Anda di halaman 1dari 5

ESSAY

Kereta api merupakan salah satu moda transportasi di Indonesia yang sudah ada sejak 143 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera, dimana 70% diantaranya terletak di pulau Jawa. Usia jaringan KA umumnya sudah sangat tua, 25% sudah berusia 70-143 tahun, 44% berusia antara 10-70 tahun. Sampai saat ini kereta api masih dianggap sebagai tulang punggung sistem transportasi darat di berbagai wilayah di belahan dunia, baik untuk angkutan barang ataupun penumpang. Namun demikian, di Indonesia peran kereta api masih sangat marginal. Dari sisi pasar angkutan antar moda, saat ini kapasitas kereta api untuk angkutan penumpang hanya sebesar 7.3% dan angkutan barang lebih kurang 0.6%. Bagaimanapun perkeretaapian di Indonesia masih harus dikembangkan di masamasa mendatang, baik untuk angkutan jarak jauh maupun di tingkat lokal seperti. Namun demikian yang menjadi permasalahan yang cukup mengganggu perkeretaapian saat ini adalah tingginya tingkat kecelakaan. Trend kecelakaan KA dapat diperlihatkan pada gambar dibawah ini sehingga dapat memberikan gambaran bahwa tingkat keselamatan angkutan KA selama tahun 2000-2005 sangat buruk.

Berdasarkan data diatas, menjelaskan bahwa cukup tingginya korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi yang diakibatkan kecelakaan KA telah menyebabkan citra pelayanan dan majemen perkeretaapian menurun. Kinerja keselamatan semakin menjadi tuntutan dan perhatian sehingga perlu segera ditingkatkan. Penyebab tingginya kecelakaan kereta api merupakan akumulasi dari banyak faktor, diantaranya masalah regulasi, manajemen, kondisi prasarana & sarana, SDM, dan lain-lain.

Permasalahan perkeretaapian di Indonesia saat ini sangat rumit, sulit, dan dinamis dengan tantangan yang terus berkembang. Sejak dulu hingga kini kereta api selalu berhadapan dengan tantangan kompetisi yang tinggi dari moda lain. Jika dulu berhadapan dengan perkembangan otomotif, maka kini tantangan datang dari perangkutan udara dengan tarif yang sangat kompetitif. Namun yang saat ini mengganggu perkererataapian Indonesia adalah tingginya tingkat kecelakaan. Pada grafik diatas diperlihatkan trend kecelakaan kereta api periode 2000-2005. Frekuensi kecelakaan sangat tinggi dan banyak menelan korban jiwa, dengan korban mayoritas dari kalangan rakyat kecil. Padahal kereta api sangat diharapkan menjadi moda transportasi yang paling aman, murah, andal dan cepat, anti kemacetan lalu-lintas. Adapun petikan dari penjelasan UU Perkeretapian No.13 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa Perkeretaapian merupakan salah satu moda yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang maupun barang secara massal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah dan lebih efisien dibanding dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintas, seperti angkutan kota. Akan tertapi jika dilihat dalam kenyataannya tingkat keselamatan KA di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan, bahkan masuk dalam kategori terburuk di dunia. Dibandingkan dengan Jepang dan Korea, tingkat keselamatan masih jauh dari aman. Berikut adalah data tabel perbandingan kecelakaan kereta api di Indonesia dengan beberapa Negara yang menggunakan moda transportasi kereta api.

Berdasarkan tabel perbandingan kecelakaan KA di atas didapatkan penyebab utama permasalahan dari perkeretaapian di Indonesia yaitu kurang harmonis dan tidak sinergisnya

