Anda di halaman 1dari 66

Cermin 1995

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

98. ADIS dan Kulit Daftar Isi :


Januari 1995 2. Editorial
4. English Summary
4. Berbagai Aspek Klinis AIDS dan Penatalaksanaannya – SC Kur-
niati
13.- Perilaku Seksual Waria dan Hubungannya dengan HIV/AIDS di
Jakarta, 1991–1992 – Imran Lubis
18. Infeksi Nonmikrobial pada Vulva – S. Fasihah R., Kusmarinah
Bramono, A. Kosasih
24. Infeksi Bakteri Anaerob pada Alat Genital – Djunaedi Hidajat,
Jubianto Judanarso, Sjaiful Fahmi Daili
28. Staphylococcus Scalded Skin Syndrome pada Bayi – laporan ka-
sus – Harijono Kariosentono, Indah Yulianto, M. Goedadi Hadi-
lukito
31. Penatalaksanaan Lepra – Dwi Djuwantoro
34. Gambaran Diagnosis Dermatitis Atopik dengan Kriteria Hanifin-
Rajka – Goedadi Hadiloekito, Indah Julianto, A. Julianto Danu-
kusumo
37. Tes Uji Tempel pada Penderita Dermatitis Atopik – Goedadi Hadi-
loekito, Suwito PS, A. Julianto Danukusumo
40. Dermatomikosis di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Semper,
Jakarta – Kusnindar, Nunik Siti Aminah
44. Alkali Bebas pada Berbagai Produk Sabun Mandi –Akmal, Yovita
Lisawati
47. Zat Pemutiara dalam Sediaan Kosmetika – Daroham Mutiatikum
50. Penelitian Tokisisitas Akut dan Subkronik Daun Jati Belanda pada
Hewan Percobaan – Adjirni, B. Wahjoedi, Budi Nuratmi
53. Survai Cakupan Imunisasi Toksoid Tetanus dap Pelayanan Kese-
hatan Ibu Hamil di Daerah Kumuh di Jakarta – Muljati Prijanto,
Zell Rosenberg, Rini Pangastuti, Eko Suprijanto, Lukman, R.
Pangerti Yekti
56. Perbedaan Efek Sinar X dengan Efek Sinar Gamma pada Mencit
Dewasa strain Quacker-Bush – Suhardjo, M. Darussalam
59. Efek Biologi Radiasi Pengion Dosis Rendah – Susetyo Trijoko
61. Pengalaman Praktek/Humor
62. Abstrak 64. RPPIK
63. RPPIK
Cermin Dunia Kedokteran kali ini muncul dengan berbagai artikel
yang berkaitan dengan infeksi alat genital; masalah AIDS juga dibicara-
kan karena akan menjadi masalah yang makin penting di kemudian hari.
Kelainan-kelainan kulit yang dibahas meliputi dermatitis atopik,
dermatomikosis dan lepra; dan bagi yang belum mengetahui, daun jati
belanda yang diselidiki toksisitas akut dan subkronisnya ternyata dapat
digunakan sebagai pelangsing tubuh.
Dua artikel mengenai kosmetik juga akan melengkapi edisi ini.
Artikel lain ialah mengenai imunisasi ibu hamil dan mengenai
radiasi.
Selamat membaca,

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995


Cermin 1995

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. R.P. Sidabutar – Prof. DR. B. Chandra
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
PELAKSANA Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Sriwidodo WS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Surabaya.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
TATA USAHA Jakarta. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sigit Hardiantoro Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Semarang.
ALAMAT REDAKSI Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – DR. Arini Setiawati
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bagian Farmakologi
Gedung Enseval Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih Jakarta,
Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno – Prof.DR.Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
SKM, MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
NOMOR IJIN Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta
Universitas Indonesia, Jakarta
Tanggal 3 Juli 1976
REDAKSI KEHORMATAN
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Temprint – DR. Ranti Atmodjo – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary

DIAGNOSIS OF ATOPIC DERMA- PATCH TEST ON PATIENTS WITH


TITIS ACCORDING TO HANIFIN- ATOPIC DERMATITIS
RAJKA CRITERIA
Goedadi Hadiloekito, Suwito PS,
Goedadi Hadiloekito, Indah Juli- Ach. Julianto Danukusumo
anto, Ach. Julianto Danukusumo Dept. of Dermatovenereology, Faculty
Dept. of Dermatovenereology, Faculty of Medicine, University of Sebelas Maret,
of Medicine, University of Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
surakarta, Indonesia
A standard patch test set of 23
One hundred and two pa- allergens (ICDRG-Trolab Hermal)
tients with atopic dermatitis were was tested on 90 patients with
enrolled In a descriptive study to atopic dermatitis in a single, open,
obtain the percentage of each non comparative study. The pa-
clinical feature using the criteria tients were selected by using the
of Hanifin-Rajka as a diagnostic Hanifin-Rajka clinical features
guidelines. Diagnosis of atopic criteria as diagnostic guide lines.
dermatitis would require the Assessment was done after 72
presence of at least 3 or more hours after the application of
basic features and 3 or more the allergens.
minor features. Forty one (45,5%) patients,
We found pruritus in 102 (100%). consisting of 19 males (46.3%) and
specific distribution of the lesion 22 females (53,6%) have positive
in 99 (97%), chronically relapsing reactions. The major causative
course in 92 (90%) and atopic allergens that give positive re-
history in 72 (70%) patients, as actions were Nickel sulphate
the basic features, respectively. (31,7%), paraben mix (26,8%) and
None of the patients showed any paraphenylene diamine (24,3%).
signs of minor features: subcap- respectively.
sular cataract, keratoconus or Although it was stated that
perifollicular accentuation. delayed type hypersensitivity
In conclusion, there is no decreased in atopy, the con-
difference between the per- clusion of this study is that con-
centage of basic features in this tact alergic reaction is not un-
study with the study of Hanifin common in atopic patients.
and Rajka. And the criteria of
Hanifin-Rajka was very helpful in Cermin Dunia Kedokt. 1995; 98:37–9
Gh/Sps/Ajd
making the diagnosis of atopic
dermatitis or in rejecting the
diagnosis in ambiguous cuta-
neous Inflammatory disease.

Cermin Dunia Kedokt. 1995; 98:34-6


Gh/1j, Ajd

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995


Artikel

Berbagai Aspek Klinis AIDS dan


Penatalaksanaannya
Dr. S.C. Kurniati
Kepala UPF Kulit-Kelamin Rumah Sakit Umum Tangerang, Jawa Barat

PENDAHULUAN dengan proporsi 42% di negara-negara Asia. Di Amerika Serikat


Acquired Immunodeficiency Syndrome yang lebih dikenal AIDS telah mengenai setiap lapisan sosioekonōmi dan menjadi
dengan singkatannya : AIDS, adalah sindrom (kumpulan gejala) pembunuh nomor 3 terbanyak pada penduduk kelompok usia
yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang 15–44 tahun. Di Cina, Pakistan dan Indonesia AIDS telah men-
didapat. Keadaan ini bukan suatu penyakit, melainkan kumpulan jadi ancaman epidemik nasional. Insidens HIV positif dijumpai,
gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai tinggi pada penderita penyakit menular seksual dan profesi
macam mikroorganisme serta timbulnya keganasan akibat me- penghibur.
nurunnya daya tahan/kekebalan tubuh penderita(1). Penderita AIDS di Indonesia pertamakali ditemukan pada
Sindrom yang kini telah menyebar ke seluruh dunia ini tahun 1987, yaitu seorang wisatawan Belanda yang berkunjung
pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dkk. di Los Angeles pada dan meninggal di Bali. Sampai saat ini telah terdaftar 20.000
tahun 1981. Diduga Afrika merupakan daerah asalnya, sedang- kasus HIV positif dan sekitar 30 penderita AIDS yang 27 di
kan kasus-kasus pertama telah ada sekitar tahun 1977–1978 di antaranya telah meninggal. Perkiraaan seropositif pada tahun
Amerika Serikat, Haiti dan Afrika. 1995 akan mencapai 500.000 orang(2,3,4). Kelompok studi khusus
(Pokdisus) RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta telah menangani
EPIDEMIOLOGI 28 penderita AIDS yang pada umumnya datang dalam keadaan
Pandemi AIDS telah menyebar paling sedikit di 166 negara terlambat. Umur rata-rata penderita 33 tahun, yang termuda 20
di dunia. Jumlah kasusnyapun meningkat lebih dari 100 kali tahun dan yang tertua 56 tahuno).
lipat dibandingkan sejak saat ditemukan. Pada awal tahun 1992
minimal terdapat 12,9 juta orang di dunia yang tertular virus ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
penyebabnya yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan Virus penyebab sindrom AIDS termasuk golongan retro-
pada awal tahun 1993 berjumlah 14 juta orang. Satu juta di virus dengan genetik RNA, yang disebut Human Immunodefi-
antaranya usia anak-anak; sebanyak 2,5 juta kasus telah meninggal, ciency Virus (HIV) tipe 1 dan tipe 2 (HIV1 dan HIV2). HIV1
dan 8 juta kasus AIDS tersebar di Afrika Tengah dan Selatan. telah meluas ke seluruh dunia, sedangkan HIV2 terutama di jumpai
Penyebaran sangat cepat terjadi di negara-negara berkembang, di Afrika Barat (6,7) .
khususnya di Asia, terutama di India, Myanmar dan Thailand. HIV adalah partikel ikosahedral bertutup (envelope) dengan
Saat ini 30% kasus HIV positif berada di Thailand dengan jumlah ukuran .100–140 nanometer, berisi sebuah inti padat elektron.
450.000 orang, dan penderita AIDS berjumlah. 946.000 orang Envelope terdiri atas membran luar yang berasal dari sel host
(17% penduduk). Penambahan kasus baru di negara ini diper- yang terbentuk ketika virus bersemi pada sel-sel yang terinfeksi.
kirakan 1200 orang setiap hari. Penonjolan membran adalah jonjot-jonjot glikoprotein (gp 120)
Tanpa penanganan yang serius, pada tahun 2000 nanti yang dilekatkan ke partikel virus oleh glikoprotein transmem-
pengidap HIV-positif di dunia akan berjumlah 30–40 juta orang, bran (gp41). Protein (p18) menutupi seluruh permukaan internal
Disajikan pada Simposium "Kelainan Kulit karena Infeksi Virus dan AIDS",
Sabtu, 25 September 1993 di Tangerang.
Tabel I. Cumulative number of adult HIV infectious and AIDS-1992 and 1995(2)
HIV Infections AIDS

