Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non infeksi

makin menonjol, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perbaikan tingkat sosial ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Penyakit infeksi dan defisiensi gizi makin lama makin sedikit, sedangkan berbagai penyakit non-infeksi, termasuk penyakit kongenital makin dikenal. Dalam bidang kardiologi, insidensi penyakit jantung bawaan semakin meningkat ditandai dengan makin meningkatnya konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis lain ke konsultan jantung. Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang paling sering dijumpai, meliputi hampir 30% dari seluruh kelainan bawaan. Para petugas medis merupakan ujung tombak dalam deteksi dini bayi dengan penyakit jantung bawaan, oleh karena itu kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung bawaan perlu terus ditingkatkan, mengingat insidensi penyakit ini cukup tinggi yaitu hampir 1% dari semua bayi yang lahir hidup. Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui. Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar x telah diduga sebagai penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita ibu pada awal kehamilannya dapat menyebabkan penyakit jantung bawaan pada bayinya, terutama duktus arteriosus persisten. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab tersebut harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu kedelapan pembentukan jantung sudah selesai. Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu penyakit jantung bawaan non-sianotik dan sianotik. Jumlah pasien penyakit jantung bawaan non-sianotik jauh lebih besar daripada sianotik, yakni berkisar antara 3 sampai 4 kali. Penyakit jantung bawaan non-sianotik salah satunya adalah duktus arteriosus persisten (DAP) yang akan dibahas lebih lanjut pada referat ini.

BAB II ISI 1. Ductus Arteriosus 1.1 Definisi Duktus arteriosus adalah pembuluh darah janin yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri langsung dengan aorta desendens. Pada janin, duktus arteriosus dapat tetap terbuka karena produksi dari prostaglandin E2 (PGE2). Pada bayi baru lahir, prostaglandin yang didapat dari ibu (prostaglandin maternal) kadarnya menurun sehingga duktus arteriosus tertutup dan berubah menjadi jaringan parut dan menjadi ligamentum arteriosum yang terdapat pada jantung normal.

1.2 Penutupan Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir, jadi pirau ini berlangsung relatif singkat. Penutupan permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Bila terjadi hipoksia (akibat penyakit paru, asfiksia dan lain-lain) maka tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi aliran pirau berbalik dari arteri pulmonalis ke aorta melalui duktus arteriosus. Pemberian oksigen 100% akan menyebabkan kontriksi duktus. Berbagai faktor diduga berperan dalam penutupan duktus : y Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi dari otot polos dari dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus dimediasi oleh bradikinin. Oksigen yang mencapai paru2

paru pada waktu pernafasan pertama merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek kontraktil yang poten terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam darah arteri setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50 mmHg, dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Sebaliknya hipoksemia akan membuat duktus melebar. Karena itulah DAP lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernapasan, prematuritas, dan bayi yang lahir di dataran tinggi. y Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan konstriksi duktus. y Penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus sebaliknya pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus. Sifat ini digunakan dalam tata laksana pasien : i. Pada bayi prematur dengan DAP pemberian inhibitor prostaglandin seperti indometasin menyebabkan penutupan duktus, efek ini hanya tampak pada duktus yang imatur, khususnya pada usia kurang dari 1 minggu, dan tidak pada bayi cukup bulan. ii. Pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung sianotik yang bergantung pada duktus (kehidupan bayi bergantung pada duktus), maka pemberian prostaglandin akan menjamin duktus yang paten. Infus prostaglandin ini telah menjadi prosedur standar di banyak pusat kardiologi karena sangat bermanfaat, namun harganya sangat mahal. Bila oksigenisasi darah arteri pascalahir tidak memadai, maka penutupan duktus arteriosus tertunda atau tidak tejadi. Angka kejadian DAP pada anak yang lahir di dataran tinggi, lebih besar daripada di dataran rendah. Pada beberapa jenis kelainan jantung bawaan, bayi hanya dapat hidup apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Termasuk di dalam golongan lesi yang bergantung pada duktus ini (duct dependent lesions) adalah atresia pulmonal, stenosis pulmonal berat, atresia aorta, koartaksio aorta berat atau interrupted aortic arch, dan sebagian pasien transposisi arteri besar.

2. Persisten Ductus Arteriosus 2.1 Definisi Patent Ductus Arteriosus (PDA) atau Duktus Arteriosus Paten (DAP) adalah kelainan jantung kongenital (bawaan) dimana tidak terdapat penutupan (patensi) duktus arteriosus yang menghubungkan aorta dan pembuluh darah besar pulmonal setelah 2 bulan pasca kelahiran bayi. Biasanya duktus arteriosus akan menutup secara normal dalam waktu 2 bulan dan meninggalkan suatu jaringan ikat yang dikenal sebagai ligamentum arteriosum. PDA dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri (isolated), atau disertai kelainan jantung lain.

2.2 Anatomi dan Hemodinamik Sebagian besar kasus DAP menghubungkan aorta dengan pangkal arteri pulmonal kiri. Bila arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri, jarang duktus terletak di kanan bermuara ke arteri pulmonalis kanan. Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi vaskular paru menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan berfungsi sebaliknya, bila semula mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Dalam keadaan
4

normal duktus mulai menutup, dan dalam beberapa jam secara fungsional sudah tidak terdapat lagi arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Apabila duktus tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila resistensi vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri pulmonalis makin meningkat. Pada auskultasi pirau yang bermakna akan memberikan bising sistolik setelah bayi berusia beberapa hari, sedang bising kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi berusia 2 minggu. Dengan tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh akan kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya bukaan pada duktus mempengaruhi jumlah darah yang mengalir balik ke paruparu. DAP umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal dengan perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya.

2.3 DAP pada bayi preterm/prematur DAP pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur duktus yang normal. Tetap terbukanya duktus arteriosus terjadi karena hipoksia dan imaturitas. Bayi yang lahir prematur,makin muda usia kehamilan, makin besar pula presentase DAP oleh karena duktus dipertahankan tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya bayi lahir. Karena itu DAP pada bayi prematur dianggap sebagai developmental patent ductus arteriosus, bukan structural patent ductus arteriosus seperti pada bayi cukup bulan. Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat napas akibat kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru tidak kolaps), DAP sering bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang semula sesaknya sudah berkurang menjadi sesak kembali disertai takhipnoe dan takikardi.

2.4 Etiologi DAP dapat disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah pengaruh lingkungan pada waktu bayi dalam kandungan, pewarisan gen-gen yang mengalami perubahan atau mutasi, dapat juga merupakan tanda dari suatu sindroma tertentu, atau juga karena kombinasi berbagai faktor genetik dan faktor lingkungan yang bersifat multifaktorial. Faktor pengaruh lingkungan dapat meningkatkan resiko bayi terkena DAP, diantaranya adalah pajanan terhadap rubella pada waktu di dalam kandungan, persalinan prematur, dan lahir di dataran tinggi. DAP dapat berupa suatu kondisi yang diturunkan dari keluarga dengan riwayat DAP atau bisa berupa bagian dari sindroma tertentu. DAP juga bisa disebabkan karena adanya mutasi gen spesifik yang menyebabkan cacat pada pembentukan jaringan elastik yang membentuk dinding duktus arteriosus. Gen-gen yang menyebabkan DAP saat ini belum dapat diidentifikasi, tetapi DAP diketahui dapat diturunkan secara autosomal dominan atau autosomal resesif. Pada kebanyakan kasus, penyebab DAP bersifat multifaktorial karena kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor ini menyebabkan cacat pada proses pembentukan jaringan elastik pada dinding duktus arteriosus. 2.5 Faktor Resiko  Prematuritas  BBLR/SGA  Pada waktu hamil trimester pertama, ibu terkena infeksi rubella/campak jerman  Tinggal pada dataran tinggi dan pada tekanan oksigen atmosfer yang rendah

 Hipoksia. 2.6 Patofisiologi Oleh karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka ada pirau dari kiri ke kanan melalui duktus arteriosus, yaitu dari aorta ke arteri pulmonal. Luasnya pirau tersebut tergantung dari ukuran DAP dan rasio dari resistensi pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada kasus yang ekstrim, 70% darah yang dipompa ventrikel kiri akan mengalir melalui DAP ke sirkulasi pulmonal. Jika ukuran DAP kecil, tekanan antara arteri pulmonal, ventrikel kanan, dan atrium kanan normal. Jika DAP besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik pada waktu sistol dan diastol. Pasien dengan DAP yang besar mempunyai resiko tinggi terjadinya berbagai komplikasi. Tekanan nadi yang tinggi disebabkan karena lolosnya darah ke arteri pulmonal ketika fase diastol. 2.7 Insidensi  Wanita lebih sering terkena 2-3 kali lebih banyak dari pria.  Lebih sering terjadi pada ba.pyi kurang bulan, 20% pada bayi prematur lebih dari 32 minggu masa kehamilan, 60% pada bayi kurang dari 28 minggu masa kehamilan. 2.8 Manifestasi Klinik Semakin besar bukaan yang dialami pada DAP secara otomatis volume darah ke paru-paru jadi meningkat. Pada bayi ataupun anak yang menderita DAP akan menampakkan gejala seperti:  Tidak mau menyusu  Berat badannya tidak bertambah  Berkeringat secara berlebihan  Kesulitan dalam bernafas  Jantung yang berdenyut lebih cepat  Mudah kelelahan  Pertumbuhan terhambat. Gejala-gejala diatas menunjukkan telah terjadi gagal jantung kongestif. Sementara bila bukaan pada DAP berukuran kecil resiko gagal jantung kongestif relatif tidak ada, hanya perlu diperhatikan adanya resiko endokarditis. Endokarditis bisa berakibat fatal apabila tidak diberikan tindak lanjut medis yang semestinya.
7

