Anda di halaman 1dari 3

PERAN MAHASISWA DALAM MENGEMBAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan jenjang terakhir dari hirarki pendidikan formal mempunyai tiga misi yang diemban yaitu pendidikan,penelitian dan pengabdian masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri DharmaPerguruan Tinggi. Tiga missi yang diembankannya tersebut bukanlah missi yangringan untuk direalisasikan. Misi pendidikan di Perguruan Tinggi merupakanproses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasiberikutnya, agar dengan demikian proses alih generasi juga diikuti denganproses alih ilmu pengetahuan dalam arti luas. Kemudian untuk menghindaristagnasi ilmu pengetahuan yang berorientasi pada tuntutan zaman, maka dalamproses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan membutuhkan pengembangan konsepatau teori ke arah konsep atau teori yang lebih baik. Usaha pengembangan teoriatau konsep dilaksanakan secara sistematis dan melalui prosedur ilmiah,kegiatan ini disebut penelitian. Usaha pewarisan dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh perguruan tinggi harussenantiasa memiliki pijakan dan relevansi dengan kondisi masyarakat. Usahamemformulasikan peran Perguruan Tinggi dalam dinamika masyarakat inilah yang lebih dikenal dengannama pengabdian masyarakat. Berdasarkan missi yang diembannya maka dapat dikatakan bahwa PerguruanTinggi mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga kajian dan sebagai lembagalayanan. Sebagai lembaga kajian maka Perguruan Tinggi mengembangkan ilmusebagai proses, sedangkan perannya sebagai lembaga layanan menghasilkan ilmusebagai produk. Dalam posisi sebagai lembaga kajian dan lembaga layanan maka PerguruanTinggi berfungsi sebagai konseptor, dinamisator dan evaluator pembangunanmasyarakat baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Fungsi konseptor terwujud melalui produk ilmiah yang dihasilkannya.Melalui serangkaian tindakan imiah yang dilaksanakan, Perguruan Tinggihendaknya mampu memprediksi kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi di masadepan, tetapi pada saat itu juga memiliki kemampuan menyusun suatu teori atau konsepyang dibutuhkan pada masa kini. Fungsi dinamisator secara langsung terlihat pada lulusan Perguruan Tinggiyang terdiri dari tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat berperan di dalam masyarakatnya. Sehingga tenaga-tenaga ahli tersebut dapatberperan sebagai dinamisator dalam laju pembangunan masyarakat. Banyaknya tenaga ahli lulusan Perguruan Tinggi yang terlibat dalam gerak pembangunan dimungkinkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru, langkah-langkah inovatif yang konsepsional dan lahirnya aspirasi-aspirasi baru.

Selanjutnya fungsi evaluator dilakukan bersama-sama oleh segenap wargasivitas akademika di dalam Perguruan Tinggi, melalui penelitian terhadapberbagai dampak pembangunan. Dengan pengertian yang lebih luas maka PerguruanTinggi hendaknya mampu bertindak sebagai pelopor pembaharuan dan modernisasi. Kemudian bersamaan dengan itu Perguruan Tinggi mampu pula bertindak sebagai agen perubahan sosial sekaligus sebagai pengawas sosial, sehingga dapat memberi warna terhadap arah lajuperkembangan dan pembangunan masyarakat. UpayaMeningkatkan Peran Mahasiswa Untuk mewujudkan peran Perguruan Tinggi seperti yang diungkapkan di muka maka dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi perlu dikembangkan kultur kebebasan mimbar (academic freedom culture). Pengembangan kultur kebebasan mimbar tersebut diupayakanuntuk meningkatkan kepekaan mahasiswa. Dalam kehidupan Perguruan Tinggi,pemanfaatan mimbar ilmiah dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa adalah tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri yaitumembentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi (sensitif/ involve) terhadap masyarakat. Jadi ada dua manfaat yang mendasar dari mimbar ilmiah, pertama untuk meningkatkankepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya). Upaya mendasar agar aplikasi pemanfaatan mimbar ilmiah itu bisa terselenggara maka harus tercipta kultur kebebasan mimbar (academic freedom culture) yang didukung oleh semua komponen Perguruan Tinggi. Kulturkebebasan mimbar bisa terwujud jika didukung adanya kebebasan belajar (freedomto learn) dan kebebasan berkomunikasi (freedom to communication).Kedua kebebasan ini merupakan sisi dari kebebasan mimbar dan merupakan upaya yang tepat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa. Freedom To Learn Oleh karena implikasi Perguruan Tinggi tidak terlepasdari pengabdian masyarakat, maka kebebasan belajar (freedom to learn) harusdiartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas pada dinding-dinding kampus,akan tetapi juga kebebasan untuk mempelajari persoalan-persoalan yang ada diluar dindingdinding kampus (masalah riil dalam masyarakat). Dan kebebasanuntuk mempelajari masalah riil dalam masyarakat ini adalah fokus yang terlebihpenting dalam mencetak mahasiswa yang betul-betul berurusan denganmasyarakatnya.

Adanya kebebasan belajar yang berimplikasi sosial(masyarakat), dilihat dari pengembangan intelektual adalah sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan ramuan ilmu yang dikonsumir oleh mahasiswasebagian dari dunia luar yang kondisinya lain dengan apa yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sebagai konsekwensinya apabila konsep-konsep serta teori yang datang dari luar tersebut mau digunakan untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan Indonesia maka memerlukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya. Dengandemikian mahasiswa dalam pengembangan intelektualnya tidak bisa berpaling darimasalah kemasyarakatan. Dan apabila keterlibatan mahasiswa dalam memahami masalah kemasyarakatan tidak dikembangkan maka ilmu-ilmu yang diterima dibangku kuliah akan menjadi pisau analisa yang tumpul. Alasan ini ditunjang olehGBHN bahwa usaha pembinaan mahasiswadiarahkan agar berjiwa penuh pengabdian sera memiliki rasa tanggung jawab yangbesar terhadap masa depan bangsa dan negara, sehingga bermanfaat bagiusaha-usaha nasional dan pembangunan daerah. Freedom To Communication Setelah adanya kebebasan belajar (freedom to learn) sebagai langkah awal dari cara mempelajaripersoalan-persoalan yang ada di lingkungan kampus dan masyarakat, maka untuklebih meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka dan mempunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan terciptanya cultur kebebasan berkomunikasi (freedom to communication). Kebebasan berkomunikasiyang baik adalah adanya peluang mahasiswa untuk berpendapat, bertanya, berhakuntuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif serta kebebasan untukpenyebaran ilmu pengetahuan dan publikasi hasil-hasil penelitian kepada seluruhkomponen Perguruan Tinggi dan terhadaplingkungan masyarakatnya. Dalam rangka terwujudnya kebebasan berkomunikasi ini,maka perlu adanya hubungan kerjasamaantara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan Perguruan Tinggi untukmengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, Pers, dansebagainya. Sebab menciptakan kultur kebebasan mimbar ilmiah adalah merupakan tanggung jawab seluruh sivitas akademika Perguruan Tinggi. Barangkali dengan pengertian freedom to learn danfreedom to communication tersebutmimbar ilmiah benar-benar dapat bermanfaat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa untuk mewujudkan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai