Anda di halaman 1dari 18

RINGKASAN DAN SUMMARY Upaya pemberdayaan wanita Tuna Susila dalam Perspektif gender di kota Bitung : Oleh Erna

ngala S.Sos Msi dan kalsum Yusuf S.Sos Berbagai alasan terjadinya wanita tuna susila akibat ketidak adilan gender yaitu sub ordinasi yang sudah merupakan masalah sosial yang perlu ditanggulangi oleh Pemerintah dan masyarakat karena akan berakibat pada penyakit HIV dan AIDS. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam hubungannya dengan perspektif gender dan berapa besar daya determinasi upaya pemberdayaan wanita tuna susila agar terjadi perubahan perilaku.Penelitian ini adalah penelitian populatif berjumlah 150 responden wanita tuna susila sebagai warga kota Bitung. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis data adalah korelasi produc momen Karl Pearson .. Berdasarkan hasil penelitian dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam perspektif gender di Kota Bitung dinyatakan dengan hasil penelitian bahwa r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0, 210 pada taraf signifikansi 1% sedangkan pada taraf signifikansi 5% dinyatakan r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0,159 berarti hipotesis diterima. Untuk mengetahui besarnya daya determinasi atau tingkat kepercayaan upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam perspektif gender di Kota Bitung hasilnya adalah 63% yang berarti perubahan perilaku 63% ditentukan oleh kerjasama, bimbingan sosial, dan ketrampilan .. Melalui bimbingan sosial dapat menumbuhkan, memupuk dan kesadaran, disiplin dan tanggungjawab sosial tersebut dapat memberikan

mengembangkan

dilaksanakan secara terus menerus melalui bimbingan sosial

motivasi tentang usaha kesejahteraan sosial kepada masyarakat agar mampu mencegah dan mampu mengatasi permasalahan social yaitu meningkatnya wanita tuna susila yang dihadapi secara swadaya dan terarah.

Strive the enableness [of] scarlet woman in In perpective of gender [in] town Bitung : By Erna Ngala S.Sos Msi and kalsum Yusuf S.Sos SUMMARY Various reason of the happening of scarlet woman of effect of injustice gender that is sub ordinasi represent the social problem which require to be overcome by Government and society because will cause at disease of HIV and AIDS. Research Target is to know how effort of enableness of scarlet woman in its [relation/link] in perpectively is gender and how big energy determinasi strive the enableness ] scarlet woman so that happened by the this change perilaku.Penelitian [is] research populatif amount to 150 responder of scarlet woman as towny Bitung. Method of data collecting use the kuesioner and analyse the data is correlation of produc momen Karl Pearson.Pursuant to research result with the hypothesis expressing that there are effort of enableness of scarlet woman in in perpective gender in Town Bitung expressed with the research result that r count 0,792 bigger than r of tables of 0, 210 at level signifikansi 1% while at level signifikansi 5% expressed by r count 0,792 bigger than r is tables of 0,159 meaning hypothesis accepted. To know the level of energy determinasi or mount the belief strive the enableness of scarlet woman in in perpective of gender in its Town Bitung result is 63% meaning behavioral change 63% determined by cooperation, social tuition, and skilled . Through social tuition can grow, fertilizing and developing awareness, the social and tanggungjawab discipline executed continually through social tuition can give the motivation of about effort social prosperity to society of so that able to prevent and able to overcome the problems social that is the increasing of scarlet woman faced self-supportingly and directional

RINGKASAN Upaya pemberdayaan wanita Tuna Susila dalam Perspektif gender di kota Bitung : Oleh Erna ngala S.Sos Msi dan kalsum Yusuf S.Sos Berbagai alasan terjadinya wanita tuna susila akibat ketidak adilan gender yaitu sub ordinasi yang sudah merupakan masalah sosial yang perlu ditanggulangi oleh Pemerintah dan masyarakat karena akan berakibat pada penyakit HIV dan AIDS. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam hubungannya dengan perspektif gender dan berapa besar daya determinasi upaya pemberdayaan wanita tuna susila agar terjadi perubahan perilaku.Penelitian ini adalah penelitian populatif berjumlah 150 responden wanita tuna susila sebagai warga kota Bitung. Metode pengumpulan

