis. Empat kelompok pasien dewasa berada pada risiko tertentu untuk osteoporosis. Wanita dengan kanker payudara diobati dengan kemoterapi sitotoksik sering menjalani menopause58 awal dan tidak dapat menerima terapi pengganti estrogen. Massa tulang harus dinilai (misalnya, dengan dual-energi x-ray absorptiometry), dan terapi alternatif seperti bifosfonat (alendronat atau risedronate), kalsitonin, atau estrogen selektif reseptor modulator (SERM) harus dipertimbangkan, selain asupan harian dari 1200-1500 mg kalsium elemental. Pria dengan kanker prostat yang menjalani terapi antiandrogenic dan membuat hipogonadisme beresiko setara untuk pengembangan osteoporosis. Bifosfonat belum hati-hati dinilai dalam konteks ini, namun kemungkinan aman dan efektif karena mereka adalah untuk bentuk lain dari pria osteoporosis. Kelompok ketiga pada risiko keropos tulang adalah pasien dengan limfoma, myeloma, atau leukemia. Mekanisme yang umum dimiliki oleh entitas-entitas ini meliputi produksi tulang-resorbing sitokin yang disekresi oleh selsel neoplastik dan penggunaan glukokortikoid dosis tinggi dalam rejimen pengobatan. Osteoporosis pada anak dengan leukemia sering akan mundur karena anak-anak di tahun-tahun formatif perkembangan tulang, pada orang dewasa, tindakan yang lebih aktif seperti terapi bifosfonat dapat diindikasikan. Sejumlah obat dapat menginduksi osteoporosis.59, 60 Pada pasien kanker, glukokortikoid, metotreksat dan obat sitotoksik yang menyebabkan hilangnya ginjal

kalsium, magnesium atau fosfor (misalnya, platina senyawa, siklofosfamid, ifosfamid) memiliki dampak yang signifikan terhadap kepadatan tulang. Osteoporosis (umum atau lokal) yang diamati pada anak yang menerima terapi metotreksat untuk leukemia limfoblastik akut (ALL) .61 osteoporosis ini meningkatkan secara signifikan setelah penghentian terapi metotreksat. Metotreksat menyebabkan osteoporosis dengan kombinasi penurunan pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi. Banyak rejimen kombinasi untuk keganasan hematopoietik termasuk dosis tinggi glukokortikoid dan methotrexate. Kedua mempengaruhi pembentukan tulang dan resorpsi. Ada laporan bahwa pasien dengan SEMUA yang dirawat dengan nyeri tulang cisplatin atau carboplatin dikembangkan, pincang, dan patah tulang dan memiliki kepadatan mineral yang rata-rata 2,3 standar deviasi di bawah normal.62 Efek diketahui senyawa platinum pada homeostasis kalsium termasuk hypomagnesemia, hipokalsemia , dan kalsium ginjal membuang-buang. Ajuvan kemoterapi untuk kanker payudara (biasanya melibatkan 5-fluorouracil, siklofosfamid, dan doxorubicin atau metotreksat) berhubungan dengan tulang yang rendah mass.63 Hipogonadisme sekunder untuk pengobatan kanker tampaknya menjadi faktor utama pada pasien dewasa dengan osteoporosis. BMT biasanya melibatkan pengobatan dengan dosis tinggi obat sitotoksik, glukokortikoid, dan agen imunosupresif. Pada 24 pasien yang menjalani BMT, efek mendalam pada biomarker tulang adalah osteokalsin serum observed.64 ini dan tingkat fosfatase alkali, indikator pembentukan tulang, masih rendah. Ntelopeptide tingkat, menunjukkan resorpsi tulang, meningkat pada pasien selama periode 12-minggu. Titik kunci dalam pengelolaan sindrom osteoporosis pada pasien kanker adalah penggunaan pengukuran kepadatan mineral tulang untuk menilai risiko patah tulang dan untuk memonitor efek dari terapi. Pengukuran ini harus dilakukan pada awal perjalanan manajemen keganasan sehingga tindakan pencegahan yang tepat dapat dilaksanakan. Onkologi yang meresepkan obat yang mungkin untuk mengurangi massa tulang harus mempertimbangkan penggunaan aktif terapi antiresorptif (estrogen atau SERMs jika sesuai, kalsitonin, atau bifosfonat) untuk mencegah keropos tulang daripada menunggu