Wednesday, February 8, 2012, 18:55 Taliwang Pengentasan rumah tidak layak huni di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) kerjasama pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dengan pemerintah KSB dan menggandeng PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) akan dilaksanakan 2012 ini.
Bupati KSB, Dr KH Zulkifli Muhadli, SH, MM mengatakan, perhatian yang diberikan Kemenpera yang bekerjasama dengan PT. NNT bukan hanya akan memberikan kontribusi besar untuk masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni, tetapi juga menetapkan, Bumi Pariri Lema Bariri merupakan kabupaten pertama yang akan mengentaskan rumah tidak layak huni.
Masih keterangan orang nomor wahid di Bumi Pariri Lema Bariri ini, dalam menentukan rumah yang akan mendapatkan program pengentasan itu, pemerintah kabupaten akan menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing masyarakat melalui rapat Rukun Tetangga (RT).
Rapat internal masyarakat yang akan menentukan rumah yang akan kena program tersebut, namun harus tetap mengacu pada syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan, ucap Kyai Zul sapaan akrab Bupati KSB.
Sementara Menpera, H Djan Faridz dalam sambutannya mengatakan, pengentasan rumah tidak layak huni merupakan program yang berkelanjutan dan KSB merupakan kabupaten yang mendapat program pengetasan rumah yang cukup banyak, sehingga berharap kepada masyarakat bersama pemerintah untuk memanfaatkan program tersebut.
H Djan Faridz tidak lupa menyampaikan apresiasi kepada pihak PT. NNT yang menjadi barisan terdepan mendukung pelaksanaan program pengetasan rumah tidak layak huni di KSB. Semoga program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat KSB, urai H Djan Faridz.
Sedangkan Presiden Direktur (Presdir) PT. NNT, Martiono Hadianto mengaku, pihak perusahaan akan terus mencoba memberikan yang terbaik bagi pemerintah dan masyarakat KSB.(SBP-01) http://sumbawabaratnews.com/?p=4138
perusahaan di daerah-daerah lain dapat mengadopsi kebijakan PY NNT ini, saya kira kemampuan 50 ribu unit rumah yang bisa kita entaskan dari status tak layak huni setiap tahunnya akan bertambah. Bahkan mungkin lebih cepat dari perkiraan kita semula," kata Djan sambil kembali menegaskan, jika kerjasama dengan pihak ketiga ini akan menjadi pilot project Kemenpera dan diharapkannya dapat sukses. Bupati KSB Dr. KH. Zulkifli Muhadli, SH., MM mengatakan, gembira dengan program pengentasan rumah tak layak huni dengan melibatkan pihak ketiga di dalamnya. Terlebih lagi program tersebut menjadi pilot project nasional Kemenpera yang diharapkan memacu daerah lain untuk menggalakkan kegiatan yang sama. "Target pak Menteri 1 tahun rampung. Artinya kalau ini sukses, maka tahun 2013 kita menjadi kabupaten pertama di NTB bahkan mungkin di Indonesia yang nol persen rumah tak layak huninya," cetusnya. Dipaparkannya, dalam program ini nantinya akan dilakukan pembenahan terhadap 3.883 unit rumah. Dengan sistem sharing anggaran antara Kemenpera dan PT NNT bersama Pemda KSB, tiap unit rumah yang akan memperoleh dana bantuan rehab sebesar Rp 11 juta dan Pemda KSB berpartisipasi dalam pengadaan infrastruktur penunjangnya. "Dari Rp 11 juta itu, Rp 6 juta dari Kemenpera dan Newmont Rp 5 juta. Sistemnya nanti tetap akan kita manfaatkan program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga (PBRT). Karena program ini kami anggap paling tepat agar bantuan itu sampai ke warga yang benar-benar berhak menerima," timpalnya sambil menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah turut meyukseskan kelancaran kerjasama tersebut. "Saya berterima kasih kepada semuanya. Dan saya berahrap kepada masyarakat, karena program bantuan ini sifatnya stimulus kami meminta warga tetap turut berpatisipasi di dalamnya," imbau bupati. Sementara itu, Presiden Direktur (Presdir) PT NNT Martiono Hadianto memaparkan, program kerjasama yang dicetuskan Kemenpera tersebut akan didukung sepenuhnya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. "Kalau teknisnya nanti tentu semua akan dibicarakan. Yang jelas kami sangat men-support kegiatan ini, karena ini adalah program yang paling dibutuhkan masyarakat dan sesuai dengan cita-cita perusahaan juga dalam hal tanggung jawab sosial," katanya singkat. Selain melakukan penandatangan MoU kerjasama pembenahan rumah tidak layak huni, sejumlah kegiatan turut diikuti Menpera Djan Faridz di KSB kemarin, sebelum bertolak kembali ke Jakarta. Di antaranya melakukan kunjungan silaturahmi dengan pengurus dan santri Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ikhlas Taliwang dan sekaligus melakukan peletakan batu pertama pembangunan Rusunawa (rumah susun sewa) di desa Tana Kakan kecamatan Taliwang. (bug) http://www.suarantb.com/2012/02/07/Sosial/detil3%202.html
Taliwang KSB, SumbawaNews.Com.- Program pengentasan rumah tidak layak huni tercatat sebagai salah satu program prioritas yang dicanangkan Kementerian Perumahan Rakyat Indonesia.