data menggunakan kuesioner dan analisis data adalah korelasi produc momen Karl Pearson .. Berdasarkan hasil penelitian dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam perspektif gender di Kota Bitung dinyatakan dengan hasil penelitian bahwa r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0, 210 pada taraf signifikansi 1% sedangkan pada taraf signifikansi 5% dinyatakan r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0,159 berarti hipotesis diterima. Untuk mengetahui besarnya daya determinasi atau tingkat kepercayaan upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam perspektif gender di Kota Bitung hasilnya adalah 63% yang berarti perubahan perilaku 63% ditentukan oleh kerjasama, bimbingan sosial, dan ketrampilan .. Melalui bimbingan sosial dapat menumbuhkan, memupuk dan kesadaran, disiplin dan tanggungjawab sosial tersebut dapat memberikan

mengembangkan

dilaksanakan secara terus menerus melalui bimbingan sosial

motivasi tentang usaha kesejahteraan sosial kepada masyarakat agar mampu mencegah dan mampu mengatasi permasalahan social yaitu meningkatnya wanita tuna susila yang dihadapi secara swadaya dan terarah.

Bab I. Pendahuluan Terjadinya wanita tuna susila karena, adanya keinginan dan dorongan untuk menyalurkan kebutuhan seks khususnya di luar ikatan perkawinan, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks, karena merosotnya norma-norma susila dan keagamaan sebagai jalan pintas untuk memenuhi suatu keinginan. karena tidak memiliki ketrampilan untuk mendapatkan pekerjaan. Berbagai alasan terjadinya wanita tuna susila akibat gender dan sub ordinasi yang sudah merupakan masalah sosial yang perlu ditanggulangi oleh Pemerintah dan masyarakat karena akan berakibat pada penyakit HIV dan AIDS. Dari data wawancara dengan Dinas Kesehatan Bitung ternyata 10 orang yang terjangkit AIDS dan 1 orang meninggal sisanya dalam perawatan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah serta instansi yang terkait untuk mengadakan bimbingan social memberikan ketrampilan namun sampai saat ini pekerjaan sebagai wanita susila masih tetap ada melalui germo

germo dengan perjanjian untuk mendapatkan pekerjaan yang layak namun karena keadaan terpaksa harus menjadi wanita tuna susila. Melalui kerja sama instansi terkait para wanita tuna susila perlu diberikan bimbingan social sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat (2) dan pasal 34 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Selanjutnya dasar hukum pasal 285-295 berkaitan dengan perkosaan dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Selanjutnya pasal 296 KUHP mengenai wanita tuna susila tersebut menyatakan bahwa barang siapa pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak banyaknya seribu rupiah. Apabila setiap wanita tuna susila mengetahui dan mengerti semua undang-undang yang ada mereka akan berusaha mengikuti ketrampilan-ketrampilan yang diupayakan oleh Dinas Sosial untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga terjadi perubahan perilaku dapat menciptakan lapangan kerja bagi sesama . Bab 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Sampai sejauh manakah upaya pemberdayaam hubungannya dengan perspektif gender 2. Bagaimanakan upaya pemerintah memberdayakan wanita tuna susila agar terjadi perubahan perilaku . Bab 3. Tinjauan Pustaka 1. Upaya pemberdayaan wanita Tuna susila Wanita tuna susila atau prostitusi merupakan suatu masalah sosial yang menurut Vembriarto ST (1986:13) dinyatakan bahwa masalah sosial adalah suatu kondisi atau proses dalam masyarakat yang dilihat dari suatu sudut yang tidak diinginkan. Kondisi yang tidak diinginkan itu dipandang salah atau abnormal. Wanita tuna susila atau Prostitusi itu berasal dari bahasa latin pro-stituere atau prostauree yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, wanita tuna susila dalam

percabulan, pergendakan sedangkan prostitute adalah pelacur atau sundal, yang dikenal pula dengan WTS atau wanita tuna susila. (Kartini Kartono (1991:199) Adapun motif-motif yang melatar belakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita disebabkan oleh antara lain 1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran. 2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami 3 Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan; ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik 3. Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah, ingin hidup bermewahmewahan namun malas bekerja. 4. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk : film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang mempraktekkan relasi seks, dan lain-lain. Selanjutnya menurut De Bruine Van Anstel yang disadur oleh Kartini Kartono (1991:2005) menyatakan bahwa prostitusi adalah penyerahan diri wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran. Dari uraian diatas jelas ada unsurunsur ekonomis dan penyerahan diri wanita dilakukan secara berulang-ulang atau terus menerus dengan banyak laki-laki.Dari uraian diatas maka upaya untuk memberdayakan wanita tuna susila. Suharto Edi (2005:59) pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan Ife (995) yang disadur oleh Suharto Edi (2005:58) pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Sehingga Parsons (1994) Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi

kehidupannya

dan

kehidupan

orang

lain

yang

menjadi

perhatiannya. Oleh karena itu

untuk memberdayakan wanita tuna susila perlu sebabai berikut:

ada kerja sama Polri Depsos dan organisasi sosial untuk merazia wanita susila kemudian diberi bimbingan sosial serta ketrampilannya a. Kerjasama antara Depsos dan Polri dalam Razia Emile Dukheim (1951) disadur oleh Liliweri (1997:175) istilah komunikasi profesional sebagai faktor yang bertanggung jawab atas peningkatan dan kemunduran kohesivitas dan solidaritas kelompok. Istilah kohesi dan kohesivitas mengacu pada kecenderungan para anggota kelompok agar tetap bersatu. Hal ini dapat diukur dengan ada atau tidaknya semangat kita kerjasama dalam satuan waktu tertentu.Siagian (1991:347) menyatakan bahwa hubungan industrial yang didasarkan atas semangat kerjasama tidak terbatas hanya pada pemberian kesempatan kepada para pekerja untuk memberikan saran-saran tentang cara-cara kerja yang lebih efisien efektif dan produktif.Selanjutnya menurut Liliweri (1997:177) mengatakan bahwa sejauh mana manusia dapat bekerjasama dalam beragam bentuk kebutuhan serta harapan yang berbeda-beda. Karena itu kepuasan atas hasil kerjasamapun berbeda-beda di antara manusia. Hendropuspito (1989) Kerjasama adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan yang sama. Hendropuspito (1989:259) mengemukakan bahwa bilamana kerjasama berlaku luas tujuan yang hendak di capai untuk efektivitas yang tinggi, bahwa kerjasama yang di anggap sangat sesuai ialah organisasi dan birokrasi..Liliweri (1997:260) mengemukakan melalui kelompok manusia dihimpun untuk berinteraksi dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama. b. Bimbingan Sosial Menurut S. Bowers yang disadur oleh Hariwoerjanto (1997:50) menyatakan bahwa definisi bimbingan sosial pengetahuan tentang ilmu mengadakan hubungan adalah suatu seni yang mempergunakan dan ketrampilan (Skills) dalam kemampuan-kemampuan dalam relasi manusia untuk memobilisir dan Organisasi Sosial yang terkait

individu-individu itu dan sumber-sumber yang tersedia dalam masyarakat guna

penyesuaian yang lebih

baik

diantara klien dan semua atau sebagian dari kesadaran, disiplin dan tanggungjawab sosial

lingkungannya.Sudarsono (1994:37) mengemukakan tentang upaya menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan tersebut dilaksanakan secara terus menerus melalui penyuluhan dan bimbingan sosial yaitu suatu proses pemberian motivasi tentang usaha kesejahteraan sosial kepada masyarakat agar mampu mencegah dan mampu mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi secara swadaya dan terarah. Selanjutnya Stroup yang disadur oleh Hariwoerjanto (1997:51) mengemukakan bahwa bimbingan sosial adalah suatu proses terutama menolong individu, dengan dasar hubungan pribadi, untuk (1990:10) menyatakan bahwa bimbingan sosial mempunyai mencapai tingkat perkembangan pribadi setinggi mungkin. Oleh karena itu Tambunan A.M. sasaran pokok yaitu perubahan sikap mental (mental attitude) masyarakat untuk diarahkan kepada perubahan yang positif dan dinamis. Dengan menghilangkan hambatan-hambatan untuk bisa ditumbuhkan dan dikembangkan kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial masyarakat, sehingga dengan swa-daja, swa sembada dan swa karyanya bisa direalisir dengan usaha-usaha positif, promotif sesuai dengan tuntutan perubahan yang berlangsung. Kemudian Hariwoerjanto (1997:50) mengemukakan bahwa bimbingan sosial perorangan (Social Case Work) ialah suatu proses yang terutama menaruh minat dalam menolong individu-individu, atas dasar orang seorang untuk mencapai tingkat perkembangan sehingga klien didalam suatu ikatan (social casework) memperbaiki kepribadian tertinggi, (penyandang masalah) ini akhirnya dapat menolong diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Friedlander yang disadur oleh

