Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEFINISI Pankreatitis kronik merupakan proses inflamasi pankreas yang progresif dan menyebabkan kerusakan parenkim pankreas yang irreversibel berupa fibrosis serta mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin [1]. b. EPIDEMIOLOGI Insidens pankreatitis kronik di nega maju dan industry adalah sekitar 4-6 per 100.000 penduduk per tahun. Prevalensi penyakit ini adalah 25-30 per 100.000 penduduk dewasa [2]. Insidens dan prevalensi ini meningkat dari tahun ke tahun. c. ETIOLOGI Etiologi pankreatitis kronik termasuklah : - Pankreatitits kronik karena alkohol (75%). - Pankreatitis tropikal kronik (ditemukan banyak di negara berkembang terutama negara tropis akibat asupan protein dan mineral yang kurang. ) - Idiopatik (25%) - Herediter (1%) - Merokok [3] d. PATOGENESIS Terjadinya pankreatitis kronik karena : - Defisiensi lithostatin Protein lithostatin disekresi oleh pankreas dan bertujuan untuk mempertahankan kalsium dalam cairan pankreas. Defisiensi lithostatin akan menyebabkan pembentukan presipitat protein. - Penyebab nyeri Peningkatan tekanan pada sistem saluran pankreas, tegangan kapsul dan inflamasi perineural berperan terhadap nyeri pada pankreatitis kronik. - Alkohol Konsumsi alkohol yang kronis akan menimbulkan presipitasi protein dan kalsifikasi intraduktal pankreas yang kemudian menimbulkan kerusakan sel asinar
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi
Page 1
pankreas dan stagnasi (hambatan sekresi serta inflamasi/fibrosis). Stagnasi sekresi pankreas menimbulkan dilatasi duktus pankreatikus. Infalmasi/fibrosis pankreas akan menimbulkan kerusakan sel islet pankreas yang kemudian menimbulkan insuffisiensi endokrin pankreas. Kerusakan sel asinar pancreas akan menimbulkan insufisiensi eksokrin pankreas secara langsung melalui nekrosis fokal. Nekrosis fokal juga dapat menyebabkan terbentuknya pseudokista. e. GAMBARAN KLINIS Pasien dengan pankreatitis kronik biasanya datang dengan keluhan yang mirip dengan pankreatitis akut namun pada pankreatitis kronik nyeri bersifat intermitten [4]. Insidens pankreatitis kronis ditandai oleh serangan nyeri hebat di daerah abdomen bagian kiri atas dan tengah serta menjalar ke punggung, disertai muntah. Nyeri perut biasanya naik turun dan timbul intermitten serta tidak hilang dengan pemberian antasida sehingga mengganggu kualitas hidup pasien dan menurut Mullady D.K. et al kualitas nyeri tidak dipengaruhi oleh konsumsi alkohol [5]. Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronis. Biasanya disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorbsi mengakibatkan proses pencernaan bahan makanan khususnya protein dan lemak akan terganggu. Defekasi menjadi lebih sering dan feces menjadi berbuih (steatore) akibat gangguan pencernaan lemak [2,4]. Terjadi juga distensi dan kembung akibat dari pembentukan gas yang banyak sebelum terjadinya diare. Ikterus dapat timbul akibat dari stenosis saluran bilier pada fase eksaserbasi akut pankreatitis kronik. Ikterus akan menghilang secara spontan bila infalamasi menghilang. Trias klasik pankreatitis kronik adalah kalsifikasi pankreas, steatore dan diabetes mellitus tetapi trias ini hanya boleh didapatkan hanya pada 1/3 penderita pankreatitis kronik [4].
Page 2
f.
