Anda di halaman 1dari 14

MENINGITIS PURULENTA

PENDAHULUAN Meningitis bakterialis(purulenta) adalah suatu peradangan selaput otak yang disebabkan oleh bakteri patogen. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi(2). Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan risiko morbiditas kronis yang tinggi. Insiden meningitis bakteri cukup tinggi sehingga penyakit ini harus dimasukkan pada diagnosis banding bayi demam yang memperagakan status mental berubah, iritabilitas atau bukti adanya disfungsi neurologis lain(1).

ETIOLOGI Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, streptokokus grup B, basili enterik gram-negatif, dan Listeria monocytogeneses). Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan sampai 12 tahun biasanya karena H. infulenzae tipe b, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Perubahan pertahanan hospes karena cacat anatomik atau defisit imun menambah risiko meningitis dari patogen yang kurang lazim seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphyclococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Salmonella dan L. Monocytogeneses(1)..

EPIDEMIOLOGI Faktor risiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda. Risiko terbesar pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan; 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekresi atau tetesan saluran pernapasan. Infeksi sistemik lain juga dapat disertai dengan kenaikan risiko meningitis(1)..

Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan orang yang berhubungan dekat. (3)

PATOLOGI Eksudat meningeal yang kekentalannya bervariasi dapat disebarkan sekitar vena serebral, sinus venosus, lengkungan otak, dan serebelum serta dalam sulkus, fisura sylvian, sisterna basalis dan medula spinalis. Ventrikulitis dengan bakteria dan sel radang dalam cairan ventrikel mungkin ada, seperti mungkin efusi subdural dan kadang-kadang, empiema. Infiltrat radang perivaskuler dapat juga ada, dan membrana ependimal dapat terganggu. Perubahan vaskuler dan parenkim serebral ditandai dengan infiltrat polimorfonuklear yang meluas sampai daerah subintima arteri-arteri dan vena-vena kecil, vasospasme, vaskulitis, trombosis vena korteks kecil, penyumbatan sinus venosus besar, arteritis nekrotikans menyebabkan perdarahan subrakhnoid, dan jarang nekrosis korteks serebri bila tidak ada trombosis yang dapat dikenali yang telah diuraikan pada autopsi. Infrak serebral merupakan sekuele penyumbatan vaskuler yang lazim karena radang, vasospasme dan trombosis. Ukuran infark berkisar dari mikroskopik sampai keterlibatan seluruh hemisfere. Radang saraf dan radiks spinal menimbulkan tanda-tanda meningeal, dan radang saraf kranial menghasilkan neuropati saraf kranial, optikus, okulomotorius, fasialis dan auditorius. Kenaikan tekanan intrakranial juga menghasilkan kelumpuhan saraf okulomotor karena adanya kompresi lobus temporalis saraf saat herniasi tentorial. Kelumpuhan saraf abdusens dapat merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial bukan setempat. Kenaikan tekanan intrakranial adalah karena kematian sel (edema otak sitotoksik), kenaikan permeabilitas kapiler vaskuler akibat-sitokin (edema serebral vasogenik), dan mungkin kenaikan tekanan hidrostatik (edema otak interstisal) pasca penyerpan kembali CSS yang tersumbat pada vilus arakhnoideus atau obstruksi aliran cairan ke dalam atau keluar dari bentrikel. Sekresi hormon anti

diuretik yang tidak tepat dapat menghasilkan retensi air berlebihan, sehingga menambah risiko kenaikan tekanan intrakranial. Hidrosefalus adalah komplikasi meningitis akut yang tidak lazim yang terjadi pada masa neonatus. Paling sering hidrosealus ini mempengaruhi bentuk komunikasi hidrosefalus karena penebalan melekat vili arakhnoid sekeliling sisterna pada dasar otak. Dengan demikian mengganggu resorpsi CSS normal. Kurang lazim, hidrosefalus obstruktif terjadi pasca-fi-brosis dan gliosis aqueduktus Sylvii atau foramena Magendie dan Luschka. Kenaikan kadar protein CSS sebagian karena kenaikan permeabilitas vaskuler sawar darah otak dan kehialgan cairan yang kaya-albumin dari kapiler dan vena yang melewati selasubdural. Transudasi terus-menerus yang dapat berakibat efusi subrudal, ditemukan pada fase lanjut meningitis bakteri akut. Hipoglikorrakhia (kadar glukosa CSS berkurang) adalah karena penurunan pengangkatan glukosa oleh jaringan otak. Yang terakhir ini dapat menyebabkan asidosis laktat lokal. Cedera pada korteks serebri dapat karena pengaruh penyumbatan vaskuler setempat atau difus (infark, nekrosis), hipoksia, invasi bakteri (serebritis), ensefalopati toksik (asidosis laktat), kenaikan tekanan intrakranial, ventrikulitis dan transudasi (efusi subdural). Hasilnya manifestasi gangguan kesadaran, kejangkejang, hidrosefalus, defisit saraf kranial, defisit motorik dan sensoris, dan kemudian retardasi psikomotor yang dapat dijelaskan oleh satu faktor patologi atau lebih yang dibahas sebelumnya(1)..