Harywoerjanto (1997:50) menyatakan bahwa definisi bimbingan sosial perorangan sebagai cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk sosialnya dari penyesuaian sosialnya sehingga bimbingan

memungkinkan mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat. c. Pemberdayaan wanita tuna susila melalui Keterampilan Sehingga Parsons (1994) Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Oleh karena itu Ketrampilan adalah merupakan pendidikan non formal yang diberikan pada wanita prostitusi agar dapat mencari pekerjaan yang layak. Menurut

Rousseau dalam Vembriarto (1991:62) menyatakan bahwa ketrampilan praktek dapat menunjang pendidikan tidak sebagai latihan yang sempit melainkan sebagai sumber bagi perkembangan moral. Sagir (1995:35) ketrampilan akan mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas, melalui ketrampilan yang dapat diperoleh akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Selanjutnya menurut Dewey dalam Vembriarto (1992:63) menyatakan bahwa dikhotomi antara pendidikan dan latihan ini dapat diatasi apabila didalam mempelajari pengetahuan praktek anak dirangsang untuk menjelajahi ruang lingkup perkembangan intelek yang diperolehnya dari berbagai macam mata pelajaran. d.Perspektif Gender. Gender sering di salah artikan bahkan sering di samakan dengan seks yang lebih fatal lagi minimnya pemahaman masyarakat terhadap pengetahuan Gender. Ketika kita menyebut gender pemikiran langsung menjurus pada perempuan dan persoalan-persoalannya. Padahal gender menyangkut persamaan kedua seks, perempuan dan laki-laki. Tetapi kemudian fenomena menunjukan terdapat Gep antara laki-laki dan perempuan, sehingga terjadi ketidak seimbangan mengakibatkan masalah-masalah sosial.dalam masyarakat, para peneliti sering mengistilahkan gender dengan masalah perempuan. kemudian gender di samakan dengan seks sebab dasar pembentukan sifat gender terletak pada seks. Seks merujuk pada hubungan biologis dengan peran preproduksi sedangkan Gender merujuk pada hubungan sosial terhadap peran jenis kelamin. (Jenny T, 1998:142) Gender merupakan istilah dari rekayasa sosial terhadap peran perempuan dan lakilaki dalam masyarakat, menurut Jenny dalam arti gramatis merupakan analogi artificial dari seks yang bersifat alami (1998:139). Menurut Jenny manusia memiliki kedua sifat gender maskulin/feminim berdasarkan pembawaan seks untuk memperoleh kejelasan gender feminim/maskulin di tentukan oleh besar kecilnya efek dari rangsangan yang di terima. Jika sifat feminim yang di terima lebih besar maka reaksi prilaku berbentuk feminisme, walaupun berjenis kelamin laki-laki. Gender di tentukan oleh lingkungan yang mendidik dia melalui sosialisasi bagaimana cara memperlakukannya serta penanaman nilai, norma tentang apa yang layak dan tidak layak di lakukan seseorang dengan seks yang melekat pada dirinya. Istilah Maskulin untuk gender laki-laki dan

