Anda di halaman 1dari 23

BAB 1 PENDAHULUAN Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak (setelah kanker payudara) yang dijumpai pada wanita

di seluruh dunia, dan merupakan penyebab utama kematian di banyak negara berkembang. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2002, insiden kanker serviks diperkirakan sekitar 16 per 100.000 wanita Indonesia. Setiap tahun sekitar 15050 wanita Indonesia terdiagnosa kanker serviks dan 7566 wanita meninggal akibat penyakit tersebut. Kanker serviks berkaitan dengan beban kesehatan yang tinggi bagi penderitanya, keluarga, maupun pemerintah sehingga pencegahan kanker ini perlu memperoleh perhatian khusus. Infeksi human papillomavirus (HPV) adalah penyebab 99% kasus kanker serviks. Dari beberapa tipe virus HPV, tipe 16 dan 18 adalah penyebab utama kanker serviks (sekitar 70% kasus di dunia). Efektivitas tiga kali vaksinasi HPV pada wanita yang belum terinfeksi HPV tipe 16 dan 18 adalah lebih dari 90%. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, di antaranya yang penting : jarang ditemukan pada perawan, insiden lebih tinggi pada yang kawin, koitus pertama pada usia <16 tahun, insiden meningkat dengan tingginya paritas apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual jelek, sering berganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), dan kebiasaan merokok. Dari 15.000 penderita kanker leher rahim di Indonesia setiap tahun, 8.000 orang di antaranya meninggal dunia. Ini terjadi karena pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker masih kurang. Penyakit ini sering terlambat untuk didiagnosis, sehingga sering menyebabkan kematian. Melihat pentingnya pengenalan mengenai kanker serviks dan vaksin HPV, maka perlu adanya pembahasan kanker serviks secara mendalam.

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya. 2.2 ANATOMI HISTOLOGI Cervix adalah bagian dari system reproduksi wanita, terletak di dalam pelvis. Cervix bagian terbawah dekat dengan bagian dari uterus. Cervix adalah suatu saluran: a. Cervix, menghubungkan uterus ke vagina. Selama periode menstruasi, darah mengalir dari uterus melalui cervix ke vagina. Vagina mengalirkan darah keluar dari tubuh. b. Cervix memproduksi mucus. Selama coitus mucus membantu sperma bergerak dari vagina melalui cervix ke dalam uterus c. Selama kehamilan, cervix tertutup rapat unutk membantu menjaga bayi tetap di dalam uterus selama kehamilan.

Ada 2 tipe sel dalam serviks, squamos dan glanduler. Pertemuan dua sel di squamo-columner junction, bagian antara bibir luar dan dalam leher rahim, bisa mengubah sel menjadi abnormal. Celakanya ini adalah bagian yang selalu berubah jika terjadi haid, hamil atau menopause. Di bagian inilah, sela-sel berubah cepat dan bisa jadi abnormal. Sel sel yang rusak itu berubah bentuk dan warna dan akhirnya menjadi tumor dan selanjutnya

kanker yang mematikan. Kanker servik makin ganas dari bulan kebulan dan tahun ke tahun. Pada masa pra kanker (setelah sel berubah menjadi abnormal), ada tiga tahapan perubahan sel, Cervical Intraepithel Neoplasma (CIN) 1, CIN 2 dan CIN 3. Setelah CIN 3, sel yang abnormal itu menjadi sangat tebal dan akhirnya menjadi kanker.Tetapi kanker tersebut tidak serta merta, dari terindikasi ada virus HPV hingga mencapai CIN 2 atau 3 jarak waktunya 5 tahun, maka deteksi dini sangat penting.

Karsinoma servik timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks ( portio ) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squama-colimnar junction ( SCJ ). Histologik antara epitel gepeng berlapis ( squamous compleks ) dari portio dengan epitel kuboid / silindris pendek selapis beersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum., sedang pada wanita berumur lebih dari 35 tahun, SCJ berada dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan paps smear yang efgatif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan speculum, tampak sebagai porsio yang erosive (metapasi squamosa) yang fisiologik atau patologik. 2.3 ETIOLOGI Pada umumnya, kanker bermula pada saat sel sehat mengalami mutasi genetic yang mengubahnya dari sel normal menjadi sel abnormal. Sel sehat

tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang teratur. Sel kanker tumbuh dan bertambah banyak tanpa control dan mereka tidak mati. Adanya akumulasi sel abnormal akan membentuk suatu massa (tumor). Sel kanker menginvasi jaringan sekitar dan dapat berkembang dan tersebar di tempat lain di dalam tubuh (metastasis) Kanker serviks paling sering bermula dengan sel datar, tipis yang membentuk dasar selviks (sel skuamosa). Karsinoma sel squamosa merupakan 80% dari kasus kanker serviks. Kanker serviks dapat juga terjadi pada sel kelenjar yang membentuk bagian atas dari cerviks. Dapat disebut dengan adenocarcinoma, prevalensi kanker ini yaitu 15% dari kanker serviks. Kadang-kadang kedua tipe sel ditemukan pada kanker serviks. Terdapat kanker lain pada sel lain di serviks namun persentasenya sangat kecil. Apa yang menyebabkan sel skuamos atau sel glandular menjadi abnormal dan berkembang menjadi kanker belum begitu jelas. Namun, telah jelas bahwa Human papiloma virus (HPV) pada infeksi menular seksual berperan. Bukti bahwa HPV ditemukan pada hampir semua kanker serviks. Namun, HPV merupakan virus yang sangat umum dan kebanyakan wanita dengan HPV tidak pernah mengidap kanker serviks. Ini berarti faktor resiko lainnya, seperti faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup, juga menentukan apakah seseorang akan terkena kanker serviks. 99,7 % kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV), khususnya HPV tipe 16 dan 18, yang ditularkan melalui kontak kulit kelamin. 2.4 EPIDEMIOLOGI Diantara tumor ganas ginekologi, kanker serviks masih menduudki peringkat pertama di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 th, terbanyak antara 45-50 th. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan waktu sekitar 10 th. Hanya 9% dari wanita berusia < 35 th menunjukan kanker serviks yang invasive pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 th. Mempertimbangkan

keterbatasan yang ada, kita sepakat secara nasional melacak (mendeteksi dini) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30th dan menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti sampai usia 60th. Yang penting dalam pelacakan ini adalah cakupannya (coverage). Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati (dukun, ibu-ibu PKK) untuk mengenali bentuk portio yang mencurigakan untuk dapat di Pap smear oleh dokter atau bidan di Puskesmas atau Puskesling sebagaimana disarankan oleh WHO. 2.5 FAKTOR RESIKO Mulai melakukan hubungan seks pada usia muda Melakukan hubungan sex sebelum umur <16 tahun meningkatkan resiko untuk terkena HPV. Sel imatur cenderung lebih rentan untuk mendapatkan perubahan pre-kanker yang disebabkan oleh HPV. Berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom Semakin banyak jumlah partner seks (dan semakin banyak jumlah partner sex dari partner sex pasien), semakin besar kemungkinan untuk terkena HPV. Sering menderita infeksi di daerah kelamin Jika pasien memiliki IMS lainnya seperti chlamydia, gonorrhea, syphilis atau HIV/AIDS pasien akan memiliki kemungkinan yang besar terkena HPV. Melahirkan banyak anak Kebiasaan merokok (resikonya 2x lebih besar) Mekanisme pasti yang menghubungkan antara rokok dengan kanker serviks juga belum diketahui dengan jelas, namun merokok meningkatkan perubahan pre-kanker dan terjadi pada servik. Merokok dan infeksi HPV dapat membuat kemungkinan kanker serviks semakin meningkat tinggi.

Defisiensi vitamin A, C, E dan zat gizi Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker

serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
Infeksi Clamidia Beberapa riset menemukan bahwa wanita yang memiliki sejarah atau infeksisaat ini berada dalam resiko kanker serviks lebih tinggi. Pemakaian AKDR Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks, bermula dari adanya erosi serviks kemudian menjadi infeksi berupa radang yang terus menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus kanker serviks. Pemakaian pil KB Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat sejalan pil dengan semakin lama tersebut wanita dan tersebut cenderung menggunakan kontrasepsi

menurun pada saat pildihentikan. Pemakaian DES (Dietylstilbestrol) DES adalah obat hormon yang pernah digunakan antara tahun 1940-1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran. Anak-anak wanita dari parawanita yang menggunakan obat ini, ketika mereka hamil berada dalam resiko terkena kanker serviks dan vagina sedikit lebih tinggi.