Dan Pemerintah NKRI sangat optimis mampu mencapai target untuk menuntaskan 1,250 juta rumah swadaya layak huni yang tersebar diseluruh indonesia saat ini. Penegasan itu disampaikan langsung Menteri Perumahan Rakyat RI, H.Djan Faridz, di Taliwang, Senin, 6 Februari 2012. Dikatakan Djan, terdapat dua peluang pemerintah untuk mampu menuntaskan program yang dimaksud, pertama, harus ada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ssesuai Peraturan Presiden (Perpres) 15 tahun 2010 dan UU No 1 tahun 2011. Kedua, adanya dukungan APBN untuk anggaran sektoral dan partisipasi melalui infak, Bazis dan dukungan modal dari sejumlah perusahaan besar yang berinvestasi. Berdasarkan data yang dirangkum Menpera papar Djan, terdapat sekitar 4,8 juta rumah yang tidak layak huni tersebar di wilayah NKRI. Tidak hanya itu, terdapat juga 57 ribu hektar kawasan kumuh, 10,5 juta unit rumah yang tidak memiliki MCK, 9,7 juta unit rumah yang tidak terlayani air bersih, 3,9 juta unit yang tidak teraliri listrik dan terdapat 22 persen statusnya tidak memiliki kepastian hukum alias tidak bersertifikat. "Ini menjadi PR Menpera untuk mampu menuntaskan semua persoalan itu. Dan ini yang sedang kami upayakan secara bertahap,"kata DJan. Namun sambungnya, sekalipun pemerintah masih memiliki banyak kekuarangan dalam hal penuntasan perumahan tidak layak huni, tapi Kementiannya telah menerapkan strategi khusus yaitu kolaborasi dengan berbagai pihak, pendelegasian sebagian fungsi Kemenperake SKPD dan mengidenfikasi kelompok sasaran yang lebih baik. "Kami telah mengindentifikasi kelompok sasaran yang layak dibantu, terdiri dari 7,8 juta rakyat miskin nelayan, 10,95 juta rakyat perkotaan dan 18,9 juta masyarakat miskin daerah tertinggal. Namun data ini akan kami validkan lagi biar sasarannya tepat,"aku Djan. (dK) http://www.nusatenggaranews.com/berita/program-rtlh-prioritas-menpera
Menpera Djan Faridz bersama Ibu Cici pemilik rumah gubuk di Sumbawa (Foto: Kemenpera)
SUMBAWA BARAT - Masalah kemiskinan di negeri ini sepertinya tak jua kunjung usai. Upaya pemerintah pun masih dirasa sangat minim dalam mengentaskan dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Meski demikian bukan berarti pemerintah lepas tangan begitu saja. Salah satu wujud upaya pemerintah tersebut adalah melalui program pemberian bantuan rumah swadaya dan layak huni bagi masyarakat tidak mampu. Namun, dalam pelaksanaannya, pemerintah merasa tidak bisa jalan sendirian dalam mewujudkan program tersebut tanpa bantuan pihak swasta dan pemerintah daerah. Karena itu, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sebagai instansi pemerintah yang berwenang dalam mengurusi masalah pemukiman rakyat berusaha menggandeng perusahaan-perusahaan besar untuk turut serta mendukung program tersebut. Demikian disampaikan Menteri Perumahan Rakyat H Djan Faridz dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Sumbawa Barat, Senin kemarin. Didampingi Bupati Sumbawa Barat, KH DR Zulkifli Muhadli, Menpera mengunjungi rumah-rumah gubuk di Kampung Mantun, Desa Mantun, Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Ada dua rumah gubuk yang disinggahi Menpera saat itu. Yang pertama adalah rumah kecil berukuran 4x2 meter milik pasangan suami isteri Ahmad Noor dan Cici. Sebuah ruangan pengap yang dijadikan ruang tamu, kamar, sekaligus dapur. Rumah kedua adalah rumah milik Ina Samilir yang berada di
masih di lingkungan yang sama. Kepada Pak Menteri, Ina mengaku sudah belasan tahun tinggal di rumah itu. Awalnya saya adalah transmigran dari Mataram. Saya ingin kehidupan saya lebih baik. Tapi bagaimana, untuk sekolah anak saya saja susah. Apalagi harus merenovasi rumah ini. Saya bersyukur masih diperhatikan oleh Pak Menteri. Semoga niat baik bapak dapat balasan setimpal, ujar ibu yang bekerja membuat kasur kapuk tersebut. Usai berbincang-bincang dengan para pemilik rumah tersebut, Menpera Djan Faridz langsung memerintahkan Deputi Bidang Perumahan Swadaya, Djamil Anshari untuk menjadikan prioritas renovasi agar jadi hunian yang lebih layak. (rhs) http://property.okezone.com/read/2012/02/07/471/571023/menpera-kunjungi-rumah-tak-layak-huni-disumbawa
FLPP
AGUS SUSANTO/KOMPAS IMAGES Ilustrasi: Rangkuman data Apersi menyebutkan, akad rumah tertunda di Jawa Barat sebanyak 2.124 unit, di Banten 2.726 unit, di Jawa Timur mencapai 3.217 unit, Riau, Lampung, serta Sumatera Selatan rata-rata mencapai 500 unit rumah. JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda meminta Kementrian Perumahan Rakyat dan PT Bank Tabungan Negara Tbk segera mencari titik temu terkait penurunan suku bunga pembiayaan rumah murah. Bila terus berkepanjangan, kondisi ini akan semakin membebani pasar perumahan nasional.
Sebenarnya, tidak ada yang keberatan dengan penurunan suku bunga. Justru, yang jadi masalah adalah seharusnya pembiayaan KPR dengan FLPP tidak dihentikan meskipun hanya bersifat sementara. -- Ali Tranghanda
"Sebenarnya, tidak ada yang keberatan dengan penurunan suku bunga. Justru, yang jadi masalah adalah seharusnya pembiayaan KPR dengan FLPP tidak dihentikan meskipun hanya bersifat sementara," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/2/2012). Dengan terhentinya program FLPP sejak 6 Januari 2012 serta negosiasi Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan bank belum selesai, kata Ali, hal itu malah semakin merugikan masyarakat karena konsumen tidak bisa melakukan akad kredit perumahan.
"Karena tidak akad, pengembang tidak dapat hasil dari dana tersebut, sementara di sisi lain pengembang harus tetap membayar bunga pinjaman," katanya. Melihat kondisi di lapangan, Ali meminta agar pihak Kemenpera dan BTN bijak mencari titik temu kesepakatan suku bunga FLPP. "Jangan berkepanjangan seperti ini, masyarakat yang menjadi korban," imbuhnya. Sebelumnya, pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengeluhkan mandeknya pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pihaknya mengaku merugi sampai Rp 2 miliar. "Berdasarkan laporan dari DPD Apersi se-Indonesia, nilai bunga kredit modal kerja maupun kredit konstruksi yang ditanggung pengembang sebesar Rp 1 sampai Rp 2 Miliar setiap provinsi," kata ketua DPP Apersi, Eddy Ganefo, kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (1/2/2012). Eddy menyebutkan, selain kerugian tersebut, penghentian FLPP juga menyebabkan akad KPR untuk unit rumah sejahtera tapak banyak tertunda. Rangkuman data Apersi menyebutkan, akad rumah tertunda di Jawa Barat sebanyak 2.124 unit, di Banten 2.726 unit, di Jawa Timur mencapai 3.217 unit, Riau, Lampung, serta Sumatera Selatan rata-rata mencapai 500 unit rumah. "Ini membuat likuiditas keuangan pengembang yang tergolong mikro kecil dan menengah menjadi terganggu. Belum lagi beban bunga yang harus ditanggungnya," ujarnya. http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/02/08/18283784/Pengamat.Menpera.dan.BTN.Harus. Cari.Titik.Temu
FLPP
KOMPAS/PRIYOMBODO Ilustrasi: Aktivitas pembangunan perumahan di kawasan Larangan, Tangerang, Banten, Sabtu (28/1/2012). JAKARTA, KOMPAS.com - Keteguhan yang diperlihatkan oleh Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz tampaknya luntur. Jika awalnya Menpera meminta perbankan penyalur subsidi rumah murah menetapkan suku bunga pada kisaran 5 sampai 6 persen, kini angka tersebut "melunak" pada kisaran 7 persen.