feminim untuk gender perempuan serta pemaknaan munculnya fenomena sosial (Jane C.O, Hellen, 2002) terhadap aktifitas perempuan dalam perekonomian gratis dan tenaga kerja murah serta struktural keluarga dan masyarakat. Jenny penulis etika sosial menyatakan gender merujuk pada struktur artifial (buatan/tidak alami), di ciptakan oleh disfungsi-disfungsi sosial. Menurutnya gender terbentuk oleh adanya pemisahan peran peran sosial dalam masyarakat secara unifersal. Masyarakat telah memberi batasan sosial yang sangat berpengaruh terhadap prilaku laki-laki terhadap perempuan bahkan prilaku perempuan terhadap perempuan itu sendiri. Berdasarkan pemahaman di atas Ketidak adilan Gender merupakan prilaku yang menginjak harkat dan martabat perempuan sebagai manusia yang memiliki hak asasi yang sama dengan manusia yang lain. Menurut Jane Ketidakadilan Gender sebagai perlakuan yang memperlihatkan pemisahan jenis kelamin dengan adanya ketidak seimbangan system imbalan (Jane,Helen,2002). Para filsuf, kelompok pemukir/pencetus teori (Jane, Helen,2002): (William J G, 2001 ) telah di salah artikan dengan memarjinalisasikan perempuan dalam peran kodrati. Otoritas kepala keluarga telah mengikat bahkan menghilangkan hak perempuan yang telah di undangkan oleh masyarakat.seperti di kemukakan oleh Durkheim perempuan kehilangan hak saat dia menikah (Jani, Hellen ,2002) e Perubahan Perilaku Perubahan berasal dari kata ubah yang berarti lain, beda, kelainan, menjadikan berlainan dengan semula, memperbaiki kesalahan, kelakuan yang kurang baik. Sedangkan kata perubahan diartikan sebagai hal berubahnya sesuatu, pertukaran, peralihan dsb (Poerwadarminta 1989 ; 1115 1116). Kata Perilaku berasal dari kata laku yang artinya perbuatan, kelakuan, cara menjalankan atau berbuat, dan perilaku diartikan sebagai perbuatan, tingkah laku, perangai (Poerwadarminta, 1989:554).Menurut Yulius (1986:278) perilaku disamakan dengan perbuatan yang diartikan sebagai sesuatu yang diperbuat, dilakukan atau melakukan sesuatu pekerjaan atau tindakan.Menurut Saifuddin Azwar (1988:6) mengartikan perilaku (behavior) sebagai reaksi dapat bersifat kompleks. Sedangkan kata sosial berarti segala sesuatu yang mengenai umum masyarakat, kemasyarakatan; menderma, suka dsb) memperhatikan kepentingan (suka menolong,

(Poerwadarminta 1989:961). Perubahan sosial sebagaimana dikemukakan oleh

Pasaribu & Simandjuntak (1988:41) adalah menyangkut semua transformasi yang mempengaruhi struktur sosial dan peri kelakuan suatu masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan perubahan perilaku sosial adalah suatu proses perubahan yang dialami oleh masyarakat menghadapi realitas sosial yang ada dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, lingkungan hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa. Soekanto (1986:282) dikemukakan bahwa perubahan-perubahan dalam masyarakat itu tidak dapat dihindarkan oleh karena setiap perubahan dalam suatu lembaga kemasyarakat akan mengakibatkan pula perubahan-perubahan didalam lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya oleh karena antara lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya kemasyarakatan tersebut selalu ada proses saling pengaruh mempengaruhi secara timbal-balik.Menurut G.H. Mead bahwa kenyataan sosial itu merupakan konstruksi simbol dan mencerminkan usaha manusia untuk menyesuaikan bersama tindakan-tindakan sosialnya sendiri dengan tindakantindakan mereka yang bersifat terbuka dimana mereka itu terlibat (Johnson, 1986:52). Talcott Parson bahwa sesuai dengan teori sistem umum proses jalannya tiap-tiap sistem sosial tergantung dari empat imperatif atau masalah yang harus ditanggulangi secara memadai supaya keseimbangan dan atau keberadaan sistem itu dijamin (Veeger 1986:207). 2. Hipotesis Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:Terdapat Upaya Pemberdayaan wanita Tuna susila dalam hubungannya dengan perspektif gender di Kota Bitung. dan

Bab 4. Tujuan Penelitian 1..Untuk menguraikan sejauh mana upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam hubungannya dengan perspektif gender di kota Bitung. 2. Untuk menguraikan besarnya daya determinasi atau tingkat kepercayaan permberdayaan wanita tuna susila terhadap perubahan perilaku di Kota Bitung. Bab 5. Metode Penelitian

10

Penelitian ini menggunakan pendekatampee;itian desktiptif menggunakan metode penelitian kuantitatif. 1. Populasi

dengan

Populasi menurut Sudjana (1975:5) menyatakan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin hasil perhitungan atau pengukuran nilai kuantitatif dan kualitas dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Oleh karena itu yang menjadi populasi 150 orang wanita tuna susila yang berasal dari Kota Bitung tercatat di Kantor Kepolisian dan Kantor Dinas Sosial. 2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional a.Variabel Penelitian Yang menjadi variabel penelitian dengan variabel X adalah variabel bebas upaya pemberdayaan wanita tuna susila : 1). Kerjasama 2). Bimbingan sosial 3). Ketrampilan Sedangkan yang menjadi variabel Y adalah variabel terikat adalah perspektif gender (perubahan perilaku) b. Definisi Operasional Wanita tuna susila merupakan bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Pelacuran itu berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro stauree yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan. Pergendakan sedang prostitute adalah pelacur atau sundal. Dikenal dengan wanita tuna susila. Kerjasama dalam beragam bentuk kebutuhan serta harapan yang berbedabeda. Karena itu kepuasan atas hasil kerjasamapun berbeda-beda di antara manusia. Bimbingan sosial adalah suatu proses terutama menolong individu, dengan dasar hubungan pribadi, untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi setinggi mungkin.

