ABSTRACT Design and applied of stolephorus drying were done to improve drying technology of fish in Tambak Lorok Semarang. Procedure of design and applied of stolephorus drying were done in laboratory and industry. Mechanisme of making drying machine consist of design evaluation, material input, doing in workshop, performance testing and maintenance. Drying machine is done in 5 (five) level with 40 kg of maximum capacity. Material in drying room was made of allumunium sheet. Then testing of drying machine performance show that time of drying only need 4 hours. Termal efficiency can reach between 31% - 36%. And water content of stolephorus can reach between 20% -25%. Alternative fuel can be done with gas fuel and gasoline Keyword: stolephorus, drying, capacity, time, water content and efficiency. Ikan teri merupakan produk makanan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga 1 kg ikan teri kering mentah (belum diolah) dapat mencapai Rp 25.000 Rp 30.000.. Produk ikan teri biasanya dijadikan lauk, keripik, pendukung sayuran, bahan baku lauk/kue kering, sambal kering dan penyedap masakan (terasi). Ikan teri mempunyai kandungan pro-tein yg tinggi dan sedikit karbohidrat. Banyak cara untuk mengolah ikan teri baik bentuk dan rasa. Untuk bentuk, ikan teri umumnya dapat diolah mejadi produk makanan kering (seperti bentuk aslinya) dan dilembut kan (powder). Sedangkan untuk rasa, ikan teri dapat diolah dengan aroma rasa manis, pedas, gurih dan asin. Produksi dan permintaan ikan cukup tinggi di masyarakat Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang sebagian lautan mempunyai potensi produksi laut melimpah termasuk ikan teri. Di sisi lain, penanganan ikan pasca penangkapan masih dilakukan secara tradisional. Nelayan umumnya menjual ikan pada kondisi basah. Ada kekawatiran kalau tidak segera dijual ikan akan cepat membusuk. Teknologi yang memadai untuk mendukung pengolahan ikan pasca penangkapan belum memadai. Pengolahan dan pengawatetan ikan umumnya dilaku kan dengan proses pengeringan secara alami yakni dengan menjemur ikan di bawah terik sinar matahari. Ada penurunan kandungan gizi tentunya dengan pengawetan seperti ini. Proses pengeringan ikan selama ini dilakukan dengan menjemur ikan di bawah terik matahari dengan metode pengasapan (smoking) di musim penghujan. Dengan metode pengeringan alami dan pengasapan, ada kendala berke naan dengan efisiensi pengeringan dan kualitas ikan teri. Proses pengeringan alami dan pengasapan mempunyai banyak keku rangan yaitu waktu pengeringan lama, memerlukan area yang cukup luas, kualitas ikan akan menurun karena terkena debu atau lalat yang menempel, rawan terhadap gangguan binatang binatang seperti ayam, kucing dan anjing serta membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Pemasaran ikan teri kering relatif baik. Ikan teri kering telah dijual secara luas baik di pasar tradisional, toko maupun di mal/super market (toko besar). Di pasar tradisional, jenis ikan teri yang dijual umumnya merupakan ikan teri kering hasil pengeringan secara alami sehingga harga ikan teri biasanya lebih murah. Warna ikan agak sedikit
Batas kadar air ikan secara umum yang diperlukan kirakira 30% atau setidaktidaknya 40%, supaya perkem bangan jasadjasad bakteri pembusuk dan jamur dapat terhenti. (Moeljanto, 1992). Proses pengeringan ikan teri terkadang dapat mengalami reaksi pencoklatan nonenzymatis yang dapat menurunkan gizi. Di dalam reaksi maillard (pencoklatan nonenzymatis) terbentuk pigmen coklat (melanoidin) dan umumnya terjadi pada bahan makanan yang mengalami pemanasan seperti pengeringan. Reaksi ini tergantung pada air yang merupakan akibat dari dua peranan air yaitu sebagai pelarut dan sebagai suatu produk dari reaksi (Sutardi & Tranggono, 1990). Ikan teri adalah termasuk species Stelophorus Spp, di mana Stolephorus (ikan teri) umumnya tidak berwarna atau sedikit kemerahan. Bentuk tubuhnya bulat memanjang. Sisiknya kecil tipis dan mudah terlepas. Di samping tubuhnya terdapat selempang putih, keperakan memanjang dari kepala sampai ekor (Hutomo, 1987). Ikan teri mempunyai sebaran yang luas dan dapat diperoleh hampir di seluruh pantai Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Wilayah perairan utara Jawa merupakan salah satu pantai paling banyak menghasilkan ikan teri (Burhanuddin, 1987). Pengeringan Ikan Teri dengan Sistem Vakum dan Paksa Pengeringan ikan dengan bantuan teknologi permesinan umumnya dilakukan dengan sistem pengasapan (smoking). Sistem pengasapan dalam pengeringan ikan biasa dinamakan pengasapan ikan. Pengasapan ikan mempunyai beberapa kendala meliputi warna ikan berubah hitam kecoklatan, bau bahan bakar (bebarapa jenis ikan tidak cocok dengan kontak langsung asap/fluida
air keluar dari ruang pengeringan melewati cerobong. Kecepatan aksial (axial) fan perlu dikaji dan dianalisa untuk mendapatkan kecepatan aksial dan radial yang optimum untuk mendukung kualitas pengeringan emping melinjo. BAHAN DAN METODE Metode yang akan diterapkan dalam pengembangan teknologi tepat guna di industri Produsen Pengeringan Ikan Teri melalui Program Vucer mengacu pada penyempurnaan keleng kapan unit-unit kerja terutama unit produksi pengeringan ikan. Dan untuk rancang bangun peralatan pengering ikan, tim pengabdian menyusun langkah kerja sebagai berikut: a. Persiapan: 1. Menyiapkan dan menyempurnakan model mesin pengering ikan melipu ti ruang pengering, ruang pengelua-ran udara basah, ruang tungku dan kerangka utama. Penyempurnaan dan rancang bangun disesuaikan dengan bahan dan ukuran ruang pengeringan. 2. Menyiapkan gambar susunan dan rinci (teknik) mesin pengering ikan. Gambar teknik memberikan gambaran secara tiga dimensi detail dari instalasi mesin pengering ikan tersebut. Detail gambar rancangan/ susunan mesin pengering ikan dan tahapan pengerjaan mesin pengeringan ikan. 3. Membuat maket mesin pengering ikan. Maket memberikan kemudah an dalam menyusun instalasi mesin pengering ikan di industri. 4. Menentukan langkah kerja. Tahapan pengerjaan & penyusunan peralatan mesin pengering ikan meliputi meliputi ruang pengering, ruang pengeluaran udara basah, ruang tungku dan kerangka utama. b. Pelaksanaan Pengabdian di industri Produses Ikan Teri Tambak Lorok.
kecepatan optimum pengeringan ikan teri. Pengeringan teri secara mendadak akan mempengaruhi permukaan ikan teri. Dan pengujian efisiensi difokuskan pada tingkat keekonomisan peralatan pengering terhadap bahan bakar dan lamanya waktu pengeringan. Uji unjuk kerja dilakukan di laboratorium dan di lokasi industri mitra. Kadar Air Ikan Teri Ikan teri akan mengalami penurunan kadar air selama pengeringan. Penurunan kadar air ditunjukkan di gambar 1.
Kandungan Kadar Air Ikan Teri (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 Waktu (menit)
Kandungan air To 1R Kandungan air To 2R Kandungan air To 3R Kandungan air To 4R
Gb. 1 Hubungan antara kandungan kadar air akhir ikan teri dengan waktu pengering.
Untuk percobaan pertama dengan fan dalam keadaan mati, pada menit pertama kandungan air mengalami penurunan secara bertahap, hingga menit ke 375 kandungan air menjadi 21,42 %. Sedang kan untuk percobaan kedua dengan menggunakan kecepatan fan 0,8 m/s pada 15 menit pertama kandungan air menurun secara bertahap hingga menit ke 285 kandungan air menjadi 19,06%. Pada percobaan ketiga dengan menggunakan fan dengan kecepatan 1,4 m/s kandungan air pada ikan teri mengalami penurunan secara bertahap, hingga pada menit ke 255 menjadi 20,17 %. Sedangkan untuk percobaan keempat dengan kecepatan fan 2,8 m/s kandungan air ikan teri menga lami penurunan menjadi 19,57 % pada menit ke 180. Dari analisa hubungan antara kandungan kadar air akhir ikan teri dengan waktu pengering didapat kan faktorfaktor yang dapat mempen garuhi pengeringan seperti : kesulitan mengenda
4000
3000
2000
1000 0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 2.4 2.8 3.2 Kecepatan Fan (m/s)
Kecepatan fan hisap berpenga ruh secara tidak langsung terhadap kebutuhan bahan bakar. Semakin besar kecepatan fan yang digunakan maka bahan bakar yang dibutuhkan semakin sedikit. Ini disebabkan karena fan akan menghisap paksa udara basah dari ikan teri. Sehingga ruangan akan cepat homogen dan mempercepat proses perambatan kalor pada ruang pengering, sehingga kebutuhan bahan bakar yang diinginkan untuk
Kecepatan fan hisap mempengaruhi waktu penegringan. Semakin cepat kecepatan fan yang digunakan dalam pengujian, maka waktu yang diperlukan dalam proses pengeringan adalah semakin cepat. Hal ini disebabkan karena fan akan menghisap paksa uap dari ikan teri. Sehingga ruangan akan cepat homogen dan mempercepat proses perambatan kalor pada ruang pengering, sehingga waktu yg dihasilkan untuk mengeringkan ikan teri akan semakin cepat. Dari analisa hubungan antara kecepatan fan dengan waktu pengeringan didapatkan faktor faktor yang dapat mempengaruhi penge ringan seperti : kesulitan mengendalikan ruang bakar (nyala api dari batubara yang tidak stabil), kecepatan fan yang dibutuhkan, perambatan kalor ke ruang pengering tidak secara langsung (karena melewati sirip sirip, ducting, rak ikan teri), jenis ikan teri yang akan dikeringkan, dan kebutuhan bahan bakar.Hal ini seperti yang ditunjukkan pada gambar 4
7 6
W aktu P engeringan (jam )
DAFTAR PUSTAKA Holman, J.P., 1988, Perpindahan Kalor,.Erlangga. Edisi keenam. Jakarta Ilyas, S., 1973, Pengantar Pengolahan Ikan, Edisi 3, Lembaga Teknologi Hasil Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta Incropera, F. P., 1985, Introduction to Heat Transfer, John Willey K. Sons., Canada. Joeswadi, 1986, Alat Pengering Ikan, BPPI Medan, Medan. Moeljanto, Drs., 1992, Pengawetan & Pengolahan Hasil Perikanan, Penebar Swadaya, Jakarta. Noviana dan Widayanti, 1996, Oven Pengering Hasil Pertanian, Jakarta Prasetyo & Totok, 2002, Thermodinami ka Dasar, Jilid 1, Cetakan Pertama. CV Mutiara Persada, Semarang. Reynold C. William, 1987, Thermodinamika Teknik, Erlangga. Jakarta. Stoecker, W. F., 1987, Refrigerasi Dan Pengkodisian Udara, Edisi Kedua Erlangga, Jakarta. Suharto, Ir., 1991, Teknologi Pengawetan Pangan, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta. Sutardi & Tranggono, 1990, Biokimia & Teknologi Pasca Pane, Pusat Antar Universitas, Yogyakarta. Yunus, A, C, 1994, Thermodinamics An Enginerring Approach, Edisi Kedua Jakarta.
PENINGKATAN KUALITAS HASIL KERAJINAN TANDUK DENGAN PERBAIKAN PROSES PERLAKUAN PANAS DI DESA PUCANG KECAMATAN SECANG KABUPATEN MAGELANG
Dr. Ir. Berkah Fajar T K; Dr. Ismoyo Haryanto; Dr. Ir. Joga Dharma Setiawan; Ir. Sudargana, MT
ABSTRAK.
Proses produksi kerajinan tanduk di Sentra Kerajinan Tanduk PRATAMA desa Pucang Secang Kabupaten Magelang kurang homogen dalam pemanasan dan pengeringannya. Akibat dari proses tersebut produk masih mengalami pengeringan dan melengkung sehingga tidak mampu menembus pasar eksport. Dalam kegiatan vucer ini dibuatkan oven kapasitas 0,5 m3, mesin press dan mesin paking vakum. Diharapkan dengan peralatan tersebut sentra mampu meningkatkan kualitas sampai mampu eksport dan meningkatkan kapasitas produksinya. Setelah penyerahan mesin dilakukan pelatihan operasional dan perawatan mesin. Dalam kenyataan sentra memang membutuhkan ketiga mesin tersebut. Dalam pelaksanaan pelatihan masih mempunyai hambatan tentang sikap yang disebabkan tingkat pendidikan yang rrendah, namun dalam pengalamannya nanti mereka akan sangggup meningkatkan petrampilan sampai tujuan vucer oni ter capai. Kata kunci: kerajinan, tanduk dan vucer. Sentra Kerajinan Tanduk dan Kayu PRATAMA Jl. P. Surono no 83 Pucang Pojok, Secang Kabupaten Magelang, Telp (0293) 714464 yang dipimpin oleh Bpk Muhammad Abdul Basyir. telah lama menghasilkan kerajinan tanduk seperti sendok kaki/sepatu, pisau amplop, kotak perhiasan, wayang tanduk, patung, vas bunga dan lain-lain. Di dusun ini kerajinan tanduk merupakan kerajinan turun temurun bagi semua masyarakat. Selama ini pemasaran produk kerajinan belum mampu menerobos pasar inter nasional karena kualitas produk yang belum memadai. Banyak produk kerajinan yang sudah dieksport sampai Eropa dikembalikan lagi ke Indonesia karena sampai di Eropa produk tersebut melengkung. Para pengrajin telah berusaha memperbaiki proses pembuatan namun sampai saat ini belum berhasil. Dari analisis proses produksi melengkung nya produk tanduk disebabkan kurang homogennya proses pemanasan dan pengeringannya hanya dipanaskan di atas plat dan kompor. Penyelesaian masalah dibuatkan kompor, mesin press dan paking vakum agar produk tidak lagi melengkung karena penguapan/ pengeringan lanjut. Pelaksanaan Kegiatan. Dengan kontrak kerja Team Pelaksa na dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dengan nomor 019/SP2H/PPM/ DP2M/II/2008 Team melaksanakan dalam waktu 7 bulan (1 Mei sampai 1 Desember 2008). Metode yang digunakan team : 1. Merancang alat oven, mesin press dan mesin paking vakum. 2. Membuat oven kapasitas 0,5 m3, mesin press dan mesin paking vakum tersebut. 3. Membeli seal plastik listrik. Tabel.1. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Vucer.
Analisis Finansial. Analisis finansial didasarkan pada 1 m3 bahan baku tanduk atau perhi tungan per bulan dengan prakiraan seperti Tabel.2. berikut. Analisis finansial per m3 bahan baku tanduk. a. Sebelum Program Vucer
Item Vol Bahan 1 m3 baku tanduk Minyak 250 lt tanah packing ls Honor 20 OH pegawai Transport ls Hasil ls penjualan Saldo Harga Harga (Rp) (Rp) Pemasukan Pengeluaran 700.000 700.000 2.000 25.000 2.500.000 2.500.000 450.000 2.500.000 500.000 150.000 500.000 200.000
Nilai Tambah dari sisi IPTEKS, 1. Menambah ilmu pengetahuan tentang sistem pengeringan dan homogenitas produk tanduk kepada IKM. 2. Memberikan ilmu dan teknologi pengepakan (packing) vakum produk tanduk untuk komoditas eksport. Dampak Sosial secara Nasional. 1. Keberhasilan kegiatan di Desa Pucang Kecamatan Secang dapat dikembangkan ke lain daerah yang mempunyai kegiatan kerajinan serupa, misalkan Nusa Tenggara, dll yang mempunyai sumber tanduk dan kuku. 2. Peningkatan penghasilan IKM/ UKM akan mampu memper sempit kecemburuan sosial ekonomi sehingga kelangsungan kerja masyarakat dan keamanan pedesaan terjamin dan mampu berimbas pada tingkat nasional. 3. Peningkatan perekonomian UKM berarti meningkatkan PAD dan peningkatan eksport akan meningkatkan devisa negara. 4. Memungkinkan menyerap tenaga kerja untuk pengembangan jenis produk.
b. Sesudah Vucer
Item Bahan baku tanduk LPG oven Plasitik packing packing HR karyawan Transport Hasil penjualan eksport Saldo untung Volu me 1 m3 2 btl ls ls 10 OH ls ls Harga Harga (Rp) satuan Pemasukan Pengeluaran (Rp) 700.000 700.000 55.000 110.000 250.000 150.000 250.000 200.000 3.500.000 840.000 3.500.000 3.500.000
25.000
Sentra Kerajinan PRATAMA akan menjajagi pengembangan produksi untuk tujuan eksport. Dari berbagai pengalaman berkomunikasi dengan rekanan IKM disarankan agar dicarikan Referensi khusus tentang spesifikasi tanduk oleh Perguruan Tinggi yang berkompeten sehingga proses produksinya dapat setepat mungkin. DAFTAR PUSTAKA. 1. Fraas, Arthur P., 1988, Heat Exchanger Design, 2nd Edition, A Willey Interscience Publication, Singapore. 2. Hewit, G.F, Shires, G.L. & Bott, T.R.; 1994, Process Heat Transfer, C R C Press, Tokyo. 3. Geankoplis, Cristie J., 1983, Transport Process and Unit Operation, 2nd Edition, Allyn & Bacon, Inc., Toronto. 4. Kays, W. M. & London. A.L., 1984, Compact Heat Exchangers, Mcgraw Hilll Book Co, New York. 5. Kreith, Frank, 1991, Perpindahan Panas, Edisi Ketiga, Terjemahan Priyono, Penerbit Erlangga Jakarta.