Pak Menteri menyampaikan kebijakan penurunan suku bunga KPR FLPP menjadi sekitar 7 persen. Tapi, mengenai skema pembiayaan, beliau masih menginginkan skema 50 pemerintah dan 50 perbankan. -- Sri Hartoyo
"Pak Menteri menyampaikan kebijakan penurunan suku bunga KPR FLPP menjadi sekitar 7 persen. Tapi, mengenai skema pembiayaan, beliau masih menginginkan skema 50 pemerintah dan 50 perbankan," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera, Sri Hartoyo, seusai rapat dengar pendapat di Komisi XI DPR, Rabu (8/2/2012). Sri menuturkan, berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kemenpera, adanya penurunan porsi dana FLPP tersebut akan meningkatkan pembiayaan KPR sejahtera sebesar 20 persen, yaitu dari 182.900 unit menjadi 219.500 unit. Dengan asumsi harga rumah Rp 70 juta, uang muka 10 persen, dan pokok
KPR Rp 63 juta. Alhasil, dana FLPP yang diperlukan untuk per unit KPR turun dari Rp 37,8 juta menjadi Rp 31,5 juta. "Ini akan meningkatkan kemampuan masyarakat sebesar 10 persen. Apalagi, kebutuhan dana FLPP berdasarkan sasaran RPJMN 2010-2014 masih sangat besar," ujarnya. Selain menurunkan suku bunga KPR FLPP dan porsi dananya, Sri menambahkan, Kemenpera juga tengah menyiapkan sejumlah terobosan kebijakan baru agar jumlah masyarakat yang memanfaatkan KPR FLPP menjadi lebih banyak lagi. Seperti meringankan biaya KPR, lanjut dia, maka biaya asuransi kebakaran dan asuransi jiwa sudah termasuk dalam komponen penjaminan atau asuransi KPR. Sri menambahkan, beberapa kebijakan pendukung yang sedang dilaksanakan saat ini, antara lain, pembebasan biaya sertifikasi tanah, perizinan yang meliputi SIPPT dan IMB, pajak pertambahan nilai (PPN), penyambungan listrik, gambar instalasi listrik, dan penyambungan air minum. Selain itu, Kemenpera juga akan memberikan bantuan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) berupa jalan lingkungan, drainase, jaringan air minum, jaringan listrik, persampahan, dan air limbah. "Bantuan PSU juga akan dilaksanakan dengan sistem reimbursement sehingga akan membantu pengembang dalam pembangunan rumah masyarakat dan menurunkan harga jual rumah," ujarnya. http://properti.kompas.com/read/2012/02/08/1703421/Menpera.Melunak.Suku.Bunga.di.Kisaran.7.Pers en
FLPP
shutterstock Partisipasi bank selain BTN dalam FLPP ini sangat minim. Dari 16 bank peserta FLPP, pada 2011 sebanyak 99,8 persen pembiayaan kredit berasal dari BTN, sementara bank lainnya hanya 0,2 persen. JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Iqbal Latanro, meminta pemerintah agar menghimbau bank-bank lainnya terlibat dalam pembiayaan subsidi rumah murah. Partisipasi bank-bank lain dalam program KPR dengan FLPP ini akan membuat persaingan lebih adil.
Jangan dihadap-hadapkan dengan bank-bank lainnya. Kami berharap bank lain turut serta agar tercipta persaingan, sehingga masyarakat bisa melihat mau yang mana, ini lebih fair. -- Iqbal Latanro
"Kami (BTN) jangan dihadap-hadapkan dengan bank-bank lainnya. Kami berharap bank lain juga turut serta dalam FLPP ini agar tercipta persaingan, sehingga masyarakat bisa melihat mau yang mana, ini lebih fair," ujarnya pada rapat dengar pendapat di Komisi XI DPR RI, Rabu (8/2/2012). BTN, lanjut Iqbal, akan tetap ikut dalam program pembiayaan KPR dengan FLPP. Hanya, partisipasi tersebut disesuaikan dengan kekuatan yang dapat disalurkannya. "Kami mengusulkan polanya KUR, di sini pemerintah menetapkan bunga secara maksimal, lalu bankbank pengelola menyalurkan sesuai kemampuannya," ujarnya.
Iqbal mengatakan, partisipasi bank-bank selain BTN dalam FLPP ini sangat minim. Dari 16 bank peserta FLPP, pada 2011 sebanyak 99,8 persen pembiayaan kredit berasal dari BTN, sementara bank lainnya hanya 0,2 persen. "Melihat data ini, program ini pesertanya banyak, tapi bank-bank lain tidak tertarik," katanya. http://properti.kompas.com/read/2012/02/08/16033185/Dirut.BTN.Jangan.Hadapkan.dengan.Bankbank.Lain.
SUMBAWA BARAT - Menurut data yang diperoleh Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) ada sekitar 4,8 juta rumah yang tidak layak huni. Ditambah 57 ribu hektar kawasan kumuh. Bahkan, ada sekitar 10,5 juta unit rumah yang tidak memiliki MCK atau jamban. Tidak hanya itu, Kemenpera juga mendata masih ada 9,7 juta unit rumah yang tidak terlayani air bersih, 3,9 juta unit yang tidak teraliri listrik, 22 persen di antaranya tidak memiliki kepastian hukum alias tidak ada sertifikatnya, papar Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz saat berkunjung ke Sumbawa Barat kemarin. Meski masih banyak kekurangan dalam penuntasan perumahan tidak layak huni, menurut Djan, Kementeriannya memerlukan strategi khusus. Yakni kolaborasi dengan berbagai pihak, pendelegasian sebagian fungsi Kemenpera ke SKPD dan mengidentifikasi kelompok sasaran yang lebih baik. Memang, saat ini pemerintah sudah mengidentifikasi mana saja kelompok sasaran yang layak dibantu. Menurut data kami, ada sekitar 7,8 juta rakyat miskin nelayan, 10,95 juta rakyat miskin perkotaan dan 18,9 juta masyarakat miskin di daerah tertinggal. Namun kami akan mendata lagi sampai data itu valid dan sasarannya tepast, tutupnya. Namun demikian, Djan optimis bisa mencapai target penuntasan 1,250 juta rumah swadaya layak huni yang jadi program utama kementerian yang dipimpinnya. Menurutnya ada dua peluang untuk menuntaskan masalah tersebut. Peluang pertama adalah adanya RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), Perpres 15/2010, UU No 1 2011. Peluang kedua, adanya dukungan APBN, anggaran sektoral dan partisipasi masyarakat melalui infak, Bazis dan dukungan modal dari perusahaan-perusahaan besar. (rhs) http://property.okezone.com/read/2012/02/07/471/571079/deretan-panjang-pemukiman-miskinindonesia
Finansial Rabu, 08 Feb 2012 07:55 WIB Non-BTN Butuh Waktu Lima Tahun