PATOGENESIS Meningitis bakteri paling sering akibat dari penyebaran mikroorganisme hematogen dari tempat infeksi yang jauh; bakteremia biasanya mendahului meningitis atau terjadi bersamaan. Kolonisasi bakteri nasofaring dengan kemungkinan mikroorganisme patogen merupakan sumber bakteremia yang lazim. Mungkin ada pengidap organisme yang berkolonisasi lama tanpa penyakit atau, lebih mungkin, invasi cepat pasca-kolonisasi baru. Sebelum atau bersama

infeksi virus saluran pernapasan atas dapat memperbesar patogenisitas meningitis penghasil bakteri. H. influenzae tipe b dan meningokokus melekat pada reseptor sel epitel mukosa dengan pili Pasca-perlekatan pada sel epitel, bakteria menerobos mukosa dan masuk sirkulasi. N. Meningitidis dapat diangkut melewati permukaan mukosa dalam vakuola fagosit pasca-penelanan oleh sel epitel. Ketahanan hidup bakteri dalam aliran darah diperkuat oleh kapsul bakteri besar yang mengganggu opsonofagositosis dan disertai dengan bertambahnya virulensi. Cacat perkembangan terkait hospes pada opsonofagositosis bakteri juga turut menyebabkan bakteremia. Pada hospes nonium muda cacat mungkin karena tidak adanya antibodi IgM atau IgG antikapsul yang dibentuk sebelumnya, sedang penderita imunodefisien berbagai defisiensi komponen komplemen atau sistem properdin dapat mengganggu opsonofagositosis yang efektif. Aktivasi langsung sistem properdin tidak tergantung antibodi merupakan satu mekanisme yang menetralkan pengaruh defisiensi antibodi dan sifat-sifat antifagosit kapsul bakteri. Disfungsi limpa juga dapat mengurangi opsonofagositosis oleh sistem retikuloendotelial. Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan meningen. Kemudian bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela subarakhnoid dan dengan cepat memperbanyak diri karena kadar komplemen dan antibodi CSS tidak cukup untuk menahan proliferasi bakteri. Faktor kemotaktik kemudian mendorong respons radang lokal yang ditandai dengan infiltrasi sel polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri (endotoksin) bakteri gram negatif (H. influenzae tipe b, N. Meningitidis) dan komponenkomponen dinding sel pneumokokus (asam teikhoat, peptidoglikan) merangsang respons radang yang mencolok dengan memproduksi lokal faktor nekrosis tumor, interleukin-1, prostaglandin E, dan mediator radang sitokin lain. Respons radang berikutnya, secara langsung terkait dengan adanya mediator radang ini, ditandai oleh infiltrasi neutrofil, kenaikan permeabilitas vaskuler, perubahan sawar darahotak, dan trombosis vaskuler. Radang akibat-sitokin berlebihan berlanjut sesudah CSS telah disterilkan dan diduga sebagian menyebabkan sekuele radang kronis meningitis purulenta.

Meningitis mungkin jarang menyertai invasi bakteri dari fokus inteksi yang berdekatan, misalnya, sinusitis paranasal, otitis media, mastoiditis, selulitis orbita, saluran sinus dermal, osteomielitis kranial atau vertebral, trauma tembus kranial, atau meningomielokel. Meningitis dapat terjadi selama endokarditis, pneumonia atau tromboflebitis. Meningitis dapat juga akibat luka bakar berat, kateter tetap, atau peralatan yang terkontaminasi(1)..

MANIFESTASI KLINIS Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Mulai mendadak, dengan cepat manifestasi syok progresif, purpura, koagulasi intravaskuler tersebar, dan kadar kesadaran mengurang progresif, dramatis dan sering menunjukkan sepsis meningokokus mematikan dengan meningitis; manifestasi ini dapat berkembang menjadi kematian pada 24 jam. Meningitis H. influenzae tipe b atau pneumokokus kruang lazim datang sebagai ingeksi yang dengan cepat menjelek. Lebih lazim, meningitis karena H. infulenzae tipe b atau pneumokokus, dan beberapa kasus meningitis meningokokus, didahului dengan beberapa hari gejala-gejala saluran pernapasan atas atau gastrointestinal. Tanda-tanda dan gejala-gejala meningitis yang terkait dengan tanda-tanda nonspesifik disertai dengan infeksi sistemik atau bakteremia dan manifestasi spesifik iritasi meningeal dengan radang SSS. Tanda-tanda nonspesifik adalah demam (ada pada 90-95%), anoreksia dan makanan jelek, gejala infeksi saluran pernapasan atas, mialgia, artralgia, takikardia, hipotensi dan berbagai tanda-tanda kulit, seperti petekie, purpura, atau ruam makulat eritematosa. Iritasi meningeal tampak sebagai kaku kuduk, nyeri pinggan, tanda Kernig (fleksi sendi pinggul 90 derajat dengan nyeri pada ekstensi kaki berikutnya), dan tanda Brudzinski (fleksi lutut dan pinggul yang tidak disengaja setelah fleksi leher saat telentang). Pada beberapa anak, terutama pada mereka yang usianya kurang dari 12-18 bulan, tanda-tanda ini tidak nyata. Kenaikan tekanan intrakranial dikesankan oleh nyeri kepala, muntah fontanela cembung atau diastasis (pelebaran) sutura, paralis saraf okulomotor atau abdusens, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikap dekortikasi atau deserebrasi, stupor, koma, atau tanda-tanda

herniasi. Papil edema tidak lazim pada meaningitis yang tidak terkomplikasi dan akan mengesankan proses lebih kronis, seperti adanya abses intrakrnial, empiema subdural, atau penyumbatan sinus venosus dura. Tanda-tanda neurologis setempat biasanya karena penyumbatan vaskuler. Neuropati kranial saraf okuler, okulomotorius, abdusen, fasialis, dan auditorius juga dapat karena radang setempat. Keseluruhan, sekitar 10-20% anak dengan meningitis bakteria mempunyai tanda-tanda setempat. Frekuensi ini bertambah sampai >30% pada meningitis pneumokokus, karena bakteri ini cenderung merangsang respons radang yang paling hebat. Kejang-kejang (setempat atau menyeluruh) karena serebritis, infark, atau gangguan elektrolit, ditemukan pada 20-30% penderita dengan meningitis. Mereka lebih sering ditemukan pada penerita dengan meningitis H. influenzae dan pneumokokus daripada mereka dengan infeksi meningokokus. Kejang-kejang yang terjadi pada saat datang atau dalam 4 hari pertama dari mulainya biasanya tidak berarti prognostik. Kejang-kejang yang menetap sesudah hari ke-4 sakit dan mereka yang sukar diobati dihubungkan dengan prognosis yang jelek. Perubahan status mental dan tingkat kesadaran yang berkurang adalah lazim pada penderita dengan meningitis dan mungkin karena kenaikan tekanan intrakranial tekanan intrakranial, serebritis atau hipotensi; menifestasi termasuk iritabilitas, letargi, stupor, kurang kesadaran dan koma. Penderita koma mempunyai prognosis yang jelek; tanda ini ditemukan lebih sering pada infeksi pneumokokus atau meningokokus daripada pada meningitis karena H. Influenzae(1).

KOMPLIKASI Selama pengobatan, komplikasi meningitis karena pegnaruh infeksi CSS atau sistemik adalah lazim. Komplikasi neurologis termasuk kejang-kejang, kenaikan tekanan intrakranial, kelumpuhan saraf kranial, stroke, trombosis sinus venosus dura, dan efusi subdura. Kumpulan cairan dalam sela subdural terjadi pada 10-30% penderita meningitis dan tidak bergejala 85-90% penderita. Efusi subdural terutama lazim

pada bayi. Efusi subdural bergejala dapat menyebabkan pencembungan fontanela, pelebaran sutura, pembesaran lingkaran kepala, muntah, kejang-kejang, demam dan hasil transiluminasi kranial abnormal. Namun banyak dari manifestasi ini juga ada pada penderita meningitis tanpa efusi subdural. Trombositosis, eosinofilia dan anemia dapat timbul selama terapi untuk meningitis. Anemia dapat karena hemolisis dan paling sering ditemukan pada penyakit H. influenzae. Pilihan lain, anemia dapat karena supresi sumsum tulang. Koagulasi intravaskuler tersebar (DIC) paling sering disertai dengan pola penyajian progresif cepat dan ditemukan paling sering pada penderita dengan syok dan purpura (purpura fulminan). Kombinasi endotoksemia dan hipotensi berat mencetuskan kakade koagulasi; bersama trombosis yang sedang berjalan dapat menimbulkan gangren perifer simetris(1).