PELATIHAN TEKNIK MENGGAMBAR LAMBUNG KAPAL (RENCANA GARIS) BAGI PEMBUAT KAPAL TRADISIONAL DI KABUPATEN BATANG
Ahmad Fauzan Zakki , Parlindungan manik, Deddy Chrismianto
ABSTRACT
The application of this project started with publication and socialization in the remote area where the craftsmen worked. The training will be given in the two sessions. The first, we introduce them the engineering drawing knowledge. In this activity we try to improve their drawing knowledge. Secondly, we take them to the traditional boatyard to implement their drawing knowledge. This session will improve their drawing skills. Finally we gave them a post test to evaluate their ability. The results show that their ability increase 12%, after they joint this program PENDAHULUAN Kabupaten Batang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Luas daerah 788,642 km2. Batas-batas wilayahnya sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Kabupaten Kendal, sebelah selatan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, sebelah barat Kabupaten dan Kodya Pekalongan, gambar 1.1 dari 332.453 jiwa laki-laki dan 336.479 jiwa perempuan dengan rasio laki-laki terhadap perempuan sebesar 98,80%. Jumlah rumah tangga sebanyak 159.792 KK rata-rata beranggotakan 4 orang. Sedangkan kepadatan penduduknya men capai 848 jiwa/Km2. Jumlah kelahiran dalam tahun 2001 sebanyak 7.570 kelahiran sedangkan jumlah kematian mencapai 2.448 jiwa dengan demikian partum buhan penduduk selama tahun 2001 sebesar 5.122 jiwa, (Anonim, 2006). Rata-rata tingkat pendidikan pendu duk Kabupaten Batang adalah rendah. Dari 605.135 jiwa yang merupakan usia sekolah, hanya 2.743 (1,05%) jiwa yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Selebihnya, atau lebih dari 80% merupakan penduduk yang memiliki pendidikan rendah. Penduduk Kabupaten Batang yang berpendidikan SMA sejumlah 33.663 jiwa atau hanya sekitar 5,56%. Berdasarkan dari kondisi di atas tampak bahwa secara garis besar masyarakat Kabupaten Batang masih memerlukan pening katan pendidikan dan pengetahuan tentang perkembangan teknologi yang ada saat ini, (Anonim, 2006). Terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, di wilayah pesisir
Gambar 1.1. Peta Kabupaten batang Posisi tersebut menempatkan wilayah Kabupaten Batang, utamanya Ibu Kota Pemerintahannya pada jalur ekonomi pulau Jawa sebelah utara. Arus transportasi dan mobilitas yang tinggi di jalur pantura memberikan kemungkinan Kabupaten Batang berkembang cukup prospektif di sektor jasa transit dan transportasi, (Anonim, 2004). Jumlah penduduk Kabupaten Batang berdasarkan hasil regristrasi tahun 2001, tercatat 668.932 jiwa yang terdiri
11
Berdasarkan kondisi di atas kita ingin mengadakan pelatihan teknik menggambar lambung kapal (rencana garis), agar para pembuat kapal tradisional di Kab. Batang memiliki ketrampilan untuk membuat gambar desain dari kapal yang telah mereka buat. Tujuan kegiatan ini adalah agar para pembuat kapal tradisonal di Kabupaten Batang mampu membaca dan membuat gambar rencana garis kapal tipe mini purse seine buatan mereka 60% benar. Pelatihan Teknik Menggambar Lambung Kapal (Rencana Garis) Bagi Pembuat Kapal Tradisional Di Kabupaten Batang, memiliki manfaat dalam bentuk sebagai berikut : a. Bertambahnya kemampuan dan ketrampilan para pembuat kapal tradisional, khususnya dalam hal membuat gambar rencana garis b. Tersedianya gambar rencana garis pada produk kapal yang mereka buat c. Meningkatnya potensi produk kapal tradisional dalam memasuki peluang pasar global Tinjauan Pustaka Kabupaten Batang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Luas daerah 788,642 km2. Batas-batas wilayahnya sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Kabupaten Kendal, sebelah selatan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, sebelah barat Kabupaten dan Kodya Pekalongan. Pada sebelah utara kabupaten ini penduduknya umumnya berprofesi sebagai nelayan dan pembuat kapal. Kapal-kapal buatan batang ini telah lama menjadi sarana pokok bagi nelayan untuk mencari ikan. Kapal mini purse seine tipe batang memiliki karakteristik yang unggul dibandingkan dengan kapal tradisional lain, antara lain memiliki stabilitas yang baik dan mesin penggerak berada pada sebuah kamar mesin (in board engine),
12
digambar berbentuk kurva dan lengkungan maka perlu dilakukan pendekatan teknik penggambaran yang disebut rencana garis. Rencana garis adalah sebuah teknik penggambaran 2D yang dapat merepresentasikan objek-objek tiga dimensi. Teknik penggambaran ini dilakukan dengan cara membuat potongan-potongan objek 3D, yang kemudian menghasilkan lengkungan pada tiap potongan dan kemudian di proyeksikan pada bidang gambar dua dimensi. Kapal adalah objek yang berbentuk kurva, bentuk lambung kapal sebenarnya adalah representasi dari kumpulan garisgaris lengkung yang kemudian membentuk sebuah penampang (surface). Interpretasi kumpulan garis lengkung tersebut kemudian digambar dalam tiap potongan surface-nya dan terbentuklah apa yang disebut rencana garis. Pemotongan objek ini tidak dilakukan secara nyata, namun potongan ini hanya merepresentasikan batasan geometri objek pada jarak acuan yang telah ditentukan oleh desainer. Pada rencana garis terdapat tiga kelompok potongan garis yang meliputi: 1. Body plan (potongan melintang badan kapal) 2. Half breadth plan/Waterline/garis air (potongan memanjang horizon tal) 3. Sheer plan (potongan memanjang vertikal) Tiap-tiap kelompok rencana garis ini menunjukkan letak ordinat lambung kapal. Hal ini sangat berguna dalam mendefinisikan bentuk lengkungan lambung kapal. Potongan melintang badan kapal (body plan) adalah garis pertama yang didapat pada perencanaan bentuk lambung kapal. Pada kapal yang sudah dibangun ordinat penentu bentuk lengkung body plan ditentukan dengan diukur untuk tiap
13
Gambar 2.2. Gambar Sheer plan dan buttock line kapal Kerangka Pemecahan Masalah Pendekatan yang diterapkan dalam penerapan teknologi mencakup dua aspek yaitu : aspek kognitif dan psikomotorik. Aspek kognitif diharapkan bertambahnya pengetahuan peserta pelatihan, sehingga mereka mampu membuat dan membaca gambar rencana garis. Sedangkan pada aspek psikomotorik diharapkan para peserta mampu menggunakan mal kapal sebagai alat bantu dalam menggambar lengkung lambung kapal dalam sebuah rencana garis. Agar tercapai dua aspek tersebut metode yang dilakukan meliputi beberapa tahap yaitu: 1. Tahap pra pelatihan (preparing the entry behavior) Pada tahap ini dilakukan seleksi dan penentuan kualifikasi peserta. Hal ini dilakukan agar pelatihan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga dilakukan pre-test untuk mengukur pengetahuan peserta tentang teknik menggambar rencana garis sebelum mengikuti pelatihan ini. 2. Tahap peningkatan pengetahuan gam bar (improving drawing knowledge) Tahap knowledge improvement, dituju kan untuk meningkatkan pengetahuan peserta, sehingga mampu membaca gambar rencana garis. Teknik instruksional yang digunakan pada tahap ini meliputi : ceramah dan diskusi kelompok 3. Tahap peningkatan ketrampilan meng gambar (improving drawing skill) Tahap ini, lebih banyak memberikan waktu bagi peserta untuk berlatih
Pada bagian akhir, garis lengkung yang harus dibuat adalah sheer plan. Pada sheer plan kapal dipotong secara meman jang secara tegak, garis leng kung yang dihasilkan dari potongan tersebut disebut buttock line. Potongan ini biasanya ditentukan dari jaraknya terhadap centerline, umumnya dibuat minimal dibagi empat pada jarak yang sama. Centerline adalah garis maya yang menjadi sumbu tengah kapal yang membagi dua bagian badan kapal secara simetri yaitu sisi port side (sebelah kiri badan kapal) dan sisi starboard side (sebelah kanan badan kapal). Namun untuk penggambaran yang lebih presisi dapat ditambah sesuai dengan keinginan, gambar. 2.2
14
Khalayak Sasaran Pelatihan ini ditujukan bagi para pembuat kapal tradisional di Kabupaten Batang, hal ini menjadi alasan pemilihan sebagai khalayak sasaran karena produk kapal mereka memiliki karakteristik stabilitas yang bagus serta memiliki gaya dorong mesin yang optimal. Agar proses transfer teknologi ini dapat berlangsung sesuai dengan keinginan, maka di tentukan beberapa kualifikasi peserta sebagai berikut : 1. Pembuat Kapal atau keluarga dari pembuat kapal, dengan jumlah 20 peserta 2. Usia peserta 20 28 tahun 3. Pendidikan minimal setingkat SLTP Selain itu, keterkaitan pada program ipteks seperti ; Dinas perikanan, Perindag, Koperasi dan pengrajin di Kabupaten Batang. Program ipteks ini merupakan informasi bagi dinas terkait dalam menetapkan kebijakan teknis dan wilayah pengembangannya. Selain itu, dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan makro dalam meningkatkan dan mengembangkan kontribusi sektor perikana dan industri kecil menengah terhadap kegiatan ekonomi Kabupaten Batang.
Entry Behavior: No
Improve the
Tech
Improve
Output Behavior:
15
Pada tahap kedua adalah pelaksanaan pelatihan. Pelatihan dilaksanakan dalam waktu 5 hari, yang meliputi : 2 hari ceramah pertemuan, 2 hari praktek di lapangan dan 1 hari untuk melaksanakan ujian akhir. Pada sesi pertama dalam acara pelatihan, kami memebrikan bekal pengetahuan tentang bagaimana teknikmenggambar dengan sistem proyeksi. Kemudian barulah diperkenalkan dengan gambar kapal dan definisi-definisi tiaptiap bagian pada gambar rencana garis. Setelah mereka mengetahui definisidefinisi tiap-tiap bagian dari rencana garis, kemudian mereka diperkenalkan dengan mal kapal, yaitu alat bantu untuk membuat garis lengkung pada sebuah gamabar rencana garis. Jumlah mal kapal ini sebanyak 41 jenis lengkungan dimana, tiap-tiap nomor dari mal tadi menunjukkan bentuk lengkungan yang berbeda yang berfungsi untuk menggambar pada bagian-bagian yang berbeda pula. Kemudian para peserta diminta untuk membuat dan menyalin gambar contoh yang diberikan oleh tim pengabdian ke dalam sebuah kertas kalkir untuk melatih kemampuan para peserta dalam menggunakan mal kapal dalam membuat gambar rencana garis. Namun hasil menunjukkan bahwa kemampuan psikomotorik para peserta tidak terlalu baik. Sehingga gambar yang dihasilkan tidak bisa sesuai dengan yang diharapkan oleh tim pengbdian (kurva tidak smooth), hal ini disebabkan bahwa peserta mayoritas adalah pekerja terbiasa dengan pekerjaan pembangunan (pekerja kasar) sehingga mereka tidak dapat lues dalam mengoperasikan pensil dan mal. Pada tahap berikutnya peserta diberikan pelatihan teknik mengukur lambung kapal. Yang kemudian besoknya di bawa ke lapangan untuk melakukan latihan pengukuran secara langsung di lapangan. Dana pada akhir kegiatan
16
bagi para pelajar-pelajar yang memiliki latar belakang teknik (pelajar STM), sehingga peserta tidak mengalami kesulitan dalam menerima materi yang diberikan. Kesimpulan Pelatihan teknik menggambar rencana garis bagi pengrajin papal tradicional kabupaten batang telah dilaksanakan dengan baik. Dan hasil menunjukkan telah terjadi peningkatan kemampuan sebaesar 12 % dari kemampuan sebelumnya. Ini berarti bahwa pelatihan ini terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para pengrajin kapal tradisional dalam teknik rencana garis Saran Melihat hasil peningkatan yang tidak signifikan, maka sebaiknya peserta pelatihan adalah peserta yang benar-benar memiliki latar belakang pendidikan minimal teknik setara dengan STM. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2004. Letak Geografis Kabupaten Batang, www.kabupaten batang.go.id, Indonesia Anonim, 2005. Kependudukan Kabupaten Batang, www.kabupaten batang.go.id, Indonesia Bakri, M, 1980. Teori Bangunan Kapal I, penerbit balai pustaka, Jakarta, Indonesia. Campbell, J, 1986. The Evaluation of vessels and engine performance, Kambia Fisheries development project, Lyminton, UK Chrismianto, D, 2006. Analisa Stabilitas Kapal Nelayan Tradisional Tipe Mini Purse Seine, Laporan Penelitian Dik Rutin 2006 Lemlit Undip, Semarang Indonesia.
Secara keselurahan hasil menunjukkan terjadinya peningkatan nilai ujian sebesar 12 % dari nilai sebelumnya (pre-tes), namun peningkatan ini masih dibawah target dari tim pengabdian, sebab nilai target minum yang terjadi adalah sebesar minimal memiliki skore 50. Tidak dapatnya tercapainya target disebabkan karena pengetahuan dasar tentang gambar tidak dimiliki oleh peserta, sehingga tim kesulitan dalam menyampaikan materi pokoknya yaitu gamabar rencana garisnya. Berdasarkan hasil di atas tim menyarankan sebaiknya pelatihan ini bukan untuk para pengrajinnya melainkan
17
Mannen, J D, 1988, Resistance, Principles of Naval Architecture 2nd Revision Vol. 2, SNAME, USA Martin, M, 1989. Issues in the design of kerosene outboard motors for use in fisheries. Paper presented at The National Workshop on Technology for Small-scale Fishworkers, Trivandrum, India Tanner, T, 1930. The Forces on a Yachts Sail, Journal Royal Aerodynamics Society, UK. Zakki, A, 2006. Perencanaan Konstruksi Profil dan Penampang Melintang Kapal Mini Purse Seine, Laporan spesifikasi teknik KLM Torani 2 Proyek Kerjasama FT Undip dan BBPPI, Semarang, Indonesia
18
RANCANG BANGUN ALAT PENGRAJANG KARAK DAN PERBAIKAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK
Oleh : Widayat, ST, MT; Mohammad Djaeni, ST, MEng;Luqman Buchori, ST, MT
RINGKASAN
Keberadaan pengrajin krupuk legendar /karak di kota Semarang tidak dapat diabaikan sebagai suatu unit usaha kecil komersial. Salah satu pengrajin karak legendar adalah UD SINAR yang dipimpin oleh Bapak Hanis N yang berlokasi di Kelurahan Pedurungan Kidul, Kecamatan Pedurungan, Semarang. Pada kondisi normal, UD SINAR memproduksi karak sebanyak 8.000 buah/hari membutuhkan bahan baku beras sebanyak 75 kg. Proses pembuatan krupuk legendar meliputi tahap pencucian, pemasakan, penghalusan dan pengeringan. Proses pembuatan krupuk yang dilakukan oleh UKM krupuk legendar/karak SINAR masih mengunakan cara manual terutama pada proses penghancuran/pelumatan, pencetakan, proses pengirisin/pemotongan dan pengeringan. Proses pengirisan karak yang masih manual menyebabkan waktu pengirisan lama (12 jam untuk 75 kg bahan), krupuk tidak higienis, ketebalan krupuk tidak seragam, serta perlu tenaga kerja yang banyak, ketelitian yang tinggi dan konsentrasi juga tinggi. Proses pemotongan karak juga membutuhkan tekanan yang cukup kuat, serta pisau yang tajam, sehingga akan menguras tenaga manusia. Dengan kendala ini maka pada waktu permintaan pasar meningkat sulit untuk dipenuhi. Sampai saat ini UKM/UD SINAR hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar sekitar 75 kg/hari, padahal permintaan pasar sampai 100 kg/hari. Selain itu kandungan gizi produk masih rendah. Untuk meningkatkan kandungan gizi, diperlukan perbaikan proses sehingga diperoleh produk dengan kandungan gizi yang ckup tinggi. Perbaikan proses dapat dilakukan dengan penambahan bahan pembantu dengan harga murah dan juga pada proses produksinya. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat alat pengrajang karak. Alat ini terdiri dari lima bagian utama yaitu: Unit transportasi bahan karak yang mengerakan bahan menuju ke pisau pemotong atau pengiris yang mampu menampung 2 buah bahan, Meja untuk menempatkan bahan karakdengan ukuran 100 x 100 x 100 cm3, Motor Pengerak untuk mengerakan pisau dengan arah maju mundur dengan kecepatan putar motor adalah sekitar 100-150 rpmdan membutuhkan daya sekitar 300 watt/220 volt dan Pisau Pemotong yang digunakan terbuat dari logam stainless stell (ss), untuk mencegah lengketnya bahan karak. Dengan alat ini ternyata mampu meningkatkan kapasitas produksi dari 75 kg/hari menjadi 100 kg bahan baku/hari, menyeragamkan ukuran kerupuk sehingga kualitasnya meningkat, meningkatkan kapasitas pengirisan dari rata-rata 7 kg/jam menjadi 20-25 kg/jam, dan melakukan diversifikasi produk dengan membuat krupuk berbahan baku tepung terigu. Dengan adanya Alat Pengrajang ini akan menaikkan kapasitas produksi, sehingga diharapkan bisa menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan pengangguran bisa ditekan serendah mungkin. Keberadaan pengrajin krupuk legen dar/karak di kota Semarang tidak dapat diabaikan sebagai suatu unit usaha kecil komersial. Jumlah pengrajin kerupuk legendar di Kota Semarang belum banyak seperti di kota-kota lain seperti Klaten dan Surakarta. Jumlah pengrajin setiap kecamatan di kota Semarang adalah 1-2
19
duksi karak sebanyak 8.000 buah/hari membutuhkan bahan baku beras sebanyak 75 kg. Nilai jual dari produk karak ada dua jenis, yaitu Rp. 60,00 dan Rp. 120,00/buah. Kendala yang dihadapi oleh UKM krupuk legendar/karak SINAR adalah proses pembuatan krupuk yang masih manual terutama pada proses penghancuran/pelumatan, pencetakan, proses pengirisin/pemotongan dan penge ringan. Proses pengirisan karak yang masih manual menyebabkan waktu pengirisan lama (12 jam untuk 75 kg bahan), krupuk tidak higienis, ketebalan krupuk tidak seragam, serta perlu tenaga kerja yang banyak, ketelitian yang tinggi dan konsentrasi juga tinggi. Proses pemotongan karak juga membutuhkan tekanan yang cukup kuat, serta pisau yang tajam, sehingga akan menguras tenaga manusia. Dengan kendala ini maka pada waktu permintaan pasar meningkat sulit untuk dipenuhi. Kendala lainnya adalah proses pengeringan masih menggunakan tenaga matahari. Kelemahan utama proses pengeringan menggunakan tenaga matahari adalah waktu pengeringan lama (5-6 jam), memerlukan tempat luas dan biaya operasional untuk tenaga kerja besar. Proses pengeringan dengan tenaga matahari juga tidak higienis karena ditempatkan pada tempat terbuka yang menyebabkan krupuk akan tercemar virus-virus, bakteri, jamur maupun debu. Sampai saat ini UKM/UD SINAR hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar sekitar 75 kg/hari, padahal permintaan pasar sampai 100 kg/hari (Wawancara dengan Pemilik). Hal ini dikarenakan masih manualnya metode pembuatan terutama pemotongan dan pengirisan. Untuk pengirisan sangat membutuhkan konsentrasi yang tinggi, agar diperoleh hasil yang seragam. PERUMUSAN MASALAH
20
produk juga diperoleh. Selama ini hanya sat jenis produk karak legendar dengan perbaikan proses in produk dapat didiversifiasi sesuai dengan bahan pembantunya. Untuk perbaikan sistem pengirisan atau pemotongan produk, diperlukan mekanisasi peralatan proses. Hal ini akan meningkatkan produktivitas dan kapasitas karak. Sehingga keberlanjutan produksi karak dapat kontinyu, serta kualitas karak dapat ditingkatkan. Peralatan proses yang dimaksud adalah rancang bangun alat pengiris/ pengrajang karak. Alat pengiris karak dirancang agar kecepatan proses pengirisan lebih cepat (20-25 kg/jam), ketebalan karak seragam, serta higienitas karak terjaga. TUJUAN Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk merancang bangun alat pengarajang karak legendar dan memper baiki proses produksi. Secara khsus tujuan kegiatan ini dapat diperinci menjadi: 1. Merancang dan merakit peralatan pengrajangan karak legendar 2. Meningkatkan kapasitas produksi dari 75 kg/hari menjadi 100 kg bahan baku/hari, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar. 3. Menyeragamkan ukuran kerupuk melalui rancang bangun alat pengiris sehingga kualitasnya meningkat 4. Meningkatkan kapasitas pengirisan dari rata-rata 7kg/jam menjadi 20-25 kg/jam 5. Menghemat biaya operasional untuk buruh. 6. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia UKM dengan adanya alat pengrajang atau pengiris dan pemotong baru. 7. Meningkatkan kualitas atau nilai gizi produk pada karak legendar
21
MANFAAT Dengan adanya Kegiatan Vucer ini, manfaat yang diperoleh adalah peningkatan apasistas produksi. Kapasitas produksi krupuk nasi/karak akan akan meningkat setiap hari, mengingat omset pasaran pada saat ini cenderung bertambah, namun tidak dapat memenuhi tuntutan pasar. Untuk setiap tahun diambil jam kerja 300 hari, kapasitas total setiap tahun adalah 300 x 75 = 22.500 kg bahan baku beras atau 2.400.000 buah kerupuk nasi /tahun. Kapasitas produksi karak ratarata adalah 8.000 buah/hari. Adanya alat pengiris dan pemotong yang diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar. Dengan demikian kapasitas produksi karak sepanjang tahun adalah sebanyak 300 x 100 = 30.000 kg = 3.300.000 buah karak/tahun = 11.000 buah/hari sehingga dapat dikatakan kapasitas produksi karak meningkat dari 75 kg/hari menjadi 100 kg/hari. Sehingga omset UKM perharinya akan meningkat dari Rp. 780.000,menjadi Rp. 1.080.000,-. Dalam waktu satu tahun, dengan adanya unit pengris maka kebaikan omset sebesar Rp 90.000.000,- per tahun. NILAI TAMBAH PRODUK DARI SISI IPTEKS Manfaat yang lain ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah bahwa krupuk nantinya dengan adanya kegiatan Vucer ini memiliki keunggulan yaitu: 1. Keragaman ukuran dan kualitas karak lebih terjaga. 2. Higienitas produk krupuk lebih terjaga karena dikeringkan di tempat tertutup.
