DNA fingerprinting merupakan metode baru yang paling efektif yang digunakan dalam ilmu forensik di Indonesia. DNA fingerprinting mulai diketahui banyak orang setelah digunakan untuk identifikasi korban-korban dari pengeboman yang pernah terjadi di Indonesia. Penggunaan DNA fingerprinting masih terbilang sangat terbatas di Indonesia apabila dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal tersebut dikarenakan anggaran yang diperlukan untuk penerapan metode ini sangat besar dan SDM forensik itu sendiri masih sangat terbatas. Metode DNA fingerprint memberikan keakuratan hasil hampir 100% dibandingkan metode yang telah sering dipakai sebelumnya seperti proses biometri, yaitu identifikasi menggunakan sidik jari, retina mata, susunan gigi, bentuk tengkorak kepala serta bagian tubuh lainnya.
DNA Fingerprinting
Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah salah satu jenis asam nukleat. Asam nukleat merupakan senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA fingerprinting (penetapan sidik jari DNA) biasa juga disebut dengan DNA profiling (penetapan profil DNA). DNA fingerprinting merupakan aplikasi dari hasil penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. Dalam kasus-kasus kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada barang bukti apa yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok. Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang dapat dilacak. Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan jika di TKP ditemukan
satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut karena diketahui bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar rambut terdapat DNA inti sel. Bagianbagian tubuh lainnya yang dapat diperiksa selain epitel bibir, sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan kuku.
4.
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta.
5.
Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint dengan pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan). Kegunaan-kegunaan utama dari DNA fingerprinting dalam kaitannya dengan kejahatan misalnya membandingkan profil tersangka dengan sampel dari tempat kejadian perkara. DNA fingerprinting juga berpotensi untuk digunakan dalam penyelidikan kejahatan lewat pengumpulan basis-data seperti yang selama ini dilakukan pada sidik jari. Jika basis data ini telah selesai, penelurusan basis data akan dapat menjawab pertanyaan seperti: apakah tersangka dalam kejahatan ini cocok dengan tersangka pada kejahatan terdahulu?
Daftar Pustaka
Hart, H., Craine, L. E., Hart, D. J., 2003, Kimia Organik edisi kesebelas, Erlangga, Jakarta. Putra, S. E., 2007, DNA fingerprint, Metode Analisis Kejahatan pada Forensik (online), (http: //www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/dna_fingerprint_metode_analisis_kejahatan _pada_forensik/, diakses pada tanggal 16 Januari 2011 pukul 10.00 WIB).