Anda di halaman 1dari 15

Agustinah Rizky Amalia 13109131

BAB IV ANALISIS DATA

1. Pengerasan Baja Karbon Pada percobaan yang dilakukan, spesimen yang digunakan adalah baja karbon medium dan baja karbon tinggi. Hal yang pertama dilakukan adalah mengukur kekerasan baja karbon tersebut (uji keras Rockwell). Baja karbon medium memiliki kekerasan awal sebesar 99 HRA dan baja karbon tinggi memiliki kekerasan awal sebesar 79 HRC. Perbedaan kekerasan antara baja karbon medium dan baja karbon tinggi adalah karena kandungan karbonnya. Semakin banyak kandungan karbonnya, maka akan semakin keras baja kerbon tersebut. Dari data yang diperoleh, baja karbon medium terlihat memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada baja karbon tinggi. Hal ini mengkun disebabkan oleh satuan kekerasan yang dipakai. Menurut referensi1, baja karbon dibagi menjadi tiga macam, yaitu baja karbon rendah (0.30% C), baja karbon medium (0.30%<C<0.70%), dan baja karbon tinggi (0.70%<C<1.40%). Setelah dilakukan pengukuran kekerasan, kedua baja karbon tersebut diberikan perlakuan panas, yaitu dipanaskan hingga temperatur austenisasinya (800 oC) selama 30 menit. Alasan dipanaskan hingga temperatur austenisasinya adalah karena fasa austenit () dapat melarutkan banyak karbon, dan dari fasa austenit dapat diubah menjadi fasa-fasa yang lain. Sedangkan, selang waktu 30 menit dilakukan agar terjadi homogenisasi (terbentuk 100% austenit dan temperatur yang tersebar merata pada spesimen). Berikut ini adalah diagram fasa Fe-Fe3C.

Gunawan Dwi Haryadi, Pengaruh Suhu Tempering Terhadap Kekerasan Struktur Mikro dan Kekuatan Tarik Pada Baja K-460, diakses dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kekerasan%20baja%20karbon%20tinggi %20sebesar&source=web&cd=1&ved=0CBoQFjAA&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id %2F1708%2F1%2FPENGARUH_SUHU_TEMPERING_TERHADAP_KEKERASAN_.pdf&ei=4CS_TufXEYyqrAfE2K XYAQ&usg=AFQjCNExmZbUXpNH986-AKW8Hu6EAP43eA&sig2=HV1mlrr0NGdwJU4_A8l1tA&cad=rja pada tanggal 13 November 2011 pukul 9.12
1

Agustinah Rizky Amalia 13109131

Setelah dipanaskan, dilakukan quenching pada spesimen dengan menggunakan air sebagai mediumnya. Proses quenching dilakukan untuk meningkatkan kekerasan dari baja yang dikontrol dengan media pendingin yang tepat, dalam hal ini adalah air. Proses quenching akan menghasilkan fasa martensit yang keras. Saat diquenching, dilakukan pula agitasi. Agitasi ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan pendinginan yang kritis pada baja karbon sehingga efek distorsi dapat dihindari2. Dengan memberikan agitasi, fasa uap dari media pendingin yang menyelimuti benda kerja akan hancur, sehingga pendinginan benda kerja lebih sempurna. Selanjutnya, pengukuran kekerasan kembali dilakukan pada spesimen. Hasil yang didapatkan adalah 120 HRA pada baja karbon medium dan 121 HRA pada baja karbon tinggi. Terjadi peningkatan kekerasan bila dibandingkan dengan sebelum diberi perlakuan panas dan quenching. Jika diamati dari struktur kristalnya, baja karbon yang belum mengalami perlakuan panas memiliki struktur kristal BCC (Body Centered Cubic). Saat dipanaskan hingga temperatur austenisasinya, struktur kristal berubah menjadi FCC (Face Centered Cubic). Ketika diquenching, struktur kristal FCC seharusnya menjadi BCC kembali, tetapi yang terbentuk adalah struktur kristal BCT (Body Centered Tetrahedron). Hal ini terjadi karena saat quenching atom C (karbon) tidak sempat berdifusi secara sempurna, sehingga struktur kristal BCC tidak terbentuk.
Bintang Ajiantoro, Toni B. Romijarso, dan Sutarjo, Pengaruh Agitasi Media Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Baja Perkakas Hasil Proses Laku Panas, Material Komponen dan Konstruksi, Tahun II No. 2 Juni 2002, diakses dari http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=agitasi%20dalam%20celup%20cepat %20adalah&source=web&cd=1&ved=0CBkQFjAA&url=http%3A%2F%2Felib.pdii.lipi.go.id%2Fkatalog%2Findex.php %2Fsearchkatalog%2FdownloadDatabyId %2F2733%2F2734.pdf&ei=wfK8TrHyFIzMrQfD_dW7AQ&usg=AFQjCNHlYM7FuOGWCIpLkWC1AQ2W5Pqow&sig2=xl-TlHiLPrrIwBVIfyqN6Q&cad=rja pada tanggal 11 November 2011 pukul 17.02
2

