Anda di halaman 1dari 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Pasir Besi di Indonesia Salah satu bahan tambang yang banyak ditemukan dan digunakan di Indonesia adalah pasir besi. Kandungan yang banyak terdapat pada pasir besi yang ada di Indonesia adalah besi oksida (Fe3O4 dan Fe2O3) dan silikon oksida (SiO2) serta senyawasenyawa lain dengan kadar yang kecil. Kadar Fe3O4 yang lumayan besar pada pasir Indonesia (25-30%) membuat nilai jual dari pasir ini meningkat, bahkan nilai jual ini dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengekstrak Fe3O4 dan kemudian mensistesisnya menjadi partikel berukuran nanometer (www.wikipedia.com./pasir besi di indonesia, 2009). 2.2. Nanomagnetik Material Fe3O4 Penampilan fisik Fe3O4 secara umum berwarna hitam seperti batuan magnetit yang ditemukan di kota Peninsula, Rusia. Pada mulanya bahan magnetik ini digunakan sebagai kompas tetapi dalam perkembangan selanjutnya bahan magnetik Fe3O4 ini kemudian disintesis menjadi partikel berukuran nanometer dan diaplikasikan sebagai komponen peredam getaran, coolant, dan ferrofluida (Kittel, 1996) . Ditinjau dari sifat kemagnetannya dalam keadaan dalam keadaan unsur tunggal besi bersifat ferromagnetik. Respon kemagnetan dari bahan ini besar dan nilainya bergantung temperatur. Pada skala atomik bahan elektromagnetik ini memiliki banyak elektron yang tidak berpasangan secara spin. Pada bahan ini tiap-tiap dipol magnetik berinteraksi satu sama lain dengan dipol yang berada di dekatnya. Dipol-dipol ini bergabung menjadi domain magnetik. Tiap-tiap domain magnetik mengandung milyaran dipol yang ukurannya sama besar dan memiliki orientassi yang sama. Dalam bentuk besi oksida Fe3O4 sifatnya berubah menjadi ferrimagnetik yang mana

6 pada bahan jenis ini domain-domain saling anti paralel, tetapi jumlah dipol pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih memiliki resultan magnetisasi cukup besar, suseptibilitasnya tinggi dan tergantung temperatur (Masruroh, 2009). Magnetit merupakan mineral ferrimagnetik dengan rumus kimia Fe3O4 satu dari beberapa besi oksida dan anggota dari grup spinel. Nama kimia magnetit menurut IUPAC adalah besi (II, III) oksida dan nama kimia secara umum adalah ferit oksida (ferrousferric oxide). Rumus kimia magnetit sering ditulis dalam bentuk FeO..Fe2O3 dimana satu bagian adalah wustite (FeO) dan bagian lainnya adalah hematit (Fe2O3). Hal ini menunjuk pada keadaan oksida yang berbeda dengan besi dalam suatu struktur, bukan larutan padat (solid solution) (Ganaprakash, 2007).

Gambar 2.1 Struktur kristal Fe3O4 yang terdiri dari kristal tetrahedral dan oktahedral

Gambar 2.2 Unit sel Fe3O4

Temperatur Curie dari magnetit adalah 585 K, dan larut secara lambat di dalam asam klorida. Magnetit merupakan partikel yang paling bersifat magnetik dari semua mineral yang ada di bumi. Butiran kecil magnetit ditemukan di dalam batuan sedimen. Sebagian besar pasir yang ferit yang ditemukan biasanya dalam keadan terkotori seperti mineral-mineral di dalam batu. Pengetahuan tentang sifat-sifat ferit penting untuk ahli geologis yang tertarik mempelajari sifat magnetik batu-batuan. Partikel nanomagnetik memiliki sifat fisi dan kimia yang bervariasi dan dapat diaplikassikan dalam berbaga bidang. Salah satu partikel magnetik tersebut adalah nanopartikel Fe3O4 (magnetit). Lao et al. (2004), meneliti dan memperoleh hasil bahwa partikel nano ini dapat dimanfaatkan sebagai material untuk kegunaan sistem pengangkutan obat-obatan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan terapi kanker. Aplikasi dalam berbagai bidang tersebut menuntut kita berfikir bahwa sangatlah penting untuk mempertimbangkan ukuran partikel, sifat magnetik dan jari-jari dari partikel itu sendiri. Metode sintesis yang telah dilakukan adalah metode sol gel, hidrolisis terkontrol dan metode kopresipitasi (Day, 1989).