Kualitas atau kandungan gizi akan meningkat, sehingga kebutuhan masyarakat kecil akan gizi dapat terpenuhi dengan harga beli yang murah Selain itu dengan adanya alat pengiris atau pengrajang hasil rancangan proses produksi di UKM juga menda patkan kemudahan-kemudahan yaitu : 1. Dapat memenuhi permintaan pasar yang setiap tahunnya cenderung meningkat 2. Proses pengirisan dan pemotongan menjadi lebih cepat dari 7 jam/kg bahan baku menjadi hanya 20-25 jam/kg bahan baku. 3. UKM dapat meningkatkan kapasitas produksi dari 75 kilogram per hari menjadi 100 kilogram per hari (kenaikan 30%) 4. Keberlangsungan produksi pupuk tertap terjaga DAMPAK SOSIAL SECARA NASIONAL Dengan adanya tambahan investasi berupa alat ini maka akan meningkatkan produktifitas dan kapasitas produksi karak. Permintaan pasar akan produk karak yang cenderung meningkat dapat dipenuhi. Dengan potensi yang demikian besar maka dapat merangsang berkembangnya bisnis krupuk nasi/karak ini karena kesulitan yang ada sudah bisa teratasi. Dengan semakin berkembangnya iklim usaha ini akan memperluas lapangan kerja sehingga akan dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja yang akan mengurangi tingkat pengangguran.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di UKM UD SINAR Kelurahan Pedurungan Kidul, Kec. Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah dilakukan dengan membuat Alat Pengrajang karak serta pelatihan dan demontrasi-ploting (demplot) pengoperasian Alat.
22
memberikan pengetahuan tentang caracara pengoperasian alat tersebut, cara memasukkan bahan, pengaturan ketebalan bahan dan tahap pengeluaran produk. Diharapkan dengan cara ini UKM mitra dapat lebih intensif dalam menerima alih teknologi dan diharapkan pihak UKM mampu mengoperasikan alat tersebut secara mandiri. KHALAYAK SASARAN Industri karak legendar yang menjadi sasaran pada program Vucer ini terletak di Kelurahan Pedurungan Kidul, Kecamatan Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah. Industri karak ini mempekerjakan sekitar 15 orang karyawan dengan berbagai tingkatan pendidikan. Tenaga kerja umumnya berasal dari lingkungan sekitar. Sumber Daya Manusia Usaha Kecil Menengah (UKM) krupuk ini dipimpin oleh Bapak Hanis N yang berpendidikan SMA dengan nama UD SINAR. Jumlah seluruh karyawan yang tergabung dalam UKM ini adalah 15 orang yang terbagi dalam 3 bagian yaitu bagian produksi, bagian pemasaran dan bagian administrasi. Karyawan yang ada di bagian produksi berjumlah 4 orang. Bagian pemasaran berjumlah 10 orang dan bagian administrasi untuk berjumlah 1 orang. Dari 15 orang karyawan tersebut, 7 orang berpendidikan SD 5 orang, berpendidikan SMP dan 3 orang berpendidikan SMA. Kondisi Manajemen Dan Investasi Manajemen yang diterapkan oleh UKM ini belum tertata dengan baik dengan karena masih adanya pembagian ynag tumpang tindih. Pendistribusian kerja yang terbagi dalam bagian produksi, pemasaran dan administrasi terkadang bagian pemasaran harus membantu proses produksi jika omset asaran meningkat.
23
HASIL KEGIATAN 24
Hasil kegiatan yang telah dicapai pada program ini adalah pembuatan Alat Pengrajang karak yang terlampir dalam gambar rancangan alat dan foto-foto dokumentasi. Pembuatan Alat Pengrajang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas produk karak yang dihasilkan. Pada proses pembuatan karak di UKM UD SINAR ini kendala yang dihadapi adalah kualitas produk karak yang kurang baik. Waktu pengirisan lama (12 jam untuk 75 kg bahan), krupuk tidak higienis, ketebalan krupuk tidak seragam, serta perlu tenaga kerja yang banyak, ketelitian yang tinggi dan konsentrasi juga tinggi. Proses pemotongan karak juga membutuhkan tekanan yang cukup kuat, serta pisau yang tajam, sehingga akan menguras tenaga manusia. Kondisi ini disebabkan pada proses pengirisan/ pemotongan. Pengirisan produk yang dilakukan UKM ini masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana yaitu hanya dengan menggunakan tenaga manusia, akibatnya waktunya lama, produk yang dihasilkan kurang seragam dan kualitas dan kuantitasnya masih rendah. Dengan adanya alat pengrajang ini akan meningkatkan kualitas dan kapasitas karak yang dihasilkan. Kapasitas produksi krupuk nasi/karak akan akan meningkat setiap hari, mengingat omset pasaran pada saat ini cenderung bertambah, namun tidak dapat memenuhi tuntutan pasar. Untuk setiap tahun diambil jam kerja 300 hari, kapasitas total setiap tahun adalah 300 x 75 = 22.500 kg bahan baku beras atau 2.400.000 buah kerupuk nasi /tahun. Kapasitas produksi karak rata-rata adalah 8.000 buah/hari. Adanya alat pengiris dan pemotong yg diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar. Dengan demikian kapasitas produksi karak sepanjang tahun
Kapasitas produksi rata-rata per hari 2. Jumlah 8.000 biji 11.000 biji krupuk (3000 biji Rp (4000 biji Rp yang 60,- dan 5000 60,- dan 7000 dihasilkan biji Rp.120,-) biji Rp.120,-) 2. Omset per Rp 780.000,Rp 1.080.000,hari* 3. Kapasitas 22.500 kg 30.000 kg (30 tahunan (22,5 ton) ton) 4. Omset Rp Rp tahunan 234.000.000,324.000.000,Dalam satu tahun terjadi kenaikan omset 90.000.000,*) : Harga krupuk Rp 60,- dan Rp. 120,- per biji
5. Pergerakan pisau pemotong yang semula langsung berhubungan dengan motor digantikan oleh roda yang dihubungkan dengan tuas. Selanjutnya roda digerakkkan oleh motor. 6. Adanya penambahan switch untuk mensinkronkan antara gerakan motor untuk conveyor dengan gerakan motor untuk pengerak pisau 7. Penambahan pengatur ketebalan karak Alat yang telah dirancang bangun seperti disajikan dalam Gambar 5.1. Alat pengrajang terdiri dari pisau yang digerakkan oleh motor. Motor tidak mengerakkan secara langsung tetapi terlebih dahulu dikurangi kecepatan dengan rotor dan dihubungkan dengan belt /sabuk dan tuas. Motor membutuhkan daya sekitar 0,25 kwh. Bagian yang kedua adalah pengerakan umpan dengan menggunakan belt conveyor. Bagian yang ketiga adalah penampung produk irisan karak. Ketiga bagian diletakkan dalam sebuah meja dari besi.
Dalam pelaksanaan terdapat perubahan dalam beberapa komponen seperti; 1. Pengerak bahan karak yang sebelumnya digunakan per digantikan dengan belt conveyor, dengan demikian dibutuhkan motor pengerak 2. Penambahan motor pengerak khususnya untuk pengerak belt conveyor 3. Penambahan rotor untuk mengurangi kecepatan putaran dari motor 4. Kursi untuk meletakkan alat yang semula dari kayu digantikan bahan dari besi
g
Gambar 5.1 Alat Pengrajang Karak
Setelah uji coba, ada dua hal perbaikan yaitu belt conveyor dan pisau pengrajang. Belt conveyor dilengkapi dengan plat penyangga sehingga belt tidak menggulung /dapat kaku. Pisau dibuat sedikit oval dan bagian mata pisau lebih tipis. Dengan demikian akan lebih mudah dalam memotong dan tidak
25
memberikan saran agar industri karak legendar lain yang ada di Semarang memperhatikan unit pengirisnya. Hal ini terkait dengan peningkatan kualitas dari produk yang dihasilkan. Dengan adanya Alat Pengrajang ini, kualitas produk meningkat dan keseragaman produk lebih terjaga. Selain itu kuantitas produk yang dihasilkan menjadi lebih besar sehingga omsetnya naik. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Anonim (2002). Teknologi Pembuatan Krupuk. Informasi Ekonomi dan Teknologi Brown, G.G. (1978). Unit Operation. John Wiley and Sons, Tokyo, Japan Demmerle, R.L., Walter, J.S.(1988). Modern Chemical Processes , Volume I, Reinhold Publishing Corporation, New York, hal. 32 39. Djaeni, M, F S Budi, dan. A. Prasetyaningrum (2003), Mekanisasi Proses Pembuatan Kerupuk Terung di Kota Semarang Laporan Aplikasi Teknologi Universitas Diponegoro kerjasama dengan BAPPEDA Kota Semarang Dilaga, WS (2002). Laporan Program Sibermas. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Diponegoro Treyball, R.E. (1983). Unit Operation. McGraw Hill. Inc., New York. Http://www.ristek.go.id (Teknologi Pembuatan Krupuk, 2002)
4.
5.
6. 7.
26
PRODUKSI LELE DUMB O SANGKURIANG (Clarias gariepinus, Burch.) HYGIENIS MELALUI APLIKASI TEKNOLOGI KOLAM PLASTIK DAN PENGGUNAAN AIR BERSIH SEBAGAI WADAH DAN MEDIA BUDIDAYA
Oleh : Sri Hastuti, Subandiyono, Ristiawan Agung Nugroho, Diana Chilmawati, Trisnani Dwi Hapsari
ABSTRAK Permasalahan yang ditemukan pada usaha perikan lele di desa Beji, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang adalah rendahnya produktivitas usaha. Pada kenyataannya waktu pemeliharaan ikan hingga ukuran panen cukup lama, yaitu mencapai 4 hingga 6 bulan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya produktivitas usaha lele tersebut adalah faktor air yang digunakan untuk memelihara ikan lele. Petani pembudidaya ikan di Desa Beji menggunakan air dari sumber air. Namun sumber air tersebut digunakan untuk aktivitas mencuci oleh masyarakat, maka kondisi kulaitasnya menjadi tercemar oleh limbah detergen maupun domestik kondisi ini menyebabkan pertumbuhan ikan terganggu. Juga produk ikan yang dihasilkan tidak hygienies. Permasalahan diatas dipecahkan dengan upaya penerapan dan pengembangan IPTEKS, yaitu dengan perbaikan pada sistim dan teknologinya. Salah satu sistim dan teknologi budidaya ikan lele dumbo yang akan diterapkan dan dikembangkan adalah penggunaan kolam plastik dan air bersih dari sumur sebagai wadah dan media pemeliharaan ikan. Permasalahan produktivitas usaha budidaya lele tersebut juga pecahkan pula dengan menerapkan kaidah ilmu nutrisis ikan yang benar untuk memperoleh nilai FCR yang lebih baik, serta memperkenalkan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang diketahui memiliki potensi tumbuh yang lebih baik. Dengan demikian akan dihasilkan produk ikan lele hygienis yang bersih dan aman untuk dikonsumsi. Hasil dari kegiatan pengabdian ini adalah perubahan pengetahuan tentang aspek budidaya ikan oleh mitra, siklus produksi makin cepat dan penguasaan teknik pemeliharan ikan yang hygienis, efisiensi pakan serta perbaikan kualitas air. Parameter biologis yang terdiri dari pertumbuhan relatif, FCR dan SR masing-masing sebesar 949.6 - 1001.0 %, 0.78 0.86 dan 98.5-100%. Kualitas air media pemeliharaan yang terdiri dari suhu, pH, oksigen terlarut dan amonia masing-masing adalah 25.5 27.5 oC, 7.5 8.0, 0.3 0.8 ppm dan 0.13 0.17 ppm. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan teknologi kolam plastik dan air sumur memberikan respon positif terhadap nilai konversi pakan (FCR), pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi. Kondisi kualitas air layak untuk mendukung hidup dan tumbuhnya ikan lele. Kata Kunci: lele dumbo sangkuriang, hygienies, kolam plastik, air sumur PENDAHULUAN Kegiatan budidaya lele dumbo telah dilakukan oleh kelompok petani mitra Aquatica, baik di daerah tanah kering maupun basah. Namun, kegiatan usaha perikanan tersebut masih menghadapi kendala teknis maupun manajemen. Adanya kendala tersebut menyebabkan periode pemeliharaan ikan menjadi relatif lama, yaitu 4 sampai 6 bulan per periode tanam. Selain itu, polutan domestik berupa deterjen dan bahan organik telah menurunkan kualitas air bagi kehidupan lele serta menghasilkan produk ikan yang tidak higienis.
27
teknologi tersebut akan dihasilkan produk ikan higienis yang aman untuk dikonsumsi. Perumusan Masalah Identifikasi permasalahan yang menjadi titik pusat obyek penerapan dan pengembangan teknologi tepat terpadu dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Kolam Kolam pemeliharaan yang terdapat pada lahan tanah kering mempunyai porositas yang tinggi sehingga sulit untuk menampung air. Sumber air permukaan juga jarang ditemukan pada lokasi seperti itu. Kolam dari bak beton membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan tidak terjangkau oleh petani pembudidaya mitra yang bermodal kecil. 2. Air Lokasi tempat usaha mitra terdapat sumber air dari mata air yang digunakan untuk memelihara ikan. Air ini mengalir melewati irigasi teknis dan melewati area perumahan penduduk. Namun, sumber air tersebut juga digunakan sebagai tempat cuci dan buangan domestik sehingga kualitas airnya tercemar. Kualitas air tersebut tidak cocok untuk pemeliharaan ikan dikarenakan adanya polutan domestik. Oleh karena itu hasil produk ikan yang dibudidayakan dengan kondisi air tercemar tersebut menjadi tidak higienis. 3. Ikan Ikan yang dibudidayakan selama ini mempunyai laju pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit yang rendah secara genetis. 4. Pakan Pakan yang diberikan pada kegiatan budidaya selama ini berasal dari limbah pabrik roti. Nilai nutrisi dari pakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan
28
Setelah melalui penerapan teknik pemeliharaan dengan menggunkan kolam plastic, air bersih, benih lele dumbo sangkuriang dan manajemen pemberian pakan maka produk ikan lele yang dihasilkan akan hygienis dan mempunyai nilai profit yang lebih baik karena proses produksinya lebih efisien ditinjau dari waktu proses produksi yang lebih singkat, pemanfaatan pakan yang lebih efisien. Harga jual lele hygienis tentunya akan lebih tinggi serta pemintaan juga akan meningkat. Sehingga secara keseluruhan melalui perbaikan proses produksi maka budidaya lele akan lebih menguntungkan. Adanya sumber peluang usaha baru yang menjanjikan bagi masyarakat kelompok tani sebagai bentuk diversi fikasi usaha yang dapat meningkatkan pendapatan dan juga sebagai sumber mata pencaharian baru terutama bagi buruhburuh pabrik yang terkena PHK. Hasil dari budidaya lele dumbo dapat dipasar kan di kolam-kolam pemancingan dan rumah makan, serta dapat didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir di Ungaran dan Semarang. 2. Nilai Tambah Produk Dari Sisi Ipteks Aplikasi teknologi kolam plastik yang dikembangkan menggunakan lembaran plastik terpal sebagai wadah pemeliha raan. Harga plastik ini jauh lebih murah dibandingkan plastik yang pernaha digunakan pada tambak udang. Petani di Kelurahan Beji dapat memperoleh plastik ini dengan mudah langsung dari pabrik yang memproduksinya. Pematang kolam terbentuk dari sekam padi yang dimasukkan dalam kantong-kantong palstik, dengan demikian tidak perlu ada penggalian tanah sehingga profil dan penggunaan atau fungsi lahan dapat segera dikembalikan ke asalnya. Sekam padi dapat diperoleh dengan mudah dan murah di pengilingan padi yang ada di Kel. Beji. Begitu pula untuk kantong
29
Permasalahan yang ditemukan pada usaha perikanan lele di desa Beji, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang adalah rendahnya produktivitas usaha budidaya lele di daerah tersebut. Pada kenyataannya waktu pemeliharaan ikan hingga ukuran panen cukup lama, yaitu mencapai 4 hingga 6 bulan. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya produktivitas usaha lele tersebut, di antaranya faktor air yang digunakan untuk memelihara ikan lele. Dalam hal ini petani pembudidaya ikan di daerah Beji tersebut menggunakan air dari sumber air. Namun karena sumber air tersebut digunakan untuk aktivitas mencuci oleh masyarakat, maka kondisi kulaitas air mnejadi tercemar oleh limbah detergen maupun domestik kondisi ini menyebab kan pertumbuhan ikan terganggu. Juga produk ikan yang dihasilkan tidak higienis. Sistim dan teknologi pemeliharaan ikan lele yang digunakan oleh petani ikan lele di Desa Beji tersebut masih konvensiaonal. Kolam dibentuk dengan menggali tanah sedalam 20-40 cm, dan tanah hasil galian tersebut digunakan sebagai pematang kolam. Kendala alamiah yang dihadapi oleh petani pembudidaya adalah tingginya porositas tanah di daerah tersebut. Kondisi ini juga tidak menguntungkan petani pembudidaya ikan bagi keberlanjutan usaha perikanan. Pakan dan metode pemberiannya yang diterapkan oleh para petani pembudidaya ikan lele tersebut masih jauh dari kaidah ilmu nutrisi ikan. Kondisi ini mempunyai andil dalam hal lama proses produksi dan tingginya nilai FCR (konversi pakan). Nilai FCR yang tinggi berakibat pada tipisnya keuntungan yang diperoleh petani pembudidaya. Hingga saat ini petani belum bisa mengetahui berapa nilai FCR, namun diketahui dari berapa keuntungan dari harga pakan dan harga jual ikan yang diperoleh. Mengingat selama ini petani
30
Melalui penggunaan air yang berasal dari sumur (Foto pada Lampiran) yang memiliki kualitas yaitu suhu 25.528oC, pH 7 - 8, amonia 0.13 - 0.17 ppm serta oksigen terlarut 0.3 hingga 0.8 ppm. Pengelolaan air dilakukan dengan cara mengisi kolam plastik dengan air dari sumur yang disedot melalui pipa paralon dan menggunakan pompa. Setiap hari kotoran ikan dikeluarkan dari kolam dengan cara di siphon menggunakan selang. Air yang ikut terbuang akan digantikan dengan air bersih. Penerapan manajemen air tersebut telah mengha silkan angka kelangsungan hidup ikan lele yang tinggi yaitu sebesar 99.5%. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial yang mempunyai nilai nutrisi yaitu: protein 37.83%, lemak 6.95%, serat kasar 2.09%, karbohidrat 41.25%, abu 6.95%. Pakan tersebut diberikan dengan metode ad satiation (sampai kenyang) dan frekwensi pemberian pakan 2 kali sehari (Subandiyono dan Hastuti. 2008). Ikan dipelihara dengan kepadatan populasi 100 ekor/m2. Dengan menerapkan teknologi budidaya tersebut panen dapat dilakukan setelah pemeliharaan selama 2 bulan. Produk ikan lele dumbo yang dihasilkan berukuran bobot rata-rata individu sebesar 80 gram dengan nilai FCR sebesar 0.8%. Oleh karena itu secara teknis budidaya penerapan metode kolam plastik, air bersih serta pengelolaan pakan sesuia kaidah ilmu nutrisi ikan akan menghasilkan ikan dengan waktu yang lebih cepat (yaitu 2 bulan) serta kondisi ikan yang bersih. Produktivitas usaha menjadi naik karena siklus produksinya lebih cepat serta nilai FCR lebih baik dan SR lebih tinggi. Metode Yang Digunakan Metodologi yang ditawarkan adalah menggunakan teknologi kolam plastik, dengan pengelolaan air yang
31
lele higienis dilakukan oleh tim pengabdian bersama-sama dengan mitra. Pendampingan dan monitoring dilaksaanaan oleh tim secara bergantian. Indikator pencapaian hasil kegiatan mencakup perubahan pengetahuan tentang aspek budidaya ikan oleh mitra, lama proses produksi dan penguasaan teknik pemeliharan ikan yang hygienis sehingga diperoleh produk yang bersih dan aman untuk dikonsumsi serta efisieisn pakan serta kualitas air. Indikator Pencapaian Tujuan Kegiatan Pengabdian Program Vucer
N o 1 Sebelum Kegiatan Penerapan teknik budidaya lele dum bo konvensiaonal Siklus produksi sebelum kegiatan; Lama produksi 4 6 bulan SR rendah (50%) Produk yang diha silkan kotor Efisiensi pemanfa atan pakan: FCR; 1.5% Kondisi air: Sum ber air tercemar Harga jual ikan: Rp. 8000,- /kg Setelah Kegiatan Mitra mampu me nggunakan tekno logi produksi lele hygienis secara mandiri & trampil Siklus produksi setelah kegiatan: Lama produksi 2 bulan SR mencapai 99.5% Produk yg diha silkan hygienis Efisiensi Pemanfa atan Pakan: FCR; 0.8% Kondisi air: Sum ber air sumur yang bersih Harga Jual ikan: Rp. 12.000,- / kg
3 4 5
Parameter biologis dan kualitas air media pemeliharaan disajikan pada tabel berikutnya. Dari data terlihat penerapan teknologi kolam plastik dan air sumur memberikan resposn positif terhadap nilai konversi pakan (FCR), pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi. Kondisi kualitas air masih layak untuk mendukung hidup dan tumbuhnya ikan lele.