DIAGNOSIS BANDING Disamping, H. influenzae tipe b, S. pneumoniae, dan N. Meningitidis, sejumlah mikroorganisme lain dapat menyebabkan infeksi SSS menyeluruh dengan manifestasi klinis yang serupa. Organisme ini adalah: bakteria yang kurang khas, seperti tuberkulosis, Nocardia, sifilis, dan penyakit Lyme; jamur, seperti organisme ini yang endemik pada daerah geografi khusus (Coccidioides, Histoplasma dan Blastomyces) dan organisme yang menyebabkan infeksi pada hospes yang terganggu (Candida, Cryptococcus dan Aspergillus); parasit seperti Toxoplasma gondii dan Cysticerus; dan paling sering, virus. Penyakit noninfeksi dapat juga menimbulkan radang SSS menyeluruh. Gangguan ini relatif tidak lazim dibanding dengan infeksi dan meliputi: keganasan, sindrom vaskuler kolagen, dan pemajanan pada toksin. Infeksi SSS setempat juga dapat dirancukan dengan meningitis. Contoh infeksi in adalah abses otak dan inefksi parameningeal, seperti empiema subdural. Menentukan etiologi spesifik dipermudah dengan pemeriksaan CSS yang teliti dengan pewarna khusus (Kinoyoun karbol fukhisin untuk mikobakteria, tinta Cina untuk jamur), sitologi, deteksi antigen (pengobatan bakteri sebagian, Cryptococcus), serelogi (sifilis) dan biakan virus (enterovirus, HIV). Uji

diagnostik lain yang kemungkinan bermanfaat adalah CT atau gambaran resonansi magnetik (magnetic resoannce omaging = MRI ) otak, biakan darah, uji serologis dan mungkin biopsi otak. Meningoensefalitis virus akut adalah infeksi yang paling mungkin dirancukan dengan meningitis bakteri. Walaupun pada umunya, anak dengan meningoensefalitis virus tampak kurang sakit, daripada mereka yang dengan meningitis bakteri, kedua jenis infeksi mempunyai suatu spektrum keparahan. Beberapa anak dengan meningitis bakteri dapat nemapakkan tanda-tanda dan gejala-gejala relatif ringan, sedang beberapa yang dengan meningoensefalitis virus dapat sakit berat(1).

DIAGNOSIS Anamnesis Seringkali didahului infeksi saluran nafas atas atau saluran cerna, seperti demam, batuk, pilek, diare, dan muntah(2). Pemeriksaan fisik Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas. Dapat juga ditemukan ubun-ubun yang menonjol, kaku kuduk atau rangsangan meningeal lain, kejang, dan defisit neurologik fokal. Tanda rangsangan meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun(2). Pemeriksaan cairan serebrospinal Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal(4). Pemeriksaan radiologi(4): o X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis o CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi

Pemeriksan lain(4):
o o o o

Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan Air kemih: biakan Uji tuberkulin Biakan cairan lambung

PENGOBATAN Terapi Antibiotik Awal Pendekat terapeutik pada penderita dengan dugaan meningitis bakteri tergantung pada sifat manifestasi awal penyakit. Anak dengan penyakit yang menjelek dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan tekanan intraktranial, harus mendapat antibiotik segera sesudah dilakukan PL. Jika ada tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, harus mendapat antibiotik segera sesudah dilakukan PL. Jika ada tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial atau penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotik harus diberikan tanpa melakukan PL dan sebelum melakukan sken CT. Kenaikan tekanan intrakranial harus diobati secara persamaan. Pengobatan segera kegagalan sistem banyak organ yang menyertai, seperti syok dan sindrom distres respirasi dewasa, juga terindikasi. Penderita yang mempunyai perjalanan subakut yang lebih berlarut-larut dan menjadi sakit selama masa 1 sampai 7 hari harus juga dievaluasi untuk tandatanda kenaikan tekanan intraktanial dan defisit neurologis fokal. Nyeri kepala unilateral, edema papil, dan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial lain memberi kesan lesi fokal seperti abses otak, atau epidural, atau empiema subdural. Tetapi antibiotik harus dimulai sebelum PL atau skening CT. Jika tidak nyata ada kenaikan tekanan intrakranial, PL harus dilakukan. Pilihan terapi awal (empirik) untuk meningitis pada bayi dan anak imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan antibiotik H. influenzae tipe b, S. Pneumoniae, dan N. meningitidis. Antibiotik harus mencapai kadar bakterisid pada CSS. Sefalosporin generasi ketiga, seftriakson atau sefotaksim, mewakili terapi baku sekarang untuk meningitis bakteri. Dosis seftriakson 100mg/kg/24 jam diberikan setiap 6 jam. Kedua obat mencapai kadar bakterisid tinggi pada CSS; sebenarnya semua penderita mengalami sterilisasi CSS dalam 24 jam. Penderita yang alergi terhadap antibiotik beta laktam harus diobati dengan kloramfenikol, 100 mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam. Walaupun kloramfenikol adalah bakterisotatik terhadap banyak bakteri, obat ini bakterisid terahdap H. influenzae