hubungan antara KAI (operator) dengan pemerintah (owner), khususnya dalam menyikapi dan menangani masalah keterbatasan dana pemerintah untuk pemeliharaan prasarana dan sarana. Kondisi prasarana dan sarana kemudian cenderung semakin memburuk dan semakin rawan terhadap keselamatan KA. Prinsip-prinsip dasar atau azas keselamatan KA menjadi terabaikan. Kinerja keselamatan KA dari tahun ke tahun cenderung saling melempar tanggung jawab. KAI menganggap pemerintah memiliki andil paling besar dalam kecelakaan, karena backlog prasarana dan sarana sudah mencapai lebih dari Rp. 11 Trilyun, sehingga kondisi prasarana dan sarana menjadi kurang handal sehingga menyebab kecelakaan. Sebaliknya pemerintah beranggapan tingginya kecelakaan adalah akibat lemahnya manajemen operasional dan pemeliharaan KAI. Apabila penyebab kecelakaan KA dalam beberapa tahun terakhir ditelusuri maka dapat dijustifikasi bahwa KAI maupun pemerintah memiliki andil yang sama sebagai sumber penyebab tingginya tingkat kecelakaan. Namun demikian untuk dapat menekan tingkat kecelakaan KA secara efektif dan signifikan kuncinya ada di tangan KAI, dimana pemerintah hanya sebatas sebagai fasilitator, khususnya dalam hal penyediaan dana. Untuk dapat mengurangi tingkat kecelakaan KA hingga pada batas yang dapat ditoleransi, tantangan yang dihadapi KAI cukup berat dan kompleks. Hal ini konsekuensi dari peran gandanya sebagai operator KA dan sebagai badan yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memelihara sarana dan prasarana. Meskipun peran ganda tersebut dewasa ini kurang lazim dan sudah dianggap tidaklah lagi efektif di dunia bisnis perkeretaapian modern, akan tetapi hal ini harus tetap dilakukan, karena terkait dengan masalah perundang-undangan. Sebagai perusahaan persero orientasi KAI adalah mengejar profit, namun sebagai badan pengelola prasarana dan sarana berada pada posisi berseberangan yang mau tidak mau akan mendorong benturan kepentingan. Dengan adanya keterbatasan dana dari pemerintah dalam pemeliharaan prasarana dan sarana menciptakan kondisi dilematis yang merugikan semua pihak, khususnya bagi pengguna jasa KA. Karena faktor keselamatan akan tergeser dan tidak ditempatkan pada posisi yang paling utama (ultimate), tetapi cenderung menjadi produk yang sarat kompromi. Apabila hal ini tidak segera diatasi secara fundamental maka kinerja angkutan KA di Indonesia akan semakin merosot dan semakin rawan terhadap kecelakaan. Munculnya tindakan atau kondisi yang membahayakan keselamatan serta tingginya angka kecelakaan yang banyak menelan korban jiwa merupakan gejala adanya kesalahan perusahaan dalam pengelolaan keselamatan (safety management). Indikasi-indikasi di tingkat lapangan telah menguatkan dan dapat dijadikan sebagai pertanda bahwa

perusahaan belum mengelola keselamatan sebagaimana halnya fungsi lain dalam perusahaan. Dengan berbagai dalih keterbatasan dana ataupun alasan lainnya, faktor keselamatan telah dinomorduakan. Faktor keselamatan belum diperlakukan sebagai bagian tak terpisahkan dari bisnis perusahaan. Sebagai bukti, pengelolaan keselamatan secara organisasi belum dilembagakan. Safety Plan belum menjadi bagian dari Business Plan. Kebijakan maupun strategi untuk menekan tingkat kecelakaan belum sampai menyentuh akar permasalahan. Penanganan yang dilakukan lebih bersifat reaktif, normatif dan tidak efektif. KAI tetap bersikukuh bahwa masalah jaminan keselamatan dijadikan alasan sebagai penyebab penyebab tingginya angka, bahkan kultur masyarakat ikut dituding sebagai biang keladi tingginya angka korban. Program dan strategi perusahaan lebih bersifat normatif yang tidak mencerminkan adanya sense of crisis, dan tentu hasilnya sudah dapat diduga tidak efektif. Perusahaan belum berusaha untuk menyusun program peningkatan faktor keselamatan dengan target terukur dan terkuantifikasi yang jelas trade-off-nya sehingga tidak mampu meyakinkan pemerintah untuk memberikan kucuran dana yang diperlukan. Langkah awal yang krusial sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja faktor keselamatan adalah memaksimalkan sumber daya perusahaan agar sumber penyebab kecelakaan dapat diketahui secara tepat dan cepat sumber penyebabnya dan kemudian dikelola sesuai dengan maksud dan tujuannya, bukan sekedar informasi statistik. Data-data perlu diolah dan disusun dalam format yang memudahkan perusahaan untuk mengambil keputusan. dan mudah untuk dianalisis. Data-data ini sangat penting karena akan dijadikan rujukan dasar penyusunan safey plan. Informasi-informasi data kecelakaan perlu standarisasi dan kodefikasi untuk kemudahan proses identifikasi. Upaya penting lain untuk dapat meningkatkan kinerja menekan tingkat kecelakaan secara efektif adalah merubah paradigma perusahaan dalam pengelolaan keselamatan (safety management). Faktor keselamatan adalah bagian melekat dari bisnis perusahaan, sehingga pengelolaan keselamatan perlu diberikan peran dan fungsi secara proporsional dan dilembagakan dalam organisasi perusahaan. Sebagaimana yang lazim, badan pengelolaan keselamatan adalah fungsi sentral yang secara fungsional bertanggung jawab langsung kepada dewan direksi, sehingga peran dan fungsinya dapat dijalankan dengan efektif.