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Pemeriksaan Laboratorium i. Pemeriksaan darah Serum amylase dan lipase dapat meningkat 2x batas normal dan tidak melebihi 3x batas normal pada pankreatitis kronik dibanding pankreatitis akut atau pankreatitis rekuren [4]. Pada stadium lanjut pankreatitis kronik, atrofi parenkim pankreas menyebabkan enzim amylase dan lipase dalam batas normal karena fibrosis pada pankreas yang berdampak pada konsentrasi enzim-enzim ini dalam pankreas [2]. ii. Pemeriksaan analisis lemak tinja Steatorea, dapat dinilai secara kualitatif dengan pewarnaan Sudan . Untuk menyingkir penyebab lain dari steatorea, pemeriksaan kuantitatif ekskresi lemak tinja dilakukan untuk melihat adanya insufisiensi eksokrin pankreas. Pemeriksaan dilakukan dalam 24 jam setelah pasien memperoleh diet lemak 100g. Tes biasanya dilakukan selama 72 jam, dengan ekskresi lebih dari 7 g lemak per hari dianggap diagnostik untuk malabsorpsi. Pasien dengan steatorea sering mengeluarkan lebih dari 20 g lemak per hari. Tes Fungsi Pankreas Tes fungsi pankreas (PFTs) dapat membantu dalam mendiagnosis pasien yang mengalami sakit perut berulang tetapi memiliki hasil pencitraan dan laboratorium yang normal. Tes fungsi pankreas bisa dilakukan indirek (sederhana dan non-invasif) atau direk (invasif). Indirek tes mengukur konsekuensi dari insufisiensi pankreas. Tes ini lebih banyak dilakukan dari PFTs direk, yang dilakukan hanya di beberapa pusat khusus. Pada PFTs direk, pankreas dirangsang melalui pemberian makanan atau sekretagog hormon.
iii.
Page 3
Tak lama kemudian, cairan duodenum dikumpulkan dan dianalisis untuk mengukur isi sekretori pankreas normal. Masalah utama dengan beberapa tes direk adalah sensitivitas rendah, terutama pada penyakit ringan. Hasil PFTs negatif, tidak boleh mengenyampingkan diagnosis pankreatitis kronik. Uji direk minimal invasif fungsi eksokrin pankreas yang lain adalah uji pancreolauryl (PLT), dengan menelan senyawa fluorescein dilaurate, sebuah substrat untuk enzim pankreas kolesterol esterase, waktu sarapan pagi. Fluorescein kemudian diserap dari usus dan dikeluarkan dalam urin.Pemecahan Enzimatik dari hasil substrat menghasilkan pelepasan fluorescein sebanding dengan aktifitas kolesterol esterase. Pengukuran fluorescein dari serum atau dari koleksi urin 24 jam memungkinkan untuk estimasi secara kuantitatif fungsi eksokrin pankreas.Studi telah mencatat bahwa sensitivitas PLT berkisar dari 85% untuk insufisiensi pankreas berat sampai dengan 50% untuk insufisiensi yang ringan. Dua hormon digunakan untuk merangsang sekresi pankreas, cholecystokinin (CCK) dan secretin. Tes CCK mengukur kemampuan sel asinar pankreas untuk mengeluarkan enzim pencernaan, sedangkan Secretin Tes untuk mengukur kemampuan sel duktus pankreas menghasilkan bikarbonat. Meskipun insufisiensi pankreas tingkat lanjut melibatkan kelainan asinar maupun sekresi duktus, tidak diketahui hormon mana lebih sensitif pada penurunan fungsi pankreas awal. Dari semua PFTs tersedia, uji secretin stimulasi mungkin yang paling banyak dipelajari dan dengan demikian merupakan standar acuan untuk PFTs langsung. Pemeriksaan Radiologi i. Foto polos abdomen Foto rontgen memperlihatkan kalsifikasi pankreas pada 25 59 % pasien yang merupakan
Page 4
patognomonik pada pankreatitis kronik. Kalsifikasi primer muncul pada kalkuli intraduktal baik pada duktus pankreatikus mayor maupun minor.Kalsifikasi ini paling sering ditemukan pada pankreatitis alkohol tetapi juga terlihat pada bentuk herediter dan tropis. ii. Pemeriksaan barium Pada traktus gastrointestinal dapat memberikan informasi yang penting pada penanganan pasien pankreatitis kronik. Keterlibatan esophagus dan obstruksi biasanya disebabkabkan oleh ekstensi mediastinal oleh pseudokista. Pembesaran pankreas dapat menekan gaster. Varises gaster sebagai dampak sekunder thrombosis vena splenika dapat memberikan gambaran yang sama. iii. Ultrasonografi Digunakan sebagai modalitas awal pada pasien dengan gambaran nyeri perut atas, dapat menentukan penyebab pankreatitis kronik ( penyakit hati alkoholik, penyakit kalkuli) dan menilai komplikasi penyakit (mis. pseudokista, ascites, obstruksi vena portal/splenika) iv. CT Scan CT sangat baik untuk pencitraan retroperitoneum, dan bermanfaat membedakan pankreatitis kronik dengan karsinoma pankreas. Perubahan yang dapat ditampilkan pada CT Scan berupa dilatasi duktus pankreatikus mayor, kalsifikasi, perubahan ukuran, bentuk, dan kontur, pseudokista, dan perubahan pada duktus bilier.CT Scan lebih sensitif dibandingkan foto polos dan ultrasonografi dalam pencitraan kalsifikasi.Tetapi kelemahannya, tidak bisa mendeteksi perubahan awal pankreatitis kronis dan menentukan tingkat kelainan duktus. v. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Bahan Kuliah Gastroenterohepatologi
Page 5
ERCP merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk pankreatitis kronik walaupun invasif dan dapat menyebabkan episode akut pankreatitis dan ascending cholangitis. Kegunaan terpenting ERCP adalah untuk menilai kelainan stuktur seperti stenosis saluran, batu, dan kista.ERCP hanya digunakan untuk diagnostic karena komplikasi yang di timbulkannya. vi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI khususnya MR cholangiopancreatography (MRCP), adalah suatu teknik noninvasif. MRCP memberikan karakteristik gambaran kelainan pada duktus pankreatikus dan obstruksi yang disebabkan pankreatitis kronik seperti kolelitiasis, serta mengevaluasi kelainan parenkim. vii. EUS (Endoskopi Ultrasonografi ) EUS merupakan pemeriksaan pilihan jika pankreatitis kronik di duga tapi tidak terbukti. EUS memiliki peran diagnostik penting karena sangat sensitif dalam mendeteksi perubahan patologi awal pankreatitis kronik. Diagnosis EUS CP didasarkan pada morfologi saluran dan parenkim. EUS-dipandu-jarum halus sitologi aspirasi berguna bagi diagnosis pankreatitis kronis dan juga untuk membantu mengeluarkan kanker pankreas, meskipun mungkin sulit untuk mendapatkan sampel yang baik dari kelenjar yang sakit.Yang bisa dinilai dari EUS yaitu fitur parenkim (kelenjar atrofi, fokus hyperechoic, kista terdampar, hyperechoic, Lobu-larity) dan fitur duktal (penyempitan, dilatasi, ketidakteraturan, bate, dilate si sidebranch, dinding hyperechoic). g. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Page 6
h. PENATALAKSANAAN Tujuan terapi pankreatitis kronik adalah untuk mengurangi nyeri perut dan mencegah atau mengobati insuffisiensi eksokrin dan endokrin pankreas. Terapi terdiri daripada terapi on farmakologik, farmakologik, endoskopi operatif dan pembedahan. Terapi non farmakologik terdiri dari: - Perbaikan keadaan umum. Pasien dirawat bila lemah. - Konsumsi alkohol dihentikan - Diet rendah lemak, diet kecil tapi sering dan menghindari makanan yang tidak dapt ditoleransi pasien. Pada steatora diberikan makanan yang mengandung Mediumchain Triglyserides (MCT). Bila pasien diabetes, diberikan diet diabetes dengan jumlah kalori 25-30 kalori/kgBB/hari [2]. - Edukasi pasien tentang penyakitnya yang kronis dan akan mengganggu kualitas hidup. Penatalaksanaan farmakologik pada pasien pankreatitis kronik bertujuan untuk mengatasi dua masalah utama yaitu nyeri dan gangguan pencernaan [4]. Terapi nyeri perut pada pankreatitis kronik sama dengan terapi nyeri pada pankreatitis akut dan pada penatalaksanaan gangguan pencernaan diberikan terapi pengganti hormone pankreas [4]. Penatalaksanaan farmakologik terdiri dari: - Terapi nyeri perut. i. Diberikan obat analgetik, enzim pankreas (pankreoflat, creon, tripanzim, dll) [2]. Namun, menurut Obideen [6], pemberian octreotide 200 mcg tid secara subkutan yang menekan sekresi hormone eksokrin pankreas dapat mengurangkan nyeri pada 66% pasien pankreatitis kronik. ii. Pada nyeri perut ringan : diberikan obat analgetik bekerja perifer (asam asetil salisilat sampai 4 x 0,51,0 g, atau metamizole sampai 4 x 0,5-1,0 g) dan
Page 7
iii. iv.