11

Ketrampilan akan mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas, melalui ketrampilan yang pekerjaan. Perspektif gender adalah persiapan (sosial conditioning), tidak adanya persiapan masyarakat yang di beri kepada anak perempuan dalam mempersiapkan diri bersaing dalam masyarakat sehingga anyak wanita terjerumus menjadi wanita tuna sosial. Perubahan perilaku sosial adalah suatu proses perubahan yang dialami oleh masyarakat menghadapi realitas sosial yang ada dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, lingkungan, dan hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa. 3. Tehnik Pengumpulan Data Observasi, Angket,Wawancara, Kepustakaan.. 4. Tehnik Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dengan Bab 6 . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Berdasarkan diserahkan hasil penelitian melalui angket yang telah disebarkan oleh wanita tuna susila melalui yang telah telah diolah dan dianalis dalam bentuk data. menggunakan dapat diperoleh akan lebih mudah untuk mendapatkan

rumus korelasi product moment Pearson melalui perhitungan angka kasar.

penulis sejumlah responden 150 ke Dinas Sosial

Keterangan kemudian diadakan seleksi, dimana data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian masyarakat diberi penilaian atau score. Score yang diberi abjad A diberi nilai 4, untuk abjad b diberi nilai 3 dan untuk abjad c diberi nilai 2 dan untuk abjad d diberi nilai 1. ..Untuk dapat menentukan dan mengetahui rumus tersebut diatas diperoleh suatu tabel kerja untuk mengetahui besarnya frekuensi dari masing-masing variabel penelitian yaitu sebagai berikut : Diketahui : XY X2 Ditanya = = 46217, X 47763, Y2 : RxY? = = 2665, Y = = 150 2585 44872, N

12

Rumus

: ( x)( y) xy n

rxy

= { x)2 { x) n } y2) n 46.217 - (2665) (2585) 150 (2665)2 (2585)2 ) 44872 ( 150 46217 45926,83 150 ) { y)2

rxy =

47763 (

rxy = (47763 - 47348,17) ( 44872-44548,17) 290,17 rxy = 414,83 x 323,83 290,17 rxy = 134334,399

13

rxy =

290.17 366,516

rxy =

0,79169804319

rxy = 0,792

Ditanya : r2 r2 r2 r2 r2

r2 = rxy x rxy x 100% = 0,792 x 0,792 x 100% = 0,627264 = 0,63 = 63 %

Dari hasil analisis korelasi product moment diatas maka hasilnya adalah rxy atau r hitung adalah 0,792 apabila dibandingkan dengan r tabel pada signifikansi 5% hasilnya adalah r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0,159 sedangkan atau tingkat kepercayaan hasilnya signifikansi 1% hasilnya adalah r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0,210. Untuk mengetahui besarnya daya determinasi adalah 63 %. . 2. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tentang menyatakan bahwa sesuai dengan hipotesis yang terdapat upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam

perspeltif gender di kota Bitung dinyatakan dengan hasil penelitian bahwa r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0, 210 pada taraf signifikansi 1% sedangkan pada taraf signifikansi 5% dinyatakan r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0, 159 berarti hipotesis diterima.Oleh karena itu wanita tuna susila dapat diberdayakan melalui kerja sama Polri Departemen Sosial dan organisasi social razia dan diberi bimbingan social serta sehingga dapat mengurangi wanita tuna susila diadakan diberdayakan melalui ketrampilan yang dalam relasi seksualnya