2.6

PATOFISIOLOGI Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel ektoserviks (porsio)

dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squamo-Columnar Junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel kuboid /silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia>35 tahun SCJ berada di dalam kanalis servikalis. Maka untuk melakukan pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan

spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik. Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo kolumnar, yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo kolumnar baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antaranya ini disebut daerah transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa human papilloma virus (HPV) memegang peranan penting. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh. Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari: 1) NIS 1, untuk displasia ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa penelitian menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana

yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya.

Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis ; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus ; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Umumnya fase prainvasif antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel diplastik serviks secara kontinyu masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dekenal dengan unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar (9597%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/ mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma. Tingkatan pra-maligna Porsio yang erosif dengan ektropion bukan termasuk lesi pramaligna, selama tak ada bukti adanya perubahan diplastik dari SCJ. Penting untuk dapat menggaet sel-sel dari SCJ untuk pemeriksaan eksfoliatif sitologi, meski pada pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi false negative/ false positive. Penanganan / terapi hanya boleh dilakukan atas dasar bukti histopatologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi hasil pap smear perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks. 2.7 PENYEBARAN

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
a. kearah fornises dan dinding vagina

b. kearah korpus uterusl c. kearah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh darah getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi imunulogik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi lebih dari 1mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat lebih dari 1mm dari membrana basalis, atau lebih dari 1mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfe atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke perimetrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoretis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus dikanan danvena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak. Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk ke dalam kandung kemih.

2.8

MANIFESTASI KLINIK Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang

keluar dari vagina ini makin lama kan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%) Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tinkat klinik lebih lanjut ( II atau III ), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita yang sudah usia lanjut yang sudah tak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks serin terlambat datang meminta pertolonga. Perdarahan spontan saat defekasiakibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemingkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk khas memperkuat dugaan karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat., khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis karsinoma serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mendiagnosa dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra invasif, lebih baik bila dapat menangkapnya dalam tingkatan pra-maligna (displasia/diskariosis serviks) Hasil pemeriksaan sitologi ekploratif dari ekto dan endo-serviks yang positif tidak boleh dianggap doiagnosis pasti. Diagnosis harus

dipastikan dengan pemeriksaan histologik memuaskan, dari jaringan yang diperoleh dengan melakukan biopsi. Agar hasil pemeriksaan histologik memuaskan biopsi harus terarah (targeted biopsy). Dengan bimbingan kolposkop bila sarana memungkinkan. Secara sederhana , dapat dikerjakan dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap iodium) dengan porsio yang pucat ( haringan abnormal yang tidak menyerap iodium). Kemudian jaringan direndalm dalam larutan formalin10% untuk dikirim ke lab Anatomi. Perlu disadari mengerjakan biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat klinik O, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoserviks ( ECC = Endo-Cervical Curettage ) atau konisasi serviks. 2.9 DIAGNOSIS Jika seseorang mengalami tanda dan gejala kanker serviks, pasien dapat menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis. Untuk menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan :
1. Memeriksa serviks. Selama pemeriksaan yang disebut kolposkopi,

dokter dapat menggunakan mikroskop khusus (colposcope) untuk memeriksa serviks dari sel abnormal. Jika terlihat area yang tidak biasanya, dapat diambil sample sel untuk analisis (biopsy).

Gambar 1. Colposcopy untuk mengambil jaringan yang abnormal


2. Mengambil sample sel serviks. Selama prosedur biopsy dokter

mengambil sample dari sel abnormal dari serviks dengan menggunakan alat khusus. Pada punch out biopsy, dokter menggunakan pisau sirkuler khusus untuk mengambil sebagian kecil dari serviks. Biopsi jenis lainnya dapat digunakan tergantung dari lokasi dan ukuran abnormal. dari area yang

Gambar 2. perbandingan gambaran serviks yang normal dan abnormal 3. Stadium Jika kanker serviks telah ditentukan, maka pasien akan manjalani pemeriksaan lebih jauh lagi untuk menentukan apakah kanker telah menyebar dan sampai dimana penyebarannya suatu proses yang disebut stadium kanker. Stadium kanker merupakan faktor kunci yang menentukan pengobatan. Tabel 2.1 Tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978
Tingkat 0 I Ia Ib occ II IIa IIb III Kriteria Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis masih utuh. Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri Karsinoma mikro invasif; bila membrana basalis sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tak>3mm, dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfa atau pembuluh darah. Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia. Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri. Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul. Penyebaran hanya ke vagina, perametrium masih bebas dari infiltrat tumor. Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai dinding panggul. Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul. Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium

IIIa IIIb IV IVa IVb

tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul. Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau proses pada tingkat klinik I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal. Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan/ atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau ke tempat- tempat yang jauh. Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan/ kandung kemih. Telah terjadi penyebaran jauh.

Tabel 2.2 Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM


Tingkat T T1S T1 T1b T2 T2a T2b T3 NB : Kriteria Tak ditemukan tumor primer Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ) Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri) Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif yang dibuktikan dengan pemeriksaan histologik. Secara klinis jelas karsinoma yang invasif. Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal. Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium. Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul). Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2). Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai di luar panggul. Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktiksn secara histologik. Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul. Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4. Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada atau tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi NX+ atau NX-. Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi. Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara diagnostik yang tersedia (misal limfografi, CT Scan panggul). Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor. Tidak ada metastasis berjarak jauh. Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri iliaka komunis.

T4 T4a T4b NB : NX N0 N1 N2 M0 M1

4. Pemeriksaan visual pada kandung kemih atau rektal.

Dokter dapt menggunakan alat khusus untuk melihat kandung kemih secara langsung (cystoscopy) dan rektum (proctoskopi).
5. Gambaran Radiologi

Pemerksaan seperti X-Ray, computerized tomography (CT) Scan atau MRI dapat membantu untuk menentukan apakah kanker telah menyebar disekitar serviks. Jika kanker serviks terdeteksi pada stadium yang lebih awal, penatalaksanaan sepertinya lebih berhasil. Skrining kanker serviks regular dan perubahan prekanker pada serviks direkomendasikan untuk semua wanita. Kebanyakan panduan menganjurkan skrining pertama dalam waktu 3 tahun pertama setelah aktif secara seksual, atau tidak lebih dari umur 21. Skrining dapat berupa. 1. Pap test. Selama Pap test, dokter mengambil sel dari serviks leher sempit dari uterus- dan mengirim sample tersebut ke lab. Sel ini kemudian diperiksa ada tidaknya abnormalitas. Pemeriksaan Pap Test dapat mendeteksi sel abnormal pada serviks. Stadium prekanker terjadi pada saat sel abnormal terdapat hanya pada lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian lebih dalam. Jika tidak ditangani, sel abnormal ini dapat berubah menjadi sel kanker, dimana dapat menyebar pada beberapa tempat sekitar serviks, vagina bagian atas, area pelvis, dan bagian lain dari tubuh. Kanker atau prekanker yang ditemukan pada stadium preinvasif jarang membahayakan nyawa dan biasanya hanya membutuhkan pengobatan rawat jalan. Pemeriksaan Pap Smear secara rutin adalah cara paling efektif untuk mendeteksi kanker serviks pada stadium yang lebih dini. Panduan jadwal Pap rutin adalah sebagai berikut : a. Pap Smear pertama dilakukan pada 3 tahun pertama setelah hubungan sex pertama atau pada umur 21 tahun (lakukan yang mana terjadi duluan)
b.

Dari umur 21 hingga 29 tahun, lakukan pemeriksaan Pap Dari umur 30 hingga 69 tahun, Pemeriksaan Pap setiap 2 atau

rutin setiap satu atau 2 tahun sekali.


c.

3 tahun jika pasien memiliki 3 kali berurutan pemeriksaan Pap yang normal.

d.

Umur 70 keatas, jika 3 pemeriksaan Pap Smear negative

maka Pap smear sudah dapat dihentikan. Jika pasien mempunyai resiko yang lebih besar terjadinya kanker seviks, maka Pap Smear lebih sering dilakukan. 2. Tes HPV DNA. Terdapat juga pemeriksaan HPV DNA untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi salah satu dari 13 jenis HPV yang sepertinya paling mungkin menyebabkan kanker serviks. Seperti pada Pap tes, tes HPV DNA mengambil jaringan dari serviks untuk diperiksa di lab. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi strain resiko tinggi HPV pada DNA sel sebelum perubahan pada sel serviks dapat terlihat. Pemeriksaan HPV DNA bukan merupakan pengganti skrining Pap dan tidak digunakan untuk wanita lebih muda dari 20 tahun dengan hasil Pap yang normal, kebanyakan infeksi HPV pada wanita pada kelompok ini sembuh sendiri dan tidak dikaitkan dengan kanker serviks. Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersamasama, sebagai berikut:
a. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah

melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun. b. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersamasama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan

ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko karsinoma serviks. c. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun. d. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
e. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan

3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. Tidak dapat dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah karsinoma serviks adalah dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang terkait dengan kondisi prakarsinoma. Namun demikian, dengan adanya biaya dan rumitnya proses screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat yang sedikit di negara-negara yang membutuhkan penanganan. 3. IVA IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam asetat 3-5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. 4.

5. 2.10 PENATALAKSANAAN Terapi karsinoma serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim onkologi). Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali untuk terapetik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderita cukup tua atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar penyakitnya tidak kambuh (relapse) dapat dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A tanpa penambahan penyinaran luar, dapat dilakukan. Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bila kedalaman invasif kurang atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti pada KIS di atas. Pada klinis Ib, Ib occ dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran tergantung ada/ tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional yang diangkat. Pada tingkat IIb, III dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah. Untuk ini primer adalah radioterapi. Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang kambuh 1 tahun sesudah penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas pada panggul. Bila proses sudah jauh atau operasi

tak mungkin dilakukan, harus dipilih khemoterapi bila syaratnya terpenuhi. Untuk ini tak dilakukan sitostatika tunggal, tetapi kombinasi beberapa sitostatika (polikemotherapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tak mungkin dikerjakan atau penyebaranya sudah lanjut, maka dipilih polikhemoterapi bila syaratnya terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus yang sebelumnya pernah mendapat radiasi, dengan mesin Linac dan di tangan yang ahli, hasilnya tidak selalu mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam tahap eksperimen 2.11 PENCEGAHAN Resiko terjadinya kanker serviks dapat dilakukan dengan

menghindari infeksi HPV. HPV menyebar melalui kontak kulit dengan bagian badan yang terinfeks tidak hanya dengan hubungan seks. Menggunakan kondom setiap melakukan hubungan dapat mengurangi resiko terkena infeksi HPV. Sebagai tambahan dari penggunaan kondom, cara terbaik untuk mencegah kanker serviks yaitu :

Menghindari hubungan sex pada umur muda. Memiliki partner seks tunggal Menghindari merokok Suatu vaksin baru disebut Gardasil memberikan perlindungan dari

a.

Vaksin HPV tipe HPV yang paling berbahaya. The national Advisory Committee on Immunization Practices merekomendasikan vaksinasi pada wanita umur 11 dan 12 tahun, sebagaimanapula pada wanita umur 13 hingga 26 tahun jika mereka belum menerima vaksin. Vaksin ini paling efektif diberikan sebelum wanita aktif secara seksual. Walaupun vaksin dapat mencegah hingga 70 % kasus kanker serviks, vaksin ini tidak dapat mencegah infeksi dari virus lain yang dapat juga menyebabkan kanker serviks. Pap Smear secara rutin untuk skrining kanker serviks lah yang paling penting.

Cara kerja Vaksin HPV a. Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus tak beselaput dengan DNA rantai ganda yang memerlukan organisme lain untuk berkembang biak b. Vaksin HPV dibuat dari HPV yang sudah tidak memiliki DNA dan hanya terdiri atas selubung protein (kapsid) L1 yang bisa memancing tubuh membentuk sistem kekebalan terhadap HPV. c. Vaksin disuntikkan ketubuh dan masuk ke aliran darah d. Didalam darah, vaksin bekerja membentuk antibodi dan sel memori (sel yang natinya akan membentuk antibodi terhadap HPV). Makin muda usia, makin tinggi kadar antibodi yang terbentuk e. Antibodi akan menangkap HPV yang masuk ke tubuh sehingga tidak dapat masuk ke sel servik (leher rahim). b. Penggunaan Kondom Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus karsinoma leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survey Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.
c.