32
Hal yg menjadi faktor penghambat dalam kegiatan pengabdian ini adalah kapasitas pompa air yang berfungsi memompa air dari sumur untuk mengisi kolam plastik. Kapasitas pompa yang kurang memadai menyebabkan pengisian kolam menjadi lebih lama sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih lama. Hal ini tentunya berdampak pada pengeluaran biaya listrik yang lebih besar, sehingga mengurangi keuntungan. Faktor lain yang dirasa menjdi penghambat adalah mudah rusaknya plastik setelah terkena sinar matahari, sehingga aktivitas semut dapat membuat kebocoran pada kolam plastik tersebut. Kesimpulan 1. Pemasyarakatan teknologi produksi lele hygienis melalui penggunaan kolam plastik serta air bersih sebagai wadah dan media budidaya ikan telah BERHASIL dengan BAIK. 2. Indikator keberhasilan pelaksanaan pengabdian program vucer ini adalah: a. Mitra beserta pembudidaya lain telah mampu mempraktekkan teknologi budidaya ikan hygienis dalam proses produksi budidaya ikan lele secara mandiri dan terampil; b. Perbaikan nilai efisiensi pakan yang tercermin dari makin kecilnya nilai FCR yaitu 0.8% dan perbaikan pertumbuhan ikan sehingga siklus produksi menjadi lebih cepat yaitu 2 bulan; c. Keberhasilan pengelolaan air yang berasal dari sumur menyebabkan kondisi kualitas air yang layak untuk ikan sehingga nilai SR mencapai 100 %; dan d. Peningkatan kondisi hygienitas produk budidaya ikan lele dumbo ini menyebabkan peningkatan harga jual ikan per kg yaitu Rp 12.000,-.
Hasil Pengukuran 25.5 27.5 7.5 8.0 0.3 0.8 0.13 0.17
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada Tabel di atas terlihat bahwa pengelolaan air cukup berhasil terlihat dari nilai pengukuran berbagai parameter kualitas iar. Kondisi kualitas air tersebut terlihat dapat mendukung kehidupan lele yang tinggi yaitu 98.5 hingga 100%. Sedangkan nilai pertumbuhan dan FCR menunjukan angka yang cukup tinggi masing-masing sebesar 0.78 hingga 0.86 dan 949.6 hingga 1001.0%. Hal ini termasuk faktor pendorong dalam keberhasilan kegiatan pengabdian program vucer. Sehingga terjadi percepatan siklus produksi lele dumbo dari 4 -6 bulan menjadi 2 bulan sudah mencapai ukuran panen yaitu 80 gram per individu (12 ekor/kg). Kondisi produk yang hygienis menyebabkan harga jual meningkat dari Rp. 8.000,- per kg menjadi Rp. 12.000,- per kg. Hal ini membuktikan tingginya tingkat potensi penggunaan teknologi ini.
33
Mudzhakiroh, N.N., 2007. Efisiensi Pemanfaatan pakan dan pertumbuhan lele dumbo Sangkuriang (Clarias gariepinus, Burch.) yang diberi pakan dengan prosentase yang berbeda. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan UNDIP, Semarang. Rukmana, 2003. Lele Dumbo Budidaya dan Pasca Panen. C.V. Aneka Ilmu,Semarang Subandiyono dan Hastuti, S. 2008. Pola glukosa darah post prandial dan pertumbuhan lele dumbo (Clarias gariepinus) Sangkuriang yang dipelihara dengan pemeberian pakan berkromium organik. Aquacultura Indonesiana , 9(1): 31-38. Susanto, 1998. Budidaya Ikan Lele. P.T. Kanisius, Yogyakarta Tacon A. G. J. 1987. The Nutrition and Feeding of Farmed Fish and Shrimp. A Training Manual Food and Aquaculture Organization of United Nation Brazilia Brazil. Viveen,W.J.A.R., Richter, C.J.J., von Oordt, P.G.W.J. dan Huisman, E.A.1977. Practical Manual for the Culture of the African Catfish (Clarias gariepinus). Netherland.93 pp
34
PELATIHAN CARA PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT PADA SAPI UNTUK MENINGKATKAN SANITASI LINGKUNGAN DI KTT REJEKI LUMINTU DESA SUMURREJO KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG
By: Fajar Wahyono, Eko Pangestu and Limbang K Nuswantara
SUMMARY
Animal health is still an obstacle in animal raising development. It is caused by low in konowledge of zootechnique management on farmers, especially about animal health management. The objective of community service was to train farmers in animal health management problem, especially about parasite control to increase stall and surroundings sanitation. Activity implementation was carried out in Rejeki Lumintu Farmers Group, Sumurrejo Village, Ungaran District, Semarang Regency. The phase of activity included : survey, sampling and discussion with farmers, elucidation, visual display and discussion and mass worm medicinal treatment then ended with evaluation. In early condition, all of farmers stated that their cattle were had been infected of disease, however they stated the difficulty on handling the disease. Result of faecal sample test showed that all of cattle were infected by worm (100%). Egg worm which founded were from : Ascaris vitolorum, Fasciola hepatica and Schistosoma bovis. Most of farmers (62%) didnt know the effect of the presence of worm in their cattle, and hadnt carried out a routine medicinal treatment. Stall and surroundings sanitation was lack in prerequirement., feces had permitted to make a stack around the. Farmers hadnt known the life cycle of worm related with bad sanitation. After community service had been carried out, it happened some changes like stall sanitation condition, surroundings and cattle which taken care its clean, farmers carried out a routine prohibition of parasite disease (worm). It was concluded that after community service acivity, there were an increasing of farmers ability in animal health management, especialy parasite disease control. It was suggested to continue an informal education to farmers to increase farmers ability in cattle raising. Keywords : cattle, parasite, worm, sanitation
35
belum memenuhi syarat, bangunan kandang serta cara perawatan ternaknya, sehingga sering timbul permasalahan penyakit pada ternaknya. Akibat lebih lanjut dari kondisi yang demikian adalah tidak tingginya kemampuan produksi air susu (rata- rata 8 liter) maupun tingkat pertumbuhan berat badan yang masih rendah. Penerapan zooteknik dalam menyelenggarakan usaha sapi yang baik menentukan kondisi kesehatan ternak yang baik dan akan memberikan produk yang sehat pula. Kemampuan zooteknik peternak dapat diperoleh dengan pendidikan formal lewat pendidikan resmi di sekolah atau non-formal melalui berbagai pelatihan. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu dicari alternatip pemecahan masalah, agar para peternak di KTT Rejeki Lumintu Desa Sumurrejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang meningkat kemampuan zootekniknya. Hal ini akan dilakukan dengan cara melakukan pelatihan cara pengendalian penyakit dalam usaha sapi. METODE PELAKSANAAN Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Kelompok Tani Ternak Rejeki Lumintu Desa Sumurrejo Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang. Tahap kegiatan meliputi : survei dan pengambilan sampel serta wawancara dengan peternak, penyuluhan, peragaan dan diskusi serta pengobatan cacing secara masal yang kemudian diakhiri dengan evaluasi. Tahap 1. Penilaian Lokasi Kandang dan Identifikasi Telur Cacing Kondisi awal, semua peternak melaporkan bahwa ternak sapinya pernah terserang penyakit, namun para peternak kesulitan dalam penanganannya. Hasil pemeriksaan
36
Pengetahuan mengenai siklus hidup cacing sangat penting diketahui oleh para peternak, karena para peternak akan lebih mengetahui cara pemutusan siklus hidup, cacing tersebut supaya tidak menular pada ternaknya. Penyampaian materi penyuluhan disertai dengan modul/Leaflet, yang mudah dimengerti dan dipraktekkan. Penyuluhan juga membahas permasalahan pengaruh sanitasi kandang dan lingkungan terhadap penularan cacing pada sapi. Diterangkan metode pemeliharaan sanitasi kandang dan lingkungan yang baik sehingga bibit penyakit seperti telur cacing tidak berkembang dan menulari sapi. Pada akhir ceramah dilakukan diskusi dengan para peserta. Hasil diskusi dengan peternak sapi perah mengindikasikan bahwa terjadi proses adopsi pengetahuan manajemen kesehatan sapi perah oleh para peternak. Hal tersebut terlihat dari isi pertanyaan dari peternak, yang sudah mampu menghubungkan kondisi kesehatan ternaknya dengan materi yang disuluhkan. Pengetahuan peternak dirasa meningkat sekali apabila dibandingkan dengan hasil wawancara peternak pada saat dilakukan surve awal. Berbagai keluhan dari peternak yang disampaikan pada saat suve sudah mampu dijawab sendiri oleh peternak. Kondisi tersebut menunjukkan adanya kemajuan pengetahuan, terutama menyangkut masalah manajemen kesehatan ternak. Akhir dari pelaksanaan penyuluhan diberikan bantuan obat cacing untuk kelompok Rejeki Lumintu, dan selanjutnya akan diberikan kepada semua sapi milik anggota kelompok. Keberhasilan dari pengobatan cacing secara masal dimonitor dengan cara pemeriksaan laborat telur feses terhadap adanya telur cacing pada dua minggu setelah pengobatan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Informasi Petanian. 1986. Informasi peternakan Jawa Tengah. Ungaran. Dinas Peternakan propinsi Jawa Tengah Daykin, P.W,. 1960. Veterinary Applied Pharmavology and Therapeutics. Bailliery, Tindall & Cox. London Direktorat Jenderal Peternakan. 1985. Surat Keputusan Menteri Pertanian, Nomor 146/Kpts/HK.050/2/93. Ungaran. Dinas Peternakan Propinsi Dati I Jawa Tengah. Livesey, C.T. 1994. Contamination of animal feed : A review of principle causes, detection, investigation and control of toxic contaminants. In : I.A.Dewi, R.F.E. Axford, I. F.M. Marai and H.M. Omed( Ed.). Canbera. CAB International. pp. 19 - 41. Parker, W.H. 1976. Health and Disease in Farm Animals. Perganon International Library, New York Subronto. 1985. Ilmu penyakit ternak I. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Sumoprastowo. 1980. Ternak perah. Cetakan ke dua. Jakarta. Penerbit C.V. Yasaguna.
38
PENINGKATAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA DI BIDANG BUDIDAYA LOBSTER AIR TAWAR DI NOMON REDCLAW FARM
Oleh : Dr. Ir Bambang Sulistiyanto, MAgrSc; Cahya Setya Utama, S.Pt; Sri Sumarsih, S.Pt, MP NIP.
Budidaya Lobster Air Tawar dipilih sebagai bidang untuk kegiatan magang, mengingat usaha Lobster Air Tawar mempunyai prospek bagus. Lobster Air Tawar merupakan komoditas pangan yang masih mahal, permintaan untuk konsumsi tinggi dan mudah dalam pengelolaan. Berdasarkan survai pasar, permintaan akan lobster belum dapat terpenuhi secara optimal. Pasokan Lobster ke restoran dan rumah makan belum terpenuhi dan harga jual Lobster Air Tawar tinggi, yaitu Rp. 125.000,-/kg, sehingga bisnis budidaya lobster sangat menjanjikan dan cocok bagi mahasiswa dan lulusan yang belum mendapat lapangan pekerjaan. Namun demikian, di bidang peningkatan teknik dan ketrampilan usaha, budidaya lobster air tawar belum banyak dikembangkan. Oleh karenanya, program kegiatan magang kewirausahaan dilakukan bekerja sama dengan NOMON RedClaw Farm di Jl. Tlogo Pancing IV/28 Rt. 2/7, Tlogo Mulyo, Semarang KP-50195. Target kegiatan MKU di Nomon RedClaw farm adalah memberikan ketrampilan dan orientasi berwiraswasta khususnya di bidang budidaya lobster air tawar kepada peserta magang. Berbekal pengalaman dan ketrampilan menejemen yang diperoleh tentang usaha lobster air tawar, para pserta diharapkan dapat menjadi wirausaha baru di bidang bisnis lobster air tawar. Diharapkan seluruh peserta (100%) dapat menyusun proposal rencana usaha dalam bidang usaha lobster air tawar. Kualifikasi peserta program magang adalah mahasiswa tingkat akhir (Semester VI-VIII) Program S-1 dan Semester IV-VI untuk program D3 fakultas Peternakan UNDIP dan lolos seleksi. Perekrutan mahasiswa peserta magang dilakukan dengan menyebarkan informasi program magang di semua program studi Fakultas Peternakan UNDIP . Terdapat 6 program studi, yaitu : Nutrisi dan Makanan Ternak, Produksi Ternak, Teknologi Hasil Ternak, Sosial Ekonomi Peternakan, D3 Manajemen Usaha Peternakan dan S1 Ekstensi Peternakan. Perekrutan dilaksanakan tanggal 1-15 Juni 2008 dengan jumlah pendaftar 30 orang dan lolos seleksi 8 orang. Pembekalan peserta magang diberikan tanggal 2 Juli 2008 dengan materi 1). Penjelasan umum dan motivasi kegiatan, 2). Magang Kewirausaan Lobster air tawar di Nomon Redclaw Farm, 3). Studi Kelayakan Bisnis dan Teknik Penyusunan Proposal, 3). Being Entrepreneur, dan 5). Diskusi pegembangan jaringan usaha dan penggalian dana untuk modal usaha dengan tema Temanmu Bisnismu. Peserta magang MKU setelah mengikuti pembekalan, melakukan praktek ketrampilan usaha (magang) di Nomon RedClaw Farm selama 1 bulan pada bulan Agustus - September 2006. Pelaksanaan dibimbing oleh pembimbing lapangan dari pihak mitra dan dari tim pengelola program. Evaluasi terhadap kegiatan magang dilakukan secara berjenjang, Evaluasi pertama dilakukan dua kali, melalui pre-test pada saat awal pembekalan kemudian post-test selesai pembekalan. Materi pre-test dan post-test yang diberikan sama 39
sehingga akan terlihat penguasaan materi pembekalan. Evaluasi kedua dilakukan pada saat magang. Evaluasi dilakukan secara lisan pada saat bersamaan dengan kegiatan monitoring dengan cara diskusi berbagai permasalahan yang dihadapi para peserta magang. Berdasar hasil monitoring dan evaluasi selama dan setelah peserta menyelesaikan kegiatan magang, dapat diketahui bahwa para peserta magang mampu menyerap ilmu dan telah memiliki ketrampilan teknis di usaha budidaya lobster air tawar. Kriteria keberhasilan program magang ini ditunjukkan dengan adanya kemampuan mahasiswa dalam penguasaan teori, teknik, ketrampilan serta manajemen usaha budidaya lobster air tawar. Mahasiswa peserta magang mampu membuat perencanaan usaha (bisnis) yang sederhana dengan membuat proposal rencana usaha.
PENDAHULUAN
Kesempatan kerja yang semakin sempit dan tingkat kompetisi yang semakin ketat mengakibatkan tingkat pengang guran dan masa tunggu mendapatkan pekerjaan para Sarjana semakin lama, sehingga membuat para sarjana pencari kerja stress. Pengalaman mahasiswa yang lebih didominasi penguasaan pengetahuan teoritis yang belum tentu di butuhkan dalam pembangunan membuat mereka semakin sulit mendapatkan pekerjaan. Sebuah tantangan bagi maha siswa agar menguasai teknik lapangan dengan disertai pemikiran kritis terhadap teori, akan membantu pening katan kompetensi lulusan. Memperha tikan kondisi tersebut, mahasiswa dituntut untuk mencari sendiri tambahan pengalaman dan hal ini harus dilaksanakan agar pola pikir dari mahasiswa berkembang. Hasil dari wawancara dan analisis (SWOT), lulusan sarjana S1 maupun program D3 Fakultas Peternakan UNDIP yang masih menganggur, dikarenakan mereka tidak berani mendirikan atau memulai usaha secara mandiri dan selalu berkeinginan menjadi karyawan suatu instansi atau perusahaan yang sesuai dengan bidang nya. Kesarjanaan yang telah berhasil ditumbuhkan dalam pendidikan tinggi di Indonesia ternyata dirasakan tidak cukup untuk membekali para sarjana agar dapat hidup mandiri. Selama ini pendidikan di perguruan tinggi, lebih banyak menghasilkan lulusan pekerja yang walaupun berpengetahuan tinggi, bukan wirausahawan yang dengan penguasaan sains, teknologi dan seninya berusaha secara mandiri dalam mensejahterakan diri dan masyarakatnya. Keadaan ini perlu dimaklumi, karena lulusan-lulusan sering kali tidak atau kurang mempunyai bekal yang memadai untuk menjadi wirausaha yang mandiri, padahal wirausaha sebenarnya merupakan salah satu profesi yang dapat dilakukan. Salah satu penye babnya adalah kurangnya kesempatan untuk memperoleh pengalaman langsung pada dunia usaha, baik skala kecil (rumah tangga), industri kecil maupun menengah. Umumnya sarjana peternakan, baru mendapatkan pekerjaan tetap sekitar 1-2 tahun setelah lulus. Para sarjana semakin menyadari bahwa kesempatan kerja semakin terbatas dan tingkat kompetensi dalam mendapat pekerjaan semakin sulit. Oleh karena itu saat ini telah semakin banyak pula para mahasiswa yang berusaha mencari pengetahuan dan pengalaman dan pengala man untuk berwirausaha. Program pengembangan budaya kewirausahaan melalui magang kewirausahaan untuk
40
nuhi, juga harga jual lobster air tawar yang masih tinggi yaitu Rp. 125.000,-/Kg membuat bisnis budidaya lobster air tawar sangat menjanjikan dan cocok bagi mahasiswa dan lulusan yang belum mendapat lapangan pekerjaan. Di bidang peningkatan teknik dan ketrampilan budidaya khususnya di bidang budidaya lobster air tawar, belum banyak lembaga yang mampu mewadahi, oleh karena itu program kegiatan magang kewirausahaan ini dilakukan bekerja sama dengan mitra magang peternak rakyat lobster air tawar, yaitu NOMON RedClow. Untuk pelaksanaan kegiatan kerjasama ini pihak NOMON RedClow diwakili oleh penanggung jawab dari peternak tersebut yaitu Bapak Krisnoto Nugroho. Adapun tim pelaksana kegiatan ini dari Fakultas Peternakan UNDIP adalah sebanyak 3 orang, terdiri dari 2 orang tim pelaksana dan 1 orang nara sumber (Lampiran 1). Peternakan ini adalah milik perorangan yg dimiliki oleh Bapak Krinoto Nugroho dan berbentuk peternakan rakyat. Lokasi peternakan NOMON RedClow berada di Jl. Tlogo Pancing IV/28 Rt. 2/7, Tlogo Mulyo semarang 50195. Peternakan NOMON RedClaw dianggap layak sebagai tempat magang, karena merupakan peternakan rakyat yang mempunyai mitra tani lobster air tawar dan mempunyai prospek yang cukup cerah, baik dari segi manajemen, teknik produksi maupun dari komoditas yang diusahakan. Program kegiatan ini secara langsung dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan usaha, khususnya dalam bidang budidaya lobster air tawar dalam rangka menciptakan budaya dan jiwa wirausaha. Selanjutnya dari kegiatan magang kewirausahaan diharapkan lulu san perguruan tinggi tidak hanya mencari pekerjaan tetapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
41
nya di bidang budidaya melalui pelatihan ketrampilan dan manaje men usaha budidaya lobster air tawar. Target Luaran Kegiatan MKU Target luaran kegiatan MKU Lobster air tawar adalah minimal dapat mem berikan ketrampilan dan pengala man bekerja berwiraswasta khususnya di bidang budidaya lobster air tawar pada peserta magang dalam upaya menghasil kan calon wirausahawan baru dibidang budidaya lobster air tawar melalui penguasaan teknik dan ketrampilan serta manajemen usaha bidang budidaya lobster air tawar. Semua mahasiswa dapat membuat proposal rencana usaha, khusus nya dalam budidaya lobster air tawar. Mahasiswa peserta magang 100% dapat membuat proposal rencana usaha khusus nya dalam budidaya lobster air tawar untuk nantinya diharapkan menjadi wirausaha baru (WUB).
Indikator Keberhasilan Kegiatan a. Kriteria keberhasilan program magang ini ditunjukkan dengan adanya kemam puan mahasiswa dalam penguasaan teori, teknik, ketrampilan serta manaje men budidaya lobster air tawar. Peserta magang diharapkan siap menjadi calon wirausahawan baru (WUB). mahasiswa mampu membuat perencanaan usaha (bisnis) yang sederhana dengan membuat proposal rencana usaha (bisnis). b. Sebagai indikator pencapaian tujuan dari kegiatan ini adalah 100 % peserta magang berhasil dengan baik dalam penguasaan teori maupun praktek dengan komposisi penguasaan teori 25% dan ketrampilan/praktek 75%. Disamping itu akan dihasilkan suatu Proposal Rencana Bisnis dalam budidaya lobster air tawar.