untuk pengembangan sindrom patah tulang. Osteomalasia Osteomalacia, kondisi yang ditandai oleh matriks tulang unmineralized, merupakan komplikasi yang jarang dari kemoterapi tetapi harus dipertimbangkan pada pasien osteopenic dan mereka dengan sindrom klinis osteomalacic (tulang nyeri dan miopati proksimal). Penyebab paling umum adalah penurunan kalsium serum dan / atau konsentrasi fosfor yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi dan membuang ginjal fosfor dan kalsium. Pasien yang telah menerima agen kemoterapi yang menyebabkan hypophosphatemia, hypomagnesemia, atau hipokalsemia sangat beresiko. Investigasi tingkat serum kalsium terionisasi, fosfor, magnesium, dan metabolit vitamin D harus dimasukkan dalam evaluasi awal. Penggantian terapi

yang tepat dari vitamin dan mineral harus dilembagakan sekali kekurangan telah diidentifikasi. Faktor-faktor lain termasuk asidosis sistemik dan obat-obatan seperti antikonvulsan dan aluminum.59 Ifosfamid menyebabkan kerusakan tubulus menyebabkan ginjal membuang fosfat, hypophosphatemia, dan rickets/osteomalacia.65 Efek racun dari ifosfamid pada fungsi tubulus ginjal termasuk sindrom Fanconi pada orang dewasa dan children.66 kerusakan tubular terlihat paling umum saat ifosfamid diberikan dalam dosis 50 g/m2 atau lebih, atau bila digunakan dalam kombinasi dengan cisplatin.67 Rakhitis dilaporkan paling sering pada anak-anak. Estramustine, digunakan dalam pengobatan kanker prostat, telah dilaporkan untuk meningkatkan resorpsi tulang dan pada saat yang sama menyebabkan hipokalsemia, hypophosphatemia, dan sekunder hyperparathyroidism.68 Adrenal Penyakit Pergi ke: Atas Adrenal Metastasis Metastasis hematogen ke kelenjar adrenal adalah umum, melebihi frekuensi metastasis hematogen hanya dengan ke paru-paru, hati, dan bone.69 Otopsi telah mendokumentasikan bahwa 9% sampai 27% dari pasien yang meninggal dari penyakit ganas telah metastasis adrenal, dengan keterlibatan bilateral satu setengah sampai dua pertiga pasien dengan metastasis adrenal. Kehadiran dari metastasis adrenal dapat memiliki implikasi penting untuk perencanaan diagnostik dan terapeutik. Ketika pasien dengan kanker memiliki massa adrenal tetapi tidak ada bukti dari metastasis di tempat lain, sangat penting untuk menentukan apakah massa ini merupakan deposit metastasis atau lesi, terpisah adrenal tidak berhubungan. Kemajuan terbaru dalam teknik pencitraan telah memungkinkan identifikasi lesi adrenal antemortem sebagai bagian dari evaluasi tumor-pementasan. Lokasi dari kelenjar adrenal dalam lemak perinephric memungkinkan deteksi hampir semua kelenjar normal dan kontur-deformasi massa kurang dari 5 sampai 10 mm. Computed tomography (CT) memiliki sensitivitas 86%, spesifisitas 97%, dan akurasi dari 93% dalam mendeteksi kista adrenal masses.70 adrenal dan myelolipomas memiliki karakteristik CT penampilan. Karakteristik pada pemeriksaan CT yang menunjukkan metastasis adrenalin daripada penyakit adrenal primer meliputi heterogenitas, peningkatan kontras, bilaterality, dan ukuran lebih besar dari 3 cm.71 Dengan tidak adanya bukti lain dari penyakit metastatik, diagnosis pasti dari massa adrenal dapat menjadi informasi penting dalam menentukan terapi yang tepat untuk kanker. Evaluasi pasien yang memiliki massa adrenal ganas harus mencakup

sejarah dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan bukti dari ketidakcukupan adrenal, sindrom Cushing, kelebihan mineralokortikoid, atau pheochromocytoma. Penilaian biokimia harus mencakup tes stimulasi ACTH singkat untuk menyingkirkan kecukupan adrenal. Sebuah koleksi urin 24-jam harus diperoleh untuk mengukur kortisol bebas kemih, aldosteron, katekolamin, dan metanephrines. Pheochromocytoma harus dikecualikan, terutama jika prosedur operasi dari jenis apa pun dipikirkan. Telah dilaporkan bahwa satu-setengah dari pasien yang memiliki pheochromocytoma klinis tak terduga telah pemburukan klinis atau bahkan kematian segera setelah non-adrenalin terkait procedure.72 bedah Jika penilaian biokimia untuk pheochromocytoma adalah negatif, CT-dipandu aspirasi jarum halus harus dipertimbangkan. Prosedur ini aman pada kebanyakan pasien, 73 dan memiliki sensitivitas 70% sampai 85% dalam mendeteksi cancer.74, 75 Magnetic Resonance Imaging (MRI) mungkin dapat membantu dalam diagnosis pheochromocytoma. Fungsional skintigrafi menggunakan 131I-6-iodomethyl-19atau-kolesterol (NP-59) dapat digunakan bersama dengan CT dan MRI untuk membantu dalam diagnosis massa adrenal sepihak yang lebih besar dari 2 cm.76 penyerapan sesuai NP-59 oleh massa yang terdeteksi oleh CT atau MRI menunjukkan adanya adenoma adrenal. Serapan diskordan mungkin berhubungan dengan metastasis adrenal. Insufisiensi adrenal Meskipun prevalensi relatif tinggi infiltrasi adrenal oleh kanker yang umum, hipofungsi adrenal terbukti secara klinis jarang terjadi. Diperkirakan bahwa lebih dari 80% dari jaringan adrenal harus dihancurkan sebelum produksi kortikosteroid, dalam kondisi baik basal dan stres, adalah impaired.77, 78 Karena manifestasi klinis dari ketidakcukupan adrenal yang spesifik dan tumpang tindih temuan pada pasien kanker, indeks yang tinggi kecurigaan diperlukan untuk mendeteksi ini condition.79 diobati Para cachexia dan kelemahan terlihat pada pasien dengan insufisiensi adrenal dapat meniru membuang umum terlihat pada pasien dengan penyakit metastasis luas. Kelainan elektrolit dengan mudah dapat dijelaskan oleh asupan yang buruk, malnutrisi, efek samping agen kemoterapi, atau sindrom paraneoplastik. Insufisiensi adrenal dapat mengembangkan secara bertahap sehingga ia pergi tanpa disadari. Sekitar 20% sampai 30% dari pasien dengan metastasis adrenal bilateral akan mengembangkan insufficiency.79 adrenal Pasien-pasien ini semua harus dievaluasi dengan uji stimulasi ACTH dan harus menerima terapi glukokortikoid dan mineralokortikoid pengganti ketika ketidakcukupan adrenal dicurigai dan sampai fungsi adrenal normal didokumentasikan . Pasien yang stabil harus menerima 20 mg hidrokortison di pagi hari dan 10 mg pada sore hari. Dalam hal ketidakstabilan peredaran darah, sepsis, pembedahan darurat, atau komplikasi utama lainnya, stres glukokortikoid dosis parenteral harus diberikan (misalnya, hidrokortison 100 mg suksinat intravena setiap 8 jam).

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal primer pada pasien kanker termasuk adrenalitis autoimun, perdarahan adrenal, dan penyakit granulomatosa. Banyak pasien kanker mungkin immunocompromised. Sebagai contoh, pasien dengan leukemia atau limfoma atau pasien yang telah menjalani BMT immunocompromised. Pada pasien ini, infeksi kelenjar adrenal oleh sitomegalovirus, mikobakteri, atau jamur dapat menyebabkan insufisiensi adrenal. Insufisiensi adrenal juga dapat terjadi karena adrenalektomi bilateral. Sebagai contoh, karsinoma sel ginjal sering bermetastasis ke kedua kelenjar adrenal, dan nephrectomy radikal sering dilakukan dengan adrenalektomi kontralateral. Insufisiensi adrenal dapat menjadi obat-diinduksi. Etomidate, anestesi intravena 80 umum, dan ketokonazol, obat antijamur, baik menghambat sitokrom P450 produksi tergantung enzim dalam jalur sintetik glukokortikoid. Aminoglutethimide dan metyrapone adalah obat yang menghambat enzim dalam steroidogenesis, dan dapat menyebabkan insufisiensi adrenal bila digunakan dalam pengobatan prostat, payudara, dan kanker adrenokortikal. Mitotane, struktural terkait dengan insektisida dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT), memiliki