Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

Kompleksitas anatomi sinus paranasalis, maupun fungsinya menjadikan sinus adalah topik pembelajaran yang menarik dan bermanfaat. Terdapat empat pasang sinus, yaitu sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris. Sinus ini adalah rongga udara yang dilapisi oleh mukosa yang terletak di dalam tulang-tulang wajah dan tengkorak. Perkembangan sinus bermula dari saat dalam kandungan, tetapi sinus yang relevan secara klinis saat lahir adalah sinus maxillaris dan ethmoidalis. Perkembangan dinding lateral nasus bermula sebagai struktur halus dan tidak terdiferensiasi. Perkembangan pertama adalah concha maxillaris yang kemudian menjadi concha inferior. Setelah itu,tonjolan mesenkin yang adalah concha ethmoidalis, tumbuh menjadi concha nasalis media, superior dan suprema, yang terbagi lagi menjadi concha ethmoidalis kedua dan ketiga. Pertumbuhan ini diikuti dengan perkembangan sel-sel ager nasi, processus uncinatus dan infundibulum ethmoidalis. Sinus kemudian mulai berkembang. Sistem resultan adanya kavitas, depresi, ostia dan procesus adalah sistem kompleks struktur yang harus dipahami secara mendetail sebelum penatalaksanaan bedah penyakit sinus dapat berjalan aman dan efektif. Selanjutnya, anatomi makroskopis, anatomi mikroskopis, fisiologi dan fungsi sinus akan diuraikan.

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI

II. 1 DINDING NASUS LATERAL Dinding lateral nasus meliputi sebagian os ethmoidale, os maxilla, palatina, lacrimale, dan lamina pterygoideus medialis os sphenoidale, os nasal dan concha nasalis inferior. Tiga hingga empat concha terproyeksi dari dinding tersebut; concha nasalis suprema, superior dan media terproyeksi dari os ethmoidale. Concha nasalis inferior dianggap sebagai struktur mandiri. Setiap struktur ini melapisi ruangan udara di bawahnya dan di sebelah lateralnya yang dikenal dengan nama meatus. Sepotong kecil tulang yang terproyeksi dari os ethmoidale yang menutupi muara sinus maxillaris yang terletak di lateral dan membentuk palung di posterior concha nasalis media.Bagian tulang yang tipis disebut processus uncinatus. Dinding samping nasus bagian superior terdiri atas cellula ethmoidalis yang membatasi epitel olfaktori dan lamina cribosa di sebelah lateral. Di sebelah superior cellula ethmoidalis anterior terdapat sinus frontalis yang bermuara diantara cellula. Bagian superoposterior dinding nasus bagian lateral adalah dinding anterior sinus sphenoidalis yang berada di inferior sella turcica dan sinus cavernosus.

II. 1. 1. SINUS MAXILLARIS Perkembangan Sinus maxillaris (antrum Highmori) adalah sinus yang pertama berkembang. Struktur ini biasanya terisi cairan saat lahir. Pertumbuhan sinus ini terjadi dalam dua fase sela pertumbuhan tahun 0-3 dan 7-12. Selama fase terakhir, pneumatisasi menyebar lebih ke arah inferior ketika gigi permanen erupsi. Pneumatisasi dapat sangat luas hingga akar gigi terlihat dan selapis tipis jaringan lunak menutupi mereka. Struktur Sinus maxillaris dewasa berbentuk piramida yang bervolume sekitar 15 ml (34x33x23 mm). Basis sinus adalah dinding nasus dengan puncak menunjuk ke arah processus zygomaticus. Dinding anterior mempunyai foramen infraorbital yang terletak pada pars midsuperior yang dilalui oleh nervus infraorbital pada atap sinus dan keluar melalui foramen tersebut. Bagian tertipis dinding anterior terletak di superior gigi caninus pada fossa canina. Atap dibentuk oleh lantai cavum orbita dan dipisahkan oleh perjalanan nervus infraorbitalis. Dinding posterior tidak jelas. Di sebelah posterior dinding ini terdapat fossa pterygomaxillaris yang dilewati arteri maxillaris interna, ganglion sphenopalatina dan canalis Vidian yang dilewati nervus palatinus mayor dan foramen rotundum. Lantai, seperti didiskusikan di atas, bervariasi ketinggiannya. Dari lahir hingga usia 9 tahun, lantai sinus berada di atas cavitas nasalis. Pada usia 9 tahun, lantai sinus biasanya berada sejajar dengan lantai nasus. Lantai biasanya terus berkembang ke inferior seiring dengan pneumatisasi sinus maxillaris. Karena hubungannya berdekatan dengan gigi geligi, penyakit gigi dapat menyebabkan infeksi sinus maxillaris dan ekstraksi gigi dapat mengakibatkan fistula oroantral.