Agustinah Rizky Amalia 13109131

Fasa yang terbentuk dari hasil quenching adalah fasa martensit yang bersifat keras. Kerasnya martensit diakibatkan oleh sulitnya atom-atom C untuk berdifusi dalam struktur BCT, selain itu adalah karena sulitnya pergerakan dislokasi dalam struktur tersebut. Sulitnya pergerakan dislokasi diakibatkan oleh sedikitnya arah slip dan bidang slip dalam struktur BCT. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa kekerasan baja karbon tinggi relatif lebih besar daripada baja karbon medium. Hal ini diakibatkan oleh kandungan atom C yang lebih banyak pada baja karbon tinggi. Semakin banyak atom C yang tidak sempat berdifusi, semakin keras baja tersebut. Namun apabila terlalu banyak kandungan atom C, kekerasan baja karbon akan menurun setelah dilakukan heat treatment dan quenching, karena akan terbentuk austenit sisa pada pinggiran pelat martensit. Austenit sisa disebabkan oleh adanya atom karbon yang tidak terlibat dalam pembentukan mastensit sebagai akibat dari kandungan karbon yang ada pada fasa austenit relatif tinggi dibandingkan dengan fasa austenit lain (austenit stabil yang berada pada rongga oktahedral dan tetrahedral)3. Berikut ini adalah struktur mikro dari proses pengerasan baja karbon.

Bintang Ajiantoro, Ton B. Romijarso, dan Sutarjo, loc. cit.

Agustinah Rizky Amalia 13109131

Agustinah Rizky Amalia 13109131

2. Precipitation Hardening pada Paduan Al-Cu Pada precipitation haerdening, diberikan 4 buah spesimen paduan Al-Cu (diberi nomer 1, 2, 3, dan 4) yang sebelumnya telah dipanaskan pada temperatur 550 oC selama 12 jam. Proses ini disebut dengan solution heat treatment. Pemanasan dengan selang waktu tersebut dilakukan untuk mendapatkan fasa yang seragam pada spesimen. Kemudian spesimen diquenching ke dalam air. Paduan yang dihasilkan dalam proses ini bersifat kuat namun getas. Oleh karena itu, dilakukan pemanasan kembali agar terbentuk presipitat untuk menaikkan keuletan spesimen. Proses ini disebut dengan precipitation heat treatment.

Prinsip pengerasan dari precipitation hardening adalah terbentuknya presipitat yang akan menghambat gerakan dislokasi, sehingga akan meningkatkan kekerasan material. Pada percobaan ini, atom Cu (presipitat) akan meyubstitusi atom Al. Selama proses pemanasan, atom Cu akan membentuk semacam cluster dan akan terus berlanjut hingga semua atom CU

Agustinah Rizky Amalia 13109131

berkumpul pada bagian tengah yang membentuk prseipitat yang letaknya tidak sejajarlagi dengan atom Al. Karena terbentuk presipitat itulah maka akan ada penghambatan gerakan dislokasi dan menyebabkan harga kekerasan akan meningkat.

