Anda di halaman 1dari 11

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang

Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

10.3 P E R A NA N G E OG R AF I DA L AM P E NAT AAN R UA NG DI INDONESIA


Oleh Muh. Dimyati

Geografi merupakan disiplin yang mempelajari permukaan bumi, penyebaran dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Pengertian geografi berkembang dinamis dan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman. Dinamika pemahaman atas pengertian tersebut berpengaruh terhadap implementasi geografi dalam berbagai bidang, termasuk dalam penataan ruang. Sebagai disiplin yang cukup tua, geografi telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan penataan ruang, khususnya di Indonesia. Tulisan ini dibatasi hanya dalam perkembangan konsepsi geografi dan evaluasi terhadap prakteknya dalam penataan ruang. Penyajiannya dalam satuan dasa warsa, dari sekitar tahun 1960 menuju tahun 2000-an. Mengingat pengetahuan penulis yang terbatas, maka perkembangan tahun 1960-an disampaikan secara selintas.

PENGERTIAN GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG


Seabad sebelum masehi, pengertian geografi masih bernuansa astronomi dan matematika. Pada abad pertengahan dan renaissance, pengertian geografi menjadi suatu cabang pengetahuan yang mempelajari proses dan fenomena alamiah seperti yang terjadi di litosfer, hidrosfer dan atmosfer. Pandangan geografi modern, dimotori oleh Immanuel Kant (1724-1804), yang menjelaskan pengertian geografi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari fakta yang berasosiasi dengan ruang. Pada masa yang hampir bersamaan, Alexander von Humboldt menambah pengertian tersebut dengan mengkaitkannya pada aspek manusia. Sementara itu, pada akhir abad 19 geografi memusatkan Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-1

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

perhatian pada iklim, tumbuhan dan hewan, terutama terhadap bentang alamnya. Dalam perkembangannya, Wrigley (1965) berpendapat, geografi merupakan disiplin yang berorientasi pada masalah (problem oriented) dalam rangka interaksi antara manusia dengan lingkungan. Peter Haggett (1970) membedakan geografi dalam dua struktur, yaitu geografi ortodoks dan geografi terpadu. Dalam struktur geografi ortodoks dibedakan antara geografi fisikal, geografi manusia, geografi regional dan teknik geografi. Geografi fisikal mencakup kajian, antara lain, geomorfologi, hidrologi, klimatologi dan pedologi. Geografi manusia, antara lain, mencakup geografi ekonomi, geografi penduduk, geografi perdesaan, geografi perkotaan dan geografi kemasyarakatan. Sementara geografi regional mencakup kajian geografi menurut wilayah, seperti geografi Asia Tenggara, Geografi Eropa dan lainnya. Berbeda dengan ketiga hal tersebut, teknik geografi mencakup kartografi, penginderaan jauh, metode kuantitatif, statistik dan sistem informasi geografi. Pandangan tersebut berbeda dengan pandangan dalam struktur geografi terpadu yang hanya membedakan analisa keruangan, analisa ekologi dan analisa kompleks wilayah. Memahami dinamika perkembangan pandangan geografi dalam berbagai madzhab luar negeri, ahli Geografi Indonesia yang dimotori oleh Bintarto dan Surastopo pada awal tahun 1970-an mendorong kita agar tidak terlalu terpengaruh terhadap fanatisme madzhab tersebut. Dalam berbagai kesempatan, termasuk saat menyampaikan kuliah, beliau berdua lebih mendorong pemahaman geografi dengan menggunakan pendekatan analisa keruangan, analisa ekologi, dan analisa kompleks wilayah. Sikap konsisten tersebut dituangkan dalam salah satu tulisan berjudul Metode Analisa Geografi (LP3ES. 1979). Konsistensi dua sesepuh geografi tersebut berlanjut dengan perkembangan penggunaan berbagai cara seperti statistik, pemetaan (remote sensing) dan sistem informasi geografi sebagai pelengkap dalam mempermudah implementasi pendekatan-pendekatan di atas. Dalam berbagai pengertian yang berkembang, terlihat ada tiga kesamaan pandangan yang disepakati semua madzhab, yaitu (a) bahwa arena yang menjadi titik perhatian adalah permukaan bumi, bukan ruang yang abstrak; (b) bahwa semua madzhab Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-2