Suplai Darah Sinus maxillaris disuplai oleh arteri maxillaris interna. Arteri ini termasuk mempercabangkan arteri infraorbitalis (berjalan bersama nervus infraorbitalis), sphenopalatina rami lateralis, palatina mayor dan arteri alveolaris. Drainase vena berjalan di sebelah anterior menuju vena facialis dan di sebelah posterior menuju vena maxillaris dan jugularis terhadap sistem sinus dural. Inervasi Sinus maxillaris diinervasi oleh rami maxillaris. Secara rinci, nervus palatina mayor dan nervus infraorbital. Struktur Terkait Ductus nasolacrimalis Ductus nasolacrimalis merupakan drainase saccus lacrimalis dan berjalan dari fossa lacrimalis pada cavum orbita, dan bermuara pada bagian anterior meatus nasalis inferior. Ductus terletak sangat berdekatan dengan ostium maxillaris (kira-kira 4-9 di sebelah anterior ostium. Ostium Natural Ostium maxillaris terletak di bagian superior dinding medial sinus. Ostium ini biasanya terletak setengah posterior infundibulum ethmoidalis atau di sebelah posterior sepertiga inferior processus uncinatus. Tepi posterior ostia bersambungan dengan lamina papyracea, sehingga menjadi patokan batas lateral diseksi bedah. Ukuran ostium kira-kira 2,4 mm tetapi dapat bervariasi dari 1 17 mm. Delapan puluh delapan persen ostium maxillaris tersembunyi di posterior processus uncinatus dan dengan demikian tidak dapat terlihat dengan endoskopi. Ostium accessoris/ Fontanella Anterior/ Posterior Ostium ini non-fungsional dan berfungsi untuk drainase sinus jika ostium natural tersumbat dan tekanan atau gravitasi intrasinus menggerakkan material keluar dari ostium. Ostium accessoris biasanya ditemukan di fontanela posterior.

II. 1. 2. SINUS ETHMOIDALIS Perkembangan Sinus ethmoidalis terlihat jelas sebagai struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru lahir. Selama perkembangan fetus, cellula ethmoidalis anterior berkembang terlebih dahulu, yang kemudian diikuti dengan cellula ethmoidalis posterior. Cellula berkembang bertahap dan berukuran optimal pada usia 12 tahun. Cellula biasanya tidak nampak pada radiografi hingga usia satu tahun. Septa bertahap menipis dan berpneumatisasi ketika usia bertambah. Cellula ethmoidalis adalah sinus yang paling bervariasi dan kadang ditemukan di superior cavum orbita, lateral terhadap sinus sphenoidalis, ke arah atap sinus maxillaris dan di sebelah superoanterior sinus frontalis. Cellula-cellula ini memiliki nama. Cellula di sebelah superior cavum orbit disebut cellula supraorbital dan ditemukan pada sekitar 15% pasien. Invasi cellula ethmoidalis hingga lantai sinus frontalis disebut bulla frontalis. Perluasan hingga ke concha nasalis media disebut concha bullosa. Cellula di atap sinus maxillaris (infraorbital) disebut cellula Haller, dan ditemukan pada 10% populasi. Cellula ini dapat menyumbat ostium, menyempitkan infundibulum dan mengakibatkan gangguan fungsi normal sinus. Sedangkan cellula yang meluas secara anterolateral ke arah sinus sphenoidalis disebut cellula Onodi (10%). Variabilitas umum cellula ini menjadikan pencitraan preoperatif penting untuk assesment anatomi individu pasien. Struktur Cellula ethmoidalis posterior dan anterior bervolume 15 ml (3,3 x 2,7 x 1,4 cm). Cellula ethmoidalis berbentuk seperti piramida dan terbagi menjadi cellula kecil jamak yang dipisahkan oleh septum tipis. Atap cellula ethmoidalis terdiri atas struktur penting. Atap cellula ethmoidalis melandai ke posterior (15 derajat) dan medial. Dua-pertiga anterior atap tebal dan kuat dan terdiri atas os frontal dan foveola ethmoidalis. Sepertiga posterior lebih superior di sebelah lateral dan melandai ke inferior ke arah lamina et foramina cribosa. Perbedaan ketinggian antara atap lateral dan medial bervariasi, antara 15 17

mm. Bagian posterior cellula ethmoidalis berbatasan dengan sinus sphenoidalis. Dinding lateral adalah lamina papyracea/ lamina orbitalis. Suplai Darah Sinus ethmoidalis disuplai dari arteri carotis interna dan externa. Arteri sphenopalatina dan arteri opthalmicus (yang bercabang menjadi arteri ethmoidalis anterior dan posterior) mensuplai sinus. Drainase vena mengikuti aliran arteri sehingga dapat mengetahui infeksi yang terjadi intrakranial. Inervasi Nervus maxillaris dan mandibularis menginervasi sinus ethmoidalis. Nervus maxillaris menginervasi bagian superior sedangkan nervus mandibularis menginervasi regio inferior. Inervasi parasimpatis melalui nervus Vidian. Inervasi simpatis melalui ganglion simpatis cervicalis dan melalui arteri ke arah mukosa sinus. Struktur Terkait Lamella Basalis Concha Nasalis Media Struktur ini memisahkan antara cellula ethmoidalis anterior dan posterior; merupakan perlekatan concha nasalis media dan berjalan pada tiga bidang yang berbeda dalam perjalanannya dari anterior dan posterior. Bagian paling anterior terletak vertikal dan terinsersi pada crista ethmoidalis dan basis cranii. Sepertiga media berjalan oblik dan terinsersi pada lamina papyracea. Sepertiga posterior berjalan horizontal dan berinsersi pada lamina papyracea. Ruang di sebelah inferior concha nasalis media diistilahkan meatus nasi media, yang menjadi drainase sinus maxxillaris, sinus frontalis dan sinus ethmoidalis. Kerusakan akibat bedah terhadap bagian anterior atau posterior concha nasalis media dapat melabilkan struktur ini dan di sebelah anterior berisiko merusak lamina et foramina cribosa.

Cellula Ethmoidalis Anterior dan Posterior Cellula ethmoidalis anterior terletak anterior terhadap lamella basalis. Cellula ethmoidalis anterior berdrainase ke meatus nasi media melalui infundibulum ethmoidalis. Cellula ethmoidalis anterior termasuk agger nasi, bulla ethmoidalis dan cellula ethmoidalis anterior lainnya. Cellula ethmodalis posterior berdrainase ke meatus nasalis superior dan berbatasan dengan sinus sphenoidalis. Cellula ethmoidalis anterior lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya daripada cellula ethmoidalis anterior. Cellula agger nasi Cellula agger nasi terletak pada os lacrimalis di sebelah anterior dan superior terhadap persimpangan antara concha nasalis media dengan dinding nasal (sering dideskripsikan sebagai penonjolan pada dinding nasus lateral dimana concha nasalis media melekat). Agger nasi tersembunyi di posterior bagian paling anterior processus uncinatus dan berdrainase menuju hiatus semilunaris. Agger nasi adalah cellula yang berpneumatisasi pada bayi yang baru lahir dan prominen selama masa kanak-kanak. Jumlahnya dari satu hingga tiga. Dinding posterior cellula membentuk dinding anterior recessus frontalis. Atap cellula ethmoidalis adalah dasar sinus frontalis, dan dengan demikian menjadi patokan penting pembedahan sinus frontalis. Bulla Ethmoidalis Bulla ethmoidalis adalah patokan yang letaknya paling konstan untuk tindakan bedah. Bulla ethmoidalis terletak di sebelah superior infundibulum ethmoidalis dan tepi superior dan permukaan lateral/ inferior processus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Bulla ethmoidalis biasanya paling besar diantara cellula ethmoidalis anterior. Arteri ethmoidalis anterior biasanya berjalan melawati atap cellula ini. Recessus suprabulla dan retrobulla dapat terbentuk ketika bulla ethmoidalis tidak meluas hingga basis cranii. Recessus suprabulla terbentuk ketika terdapat celah diantara atap bulla ethmoidalis dan fovea. Spasia retrobulla terbentuk ketika terdapat celah antara lamella basalis dan bulla ethmoidalis. Spasia retrobulla terbuka menuju struktur yang disebut hiatus semilunaris superior.

Infundibulum Ethmoidalis Perkembangan infundibulum mendahului sinus. Recessus ini, dimana sinus ethmoidalis, sinus maxillaris dan sinus frontalis berdrainase dibentuk oleh bermacammacam struktur. Dinding anterior terbentuk oleh processus uncinatus, dinding medial adalah processus frontalis os maxilla dan lamina papyracea. Dinding anterior berjalan ke anterior berkelanjutan dengan recessus frontalis hingga batas posterior dimana processus uncinatus melekat ke lamina. Lubang di sebelah superior recessus disebut hiatus semilunaris. Sinus maxillaris juga ditemukan pada daerah ini. Arteri Ethmoidalis Posterior/ Anterior Arteri ethmoidalis anterior dan posterior dipercabangkan dari arteri opthalmicus di cavum orbita. Arteri anterior menembus musculus rectus medialis dan berpenetrasi lamina papyracea. Arteri kemudian melintasi atap sinus ethmoidalis, kadang mensuplai lamina et foramina cribosa dan septum anterior. Arteri ini biasanya single dan besar dan dapat menutup ke inferior menuju cellula. Posisinya berdekatan dengan struktur yang letaknya lebih medial, yaitu fovea ethmoidalis. Arteri ethmoidalis posterior melewati musculus rectus medialis, menembus lamina papyracea dan berjalan melalui cellula ethmoidalis posterior (biasanya berhubungan dengan dinding anterior cellula ethmoidalis paling-posterior) hingga ke septum. Arteri ini mensuplai sinus ethmoidalis posterior, bagian concha nasalis superior dan media dan sebagian kecil septum posterior. Arteri ini biasanya lebih kecil dan bercabang. Posisi arteri ethmoidalis posterior berhubungan dengan posisi nervus opticus yang berdekatan dengan atap cavum orbita.

II. 1. 3. SINUS FRONTALIS Perkembangan Os frontal adalah tulang membranosa saat lahir sehingga jarang lebih dari satu recessus hingga tulang mulai menulang sekitar usia dua tahun. Dengan demikian, radiografi jarang menunjukkan struktur ini sebelum usia dua tahun. Pertumbuhan sejati bermula pada usia lima tahun dan berlanjut hingga akhir usia belasan tahun. Struktur Volume sinus sekitar 6 7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus frontalis sangat bervariasi, tetapi pada umumnya berbentuk corong dan mengarah ke superior. Kedalaman sinus adalah dimensi yang paling signifikan secara bedah karena menentukan limitasi pendekatan bedah. Kedua sinus frontalis mempunyai ostia di sebelah posteromedial. Hal ini yang menyebabkan sinus ini jarang terlibat dalam penyakit infeksi. Baik dinding anterior dan posterior sinus terdiri atas diploe. Meski demikian, dinding posterior (memisahkan sinus frontalis dengan fossa cranii anterior) jauh lebih tipis. Dasar sinus ikut membentuk atap cavum orbital. Vascular supply The frontal sinus is supplied by the ophthalmic artery via the supraorbital and supratroclear arteries. Venous drainage is via the superior ophthalmic veins to the

cavernous sinus and via small venulae in the posterior wall which drain to the dural sinuses. Innervation The frontal sinus is innervated by a branches of V1. Specifically, these nerves include the supraorbital and supratrochlear branches. Struktur Terkait

Recessus Frontalis Recessus frontalis adalah ruangan yang ada diantara sinus frontalis dengan hiatus semilunaris. Batas anterior dengan cellula agger nasi dan di sebelah superior dengan sinus frontalis, di sebelah medial dengan concha nasalis media dan di sebelah lateral dengan lamina papyracea. Kavitas menyerupai dumbbel, sinus frontalis menyempit pada ostium sinus dan kemudian terbuka lagi menuju recessus frontalis yang melebar. Tergantung dari perluasan pneumatisasi sinus ethmoidalis, recessus ini dapat berbentuk tubuler sehingga penyempitan dumbbell menjadi lebih panjang. Struktur anomali seperti sinus lateralis (sebelah posterior recessus frontalis pada basis cranii) dan bulla frontalis (sebelah anterior recessus pada dasar sinus frontalis) dapat disalahartikan sebagai sinus frontalis selama pembedahan sinus.

II. 1. 4. SINUS SPHENOIDALIS Perkembangan Sinus sphenoidalis adalah sinus yang unik karena tidak berasal dari outpouching cavum nasi. Sinus ini berasal dari kapsul nasalis embrio. Sinus sphenoidalis tetap tidak berkembang sampai usia tiga tahun. Pada usia tujuh tahun, pneumatisasi telah mencapai sella turcica. Pada usia 18 tahun, sinus telah mencapai ukuran penuh.

10

Struktur Pada akhir usia belasan tahun, sinus mencapai ukuran penuh dengan volume 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat bervariasi. Umumnya, struktur bilateral ini terletak di bagian posterosuperior cavum nasi. Pneumatisasi dapat meluas hingga clivus, ala sphenoidalis dan foramen magnum. Dinding sinus sphenoidalis bervariasi dalam ketebalan dengan dinding anterosuperior dan atap paling tipis (0,1 1,5 mm). Dinding lainnya lebih tebal. Bagian paling tipis dinding anterior adalah 1 cm dari fovea ethmoidalis. Posisi sinus dan hubungan anatomi tergantung pada perluasan pneumatisasi. Sinus dapat terletak di sebelah anterior ataupun di sebelah inferior sella turcica (concha, presella, sella, sella/ postsella). Posisi paling posterior dapat terletak berdekatan dengan struktur vital seperti arteri carotis, nervus opticus, nervus maxillaris, nervus Vidian, pons, sella turcica, dan sinus cavernosus. Struktur-struktur ini kadang diidentifikasi sebagai lekukan pada atap dan dinding sinus. Pengambilan septa sinus harus berhati-hati karena berlanjutan dengan canalis carotis dan canalis opticus dan dapat mengakibatkan kematian dan kebutaan. Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis. Ostium sangat kecil (0,5 4 mm) dan terletak sekitar 10 mm di atas dasar sinus. Tiga-puluh derajat sudut yang digambar dari dasar cavum nasi anterior dapat digunakan sebagai perkiraan lokasi ostium dinding nasal posterosuperior. Ostium biasanya terletak di sebelah medial concha nasalis suprema/ superior, dan hanya beberapa milimeter dari lamina et foramina cribosa. Suplai Darah Arteri ethmoidalis posterior mensuplai atap sinus sphenoidalis. Bagian sinus lainnya disuplai oleh arteri sphenopalatina. Drainase vena melalui vena maxillaris menuju pleksus jugularis dan pterygoideus. Inervasi Sinus sphenoidalis diinervasi oleh ramus nervus maxillaris dan mandibularis. Nervus nasociliaris (cabang nervus maxillaris) berjalan menuju nervus ethmoidalis

11

posterior dan mensuplai atap sinus. Cabang nervus sphenopalatina (nervus maxillaris) mensuplai dasar sinus. Struktur Terkait Recessus Sphenoethmoidalis Recessus sphenoethmoidalis adalah ruang di sebelah posterior dan superior concha nasalis superior. Batas ruangan ini dibentuk oleh banyak struktur. Dinding anterior sinus sphenoidalis membentuk bagian posterior. Septum nasalis dan lamina et foramina cribosa membentuk bagian medial dan superior. Perluasan di sebelah anterolateral ditentukan melalui concha nasalis superior. Recessus terbuka ke cavum nasi di sebelah inferior. Cellula ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis bermuara menuju regio ini. Rostrum sphenoidalis Struktur ini adalah proyeksi pada midline dinding sinus sphenoidalis anterior. Rostrum berartikulasi dengan lamina perpendicular dan vomer. Cellula Onodi Seperti yang telah didiskusikan di atas, cellula ini adalah cellula ethmoidalis yang terletak di sebelah anterolateral sinus sphenoidalis. Struktur penting seperti arteri carotis dan nervus opticus dapat melalui cellula ini. Diseksi yang teliti pada area ini dan pemeriksaan radiografi preoperatif yang baik penting untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan.

12

II. 2. ANATOMI MIKROSKOPIS Sinus dilapisi oleh epitel kolumner pseudostratifikasi bersilia yang berlanjut dengan mukosa cavum nasi. Epitel sinus lebih tipis dibandingkan dengan epitel nasus. Ada empat tipe dasar tipe sel: sel epitel kolumner, sel kolumner non-siliaris, sel-sel basal dan sel goblet. Sel-sel bersilia mempunyai 50 200 silia per sel dengan 9 11 mikrotubulus dan lengan dynein. Data eksperimental menunjukkan bahwa sel ini berdenyut 700 800 kali per menit, menggerakkan dengan kecepatan 9 mm/ menit. Selsel non-siliaris ditandai dengan adanya mikrofili yang menutupi bagian apikal sel dan berfungsi untuk meningkatkan area permukaan (untuk memfasilitasi kelembaban dan menghangatkan udara yang dihirup). Menarik untuk dicacat bahwa terdapat peningkatan konsentrasi (lebih dari 50%) pada ostium sinus. Fungsi sel-sel basal tidak diketahui. Selsel ini bervariasi dalam bentuk, ukuran dan jumlah. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel basal bertindak sebagai sel induk yang dapat berdiferensiasi jika diperlukan. Sel goblet menghasilkan glikoprotein yang berperan untuk viskositas dan elastisitas mukus. Sel-sel goblet diinervasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Dengan demikian, stimulasi parasimpatis menginduksi mukus yang lebih tebal sedangkan stimulasi simpatis menginduksi sekresi mukus yang lebih serus. Lapisan epitel disokong dengan membran basalis, lamina propia dan periosteum. Glandula serosa dan mukosa terdapat di lamina propia. Penelitian anatomis menunjukkan bahwa sel-sel goblet dan glandula submukosa pada sinus lebih sedikit dibandingkan pada mukosa nasus. Diantara semua sinus, sinus maxillaris mempunyai kepadatan sel goblet tertinggi. Ostium sinus maxillaris, sphenoidalis dan ethmoidalis anterior mempunyai peningkatan jumlah glandula submukosa serosa dan mukosa.

13

II. 3. KLIRENS ( CLEARANCE ) MUCOCILIARIS Sel-sel bersilia pada setiap sinus bergerak ke arah spesifik. Karena banyak sinus yang berkembang dengan cara ke arah luar dan inferior, mukosa bersilia kadang menggerakkan material melawan gravitasi menuju muara sinus. Hal ini berarti mukus diproduksi berdekatan dengan muara sinus. Ini adalah salah satu alasan bahwa adanya ostia accessoris pada tempat selain ostium fisiologis tidak berpengaruh signifikan terhadap drainase sinus. Faktanya, mukus mengalir dari ostia memasuki sinus kembali melalui ostia baru dan berputar melalui sinus lagi. Hilding adalah yang pertama mendeskripsikan bahwa setiap aliran mukus sinus mengikuti pola tertentu, dan hasil observasinya masih valid hingga sekarang. Peneliti selanjutnya mendeskripsikan fenomena stagnasi yang terjadi ketika dua permukaan bersilia berkontak (terutama pada kompleks osteomeatus). Hal ini dapat mengganggu klirens mukus dan dapat mengakibatkan sinusitis.