42
Pola pelaksanaan kegiatan magang meliputi perpaduan teori dan praktek di perusahan Nomon REDCLAW. a. Pembekalan teori Pembekalan bagi peserta magang diberikan pada tanggal 2 Juli 2008 dengan materi Being Entrepreneur (disampaikan oleh Cahya Setya Utama, SPt), Magang Kewirausaan Lobster air tawar di Nomon Redclaw Farm (disampaikan Krisnoto Nugroho., SPt) serta studi Kelayakan Bisnis dan Teknik Penyusunan Proposal (disampai kan Ir. Baginda Iskandar MT, MSi). Pemakalah yang menyampaikan materi adalah praktisi di bidang agribisnis dan pemilik Nomon Redclaw. Pembekalan diikuti oleh 7 peserta MKU dan peserta dari luar sebanyak 3 orang. Pembekalan intern dilaksanakan di Gedung F Fakultas Peternakan UNDIP. b. Praktek Ketrampilan Usaha Peserta magang MKU setelah mengi kuti pembekalan intern dan ekstern melakukan praktek ketrampilan usaha (magang) di perusahaan Nomon Redclaw selama 1 bulan pada bulan Agustus 2008. Pelaksanaan dibimbing oleh pembimbing lapangan dari pihak mitra dan dari Fakultas Peternakan UNDIP. Hasil magang menunjukkan bahwa semua peserta mampu memahami teori yang didapat dari pembekalan dan menghayati arti pentingnya MKU. Hal ini terlihat jelas dari aktivitas peserta selama magang dan pada saat berdiskusi dengan pekerja dan pemilik Nomon Redclaw. Semua peserta sangat aktif mengikuti kegiatan perusahaan di semua bagian, yaitu bagian pembenihan, bagian budi daya, dan pemasaran. Pada kegiatan magang ini, pihak mitra memperoleh manfaat untuk menggembangkan alternatif pasar. Kondisi pasar lobster
43
dengan baik melalui pemanfaatan air cucian kolam menjadi pupuk cair.
Tabel 2. Data Perusahaan Nomon Redclaw NO Data Industri Keterangan Kecil Mitra 1 Nama Mitra Nomon Redclaw 2 Lokasi Jl. Tlogo Pancing IV/28 Rt. 2/7, Tlogo Mulyo semarang 3 Bidang Usaha Budidaya lobster air tawar 4 Komoditas Konsentrat ayam pe telur 24 ton per hari 5 Sumber daya 6 orang tenaga kerja SDM (1 orang sarjana dan 5 orang lulus SMU) 6 Lingkup pema Semarang, Kudus, saran produk pati dan sekitarnya 7 Peralatan 3 buah bak semen, 1 produksi aquarium, 5 ember lobster plastik dan 1 buah water pump dengan daya 60 watt.
Fasilitas komunikasi untuk memperlancar usaha di pabrik pakan telah digunakan telepon baik telepon kabel maupun genggam. Pemasaran lobster langsung ditangani oleh pemilik perusahaan dengan sistem jemput bola di rumah makan maupun sekolah dasar di wilayah Semarang, Kudus, Pati dan sekitarnya. Khusus pasar untuk sekolah (lobster sebagai hewan piaraan), dikembangkan dari peserta magang. Sebagian peserta mencoba mengembangkan potensi pasar ini ke berbagai daerah di sekitar Semarang. Umumnya konsumen membeli dengan cara memesan langsung pada perusahaan, baik dalam jumlah kecil maupun besar. Selanjutnya pihak perusahaan akan mengirimkan pakan konsentrat pesanan tersebut langsung ke konsumen. Pihak perusahaan selama ini tidak mengalami kesulitan dalam menjual produknya bahkan belum dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.
44
Pola pelaksanaan evaluasi proses kegiatan MKU Evaluasi terhadap kegiatan magang dilakukan secara bertahap melalui pre-test pada saat awal pembekalan kemudian post-test selesai pembekalan. Materi pretest dan post-test yang diberikan sama sehingga akan terlihat penguasaan materi pembekalan yang diberikan. Kemudian evaluasi dilakukan juga pada saat magang. Evaluasi selama kegiatan dilakukan secara lisan dan dilanjutkan dengan diskusi berbagai permasalahan yang dihadapi para peserta magang. Hal ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan monitoring yang dilakukan oleh tim pelaksana. Wawancara dan diskusi juga dilakukan bersama antara peserta magang, tim pelaksana dan pengusaha mitra sehingga semua permasalahan dan pengetahuan yang belum diperoleh dapat didiskusikan.
Hasil monitoring dan bimbingan lapangan selama kegiatan MKU menunjukkan, bahwa seluruh peserta magang sangat berharap kegiatan magang dapat lebih sering dilaksanakan, sehingga pengetahuan, pengalaman dan ketrampi lan mahasiswa terkait dengan semangat entrepreneurship dapat meningkat. Hal ini akan berguna bagi bekal dan nilai plus bagi mahasiswa dalam mempersiapkan diri setelah menyelesaikan studi di kampus. Kegiatan magang kewirausahaan di Nomon Redclaw, menjadi sangat menarik dan antusias diikuti oleh mahasiswa peserta, karena mitra adalah salah satu alumni peserta kegiatan MKU di tahun 2006. Mahasiswa peserta magang termotivasi oleh pengalaman mitra dalam mengembangkan kegiatan usaha sebagai persiapan setelah lulus, dan terbukti memberi manfaat yang besar bagi yang bersangkutan. Kegiatan magang di Nomon Redclaw menghasilkan rencana bisnis yang disusun oleh para peserta (Tabel 3). Rata-rata peserta dalam menyusun rencana kegiatan mencoba mengembang kan pada bidang budidaya, ada satu yang mencoba mengembangkan usulan dalam bidang pemanfaatan produk bidudaya yaitu rumah makan.
NO
1 2 3 4
Tria Hatmanto
45
Jadual Pelaksanaan Kegiatan MKU Kegiatan MKU dilaksanakan mulai dari pengumuman perrekrutan peserta sampai dengan penyusunan laporan akhir kegiatan. Pelaksanaan kegiatan meliputi beberapa tahapan, yaitu : pengumuman kegiatan MKU, pendaftaran dan seleksi peserta, persiapan (perijinan, persiapan pembekalan), pembekalan teori, Praktek (magang Usaha), monitoring, penyusunan rencana usaha, pembahasan program magang dan penyusunan laporan kegiatan MKU. Total kegiatan MKU dilaksanakan selama 4 bulan. Satu bulan pendaftaran dan seleksi, satu bulan pembekalan, satu bulan pelaksanaan magang dan satu bulan penyusunan rencana bisnis dan penyusunan laporan.
Evaluasi dan Pembahasan Manfaat dan Ketercapaian Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan program magang kewirausahaan (MKU) ini adalah Meningkatkan pengetahuan kewirausa haan mahasiswa baik dalam hal keilmuan maupun pengalaman praktis, khususnya di bidang budidaya lobster air tawar. Tujuan lain adalah memacu motivasi kewirausa haan mahasiswa yang berminat menjadi calon wirausaha serta menyiapkan peserta magang untuk menjadi calon wirausaha wan khususnya di bidang industri pakan unggas melalui pelatihan ketrampilan dan manajemen usaha budidaya lobster air tawar. Berdasar hasil monitoring dan evaluasi selama peserta MKU berada di lapangan serta pada saat diskusi setelah menyelesaikan kegiatan magang dapat
diketahui bahwa para peserta magang mampu menyerap ilmu tentang budidaya lobster air tawar serta telah memiliki ketrampilan teknis di bidangbudidaya lobster air tawar. Pengetahuan dan ketrampilan ini diperoleh melalui kegiatan pembekalan dan praktek langsung di Perusahaan Nomon Redclaw. Pengeta huan dan ketrampilan yang diperoleh antara lain pembenihan, budidaya dan pemasaran lobster air tawar. Melalui praktek langsung, mahasiswa peserta magang menjadi paham akan kendala dalam pengelolaan budidaya lobster air tawar. Penilaian aktivitas peserta juga dilakukan oleh perusahaan mitra, yaitu Perusahaan Nomon Redclaw. Hasilnya juga menunjukkan para peserta magang aktif dan serius dalam mengikuti semua kegiatan di perusahaan selama magang. Evaluasi pre-test dan post-test menunjuk kan semua peserta magang meningkat motivasi, pengetahuan dan ketrampilan nya di bidang pembuatan pakan ayam petelur. Berdasarkan hasil evaluasi maka dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan magang kewirausahaan di Perusahaan Nomon RedClaw telah berhasil dan memberikan manfaat besar bagi peserta magang. Kegiatan selama satu bulan penuh di lapangan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ini. Manfaat Kegiatan magang bagi UKM, mahasiswa dan Tim Pelaksana. 1. Manfaat magang bagi UKM : Trans formasi IPTEKS dari dosen dan mahasiswa untuk dapat dipelajari dan diterapkan untuk kemajuan usaha 2. Manfaat magang bagi Mahasiswa : Meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta ketrampilan dan pengalaman manajemen pembuatan pakan ayam petelur sehingga dapat digunakan sebagai bekal terjun menjadi wirausahawan baru
46
Setelah selesai magang, beberapa permasalahan mitra magang didiskusikan dengan tim pelaksana dan masukan / saran dari pihak tim pelaksana dan peserta magang akan dipertimbangkan dan ditinda klanjuti. Saran yang sedang dilaksanakan adalah pengembangan pasar ke arah nonkonsumsi yang sementara terbukti memberikan hasil sangat memuaskan. Pembahasan luaran kegiatan dan indikator pencapaian program a. Kriteria keberhasilan program magang ini ditunjukkan dengan adanya kemam puan mahasiswa dalam penguasaan teori, teknik, ketrampilan serta manaje men usaha budidaya lobster air tawar. b. Sebagai indikator pencapaian tujuan dari kegiatan ini adalah sekurangkurangnya 100% peserta magang berhasil dengan baik dalam penguasaan teori maupun praktek dengan kompo sisi penguasaan teori 25% dan ketram pilan/praktek 75%. Disamping itu akan dihasilkan suatu Proposal Rencana Bisnis dalam usaha budidaya lobster air tawar. Kegiatan MKU ini dinilai berhasil karena luaran kegiatan berupa rencana usaha di bidang budidaya lobster air tawar dan indikator pencapaian program telah berhasil dipenuhi. Pelaksanaan program Peserta magang sebelum terjun ke lapangan sudah mendapatkan pembekalan teori secara intern (pembicara dosen Fakultas Peternakan UNDIP) dan ekstern (pembicara dari praktisi agribisnis dan pemilik perusahaan Nomon Redclaw. Magang dilaksanakan 1 bulan penuh. Pelaksanaan Kegiatan MKU berjalan lancar didukung oleh pengusaha mitra dan motivasi yang sungguh-sungguh dari peserta magang.
47
pelaksanan bersedian mengirimkan hasil penelitian yang terkait pakan lobster agar dapat diaplikasikan oleh perusahaan di lapangan.
KESIMPULAN kegiatan MKU di Perusahaan Nomon Redclaw mampu memberikan peningkatan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan peserta magang di bidang Budidaya Lobster air tawar. Kegiatan MKU mampu memotivasi keinginan berwirausaha para peserta secara mandiri khususnya di bidang Budidaya Lobster air tawar. Adanya kerjasama antara tim pelaksana dan perusahaan mitra merupakan langkah awal dan akan terus ditingkatkan untuk memberikan nilai plus bagi lulusan fakultas Peternakan UNDIP.
DAFTAR PUSTAKA FAO-UNDP. 1980. Aquaculture Develop ment and Coordination Program meFish Feed Technology. UNDP-FAO. Rome. Khotimah, K., Sutawi. A. Sutanto. Maleha. E. S. Hani. 2002. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha. PT. Ghalia Indonesia, Jakarta Kurniawan, L. 2006. Membuka Usaha. Modul Kewirausahaan. Lembaga Pengabdian Masyarakat UNDIP, Semarang Pfost HB. 1964. Feed Production Handbook Feed Production School, Inc, Missouri Sulistiyanto, B. BIM Tampoebolon, dan S. Sumarsih. 2005. Kuliah Kewira usahaan Bidang Peternakan . Fak. Peternakan Undip, Semarang
48
PEMASYARAKATAN KAJI TERAP TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN KERAPU MACAN BERBASIS SANDFILTER SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF PEMBERDAYAAN NELAYAN PASCA OMBAK BESAR DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUNJAWA
Oleh : Drs. Sardiyatmo,M.Si; Ir. A. Indarjo, M.Phil; Dr.Ir. Istiyanto Samidjan, MS; Dr.Ir. Wayan Sukarya Dilaga,M.Si.
ABSTRACT
The aims of the study to improve processing of grouperfish (Epinephelus fuscoguttatus) to the home industry increase of product grouperfish larvae 96,000 larvae/bak size 10 tone/sicklus product an value Rp.14,400,000,-(increase 100%) so that increase income percapita community. Method of activity used ipteks program located at Kamujan Village , archipelago of Karimunjawa, Jepara. Methods used oral of information and demontration of technology on the grouperfish used technology of grouperfish hatchery used bak culture size 2x2x1,25 m, and 4x2x1.25m, and bak culture of natural food (Brachionus plicatilis, skeletonema costatum) like same. So that used aeration, blower unit to aeration and Biofiltration of biology system. . Result from ipteks program showed hight quality of procession improve productivity and quality used technology with based Biofiltration of biology system and rearing technology grouperfish larvae stage were given feed Skeletonema costatum, Brachionus plicatilis, can increase productivity before Ipteks program 360 larvae/4 bak (survival rate before ipteks are 58.46% can increase after ipteks are 69.23%) with prize a Rp 7,500,- size Rp.2,700,000,and cost of production are Rp.2,116,500, so that to increase profit are 583.500.,-, The water quality are optimum to culture of kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Key word : Skeletonema costatum, Brachionus plicatilis Biofiltration biology, grouperfish (Epinephelus fuscoguttatus),
PENDAHULUAN
Keunggulan dari teknologi pembeni han kerapu macan ini adalah mengem bangkan teknologi yang sudah diadap tasikan oleh para pengusaha pembenihan udang windu sebagai alternatif diversivikasi usaha (sebagai kader) dan khalayak sasaran (nelayan/petani tambak, pengusaha pembenihan kerapu macan, tokoh masyarakat, pemuda lulusan SD, SLTA dan D3 serta instansi terkait) kemudian dikembangkan melalui, cara pengelolaan pemeliharaan larva kerapu macan dari stadia D2 sampai D30, cara handling, pengemasan, cara panen dan
cara pengelolaan kualitas air pemeliharaan larva dengan teknologi biofiltrasi biologi. Keunggulan yang lainnya lagi adalah masih mempergunakan bak-bak yang telah tersedia pada pembenihan udang windu, kemudian diperbaiki/diinovasi penggunaannya seperti: bak kultur pakan alami (Brachionus plicatilis Muller, Skeletonema costatum), bak pemeliharaan larva kerapu macan, bak pengolahan air dengan biofiltrasi biologi. Permasalahan yang muncul pada kegiatan pembenihan kerapu macan dari hasil observasi lapangan (wawancara pengusaha Kerapu macan bapak Ismarjoko, 2007) bahwa mortalitas yang tinggi dari benih ikan kerapu macan
49
Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar Nelayan/petani ikan, pengusaha pembenihan kerapu macan, kader terpilih (pemuda lulusan SLTA/SLTP, tenaga kerja ter PHK, tokoh masyarakat) dan instansi terkait (dinas Kelauatan da Perikanan, PPL perikanan) dapat membuat mengoperasikan alat teknologi pembenihan buatan kerapu macan, agar dapat meningkatkan produksi benih kerapu macan dari 48.000 ekor/bak ukuran 10 ton persiklus produksi dengan nilai Rp. 7.200.000,- dengan penerapan teknologi pembenihan kerapu macan dari program Ipteks ini meningkat mejadi 96.000 ekor/bak ukuran 10 ton persiklus produksi dengan nilai Rp. 14.400.000,.(naik 100%), adanya peningkatan produksi benih dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara..
yang tinggal di Pulau Kemujan Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Orang tersebut menjelaskan bahwa produksi benih kerapu macan ini rendah dengan kelangsungan hidup 5-10%. Hal ini disebabkan karena kualitas air yang jelek. desain alat yang belum benar, kultur pakan alami Skeletonema costatum, Brachionus plicatilis Muller yang belum dilakukan dengan baik, serta sistem pengelolaan benih yang belum baik, sehingga menyebabkan penurunan produksi benih kerapu macan. Pemecahan masalah dengan penerapan iptek pembenihan kerapu macan berbasis biofiltrasi biology syatem.
Metoda
Metoda yang digunakan penyuluhan dan demplot pembenihan kerapu macan dengan menggunakan bak pemeliharaan lara, pakan alami dan biofitrasi biologi. Sedangkan rancangan evaluasi dilakukan sebagai berikut: identifikasi masalah, orientasi lapangan, penentuan bahan, desain alat, pembuatan alat dan persyaratan teknologi pembenihan buatan kerapu macan kepada khalayak sasaran (nelayan/petani, pengusaha pembenihan, kader terpilih, yaitu pemuda lulusan SLTA/SLTP, tenaga kerja ter PHK, tokoh masyarakat dan instansi Data yang dikumpulkan meliputi: pertumbuhan (panjang dan Bobot), kelulushidupan, kualitas air (suhu, salinitas, pH.amonia, nitrit, Nitrat) dan analisa keungan. Data selanjutnya dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama kegiatan penerapan ipteks pada teknologi pembenihan ikan kerapu macan meliputi :penyuluhan, penerapan teknologi pembenihan ikan kerapu, dari stadia D2 (larva) sampai D30 (benih dapat diterangkan sebagai berikut:
50
Gbr.
3.Diagram Hasil Produksi (Rp) Pembenihan Kerapu Macan sebelum dan setelah Ipteks
Berdasarkan Gambar 3, terdapat kecenderungan terjadi kenaikan produksi setelah program iptek 360 ekor/4 bak (atau 90 ekor/1 bak) dengan harga perekor a Rp3750.,- atau nilai Rp. 1.350.000,-, sedangkan sebelum program ipteks 304 ekor/4 bak (atau 76 ekor/1 bak) dengan harga perekor Rp3550.,- dengan nilai Rp. 1.079.200,Produksi benih kerapu (ekor)
benih /1 bak sebelum ipteks (ekor) benih/4 bak sebelum ipteks (ekor) benih /1 bak setelah ipteks (ekor) benih/4 bak setelah ipteks (ekor)
Gambar.3. Hasil Produksi Pembenihan Kerapu macan sebelum dan sesudah adanya penerapan IPTEK di Kemujan, Karimunjawa Jepara.
Berdasarkan Gambar 3, terdapat kecenderungan terjadi kenaikan produksi setelah program iptek 360 ekor/4 bak (atau 90 ekor/1 bak) dengan harga perekor a Rp3750.,- atau nilai Rp. 1.350.000,-, sedangkan sebelum program ipteks 304 ekor/4 bak (atau 76 ekor/1 bak) dengan harga perekor Rp3550.,- dengan nilai Rp. 1.079.200,- (kelulushidupan kelangsungan hidup sebelum program iptek rendah 58.46 %), setelah adanya program ipteks 69.23%. Adanya kenaikan produksi setelah program iptek ini, disebabkan karena ukuran dan jumlah benih kerapu macan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum iptek. Hasil ini hamper sama dengan yang dilaporkan oleh Istiyanto et al (2003) bahwa penggunaan teknologi pembenihan kerapu macan yang dilengkapi dengan teknologi biofiltrasi biologi dapat meningkatkan produksi sampai 100-400 % dari 1 bak (86 ekor) naik menjadi 4 bak (naik 344 ekor/4 bak) dibandingkan dengan yang tanpa penggunaan teknologi biofiltrasi biologi (cara konvensional)..