All Adults Women All Adults Adults Adults


1992 1992 1995 1992 1995
Geographic Estimate Estimate Projection Estimate Projection
Areas of Affinity
1 North America 1 167 000 128 500 1 495 000 257 500 534 000
2 Western Europe 718 000 122 000 1 186 000 99 000 279 500
3 Australia/Oceania 28 000 3500 40 000 4500 11 500
4 Latin America 995 000 199 000 1 407 000 173 000 417 500
5 Sub-Saharan Africa 7 803 000 3 901 500 11 449 000 1 367 000 3 277 500
6 Caribbean 310 000 124 000 474 000 43 000 121 000
7 Eastern Europe 27 000 2500 44 000 2500 9500
8. Southeast Mediterranean 35 000 6000 59 000 3500 12 500
9 North East Asia 41 000 7000 80 000 3500 14 500
10 Southeast Asia 675 000* 223 000 l 220 000 65 000 240 500
Total 11 799 000 4 717 000 17 454 000 2 018 500 4 918 000

* Minimum estimate.
Source: AIDS in the World 1992.
Tabel 2. Cumulative number of Pediatric HIV infections and AIDS resulting
from mother to fetus/infant transmission 1992 and 1995(2)
Pediatric HIV Pediatrics AIDS
Geographic
Areas of Affinity 1992 1995 1992 1995
Estimate Projection Estimate Projection
1 North America 16 000 29 000 9000 21 000
2 Western Europe 8000 19 500 4000 12 000
3 Australia/Oceania 500 1000 200 500
4 Latin America 40 500 84 000 21 500 56 000
5 Sub-Saharan Africa 969 500 2 030 500 520 500 1 338 500
6 Caribbean 16 000 37 500 8000 23 500
7 Eastern Europe 200 500 100 300
8 Southeast Mediterranean 1000 3000 400 1500
9 North East Asia 750 2000 300 1100
10 Southeast Asia 24 000 72 500 9500 40 500
Total 1 076 450 2 279 500 573 500 1494 900

membran. Protein inti (p 24) mengelilingi dua turunan rantai


tunggal genome RNA dan beberapa turunan enzim reverse
transcriptase(9). Gambar 1. Human Immunodeficiency Virus(9)
HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme per-
tahanan tubuh dengan mengadakan aksi perlawanan, kemudian Pada suatu saat (6 bulan – 5 tahun kemudian), HIV akan di-
melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk tubuh seseorang dalam aktifkan oleh proses infeksi lain, membentuk RNA dan keluar
keadaan bebas atau berada dalam limfosit, virus lalu dikenal oleh dari T4, menyerang sel lain, menimbulkan gejala AIDS. Populasi
sel-sel limfosit T jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3 sel T4 sudah lumpuh, tidak ada mekanisme pembentukan sel T-
proses patologi : killer, sel B dan sel fagosit lain, sehingga tubuh tidak sanggup
1) Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi mempertahankan diri. Virus AIDS yang berada di dalam T4,
reseptor T-helper (CD4) dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 bermultiplikasi dengan cara menumpang proses perkembangan
dapat mengenal HIV dengan baik, virus telah melumpuhkannya. T4. T-helper generasi baru tidak dapat mengenalnya sehingga
Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang memberi nama tidak ada yang memberi komando kepada sel lain untuk meng-
penyakit menjadi AIDS, atau "sindrom kegagalan kekebalan adakan perlawanan (host defense mechanism) terhadap virus
yang didapat". AIDS(7,9).
2) Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang di- Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di
integrasikan dengan DNA T-helper lalu ikut berkembang biak. dalam darah dan sekret genital, baik secara intrasel maupun
'3) Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan ekstraselulero'). Penularan secara pasti diketahui melalui cara-
sel T4 sehingga reseptor menempel dan melebur ke sembarang cara :
tempat/sel yang lain, sekaligus memindahkan HIV. Akibatnya 1) Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan hetero-
infeksi virus berlangsung terus tanpa diketahui tubuh. seksual) yang tidak aman, yaitu berganti-ganti pasangan, seperti
pada promiskuitas(1). Penyebaran secara ini merupakan penye- agik. Di rongga mulut dapat terjadi erosi, ulkus palatum dan
bab 90% infeksi baru di seluruh dunia. Penderita penyakit menu- esofagus, glossitis, kandidosis orofarings, juga erosi genital(10,15).
lar seksual terutama ulkus genital, menularkan HIV 30 kali lebih Kadang-kadang terjadi sindrom hipereosinofilik dengan gejala
mudah dibandingkan orang yang tidak menderitanya(11). lesi-lesi papular, papulovesikular atau pustul yang gatal(16).
2) Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misal-
Perjalanan penyakit setelah infeksi HIV primer
nya pada pengguna narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang
Penderita infeksi HIV primer simtomatik yang berlanjut
tidak meinperhatikan sterilitas, mempergunakan produk darah
sampai 14 hari atau lebih, prognosisnya akan lebih buruk di-
yang tidak bebas HIV, serta petugas kesehatan yang merawat
bandingkan infeksi asimtomatik atau infeksi primer ringan.
penderita HIV/AIDS secara kurang hati-hati(1,10).
Kemungkinan berkembang menjadi AIDS dalam 3 tahun sebesar
3) Perinatal, yaitu dari ibu yang mengidap HIV kepada janin
78%, sedangkan yang asimtomatik atau dengan gejala ringan
yang dikandungnya. Transmisi HIV-I dari ibu ke janin dapat
kemungkinannya sebesar 10%.
mencapai 30%, sedangkan HIV-2 hanya 10%(8). Janin perem-
Setelah infeksi primer berlangsung, keadaan akan menjadi
puan lebih mudah terkena infeksi dibandingkan janin laki-laki(12).
lanjut. Beberapa kasus berkembang menjadi persistent gene-
Penularan secara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau
ralized lymphadenopathy (PGL) disertai gejala-gejala konsti-
saat persalinan(13). Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan/
tusional. Keadaan PGL ditandai dengan pembesaran limpa,
atau jumlah reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan
pembesaran kelenjar-kelerijar getah bening secara menyeluruh,
lebih mudah terjadi. Ternyata HIV masih mungkin ditularkan
infeksi-infeksi bakteri, jamur dan virus yang terutama mengenai
melalui air susu ibu(13).
kulit, kuku, saluran cerna dan perianal, dan sering terjadi keru-
Bila seseorang terpajan dengan HIV, maka beberapa hal
sakan susunan saraf pusat. Sejumlah 4–5% penderita PGL dapat
yang dapat terjadi adalah sebagai berikut(14) :
berlanjut menjadi asimtomatik. Sebagian besar lainnya berkem-
1) Pajanan tanpā infeksi. Pada seseorang yang terkontaminasi
bang menjadi AIDS-related complex (ARC) atau ke arah full-
(produk) darah, HIV dapat dijumpai di dalam darahnya tanpa
blown AIDS. Untuk menjadi AIDS, perkembangan infeksi HIV
gejala klinis. Mungkin dosis infektifnya perlu 1000 kali lipat
melalui hubungan seksual lebih cepat terjadi dibandingkan yang
lebih banyak, dan perlu penurunan sistem imunitas seluler.
ditularkan melalui transfusi darah.
2) Infeksi tanpa pengurangan CD4. Hampir semua penderita
yang terinfeksi HIV akan menderita pengurangan CD4, tetapi AIDS-related complex (ARC)
sekitar 15% akan menetap lebih dari 200/ml. Respons humoral Kriteria diagnosis ARC ditandai dengan terdapatnya dua
dan selular orang tersebut lebih kuat dibandingkan penderita atau lebin gejala/tanda konstitusional yang menetap sekurang-
seropositif biasa. kurangnya 3 bulan, dan basil laboratorium abnormal minimal 2
3) Penurunan nilai CD4 tanpa full-blown AIDS, yang berarti macam, tanpa disertai gejala infeksi oportunistik. Tanda-tanda
jumlah dan fungsi CD4 tetap optimal. tersebut meliputi :
• Suhu badan meningkat 38°C atau lebih, yang berlangsung
GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS secara kontinu atau intermitten
Virus HIV yang menginfeksi seseorang dapat menimbulkan • Penurunan berat badan 10% atau lebih
gejala klinis berbeda-beda. Lesi-lesi yang muncul sesuai dengan • Kelelahan sampai membatasi aktivitas fisik
tahap infeksi, mulai dari akut sampai dengan gambaran AIDS • Banyak keringat pada malam hari.
yang sempurna (full-blown AIDS) beberapa tahun kemudian.
Pada umumnya gambaran klinis akan tampak sesuai tahap-tahap Full-blown AIDS
sebagai berikut(10). AIDS yang berkembang sempurna ditandai dengan gejala
AIDS-related complex, infeksi oportunistik, sarkoma Kaposi,
Infeksi HIV primer limfoma sel B, ensefalopati yang resisten terhadap terapi, lebih
Sebagian besar orang yang terkena infeksi HIV tidak me- memperberat penyakit penderita. Dapat timbul pula kelainan-
nampakkan gejala klinis (asimtomatik). Dalam perkembangan- kelainan kulit dengan gambaran seperti infeksi HIV primer. Pada
nya, 30% di antaranya akan menjadi AIDS` dan 40% lainnya saat bersamaan, banyak pula orang yang mengalami keadaan
berkembang menjadi AIDS-related complex (ARC). PGL progresif, ARC dan/atau AIDS(10,17,18).
Sekitar 20% yang terinfeksi lainnya akan mengalami gejala Manifestasi kulit infeksi Human Immunodeficiency Virus
infeksi primer, yaitu setelah melalui masa inkubasi selama 3–6 1) Neoplasma
minggu. Timbul gejala akut yang menyerupai influensa, mono- Sarkoma Kaposi
nukleosis atau meningitis aseptik. Tanda-tanda berupa demam, Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi
rigor, kelemahan, kelelahan, nyeri tenggorokan dan otot serta keganasan yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS.
persedian, nafsu makan berkurang, sakit kepala, kaku leher, Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus ini ditandai
fotofobia, mual, diare dan nyeri abdomen. Kelainan kulit tampak dengan lesi-lesi tersebar di daerah mukokutan, batang tubuh,
seperti gambar infeksi virus akut berupa urtikaria akut, eksan- tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi
tem-infeksiosa atau enantem. Eksantem timbul di palmar, plantar berupa makula eritematosa agak menimbul, berwarna hijau
atau batang tubuh. Lesi individual dapat keratotik atau hemor kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui kontak
seksual. cepat(18). Sebanyak 75% kasus terinfeksi secara transmisi peri-
Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di natal dari virus ibu yang seropositif. Sebagian besar penderita
daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; mempunyai ibu pecandu narkotik atau ayah yang biseksual.
keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan mela- Penularan lainnya dapat melalui transfusi darah/produk darah,
noma, merupakan neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada atau karena sexual-abuse(10). Kasus-kasusnya sering terlambat
penderita AIDS. dideteksi oleh karena gambarannya yang tidak khas. Setelah
2) Infeksi virus sebagai komplikasi infeksi HIV terkena infeksi perinatal, masa hidup terpanjang anak tersebut
Virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2, serta Cytomegalo- hanyalah 12 tahun(19).
virus merupakan infeksi yang tersering menumpangi imuno- Pada awal penyakit, yang terkena serangan adalah sel limfosit
defisiensi yang disebabkan HIV. Virus lainnya adalah Varicella- B, berarti berlawanan dengan infeksi pada orang dewasa. Klasi-
zoster virus, Epstein-Barr virus, Human papilloma virus, morbilli fikasi infeksi HIV pada anak (usia di bawah 13 tahun) adalah
oleh karena vaksinasi. sebagai berikut.
3) Infeksi Bakteri Klas Po : Infeksi indeterminate
Infeksi bakteri yang sering dijumpai berasal dari Stafilokokus Klas P1 : Infeksi asimtomatik
aureus, angiomatosis basiler, mikobakteriosis serta sifilis. Subklas A : Fungsi imunologik normal
4) Infeksi Jamur Subklas B : Fungsi imunologik abnormal
Candidiasis (Kandidosis) orofaring yang disebabkan oleh Subklas C : Fungsi imunologik tidak teruji
Candida albicans, adalah infeksi jamur yang tersering me- Klas P2 : Infeksi simtomatik
numpangi infeksi HIV, yaitu sekitar 90%. Jamur lainnya berupa Subklas A : Penemuan non spesifik
Pityrosporum, Dermatophytosis, Mikosis superfisialis lain Subklas B : Penyakit neurologik progresif
(Trichosporosis, dan lain-lain), serta mikosis profunda terutama Subklas C : Pneumonitis interstitalis limfoid
Cryptococcosis disseminata. Subklas D : Penyakit-penyakit infeksi sekunder
5) Infeksi Arthopoda Kategori D1: Infeksi sekunder spesifik sesuai definisi AIDS
Skabies yang berbentuk Norwegian scabies serta Demodi- menurut CDC
codosis, merupakan infestasi yang sering dijumpai pada pen- Kategori D2 : Infeksi bakteri rekurens
derita infeksi HIV. Kategori D3 : Infeksi sekunder lainnya
6) Infeksi Protozoa Subklas E : Keganasan sekunder
Pneumonia Pneumocystis carinii merupakan infeksi oportu- Kategori El : Keganasan sekunder spesifik sesuai definisi
nistik yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS. Penye- AIDS
babnya adalah Pneumocystis carinii, suatu mikroorganisme yang Kategori E2 : Keganasan lain yang mungkin disebabkan in-
hidup di sekitar kita. Di ekstrapulmonar dapat timbul di telinga feksi HIV
sebagai massa polipoid atau menyebabkan gangren pada kaki. Subklas F : Penyakit lain yang mungkin disebabkan oleh
Infeksi protozoa lainnya adalah Leishamaniasis dan Toxoplas- infeksi HIV.
mosis pada kulit. Pada usia anak, infeksi bakteri seperti impetigo dan selulitis
7) Erupsi Papuloskuamosa merupakan infeksi yang paling awal dijumpai. Pneumonia pneu-
Penyakit papuloskuamosa yang banyak dijumpai pada mocystis carinii dan sarkoma Kaposi yang merupakan infeksi
penderita infeksi HIV berupa dermatitis seboreik dan psoriasis. oportunistik khas pada dewasa, jarang dijumpai pada anak.
8) Erupsi Papular Infeksi lainnya yang juga berat dengan rekurensi tinggi berupa
Keadaan yang sering dijumpai berupa erupsi papular AIDS kandidosis mukosa dan kulit, serta herpetic gingivostomatitis.
dan folikulitis eosinofilik. Penyakit non infeksi yang tersering berupa dermatitis seboreik
9) Penyakit Vaskular dan atopik, hypersensitivity vasculitis, defisiensi gizi serta erupsi
Purpura trombositopenik, vaskulitis, granulomatosis obat Disfungsi neurologik progresif, kelainan hematologik serta
limfomatoid dan pseudotrombo-flebitis hiperalgesik, cukup keganasan sekunder juga banyak terdapat pada anak dengan
banyak dijumpai pada penderita infeksi HIV. infeksi HIV(10,19,20).
10) Gangguan-gangguan lain
Fenomena autoimun yang meningkat, perubahan-perubah- GAMBARAN LABORATORIUM
an pada rambut dan kuku, kelainan dalam rongga mulut seperti Pemeriksaan laboratorium penderita infeksi HIV akut,
oral hairy leukoplakia, peningkatan frekuensi reaksi alergi obat biasanya akan menjumpai beberapa kelainan sebagai berikut :
serta beberapa penyakit kulit lainnya lebih mudah terjadi pada • Leukopenia, peningkatan laju endap darah,
penderita dengan infeksi • Lymphocytic cerebrospinal fluid pleocytosis.
• p24 antigenemia,
• Terdapat HIV pada kultur darah dan cairan serebrospinal.
INFEKSI HIV PADA ANAK Pada stadium ARC, beberapa nilai laboratorium abnormal
Infeksi HIV pada anak kini telah menjadi masalah kesehatan yang dapat dijumpai adalah :
utama di masyarakat oleh karena perkembangannya yang sangat • Leukopenia, limfopenia, trombositopenia dan anemia,
• Penurunan rasio sel Th (T4) : Ts (T8) yaitu > 2 SD, infeksi HIV primer, hams segera dikonfirmasikan dengan test