Harry menambahkan, DPR minilai suku bunga BTN untuk program FLPP dinilai masih sangat tinggi. Bunga yang ditawarkan BTN lebih tinggi dari yang ditawarkan perbankan lain, seperti bank-bank BUMN lainnya yaiut BNI atau BRI. Misalkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) menawarkan bunga FLPP 7,12%, sedangkan BNI 6,35%. Nantinya dalam Perjanjian Kerjasama Operasi (PKO) FLPP baru bank penyalur harus mengikuti kehendak pemerintah, yakni bunga FLPP berada di kisaran 6%. "BCA untuk jangka waktu 2 tahun aja suku bunganya bisa 7%," tuturnya. Menurutnya jika ini tak bisa diselesaikan, akan mempengaruhi target sasaran pembiayaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Program FLPP 2010-2014 ditargetkan sebanyak 1,35 juta unit rumah yang bisa disalurkan. Namun hingga kini penyaluran pembiayaan rumah subsidi melalui FLPP hanya sekitar 200 ribuan. "Harusnya bisa 400 ribuan," imbuh Harry. Komisi XI DPR juga berencana memanggil bank penyalur selain Bank Tabungan Negara (BTN) untuk memastikan penetapan suku bunga FLPP yang layak. Selama ini bank penyalur fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) selain BTN antaralain Bank Bukopin, BNI, Bank Sumut. "Dari hasil rapat ini kami ingin mendalami secara internal. Kami belum memutuskan, namun pemanggilan bank lain harus dilakukan untuk mengetahui penetapan tingkat bunga," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis. "Kita ingin tahu perhitungannya. Dan selama ini yang menjadi problem adalah cost of fund. Apakah bank lain membuat perhitungan yang sama dengan BTN. Kita ingin lihat BNI berapa dan Bank Mandiri berapa," ucapnya. (dtf) http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/02/09/80507/dirut_btn_curhat_ke_dpr_soal_kisruh_ bunga_kpr_subsidi/
boleh dihentikan FLPP harus diteruskan, tak boleh dihentikan, kalau pemerintah mau menurunkan sukubunga silahkan, tinggal (negosiasi) PKO (perjanjian kersama operasi) saja, serunya. Keinginan menurunkan suku bunga FLPP juga dinilai Suharso boleh-boleh saja karena pastinya akan disambut positif oleh masyarakat. Namun jika masalah itu malah menimbulkan terhentinya program ini, justru yang dirugikan adalah masyarakat yang sudah mengantri untuk kredit rumah. Kalau saya masih di situ (jadi menpera) saya akan bilang oke, bunga 8%, tapi saya akan bilang kepada BTN agar ditambah 5 tahun jadi 25 tahun masa kreditnya, dengan cicilan lebih rendah, ungkap dia. Bunga FLPP sebesar 8%, terangnya, sudah cukup rendah. Namun jika bisa ditekan ke angka 7,5% itu lebih baik. Saat ini yang terpenting, lanjut Suharso, perlu ada perbankan yang bisa bertanggung jawab melayani kredit rumah bagi golongan menengah ke bawah seperti BTN. Saya pikir pemerintah harus hati-hati menurunkan suku bunga, karena memang rakyat berharap suku bunga turun, sangat berharap, dan bisa panjang lagi, sampai 25 tahun masa kreditnya, itu lebih baik lagi, jelas Suharso. Suharso mengaku merasa khawatir jika BTN yang selama ini berpengalaman menggarap KPR kalangan menengah bawah harus mundur dari program FLPP. Alasannya, Suharso masih ragu bank lain di luar BTN, bisa bertanggung jawab menyalurkan KPR bagi segmen menengah ke bawah. Selama ini volume terbesar KPR untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) adalah BTN, bisa sampai 100.000 rumah (per tahun), bank lain belum melihat ini sebagai peluang, kalau mereka masuk yang bilang bisa murah bunganya, tapi berapa volume dia yang bisa disalurkan, pungkas Suharso. (munib) http://www.neraca.co.id/2012/02/07/djan-faridz-diceramahi-mantan-menpera/
FLPP
Shutterstock Ilustrasi: SMF juga menempatkan dananya ke bank penyalur KPR sebesar Rp 1,68 triliun dengan Bank BTN sebesar Rp 700 miliar, Bank Muamalat senilai Rp250 miliar, BNI Syariah sejumlah Rp 306 miliar dan BJB sebesar Rp 250 miliar. TERKAIT: JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan sekunder perumahan, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) (Persero), memberikan pembiayaan untuk Fasilitias Likuiditas Pembayaran Perumahan (FLPP) melalui Bank BTN sebesar Rp 1,032 triliun. "Total realisasi partisipasi PT SMF untuk FLPP melalui Bank BTN adalah sebesar Rp 1,032 triliun," kata Direktur Utama SMF Raharjo Adisusanto dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI dengan Kemenpera, Bank BTN dan PT SMF di Jakarta, Rabu (8/2/2011). FLPP adalah skema pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah dan 16 bank, termasuk Bank BTN, untuk menyediakan KPR sejak Oktober 2010 dengan perbandingan sumber dana 60:40 dan bunga kisaran 8,15-9,95 persen dengan tenor 15 tahun. Namun, sejak PKO berakhir pada 31 Desember 2011, belum ada PKO baru karena pemerintah masih bernegosiasi dengan perbankan terkait usulan pemerintah agar porsi sumber dana menjadi 50:50 dengan bunga kisaran tujuh persen. Dalam pemaparannya, Direktur Utama Bank BTN Iqbal Latanro mengatakan, bahwa salah satu sumber pendanaan Bank BTN berasal dari transaksi wholesale funding dan sekuritisasi. Untuk transaksi sekuritisasi yang berasal dari pembelian PT SMF sejak Februari 2009 hingga November 2011 mencapai Rp 885 miliar, sedangkan transaksi wholesale funding Bank BTN dengan SMF yang terdiri atas pinjaman dan repurchase agreement sejak Juni 2008-Juni 2011 adalah sebesar Rp 1,75 triliun.
Berdasarkan Perpres No 1/2008, tugas SMF sejak 2005 hingga 2018 adalah membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan dengan memberikan pinjaman bagi penyalur Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang berasal dari penjualan obligasi di pasar modal. "Ada empat tahap penerbitan efek untuk pendanaan yang kami lakukan yaitu penerbitan obligasi korporasi, obligasi korporasi berjamin KPR, obligasi korporasi berbasis KPR dan sekuritisasi KPR," ungkap Raharjo. Total aliran dana SMF ke penyalur KPR hingga 31 Januari 2012 adalah Rp 5,4 triliun dengan rincian dalam bentuk sekuritisasi sebesar Rp 1,95 triliun dan penyaluran pinjaman Rp 3,45 triliun. "Dana tersebut menghasilkan pembangunan 165 ribu unit rumah," tambah Raharjo. Ia juga mengatakan, SMF hanya menetapkan sedikit selisih antara bunga penyaluran pinjaman SMF dengan bunga obligasi SMF demi dapat menyalurkan sebanyak mungkin KPR. "Rata-rata bunga pinjaman SMF pada 2011 adalah 8,62 persen sementara rata-rata bunga obligasi SMF adalah 8,29 persen jadi kami hanya menetapkan margin keuntungan 30 basis poin karena kami ingin menyalurkan sebanyak mungkin dana dari pasar modal ke KPR," ungkap Raharjo. Selain menyalurkan pembiayaan, SMF juga menempatkan dana mereka kepada bank penyalur KPR sebesar Rp 1,68 triliun dengan Bank BTN sebesar Rp 700 miliar, Bank Muamalat senilai Rp250 miliar, BNI Syariah sejumlah Rp 306 miliar dan BJB sebesar Rp 250 miliar. http://properti.kompas.com/read/2012/02/09/10424850/Wah.SMF.Kucurkan.Rp.1.03.Triliun.untuk.KPR.