toksisitas selektif untuk sel adrenokortikal normal dan neoplastik. Mekanisme biokimia tindakan untuk mitotane tidak jelas. Insufisiensi adrenal biasanya diamati ketika mitotane diberikan dalam dosis yang diperlukan untuk mengobati kanker adrenocortical; terapi penggantian glukokortikoid adalah wajib pada pasien tersebut. Tingkat serum protein pengikat steroid juga telah dilaporkan meningkat dua tiga kali lipat selama mitotane therapy.13 Peningkatan mengikat protein dapat menyebabkan naiknya kebutuhan harian glukokortikoid selama terapi pengganti. Suramin, baru-baru diusulkan sebagai agen antikanker berdasarkan aktivitas terhadap faktor-faktor pertumbuhan tumor, juga dapat menyebabkan insufisiensi adrenal. Ketidakcukupan adrenal sekunder karena metastasis ke hipofisis atau hipotalamus juga dapat terjadi. Penyebab paling umum dari hipofungsi adrenal sekunder, bagaimanapun, adalah terapi glukokortikoid eksogen yang menekan hipotalamushipofisis adrenal berlebihan. Sebuah kursus terapi berkepanjangan dapat menyebabkan hipotalamus-hipofisis penindasan yang berlangsung selama berbulan-bulan. Jangka pendek terapi steroid (misalnya, 1, 2, atau 4 minggu) pada pasien dengan leukemia dan limfoma menekan fungsi adrenal selama 2 sampai 4 hari pada kebanyakan pasien, dan lebih lama pada beberapa pasien. Pada pasien yang telah menerima glukokortikoid selama lebih dari 2 minggu, periode lonjong 10 sampai 14 hari harus dipertimbangkan. Hal ini terutama berlaku untuk rejimen kemoterapi yang termasuk glukokortikoid dosis tinggi seperti yang digunakan dalam pengobatan leukemia akut dan limfoma. Selain itu, pasien yang telah dirawat dalam satu tahun terakhir dengan program glukokortikoid berkepanjangan harus menerima dosis stres glukokortikoid jika komplikasi medis atau bedah akut terjadi (misalnya, demam neutropenia dengan hipotensi, typhlitis akut). Iradiasi daerah hipotalamus-hipofisis menyebabkan defisiensi ACTH dan ketidakcukupan adrenal

sekunder pada 19% sampai 42% dari patients.81 diobati ini dapat terjadi sebagai awal 2 tahun pertama setelah radioterapi, meskipun waktu rata-rata untuk terjadinya adalah 5 tahun (lihat Gambar 158-1). Beberapa pendekatan diagnostik telah digunakan untuk mengevaluasi insufisiensi adrenal sekunder, termasuk 8 basal kortisol serum pagi pengukuran dan tes dinamis dengan 1 ug sintetik ACTH (24/01), insulin diinduksi hipoglikemia, dan metyrapone. Gangguan Sekresi Hormon Pertumbuhan dan Pertumbuhan Pergi ke: Atas Anak kanker atau pengobatan yang biasa mengganggu pertumbuhan. Medulloblastoma dan SEMUA, keganasan masa kanak-kanak umum, sering diobati dengan iradiasi tengkorak atau craniospinal dan / atau kemoterapi. GH-kekurangan dan kerusakan pada pertumbuhan piring osseus adalah dua mekanisme umum retardasi pertumbuhan. Iradiasi tengkorak dapat menyebabkan disfungsi hipotalamus atau hipofisis. Hipotalamus tampaknya lebih radiosensitive daripada kelenjar hipofisis dan mungkin akan rusak oleh radiasi dosis rendah (<40 Gy). Dosis yang lebih tinggi (> 40 Gy) kemungkinan kerusakan baik Kekurangan function.82 hipotalamus dan hipofisis dari satu atau lebih hormon hipofisis berikut iradiasi area hipotalamus / hipofisis terjadi pada hampir 100% pasien 5 tahun setelah iradiasi (lihat Gambar 158-1 ). GH defisiensi adalah kekurangan yang paling sering dicatat dan sering defisiensi pertama yang muncul setelah iradiasi tengkorak. Terisolasi defisiensi GH iradiasi berikut adalah umum, dan efek yang berhubungan dengan dosis. Pada dosis yang lebih rendah (20 sampai 24 Gy), efek hanya dapat diubah pola sekresi GH dan respon di bawah normal terhadap insulin yang diinduksi hypoglycemia.83 Dengan intermediate dan dosis yang lebih tinggi, respon GH menjadi arginine terganggu, dan frekuensi