Sirkumsisi pada pria Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan

dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang

pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko karsinoma serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang. 2.12 CA SERVIKS PADA KEHAMILAN Diagnosis kanker serviks pada wanita hamil di negara-negara miskin dan berkembang seringkali terlambat, seperti halnya pada pasien kanker serviks lainnya. Hal ini terjadi karena gejala yang muncul tersebut hampir menyerupai gejala lain pada kehamilan normal. Pada sebuah studi, durasi rata-rata antara munculnya gejala dengan ditentukannya diagnosis kanker serviks pada ibu hamil yaitu kurang lebih 4,5 bulan. Keadaaan sebaliknya terjadi di negara-negara maju. Kebanyakan wanita hamil dengan kanker serviks dapat dideteksi secara dini pada awal stadium. Hal ini merupakan hasil skrining rutin prenatal. Akan tetapi, dapat saja penyakit ini baru terdiagnosis pada stadium lanjut dikarenakan adanya konsepsi serta tahapan yang hamper menyerupai kanker serviks pada wanita tak hamil. Tahapan atau stadium, gambaran penyakit, dan prognosis kanker serviks pada wanita hamil sama dengan yang terdapat pada penderita kanker serviks yang tidak hamil. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena pentinaran mempunyai efek samping yang merugikan penderita yang berusia muda. Penanganan sirurgik didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan umur kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus berlangsung spontan dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada maka ditangani seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan tingkatan klinik yang ada saat itu. Pada tingkat klinik I, II, ke atas dengan kehamilan: a. Trimester I dan awal trimester II: histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dengan janin inutero. b. Trimester II lanjut ditunggu sampai janin viable (dapat hidup diluar rahim). Dikerjakan seksio sesaria klasik/korporal diteruskan dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi panggul.

c. Trimester III seksio sesaria klasik/korporal dilanjutkan dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi panggul. d. Pasca persalinan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul.
2.13 PROGNOSIS

Kanker leher rahim menempati peringkat pertama kanker pada perempuan di Indonesia. Ada 15.000 kasus baru pertahun dengan kematian 8000 pertahun. Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60 persen, pada stadium 3 tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit diharapkan bertahan.

BAB III RINGKASAN Faktor-faktor penting yang dapat meningkatkan kejadian kanker serviks yaitu: kawin usia muda sehingga frekuensi koitus tinggi, multiparitas, Multipartner, Nutrisi rendah, Herediter, Infeksi genetalia yang menahun Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo kolumnar, yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo kolumnar baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antaranya ini disebut daerah transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Kini, cara terbaik untuk mencegah karsinoma ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear , dan skrining ini sangat efektif. Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan diobati pada stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60 persen, pada stadium 3 tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit diharapkan bertahan.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. En.wikipedia.org/wiki/carcinoma cervix diakses tanggal 01 Oktober 2010. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al, 2005. Obstetri Williams Vol.2/edisi 21. EGC : Jakarta. http: // www.UVAhealth.com/carcinoma cervix.htm. diakses tanggal 2 Oktober 2010 http: // www.emedicine.com/ carcinoma cervix.jpg. diakses tanggal 2 Oktober 2010 http: // www.pogisurabaya.org/ kanker leher rahim.htm. diakses tanggal 3 Oktober 2010 Mochtar R, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC : Jakarta. Wiknjosastro H, 2005. Ilmu Kandungan Edisi ke2 Cetakan ke4. YBB-SP. Jakarta Bagus Ida Gede Manuaba.2004.Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri Dan Ginekologi (Karsinoma Serviks Uteri).Jakarta.Edisi kedua. Junaedi. Achmad. 2010. Cervical Cancer (Cancer of the Cervix). Online (http://www.medicinenet.com/cervical_cancer/discussion-88.htm). Ardiansyah. F. 2009. Kanker (Cancer). Online (http://www.cancerhelps.com/kanker.htm). Siauta. J.F. 2010. Kanker. Online (http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker) Norwitz,E; Schorge,J. 2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua ( Kanker Serviks dan Kanker Vagina). Jakarta: Erlangga Medical Series. Wilopo, SA. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Online (http://chnrl.net/mkia-kr/files/CaCervic-texfinal.pdf). Rahmawan,A. 2009. Laporan Kasus Kanker Serviks pada Kehamilan. Online (http://downloads.ziddu.com/downloadfile/8894825/KeganasanServi kspadaKehamilan.pdf.html).

Anda mungkin juga menyukai