Anda di halaman 1dari 6

GEJALA KLINIS Beberapa gambaran karekteristik kea rah dugaan adanya erupsi obat alergik adalah : a) Reaksi hanya

terjadi setelah pajanan ulang dengan obat pada penggunaan pertama kali , waktu berkisar sekitar 8-9 hari b) Manifestasi erupsi obat tidak tergantung pada kegunaan farmakologik dan kimiawi obat tersebut. c) Jumlah obat yang sangat sedikit dapat memicu reaksi yang berat meskipun obat tersebut telah dipakai dalam jangka waktu yang lama. d) Obat yang sama dapat menyebabkan reaksi yang berbeda pada orang yang sama pada waktu yang berlainan; sebaliknya berbagai obat dapat menyebabkan reaksi atau manifestasi klinis yang sama. Reaksi obat alergi dapat mengenai setiap organ seperti darah, pulmo, hepar, dan renal, tetapi yang tersering mengenai kulit (erupsi obat alergik). Erupsi alergik obat yang tersering adalah erupsi morbiliformis, utikaria,fixed drug eruption. Yang terberat adalah sindroma stevensjhonson . 1. Erupsi makulopapular atau morbiliformis Erupsi makulopapular atau morbiliformis adalah erupsi obat alergi yang tersering dan dapat diinduksi oleh hamper semua obat. Seringkali erupsi ini generalisata dan simetris, dan dapat terdiri atas eritema, macula yang berkonfluens dan papul yang tersebar di wajah, telapak tangan dan kaki. Membrane mukosa tidak terkena. Lesi biasanya muncul dalam 1-2 minggu setelah inisial terapi, tapi kadang kadang dapat muncul obat dihentikan. Lesi diikuti pruritus ,

demam , edema fascial/kelopak mata , malaise, nyeri sendi dan biasanya hilang dalam beberapa hari sampai minggu setelah obat dihentikan. Erupsi dapat hilang tanpa penghentian obat, namun sangat jarang terjadi. Sebaliknya ruam dapat berkembang progresif menjadi eritoderma atau dermatitis eksfoliativa dengan melanjutkan terapi. Tipe khusus erupsi ini adalah pustulosa eksantematosa generalisata akut yang ditandai dengan erupsi bulosa yang muncul mendadak diikuti malaise dan demam tinggi. Lesi kulit berupa vesikulopapula, pustul, dan bula yang terjadi hamper di seluruh tubuh. Mambran mukosa jarang terlibat. Gambaran klinis menyerupai psoriasis pustular.

Mekanisme terjadinya erupsi makulopapular yang diindikasi obat belum diketahui dengan jelas. Reaksi ini terjadi setelah beberapa hari pemberian obat dan tidak terjadi setelah pemberian dosis pertama, hal ini menunjukkan perlunya periode sensitasi sebelum reaksi terjadi. Beberapa erupsi makulopapular diperantarai oleh sel T. keterlibatan limfosit CD8+ dalam erupsi obat dihasilkan dari bioaktivasi obat menjadi intermediate reaktif. Intermediate reaktif intraseluler ini mengikat protein sitoplasma secara kovalen, kemudian dipresentasikan oleh MHC kelas I dan sel T CD8+. Erupsi makulopapular sering dikaitkan dengan penggunaan ampisilin, NSAID, sulfonamide, antikonvulsan, allopurinol, tetrasiklin, eritromisis, fenobarbital, dan bahkan retinoid. Penyebab utama adalah antibiotika laktam. 2. Urtikaria dan angioedema Urtikaria dan angioedema merupakan erupsi obat yang tersering kedua. Lesi pada urtikaria berupa edema yang eritem atau pucat dan seringkali gatal. Lesi urtika biasanya hilng dalam beberapa jam, jarang lebih dari 24 jam dan secara serentak muncul lesi urtika yang baru pada tempat yang lain. Urtikaria yang diinduksi obat seringkali diikuti demam dan gejala umum lain berupa malaise, vertigo dan sakit kepala. Angioedema trjadi bila pembengkakan juga terjadi pada dermis dalam dan jaringan subkutan, ditundai edema setempat yang hanya berkembang pada lokasi tertentu sahaja. Edema biasanya simetris. Daerah predileksi adalah bibir, kelopak mata, genetalia ekstrna, dan punggung , tangan dan kaki. Edema pada laring dan lidah merupakan reaksi edema yang paling berat dan tanpa pertolongan pertama dapat mengakibatkan kematian. Urtikaria selain diperantarai reaksi tipe I, juga dapat merupakan bagian tipe III. Mekanisme terjadinya urtikaria diperantarai IgE dan juga melalui pembentukkan kompleks imun. Penyebab tersering urtikaria adalah penisislin, asam asetisalisilat, dan NSAID lain.