spasmolitik (N-butylscopolamine suppositoria sampai 5 x 10mg) Pada nyeri perut sedang : kombinasi analgetik kerja perifer dengan analgetik kerja sentral (tramadol oral atau suppositoria sampai 400mg/hari) Pada nyeri perut berat : kombinasi analgetik kerja perifer dan analgetik kerja sentral dengan antidepresan (buprenorphine oral sampai 4 x 2 tablet atau sublingual 4 x 0,2mg) [2] namun antidepresan yang disarankan Obideen [6] adalah amitriptilin 75-150mg/hari.
Terapi insufisiensi eksokrin pankreas i. Indikasi pemberian suplementasi enzim pankreas apabila didapatkan penurunan berat badan, steatorea dan gas usus berlebihan. Enzim pankreas yang dipilih mengandung lipase tinggi, dilindungi terhadap sekresi asam lambung (enteric coated), cepat dilepas pada usus halus atas dan tidak dicampur asam empedu. Enzim pankreas juga dapat menjadi terapi untuk malabsorbsi cobalamin (vitamin B12) yang terjadi pada 40% penderita pankreatitis kronik [4]. Juga diberikan suplementasi vitamin larut lemak A,D,E,K pada steatorea berat dan vitamin B pada kasus defisiensi vitamin B pada alkohol kronik. Terapi insufisiensi endokrin pankreas i. Diberikan insulin, obat oral antidiabetik hanya efektif sementara (transien). Insulin diberikan pada pasien dengan penurunan berat badan cepat dengan IMT <19, hiperglikemia berat dengan ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal pengobatan dengan obat hiperglikemi oral (OHO) dosis maksimal, atau pada stres berat (infeksi sistemik, stroke, dll) [7]. Dosis insulin disesuaikan dengan kadar glukosa darah pasien berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah
Page 8
ii.
harian. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai [7]. Penatalaksanaan endoskopi operatif dan pembedahan dilakukan apabila pasien memerlukan drainase atau reseksi pankreas untuk menghilangkan nyeri perut dan komplikasinya. Endoskopi operatif untuk pankreatitis kornik termasuk pemasangan stent pada stenosis duktus pankreas, penghancuran batu duktus pankreas, dan drainase perendoskopik dari pseudokista. Pada trombosis vena lienalis dan perdarahan akibat varices fundus dapat dilakukan tindakan penyuntikan histoacryl, dan splenektomi [2].
i.
KOMPLIKASI Komplikasi pankreatitis kronik termasuklah: - Pseudokista Berupa rongga intrapankreatik atau parapankreatik tanpa dinding epitel pembatas yang berhubungan dengan sistem duktus pankreatikus. - Tukak duodenum Timbul akibat hipersekresi relatif dari asam lambung karena berkurangnya sekresi bikarbonat dari pankreas. - Keganasan/kanker pankreas Pankreatitis kronik merupakan suatu keadaan prekanker dimana resiko kanker pankreas dan ekstra pankreas meningkat. PROGNOSIS Penyebab kematian utama pankreatitis kronik adalah penyakit kardiovaskular dan kanker.
j.
Page 9
DAFTAR PUSTAKA 1. Etemad D, Whitcomb DC. Chronic pancreatitis: Diagnosis, classification, and new genetic developments. Gastroenterology 2001;120:682-707. 2. Simadibrata M. Pankreatitis kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. hlm. 598-601. 3. Tolstrup JS, Becker U. Smoking and risk of acute and chronic pancreatitis among men and women. Arch Intern Med 2009;169:603-09. 4. Greenberger NJ, Toskes PP. Acute and chronic pancreatitis. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi 16. USA: McGraw-Hill Inc; 2005.hlm. 1895-1906. 5. Mullady DK, Yadav D, Amann ST, OConnell MR, Barmada MM, Elta GH et al. Type of pain, pain-associated complications, quality of life, disability and resource utilisation in chronic pancreatitis: a prospective cohort study. Gut 2011;60:77-84. 6. Obideen K. Chronic pancreatitis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/181554medication#showall, pada Agustus 2011. 7. Budiartha AAG, editor. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2; 2006; Jakarta, Indonesia.
Page 10