II. 4. FUNGSI SINUS Fisiologi dan fungsi sinus telah menjadi topik beberapa penelitian. Sayangnya, kami masih tidak yakin dengan semua fungsi rongga udara ini. Banyak teori menyatakan tentang fungsi sinus. Fungsi sinus termasuk untuk menghangatkan atau melembabkan udara yang dihirup, membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan gas serum (dan terkadang ventilasi permenit), berperan dalam pertahanan tubuh, meningkatkan area permukaan mukosa, meringankan tengkorak, memberikan resonansi suara, penyerap shock dan berperan dalam pertumbuhan tulang muka. Hidung adalah pelembab dan penghangat udara yang menakjubkan. Bahkan dengan aliran udara 7 liter permenit, hidung belum mencapai kemampuan maksimalnya untuk melaksanakan fungsi ini. Proses melembabkan nasus telah berkontribusi sebanyak 6,9 mm Hg serum pO2. Meskipun mukosa nasus paling baik untuk melaksanakan tugas ini, sinus juga berkontribusi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa individu yang bernafas dengan mulut mempunyai penurunan volume tidal CO2 yang dapat menaikkan serum CO2 dan sleep apnea.

14

Sinus memproduksi mukus dalam jumlah besar, maka sinus berkontribusi besar terhadap sistem imun/ filtrasi udara melalui hidung. Mukosa nasus dan sinus bersilia dan berfungsi untuk menggerakkan mukus menuju choana dan gaster di inferior. Lapisan superfisial yang menebal pada mukosa nasal bertindak sebagai perangkap bakteri dan memecah substansi melalui sel-sel imun, antibodi dan protein antibakteri, lapisan sol yang mendasari lebih tipis dan menghasilkan substrat yang dapat menggerakkan silia; ujung silia melekat pada lapisan superfisial dan mendorong substrat ke arah gerakan. Kecuali tersumbat oleh penyakit ataupun variasi anatomi, sinus menggerakkan mukus keluar dari ostium menuju choana. Penelitian paling mutakhir mengenai fungsi sinus berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO). Penelitian menunjukkan bahwa produksi NO intranasal terutama di dalam sinus. NO toksik terhadap bakteri, jamur dan virus pada tingkat 100 ppb. Konsentrasi substansi NO dalam nasus dapat mencapai 30.000 ppb sehingga beberapa peneliti mengusulkan sebagai mekanisme sterilisasi sinus. NO juga dapat meningkatkan motilitas silia. Fisiologi dan fungsi sinus paranasalis adalah subjek yang merefleksikan kompleksitas anatominya. Penelitian berkelanjutan akan dapat mengungkapkan bahwa fungsi ini merupakan bagian dari gambaran yang lebih besar dari yang nampak sekarang. Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa- apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: 1) Sebagai pengatur kondisi udara Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volumen pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung. 2) Sebagai penahan suhu (thermal insulator)

15

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah- ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus- sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organorgan yang dilindungi. 3) Membantu Keseimbangan Kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. 4) Membantu Resonasi Suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonancia suara dan mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonador yang efektif. Lagi[ula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan- hewan tingkat rendah. 5) Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara Fungsi ini berjalan bila tidak ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. 6) Membantu Produksi Mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan mukus yang dihasilkan oleh rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

16

Pergerakan silia dalam drainase sinus

17

DAFTAR PUSTAKA Anon, Jack B., et al, Anatomy of the Paranasal Sinuses, Theime, New York, c1996. Bhatt, Nikhil J., Endoscopic Sinus Surgery: New Horizons, Singular Publishing Group, Inc., San Diego, c1997. Bailey, Byron J., et al, Head & Neck Surgery -- Otolaryngology, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, c2001. Lundberg, J., Weitzberg, E. Nasal Nitric Oxide in Man. Thorax 1999; 54(10):947-952. McCaffrey, Thomas V., Rhinologic Diagnosis and Treatment, Thieme, New York, c1997. Marks, Steven C. Nasal and Sinus Surgery, W.B. Saunders Co., Philadelphia, c2000. Navarro, Joao A.C., The Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, Springer, Berlin, c2001. Watelet, J.B., Cauwenberge P. Van, Applied Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal Sinuses. Allergy 1999; 54, Supp 57:14-25.

18

Anda mungkin juga menyukai