3. Fixed drug eruption Fixed drug eruption adalah satu- satunya erupsi obat alergi yang melalui deprovokasi oleh obat atau bahan kimia. Tidak ada factor etiologi yang lain yang dapat mengelisitasi. Fixed drug eruption merupakan erupsi obat alergi tersering ketiga. Gambarannya adalah berupa

macula merah atau coklat berbatas tegas, dan kadang- kadang bula dengan predileksi di bahagian distal tubuh tatapi dapat pula lebih sentral. Ukuran lesi bervariasi dari beberapa millimeter sehingga sentimeter. Lesi biasanya tidak gatal tapi dapat memberikan sensasi panas saat lesi timbul. Dengan pemberian obat inisial, lesi soliter dapat terbentuk. Pada pemberian ulang obat penyebab, lesi terjadi tidak hanya pada lokasi biasanya, tetapi juga pada tempat lain. Mekanisme terjadinya fixed drug eruption diduga melalui reaksi tipe III dan IV. Terdapat peningkatan jumlah limfosit T baik helper maupun supresor. Limfosit T helper atau sitotoksik epidermis ditemukan dekat dengan keratinosit yang nekrotik. Limfosit T yang menetap di lesi kulit berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada tempat yang sama. 4. Eritroderma Eritroderma adalah tempatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama. Eritroderma dapat disebabkan oleh macam macam penyakit yang lain di samping alergi karena obat, misalnya psoriasis, penyakit sistemik termasuk keganasan pada system limforetikuler. Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama. Skuama baru timbul pada stadium penyembuhan. Obat obat yang biasa menyebabkannya ialah sulfonamide, penisislin, dan fenilbutazon. 5. Purpura Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat, atau mungkin berhubungan dengan erupsi berat lain. Erupsi biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, dan pergelangan kaki atau tungkai bagian bawah, dengan penyebar ke atas. Erupsi terdiri atas macula atau bercak kecil berbatas tegas berwarna merah kecoklatan yang tidak hilang dengan penekanan dan seringkali gagal. Purpura karena hiersensitivitas obat tanpa diakibatkan oleh trombositopenia. Mekanisme trombositopenia berhubung dengan pembentukan kompleks antigen antibody dengan afinitas pada trombosit. Ternyata banyak obat yang menyebabakan keruskan kapiler tanpa mengenai trombosit. Tipe ini dikenal sebagai purpura non trombositopenik atau purpura vaskuler. Beberapa obat penyebab purpura trombositopenik adalah asam asetilsalisilat, karbamazephin, indometasin, isoniazid, nitrofurantoin, penisilinamin, fenitoin dan derivat pirazolom, sulfonamide dan tiourasil.