dan amplitudo dari pulsatil sekresi GH decreased.84 Pada dosis sampai 30 Gy, sekresi GH abnormal dan keterbelakangan pertumbuhan yang diamati di lebih dari 35% pasien, memerlukan GH treatment.5 Selain keterbelakangan pertumbuhan yang disebabkan oleh defisiensi GH, craniospinal atau iradiasi tulang belakang untuk keganasan hematologi atau pusat tumor sistem saraf dan total-tubuh iradiasi sebelum BMT dapat menyebabkan dua efek lainnya. Pertama, iradiasi mempengaruhi pertumbuhan piring di tubuh vertebra dan panggul dan mengurangi pertumbuhan tulang belakang. Kedua iradiasi menyebabkan resistensi terhadap GH atau insulin-seperti faktor pertumbuhan. Anak yang diobati dengan kemoterapi untuk keganasan sering memiliki periode

kecepatan pertumbuhan berkurang, diikuti oleh fase "catch-up" pertumbuhan. Penyakit sistemik tampaknya menjadi komponen yang paling penting dari kelambatan pertumbuhan pada anak-anak, meskipun kemoterapi mungkin memainkan peran penting. Baik kecepatan pertumbuhan dan ketinggian lebih rendah pada anak-anak yang diobati dengan kemoterapi dosis tinggi dan untuk durasi yang lebih lama dengan kemoterapi kombinasi dibandingkan pada mereka yang menerima terapi biasa atau kurang intensif kemoterapi. Jika tidak ada pertumbuhan catch-up setelah 1,5 sampai 2 tahun, penting untuk mengecualikan defisiensi GH. Pada orang dewasa, defisiensi GH diduga menyebabkan tulang menurun dan massa otot, kapasitas latihan yang lebih rendah, jaringan adiposa meningkat, kelelahan, rasa miskin kesejahteraan, fungsi miokard terganggu, dan peningkatan risiko kardiovaskular. GH pengganti dapat diindikasikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan rasa kesejahteraan, 85 tetapi keprihatinan atas IGF-1-induced reaktivasi penyakit ganas harus menjadi faktor dalam keputusan tersebut. Gangguan elektrolit / Mineral Metabolisme Pergi ke: Atas Hiponatremia Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH) ditandai dengan hiponatremia. Osmolalitas serum rendah dan osmolalitas urin yang tinggi tidak tepat dalam ketiadaan diuretik, gagal jantung, sirosis, insufisiensi adrenal, dan hipotiroidisme yang diperlukan untuk diagnosis ini. Pada pasien kanker, SIADH mungkin disebabkan oleh vasopresin disekresi oleh tumor (misalnya, sampai dengan 15% dari kecil sel kanker paru-paru), rangsangan sekresi yang abnormal (misalnya, infeksi, ventilasi tekanan intratoraks positif), atau sitotoksisitas mempengaruhi neuron paraventrikular dan supraoptik . Hal ini juga mungkin bahwa kemoterapi-diinduksi lisis vasopressin yang mengandung sel-sel kanker menyebabkan atau memperburuk SIADH. Diinduksi obat ginjal membuang garam atau tumor yang diinduksi buang garam (dimediasi oleh peptida atrial natriuretic) 86 juga dapat menyebabkan hiponatremia, hypoosmolality, natrium urin tinggi, dan osmolalitas urin. SIADH ini-seperti sindrom sulit untuk membedakan dari SIADH ketika tanda-tanda dan gejala deplesi volume cairan halus atau tidak ada. Meskipun demikian, ada laporan yang meyakinkan bahwa memberikan bukti dari kemoterapiinduksi kerusakan hipotalamus atau hipofisis dalam konteks SIADH. Setidaknya ada tujuh laporan bergaul dengan SIADH vincristine, dan beberapa dokumen laporan tidak tepat kadar serum tinggi vasopressin.87 Bukti lebih lanjut dari efek obatinduced adalah terulangnya SIADH selama terapi berikutnya dengan vincristine.88 Vinblastine juga telah dilaporkan menyebabkan hiponatremia berat dan SIADH.87 Mekanisme dugaan vinca alkaloid yang diinduksi SIADH adalah paraventrikular atau

supraoptik mikrotubular kerusakan sel. Mekanisme lain yang mungkin untuk hiponatremia, yang diidentifikasi pada hewan pengerat diobati dengan vincristine, adalah pencernaan natrium dan air menyebabkan hilangnya vasopresin yang tepat secretion.89 Terapi siklofosfamid telah dikaitkan dengan hiponatremia dan SIADH. Temuan otopsi dalam kasus hiponatremia yang fatal disebabkan oleh siklofosfamid (1.800 mg/m2) menunjukkan siklofosfamid yang secara langsung mempengaruhi hypothalamus.90 Temuan-temuan termasuk nekrosis infundibular, penurunan sekresi intraaxonal butiran, dan penipisan vasopresin hipofisis posterior. Pasien yang diobati dengan dosis yang lebih rendah dari siklofosfamid juga mengembangkan hiponatremia, hypotonicity, hypertonicity kemih, dan meningkatkan kadar plasma vasopresin. Kerusakan pada tubulus ginjal dan cacat menghasilkan garam dan transportasi air dapat menjadi penyebab utama dari hiponatremia berhubungan dengan dosis rendah therapy.91 siklofosfamid Ada banyak laporan yang diinduksi cisplatin hiponatremia yang disebabkan oleh garam ginjal wasting.92 Beberapa laporan mengklaim bahwa cisplatin menyebabkan SIADH. Mekanisme diinduksi cisplatin hiponatremia tidak jelas, tetapi telah menyarankan bahwa efek toksik ginjal cisplatin (yaitu, penurunan konten terlarut papiler, dan osmolaritas urin maksimal) adalah faktor utama, daripada efek langsung dari cisplatin pada sekresi vasopresin. Dalam sebagian besar pasien yang memiliki tingkat vasopressin tinggi, tingkat vasopresin menjadi ditekan setelah koreksi hypovolemia.93 Oleh karena itu, stimulus untuk rilis vasopresin pada pasien ini mungkin disebabkan oleh hipovolemia membuang garam ginjal. Gambar 158-3 menguraikan algoritma untuk evaluasi dan pengobatan hiponatremia. Gambar 158-3. Pendekatan untuk mendiagnosis hiponatremia pada pasien kanker. Gambar 158-3 Pendekatan untuk mendiagnosis hiponatremia pada pasien kanker. Hipernatremia Hipernatremia sekunder ke pusat diabetes insipidus sering terjadi sebagai komplikasi bedah saraf atau perusakan oleh tumor hipofisis anterior atau inti hipotalamus terkait. Diabetes insipidus nefrogenik dapat hasil dari efek ifosfamid atau streptozocin pada reabsorpsi tubular air. Ifosfamid memiliki efek nefrotoksik yang luas, meskipun kerusakan tubulus mendominasi. Cacat tabung distal berkembang di sekitar setengah dari pasien yang diobati dengan ifosfamid. Namun, jujur diabetes insipidus nefrogenik menyebabkan hipernatremia tidak common.94 Streptozocin juga nefrotoksik. Selain menyebabkan glomerulus dan cacat tabung, yang menyebabkan proteinuria dan sindrom Fanconi, streptozocin terapi telah dilaporkan menyebabkan diabetes nephrogenic insipidus.95 Hipokalsemia

Hypocalcemia mungkin salah satu fitur dari sindrom lisis tumor, yang dibahas dalam Bab 161. Hypocalcemia juga dapat disebabkan oleh hipoparatiroidisme utama setelah prosedur bedah di leher yang dikorbankan atau rusak kelenjar paratiroid (misalnya, laryngectomy total, tiroidektomi total). Hypocalcemia juga merupakan komplikasi umum dari chemotherapy.87 hypocalcemia telah dilaporkan pada 6% sampai 20% dari pasien yang diobati cisplatin. Efek dari cisplatin pada fungsi tubulus ginjal, metabolisme magnesium, resorpsi tulang, dan vitamin D dapat menjelaskan metabolisme hypocalcemia tersebut. Hypomagnesemia dapat menyebabkan penurunan sekresi hormon paratiroid dan pengurangan dalam memobilisasi kalsium efek hormon paratiroid. Hypomagnesemia juga menghambat pembentukan 1,25-dihidroksi vitamin D3 (1,25-dihydroxycholecalciferol). Cisplatin dapat menghambat fungsi mitokondria di dalam ginjal dan dengan demikian menghambat konversi 25-hydroxycholecalciferol untuk 1,25-dihidroksi kolekalsiferol. Selain itu, cisplatin mungkin memiliki efek penghambatan langsung pada resorpsi tulang. Terapi carboplatin, mirip dengan terapi cisplatin, terkait dengan kejadian 16% sampai 31% dari hipokalsemia. Plicamycin (mithramycin) adalah antitumor antibiotik yang menghambat asam