Keselamatan merupakan faktor yang mutlak perlu mendapat perhatian karena kereta api adalah angkutan transportasi masaal dimana tingkat keselamatan yang tinggi tinggi menjadi tujuan utama agar dapat memberikan jasa yang aman baik bagi penumpang maupun pada pihak ketiga. Kebijakan atau strategi untuk meningkatkan faktor keselamatan kereta api dilakukan dengan dengan maksud dan tujuan untuk pencegahan terhadap sumber-sumber penyebab kecelakaan yang potensial menimbulkan korban jiwa, korban luka berat, ataupun kerugian finansial. Dengan tujuan utama mengurangi resiko kecelakaan fatal pada personil teknik maupun personil pengoperasian. Strategi pencegahan difokuskan pada penerapan teknologi keselamatan dan meningkatkan sistem atau prosedur yang yang berkaian dengan masalah keselamatan. Berdasarkan data-data kecelakaan kereta api seperti yang telah disampaikan di depan, maka untuk menekan tingkat kecelakaan kereta api secara efektif diprioritaskan pada langkah-langkah seperti tersebut di bawah. Mencegah Tabrakan KA vs Ka Tindakan pencegahan untuk mengurangi kecelakaan akibat tabrakan KA dengan KA merupakan langkah yang sangat strategis mengingat kecelakaan tersebut masuk dalam kategori malapetaka (catastrophic) yang sangat potensial menimbulkan korban jiwa, finansial maupun dampak sosial yang sangat besar. Berdasarkan sumber penyebab dan dan kontribusinyaseperti yang disampaikan pada tabe dibawah, maka fokus utama pencegahan adalah untuk mengeliminasi kelalaian atau kesalahan dari personil teknik atau pengoperasian kereta api. Mengurangi/mencegah tabrakan KA vs kendaraan umum Untuk mengurangi frekuensi tabrakan KA vs Kendaraan Umum di perlintasan sebidang adalah dengan menerapkan teknologi untuk meningkatkan kehandalan persinyalan, baik perlintasan yang memiliki pintu/penjaganya ataupun yang tidak. Teknologi yang saat ini tersedia dan dan dirasa tepat untuk tujuan tersebut adalah dengan memasang alat pendeteksi dini kedatangan kereta.

Mencegah atau mengurangi KA anjlok Untuk mencegah atau mengurangi frekuensi KA anjlok, khususnya di wilayah yang memiliki utilisasi tinggi tetapi diduga jaringan relnya tidak sepenuhnya layak guna (khususnya di wilayah Sumatera Selatan) maka perlu dilakukan deteksi dini kondisi rel. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan kondisi rel secara konprehensif dan mempertimbangkan keterbatasan dana. Sehingga pemeliharaan rel (perawatan, rehabilitasi, penggantian) dapat dilakukan secara optimal. Teknologi yang tersedia untuk deteksi kondisi rel antara lain UFD (Ultrasonic Flaw Detector).

Anda mungkin juga menyukai