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

memperhatikan penyebaran manusia pada ruang dalam kaitan manusia dengan lingkungannya; (c) bahwa dalam geografi terdapat unsur-unsur utama seperti jarak, interaksi, gerakan dan penyebaran. Titik perhatian tersebut sedikit berbeda dengan penataan ruang yang tidak hanya memperhatikan aspek darat dan laut (muka bumi) saja, tetapi juga udara dan bawah permukaan bumi. Namun, aspek perhatian dari geografi terhadap manusia dan lingkungannya sangat berimpit, dengan tujuan penataan ruang untuk menjaga sustainabilitas (kualitas) lingkungan dan kesejahteraan manusianya. Ada pun jarak, interaksi dan gerakan manusia merupakan dimensidimensi utama dalam penataan ruang. Penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU Nomor 24/1992). Dari pengertian ini, secara ideal hasil dari penataan ruang adalah suatu ruang yang tertata (bermutu) untuk kehidupan (human being). Namun dalam praktek, banyak ditemukan perkembangan ruang yang menyimpang dari rencana tata ruang, sementara ruang yang bermutu sulit ditemukan. Dengan kata lain, yang ditemui adalah kondisi ruang yang merupakan hasil dari proses penyesuaian dari human being pada dan di sekitar ruang tersebut dengan alam sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, secara fisik, ekonomi maupun sosial. Dalam konteks penulisan ini, penataan ruang dipahami sebagai upaya yang seharusnya dilaksanakan seluruh pelaku untuk mewujudkan keseimbangan dan sustainabilitas lingkungan dalam menopang kehidupan. Penataan ruang merupakan proses mengelola wadah (ruang) yang meliputi daratan, lautan dan udara sebagai kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup. Oleh karena itu, uraian dalam tulisan ini akan difokuskan pada seberapa jauh teknik dan pendekatan geografi telah memberikan kontribusi terhadap proses perwujudan ruang yang seimbang dan sustainable tersebut. Pendekatan Geografi Dalam ruang lingkup seperti yang dikemukakan di atas, maka pendekatan yang dibahas dibatasi pada kelompok struktur geografi terpadu. Seperti telah dijelaskan, dalam geografi terpadu dikenal tiga pendekatan geografi, yaitu analisa keruangan, analisa ekologi dan Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-3

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

analisa kompleks wilayah. Meski secara formal pendekatan tersebut baru dipopulerkan oleh Peter Hagget pada tahun 1970, tetapi wacana pengelompokannya telah berkembang puluhan tahun sebelumnya. Untuk itu penulis mencoba melakukan analisis peranan geografi dalam penataan ruang berdasarkan tiga pendekatan tersebut, yang mempunyai ciri dan karakteristik berbeda. Pendekatan Keruangan Sesuai dengan namanya, pendekatan ini menilai lokasi atau ruang dari sudut pandang penyebaran penggunaannya dan penyediaannya untuk berbagai keperluan. Ada dua macam pengertian penyebaran, yaitu penyebaran ekspansi (expansion diffusion) dan penyebaran penampungan (relocation diffusion). Pengertian penyebaran ekspansi digunakan untuk memahami proses di mana informasi, material atau jenis benda lain menjalar melalui suatu populasi dari suatu daerah ke daerah lain. Material yang disebarkan tetap ada dan terkadang menjadi lebih intensif di tempat asalnya. Hal ini berarti terjadi penambahan luas dibanding aslinya karena mendapat anggota dan wilayah baru. Dari hal ini, dikenal dua terminologi penyebaran, yaitu penyebaran menjalar (contagious diffusion) yaitu yang proses menjalarnya melalui kontak langsung antarmanusia atau antardaerah; dan penyebaran kaskade (cascade diffusion) dimana proses penjalarannya melalui hirarki. Sementara itu, penyebaran penampungan merupakan proses penyebaran keruangan di mana informasi atau material yang disebar meninggalkan daerah yang lama dan berpindah atau ditampung di daerah yang baru. Pendekatan Ekologi Dalam pendekatan ini yang dikaji bukan hanya ketertarikan manusia atas tanggapan dan penyesuaian terhadap lingkungan fisik saja, tetapi juga interaksi dengan manusia lain yaitu ruang sosial. Untuk itu, pendalaman mengenai ekologi dan ekosistem menjadi penting untuk mengimplementasikan pendekatan ekologi. Dinamika yang terdapat dalam lingkungan sosial dapat menimbulkan perubahan gagasan manusia, sehingga dapat menimbulkan penyesuaian dan pembaruan sikap dan tindakan terhadap lingkungan tempat hidupnya. Pada sisi lain, lingkungan fisik dimana Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-4