51
yang dilengkapi dengan teknologi biofiltrasi biologi (lihat Tabel 4, Gambar grafik 5). Berdasarkan Gambar kurve.4,5, menunjukkan peningkatan pertumbuhan (panjang dan bobot) yang baik selama pemeliharaan larva kerapu macan, pada awal pemeliharaan ukuran panjang total dan bobot benih setelah dipelihara 42 hari meningkat sebelum iptek dari awal panjang 1,03 cm meningkat 3,47 cm setelah iptek naik 1,45 cm naik 3,89 cm dan bobot
lum pur sebelum dan sesudah ipteks 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waku (hari) Pertum buhan bobot (g) kerapu
Gambar.5. Pertumbuhan Bobot (g) Benih Kerapu macan selama kegiatan Program Iptek di Desa Karimunjawa, Kec.Karimunjawa, Kepulauan Karimunjawa, Jepara Sumber: Hasil Program Ipteks.2007
Gambar.4. Pertumbuhan Panjang Total Benih Kerapu macan selama kegiatan Program Iptek di Desa Karimunjawa, Kec.Karimunjawa, Kepulauan Karimunjawa, Jepara
Pertumbuhan bobot (sebelum iptek dari awal 1,89 g meningkat 8,29 g kemu dian naik setelah program iptek yaitu awal 2,23 g naik 8,63 g) pada penggunaan teknologi pembenihan kerapu macan
52
sebelum iptek dari awal 1,89 g meningkat 8,29 g kemudian naik setelah program iptek yaitu awal 2,23 g naik 8,63 g. Adanya peningkatan pertumbuhan panjang total dan pertumbuhan bobot disebabkan larva kerapu macan mampu berdaptasi dan memanfaatkan teknologi pembenihan kerapu macan dengan baik yang dilengkapi biofiltrasi biologi serta memanfaatkan pakan alami Skeletonema costatutum dan Brachionus plicatilis Muller yang dikombinasi dengan rebon, sehingga dapat meningkatkan pertum buhan panjang total dan pertumbuhan. Hasil penerapan ipteks ini sesuai dengan pendapat Istiyanto (1982), Waspada et al (1991) larva ikan kerapu memulai makan pakan alami jenis Brachionus plicatilis Muller terutama diberikan pada awal stadia D2. Selanjutnya ditambahkan oleh Sunyoto et al (1990) mengatakan bahwa larva kerapu diberi pakan campuran
dalam lingkungan terkontrol di labo ratorium (hatchery) hasilnya menunjuk kan kelangsungan hidup yang relatif rendah 0.1%. Hal ini didukung pendapat Sunyoto et al (1990) larva kerapu yang diberi pakan Brachionus plicatilis Muller memberikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan sebesar 4.76% dan 1.731.81 mm hingga hari ke 6 Kualitas Air Media Pemeliharaan Hasil pengamatan selama kegiatan program iptek baik sebelum program iptek maupun setelah program iptek yang memanfaatkan teknologi pembenihan kerapu macan yang berbasis teknologi biofiltrasi biologi hasilnya menunjukkan bahwa kualitas air media pemeliharaan layak untuk pembenihan kerapu macan (lihat Tabel.5).
Pengamatan kualitas air 1.Salinitas (ppt) 2.Oksigen terlarut (mg/l) 3.Suhu (oC) 4.Nitrit (mg/l) 5.Ammonia (mg/l) 6.Nitrat (mg/l) 7.Derajat kea saman (pH) sebelum Ipteks 27.5-30 3.25-4 27-29.5 0.005 0.0092 3.49 7-8.5 setelah ipteks 29-30 4.56.5 2530.5 0.015 0.0015 3.25 7-7.95 kisaran yg layak 25-39 a) >4 a) 20-33 c) 0.5 d) 0.01-3 d) >3 b) 7.1-8.2 b)
Keterangan: a). Hussain dan Higuchi (1980). b). Waspada et al (1991). c).Purba dan Mayunar (1990). d). Pescod (1973
Berdasarkan Gambar kurve 6, terjadi kenaikan kelangsungan hidup sebelum program iptek rendah 58.46 % setelah adanya program ipteks 69.23%. Hali ini sesuai pendapat Sugama et al (1998) yang memelihara larva kerapu macan
Tabel.5, memperlihatkan bahwa kualitas air sebelum dan sesudah penerapan iptek layak untuk pemeliharaan larva ikan kerapu macan sejak stadia D2 sampai stadia D30 atau D42. Terdapat hubungan yang erat antara kandungan oksigen terlarut dengan kandungan ammonia dan kaitannya dengan unsur parameter air
53
larva kerapu ukuran masing-masing 10 ton air dengan padat penebaran padat perbak 130 ekor/1 bak atau 520 ekor/4 bak dapat diproduksi benih setelah program iptek 360 ekor/4 bak (kelangsungan hidup kelangsungan hidup sebelum program iptek rendah 58.46 % setelah adanya program ipteks 69.23%) harga perekor a Rp.7.500,dengan nilai Rp 2.700.000, sedangkan biaya produksi Rp. 2.116.500, sehingga diperoleh nilai keuntungan Rp 583.500, dibandingkan dengan sebelum program iptek nilainya lebih tinggi, karena keuntungan sebelum program ipteks lebih rendah yaitu Rp 228.500. 2. Berdasarkan hasil penerapan iptek pembenihan ikan kerapu macan dengan berbasis teknologi biofiltrasi biologi dapat meningkatkan produksi setelah program iptek 360 ekor/4 bak (atau 90 ekor/1 bak) dengan harga perekor a Rp3750 atau nilai Rp. 1.350.000,-, sedangkan sebelum program ipteks 304 ekor/4 bak (atau 76 ekor/1 bak) dengan harga perekor Rp3550 dengan nilai Rp. 1.079.200. Terdapat kecenderungan setiap periode pemeliharaan larva dari stadia D1 (umur 1 hari atau pengamatan ke 0 hari) sampai akhir pemeliharaan terjadi kenaikan nilai produksi dalam rupiah Kualitas air media pemeliharaan ikan kerapu macan dengan adanya pengolahan air memakai biofiltrasi biologi ternyata kualitas airnya layak untuk pemeliharaan benih ikan kerapu macan sampai mencapai stadia D30 atau D42. SARAN Untuk meningkatkan kualitas dan produksi benih kerapu macan mencapai lebih 520 ekor/4 bak dapat diproduksi
54
Istiyanto.S, T.Susilowati., A. Indarjo. 2000. Penerapan dan Pemasyarakatan Teknologi Multi Spesies Untuk Peningkatan Produksi Benih Udang Windu dan Kakap Putih Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Pantai. Fakultas Perika nan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Proyek Penelitian Ilmu Pengetahuan Program Ipteks No:02/j.07.18/spp/2000 tanggal 17 Mei 2000(54 hal). Loka Penelitian Perikanan Pantai. 1996. Hatchery Skala Rumah Tangga Ikan Bandeng, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan, Bali. Pescod, M.B. 1973. Investigation Of Rational Effluent And Stream Standart for Tropical Countries. San Fransisco. Randall and B. Tuvia. 1983. Review of The Groupers (Pisces Seranidae Epinepheliane) of The Red Sea With Description of A New Species of Chepalopodes. Bull of Marine Sciences :33(2):373-426. Sunyoto.P. 2000. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba, Jaring Apung. Cet.5. Penebar Swadaya. Jkt. 65 hal. Saanin, H. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Bina Cipta Bandung. Waspada, Mayunar T. Fatoni. 1991. Upaya Peningkatan Gizi Rotifera Brachionus plicatilis Untuk Menun jang Keberhasilan Pembeni han Ikan Kerapu macan , Epinep helus fuscoguttatus. Jurnal Peneli tian Budidaya Pantai.Vol.7 no:2:73-79. Watanabe,T.,C. Kitajima.,S.Fujita. 1983. Nutritional Values of Live Organisme Usea in Japan for Mass Propagational Fish. A Review Aquaculture 34 Elsever Science. Publisher B-V Amsterdam, Netherlandns.
55
APLIKASI PERPADUAN TEKNIK BIOAUGMENTASI DENGAN RAS SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS PEMBENIHAN LOBSTER HIAS AIR TAWAR (CHERAX SP) SKALA RUMAH TANGGA
Oleh Rohita Sari, S.Pi; Sarjito, Ir. M.App.Sc; Dr. Ir. Istiyanto Samidjan, MS
ABSTRACT
The Cheraxs backyard hatchery in Borobudur, Magelang still on lack condition of the production and quality value. It happened because the traditional handling and technology of ponds recently, which made the decreasing of water quality, especially ammonia. The recommended handling is using bioaugmentation, because more efficient than mechanical and chemicals effort. The bioaugmentation was using probiotic with several non-pathogen bacterial. The objective is for socsializing applied technology of bioaugmentation which is combined with RAS in Cheraxs backyard hatchery, than increasing productivity and quality of seeds with using probiotic added in backyards. The methodology that offered is the combining of Bioaugmentation technique with the biofilters Recirculating Aquatic System (RAS). The indicator of program is increasing of quality and production of seeds. The effort of socializing applied technology of bioaugmentation which combined with RASs application are disseminating information and training. The results are the increasing of water quality and dissolved oxygen, than decreasing of ammonia. It make a increasing 63% of seeds (24.000 juveniles) with Rp.12.000,00/siklus. The recommended is creating the new jobs opportunity with created the associate of Lobsters entrepreneur in Borobudur, Magelang. Key words: Cherax sp., bioaugmentation, RAS.
PENDAHULUAN
Usaha pembenihan lobster hias air tawar (cherax sp) mengha silkan nilai produksi dan kualitas dari backyard hatchery (pembenihan skala rumah tangga) di Borobudur, Kabupaten Magelang m a s i h k u r a n g baik. Hal ini disebabkan teknologi dan cara pengelolaan media digunakan masih relatif sederhana, sehingga terjadi penurunan kualitas air selama pemeliharaan, teru tama pakan yang tidak terkonsumsi di dasar bak yang akan meningkatkan kadar amoniak yang sangat toksit bagi benih lobster hias air tawar (Cherax sp.), (Iskandar, 2003, Wickins, 1976: Sutomo, 1989) dan sebagai akibatnya terjadi kelangsungan
hidup yang rendah. Secara umum kelangsungan hidup dicapai oleh para pengusaha industri kecil berkisar antara 13.5 30% (hasil wawancara dengan beberapa pernbenih Cherax sp.). Kondisi pengusaha Bapak Slamet, pengusaha rekan mitra vucer adalah pengusaha benih lobster air tawar yang mempunyal 5 bak pembenihan ukuran 3 x 2 x 1.25 m3 dengan populasi benih per bak 2000 ekor/siklus/ 1- 5 bulan, dengan nilai harga Rp. 500, /ekor dengan kapasitas produksi 20%. Sistern manajemen masih konvensional dan sistem kekeluargaan. Padahal permintaan benih lobster hias air tawar (Cherax sp.) baik secara lokal, regional maupun nasional masih sangat tinggi untuk rnemenuhi kebutuhan benur dari para hobies, pembudidaya
57
pathogen dari probiotik ini juga akan mampu berkompetisi dalam mengatasi bakteri pathogen yang mungkin berkembang di media kultur benur. Dengan penerapan teknik bioaug mentasi yang dipadukan dengan RAS ini diharapkan permasalahan dari kualitas air, produktivitas serta kualitas benur lobster dapat teratasi. Selain itu teknik ini relatif sederhana, dapat dilakukan oleh setiap pengusaha pembenihan lobster air tawar skala rumah tangga, walaupun berpendidikan rendah. TUJUAN Tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan ini adalah memasyarakatkan teknologi tepat guna dengan teknik bioaugmentasi di dalam aplikasinya dipadukan dengan RAS di pembenihan lobster hias air tawar skala rumah tangga, sehingga mendapatkan produktivitas dan kualitas benur vang, tinggi. Sebelum program vucer, produksinya 12.000 juvenil/bak/siklus dengan kelang sungan hidup 30% dan harga Rp. 500,/ekor ekor nilainya Rp. 6.000.000,-/bak. Setelah program vucer diharapkan naik kelangsungan hidupnva menjadi 60% dengan produksi benih 24.000 juvenil dengan nilai Rp. 12.000.000,-/siklus. Diharapkan dengan teknik ini akan dapat mengatasi permasalahan kualitas air, penvakit dan kelangsungan hidup yang , sangat rendah di pembenihan lobster hias air tawar skala rumah tangga. Akhirnya pembenihan skala rumah tangga akan tumbuh dan berkembang di daerah Kab. Magelang, dan teknik ini dapat pula disebarluaskan ke daerah lain di seluruh Indonesia. MANFAAT Potensi Ekonomi Produk Nilai tambah dari program perbaikan teknologi dan produksi pembenihan lobster hias air tawar (
58
bang, zeolit, dan pasir. Untuk biofilternya berupa tanaman air apu-apu. Adapun aplikasi dari penerapan teknik bioaugmentasi dengan perpaduan system Recirculating system (RAS) dalam usaha pembenihan lobster hias air tawar (Cherax sp) skala rumah tangga, adalah sebagai berikut : Dalam usaha pembenihan lobster hias air tawar (Cherax sp) skala rumah tangga, dalam siklus produksinya sekitar 1 bulan, akan memproduksi sisa-sisa pakan dan sisa metabolism dari lobster hias air tawar tersebut, sehingga menimbulkan racun yang toksik di air tempat budidaya. Racun ini akan menjadi toxtic substance bagi bakteri (misalnya Vibrio sp). Kondisi seperti ini akan meningkatkan mortalitas baik benur maupun induk lobster air tawar. Selain itu juga mengakibatkan kelangsungan hidup (survival rate/ SR) benur lobster air tawar rendah. Teknik biougmentasi dengan penambahan probiotik pada media budidaya, diharapkan dapat menurunkan racun amoniak (NH3) pada media budidaya, serta meningkatkan kualitas air. Selanjutnya kelangsungan hidup dari benur lobster air tawar juga diharapkan semakin tinggi, sebagai dampak dari penerapan tekink bioaugmentasi yang dipadukan dengan system resirkulasi (RAS). Peningkatan kualitas benur dan kuantitasnya juga diharapkan semakin meningkat, setelah dilakukan penerapan teknik biougmentasi dan perpaduan system resirkulasi (RAS) pada media pemeliharaan dan pembenihan lobster hias air tawar di bak-bak pembenihan. REALISASI PENYELESAIAN MASALAH Dari permasalahan tentang penu runan kualitas air media budidaya lobster hias air tawar, akibat dari sisa-sisa metobolisme lobster hias air tawar dan sisa-sisa pakan buatan yang menumpuk di
59
media. Selanjutnya bak tandon yang berisi air yang steril dialirkan ke bak-bak budidaya menggunakan pompa. Pada tiap bak (7 bak budidaya), dilengkapi dengan pipa-pipa pralon untuk sirkulasi air dengan melubangi pralon menjadi 12 titik untuk dialirkan ke bak-bak secara vertical. Yang tujuannya untuk aerasi alami dalam bak, guna menambah oksigen terlarut dalam bak-bak budidaya lobster hias air tawar. Selain itu pada masing-masing bak diberi pipa dalam bak yang berguna untuk inlet dan outlet air dalam bak. Sistem sirkulasi (RAS) ini digerakkan dengan tenaga listrik 1300 watt, setiap hari dioperasikan selama lima bulan. Sistem RAS ini dapat meningkatkan kualitas air di bak, menambah oksigen terlarut dan menurunkan kadar amoniak di dalam bak budidaya. Sehingga realisasi dari system resirkulasi (RAS) ini, dapat meningkatkan kualitas air bak, dan mengurangi kadar racun amoniak di air media budidaya lobster hias air tawar. Realisasi kegiatan vucer dengan perpaduan teknik bioaugmentasi dengan system RAS ini, selain dapat meningkatkan kualitas air, juga dapat mengurangi mortalitas benur dan meningkatkan kelangsungan hidup dari benur lobster hias air tawar. KHALAYAK SASARAN Sasaran utama dalam kegiatan vucer ini adalah pengusaha lobster hias air tawar, baik pembudidaya dan pemasaran. Selain itu kondisi manajemen dan investasi dari pengusaha mitra vucer sasaran masih sederhana. Manajemen yang dilakukan oleh para pengusaha pembenihan skala rumah tangga pada saat ini masih pada kesepakatan lisan dan belum mempraktekkan manajemen yang baik, terutama untuk monitoring kualitas air dan kelangsungan hidup dari benur. Jadi dilakukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun. Sebagai akibatnya
60
dung stimulan (perangsang) pertumbuhan mikroba alami, serta bakteri pengurai yang mampu mengeliminasi senyawa toksik, seperti amoniak (Briggs dan Turbull, 1995). Oleh karena itu, untuk mereduksi kadar amoniak, nitrit, nitrat dan fosfat dalam air; mereduksi bakteri pathogen antara lain: Vibrio sp; dan mereduksi akumulasi kotoran dan sisa-sisa pakan di dasar kolam dengan ukuran 3x2x1,25m; serta mengurangi keperluan penggantian air. Bioaugmentasi ini dilakukan dua kali selama proses produksi (satu siklus produksi), pada minggu ke dua dan ketiga. Hal ini dikaitkan dengan semakin bertambahnya hasil metabolisme benur dan sisa-sisa pakan yang terdapat di dasar bak. Untuk system RAS yang akan digunakan adalah menggunakan biofilter dari plastik gelombang, pasir, batu zeolit dan tumbuhan air (kayu apu). METODE KEGIATAN Metode yang diterapkan adalah mengadakan penyuluhan, pembinaan dan kerjasama dengan pemilik pembenihan lobster hias air tawar (Cherax sp.) skala rumah tangga yang telah berpengalaman. Adapun pelaksanaannya bertahap sebagai berikut: Penyeleksian bioaugmentasi yang ada di pasaran, membuat desain RAS untuk pembenihan lobster hias air tawar (Cherax sp.) skala rumah tangga, wawan cara dengan pengusaha pembenihan lobster Was air tawar (Cherax sp.) skala rumah tangga (baik yang masih berproduksi, maupun tidak), khususnya di Kab. Magelang, pendekatan instansi terkait (Dinas Perikanan; Aparat Desa), pelaksanaan di lapangan (Demplot), monitoring selama 6 bulan, dengan pembinaan langsung maupun tak langsung terhadap pengusaha pembenihan lobster skala rumah tangga, di Borobudur,
61
HASIL KEGIATAN Indikator tingkat keberhasilan yang diharapkan dengan penambahan aplikasi metode ini adalah adanya peningkatan kualitas dan produksi benih yang sebelumnya rendah, yaitu 1200 ekor/ 3 bak dengan nilai Rp. 6.000.000,- menjadi lebih tinggi. Setelah adanya pangaplikasian teknologi ini diharapkan produksi benih menjadi 2400 ekor / 3 bak dengan nilai Rp. 12.000.000,- dengan waktu produksi yang sama. Proses perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan budidaya lobter hias air tawar dengan perpaduan teknik bioaugmentasi dan RAS ini, diawali dengan kegiatan perbaikan bak/ kolam pemeliharaan. Perbaikan juga dilakukan pada lokasi di sekitar tempat budidaya, seperti perbaikan atap yang rusak, bak tandon yang bocor, pembersihan bak, perbaikan listrik, dan pembersihan lahan tempat budidaya. Setelah dilakukan berbagai perbaikan fasilitas budidaya lobster hias air tawar, kegiatan selanjutnya adalah penerapan teknik bioaugmentasi dengan menambahkan probiotik kedalam air media budidaya lobter hias air tawar. Manfaat yang dapat diperoleh dari teknik bioaugmentasi dengan penambahan probiotik ini, adalah dapat menambah nafsu makan, berat badan bertam bah,mengembangkan microflora bagi pencernaan udang, menambah kekebalan tubuh udang terhadap penyakit, menambah ketahanan hidup, mengurangi kematian benur, menyerap nutrisi pada saluran pencernaan sehingga menurunkan FCR. Untuk pemberian probiotik yang ditambahkan ke air, harus tepat dosis, dan jangan diberikan setiap hari. Pada hasil pengamatan dan monitoring rutin terhadap lobster hias air tawar di tempat budidaya, nafsu makan lobster semakin meningkat
tinggi, sehingga lobster menjadi kanibal. Hal ini ditimbulkan karena sifat lobster yang omnivor cenderung karnivor, yang banyak lobter yang dalam kondisi molting, sehingga dalam kondisi lemah, akan menjadi mangsa bagi lobster yang lain (Agus, personal komunikasi, 2008).Hal ini kan dapat meningkatkan mortalitas lobster. Untuk pemeliharaan benur/ larva dari lobster hias air tawar ini, diperlukan pemantauan rutin terhadap kualitas air, terutama yang dapat bersifat toksik bagi budidaya lobster. Dari hasil pengamatan kualitas air, masih dalam kisaran layah untuk budidaya lobster. Untuk kadar amoniak di air, tidak terdeteksi (kisaran baku mutu amoniak di perairan < 0,01 ppm). Kisaran suhu air di lokasi penelitian, dalam kisaran 22-270C. Kisaran pH di lokasi penelitian sekitar 7,1 7,2. Kondisi kualitas air yang mendekati standar buku mutu ini, didukung oleh pengelolaan kualitas air dengan teknik bioaugmentasi yang dipadukan dengan RAS yang sudah diterapkan di lokasi pembenihan lobster hias air tawar di pengusaha mitra. Dalam upaya pengangkutan lobster ukuran konsumsi dan benur, dilakukan kegiatan pengepakan dengan mengguna kan plastik mika ukuran sedang, yang dibawahnya diberi kapas basah. Selain itu dapat juga digunakan stereoform yang lembab. Dari hasil kegiatan perpaduan teknik bioaugmentasi dengan sistem resirkulasi (RAS), dapat meningkatkan kualitas dan nilai produksi benur lobster hias air tawar sebanyak 2400 ekor, 3 bak dengan nilai 12. 000.000,-. Faktor pendorong yang muncul, dapat menjadikan suatu potensi besar untuk kegiatan budidaya lobster hias air tawar. Adapun beberapa factor pendorong yang ada, adalah sebagian berikut : semangat mitra usaha yang sangat tinggi untuk memproduksi benur dan lobster ukuran konsumsi yang sesuai dengan
62
produksi benur lobster hias air tawar menjadi 63% dengan produksi benih 24.000 juvenil, dengan nilai RP. 12.000.000,-/siklus; upaya peningkatan usaha masyarakat sudah mulai dilakukan dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang potensial, dengan berdirinya asosiasi bagi para pengusaha lobster hias air tawar di daerah Borobudur, Kabupaten Magelang. SARAN Dari kegiatan yang sudah dilakukan dapat disarankan beberapa hal, antara lain : pembentukkan asosiasi pembudidaya lobster hias air tawar, sehingga tercapai diseminasi teknologi tepat guna dan pengembangan manajemen budidaya lobter hias air tawar di kawasan yang lebih luas dan pengenalan dengan bank untuk solusi perkreditan untuk masalah permodalan. DAFTAR PUSTAKA Briggs,M.R.P. and J.F. Turnbull, 1995. Demonstrating the efficiency of EPICIN in intensive and semiintensive Shrimp Farming. Shrimp culture Unit Institute of Aquaculture. University of Striling, Scotland. Chen, T., 1979. The effect of ammonia n Juvenile of Penaeus monodon. Aquacuture, 95:10-14 Claybrook, J., 1993. Biology of Crustacea.CRC, Boston. Iskandar (Teng Ching Sing).2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta. Kinne,O,1976. Cultivation of Marine Oranism in: Kinne (Ed) Marine Ecology. Willey Interscience, New York. Liong, P.C. and K. Subramaniam, 1996. Probiotic in Shrimp Farming.