deoksiribonukleat (DNA)bergantung asam ribonukleat (RNA) polimerase. Obat ini memiliki efek besar pada metabolisme kalsium. Pada dosis 25 mg / kg, yang berada di bawah dosis yang dibutuhkan untuk efek antineoplastik, menghambat resorpsi tulang dan menurunkan konsentrasi kalsium dalam serum dalam waktu 24 sampai 48 jam Plicamycin menghambat basal dan hormon tiroid-fungsi osteoklas dirangsang oleh suatu mekanisme yang jelas. Efek pada fungsi osteoklas plicamycin telah membuat plicamycin berguna untuk mengobati penyakit Paget dari tulang dan osteoklasdimediasi hypercalcemia terkait dengan keganasan. Efek hypocalcemic dari plicamycin, serta hati dan toksisitas ginjal, telah membatasi kegunaannya sebagai agen antikanker. Dactinomycin antitumor antibiotik lain yang menghalangi DNARNA sintesis diarahkan, menyebabkan hypocalcemia pada hewan. Dactinomycin juga menghapuskan efek kalsium memobilisasi hormon tiroid, mungkin dengan mengganggu osteoklas-dimediasi resorpsi tulang. Hypomagnesemia asimtomatik, hipokalsemia, dan hipoparatiroidisme juga telah dilaporkan pada pasien yang diobati dengan kombinasi doxorubicin dan sitarabin. Hypercalcemia Insiden hiperkalsemia pada pasien kanker adalah sekitar 1% .96 Hypercalcemia pada pasien kanker adalah tanda prognosis yang buruk terkait dengan kelangsungan hidup singkat. Sindrom paraneoplastic dari hiperkalsemia keganasan dibahas di bawah kemoterapi Tidak ada telah diidentifikasi sebagai penyebab hiperkalsemia "Syndromes paraneoplastic endokrin ('ektopik' Produksi hormon).". Namun, ada hubungan yang jelas antara dosis rendah (biasanya 2-7,5 Gy) eksternal iradiasi sinar kepala dan daerah leher dan pengembangan selanjutnya dari hiperparatiroidisme primer. Ada 2,5 sampai 3 kali lipat dalam kejadian hiperparatiroidisme primer setelah iradiasi dosis rendah dari neck.97 antara pasien yang mengembangkan hiperparatiroidisme primer, 14% sampai 30% memiliki

eksposur sebelum radiasi. Interval dari iradiasi untuk pengembangan berkisar hiperparatiroidisme 29-47 tahun. Sebuah asosiasi dari hiperparatiroidisme dan paparan radiasi dari pengobatan yodium radioaktif juga telah reported.98 kanker tiroid serentak terlihat di lebih dari 30% pasien dengan radiasi hyperparathyroidism.97 Hypomagnesemia Cisplatin menyebabkan perubahan morfologi dan nekrosis di tubulus proksimal, sebuah situs penting dari reabsorpsi magnesium. Hypomagnesemia terjadi pada hampir 90% dari pasien yang diobati dengan cisplatin, 99 dan sekitar 10% memiliki gejala kelemahan otot, tremor, dan pusing. Hidrasi yang kuat dan penggunaan diuretik osmotik seperti manitol dapat mencegah gagal ginjal, namun memiliki pengaruh yang kecil pada ginjal membuang-buang magnesium. Hypomagnesemia dapat bertahan lama setelah penghentian terapi cisplatin. Tidak ada seri besar dalam literatur menyikapi kejadian hypomagnesemia, tetapi informasi dari produsen menunjukkan bahwa 60% dari mereka cisplatin mengambil mungkin akan terpengaruh. Hypomagnesemia juga terjadi pada pasien yang menerima siklofosfamid dan carboplatin. Gangguan Metabolisme Lipid Pergi ke: Atas Kelainan lipid jangka pendek yang disebabkan oleh terapi kanker umumnya signifikansi klinis kecil. Namun, kelainan utama dapat mengakibatkan komplikasi akut. Interferon dan vitamin A derivatif dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam trigliserida yang dapat menyebabkan pankreatitis. Interferon menyebabkan hipertrigliseridemia oleh hati meningkat dan asam lemak perifer production100 dan pengobatan hati trigliserida menekan lipase.101 jangka panjang dengan interferon-2 hipertrigliseridemia menyebabkan pada sekitar sepertiga pasien, yang sebagian besar memiliki kelainan sebelumnya lipid dalam darah. Kadar trigliserida serum lebih dari 1.000 mg / dL