• Penurunan jumlah sel T-helper (> 2 SD). WB ini. Hasil test yang positif akan menggambarkan garis
• Blastogenesis berkurang, presipitasi pada proses elektroforesis antigen-antibodi HIV di
• Jumlah gamma globulin meningkat. sebuah kertas nitroselulosa yang terdiri atas protein struktur
Hasil test antibodi yang positif menunjukkan bahwa pernah utama virus. Setiap protein terletak pada posisi yang berbeda
ada pajanan terhadap infeksi, bukan adanya kebebalan terhadap pada garis, dan terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas
virus(10,17). antibodi terhadap komponen tertentu virus.
Perkembangan infeksi HIV pada umumnya ditandai dengan Kriteria WHO
perubahan jumlah limfosit CD4 (reseptor sel T4), sehingga • Serum dianggap positif antibodi HIV-1 bila 2 envelope pita
jumlah ini dipakai unluk pengukuran secara tidak Iangsung ke- glikoprotein terlihat pada garis.
adaan imunodefisiensi yang disebabkan oleh HIV. Penghitung- • Serum yang tidak menunjukkan pita-pita tetapi tidak ter-
annya sebagai berikut(10) : masuk 2 envelope pita glikoprotein disebut indeterminate.
• Kadar normal sel CD4 berkisar 31–61% dari jumlah total Hasil indeterminate harus dievaluasi dan diperiksa secara
limfosit serial selama 6 bulan sebelum dinyatakan negatif. Bila hanya
• Kadar normal fraksi sel limfosit CD8 (Ts) antara 18–39% dijumpai 1 pita saja yaitu p24, dapat diartikan hasilnya : fase
dari jumlah total limfosit positif atau fase dini AIDS atau infeksi HIV-1.
• Jumlah sel B berkisar 5–20% dari jumlah total limfosit. Waktu antara infeksi dan serokonversi yang berlangsung
Penderita seropositif pada kondisi ARC atau AIDS biasanya beberapa minggu disebut antibody negative window period.
mempunyai fraksi CD4 kurang dari 20% jumlah total limfosit. Pada awal infeksi, antibodi terhadap glikoprotein envelope ter-
Cara yang lebih pasti adalah dengan biakan HIV. Darah masuk gp41 muncul dan menetap seumur hidup. Sebaliknya
yang dianggap mengandung HIV ditanam pada biakan jaringan antibodi antigen inti (p24) yang muncul pada infeksi awal,
B-lymphoid atau T-lymphoid. Hasil positif ditujukan oleh ada- jumlahnya menurun pada infeksi lanjut. Pada infeksi HIV yang
nya gambaran sel patologik di jaringan(6). menetap, titer antigen p24 meningkat, dan ini menunjukkan
Pengukuran kadar antibodi HIV memberi ketepatan dan prognosis yang buruk. Penurunan cepat dan konsisten antibodi
sensitivitas yang tinggi. Cara-caranya sebagai berikut : p24 juga menunjukkan prognasi yang buruk(9).
Gambar 2. Tanda-tanda serologik infeksi HIV dari waktu kewaktu(9) 3) Teknik GACELISA(21)
Cara baru ini diperkenalkan untuk pengukuran HIV di saliva
dan urin yang dapat dilakukan secara lebih sederhana. Hasil
positif dan negatif palsu dapat terjadi pula pada cara ini.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita sebaik-baiknya, meliputi peng-
obatan adekuat bagi penderita, mencegah lebih memburuknya
keadaan penyakit, serta menjaga agar penderita tidak menjadi
sumber penularan bagi lingkungannya/masyarakat. Maka tin-
dakan yang dipilih harus termasuk mengindentifikasi program-
program perawatan dan pencegahan yang berhasil guna, me-
hingkatkan kemampuan dan memperluas penelitian mengenai
terapi dan vaksinasi tanpa melakukan berbagai diskriminasi bagi
ARC: AIDS related complex
penderita(9,10,22).
1) Teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) 1) Melindungi penderita dari infeksi
Hasil test ini positif bila antibodi dalam serum mengikat Keadaan infeksi akan merangsang proliferasi sel limfosit T4
antigen virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin. yang telah terinfeksi oleh HIV, termasuk virus yang telah meng-
Pada minggu 2–3 masa sakit telah diperoleh basil positif, yang invasi sel tersebut. Aktivitas sistem kekebalan penderita infeksi
lama-lama akan menjadi negatif oleh karena sebagian besar HIV HIV ini harus diusahakan tidak meningkat supaya replikasi virus
telah masuk ke dalam tubuh. tidak berlangsung cepat. Perlu bimbingan dan informasi guna
Interpretasi : Fase pre AIDS basil masih negatif, fase AIDS meningkatkan kualitas kesehatan secara fisik dan psikologik.
basil telah positif. Hasil yang semula positif menjadi negatif,
menunjukkan prognosis yang tidak baik. 2) Pengobatan penderita
Proses infeksi HIV berada pada stadium yang berbeda-beda,
2) Teknik WESTERN BLOT sehingga pengobatannyapun dapat dibagi tujuannya :