tipe b, S. pneumoniae dan N. meningitis. Penggunaan kloramfenikol sekarang dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin karena kadar serum perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol mempunyai kemungkinan pengaruh yang merugikan seperti anemia aplastik, sindrom bayi abu-abu seperti syok, dan supresi sumsum tulang tergantung dosis. Jika infeksi L. Monocytogeneses dicurigai, seperti pada bayi umur 1-2 bulan atau penderita dengan defisiensi limfosit-T. Ampisilin harus diberikan bersama dengan seftriakson atau sefotaksim karena semua sefalosporin tidak aktif melawan L. Monocytogenes. Trimetroprim-sulfametoksazol adalah obat pengganti untuk L. Monocytogeneses. Jika penderita adalah terganggu imun dan dicurigai meningitis gramnegatif, terapi awal dapat memasukkan seftazidin dan aminoglikosid(1). Lama Terapi Antibiotik Meningitis H. influenzae tipe b tidak terkomplikasi harus diobati selama total 7-10 hari. Sesudah oenentuan bahwa organisme sensitif pada ampisilin dan tidak menghasilkan -laktamase, terapi antimikroba awal dapat diubah ke ampisilin. Jika S. pneumoniae dibiakan dari CSS, isolat harus diuji untuk resistensi penisilin. Resistensi relatif terhadap penisilin (MIC 0,1-1,0 g/mL) ada pada 525% isolat S. pneumoniae, dan organisme yang sangat resisten (MIC > 2,0 g/mL) ditemukan pada sejumlah kecil penderita. Meningitis yang disebabkan oleh isolat S. pneumoniae yang relatif resisten dapat diobati dengan sefotaksim atau seftriakson, sedang kloramfenikol adalah obat pilihan untuk organisme yang sangat resisten jika organisme sensitif terhadap antibiotik. Jika ada juga yang resisten terahadap kloramfenikol, vankomisin adalah obat pilihan. Terapi untuk meningitis pneumokokus sensitif-penisilin tidak terkomplikasi harus diselesaikan dengan penisilin intravena 300.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Penisilin intravena 300.000 U/Kg/24 jam selama 5-7 hari merupakan pengobatan pilihan untuk meningitis N. meningitidis tidak terkomplikasi. Terapi berhasil dengan satu atau dua dosis antibiotik telah diperagakan di negara yang