FLPP
shutterstock Bank BTN sebagai penyalur KPR dengan FLPP masih alot dengan tetap bertahan menawarkan bunga 7% - 8%. JAKARTA, KOMPAS.com - Kesepakatan antara Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dengan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai penyalur KPR dengan FLPP masih alot. Bank BTN masih bertahan dengan bunga 7% - 8 %.
Kami optimistis ini bisa dijangkau masyarakat, karena kondisi ekonomi saat ini tengah membaik, juga didukung status Investment Grade untuk Indonesia. -- Iqbal Latanro
"Dengan skema 50:50, kami memasang suku bunga 8,22 %. Kami optimistis ini bisa dijangkau masyarakat, karena kondisi ekonomi saat ini tengah membaik, juga didukung status Investment Grade untuk Indonesia," kata Direktur Utama BTN, Iqbal Latanro, pada rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/2/2012). Dalam kesempatan ini, Iqbal menyampaikan dua usulan penurunan bunga FLPP dan potensi akad KPR FLPP bank BTN untuk Januari 2012. Usulan pertama, dengan skema pembiayaan 60:40, maka suku bunga bila tanpa penjaminan adalah 7,75 % dan dengan penjaminan 7,42 persen. Usulan kedua dengan skema pembiayaan 50:50, bila tanpa penjaminan, maka suku bunga KPR FLPP adalah 8,55 % dan dengan dengan penjaminan menjadi 8,22 persen. Melalui usulan ini, Iqbal
berharap, penetapan bunga FLPP ditetapkan maksimal oleh Pemerintah, sementara bank penyalur menetapkan bunga KPR sesuai kemampuan. "Dengan begini, maka tidak ada yang dirugikan. Jangan sampai kebijakan ini merugikan bank-bank pelaksana sebagai pengelola," katanya. Kisruh suku bunga KPR dengan FLPP ini bermula dari terhentinya Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) antara Kemenpera dan bank penyalur FLPP. PKO ini telah terhenti sejak 31 Desember 2011, sehingga mengakibatkan akad rumah murah terhenti. Menpera Djan Faridz mengakui telah menghentikan PKO karena kesepakatan suku bunga belum tercapai. Pihaknya meminta bunga 5% - 6% persen, namun tidak bisa dipenuhi pihak perbankan. http://properti.kompas.com/read/2012/02/08/13561534/Kesepakatan.Suku.Bunga.Masih.Alot
FLPP
shutterstock Jika porsi pemerintah di FLPP sebesar 50, maka usulan BTN suku bunga KPR FLPP adalah 8,55 tanpa penjaminan atau 8,22 dengan penjaminan. JAKARTA, KOMPAS.com - Harapan Kementerian Perumahan Rakyat agar perbankan menurunkan bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan perumahan (FLPP) ke level di bawah 7% tampaknya belum bakal terealisasi dalam waktu dekat. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) selaku penyalur FLPP terbesar berhitung, suku bunga FLPP bisa diberikan pada kisaran 7,42% - 8,55%.
Perlu ada penetapan bunga FLPP maksimal oleh pemerintah menggunakan pola KUR, sementara bank penyalur menetapkan bunga KPR FLPP sesuai kemampuannya. -- Iqbal Latanro
Direktur Utama BTN Iqbal Latanro menjelaskan, berdasarkan komponen biaya yang harus ditanggung bank, maka penghitungan suku bunga KPR FLPP bisa dibagi menjadi dua jenis, yakni bila disertai asuransi dan tanpa asuransi. "Kami mengusulkan, kalau porsi pemerintah di FLPP masih 60% sementara bank 40%, maka suku bunga KPR FLPP dengan penjaminan sebesar 7,75%, sedangkan tanpa penjaminan sebesar 7,42%," ujar Iqbal dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI , Rabu (8/2/2012). Alternatif lain, jika porsi pemerintah di FLPP sebesar 50%, maka usulan BTN suku bunga KPR FLPP adalah 8,55% tanpa penjaminan atau 8,22% dengan penjaminan. Iqbal menambahkan, penurunan
suku bunga FLPP hendaknya masih tetap memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat/debitur, serta bank pelaksana. "Perlu ada penetapan bunga FLPP maksimal oleh pemerintah menggunakan pola KUR, sementara bank penyalur menetapkan bunga KPR FLPP sesuai kemampuannya," kata Iqbal. (Astri Karina Bangun) http://properti.kompas.com/read/2012/02/08/12092487/BTN.Usulkan.Bunga.KPR.FLPP.Minimal.7.42.
Deputi BI Muliaman Hadad berharap, masalah FLPP ini bisa diselesaikan dengan baik dan cepat. Supaya tidak merugikan banyak pihak. "Saya kira haras dibahas dengan bank, berapa biaya dana dan proporsi ideal FLPP. Intinya harus reasonable bagi nasabah kecil dan bank."kata Muliaman. I Kempat terpisah. Dirut Bank Tabungan Negara (BTN) Iqbal La-i.iiini mengaku, tidak kecewa dengan pemerintah tentang patokan kredit murah di kisaran 5-6 persen "Kami tetap menghormati dan BTN sudah memberikan alternative tentang kisaran kredit yang bisa diberikan pada FLPP dan itu sudah cukup ideal untuk saat im lljai Iqbal usai rapat dengar pendapat di Komisi Xl DPR, Jakarta, kemarin BTN berharap, pemerintah bisa mempertimbangkan lagi skema penyaluran FLPP baru ini dengan porsi 5050. Ia lebih setuju, jika skema lama yang ditetapkan dengan porsi 6040, maka BTN bisa tetapkan bunga di kisaran 7 persen "Kalau porsi subsidi di patok 5050 dengan kisaran bunga kredit 5-6 persen, kami tidak berani dan itu bisa rugikan perseroan. Kalau dipaksakan dengan porsi tersebut, kredit menjadi tinggi di kisaran X.55 persen," kata Iqbal. Iqbal juga mengakui, bahwa polemik FLPP ikut mengganggu kenyamanan para investornya. Direktur Konsumer BTN. Irman Alvian Zahiruddin menambahkan, kredit subsidi 5-6 persen bisa di berikan, jika pemerintah berani memberikan 100 persen subsidi."Kalau 100 persen ditanggung pemerintah, kredit BTN bisa 5 persen," kata Irman. Ran http://bataviase.co.id/node/969679
JAKARTA (Pos Kota)- Undang-undang Perumahan yang baru saja disahkan menurut Menpera Djan Faridz dimaksudkan untuk memihak kepentingan rakyat dan bukan hanya kepentingan pengembang. Dengan demikian pihaknya merasa tidak ada masalah bila ada yang mengajukan uji materi UndangUndang No 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman tersebut. Kami tetap berprinsif bahwa UU tersebut semata-mata untuk kepentingan rakyat. Karena itu jika ada pihak yang keberatan dan minta uji materi silahkan saja, katanya, gugatan uji materi yang telah dilayangkan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Malah ia mempertanyakan alasan dimasukkannya gugatan uji materi oleh para pengembang soal ketentuan di dalam UU tersebut yang mengharuskan pengembang membangun rumah tipe 36. Menurut Djan, sebenarnya permasalahan ini adalah mengenai harga yang dibebankan kepada pengembang sehingga pemerintah juga menyadari hal itu dan telah mengirimkan surat ke berbagai pihak terkait untuk meringankan beban pembangunan rumah. Kementerian Perumahan Rakyat menyampaikan usulan untuk melakukan pembebasan terhadap sejumlah beban biaya dalam pembangunan rumah sejahtera bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Penurunan harga jual rumah sejahtera itu dilakukan antara lain melalui pembebasan biaya antara lain terkait dengan biaya sertifikasi tanah yang surat dari Menpera sudah selesai dibuat dan telah dikirim ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Permintaan lainnya adalah sejumlah beban biaya lainnya yang akan diupayakan untuk dibebaskan adalah perizinan yang meliputi SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), penyambungan listrik dan gambar instalasi listrik, serta pembebasan beban biaya untuk pengembangan air minum.