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan tanda-tanda (Sign):  Takhipnoe  Takikardi  Banyak berkeringat  Sianosis Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler disebut water hammer pulse. Hal ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol maupun diastol, sehingga didapat tekanan nadi yang besar. Pada pemeriksaan fisik jantung Palpasi : Thrill sistolik yang paling jelas teraba pada ICS II kiri yang dapat menyebar ke sekitarnya Dengan meningkatnya tekanan arteri pulmonal, bunyi jantung II mengeras sehingga dapat teraba pada sela iga II tepi kiri sternum. Auskultasi : Bunyi jantung pertama sering normal, diikuti sistolik click. Bunyi jantung kedua selalu keras, terkeras di sela iga II kiri. Machinery murmur yang punctum maksimumnya pada ICS II linea sternalis kiri. Bising pada waktu sistol bersifat kresendo dengan puncak pada bunyi jantung II sedangkan bising pada fase diastol bersifat dekresendo, terbaik didengar pada posisi berbaring, sifat, tempat, dan intensitas bising tidak dipengaruhi respirasi. Pasien dengan pirau yang besar, dapat terdengar murmur mid-diastolik pada presentasi katup mitral yang terdengar pada daerah apeks sebagai hasil dari peningkatan volume aliran darah yang melewati katup mitral. 2.8.1. DAP kecil Biasanya asimptomatik dengan tekanan darah dan tekanan nadi normal. Jantung tidak membesar. Kadang terasa getaran bising disela iga ke-2 sternum. Terdapat bising

kontinu (continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk DAP di daerah subklavia kiri. Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau arteri pulmonaldffis. 2.8.2. DAP sedang Gejala biasa timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran nafas namun biasanya berat badan masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan. Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding anak normal. Bila nadi radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan dijumpai pulsus seler, tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Teraba getaran bising didaewrah sela iga 1-2 parasternal kiri dan bising kontinu di sela iga 2-3 dari parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Bising middiastolik di apeks sering dapat didengar akibat bertambahnya pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral relatif). Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi paru yang meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri. 2.8.3. DAP besar Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien tidak nafsu makan sehingga berat badan tidak bertambah. Tampak dispnoe dan takhipnoe dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu atau bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apex karena aliran darah berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relatif). Bunyi jantung ke-2 tunggal dan keras. Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian bawah. Semua penderita DAP besar yang tidak dilakukan operasi biasanya menderita hipertensi pulmonal.

Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak hipertrofi biventrikular dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri. 2.8.4. DAP besar dengan hipertensi pulmonal. Pasien dengan DAP besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif sehingga akhirnya irreversible, dan pada tahap tersebut operasi korektif tidak dapat dilakukan. 2.9. Diagnosis DAP biasanya dipikirkan bila pada bayi atau anak teraba nadi yang kuat dan terdengar bising kontinu. Hal ini harus dibedakan dengan penyakit jantung non sianotik lain yang memberikan tanda yang sama termasuk AP-Window dan fistula artrio-vena. Pada bayi yang sangat muda mungkin baru terdengar bising sistolik sehingga harus dibedakan dengan pasien defek septum ventrikel. Umumnya echocardiografi diperlukan untuk memastikan diagnosis. Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk diagnosis, dan hanya dilakukan bila dikhawatirkan ada hipertensi pulmonal, atau direncanakan penutupan duktus dengan alat kateter khusus. Bila dilakukan, kateterisasi jantung pasien DAP tanpa komplikasi akan menunjukkan hasil adanya peningkatan saturasi oksigen di arteri pulmonalis akibat pirau dari aorta yang tekanannya tinggi ke arteri pulmonalis yang tekanannya rendah. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa antara lain  Echocardiografi  EKG  Rontgen foto thorax  Cardiac catheterization 2.10 Penatalaksanaan Ada beberapa metode pangobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk mengatasi gangguan fungsi jantung pada DAP, dan sangat bergantung dari ukuran bukaan pada duktus
10

dan yang utama usia pasien. Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi pulmonal. Pada bayi prematur, duktus arteriosus sering menutup sendiri pada minggu pertama setelah lahir. Pada bayi aterm, duktus arteriosus akan menutup dalam beberapa hari pertama setelah lahir. Jika duktus tidak menutup dan menimbulkan masalah, obat-obatan dan tindakan bedah dibutuhkan untuk menutup duktus arteriosus. Medikamentosa Dapat menggunakan antiinflamasi nonsteroid (AINS), seperti ibuprofen atau indometasin, untuk membantu penutupan duktus arteriosus pada bayi prematur sebelum usia 10 hari. AINS memblok prostaglandin yang mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka. Pada bayi prematur dengan DAP dapat diupayakan terapi farmakologis dengan memberikan indometasin intravena atau peroral dosis 0,2 mg/kgBB dengan selang waktu 12 jam diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia kurang dari satu minggu, yang dapat menutup duktus pada kurang lebih 70% kasus, meski sebagian akan membuka kembali. Pada bayi prematur yang berusia lebih dari satu minggu indometasin memberikan respon yang lebih rendah. Pada bayi aterm terapi ini tidak efektif. Bila usaha penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif menetap, bedah ligasi DAP perlu segera dilakukan. Bila tidak ada tanda-tanda gagal jantung kongestif, bedah ligasi DAP dapat ditunda akan tetapi sebaiknya tidak melampaui usia 1 tahun. Prinsipnya semua DAP yang ditemukan pada usia 12 minggu, harus dilakukan intervensi tanpa menghiraukan besarnya aliran pirau. Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat menggunakan tindakan dengan kateter. Pada DAP dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung diberikan terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan menunda operasi 3-6 bulan sambil menunggu kemungkinan duktus menutup. Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis, secepat-cepatnya dilakukan operasi pemotongan atau pengikatan duktus. Pemotongan lebih diutamakan daripada pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi kemudian. Pada duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak mungkin atau jika dilakukan akan mengandung resiko.
11

Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut: 1. DAP pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa. 2. DAP dengan keluhan. 3. DAP dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa. Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita DAP yang usianya lebih dewasa, adalah mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila akan menjalankan operasi minor lain (contoh: operasi amadel) ataupun perawatan gigi, untuk menghindari kemungkinan resiko endokarditis. 2.11 Prognosis Pasien dengan DAP kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada gejala. Pengobatan termasuk pembedahan pada DAP yang besar umumnya berhasil dan tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup dengan normal. 2.12 Komplikasi DAP yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala. DAP yang lebih besar yang tidak diterapi dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, infeksi paru berulang, aritmia atau gagal jantung yang merupakan kondisi kronis dimana jantung tidak dapat memompa darah dengan efektif. DAP menyebabkan gagal jantung pada 15% bayi prematur dengan berat badan lahir <1750g>14 Seseorang yang mempunyai masalah struktural pada jantung, seperti DAP, mempunyai resiko yang tinggi terkena endokarditis dibanding orang normal. Sindrom Eisenmenger biasanya terjadi pada penderita dengan DAP besar yang tidak mengalami penanganan pembedahan.

12

BAB III KESIMPULAN DAP adalah sebuah kondisi dimana duktus arteriosus yang seharusnya menutup dalam rentang waktu normal, tetap dalam keadaan terbuka hingga otomatis mengganggu fungsi normal jantung. Kelainan Jantung Bawaan DAP umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal dengan perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya. Gejala dan tanda-tanda yang muncul pada pasien dengan DAP tergantung dari seberapa besar bukaan yang terjadi pada DAP. Semakin besar bukaan yang terjadi semakin berat gejalanya dan komplikasi yang akan terjadi. Ada beberapa metode pengobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk mengatasi gangguan fungsi jantung pada DAP, dan sangat bergantung dari ukuran bukaan pada duktus dan yang utama usia pasien. Pemberian obat-obatan secara oral bisa dilakukan untuk membuat duktus mengkerut dengan sendirinya. Apabila berhasil maka bisa proses pembedahanpun bisa dihindari. Tetapi bila tidak berhasil dengan pemberian obat-obatan secara oral, dan kondisi DAP memperburuk kesehatan pasien secara umum, maka akan dilakukan operasi. Pasien dengan DAP kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada gejala. Pengobatan termasuk pembedahan pada DAP yang besar umumnya berhasil dan tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup dengan normal.

13

Anda mungkin juga menyukai