belum maju. Jarang isolat meningokokus menunjukkan resistensi terhadap penisilin relatif (0,25-0,5 g/mL) dan absolut (> 250 g/mL) dan organisme ini mungkin memerlukan terapi selingan. Penderita yang mendapat antibiotik intravena atau oral sebelum PL dan tidak mempunyai patogen yang dapat dikenali (pada pewarnaan Gram, biakan, atau deteksi antigen) tetapi mempunyai bukti infeksi bakteri akut atas dasar profil CSS-nya harus terus mendapat terapi dengan seftriakson atau sefotaksim selama 7-10 hari. Jika tanda-tanda setempat ada atau anak tidak berespons terhadap pengobatan, fokus parameningeal mungkin ada dan sken CT harus dilakukan. PL ulangan rutin tidak terindikasi pada penderita meningitis terkomplikasi karena H, influenzae tipe b, N. meningitidis atau S. pneumoniae. Pemeriksaan CSS ulangan terindikasi pada beberapa neonatus, pada meningitis basil gram-negatif, dan pada mereka yang tidak berespons terhadap terapi antimikroba biasa dalam 48-72 jam. Perbaikan pada profil CSS ditunjukkan oleh kenaikan kadar glukosa CSS dan penampakan sel limfosit-monosit; walaupun pewarnaan Gram dapat tetap positif pada saat ini, CSS seharusnya steril. Meningitis karena E. coli atau P. areuginosa memerlukan terapi dengan sefalosporin generasi ketiga yang aktif melawan isolat in vitro. Kebanyakan isolat E. coli akan sensitif terhadap sefotaksim atau seftriakson, sedangkan kebanyakan isolat P. aeruginosa akan sensitif terahadap seftazidin. Meningitis basil gramnegatif harus diobati selama tiga minggu atau selama sekurang-kurangnya 2 minggu sesudah sterilisasi CSSm, yang dapat terjadi sesudah 2-10 hari pengobatan. Efek samping terapi antibiotik meningitis adalah flebitis, demam obat, ruam, muntah, kandidiasis oral, dan diare, seftriakson dapat menyebabkan pseudolitihiasis kandung empedu reversibel, dapat dideteksi dengan ultrasonografi abdomen. Pseudolithiasis ini biasanya tidak bergejala tetapi dapat menimbulkan muntah dan nyeri kuadran kanan atas(1). Perawatan(4) Pada waktu kejang: o Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka

o o o o o

Hisap lendir Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) Bila penderita tidak sadar lama: Beri makanan melalui sonde Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement Pemantauan ketat:

o o o o o o

Tekanan darah Pernafasan Nadi Produksi air kemih Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC Fisioterapi dan rehabilitasi.

PENCEGAHAN Vaksinasi dan profilaksis antibiotik kontak yang rentan dan beresiko menggambarkan dua cara pengurangan kemungkinan meningitis bakteri yang tersedia. Ketersediaannya dan pemakaian setiap pendekatan ini berbeda untuk setiap tiga penyebab utama meningitis bakteri pada anak(1).

PRONOGSIS Pengenalan yang tepat, terapi antibiotic segera, dan perawatan pendukung telah menurunkan mortalitas meningitis bakteri sesudah masa neonates sampai 18%. Angka mortalitas tertinggi yang diamati adalah pada meningitis pneumokokus. Sekuele perkembangan saraf berat dapat terjadi pada 10-20% penderita yang sembuh dari meningitis bakteri, dan sebanyak 50% mempunyai beberapa morbiditas neurobehaviour meskipun tidak kentara. Pronigsis adalah jelek pada bayi sebelum umur 6 bulan dan pada mereka yang pada CSSnya mengandung lebih dari 106 CFU bakteri/mL. Mereka yang dengan kejang-kejang yang terjadi lebih dari 4 hari dalam terapi, atau penderita dengan koma atau tanda neurologis pada saat dating, juga cenderung mempunyai sekuele yang lebih lama. Yang menarik adalah tidak ada korelasi yang baik antara lamanya gajala sebelum diagnosis meningitis dan hasil akhir. Skuele neurologis yang paling sering adalah kehilangan pendengaran, retardasi mental, kejang-kejang, penundaan dalam penerimaan bahasa, gangguan penglihatan, dan masalah perilaku. Kehilangan pendengaran sensorial merupakan sekuele meningitis yang paling lazim. Kehilangan pendengaran ini adalah kerena labirintitis pasca-infeksi kokhlear dan terjadi pada sebanyak 30% penderita meningitis pneumokokus, 10% meningitis meningokokus, dan 5-20% dari mereka yang menderita meningitis H. influenzae tipe b. Kehilangan pendengaran dapat juga karena radang langsung saraf pendengaran. Terapi tambahan dengan deksametason dapat mengurangi insiden kehilangan pendengaran berat. Tanpa memandang agen bakteri, tipe terapi antibiotic, atau penggunaan deksametason, semua penderita meningitis bakteri harus dilakukan penilaian audiologi yang teliti sebelum atau segera sesudah keluar dari rumah sakit. Penilaian yang sering pada penderita rawat jalan terindikasi untuk semua penderita yang menderita deficit pendengaran(1).

DAFTAR PUSTAKA 1. Behrman Kleigman Arvin : Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Penerbit Buku Kedokteran EGC, edisi 18. 2. Pusponegoro D Hardiono, dkk : Standar Pelayanan Medis Keseshatan Anak, Penerbit buku IDAI, edisi 1, 2004. 3. http://www.kalbe.co.id 4. http://www.pediatrik.com

Anda mungkin juga menyukai