Anda di halaman 1dari 26

REFRAT OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Pembimbing : Dr. Puspa Zuleika, Sp. THT-KL. MKes

Oleh : Indah Nur Maya Sari Daulay S. Ked Alfian Hasbi Wulan Agustin 04104705278 04108705014 04108705015

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN THT RSMH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2012 1

HALAMAN PENGESAHAN

Refrat Berjudul : Otitis Media Supuratif Kronik

Oleh:

Indah Nur Maya Sari Daulay, S. Ked. Alfian Hasbi, S. Ked. Wulan Agustin, S. Ked.

04104705278 04108705014 04108705015

Telah dinilai dan diterima sebagai salah satu persyaratan kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kedokteran THT RSMH Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Palembang, Februari 2012 RSMH Palembang.

(Dr. Puspa Zuleika, Sp. THT-KL. MKes)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan refrat ini. Refrat ini dibuat untuk memenuhi sebagian syarat-syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kedokteran THT RSMH FK Unsri. Dengan disusunnya refrat ini, diharapkan bisa sedikit memberikan gambaran tentang otitis media supuratif kronik khususnya untuk mengetahui cara penegakkan diagnosis OMSK, sehingga sebagai dokter umum dapat melakukan diagnosis dan penatalaksanaan OMSK dengan cepat dan bisa mencegah komplikasi dari OMSK tersebut. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Puspa Zuleika, Sp. THT-KL. MKes, Selaku pembimbing penyusunan refrat ini dengan memberikan bimbingan dan nasehat dalam penyelesaian refrat ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada teman-teman, serta staf bagian THT RSMH, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan refrat ini. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan yang terdapat dalam penulisan refrat ini, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat.

DAFTAR ISI

1. Halaman Judul...........................................................................................1 2. Halaman Pengesahan.................................................................................2 3. Kata Pengantar..........................................................................................3 4. Daftar Isi...................................................................................................4 5. Bab I Pendahuluan..5 6. Bab II Tinjauan Pustaka 1. Anatomi telinga bagian tengah..6 2. Otitis Media Supuratif Kronik a. Definisi.11 b. Insiden .11 c. Klasifikasi 12 d. Etiologi 13 e. Pathogenesis 14 f. Patologi 15 g. Gejala klinis .16 h. Diagnosis .17 i. Penatalaksanaan20 j. Prognosis dan komplikasi.23 7. Bab III Kesimpulan25 8. Daftar Pustaka...26

BAB I PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Telinga Tengah1.2 Telinga tengah terdiri dari : a. Membran Timpani Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertical rata-rata 910 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu : 1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga. 2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani. 3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum. Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu: 1. Bagian dalam sirkuler. 2. Bagian luar radier . Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian : 1. Pars tensa Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal. 2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu : 1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka). 2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. Aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. b. Kavum Timpani Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : 1. Atap kavum timpani. Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada tulang sama sekali ( dehisensi). 2. Lantai kavum timpani Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis. 3. Dinding medial. Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea. Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk pleksus timpanikus. Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum anularis. Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Diatas fenestra vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini didalam kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi). 4. Dinding posterior

Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Dibawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat pada seratserat ligamen. Dibawah fosa inkudis dan dimedial dari korda timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan keatas dan masuk kedalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus fasialis. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. 5. Dinding anterior Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna1. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagaidrainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor timpani. Dibawah tuba, dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior dari saluran karotis. 6. Dinding lateral Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada diatas dan bawah membran timpani. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu : a. Epitimpanum. Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. Sebagian besar atik diisi oleh maleus inkus.

b. Mesotimpanum Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang lemah. c. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus jugulare. Kavum timpani terdiri dari : 1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes). 2. Dua otot. 3. Saraf korda timpani. 4. Saraf pleksus timpanikus. c. Prosesus Mastoideus Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari

epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm. Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada

dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid. Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga.

10

2. Otitis Media Supuratif Kronik 2.1. Definisi 3,4 OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahanperubahan patologis yang ireversibel. 2.2. Insiden4 Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.2 Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.

11

2.3. Klasifikasi4,5,6 OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: y Penyakit aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. y Penyakit tidak aktif Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga. 2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : a. Kongenital b. Didapat. Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal. teori itu adalah : y Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas. y Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.

12

Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori menurut Wendt).

Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction cholesteatom).

2.4. Etiologi3,4,5 Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cellmediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis. Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan 2. Genetik 3. Otitis media sebelumnya. 4. Infeksi 5. Infeksi saluran nafas atas 6. Autoimun 7. Alergi 8. Gangguan fungsi tuba eustachius. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK : y Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut. y Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. y Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. 13

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain: 1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang. a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. 5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid. 6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh. 2.5. Patogenesis5,6,7,8,9 Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa. Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi

14

respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana. Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.

2.6. Patologi OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah: 1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit 3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. 4. Pneumatisasi mastoid OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang.