63
64
APLIKASI ALAT PASTEURISASI SUSU SERTA DIVERSIFIKASI PRODUK DALAM UPAYA MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN SUSU SEGAR DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETERNAK
Oleh ; Ir.Sandjojo Hatmojo,MP; Ir.Senen Broto Wibowo; Ir.Margaretha Tuti Susanti,MP; Ir.Deddy Kurniawan Wikanta,MM
ABSTRACT To breed cow raised for its milk to form best salary for Selo community. Village of milk production is big sufficient are Sangiran, Sepandan, Kenteng Jeruk, Senden and Jrakah. Unit of village Cooperation (KUD) as buyer milk production of breed. Only. Price of milk to buy Rp 1300 each liter At general milk with supplier to KUD not process before, so milk going to damage and not receive by KUD. Procentage of damage are 10 -15%. Partner to choose of the activity are head of unit from Kenteng Jeruk Vilage, wich supplier 500 liters milk each day to KUD by continues. For overcome loss, breeder better activity with treatment of fresh milk by pasteurization in order long time store and receive by KUD It because necessary diversification of fresh milk process to milk pasteurization with flavor by pasteuriser and packaging of milk as of size quality standart pasteurization milk. Key words : milk-pasteurization-packaging PENDAHULUAN
Kecamatan Selo adalah suatu tempat yang terletak sekitar 20 Km barat Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, meru pakan pintu masuk ke gunung Merapi. Kabupaten Boyolali merupakan pengha sil susu terbesar di Jawa Tengah dan merupakan pemasok susu segar ke industri susu Sari Husada Yogyakarta. Masyarakat di Selo hidup dari pertanian dan peternakan. Beternak sapi perah merupakan andalan pendapatan masyarakat di Selo. Kelurahan penghasil susu yang cukup besar yaitu kelurahan Sangiran, Sepandan, Kenteng Jeruk, Senden dan Jrakah. Susu yang dapat dihasilkan seekor sapi perah antara 10-15 liter. Peternak di daerah ini rata-rata mempunyai 4-5 ekor sapi. Ketua kelompok di kelurahan Jeruk mempunyai 12 ekor sapi. Dengan adanya peternakan sapi perah, penduduk di Kecamatan Selo tidak banyak pengangguran. Bagi masyarakat yang ekonominya kurang mampu, mereka bekerja pada peternak yang lebih mampu. Satu-satunya pembeli susu segar dari peternak adalah Koperasi Unit Desa (KUD), harga pembelian KUD Rp 1300,/liter. Penjualan susu dilakukan dengan cara dikumpulkan oleh ketua kelompok (loper), kemudian oleh loper dipasok ke KUD Selo. Sampai saat ini masyarakat peternak tidak pernah menjual sendiri hasilnya ketempat lain, selain ke KUD karena takut tidak terjual secara kontinyu, sehingga keberadaan KUD di tempat ini merupakan partner bisnis dengan peternak. Pada umumnya susu yang dipa sok ke KUD belum mengalami pengola han apapun, sehingga sering terjadi susu yang dipasok mengalami kerusakan dan tidak diterima oleh KUD, hal ini tentu saja akan merugikan peternak. Kerusakan tersebut dapat terjadi disebabkan belum adanya penanganan pendahuluan pada
65
tetap memenuhi standar kualitas susu pasteurisasi. Untuk maksud tersebut perlu diaplikasikan alat pasteurisasi, dan pengemas pada kelompok penghasil susu, agar kerugian peternak karena kerusakan susu dapat dihindari, serta dapat melakukan diversifikasi produk. Mengingat produk susu merupakan sumber pendapatan di Kecamatan Selo, maka perlu kita upayakan kenaikan pendapatannya dengan mengaplikasikan alat pasteurisasi dan pengemas agar produk susu berkualitas baik dan dapat diterima KUD, serta dapat menghasilkan diversifikasi produk susu pasteurisasi dalam kemasan, yang dapat dijual langsung ke konsumen yang membutuhkan, dengan harga jual lebih tinggi dibandingkan harga beli dari KUD. Sampai saat ini KUD merupakan satusatunya pembeli susu dari peternak. B.Perumusan Masalah 2.1.Penolakan susu oleh KUD disebabkan adanya kualitas yang tidak memenuhi syarat, KUD merupakan satu-satunya pembeli produk susu dari peternak. Perlu dilakukan diversifikasi produk susu pasteurisasi dalam kemasan yang dapat langsung dijual ke konsumen yang membutuhkan. 2.2.Susu yang tidak memenuhi syarat disebabkan tidak adanya proses penanganan pendahuluan, setelah pemerahan yang berlangsung 3-3,5 jam, mulai dari peternak sampai ke KUD, hal ini akan mengakibatkan adanya penolakan produk karena dianggap oleh KUD tidak memenuhi syarat kualitas, yang berakibat menurunkan pendapatan peternak. 2.3.Aplikasi alat pasteurisasi dan pengemas untuk kelompok peternak sapi perah sangat baik diterapkan untuk menghindari penurunan kualitas susu, meningkatkan umur simpan, serta diversifikasi produk
66
olahan yang diberi aroma dan citarasa dan dapat didistribusikan langsung ke konsumen yang membutuhkannya 5. Dengan mengaplikasikan alat pasteuri sasi dapat menghindari kerugian Rp 65.000/hari atau Rp 1.950.000,-/bulan bagi mitra yang dipilih. Apabila diver sifikasi dilakukan akan memperoleh keuntungan Rp20.000,-/50 liter KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH 1. Mengidentifikasi kebutuhan pengra jin untuk menyelesaikan permasa lahan yang dihadapi 2. Mengaplikasikan dan mensosialisa sikan alat pasteurisasi susu segar dengan kapasitas 50 liter. Tabung pasteurisasi terdiri dari 2 tabung, sebelah dalam untuk susu yang dipasteurisasi, sebelah luar untuk media pemanas berupa air. Motor listrik hanya digunakan untuk menjalankan pengaduk Pemanas digunakan kompor gas. Diversifikasi susu pasteurisasi yang diberi citarasa dituang dalam panci pendingin dengan kran berada dibagian bawah,berfungsi untuk mengalirkan susu, selanjutnya dikemas dengan kemasan cup. 3. Mengujicoba pasteuriser dan pengemas bersama pengrajin 4. Melatih dan mensosialisasikan kepada produsen, produksi susu pasteurisasi dengan aneka citarasa dalam kemasan Realisasi Penyelesaian Masalah Pelaksanaan kegiatan program ini adalah sebagai berikut : 1. Membuat contoh fermentor dan pengemas 2. Paket produksi susu pasteurisasi dengan aneka citarasa 3. Mensosialisasikan cara pasteurisasi dan pengemasan susu
67
Bahan : Stainlessteel, tebal 0,3 inci, Tiggi tabung dalam 40 Cm, diameter dalam 40 Cm, Tinggi tabung luar 42 Cm, diameter 45 Cm Volume tabung dalam R2t = 3,14 x (20)2 x 40 = 50240Cm3 = 50,240 liter. Volume tabung luar R2t = 3,14 x (25)2 x 42 = 82425 Cm3 = 82,425 liter Selisih volume tabung luar dan dalam 82,425 liter 50,240 liter = 32,185 liter Pengemas cup bekerja secara batch, dengan menutup satu persatu cup yang sudah terisi susu (gambar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran) Khalayak Sasaran Produsen susu sapi segar di Selo, Boyolali Metode Yang digunakan 1. Mengujicoba alat pasteurisasi dan pengemas bersama pengrajin 2. Melatih dan mensosialisasikan kepada produsen, produksi susu pasteurisasi dengan aneka citaras dan hasilnya dikemas HASIL KEGIATAN Pasteuriser kapasitas 50 liter ; Bahan : Stainlessteel, tebal 0,3 inci. Tiggi tabung dalam 40 Cm, diameter dalam 40 Cm Tinggi tabung luar 42 Cm, diameter 45 Cm. dan pengemas cup susu yang bekerja secara batch Faktor Pendorong Dengan inovasi pasteuriser dan pengemas dapat mengadakan deversifi kasi produk serta meningkatkan harga jual Faktor Penghambat 1. Budaya peternak setempat untuk menjual susu secara rutinitas 2. Perlu ketrampilan deversifikasi pro duk dan pengemasan susu pada cup
1. Kelompok peternak penghasil susu, dapat melaksanakan teknologi pasteurisasi susu beraroma dan citarasa serta melakukan pengemasan sebagai deversifikasi produk.. 2. Harga jual meningkat SARAN 1. Untuk keberlanjutan pemanfaatan produk vucer masih perlu adanya pembinaan secara terus menerus 2. Perlu mengenalkan produk ke pasar yang lebih luas DAFTAR PUSTAKA Buckle.J.W.,Edward R.G.Fleet, G.H, and Wootton,1987, Food Science, Watson Ferguson and co, Brisbane Dewan Standarisasi Nasional, 1995, Standar Nasional, Jakarta Dwijoseputro. D, 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Malang Gaman .P.M., K.B. Sherrington, 1992, Ilmu Pangan,(pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi) Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Hadiwiyoto.S, 1994, Teknik uji mutu susu dan olahannya, Liberty, Yogyakarta Harris.R, E.Karmas, 1989, Evaluasi gizi pada pengolahan Bahan Pangan , ITB, Bandung Nurwantoro dan Djariah, 1994, Mikrobio logi pangan nabati, Kanisius, Yogyrta Vande Berg, J.T.C., 1988, Dairy Technology in The Tropics and Sub tropic PUDOG, Wageningen Winarno.F.G, S.Fardiaz, 1980, Pengantar Teknologi pangan, PT Gramedia Jkt Winarno.F.G., B.S.L..Jenie, 1983, Kerusakan bahan pangan dan cara Pencegahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta
68
KEWIRAUSAHAAN BIDANG USAHA PERIKANAN DARAT PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI Oleh : Ismi Darmastuti; Idris; Suryono ABSTRACT Isn't it our political economy of economic crisis effect of some years ago have resulted the limited work fields in formal sector. Beside that, in era of liberalisasi commerce in this time emulation of employment for college collegiate progressively tighten. All students progressively realize this matter, therefore in this time more and more students trying to look for experience and knowledge for the berwirausaha of. This Matter to relating to it is of course one of the solutions able to on the market is to execute programming development of culture of kewirausahaan the directness touch and support the trouble-shooting. The selecting of kewirausahaan in bream conducting area and fishing rod pool, because middle and small industry which active in still many land;ground farms and water which not yet been exploited better. So that this activity do not only for the purpose of getting keuntingan of eye, but also can take care of natural preservation. Beside that since happened economic crisis in Indonesia, many unpermeated by labours in labor market. Is therefore needed by soul/head of enterpreneurship the strength to assist to made breakthrough and push growth of economics. Through activity of this kewirausahaan kuliah is expected can grow and create new entrepreneur in this area. Keyword: entrepreneur
Pemikiran yang mendasari Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, namun demikian banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih mantap jika ditunjang oleh wirausahawan, karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Oleh sebab itu, wirausaha meru pakan potensi pembangunan, baik dalam kuantitas maupun kualitas wirausaha itu sendiri. Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia masih sedikit dan kualitas nyapun belum bisa dikatakan hebat, sehingga persoalan pembangunan wira usaha Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan. Keterpurukan ekonomi negara kita akibat krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu telah mengakibatkan terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Disamping itu, di era liberalisasi perdagangan saat ini persaingan lapangan kerja bagi alumni perguruan tinggi semakin ketat. Para mahasiswa semakin menyadari hal ini, oleh karena itu saat ini semakin banyak mahasiswa yang berusaha mencari pengetahuan dan pengalaman untuk berwirausaha. Berkaitan dengan hal ini tentunya salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah melaksanakan program pengembangan budaya kewirausahaan yang langsung menyentuh dan mendukung pemecahan masalah tersebut.
69
bekal yang memadai untuk menjadi wirausaha yang mandiri. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya mempe roleh pengetahuan dan pengalaman mengenai kewirausahaan bagi para lulu san tersebut. Disamping itu pengalaman praktis pada dunia usaha baik dalam usaha kecil, manengah maupun besar masih sangat terbatas. Berdasarkan situasi latar belakang di atas, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Undip melalui Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro berte kad mengmbil peran aktif melaksanakan program budaya kewirausahaan melalui kegiatan Program Kuliah Kewirausahaan (KWU) bidang usaha Perikanan Darat, untuk menjadi wahana inisiasi penumbuhan dan pemahaman jiwa kewirausahaan bagi para mahasiswa. Mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan kewirausahaan dan transfer pengalaman kewirausahaan di bidang budidaya ikan dan kolam pancing, sebagai pijakan awal bagi mereka yang berminat menjadi wirausahawan baru. Kegiatan ini merupakan antisipasi untuk menciptakan alumni yang mandiri, kreatif dan berjiwa wirausaha dalam mensikapi masa depan yang semakin kompetitif dan membutuhkan terobosan-terobosan baru. Dipilihnya kewirausahaan di bidang budidaya ikan air tawar dan kolam pancing, karena industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang ini masih banyak lahan tanah dan air yang belum termanfaatkan dengan baik. Sehingga kegiatan ini tidak hanya untuk tujuan mendapatkan keuntingan semata, namun juga mampu menjaga kelestarian alam. Disamping itu sejak terjadi krisis ekonomi di Indonesia, banyak tenaga kerja yang tidak terserap di pasar tenaga kerja. Oleh karena itu diperlukan jiwa enterpreneurship yang kuat untuk membantu membuat terobosan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
70
Indikator keberhasilan kegiatan Kriteria keberhasilan spesifik dikaitkan dengan analisis situasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : pemahaman kewirausahaan dan motivasi penyeleng garaan. Pemahaman kewirausahaan dilihat dari validitas kebutuhan peserta program terhadap materi yang diterima. Hal ini diukur dari semakin penting manfaat materi bagi peserta, menunjukkan adanya kebutuhan pada diri peserta. Selanjutnya motivasi penyelenggaraan diindikasikan dari kesungguhan tim pelaksana dan peserta program sebagai cerminan kemauan, kemampuan, kedisiplinan dan cara kerja profesional. Semakin tinggi tingkat kesungguhan, maka dapat dipahami sebagai ungkapan motivasi yang tinggi. Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan terutama jika dikaitkan dengan pencapaian tujuan kegiatan, digunakan indikator keberhasilan sebagai berikut : a. Tersedianya modul kewirausahaan bagi peserta didik, sehingga akan memperlancar proses pembelajaran. b. Kehadiran peserta program kuliah kewirausahaan minimum 80 %, sehingga kemumgkinan mangkir tidak boleh lebih dari 20%. c. Peningkatan kemampuan kewirausahaan bagi peserta program. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji/evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan. Secara spesifik, untuk mengetahui signifikansi peningkatan kemampuan peserta, dapat dilihat dari hasil uji pre-test dan post-test. d. Minimal 30% peserta siap menjadi wirausaha baru yang dibuktikan dengan pembuatan business plan ( rencana usaha ). Dengan demikian jika peserta kegiatan ini mencakup 60 orang peserta maka 20 orang peserta diantaranya telah siap memasuki usaha tertentu.
71
dalam pembinaan usaha kecil dan menengah di bidang ini. Motivasi utama para pengajar dalam memberikan materi dalam memberikan kuliah kewirausahaan di Bidang perikanan Darat dalam rangka program pengem bangan budaya kewirausahaan di perguruan tinggi adalah : 1) Mengembangkan semangat wirausaha di perguruna tinggi, terutama kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. 2) Sebagai seorang dosen maka pelasksanaan kegiatan ini sebagai bagian dari pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.