8 2.3 Metode Kopresipitasi Metode kopresipitasi merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan anali dari penganggu-pengganggunya. Metode lainnya adalah elekrolisis, ekstraksi pelarut, kromatografi dan pengatsiran. Aturan umum menyatakan bahwa suatu partikel bulat haruslah berdiameter lebih besar dari 10-4 cm agar mengendap di dalam larutan sebagai endapan. Partikel pada garis tengah 10-4 -10-7 cm disebut koloid. Proses pengendapan ditunjukkan pada Gambar 2.3 [9].
Partikel koloid (10-7 10-4 cm) Pengendapan (>10-4 cm)

Ion-ion dalam larutan (10-8 cm)

Gambar 2.3 Perubahan ukuran partikel pada proses pengendapan

Jika beberapa koloid berkoagulasi mengangkut turun sejumlah besar air, maka akan memberikan endapan mirip selai yang disebut gel atau hidrogel dengan air sebagai pelarutnya. Besi (III) hidroksida dan ammonium hidroksida serta asam silikat merupakan contoh dari emulsoid. Pengendapan besi (III) hidroksida (Fe2O3-xH2O) disusul dengan pemanasan tinggi menjadi Fe2O3. Metode ini digunakan dalam analisis bantuan di mana besi dipisahkan dari unsur-unsurnya seperti kalsium dan magnesium dengan pengendapan. Bijih besi biasanya dilarutkan dalam asam klorida dan asam nitrat atau brom digunakan untuk mengoksidasi kekeadaan oksida +3. Besi (III) oksida (Fe2O3) cukup mudah tereduksi menjadi Fe3O4 atau Fe oleh karbon dari kertas filter. Endapan yang sudah dipanaskan ulang untuk membentuk kembali Fe2O3 (www.wikipedia.com/Fe3O4, 2009). Dalam pembuatan ferit, cara-cara dan kondisi yang digunakan akan berpengaruh sekali terhadap sifat-sifat produk akhir yang diperoleh. Dalam metoda basah, garam-garam yang diperlukan

9 sebagai bahan dasar dilarutkan bersama-sama dalam pelarut misalnya air. Larutan diaduk sampai homogen, kemudian ditambahkan larutan pengendap sedemikian rupa sehingga endapan yang didapat mempunyai homogenitas yang tinggi. Endapan kemudian dikalsinasi pada suhu 600-1000 C untuk diubah menjadi bubuk ferit. Senyawa karbonat dapat dapat digunakan sebagai pengendap. Biasanya digunakan pengendap NaOH hanya kerugiannya kation Na+ dapat diabsorbsi oleh endapan hidroksida, sedangkan pencucian untuk membebaskan endapan dari kationkation ini sangat sulit dilakukan. Pengotoran seperti ini menurunkan mutu ferit yang dibuat. Penggunaan NH4OH maka pengotor pada endapan dapat dihilangkan dengan jalan memanaskan endapan pada suhu tinggi. Presipitasi serbuk memiliki karakteristik yang umum, ukuran kristal yang cukup kecil dan beraglomerasi merupakan kecenderungan alaminya. Alternatif lain, ion logam di direaksikan dengan hidrogen dengan menjadi bentuk presipitat logam. Contoh umumnya seperti serbuk tembaga, nikel, kobalt dengan kemurniannya 99,8 %. Secara kimia, serbuk yang dipresipitasi mempunyai kemurnian yang tinggi, ukuran partikel kecil dan kecenderungan untuk beraglomerasi. 2.4 Fe2O3 Besi (III) Oksida dikenal sebagai ferric oxide, hematit, besi oksida merah dengan rumus kimia Fe2O3. Besi (III) Oksida memiliki beberapa fasa yaitu : a. Fasa Alfa (-Fe2O3) Fasa - Fe2O3 memiliki struktur rhombohedral. Itu terjadi karena secara alami sebagai mineral hematit yang merupakan hasil utama dari panambangan, dan memiliki sifat antiferromagnetik hingga mencapai suhu kritis 950 K. Itu mudah dibuat dengan menggunakan thermal decomposition dan presipitasi pada fasa cair. Sifat magnetik fasa ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu tekanan, ukuran partikel, intensitas medan magnetik.