14

dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Wanita tuna susila pada kenyataanya merupakan profesi yang sangat tua usianya setua umur kehidupan manusia sendiri yaitu berupa tingkahlaku lepas bebas tanpa kendali cabul karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Permasalahan wanita tuna susila kebanyakan berasal dari klas rendahan dimana biasanya kebutuhan material hidupnya adalah relative cukup, namun hidupnya keinginan untuk mendapatkan pakaian dan permata merupakan sebab hingga menyebabkan mereka terjerumus dimana wanita menjual dan melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Hal ini jelas dari data wawancara dengan Dinas Kesehatan Bitung ternyata 10 orang yang terjangkit AIDS dan 1 orang meninggal sisanya dalam perawatan. Untuk menjaring wanita tuna susila telah diadakan penertiban atau razia sesuai Surat Perintah Pelaksanaan Operasi Kepolisian sebagai Kegiatan Penegakan Hukum salah satu sasaran kerja sama dengan Polri, Polisi Pamong Praja, Dinas Kesejahteraan Sosial, Dinas Kesehatan dan tokoh masyarakat serta yang telah terjaring 200 perempuan (wanita tuna susila). Dan diantara 200 WTS tersebut terdapat 150 orang warga Bitung dan 50 orang diluar Kota Bitung yaitu warga Tomohon, Tondano, Kota Bitung untuk didata Langowan, Amurang, Kotamobagu juga terdapat 20 orang dibawah umur. Setelah terjaring wanita tuna susila dibawah ke POLRES kemudian diserahkan ke Dinas Sosial Kota Bitung guna dibina dan diberi

ketrampilan merupakan pemberdayaan dengan lokasinya adalah Kecamatan Bitung Timur bertempat di tenda Biru, Hotel Nalendra, Hotel Fatamorgana, Plaza Bitung. Di Kecamatan Bitung Tengah di Lorong Pepaya, Hotel Phuenix, Hotel/Pub Horizon. Di Kecamatan Bitung Barat yaitu Pub Penginapan D. Bosch, Pub Mayora, penginapan Crysant. Di Kecamatan Bitung Utara Kelurahan Batuputih. Di Kecamatan Bitung Selatan Kelurahan Papusungan. Ternyata dari 200 wanita tuna susila 20 wanita adalah dibawah umur. Dan 5 wanita yang memiliki pekerjaan seks komersial (PSK) di telkom dan lorong pepaya yang pekerjaannya adalah wanita tuna susila . Hal ini jelas bahwa peristiwa penjualan diri sebagai profesi atas mata pencaharian sehari-hari melakukan relasirelasi seksual karena wanita sejak dalam keluarga masalah pendidikan kurang

15

diperhatikan apalagi tentang ketrampilan karena orang tua beranggapan perempuan pasti masuk dapur. Oleh karena itu untuk menanggulangi wanita tuna susila setelah dirazia kemudian diserahkan kepada Dinas Sosial untuk mendapatkan bimbingan social dan ketrampilan. Ketrampilan yang diberikan adalah make up, gunting rambut, krimbat, jahit menjahit mereka dapat bekerja di salon-salon ataupun pada penjahitan pakaian. Apabila dilihat pada tahun tahun sebelumnya 50 % mereka berhasil dan 50 % kembali lagi karena mereka malas dan karena bukan faktor ekonomi tapi faktor seks dan broken home. Oleh karena saat ini lebih diutamakan adalah bimbingan sosial dan pemberian ketrampilan agar mereka tidak kembali menjadi wanita tuna susila tapi ada perubahan perilaku. lagi

Dari hasil wawancara dengan wanita tuna susila ternyata sebahagian dari mereka menyatakan bahwa ingin mendapatkan pekerjaan yang layak dan ada yang menyatakan ada yang ingin uang yang banyak untuk kebutuhan keluarga maupun kebutuhan pribadinya Namun ada yang pekerja seks komersial (PSK) karena tidak ada ketrampilan lain dan sebagian lagi karena faktor lingkungan sehingga ikut ikutan dan akhirnya terjerumus menjadi wabiuta runa susila. Melalui bimbingan sosial dapat menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan kesadaran, disiplin dan tanggungjawab sosial tersebut dilaksanakan secara terus menerus melalui penyuluhan dan bimbingan sosial yaitu suatu proses pemberian motivasi tentang usaha kesejahteraan sosial kepada masyarakat agar mampu mencegah dan mampu mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi secara swadaya dan terarah.Melalui bimbingan sosial dapat menolong individu, dengan dasar hubungan pribadi, untuk mencapai tingkat perkembangan pribadi setinggi mungkin. Oleh karena itu melalui bimbingan sosial mempunyai sasaran pokok yaitu perubahan sikap mental masyarakat untuk diarahkan kepada perubahan yang positif dan dinamis. Bagi wanita yang bermasalah broken home ataupun masalah seks perlu bimbingan sosial perorangan sebagai cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki bimbingan sosialnya dari penyesuaian sosialnya sehingga memungkinkan mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat. Sedangkan wanita yang karena masalah ekonomi perlu diberi ketrampilan untuk mengetahui besarnya daya determinasi atau tingkat kepercayaan upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam perspektif gender hasilnya adalah 63 %