6. Vaskulitis Vaskulitis ditandai dengan adanya inflamasi dan nekrosis pembuluh darah. Bentuk tersering adalah vaskulitis adalah palpable purpura. Vaskulitis dapat hanya terbatas pada kulit, atau dapat melibatkan organ lain antara lain hepar, ginjal, dan sendi. Ukuran dan jumlah lesi bervariasi. Biasanya distribusi simetris pada ekstremitas bawah dan daerah sacrum. Demam, malaise, myalgia dan aneroksia dapat menyertai lesi kulit. Vaskulitis dapat terjadi pada semua umur. Obat hanya salah satu penyebab vaskulitis. Obat- obatan yang dianggap sebagai penyebab adalah penisilin, sulfonamide, tiourasil, hidantoin, iodide, alopurinol, tiazid, NSAID, antidepresan, antiaritmia. 7. Reaksi fotoalergik Fotosensitivitas dapat berupa fenomena non imunologik fototoksik, atau reaksi imunologik fotoalergik. Reaksi fotoalergik bergantung pada obat, respon imun dan cahaya. Reaksi fotoalergik dapat diinduksi oleh obat topical atau sistemik. Gambaran klinis reaksi fotoalerrgik kontak mempunyai gambaran dermatitis kontak pada umumnya. Reaksi kulit diawali di daerah terpajan matahari, kemudian dapat meluas yang tidak terpajan matahari. Reaksi fotoalergik terhadap photosensitizer sistemik lebih jarang dibandingkan dengan yng diinduksi kontaktan. Reaksi fotoalergik diperantarai oleh limfosit dan merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat serupa dengan dermatitis kontak alergik. Reaksi fotoalergik mmbutuhkan fase induksi dan elisitas. Sebagian besar reaksi fotoalergik disebabkan oleh agen topical, antara lain

sulfonamide, fenotiazin, dan halogenated salicylanilides. Fotoalergen sistemik, misalnya fenotiazin, klorpromazin, sulfa , tiazid, kuinidin, dan griseofulvin dapat menimbulkan reaksi fotoalergik.

DIAGNOSIS Diagnosis erupsiobat adalah berdasarkan : 1) Anamnesis adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan obat. 2) Pemeriksaan klinis adanya kelainan klinis sesuai dengan jenis masing- masing reaksi.

Pengentian obat yang diikuti penurunan gejala klinis merupakan petunjuk kemungkinan erupsi disebabkan oleh obat tersebut. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilaksanakan untuk membantu memastikan penyebab erupsi obat alergik: 1) Pemeriksaan in vivo : a. Uji temple ( patch test) b. Uji tusuk ( prick/ scratch test) c. Uji provokasi ( exposure test) Pemeriksaan tersebut memerlukan persiapan untuk menghadapi kemungkinan reaksi anafilaksis. 2) Pemeriksaan in vitro: a. Yang diperantarai antibodi i. Hemaglutinasi pasif ii. Radio immunoassay iii. Degranulasi basofil iv. Tes fiksasi komplemen

b. Yang diperantarai sel i. Tes transformasi limfosit ii. Leucocyte migration inhibition test Pemilihan pemeriksaan tersebut didasarkan atas mekanisme imunologis yang mendasari erupsi obat. Namun perlu diingat bahwa pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan penunjang dan hasilnya memerlukan interpretasi yang teliti.

PENGOBATAN Pengobatan dibagikan dalam pengobatan kausal dan pengobatan simtomatik. 1) Pengobatan kausal : Dilaksanakan dengan menghindari obat tersangka( apabila obat tersangka telah dapat dipastikan). Dianjurkan pula untuk menghindari obat yang mempunyai struktur kimia dengan obat tersangka (satu golongan).

2) Pengobatan simtomatik: Pengobatan dilaksanakan sesuai dngan tipe reaksi yang mendasarinya: a) Pada reaksi anafilatik: Bila terjadi syok dapat diberikan epinefrin 1: 1000 sebanyak 0,3 0,5 ml secara

subkutan atau intravena. Antihistamin dan kortikosteroid dapat diberikan tetapi bukan merupakan pengobatan lini pertama. Umumnya reaksi dapat diatasi dalam waktu 15-20 menit, mesipun penderita masih harus diamati selama 24 jam berikutnya untuk mencegah komlikasi.

b) Pada reaksi tipe lain: Penghentian penggunaan obat tersangka umumnya cukup memberikan hasil yang baik. Sesuai dengan berat- ringannya reaksi, pemberian kortikosteroid dan antihistamin dapat dipertimbangkan. PROGNOSIS Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Stevens- Johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena. Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3400/1/08E00602.pdf akses : 18 juni 2011 Djuanda ,A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,2008, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000112-dermatomusculoskeletalsystem/dms146_slide_erupsi_obat_alergik.pdf. access 18 juni 2011

Anda mungkin juga menyukai