10 b. Fasa Beta Fasa -Fe2O3 memiliki struktul kristal FCC, bersifat metastabil, pada suhu 500 C berubah menjadi fasa alfa. Dapat dibuat dengan mereduksi fasa hematit dengan menggunakan karbon, pyrolysis dari larutan besi (III) klorida atau thermal decomposition dari besi (III) sulfat. c. Fasa Gamma Fasa - Fe2O3 memiliki struktur kristal kubik, bersifat metastabil, berubah menjadi fasa alfa pada temperatur yang tinggi. Di alam berbentuk sebagai maghemit. Bersifat ferrimagnetik, dan pada ukuran yang ultra halus yang lebih kecil daripada 10 nm bersifar superparamagnetik. Fasa gamma bisa dibuat dengan metode thermal dehydration gamma besi (III) oksida hidroksida maupun dari oksidasi Fe3O4. Partikel yang ultra halus bisa dibuat dengan thermal decomposition dari besi (III) oksalat. d. Fasa Epsilon Fasa - Fe2O3 memiliki kristal rhombik, menunjukkan sifat antara alfa dan gamma sehingga tidak dapat dibuat dari bentuk murni karena selalu merupakan campuran antara fasa alfa dan fasa gamma. Bahan dengan perbandingan fasa epsilon yang tinggi dapat dibuat dengan thermal transformation dari fasa gamma. Fasa epsilon bersifat metastabil, berubah menjadi fasa alfa pada suhu antara 500-750 C. Fasa ini dapat dibuat dengan oksidasi besi pada electric arc atau dengan presipitasi sol-gel dari besi (III) nitrat.

e. Fasa Lainnya Pada tekanan tinggi (www.wikipedia.com/Fe2O3, 2009). membentuk amorf

11 2.5 Bahan Ferimagnet Bahan Ferimagnet merupakan bahan magnetit dengan sifat kemagnetan berada di antara bahan feromagnet dan antiferomagnet. Material ini memiliki struktur spinel seperti pada MgAl2O4. Ferimagnet memiliki interaksi lemah terhadap medan magnet. Hal ini disebabkan karena pada bahan ferimagnet memiliki momen magnetik yang berlawanan tetapi besarnya tidak sama, sehingga sifat magnetnya merupakan resultan momen magnetnya. Prinsip dari ferimagnet dapat diilustrasikan sebagai ferit kubik. Material ionik ini dapat diGambar kan dengan rumus kimianya MFe2O4, dimana M adalah salah satu dari beberapa unsur logam. Ferit yang umum adalah magnetit atau Fe3O4 dapat dituliskan sebagai Fe2+ O2- - ( Fe3+)2 (O2-)3, dimana ion Fe ada dalam dua keadaan +2 dan +3 dengan perbandingan 1 : 2. Momen magnetik spin total dari masing masing ion Fe2+ dan Fe3+ adalah 4 dan 5 Bohr magneton. Sedangkan ion O2- momen magnetik spin netral. Distribusi dari momen magnetik spin pada ion Fe2+ dan Fe3+ dalam satu unit sel Fe3O4 ditunjukkan pada Tabel 2.1 (Callister, 2007). Tabel 2.1 Distribusi dari momen magnetik spin pada ion Fe2+ dan Fe3+ dalam satu unit sel Fe3O4

2.6 Material Komposit Komposit didefinisikan sebagai gabungan dua bahan atau lebih yang berbeda sifatnya dan akan membentuk sifat fisis yang baru yang dikehendaki tanpa adanya perubahan struktur kristal dari bahan pembentuknya. Gabungan tersebut dapat berupa logam -

12 logam, logam polimer, polimer keramik, logam - keramik dan lainnya. Komposit terdiri dari dua komponen, yaitu filler dan matriks. Filler merupakan bahan perekayasa yang biasanya memiliki sifat sesuai yang diharapkan, sedangkan matriks merupakan bahan yang direkayasa. Syarat utama terbentuknya komposit adalah adanya ikatan antara matriks dan filler. Ikatan ini dapat terbentuk karena adanya gaya adhesi dan kohesi antara keduanya. Dalam material komposit, gaya adhesi dan kohesi ini timbul melalui tiga cara, yaitu: a. Interlocking antar permukaan (yang dipengaruhi adanya kekasaran bentuk partikel). b. Gaya elektrostatik (terjadi karena adanya tarik menarik antar muatan molekul). c. Gaya Van Der Walls (terjadi karena adanya dipol antar partikel). Kualitas ikatan antara matriks dan filler dapat ditentukan oleh dua variabel utama, yaitu variabel bahan dan variabel proses. Variabel bahan meliputi ukuran partikel, rapat jenis, fraksi volume, struktur dan komposisi bahan. Variabel proses meliputi : kecepatan pencampuran, kecepatan penekanan, dan kecepatan pemanasan (Moniadah, 2004).

Anda mungkin juga menyukai