Kemenpera juga akan mengupayakan penurunan harga jual rumah sejahtera tersebut melalui pemberian bantuan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) kepada pengembang. PSU yang akan diberikan antara lain berupa jalan lingkungan, drainase, jaringan air minum, jaringan listrik, dan persampahan. (faisal/sir) http://www.poskotanews.com/2012/02/09/uu-perumahan-untuk-berpihak-rakyat/
JAKARTA - Belum lama Kementerian Perumahan Rakyat menerapkan kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kementerian yang dipimpin Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz tersebut ingin membuat kebijakan baru guna menekan harga rumah. Hal tersebut dibeberkan Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo. Dia mengatakan, guna menekan harga rumah bagi MBR, upaya Kemenpera salah satunya adalah dengan menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP dan porsi anggarannya, "Kemenpera juga tengah menyiapkan sejumlah terobosan kebijakan baru agar jumlah masyarakat yang memanfaatkan KPR FLPP menjadi lebih banyak lagi," ujar Sri, seperti yang dilansir situs Kemenpera, Kamis (9/2/2012). Untuk meringankan biaya KPR, lanjut Sri, biaya asuransi kebakaran dan asuransi jiwa sudah termasuk dalam komponen penjaminan atau asuransi KPR. "Kami juga menyiapkan kebijakan pendukung untuk menekan harga jual rumah, seperti kebijakan pendukung yang sedang dilaksanakan antara lain pembebasan biaya sertipikasi tanah, perijinan yang meliputi SIPPT dan IMB, pajak pertambahan nilai (PPN), penyambungan listrik, gambar instalasi listrik, dan penyambungan air minum," paparnya.
Dia mengimbuhkan, Kemenpera juga akan memberikan bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) berupa jalan lingkungan, drainase, jaringan air minum, jaringan listrik, persampahan dan air limbah. "Bantuan PSU juga akan dilaksanakan dengan sistem reimbursement sehingga akan membantu pengembang dalam pembangunan rumah masyarakat dan menurunkan harga jual rumah," tandasnya. (rhs) http://property.okezone.com/read/2012/02/09/471/572428/redirect
JAKARTA - Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) akan menyiapkan anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp6,91 triliun pada 2012. Dana tersebut diharapkan akan mampu membantu pebiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) sejahtera bagi masyarakan berpenghasilan rendah (MBR) untuk sekira 291.500 unit rumah. "Sasaran pembiayaan perumahan untuk MBR pada 2010-2014 adalah sebanyak 1.35 juta unit rumah, dengan jumlah KPR FLPP yang telah tersalurkan kepada MBR sejak 2012 hingga Desember 2011 yakni sebanyak 124.977 unit yang menghabiskan dana FLPP sebesar Rp4,12 triliun," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo, seperti yang dikutip dari situs Kemenpera, Kamis (9/2/2012). Kendati dana FLPP telah berjalan sejak dua tahun lalu, Kemenpera masih mengupayakan penurunan suku bunga FLPP. Dalam hal ini, lanjut Sri, yakni mengeluarkan kebijakan baru yang menurunkan porsi dana yang semula 60 persen menjadi 50 persen. "Sedangkan sisa dananya berasal dari perbankan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kemenpera, dengan adanya penurunan porsi dana FLPP tersebut akan meningkatkan pembiayaan KPR sejahtera sebesar 20 persen, yaitu dari 182.900 unit menjadi 219.500 unit," jelasnya. Dia menyontohkan, dengan asumsi harga rumah Rp70 juta, uang muka 10 persen dan pokok KPR Rp63 juta, sehingga dana FLPP yang diperlukan untuk per unit KPR turun dari Rp37,8 juta menjadi Rp31,5 juta.
"Kebijakan penurunan suku bunga KPR FLPP menjadi sekitar 7 persen akan meningkatkan kemampuan masyarakat sebesar 10 persen. Apalagi kebutuhan dana FLPP berdasarkan sasaran RPJMN 2010-2014 masih sangat besar," akunya. (rhs) http://property.okezone.com/read/2012/02/09/471/572420/kemenpera-sediakan-dana-flpp-rp6-91-t
APERSI Bakal Gugat Class Action Pemerintah Kamis, 9 Februari 2012 | 11:47
Menurut perhitungan Kemenpera, dengan penurunan suku bunga menjadi tujuh persen dapat meningkatkan kemampuan masyarakat sebesar 10 persen dan pada porsi 50:50 maka dapat meningkatkan jumlah KPR sebesar 20 persen. Sejak penerapan FLPP pada Oktober 2010 hingga Desember 2011 berdasarkan data Kemenpera telah dibangun 124.977 unit rumah bagi MBR dengan dana Rp4,12 triliun. Pada 2012 pemerintah menargetkan 219.500 unit rumah dengan total dana pemerintah Rp6,914 triliun.(ant/hrb) http://www.investor.co.id/home/apersi-bakal-gugat-class-action-pemerintah/29682
DIREKTUR Utama Bank BTN Iqbal Latanro mengeluhkan kecilnya bunga perumahan Fasilitas Likuiditas Pengadaan Perumahan (FLPP) yang ditetapkan pemerintah. Bank yang memfokuskan usaha bidang perumahan tersebut mengaku akan dirugikan bila pemerintah ngotot memberikan kebijakan bunga yang sangat murah. Kebijakan tersebut adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang pada tahun ini berkisar antara 5 persen sampai 6 persen. "Sangat sulit untuk menetapkan bunga FLPP 5 persen hingga 6 persen, sesuai keinginan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), ujar Iqbal dalam rapat kerja dengan Komisi Xl DPR, di Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2). Dalam menyalurkan dana kepada Fasilitas Likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), BTN diwajibkan menyediakan dana yang cukup lama. Dalam hal ini bunga 6 persen tersebut akan terus meningkat, dan KPR harus lunas dalam waktu 13 tahun. "FLPP menetapkan bunga kredit rumah murah subsidi dengan bunga dan cicilan tetap sampai lunas selama 13 tahun, jelas Iqbal. Di dalam penjelasan BTN, suku bunga untuk FLPP nantinya akan menjadi 8,22 persen. Dengan adanya beberapa rincian yang harus diperhitungkan. BTN harus menanggung berbagai risiko kredit, diantaranya biaya dana 444 persen, giro wajib minimum 0,41 persen, biaya overhead 1,5 persen, biaya risiko 0,3 persen, biaya premi asuransi 037 persen, dan profit 14 persen," kata Iqbal. Program FLPP pada 2010 sampai 2014 menargetkan ada 1,35 juta unit rumah yang bisa diberikan subsidi. Namun sampai sekarang rumah subsidi hanya ada 200.000 rumah. Hal ini terjadi karena Bank BTN masih ingin menaikan bunga kredit cicilan rumah sebesar 8,22 persen. "Bunga yang ditawarkan BTN paling tinggi dibandingkan de- ngan bank-bankyang lain," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis. TRIBUNNEWS. COM/YY http://bataviase.co.id/node/969247
Jakarta - Para pengembang rumah sederhana yang biasa menjual rumahnya melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau KPR subsidi terus menagih janji Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz. Mereka terus dijanjikan masalah kisruh bunga KPR FLPP bisa selesai sebelum awal Februari 2012. Hasilnya hingga kini pengembang harus gigit jari karena kisruh bunga KPR itu membuat produksi rumah mereka tak bisa dijual. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo, apabila sampai akhir Februari 2012 nanti tidak ada perkembangan terkait bunga FLPP, maka Apersi akan menggugat pemerintah dalam hal ini menpera. "Tidak ada perubahan sampai Februari, kami akan class action, kami gugat pemerintah karena, kebijakannya merugikan orang banyak," tegas dalam acara rapat dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2012) Menurut Eddy, pengembang selama ini hanya mendapat janji semata oleh Menpera Djan Faridz. Hasilnya sampai saat ini belum ada titik temu antara menpera dengan bank penyalur FLPP termasuk PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). "Pada 16 Januari kami sudah ketemu dengan Menteri Menpera (Djan Faridz), dijanjikan awal Februari FLPP dibuka, ternyata krannya masih tertutup, datang lagi kami awal Februari, kondisinya tetap sama," ujarnya. Ia mengatakan terhentinya FLPP membuat pengembang yang tergabung dalam Apersi hampir bangkrut. Bahkan banyak anggotanya kini terus dikejar para konsumen. Mereka dianggap menipu konsumen karena belum juga merealisasikan pembangunan rumah. "Sebanyak 100% anggota kami bangun rumah untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) dengan distopnya FLPP, tidak bisa jual rumah, yang sudah akad serah terima rumah jadi batal, kita dikejar-kejar konsumen, disangka menipu," ujar Eddy. Menurut Eddy, pada 2011 ketika adanya program FLPP sangat direspons positif masyarakat, bahkan pengembang dan perbankan. Kini setelah hampir dua bulan mandeg karena kisruh penerapan bunga
KPR FLLP, semuanya merasa dirugikan. Selain itu, yang membuat Pengembang semakin terbebani adalah bunga konstruksi sebesar 1% tiap bulannya kepada bank. Jika sampai akhir Februari belum terealisasi artinya beban pengembang sudah bertambah 2%. "Belum kendalanya pengembang gagal membayar giro kepada supplier akibat batalnya serah terima rumah ke konsumen. Kalau berlarut, kita bisa call 1, call 2, sampai 3, pengembang masuk blacklist perbankan, tambah parah lagi nasib pengembang," ungkapnya. Sekadar diketahui, pada 2011 ada sekitar 13 bank yang menyalurkan KPR skema FLPP dalam perjanjian kerjasama operasi (PKO). Namun akibat ada keinginan dari kementerian perumahan rakyat menurunkan suku bunga, hasilnya belum ketemu titik temu. Hasilnya PKO tidak diperpanjang sehingga bank tidak bisa merealisasikan kredit KPR. (hen/dnl) http://us.finance.detik.com/read/2012/02/09/140649/1838351/1016/pengembang-tuding-djan-faridzingkar-janji
Jakarta - Kewajiban membangun rumah minimal tipe 36 oleh pengembang bakal diundur dari rencana awal tahun ini menjadi awal tahun 2013. Pengembang melalu Real Estate Indonesia (REI) telah melobi pemerintah untuk memundurkan jadwal aturan tersebut. Ketua Umum Setyo Maharso Setyo mangatakan keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 soal Perumahan dan Pemukiman yang mewajibkan pembangunan rumah oleh pengembang minimal tipe 36 secara langsung membuat resah pengembang. Setyo mengaku sudah melakukan lobi ke kementerian perumahan rakyat untuk memundurkan aturan tersebut hingga 31 Desember 2012. "Kita lobi ke Pemerintah (kementerian perumahan rakyat) dan diizinkan baru berlaku regulasi tersebut, setelah 31 Desember 2012," kata Setyo dalam acara rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPRRI, Jakarta, Lobi tersebut dilakukan, pasalnya saat ini sangat banyak rumah pengembang yang dibangun di bawah tipe 36. Sementara disaat bersamaan aturan tersebut rencananya akan keluar awal tahun ini. Kekhawatiran pengembang bukan tanpa alasan, jika aturan itu berlaku maka bank tak akan menyalurkan kredit kepada rumah yang tipenya di bawah 36. "Saat ini pengembang berpacu menjual dan menghabiskan stok rumah yang belum terjual, FLPP distop, masyarakat tidak mampu beli, karena suku bunga tinggi," kata Setyo. Sementara itu Deputi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat Pangihutan Marpaung menepis adanya pengunduran waktu pemberlakuan aturan tersebut. Menurutnya UU No 1 Tahun 2011mengamanatkan kewajiban membangun minimal tipe 36 berlaku satu tahun setelah diundangkan artinya awal tahun ini. "Kita nggak pernah bicara seperti itu, kalau saya, jika Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), itu jadi maka akan langsung diberlakukan. Sebab UU saja memerintahkan berlaku setahun setelah diundangkan," katanya. Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 soal perumahan pasal 22 ayat 3 berbunyi luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi. (hen/hen) http://us.finance.detik.com/read/2012/02/09/133048/1838301/1016/wajib-bangun-rumah-minimal-tipe36-diundur-tahun-depan
Jakarta - Sekitar 21.143 unit rumah di bawah tipe 36 yang dibangun para anggota Real Estate Indonesia (REI) terancam tidak terjual bahkan bakal hanya menjadi 'rongsokan'. Hal ini implikasi dari UU No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan pemukiman yang mensyaratkan pengembang hanya boleh membangun dan menjual rumah minimal tipe 36. "Dari rekapitulasi stok rumah yang sudah terbangun dan belum terjual di bawah tipe 36 yang dibangun oleh anggota REI seluruh Indonesia berjumlah 21.143 unit," kata Ketua Umum REI Setyo Maharso dalam rapat dengar pendapat di Komisi XI DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2012). Rumah-rumah itu kini belum berpenghuni, karena tidak dapat dijual belikan akibat akan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal batas minimal rumah minimal tipe 36 sebagai turunan dari UU No 1 Tahun 2011. "Sebagai rincian, untuk DKI Jakarta saja ada sekitar 5.580 unit rumah, Jawa Barat sekitar 10.000 lebih, di Jawa Timur ada 2.944 unit, NTT, NTB, Sumsel, Lampung dan banyak lagi di daerah lainnya yang tidak bisa dijual akibat keluarnya UU tersebut," ungkap Setyo. Menurutnya UU tersebut sangat jelas mengancam bisnis pengembang properti. Juga bakal