Sebelum dipanaskan kembali, spesimen tersebut diukur harga kekerasannya dengan uji keras Rockwell. Harga kekerasan yang didapatkan adalah sebagai berikut. No Kekerasan Awal Kekerasan Akhir 1 2 3 4 50 HRE 47 HRE 95 HRE 68 HRE 47 HRE 61 HRE 52 HRE 90 HRE

Bila dibandingkan dengan literatur, kekerasan paduan Al-Cu adalah sebesar ____. Perbedaan harga kekerasan ini dipengaruhi oleh adanya pengotor pada permukaan spesimen, kondisi lab yang tidak sama dengan kondisi spesimen pada keadaan standar_______. Setelah dilakukan uji keras, spesimen diberikan perlakuan panas pada temperatur yang sama (200oC) dengan lama pemanasan yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan kembali quenching ke dalam air sambil dilakukan agitasi pada saat pendinginan. Temperatur pemanasan yang sama namun lama pemanasan yang berbeda-beda bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamanya waktu pemanasan (aging) terhadap kekerasan spesimen. Berikut ini adalah kurva lamanya waktu pemanasan terhadap kekerasan spesimen.

Agustinah Rizky Amalia 13109131

Berdasarkan kurva, semakin lama waktu pemanasan maka harga kekerasan akan semakin meningkat. Sedangkan, menurut literatur4 pun demikian. Namun, apabila semakin lama waktu pemanasan (melebihi waktu aging) maka kekerasan akan semakin menurun akibat adanya over aging. Waktu pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan butir presipitat () akan semakin besar. Besarnya ukuran butir menyebabkan makin sedikit grain boundary, dan semakin sedikit grain boundary akan mempermudah gerakan dislokasi, maka itu kekerasan spesimen akan menurun.

Perbedaan hasil yang diperoleh dengan literatur diakibatkan oleh kesalahan dalam perhitungan lamanya waktu pemanasan. Karena perbedaan waktu yang sedikit saja dapat mengakibatkan perbedaan kekerasan. Selain itu, dalam proses pendinginan, spesimen tidak langsung dicelup kedalam air, namun melalui media udara selama beberapa saat (udara juga merupakan media dalam pendinginan cepat).

Agustinah Rizky Amalia 13109131

William D. Callister, Material Science and Engineering: An Introduction, 7th Edition, John Wiley & Sons, Inc., 2007, hlm. 404
4

Metode pengerasan dengan precipitation hardening hanya dapat dilakukan pada material yang memiliki fasa super saturated solid solution. ssss terbentuk karena pencelupan cepat saat quenching dari fasa (tidak menginginkan munculnya fasa saat pendinginan). 3. Rekristalisasi Pada percobaan rekristalisasi, spesimen yang digunakan adalah enam buah spesimen tembaga (Cu) yang diberi tanda pada setiap spesimen dengan nomer 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Sebelumnya, Cu tersebut sudah dipanaskan pada temperatur 800oC kemudian didinginkan di udara dan dilakukan proses pengerolan dengan reduksi 50%. Setelah itu, dilakukan pengukuran harga kekerasan terhadap spesimen, sehingga didapatkan nilai kekerasan sebesar 47.5 HRH untuk semua spesimen (dianggap memiliki kekerasan awal yang sama). Setelah dilakukan pengukuran harga kekerasan, dilakukanlah perlakuan panas terhadap masingmasing spesimen dengan temperatur dan lama pemanasan yang berbeda-beda. Usai dilakukan perlakuan panas, masing-masing spesimen didinginkan dengan menggunakan udara sebagai mediumnya (dibiarkan pada temperatur ruangan). Setelah dingin, dilakukan perhitungan kembali harga kekerasan masing-masing spesimen. Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan perbedaan temperatur perlakuan panas, lamanya waktu perlakuan panas, kekerasan awal, dan kekerasan akhir dari masing-masing spesimen. No Tpemanasan (oC) 1 2 3 4 5 6 800 400 400 400 400 100 Lama Pemanasan 120 menit 15 menit 30 menit 45 menit 60 menit 90 menit Kekerasan Awal 47.5 HRH 47.5 HRH 47.5 HRH 47.5 HRH 47.5 HRH 47.5 HRH Kekerasan Akhir 41 HRH 9 HRH 7 HRH 30 HRH 11 HRH 15 HRH