Motivasi peserta kuliah kewirau sahaan di Bidang perikanan Darat dalam rangka program pengembangan budaya kewirausahaan di perguruan tinggi adalah a. mahasiswa mempunyai keinginan untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri. Minimal untuk mahasiswa yang bersangkutan b. mengembangkan semangat mandiri dan wirausaha Analisis Situasi Dosen Pengajar Staf pengajar/instruktur yang akan terlibat dalam kegiatan kuliah kewirausahaan ini adalah para dosen di Undip yang berkualifikasi Master (S2), baik lulusan dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu melibatkan pula para praktisi terkait yang telah berpengalaman dan teruji kehandalannya
Pelaksanaan Kuliah Kewirausahaan dan Metode Pembelajaran Mata kuliah yang diusulkan dalam kegiatan ini adalah Kewirausahaan Bidang Usaha Perikanan Darat. Mata kuliah ini mencerminkan apresiasi pemahaman tentang seluk beluk kewirausahaan dan manajemen usaha khususnya bidang usaha Budidaya Ikan dan Kolam Pancing. Dengan demikian mata kuliah ini disamping menekankan jiwa kewirausahaan dalam mengelola usaha, juga memberikan landasan manajerial yang lebih kokoh dalam merencanakan, mengelola maupun mengembangkan usaha. Adapun susunan pokok materi perkuliahan yang diajarkan adalah :
1. Materi : Kewirausahaan dan kiat suksesnya Pokok Bahasan :
Pengertian wirausaha & wiraswasta, berbagai macam dimiliki wirausaha, menumbuhkan minat wirausaha, menuju wirausaha sukses tipe & profil wirausaha, sifat-sifat yang perlu Tatapmuka : 2
72
7. Materi : Jaringan kemitraan usaha Pokok Bahasan : Pengertian kemitraan usaha, prinsipprinsip kemitraan usaha, pentingnya kemitraan usaha, strategi menjalin kemitraan usaha. Tatapmuka : 1 8. Materi : Kewirausahaan di bidang Budida ya Ikan dan Kolam Pancing Pokok Bahasan : Pengertian usaha bidang Budidaya Ikan dan Kolam Pancing, macam dan jenis usahanya, peluang dan prospek, potensi dan kendala, studi kasus usaha Budidaya Ikan dan Kolam Pancing. Tatapmuka : 3
9. Materi : Penyusunan proposal Pokok Bahasan : Membuat proposal pengajuan kredit, menyusun business plan Tatapmuka : 1 10. Materi : Kunjungan lapangan Pokok Bahasan : Menjelaskan dan meilhat secara langsung bisnis budidaya perikanan darat. Tatapmuka : Selanjutnya untuk membantu mempercepat penguasaan materi dan rencana tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka tim pelaksana akan menerbitkan modul kuliah yang masing-masing materi disesuaikan dengan pokok materi tersebut di atas. Adapun penulis modul adalah para instruktur/pengajar yang akan menyajikan materi tersebut di atas dengan tidak menutup kemungkinan saran dan masukan para pakar di bidang kewirausahaan maupun praktisi terkait. Selain ceramah klasikal tersebut, untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman, dalam paket kegiatan ini
73
diidentifikasikan, didiskusikan dan dikembangkan solusi pemecahannya. Metode ini diterapkan pada setiap sesi pertemuan sehingga pemecahan masalah secara substansial dilandasi oleh materi/modul dalam sesi yang berlangsung. Implementasi metode ini fleksibel. 3) Simulasi, digunakan sebagai sarana melatih dan mengekspresikan potensi diri dan kemampuan yang telah diperkaya dari pemahaman teori dan diskusi. Metode ini dilakukan dengan memanfaatkan secara optimal fungsi tubuh baik lisan, tulisan maupun gerakan aktif. 4) Kunjungan lapangan, tahap ini dilakukan dengan mengamati langsung proses produksi para pengusaha di lapangan yang yang menjadi mitra kegiatan ini. Para peserta juga diajak bersama-sama melakukan praktek secara langsung sehingga memberikan bobot yang tinggi bagi pelaksanaan kegiatan ini. 5) Pemberian Tugas, pada tahap ini mahasiswa diwajibkan membuat Rencana Bisnis terutama yang terkait dengan bisnis perikanan darat atau bisnis sejenis. b. Hasil ujian secara keseluruhan Keberhasilan proses kegiatan ini akan dievaluasi melalui empat pola evaluasi kegiatan : 1) Uji pemahaman. Metode ini dipergunakan untuk menguji seberapa jauh tingkat kemampuan para peserta kegiatan dalam menerima materi yang diberikan oleh instruktur/pengajar. Dengan demikian metode ini dipergunakan untuk menilai kemampuan peserta dalam memahami pokok materi. 2) Uji kemampuan praktis. Metode ini digunakan untuk menguji kemampuan peserta dalam melakukan simulasi
74
dilaksnakan oleh instruktur dan peserta program. Dalam hal ini sasaran pembelajaran merupakan perangkat konkrit sebagai tolok ukur evaluasi aspek ini. 2) Penerapan metode pembelajaran, yang menunjukkan sampai seberapa jauh terjadi penyimpanganm dan nilai lebih yang disumbangkan di atas metode pembelajaran. 3) Cara kerja tim pelaksana, untuk mengukur kinerja tim pelaksna dalam mengimplementasikan rencana kegiatan yang telah disetujui. Dalam hal ini antara lain kecermatan perencanaan, fasilitas pendukung, kesungguhan tim pelaksana, layanan terhadap peserta program serta alokasi waktu kegiatan. Dari hasil mahasiswa yang mengikuti pelaksanaan Kuliah Kewirausahaan Bidang Perikanan Darat dalam rangka Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi selain mahasiswa diberi post test, mahasiswa harus mengumpulkan tugas akhir berupa Rencana Bisnis bagi usaha perikanan atau sejenisnya. Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran Jadwal pembelajaran Kuliah Kewirausahaan budidaya perikanan darat ini dilaksanakan di dua tempat, yaiu di Ruang Seminar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro dan Kolam Pemancingan Etasia Taman Air Boyolali. Sedangkan Ujian Tertulis dilaksanakan di Ruang Seminar Fakultas Ekonomi UNDIP. Kelanjutan Kegiatan Keberlanjutan dari kegiatan kuliah kewirausahaan ini sebaiknya mahasiswa mendapatkan kesempatan melakukan Magang Kewirausahaan di lokasi usaha yang mirip (sejenis) dan sesuai dengan Rencana Bisnis ynag telah
75
Bangs, D. H. 1995. Pedoman Perencanaan Usaha (The Business Planning Guide). Jakarta: Erlangga. Carlin, Thomas W.1990. Bagaimana Menjadi Usahawan Yang Berhasil (Modern Business). SI : Pustaka Jaya. Hariwijaya, M, 2005. Proposal Bisnis. Jogjakarta: Zenit Publisher Meredith, Geoffrey. G, 2002. Kewirausahaan, Teori dan Praktek. Jakarta: PPM. Santoso, Ruddy Tri. 1996. Kredit Usaha Perbankan. Yogyakarta : Andi. Masykur Wiratmo, 1996, Pengantar Kewiraswastaan kerangka dasar memasuki dunia bisnis, BPFE, Yogyakarta,. Rusman Hakim, 1998, Kiat Sukses berwiraswasta, Gramedia, Jakarta,. Peter F. Drucker, 1994, Inovasi dan Kewiraswastaan Praktek dan Dasar-dasar, Gelora Aksara Pratama. Kenneth C Laudon & Jane P Laudon, Management Information System New Approaches to Organization & Technology, 1998. Raymond McLeod, Management Information System. Study of Computer Base Information Sistem. 9th Edition, Maxwell Macmillan (2005) Brigham, E.F., & Joel F. Houston, Fundamental of Financial Management, Ninth Edition, New York: Harcourt College Publishers James C.Van Horne, Fundamental of Financial Management, Prentice Hall International. Masykur Wiratmo, Pengantar kwiraswa staan kerangka dasar memasuki dunia bisnis, BPFE, Yogyakarta, 1996. (MW) Rusman Hakim, Kiat Sukses berwiraswasta, Gramedia, Jakarta, 1998. (RH)
76
75
PELATIHAN DAN KONSULTASI PENGRAJIN SENTRA INDUSTRI JENANG DALAM MEMPERBAIKI TINGKAT KELENTURAN DAN MENGHILANGKAN RASA TEPUNG DARI JENANG DI KABUPATEN KUDUS
Ir. Hj. Laila Faizah, Ir. M.Tuti Susanti MP dan Dra FS Nugraheni M.Kes
ABSTRACT Jenang is unique snack from kudus regency and used as kudus icon which was produced from several small industry,middle industry and big industry that has flexible texture,sweet and long lifetime (approximately 6 month). Raw material which are used in jenang production consist of glutinous rice flour,thick and thin coconut milk, javanese sugar,sugar,essences and Na Sorbat. There are so many obstacles which is faced by small industry that jenang quality is not too good. The characteristics are inflexible texture,flour flavor in jenang taste and also short lifetime (only 1 month). It is because of each cooking process need 6 7 hours and temperature 600 700C in the jenang produstion process, so the quality is low. In training and consulting about jenang cooking process explain that to produce better quality of jenang it need cooking period only 4 5 hours and temperature 1000 1100C. The characteristics of jenang that was produced are more flexible,no flour flavor and long lifetime (in 1 month these product still can be consumed) This training and consulting accomplished on 15 16 October 2008. the industry responses are very good.they also hoped that there will be a follow up especially in mechanical instrumentation grant for producing jenang. Because small industry still use manual instrumentation in jenang production Keyword : jenang, flexibility,loose of flour flavor akan punah dan banyak ditiru oleh daerah lain. Sebagian kecil industri jenang sudah mapan dalam arti dapat dipasarkan secara internasional,karena sang pemilik sangat inovatif sehingga dapat diterima dipasar dunia,diantaranya jenang sinar 33, jenang asia aminah . Namun sebagian besar industri kecil termasuk sentra industri jenang didesa Wergu Kulon masih mengandalkan resep dari nenek moyang karena keterbasan kemampuan untuk
PENDAHULUAN ANALISIS SITUASI Kabupaten Kudus terkenal dengan berbagai masakan dan makanan khas,salah satu diantaranya adalah jenang dimana industri ini merupakan industri keluarga dengan segala fasilitas yang tradisional karena mendapatkan resep secara turun temurun,namun hasilnya mendunia artinya dapat dinikmati secara internasional. Apabila jenang tersebut tidak dilestarikan lama kelamaan
76
menyerap tenaga kerja sehingga akan mengurangi pengangguran terutama masyarakat disekitarnya. 3. Aspek teknologi / ketrampilan : menambah ketrampilan karyawan sehingga mampu menyerap hasil pelatihan dan mampu menerapkan dalam pengolahan pembuatan jenang 4. Aspek manajemen : pengetahuan manajemen meningkat dari tradisional menjadi tertata rapi dengan adanya pembukuan 5. Aspek Pemasaran : memperluas jangkauan pemasaran PERUMUSAN MASALAH Agar peningkatan pangsa pasar jenang tercapai diperlukan kualitas dan kuantitas jenang yang memenuhi standar yang diharapkan oleh konsumen yaitu jenang yang lentur dengan rasa yang manis , legit ( rasa tepung hilang ) dan tahan lama mempunyai umur simpan mencapai 6 bulan. Sedang kendala yang dihadapi para pengrajin saat ini adalah
dan konsultasi agar hasil produksi mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas (jenang menjadi lentur dan rasa tepung hilang serta mempunyai umur simpan selama 6 bulan)) dan kuantitas (diharapkan dapat berproduksi sekitar 3000 kg / hari) dan juga meningkatkan pangsa pasar secara nasional. Dengan meningkatnya kualitas, kuantitas dan pangsa pasar yang meliputi seluruh indonesia,ini sangat berpengaruh dan berdampak positif,diantaranya :
1. Aspek Ekonomi : dengan meningkatnya produktivitas akan berpengaruh pula pada peningkatan kesejahteraan pemilik dan karyawan 2. Aspek sosial budaya : dengan meningkatnya kuantitas tentunya juga akan memperluas lapangan kerja atau
belum tercapai standar yang diharapkan, beberapa permasalahan yang dihadapi para pengrajin dapat dikatagorikan sebagai berikut :
1. Pengetahuan memasak jenang masih berdasarkan pengalaman dari para pendahulunya sehingga apabila timbul problem hanya diselesaikan dengan coba coba tanpa dasar teori yang memadai 2. Prosedur kerja dan penyelesaian masalah tidak didokumentasikan dengan baik, sehingga jika terjadi problem akan diulang ulang kembali 3. Bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan tidak standar seadanya (tanpa dianalisa dahulu) sehingga produk yang dihasilkan juga tidak standar kualitasnya. 4. Kurangnya pengetahuan dari pemilik maupun karyawan tentang analisa bahan baku dan bahan pembantu,prosedur kerja yang benar
76
diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Para pengrajin memiliki teknologi proses pengolahan / pemasakan jenang yang benar dan tepat sehingga kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan dan terjaga. 2. Para pengrajin mampu bersaing dengan pengrajin dari daerah lain dengan kualitas yang disukai konsumen dan dapat memperluas pangsa pasar sehingga akan meningkatkan pendapatan 3. Meningkatkan kemampuan staf pengajar Program Studi Diploma III Teknik Kimia memberikan pelatihan dan konsultasi pada pengrajin jenang dilapangan hingga memonitor dan mengevaluasi kegiatan para pengrajin 4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah dengan mengaktifkan para pengrajin jenang yang diharapkan dapat meningkatkan devisa negara. TINJAUAN PUSTAKA Bahan baku utama pembuatan jenang adalah tepung ketan dan gula merah baik dari tebu, aren atau bit serta santan kelapa. KETAN adalah sejenis padi padian dengan komposisi utama karbohidrat / pati. Menurut Haryadi,1993 sebenarnya pati adalah cadangan karbohidrat utama bagi tanaman dan banyak terdapat pada biji bijian seperti jagung, padi,gandum dan lain lain. Gugus pati terdiri dari 2 jenis polimer D Glukosa yaitu AMILOSA dan AMILOPEKTIN. Satuan glukosa pada amilosa bersinam bungan melalui ikatan ikatan 14 GLUKOSIDA membentuk rantai lurus seperti tertera dibawah ini : IKATAN 1 - 4 GLUKOSIDA
77
IKATAN 1 - 6 GLUKOSIDA
Apabila granula pati AMILOSA dipanaskan dengan air yang cukup banyak terjadi peningkatan air dan penggelembungan yang disebut dengan GELATINISASI dimana pada proses ini perombakan bangunan granula secara bertahap dan akibatnya beberapa bahan berpati menjadi enak dimakan dan lebih mudah dicerna oleh enzim. Gelatinisasi menyebabkan pati menjadi lebih kenyal atau liat,lenting dan rekat sehingga dapat dibentuk sesuai keinginan, misal pada pembuatan roti,bihun dll. Menurut Seow dan Thevamalar, 1988 AMILOPEKTIN sedikit mengalami retrogradasi adalah pengelompokan molekul atau bagian molekul yang berantai lurus (amilosa) dan rantai cabang amilopektin melalui jembatan ikatan hidrogen pada bagian ujung rantai yang bercabang dapat balik sehingga masih mudah dicerna oleh enzim, oleh sebab itu bahan yang banyak mengandung pati dari fraksi AMILOPEKTIN yang tinggi seperti ketan dapat dibuat tape,jenang,dodol dll. Menurut Ghiasi, 1983 protein dari santan pada keadaan awal akan menghambat gelatinisasi,namun setelah pemanasan lebih lanjut terjadi denaturasi dengan akibat kemampuan airnya bekurang sehingga tidak menghambat proses gelatinisasi lebih lanjut. Gula dapat mengikat air sehingga pada adonan pati dapat menghambat gelatinisasi karena persaingan pada pengikatan air,suspensi pati yang diperoleh lebih kental atau jendolannya lebih tegar. Pada proses ini terjadi pemisahan minyak dan protein dari santan kelapa. Minyak dapat melingkupi granula pati sehingga menghambat pengaliran air kedalam granula pati
akibatnya menghambat gelatinisasi lebih lanjut,namun minyak berperan mengubah sifat tepung ketan tergelatinisasi yang lengket menjadi kalis yang dikehendaki (Heckman,1977). Oleh sebab itu untuk olahan bahan berpati dengan tambahan banyak gula dan santan yang dibuat pada suhu sekitar 1000C 1100C dengan waktu yang singkat (4 5 jam) tepung ketan bercampur dengan sempurna sehingga bau atau rasa dari tepung hilang dan adonan menjadi enak dimakan, gurih dan lentur / kenyal. Agar diperoleh adonan yang lentur dan rasa pati hilang perlu diperhatikan penggunaan bahan baku yang terdiri dari tepung ketan saja (banyak mengandung amilopektin).Jika adonan terdiri dari campuran tepung ketan dan tepung beras maka kualitas akan menurun karena tepung beras banyak mengandung amilosa,adonan menjadi lembek karena amilosa jika bercampur dengan air dan gula tidak dapat kental atau tegar dan lentur dan hanya membentuk gelatin saja. Amilosa jika tebebas dalam larutan ikatan hidrogen akan membentuk gel yang kaku/keras,sedang amilopektin dalam ikatan hidrogen akan membentuk adonan yang liat dan lentur secara sempurna dan tidak ada amilum (tepung yang tersisa), ini sesuai dengan sifat Rheologi Pasta. MATERI DAN METODE
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Peningkatan kualitas proses pembuatan jenang agar produk jenang menjadi lentur dan tidak terasa tepungnya dengan cara sebagai berikut : 1. analisa bahan baku dan bahan pembantu sebelum diproses dengan jalan disortir untuk bahan baku yang tidak memenuhi syarat 2. memperbaiki proses pemasakan jenang dengan meningkatkan suhu
78
bahan pembantu yang tepat, formulasi komposisi yang tepat dan proses pemasakan jenang dengan kondisi operasi yang dibutuhkan 3. Melakukan perbaikan teknologi proses dengan menentukan kondisi proses maupun operasi optimum 4. Melakukan monitoring terhadap formulasi bahan baku dan bahan pembantu yang tepat 5. Melakukan pencatatan suhu dan waktu selama proses pemasakan berlangsung 6. Melakukan monitoring sistim pengapian selama proses pemasakan,dan menentukan akhir proses pemasakan 7. Melakukan monitoring jenang yang dihasilkan hingga proses pengemasan 8. Mengadakan pos tes / evaluasi pada akhir pelatihan ,apakah pelatihan ini bermanfaat atau tidak Hasil pelatihan,konsultasi dan hasil pre tes maupun pos tes serta monitoring maupun uji kualitas jenang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan standar kualitas dengan kondisi proses dan operasi yang tepat. Perbaikan proses untuk mencapai kondisi yang optimum dilakukan dengan suatu percobaan dengan uji kelenturan dan uji rasa tepung. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelatihan dan konsultasi proses pembuatan jenang ini dilaksanakan selama 2 hari dari tanggal 15 16 Oktober 2008 dengan jumlah peserta 30 orang yang terdiri dari pemilik dan pekerja ( masa kerja > 10 tahun ) dengan jenis industri kecil atau industri rumah tangga didesa wergu kulon , kaliputu dan sekitarnya bertempat di ketua kelompok di industri jenang cap dua keris dengan tahapan sebagai berikut :
79
6. produk jenang direncanakan dipasarkan tidak hanya ditingkat lokal saja, jangkauan pemasaran lebih luas KETERKAITAN Dinas Perindustrian,Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Kudus akan mengundang dan mengumpulkan para pengrajin jenang dari sentra industri jenang beserta ketua kelompok yang menampung hasil jenang dengan diberi nama 2 keris di desa Wergu Kulon Kecamatan Kota untuk mengikuti pelati han dan konsultasi dengan menerapkan pengetahuan dan teknologi tentang proses pemasakan jenang pada kondisi proses maupun operasi optimum sehingga dihasilkan jenang yang mempunyai kualitas yang tepat (lentur dan legit tanpa rasa tepung). Kegiatan ini diselenggarakan oleh staf pengajar Program Studi Diploma III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. EVALUASI keberhasilan dari kegiatan pengab dian kepada masyarakat ini dengan adanya pelatihan dan konsultasi tentang perbaikan proses pembuatan jenang tentang kondisi operasi ( suhu dan waktu) yang diinginkan tepat maka diperlukan pengamatan langsung pada setiap tahap kegiatan sehingga dapat dilakukan evaluasi sebagai berikut : 1. Terlaksananya alih teknologi dan pengetahuan dari hasil pelatihan dan konsultasi para pengrajin jenang dari staf pengajar PSD III Teknik Kimia 2. Saat pelatihan diadakan evaluasi dua kali yaitu pre dan post test untuk mengetahui sejauh mana pengertian para pengrajin adanya pelatihan dan konsultasi tersebut 3. Melakukan uji coba proses memasak jenang dan membandingkan kualitas ( lentur dan rasa tepung) antara
80
DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN SARAN Kegiatan pelatihan dan konsultasi proses pemasakan jenang yang sudah dilaksana kan ini dapat disimpulkan sebagai berikut 1. kegiatan pelatihan dan konsultasi sangat bermanfaat bagi para pengrajin industri jenang skala rumah tangga 2. peningkatan proses pemasakan jenang yang disajikan pada metode II dapat meningkatkan kualitas jenang yang dihasilkan sehingga jenang menjadi lebih lentur dan lebih gurih 3. para pengrajin menjadi terbuka wawasannya dengan adanya penjelasan dari tiap tahapan kerja dimulai dari proses pemilihan bahan baku dan bahan pembantu dengan jalan sortasi hingga maksud dan tujuan dari perubahan suhu dan waktu pada proses pemasakan jenang 4. pelatihan dan konsultasi proses pemasakan jenang ini sangat diterima dan sangat bermanfaat bagi para pengrajin industri kecil jenang didaerah adanya kegiatan pelatihan dan konsultasi ini, para pengrajin sangat merasakan hasilnya sehingga memberikan saran sebagai berikut : 1. kegiatan pelatihan dan konsultasi sangat baik dan perlu ditindak lanjuti dengan kegiatan berikutnya dengan menambah bantuan peralatan yang lebih mekanis khususnya pada pengaduknya 2. kegiatan pelatihan dan konsultasi perlu diterapkan didaerah lain atau pada industri yang sejenis 3. agar dibentuk kelompok pengrajin untuk saling memberikan informasi tentang perkembangan teknologi dan memperluas pemasaran 1. Anonim,1990 Standard Nasional Indonesia Departemen Peridustrian Jakart 2. Boma Wikantyasa,1989 Satuan Operasi dalam proses pangan P.A.U. Pangan dan gizi, UGM Yogyakarta 3. Ghiasi K, Hoseney R.C.,and Varriano Marston V, 1983 Effect the flour Component and dough Ingredient on starch gelatinization Cereal Chem 60 58 61 4. Haryadi, 1993 Dasar dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknoligi pati Agritech 13 (2) 37 42 5. Hari Purnomo, 1987 Ilmu Pangan Penerbit Universitas Indonesia (UI Press ) 6. Jasfi M.Sc, 1989 Operasi Teknik Kimia jilid II Penerbit Erlangga Surabaya 7. Kapti Rahayu Kuswanto, 1984 Penggunaan beberapa bahan pengawet nira untuk pembuatan gula kelapa Laporan Penelitian Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta 8. Seow C. C, and Thevamalar K, 1988 Problem Associated with traditional Malaysian Starch based Intermediate Moisture food in Seow C.C. (Ed) food [reservation by moisture control Elsievier Appplied Science, New York 9. Surdia Tata, Shinroku Saito, 1985 Pengetahuan Bahan Teknik PT. Jakarta Pradnya Paramita
81