menambah daftar backlog (kekurangan rumah) perumahan bagi rakyat, yang kini telah mencapai 13,6 juta rumah. "Sebenarnya ada dua permasalahan besar berlakunya UU ini yakni pembatasan minimum tipe 36 m2, dimana ada embel-embel sanksi pidana dua-lima tahun penjara dan perdata yakni denda hingga Rp 5 miliar. Kalau begini siapa yang mau membangun rumah bagi rakyat," ujarnya. "Memang ada ungkapan rumah di bawah tipe 36 tidak 'manusiawi'. Tapi kalau tetap dibuat, apakah mampu dibeli masyarakt berpenghasilan rendah?, pasalnya saat ini daya beli MBR untuk beli rumah tipe 36 terbatas," tandas Setyo. Berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 soal perumahan pasal 22 ayat 3 berbunyi luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi. Dalam UU itu diatur bahwa semenjak setahun diundangkan maka ketentuan dalam UU itu harus sudah berlaku atau dengan kata lain pada Februari 2012 ini melalui peraturan pemerintah (PP) yang kini akan diterbitkan. (hen/hen) http://us.finance.detik.com/read/2012/02/09/142050/1838371/1016/waduh-21143-unit-rumah-murahterancam-tak-terjual
Jakarta - Ratusan ribu hingga jutaan pekerja bangunan terancam menganggur lebih lama bahkan terancam kehilangan pekerjaannya akibat macetnya penjualan ribuan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Hal ini terkait buntunya negosiasi bunga KPR subsidi skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) antara BTN dengan pemerintah. "Sampai saat ini ada sekitar 230 ribu rumah untuk MBR, dan diperkirakan total dana untuk membangun rumah tersebut sekitar Rp 1,5 triliun. Dan akibat FLPP disetop, pengembang tidak bisa jual, tidak laku," ujar Ketua Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi XI DPR, Kamis (9/2/2012). Permasalah makin pelik, kata Setyo manakala keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 soal Perumahan dan Pemukiman yang mewajibkan pembangunan rumah oleh pengembang minimal tipe 36. Jika kondisi ini terus terjadi, banyak pengembang khususnya anggota REI kena dampak dan terancam gulung tikar. "Kondisi saat ini saja, membuat ribuan sampai jutaan pekerja bangunan nganggur," ujarnya. Setyo mengaku, hampir 60% dari total 3.000 anggota REI terpukul akibat FLPP distop. "Pasalnya 60% anggota REI membangun rumah untuk MBR, FLPP distop mengancam bisnis mereka," ungkap Setyo. "Pada, intinya REI tidak mempermasalahkan bunga 5% atau 6% (seperti yang diinginkan Kemenpera), konsumen juga pada dasarnya tidak mempermasalahkan, namun yang jadi masalah konsumen adalah uang muka (DP), dengan FLPP DP kredit rumah jadi lebih ringan," tandasnya. Seperti diketahui BTN selaku bank penyalur FLPP yang sebelumnya sangat dominan memberikan KPR subsidi FLPP belum juga sepakat dengan pemerintah untuk bunga kredit FLPP tahun 2012 ini. BTN masih berkeinginan menawarkan bunga sekitar 8% sementara pemerintah meminta 5%-7%. Dampaknya skema KPR FLPP dua bulan terakhir ini berhenti sementara. (spr/hen) http://us.finance.detik.com/read/2012/02/09/122932/1838239/1016/kisruh-bunga-kpr-subsidi-jutaanburuh-bangunan-menganggur
FLPP
NIATAN pemerintah melalui Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz, yang akan menekan tingkat suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke kisaran 5-6 persen terus mendapat tentangan dari perbankan. Selain tingkat bunganya yang dianggap terlalu rendah sehingga berpotensi merugikan perbankan sebagai pemberi kredit, kebijakan tersebut diyakini juga akan membuat investor kurang tertarik untuk berinvestasi di sektor perbankan. "Dengan adanya berita (rencana penurunan bunga FLPP) ini membuat investor meriang, bertanyatanya, karena jelas bila diberlakukan akan membuat kinerja perusahaan terganggu. Sangat sulit bagi kami untuk menerapkan bunga FLPP di kisaran 5-6 persen sesuai keinginan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera)," kata Direktur Utama (Dirut) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), Iqbal Latanro di Jakarta, Rabu (8/2). Dalam hitungan Iqbal, BTN hanya bisa menekan tingkat suku bunga untuk program FLPP maksimal di level 8,22 persen. Tingginya rentang (spread) tingkat bunga hitungan BBTN dengan tingkat bunga keinginan Kemenpera, Iqbal menjelaskan, lantaran harus mempertimbangkan banyak hal, seperti masa kredit yang cukup lama sampai 15 tahun hingga berbagai risiko kredit yang meliputi biaya dana, giro wajib minimum, biaya overhead dan lain sebagainya. "Kami harus menanggung berbagai risiko kredit. Belum lagi porsi pembagian pendanaan yang diubah dari 60:40 menjadi 50:50. Dengan perubahan itu, kami harus menyiapkan dana yang lebih banyak. Ini semua jelas memberatkan," kata Iqbal. Tak hanya Iqbal, keluhan serupa terkait suku bunga FLPP juga disuarakan Dirut PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Gatot Suwondo. Menurut Gatot permintaan Kemenpera agar suku bunga FLPP dapat diterapkan di level 5-6 persen tidak masuk dalam perhitungan perusahaannya. "Masalah perumahan (FLPP) itu masalah isu harga. Kalau diminta bunganya lima persen, itu tidak masuk dalam hitungan kami. Kami maunya bunga di level 7,2 persen. Itu sudah maksimal. Kalau tetap dipaksakan ke level itu (5-6 persen), mendingan kami mengundurkan diri," ujar Gatot. Kengototan tersebut, Gatot menjelaskan tidak terlepas dari posisi BBNI sebagai sebuah perusahaan yang diwajibkan meraup untung. Faktor keuntungan tersebut dikatakan Gatot juga harus dipertanggungjawabkannya sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Namanya saja BUMN. Yang namanya usaha itu ya harus untung. Masalah tebal atau tipis (keuntungan) itu soal lain. Tetapi kalau sudah rugi, kami mau bagaimana?" kata Gatot mengeluhkan.
Tak hanya dari kalangan perbankan BUMN, keluhan juga datang dari bank-bank swasta. Dalam kesempatan terpisah, Dirut PT Bank Bukopin Tbk (BBKP), Glen Glenardi juga pernah menyatakan akan mundur dari program FLPP seandainya suku bunga 5-6 persen dipaksa untuk tetap diterapkan. "Keinginan Menpera memberikan bunga kredit murah itu baik. Kami sepenuhnya mendukung. Tetapi harus dilihat juga kondisi perbankan yang bersangkutan. Ini karena kondisi bank masing-masing berbeda. Namanya kerja sama kan harus menguntungkan. Kalau tidak (menguntungkan), lebih baik (BBKP) mundur saja," kata Glen menegaskan. Taufan Sukma http://nasional.jurnas.com/halaman/13/2012-02-09/198398