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa temperatur rekristalisasinya adalah sekitar 400oC, karena pada menit ke-45 terjadi kenaikan harga kekerasan dibandingkan dengan waktu pemanasan yang lain. Sedangkan, pada literatur5 diperoleh bahwa temperatur rekristalisasi Cu (99.999 wt%)

Agustinah Rizky Amalia 13109131

adalah sebesar 120oC, dengan melting temperature sebesar 1085oC (Trekristalisasi mendekati 0.11 kali dari Tmelting). Perbedaan nilai temperatur rekristalisasi ini

ibid., hlm. 198

diakibatkan oleh kandungan Cu pada spesimen tidak 99.999 wt% seperti pada literatur. Jika 400oC merupakan temperatur rekristalisasi pada spesimen, maka seharusnya pada temperatur di atas temperatur rekristalisasi terjadi penurunan kekerasan karena terbentuknya butir-butir baru yang berukuran lebih besar daripada ukuran butir semula (terjadi grain growth). Tujuan dari rekristalisasi adalah untuk mengembalikan bentuk butir material sehingga sifat keuletan dan ketangguhan material tersebut kembali seperti sebelum diberi perlakuan panas. Pada saat spesimen mengalami rekristalisasi, struktur mikro dari spesimen tersebut mengalami 3 tahapan, yaitu: a. Recovery Pada recovery, adanya perlakuan panas mengakibatkan atom-atom pada spesimen mudah untuk bergerak. Maka jumlah dislokasi akan menurun dan akan terjadi pembebasan sebagian internal strain energy. b. Recrystalization Pada tahap rekristalisasi, akan terbentuk butir baru yang strainfree (memiliki kerapatan dislokasi yang rendah) karena adanya perbedaan energi tarik antara energi tarik yang tinggi dengan yang rendah. Pada tahap ini terjadi penurunan kekuatan yang cukup signifikan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah adanya temperatur rekristalisasi, yaitu temperatur ketika proses rekristalisasi selesai dalam waktu satu jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur rekristalisasi adalah adanya impurity, banyaknya paduan pada spesimen, dan cold-wok yang dilakukan pada spesimen. c. Grain growth Pada tahap ini, terjadi perbesaran butir akibat adanya strain free yang masih berdifusi. Perubahan ukuran butir yang lebih besar dari sebelumnya mengakibatkan adanya pengurangan batas butir (grain boundary). Pengurangan batas butir terjadi akbibat adanya penurunan energi dari butir untuk mencapai suatu kestabilan energi. Pada grain growth, berlaku persamaan Hall-Petch, yaitu: y = o + ky.d(-1/2) Menyatakan bahwa semakin besar ukuran butir, maka kekerasan suatu material akan menurun. Begitupun sebaliknya.

Agustinah Rizky Amalia 13109131

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 1. Pada baja karbon, semakin banyak kandungan karbon maka kekerasan baja tersebut akan semakin besar, baik sebelum maupun setelah perlakuan panas. Namun apabila terlalu banyak kandungan atom C, kekerasan baja karbon akan menurun setelah dilakukan heat treatment dan quenching, karena akan terbentuk austenit sisa pada pinggiran pelat martensit. 2. Faktor-faktor yang memperngaruhi kekerasan adalah ukuran butir, banyaknya komposisi paduan, dan cold-work. 3. Harga kekerasan baja karbon yang didapatkan adalah 99 HRA (baja karbon medium) dan 79 HRC (baja karbon tinggi). Harga kekerasan paduan Al-Cu yang didapatkan berkisar antara rentang 47 HRE 95 HRE. Perbedaan hasil yang diperoleh dengan literatur disebabkan oleh beberapa hal berikut: a. adanya pengotor pada permukaan spesimen b. kondisi lab yang tidak sama dengan kondisi spesimen pada keadaan standar c. lamanya waktu pemanasan yang tidak tepat seperti yang seharusnya terdapat dalam prosedur percobaan. 1. Struktur mikro dari baja karbon sebelum dan setelah mengalami perlakuan panas akan berubah dari fasa austenit (FCC) menjadi fasa martensit (BCT) yang keras. 2. Pada saat quenching, dilakukan agitasi. Agitasi bertujuan untuk mendapatkan kecepatan pendinginan yang kritis pada baja karbon sehingga efek distorsi dapat dihindari dan harga kekerasan baja karbon tersebut akan menigkat dibandingkan dengan tidak adanya agitasi. 3. Harga kekerasan paduan Al-Cu akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu pemanasan. Namun, apabila semakin lama waktu pemanasan (melebihi waktu aging) maka kekerasan akan semakin menurun akibat adanya over aging 4. Temperatur rekristalisasi tembaga yang didapatkan adalah 400oC, sedangkan menurut literatur adalah 120oC. Perbedaan ini disebabkan oleh komposisi spesimen yang tidak sama dengan komposisi pada literatur.