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

manusia hidup dapat pula mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang disebabkan oleh campur tangan manusia. Dalam konteks ini, William Kirk (1963) memperkenalkan terminologi geografi lingkungan, geografi perencanaan, geografi hayati dan geografi tanah. Geografi lingkungan merupakan suatu kajian geografi dengan mengutamakan pendekatan lingkungan. Geografi perencanaan merupakan kajian geografi yang lebih concern dalam membantu tahapan-tahapan perencanaan. Geografi hayati merupakan suatu kajian geografi yang concern pada aspek-aspek kehidupan manusia dan flora-faunanya. Geografi tanah merupakan kajian geografi yang mengutamakan analisis tentang aspek tanah dan sebarannya. Pendekatan Kompleks Wilayah Pendekatan ini merupakan perpaduan pendekatan keruangan dan ekologi. Interaksi antar wilayah akan berkembang karena hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain karena ada perbedaan permintaan dan penawaran antarwilayah tersebut. Pada pendekatan ini analisa keruangan dan analisa ekologi atas wilayah dan atas interaksi antarwilayah tersebut tak hanya dipandang dari sisi penyebaran penggunaannya serta penyediaannya saja, tapi juga interaksinya dengan manusia pada wilayah tersebut. Dalam konteks pendekatan ini dikenal terminologi pewilayahan dan klasifikasi wilayah. Dikenal pula uniform region yaitu pewilayahan berdasar keseragaman atau kesamaan dalam kriteria tertentu; nodal region, yaitu wilayah yang dalam banyak hal diatur beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan dengan garis melingkar, generic region merupakan klasifikasi wilayah yang menekankan pada jenisnya, fungsi wilayah kurang diperhatikan, dan akhirnya specific region merupakan klasifikasi wilayah menurut kekhususannya, merupakan daerah tunggal, mempunyai ciri geografi khusus.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1960-1970 AN


Pendekatan dan Prakteknya Pada era konsolidasi bangsa dan awal Repelita I yang didominasi pencarian format baku pembangunan fisik, pendekatan Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-5

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

yang digunakan masih sangat parsial, sektoral dan bernuansa memperkuat semangat wawasan nusantara. Untuk itu kelompok pendekatan keruangan lebih menonjol dibandingkan pendekatan lainnya. Hal tersebut ditandai pula dengan awal berkembangnya konsep pembagian wilayah pembangunan nasional. Pada era tersebut pemanfatan teknik geografi masih terbatas pada penggunaan peta dasar produk Jawatan Topografi, Angkatan Darat yang masih mencakup skala kecil untuk wilayah Indonesia karena peta skala besar masih terbatas coverage-nya. Pendekatan keruangan yang menekankan aspek geografi manusia dalam struktur geografi ortodoks, lebih mendominasi pelaksanaan pembangunan pada era tersebut. Kondisi tersebut agak berubah pada akhir dekade dimana mulai muncul konsep pendekatan ekologis. Konsep pendekatan tersebut walau belum terkenal telah banyak dielaborasi untuk mendukung analisa-analisa pembangunan infrastruktur fisik. Evaluasi Praktek Pelaksanaan Meski pendekatan keruangan yang lebih menekankan aspek geografi manusia telah dimanfaatkan, tetapi dalam implementasinya belum sepenuhnya menempatkan manusia sebagai subyek pembangunan. Pendekatan tersebut masih terlalu kental dengan nuansa untuk menempatkan manusia sebagai obyek pembangunan. Hal tersebut kental pula dengan pendekatan sentralistik yang diwarnai target pertumbuhan ekonomi wilayah yang cenderung merusak sumber alam.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1970-1980 AN


Pendekatan dan Prakteknya Periode tahun 1970-an merupakan tahapan awal dari pembangunan terencana, ditandai dengan hampir berakhirnya Repelita I dan berawalnya Repelita II, yang lebih mengarah pada dominasi pembangunan fisik dengan tidak hanya pembangunan per sektor, tetapi sudah menggabungkan berbagai sektor dan juga persebaran pembangunan di daerah. Pada masa yang kental dengan implementasi konsep wawasan nusantara, pembangunan bertitik berat pada penyediaan infrastruktur fisik untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah. Pada masa ini, pemunculan sekaligus implementasi pengembangan wilayah yang mengacu pada satuan wilayah pengembangan (SWP) yang antara lain mengelompokkan Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-6

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

wilayah nasional menjadi 4 wilayah pembangunan utama dan 10 wilayah pembangunan menjadi sangat diminati para pelaku pembangunan. Walau diintrodusir permasalahan lingkungan hidup dalam konferensi PBB di Stocholm (1972), namun pembangunan pada dekade ini kental dengan nuansa sentralistik, di mana perencanaan, pelaksanaan bahkan pengawasan di daerah yang jauh dari ibukota dan juga dari pusat kota dilakukan dan dikoordinasikan di dan oleh pemerintahan pusat. Sebagian kecil pekerjaan pembangunan yang diperbantukan dan didekonsentrasikan ke daerah. Dalam kondisi tersebut pemerintah pusat berperan dominan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa birokrat pusat dan tenaga ahli yang bergandengan erat dengan pusat, termasuk dari perguruan tinggi yang berlokasi dekat dengan pusat pemerintahan mendapat cipratan mandat untuk terlibat lebih intens dalam pembangunan sentralistik tersebut. Pada masa tersebut bermunculan apilkasi yang diwarnai pendekatan atau analisis kewilayahan yang lebih menekankan aspek geografi fisik, juga walau tidak secara dominan dipertimbangkan pula aspek geografi regional. Sebagai contoh adalah membludaknya pendekatan kewilayahan seperti SWP dan SP (Satuan Pengembangan) untuk mendorong kegiatan transmigrasi. Pendekatan tersebut berakibat pada miskinnya pertimbangan atau kajian sosial yang menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan. Evaluasi Praktek Pelaksanaan Meski pendekatan yang mempertimbangkan aspek sosial, yang dimotori oleh kelompok geografi manusia dan geografi regional telah berkembang dan didorong pula untuk tidak ditinggalkan dalam implementasi, tetapi dalam prakteknya masih kurang mendapat respons. Hal ini disebabkan ada persepsi bahwa untuk mempertimbangkan aspek sosial perlu waktu lebih lama dan kompleks, sehingga yang lebih berkembang adalah pertimbangan fisik karena akan lebih cepat dan kasat mata atau terlihat nyata dalam mendukung justifikasi untuk membangun. Aspek ekologi dan sosial sebagai bagian yang telah juga diintrodusir, antara lain oleh geografi manusia, masih jauh dari target untuk dipertimbangkan secara seksama. Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-7

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

Hal itu menunjukkan, sebenarnya telah diintrodusir pendekatan yang telah memadukan pendekatan fisik dan pendekatan sosial dalam perencanaan pengembangan wilayah, khususnya dalam aspek rencana tata ruang. Namun, ada faktor lain yang perlu diperhatikan seperti peningkatan pertumbuhan wilayah yang sangat pesat.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1980-1990 AN


Pendekatan dan Prakteknya Ditandai dengan munculnya UU No. 4/1982 tentang Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup disertai dengan produk hukum turunannya, maka banyak pendekatan dan analisis yang mengedepankan aspek ekologi, satuan wilayah sungai (SWS) dan juga sustainabilitas. Kondisi tersebut mendorong berkembanganya pendekatan ekologi sebagai salah satu pendekatan yang diyakini para ahli geografi. Euforia tersebut juga ditandai dengan bermunculannya Pusat-Pusat Studi Lingkungan Hidup di berbagai Perguruan Tinggi yang banyak sekali mendorong berkembangnya analisa berbasis lingkungan seperti AMDAL dan lainnya. Pendekatan satu sungai satu manajemen pun mulai mencuat untuk diimplementasikan pada dekade ini. Hal ini ditandai dengan munculnya pengelolaan sungai besar yang mengalir pada wilayah lintas batas administrasi, terutama di Jawa, dalam satu manajemen. Tidak kalah penting, juga penegasan pendekatan penataan ruang yang disebutkan dalam dokumen Repelita V telah ikut mendorong pendekatan ekologi dan pendekatan keruangan dalam disiplin geografi berkembang pesat. Pendekatan-pendekatan tersebut telah mendorong pula perkembangan teknik geografi seperti diidentifikasinya teknik interpretasi foto udara, citra satelit (remote sensing) dan sistem informasi geografi (SIG) berbasis computer dan ICT (Information and Communication Tecnology) yang real time dengan berbagai kecanggihan dan kelemahannya. Evaluasi Praktek Pelaksanaan Pendekatan itu, dalam prakteknya belum dilaksanakan secara optimal. AMDAL misalnya lebih banyak sebagai pelengkap saja, belum diterapkan secara konsisten. Hal ini tampak dengan munculnya kasus AMDAL setelah atau saat proyek dilakukan. Bukan hanya Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati X.3-8