15

2.7. Gejala klinis7,8,9 1. Telinga Berair (Otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat. 3. Otalgia (Nyeri Telinga) Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

16

1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular 2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani. 3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) 4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom. 2.8. Diagnosis4,5,7,10 Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara: 1. Anamnesis (history-taking) Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 2. Pemeriksaan otoskopi Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 3. Pemeriksaan audiologi Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. Derajat ketulian nilai ambang pendengaran Normal Tuli ringan Tuli sedang Tuli sedang berat : -10 dB sampai 26 dB : 27 dB sampai 40 dB : 41 dB sampai 55 dB : 56 dB sampai 70 dB

17

Tuli berat Tuli total

: 71 dB sampai 90 dB : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu : 1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB. 2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah 4. Pemeriksaan radiologi Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. a. Proyeksi Schuller Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. b. Proyeksi Mayer atau Owen, Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. c. Proyeksi Stenver Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat. d. Proyeksi Chause III

18

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom. 5. Bakteriologi Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. 1. Bakteri spesifik Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi. 2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob. Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokusaureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin.

19

2.9. Penatalaksanaan7,8,10,11 Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : 1. Konservatif 2. Operasi

A. OMSK benigna tenang Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi

(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

B. OMSK benigna aktif Prinsip pengobatan OMSK adalah : 1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. 2. Pemberian antibiotika : y Pemberian antibiotik topikal Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotic yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni. Bubuk telinga yang digunakan seperti : a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine b. Terramycin. c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

20

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah: 1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. 2. Neomisin Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga. 3. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid y Pemberian antibiotik sistemik Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah: Pseudomonas P. mirabilis P. morganii, P. vulgaris Klebsiella E. coli : : : : : Aminoglikosida karbenisilin

Ampisilin atau sefalosforin Aminoglikosida Karbenisilin

Sefalosforin atau aminoglikosida Ampisilin atau sefalosforin

21

S. Aureus Anti-stafilikokus aminoglikosida. Streptokokus aminoglikosida. B. fragilis

: Penisilin, sefalosforin, eritromisin,

: Penisilin, sefalosforin, eritromisin,

: Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti

pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

C. OMSK maligna Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy) 2. Mastoidektomi radikal 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi 4. Miringoplasti 5. Timpanoplasti

22

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty) Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. 2.10. Prognosis 10,11 Frekuensi komplikasi yang mengancam jiwa pada OMSK telah menurun secara dramatis dengan ditemukannya antibiotik. Angka mortalitas menurun tajam dari 76% pada tahun 1930-an menjadi 36% pada tahun 1980-an. Komplikasi ke intrakranial, merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. (WHO) Meningitis atau radang selaput otak adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling sering ditemukan di seluruh dunia, biasanya mempunyai gejala demam,sakit kepala serta adanya tanda-tanda perangsangan meningen, seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial. 2.11. Komplikasi 9,10,11 Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. A. Komplikasi ditelinga tengah : 1. Perforasi persisten membrane timpani 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial B. Komplikasi telinga dalam

23

1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural) C. Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis D. Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan : 1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak 2. Menembus selaput otak. 3. Masuk kejaringan otak.

24

BAB III KESIMPULAN

OMSK atau yang biasa disebut di masyarakat dengan congek adalah suatu infeksi telinga tengah menahun yang dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal. OMSK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang berkembang. Secara umum, ras dan faktor sosioekonomi mempengaruhi kejadian OMSK, kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi untuk kasus OMSK di mana prevalensi OMSK 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Penyakit ini ditandai dengan adanya perforasi membran timpani disertai dengan keluarnya cairan dari telinga yang lamanya lebih dari 2 bulan. Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak (tipe tubotimpanal) di mana proses peradangannya hanya terbatas pada mukosa telinga tengah, serta tipe ganas (tipe atikoantral) disertai kolesteatoma yang proses peradangannya sudah melibatkan tulang dan dapat mengakibatkan komplikasi di tulang temporal (ekstrakranial) atau ke dalam otak (intrakranial). Penatalaksanaannya meliputi pembersihan sekret telinga, medikamen dan tindakan operasi. Kekurangan pendengaran didapati pada 50% kasus OMSK

dan kematian terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian besar kasus komplikasi OMSK terjadi karena penderita cenderung mengabaikan keluhan telinga berair.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore GF et. All. 1989. Anatomy and Embriology of the Ear. Otolaryngology and Head and Neck Surgery. Elseiver. New York. 2. Wright. A. 1997. Anatomy and Ultra Structure of the Human Ear. Otolaryngology, 6th Ed. Vol. 1. Butterworth Heineman Ltd. 3. Djafar ZA. 2001. Kelainan telinga tengah. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 4. Helmi. 2001. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis dan Mastoiditis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. 1997. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta. 6. Kelompok Studi Otologi PERHATIKL. 2002. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia. 7. Browning G.G. 1997. Aetiopathology of Inflammatory Conditions of the External and Middle Ear. In: Scott-Browns Otolaryngology. 6th edition.Vol. 3. Butterworth-Heinemann. 8. World Health Organization. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media Burden of Illness and Management Options. Geneva, Switzerland. 9. Murakami Y. 1999. Surgical Anatomy and Pathology for Reconstructive Middle Ear Surgery. Reconstructive Surgery of the Middle Ear Elsevier. Amsterdam. 10. Aboet. A. 2010. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik. Divisi OtologiNeurootologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 11. Nursiah. S. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Antibiotika di Bagian THT Fakultas Kedonteran Universitas Sumatera Utara. Medan.

26

Anda mungkin juga menyukai