Agustinah Rizky Amalia 13109131

4.1 Saran 1. Pada saat praktikum, sebaiknya spesimen tembaga telah dipotong-potong, sehingga waktu pelaksanaan praktikum dapat lebih singkat. 2. Sebaiknya ada praktikan yang berjaga di dekat oven pemanas, agar lama waktu pemanasannya sesuai dengan yang diinginkan. Atau, pelaksanaan praktikum di tempat lebih dekat dengan oven pemanas. Atau praktikan diberikan alat ukur waktu yang lebih presisi. 3. Sebaiknya, lebih memperhatikan indentor yang digunakan untuk melakukan pengukuran kekerasan.

Agustinah Rizky Amalia 13109131

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1. Callister, William D., Material Science and Engineering: An Introduction,

Seventh Edition, John Wiley & Son Inc., New York, 2007. 2. Adjiantoro, Bintang, dkk., Material Komponen dan Konstruksi :Pengaruh Agitasi Media Pendingin terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Baja Perkakas Hasil Proses Laku Panas, Tahun II, No. 2 Juni 2002.

BAB VI

Agustinah Rizky Amalia 13109131

LAMPIRAN

A. Tugas Setelah Praktikum Pengerasan baja karbon 1. Alasan baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada baja karbon dengan karbon rendah setelah proses heat treatment adalah karena pada baja karbon rendah sangat suloit untuk membentuk martensit (diperlukan waktu 0.5 detik). Sehingga apabila diberikan perlakuan panas, struktur yang dihasilkan adalah martensit + perlit. Hal ini menyebabkan baja karbon rendah tidak akan sekuat baja karbon tinggi. Selain itu, kadar karbon dari baja karbon rendah tidak dapat memenuhi rongga oktahedral, terlebih lagi rongga tetrahedral, maka struktur yang terbentuk adalah struktur kristal BCC bukan BCT.
2. Pengaruh proses quenching dengan kekuatan dan kekerasan logam:

Proses quenching dilakukan untuk meningkatkan kekerasan dari baja yang dikontrol dengan media pendingin yang tepat. Proses quenching akan menghasilkan fasa martensit yang keras, namun akan menurunkan keuletan dari baja tersebut. Untuk itulah diperlukan proses lebih lanjut untuk meningkatkan keuletan dan kekuatan logam.
3. Mekanisme terbentuknya martensit:

Fasa yang terbentuk dari hasil quenching adalah fasa martensit yang bersifat keras. Kerasnya martensit diakibatkan oleh sulitnya atom-atom C untuk berdifusi dalam struktur BCT. Atom C tersebut hanya mengalami mekanisme geser dari struktur kristal FCC menjadi BCT (pada martensit), dimana atom C akan bergerak ke rongga oktahedral lalu tetrahedral. Selain itu,pada struktur kristal BCT terjadi kesulit dalam pergerakan dislokasi. Sulitnya pergerakan dislokasi diakibatkan oleh sedikitnya arah slip dan bidang slip dalam struktur BCT.
4. Mekanisme terbentuknya austenit sisa dan pengaruhnya terhadap

kekerasan: Austenit sisa disebabkan oleh adanya atom karbon yang tidak terlibat dalam pembentukan mastensit sebagai akibat dari kandungan karbon yang ada pada fasa austenit relatif tinggi dibandingkan dengan fasa austenit lain (austenit stabil yang berada pada rongga oktahedral dan tetrahedral). Adanya austenit sisa dapat menurunkan harga kekerasan dari suatu material.

Agustinah Rizky Amalia 13109131

Austenit sisa terbentuk pada baja hiperetektik. Cara untuk mengurangi austenit sisa adalah dengan melakukan pemanasan kembali material tersebut, kemudian dilakukan pendinginan cepat dengan nitrogen cair sehingga Mfinish-nya terletak dibawah temperatur 0oC. Proses ini dinamakna dengan subzero treatment. Hal ini dilakukan agar austenit sisa berubah semuanya menjadi martensit walau kekerasan martensit hasil proses ini tidak sekeras Martensit pada quenching awal. Precipitation Hardening 1. Analisis pengaruh waktu aging terhadap kekerasan: Saat aging, paduan Al-Cu dipanaskan dengan temperatur yang lebih rendah dari pemanasan yang pertama. Aging akan menghasilkan presipitat yang akan meningkatkan kekerasan paduan tersebut. Namun, semakin lama waktu pemanasan (melebihi waktu aging) maka kekerasan akan semakin menurun akibat adanya over aging. Waktu pemanasan yang terlalu lama mengakibatkan butir presipitat () akan semakin besar. Besarnya ukuran butir menyebabkan makin sedikit grain boundary, dan semakin sedikit grain boundary akan mempermudah gerakan dislokasi, maka itu kekerasan spesimen akan menurun.
2. Presipitasi meningkatkan kekerasan/kekuatan karena presipitat akan

menghambat gerakan dislokasi karena bertambah padatnya struktur atom material tersebut, sehingga akan meningkatkan kekerasan material. 3. a. Natural aging: aging yang dilakukan pada temperatur ruang. b. Artificial aging: aging yang dilakukan di bawah temperatur ruang. c. Over aging. aging yang melewati batas maksimal kekuatan dan kekerasan yang dioeroleh, sehingga kekerasan akan menurun.
4. GP zone adalah daerah dimana terbentuk cluster partikel presipitat dimana

cluster tersebut masi koheren dengan atom-atom solvent. Gp zone meningkatkan kekerasan pada material. Rekristalisasi 1. Analisis antara temperatur pemanasan pada T=800, 400, dan 100 terhadap kekerasan material (misal: tembaga). Suatu material diberikan perlakuan panas hingga temperatur austenitnya, karena pada temperatur tersebut struktur mikro suatu material akan berubah. Temperatur austenisasi dari tembaga (99.999% wt) menurut literatur adalah sebesar 120oC. Pada temperatur 100oC, tembaga memiliki struktur mikro yang sama dengan saat sebelum diberi perlakuan panas. Namun pada temperatur 400oC dan 800oC tembaga tersebut akan

Agustinah Rizky Amalia 13109131

memiliki struktut mikro yang sangat berbeda dari sebelumnya, karena telah sangat melewati temperatur austenisasinya bahkan akan mendekati temperatur meltingnya (1850oC). Selain itu, pada temperatur 800oC sifat material dari bajapun akan berubah karena ada perubahan struktur mikro, yaitu kenaikan keuletan dan ketangguhan.
2. Pemberian deformasi pada hot working tidak meningkatkan kekerasan

karena pada hot working tidak terjadi strain hardening dan hanya ada sedikit dislokasi yang terjadi.
3. Keuntungan rekristalisasi adalah: a. Mengurangi jumlah dislokasi; b. Menghilangkan tegangan sisa yang dialami material;

c. Terjadi pemulihan bentuk butir, sehingga sidfat mekanik dari suatu material dapat kembali seperti semula.
1. Pengaruh cold work terhadap temperatur rekristalisasi material adalah

cold work akan mengingkatkan kecepatan rekristalisasi, sehingga material tersebut tidak memerlukan temperatur rekristalisasi setinggi material yang meengalami cold work.

A. Tugas Tambahan Pada hiperetektoid, perlakuan panas dilakukan pada 55oC diatas haris A13 bukan pada Acm karena hiperetektoid memiliki kandungan karbon yang tinggi, sehingga kekerasan yang didapatkan sudah cukup bisa dipanaskan

Anda mungkin juga menyukai