Anda di halaman 1dari 2

Infeksi sistem saraf pusat.

Pada keadaan normal, otak dan medula spinalis dilindungi dari lingkungan eksternal oleh tulang penutup, jaringan ikat, dan kulit. Agen infeksius dapat memperoleh akses ke sistem saraf melalui salah satu dari beberapa rute. Rute tersebut meliputi penyebaran hemtogen, implantasi langsung saat trauma atau pada malformasi kongenital SSP, perluasan lokal infeksi di struktur sekitar, dan invasi melalui sistem saraf perifer seperti pada kasus rabies. Terjadinya infeksi di dalam SSP dipengaruhi oleh paling sedikit dua faktor, yang bekerja sendiri atau yang bersama-sama: sifat agen infeksius dan integritas pertahanan normal pejamu. Sebagai contoh, kerusakan pada sawar normal, seperti yang mungkin ditemukan pada pasien dengan fraktur tengkorak dan robekan meningen, memungkinkan organisme (bahkan yang virulensinya rendah) memperoleh akses ke parenkim otak. Di ujung lain spektrum, organisme tertentu, karena sifat alaminya yang virulen atau memiliki neurotropisme selektif, mampu menimbulkan infeksi SSP walupun pertahanan [ejamu normal. Semua bagian sistem saraf dapat menjadi tempat infeksi aktif. Infeksi epidural dan subdural. Abses epidural dan empiema subdural relatif jarang ditemukan, tetapi memiliki angka kematian yang tinggi. Di dalam tengkorak, lesi semacam ini dapat terjadi sebagai penyulit infeksi primer di sinus paranasalis atau mastoid atau sebagai konsekuensi trauma. Karena duramater melekat erat ke tabula interna tengkorak, infeksi epidural di regio ini cenderung tetap lokal, sedangkan infeksi yang mengenai ruang subdural dapat menyebar luas. Infeksi ini paling sering disebabkan oleh mikroba virulen sepeti stafilokokus dan streptokokus. Infeksi epidural spinal lebih sering terjadi daripada infeksi kranial, karena adanya foramen antarvetebrae yang menghubungkan ruang epidural dengan pleura dan retroperitoneum. Abses otak. Abses otak dapat disebabkan oleh beragam bakteri, termasuk stafilokokus, streptokokus, dan sejumlah bakteri anaerob. Organisme penyebab dapat mencapai parenkim otak melalui penyebaran hematogen dari infeksi di bagian tubuh lain, melalui penyebaran per kontinuitatum dari fokus infeksi didekatnya atau melalui implantasi langsung sewaktu trauma. Sumber penyebaran hematogen biasanya dari endokarditis bakterialis, abses paru, dan bronkiektasis. Pasien dengan penyakit jantung kongenital sinositik karena pirau kanan ke kiri beresiko besar mengalami abses otak, karena bahan infeksius di sirkulasi vena dapat melewatkan paru dan mengalir langsung ke dalam sirkulasi sistemik. Gambaran klinis. Gambaran klinis abses otak adalah demam, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, dan defisit neurologik fokal bervariasi. CSS mengandung hanya sedikit sel, banyak protein, dan kadar glukosa normal. Penyulit abses otak mencakup herniasi otak dan ruptur abses ke dalam ventrikel atau ruang subaraknoid.

Ensefaliitis virus Meskipun sejumlah organisme mampu menimbulkan infeksi generalisata di parenkim otak, infeksi virue merupakan penyebab tersering. Sejumlah besar virus dapat mengiinfeksi SSP. Pada sebagian kasus, infeksi SSP dapat terjadi sebagai komponen minor infeksi sistemik, sedangkan pada kasus lainnya infeksi SSP menjadi manifestasi satu-satunya, atau predominan, dan infeksi. Keterlibatan SSP mungkin bersifat lokal atau generalisata. Sebagian besar kasus ensefalitis virus juga dapat berkaitan lemptomeningitis sehingga lebih tepat jika disebut sebagai meningoensefalitis. Infeksi selektif pada populasi sel spesifik merupakan gambaran pada beberapa bentuk ensefalitis virus. Gambaran klinis ensefalitis virus Imunodefisiensi Manusia. Penyakit neuroligik sering menjadi penyulit infeksi HIV. Seperti telah disebutkan, pada beberapa kasus, disfungsi saraf terjadi sebagai akibat dari satu atau lebih penyakit oportunistik. Selain meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik dan neoplasma, HIV juga mampu secara langsung menyebabkan penyakit di sistem saraf pusat dan perifer. Gejala pada ensefalopati progresif biasanya muncul pada staium lanjut infeksi HIV, meskipun kadang-kadang dapat menjadi manifestasi pertama infeksi HIV. Manifestasi mencakup daya ingat, gangguan kognitif, dan gangguan motorik. Gangguan motorik meliputi gangguan pengendalian motorik halus, gangguan cara berjalan, dan inkontinensia urin dan alvi. Ensefalopati HIV-1 saat ini merupakan penyebab terseing demensia pada dewasa muda. Bukti terakhir mengisyaratkan bahwa terapi agresif dengan obat antiretrovirus dapat menunda onset dan memungkinkan perkembangan demensia terkait HIV.

Anda mungkin juga menyukai