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

pendekatan itu saja yang mengalami de-optimalisasi implementasi, tapi penggunaan teknik geografi seperti SIG juga masih terbatas pada tataran wacana, belum pada track dalam tatanan pengambilan keputusan. Implementasi pemetaan (remote sensing) dan SIG masih digunakan secara sektoral dan terpisah, belum terintegrasi. Namun, di sisi lain, semangat menggunakan SIG sebagai alat bantu penataan ruang dalam berbagai kegiatan tampak sekali meningkat. Lebih jauh, kian jelas terlihat, bahwa aspek manusia (atau masyarakat) sebagai satu elemen penting dalam pembangunan belum diposisikan seperti yang seharusnya. Hal ini terlihat jelas dengan belum tingginya praktek memperankan masyarakat dalam pembangunan dan juga semakin bersemangatnya pembangunan yang masih kental dengan nuansa fisik.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1990-2000 AN


Pendekatan dan Prakteknya Deklarasi mengenai pembangunan dan lingkungan atau Agenda 21 (1992) telah mendorong paradigma baru dalam pembangunan wilayah di Indonesia. Hal tersebut ditandai antara lain dengan munculnya UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang, juga PP No.45/1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Hal ini telah mengendepankan aspek manusia (masyarakat) sebagai konsideran penting dalam setiap kegiatan pembangunan. Selain itu, juga mengangkat teknik geografi seperti SIG menjadi alat bantu penataan ruang yang perlu terus dikembangkan. Pendekatan kompleks wilayah (geografi terintegrasi) yang lebih menonjolkan aspek masyarakat, yaitu yang mengedepankan konsiderasi sosial dan HAM (Hak Asasi Manusia), dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif dan lebih mantap lagi setelah munculnya UU No.22/ 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pendekatan kompleks wilayah ini tampaknya cenderung berkembang dengan dipasarkannya citra satelit skala besar seperti ikonos beserta kecanggihan SIG yang berbasis web.

Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati -

X.3-9

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

Evaluasi Praktek Pelaksanaan Walau analisa kuantitatif yang ditetapkan dalam pendekatan kompleks wilayah mulai menonjol, namun dalam pelaksanaannya belum seperti yang diharapkan, terutama belum dimanfaatkannya secara baik GPS (Geo Positioning Sattelite) sebagai elemen penambah ketelitian spasial (lokasi) yang akan sangat membantu akurasi analisa. Aspek masyarakat (manusia) memang telah mulai diangkat dalam pendekatan-pendekatan geografi, namun implementasinya masih terlihat belum serius dan konsisten. Kata masyarakat atau publik lebih banyak digunakan sebagai wahana untuk menjustifikasi sesuatu yang menguntungkan satu fihak saja, belum diletakkan dalam posisi yang seharusnya diajak bersama berbuat sesuatu.

KESIMPULAN
Sebagai disiplin yang mempelajari permukaan bumi, penyebaran dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya, geografi selalu terkait dengan ruang dan interaksi human being-nya. Dalam upaya mewujudkan ruang yang bermutu, pendekatan geografi yang mencakup pendekatan keruangan, pendekatan ekologi dan pendekatan kompleks wilayah, memberikan kontribusi signifikan dan dinamis sesuai perkembangan jaman, dalam konsep maupun implementasi penataan ruang di tanah air. Meski tidak mudah untuk dikuantifikasikan, namun peranan geografi dalam penataan ruang dapat dengan mudah dirasakan secara rasional. Sebagai disiplin yang sama-sama mengkaji masalah wilayah atau ruang, geografi dan penataan ruang merupakan dua hal yang saling melengkapi, dalam kerangka teori maupun praktek.

Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati -

X.3-10

Bab 10 Teori dan Praktek Penataan Ruang


Peranan Geografi dalam Penataan Ruang di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. BKTRN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Jakarta. 1992. Dokumen Rencana Pembangunan Lima Tahunan I-V. Jakarta. E.A.Wrigley. Changes in the Philosophy of Geography dalam R.J Chorley and P. Haggett, Frontiers in Geographical Teaching. London. 1965. Hagget, Petter. Locational Analysis in Human Geography. London: Edward Arnold. 1970. Rahardjo Adisasmita. Kumpulan Karya Ilmiah dalam Bidang Perencanaan dan Pembangunan Regional. Ujung Pandang. 1977/1978. R. Bintarto dan Surastopo H. Metode Analisa Geografi. LP3ES. Jakarta. 1979. William Kirk. Problems in Geography. No. 221. vol XLVIII. 1963.

4. 5.

6. 7.

Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Muh. Dimyati -

X.3-11

Anda mungkin juga menyukai