16

yang berarti perubahan perilaku 63% ditentukan oleh kerja sama, bimbingan social dan ketrampilan Dari hasil wawancara dengan Dinas Sosial ternyata 63 % mereka berhasil untuk bekerja pada salon maupun penjahit malah ada yang membuka usaha sendiri. Bagi mereka yang bukan masalah ekonomi tapi karena masalah seks mereka kembali perorangan. VI. PENUTUP
1.

tempat tersebut. Sehingga

memerlukan

bimbingan sosial

Kesimpulan yang terdiri dari 150 orang adalah Warga Kota Bitung dan 50 orang berasal dari luar Kota Bitung dan 150 orang warga Bitung telah diserahkan pada Dinas Sosial Kota Bitung untuk dibina melalui bimbingan sosial dan pemberian ketrampilan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

.1. Masalah wanita tuna susila yang terjaring 200 wanita runa susila

.2. Berdasarkan hasil penelitian dengan hipotesis yang mwenyatakan bahwa terdapat upaya pemberdyaan wanita tuna susila dalam perspektif gender di Kota Bitung dinyatakan dengan hasil penelitian bahwa r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0, 210 pada taraf signifikansi 1% sedangkan pada taraf signifikansi 5% dinyatakan r hitung 0,792 lebih besar dari r tabel 0,159 berarti hipotesis diterima. 3. Untuk mengetahui besarnya daya determinasi Bitung hasilnya adalah 63% yang berarti atau tingkat kepercayaan di Kota perubahan perilaku 63%

upaya pemberdayaan wanita tuna susila dalam perspektif gender ditentukan oleh kerjasama, bimbingan sosial, ketrampilan

.4 Melalui bimbingan sosial dapat menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan kesadaran, disiplin dan tanggungjawab sosial tersebut dilaksanakan secara terus menerus melalui penyuluhan dan bimbingan sosial dapat memberikan motivasi tentang usaha kesejahteraan sosial kepada masyarakat agar mampu mencegah dan mampu mengatasi permasalahan wanita tuna susila secara swadaya dan terarah. 2. Saran

17

.1.

Perlunya tuna susila.

para pemuka agama ikut serta dalam bimbingan sosial termotivasi untuk

secara

pribadi dapat

meninggalkan pekerjaan sebagai wanita

.2. Perlunya perbaikan sarana dan prasarana untuk dapat menampung wanita tuna susila untuk dibina dan diberi ketrampilan agar mereka pekerjaan yang layak. mendapatkan

DAFTAR PUSTAKA Fakih Mansur, 1987. Analisis Gender & Transformasi Sosial, Pustaka Jakarta. Faisal Sanapiah dan Yasik Nur. Sosiologi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya Indonesia Hellen A Moore, 1`996, Sosiologi Wanita, Rineke Cipta Jakarta Johnson Doyle Paul, 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jilid II Gramedia Jakarta Julius Y. 1986, Kamus Baru Bahasa Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya. Yulia Clever Mosse, 19932, Gender dan Pembangiunan Pustaka Pelajar Yogyakarta. Kartono Kartini, 1981. Pathologi Sosial, Penerbit CV. Rajawali Bandung. Siagian H. 1991, Pokok Pembangunan Masyarakat Desa, Alumni Bandung. Soejito Sosrodiharjo, 1986. Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri. Suharto Edy, 2005, Membangun Masyarakat memberdayakat rakyat, PT Rafika Aditia Jakarta Vembriarto St, 1991, Sosiologi Pendidikan, Gunung Agung Yogyakarta. Veeger KJ. 1983, Realita Sosial PT, Gramedia Jakarta. Sumber Lain : 1. UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. 2. UU No. 7 Tahun 1990 tentang Perubahan Nama Kota Administratif Bitung Menjadi Kota Bitung

18

Anda mungkin juga menyukai