tidak biasa. Dalam sebuah laporan kasus, efek terapi diet dan gemfibrozil diamati di hadapan interferon- terus asam therapy.102 All-trans-retinoic (tretinoin) dan turunan lainnya, misalnya, asam 13cis-retinoic (isotretinoin) , telah digunakan dalam pengobatan beberapa keganasan, terutama kepala dan leher kanker dan leukemia promyelocytic akut. Efek pada metabolisme lipid baik ditandai, meskipun mekanisme pengembangan kelainan lipid kurang jelas. Kelainan ini termasuk yang disebabkan oleh peningkatan hipertrigliseridemia sangat-low density lipoprotein tingkat, dan hiperkolesterolemia disebabkan oleh peningkatan low-density lipoprotein tingkat. Retinoid-diinduksi hipertrigliseridemia telah dilaporkan menyebabkan stroke103 dan pancreatitis.104 Hiperlipidemia terkait dengan terapi retinoid telah diobati dengan gemfibrozil atau minyak ikan. Disfungsi Seksual

Pergi ke: Atas Radiasi pengobatan untuk kepala dapat menyebabkan spektrum yang luas dari hipotalamus-hipofisis kelainan (lihat Gambar 158-1). Resultan tiroid, GH, atau kekurangan adrenal secara tidak langsung dapat mempengaruhi fungsi reproduksi. Fungsi seksual secara langsung dipengaruhi oleh hiperprolaktinemia atau kekurangan gonadotropin, umumnya diamati pada pasien yang diobati dengan kurang dari 40 Gy radiasi kranial. Hiperprolaktinemia terjadi umumnya (sampai 50% kejadian dalam waktu 2 tahun) kepala berikut dan iradiasi leher dengan eksposur hipotalamus-hipofisis radiasi ratarata 50-57 Gy.7 kerusakan Radiasi ke hipotalamus yang menyebabkan hilangnya penghambatan sekresi normal prolaktin mekanisme diusulkan hiperprolaktinemia. Hiperprolaktinemia menghambat sekresi gonadotropin oleh hipofisis dan mengurangi respon dari pituitary untuk gonadotropin-releasing hormone, sehingga menyebabkan hipogonadisme sekunder. Terapi dopaminergik bisa membalikkan proses ini, dan mungkin masuk akal untuk melanjutkan dengan percobaan therapeutic jika lain fungsi hipofisis anterior adalah normal. Kekurangan gonadotropin terjadi umumnya (sampai 61%) pada pasien yang diobati dengan iradiasi untuk otak tumors.81 Pada anak-anak, pubertas tertunda, menarche tidak ada, dan perkembangan seksual yang tidak memadai merupakan masalah yang signifikan terkait dengan defisiensi gonadotropin. Pada orang dewasa, kekurangan gonadotropin dapat menyebabkan kekurangan hormon seks dan disfungsi seksual. Kekurangan hormon seks bisa mengubah libido dan mempengaruhi tulang dan metabolisme lipid. Disfungsi seksual dan impotensi perlu dievaluasi dan tepat diobati. Gambar 158-4 menguraikan algoritma diagnostik untuk evaluasi disfungsi seksual. Gambar 158-4. Pendekatan untuk mengevaluasi pasien kanker dengan disfungsi seksual. Gambar 158-4 Pendekatan untuk mengevaluasi pasien kanker dengan disfungsi seksual. Awal pubertas prekoks atau bahkan telah dilaporkan pada pasien yang diobati dengan kemoterapi gabungan dan iradiasi tengkorak untuk ALL105 atau iradiasi tengkorak untuk otak tumor.106 Fenomena ini terjadi lebih sering pada pasien wanita. Defisiensi GH bersamaan sering dicatat, meskipun perannya dalam pengembangan pubertas prekoks tidak jelas. Kombinasi pubertas prekoks dan defisiensi GH dapat menyebabkan gambaran klinis yang membingungkan perkembangan seksual dengan perawakan pendek. Diagnosis dan intervensi yang tepat tergantung pada kesadaran dari sindrom klinis.

Komplikasi gonad telah dibahas pada Bab 154, dan disfungsi gonad yang disebabkan oleh terapi antikanker telah banyak reviewed.87, agen kemoterapi sitotoksik 107 dan paparan radiasi langsung adalah penyebab umum dari ketidaksuburan atau hipogonadisme pada penderita kanker. Dengan kesepakatan dengan penerbit, buku ini dapat diakses oleh fitur pencarian, tetapi tidak dapat diakses.

Anda mungkin juga menyukai