Test ini merupakan penentu diagnosis AIDS setelah test • Terhadap virus, guna menghambat proses infeksi dan
ELISA dinyatakan positif. replikasi HIV.
Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam keadaan • Memperbaiki sistem imunitas tubuh.
• Pengobatan terhadap keganasan dan infeksi oportunistik. yang ada di sekitar kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung
a) Obat-obat anti virus dari lingkungan dan cara hidup penderita. Pneumonia pneumo-
Obat ini ditujukan kepada tahap-tahap infeksi dan replikasi cystiscarinii saat ini memperoleh obat baru yang efektif dan
HIV, sehingga harus mempunyai kemampuan menghambat cukup aman yaitu 566C89(32). Candida oesophagitis lebih res-
reseptor CD4, menghambat antigen envelope HIV, merubah ponsif terhadap flukonazol dibandingkan dengan ketokonazo1(33)
fluiditas membran plasma sel, menghambat enzim reverse- Wernicke;s encephalopathy dapat diatasi dengan pemberian
transcriptase, merusak transkripsi proses pasca transkripsi dan tiamin secara rutin(34).
translasi virus, merusak tahap akhir pembentukan dan pelepasan d) Pengobatan keganasan
virus baru. Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan
Sampai saat ini belum ditemukan obat antivirus yang aman lebih efektif bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas.
dan efektif bagi penderita. Obat antivirus yang ideal oleh karena Radiasi, kemoterapi dan imunomodulator interferon telah di-
hams dipakai dalam jangka panjang bahkan seumur hidup, coba, yang sebenarnya lebih ditujukan untuk memperpanjang
hendaknya memenuhi kriteria: toksisitas rendah, mempunyai masa hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan.
spesifisitas tinggi untuk HIV dan sel yang terinfeksi, melindungi
sel yang belum terinfeksi, dapat menembus cairan serebrospinal, 3) Perawatan penderita
dapat diabsorpsi pada pemberian oral dan mempunyai waktu Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau
paruh yang panjang. dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di
Obat-obatan yang banyak digunakan saat ini bersifat meng- Rumah Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin
hambat enzim reverse transcriptase. Zidovudine (AZT, Re- keahlian dan fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai
trovir®, Azidotimidin) saat ini banyak dipakai untuk memper- dengan gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan
lambat perkembangan ke arah full-blown AIDS. Perkembangan untuk sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan
infeksi HIV memang diperlambat, tetapi pemberian kepada perhatian penuh, termasuk memberikan dukungan moral se-
penderita yang asimtomatik ternyata tidak lebih bermanfaat. hingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat dikurangi.
Pemberian lebih awal memperlambat penurunan jumlah CD4, Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap pende-
tetapi efek samping berupa toksisitas hematologik juga lebih rita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan
berat(23,24,25). Pedoman saat dimulainya pemberian zidovudine di keluarga penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus.
Indonesia adalah kepada penderita AIDS, atau penderita asimto- Perawatan khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen
matik dengan kadar CD4 kurang dari 500/dl. Dosis bagi pende- yang potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat
rita dengan berat badan 40-50 kg adalah 300-400 mg/hari(5). perlu mempergunakan alat-alat pelindung seperti masker, sarung
Golongan nukleosid lainnya yang efektif tetapi cepat me- tangan, yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit
nimbulkan resistensi adalah zalcitabine (ddC) dan didanosine terluka dari kemungkinan kontak dengan cairan tubuh penderita
(ddI) yang keduanya mempunyai efek samping berupa neuropati dan mencegah supaya tidak terkena bahan/sampah penderita(22,23).
perifer sensorik. Maka terapi kombinasi antara zidovudine, ddI
dan ddC akan mengatasi cepatnya resistensi dan terjadinya efek PENCEGAHAN
samping(26,27). Obat non nukleosida yang juga bekerja dengan Kegiatan pencegahan bagi kemungkinan penyebar-luasan
cara yang sama antara lain nevirapin, suramin, antimoniotung- AIDS dapat dilakukan dengan tujuan(22,36):
stat, fosfono dan rifabutin(22,28). a) Mencegah tertular virus dari pengidap HIV
b) Obat imunomodulator b) Mencegah agar virus HIV tidak tertularkan kepada orang
Imunomodulator yang dikombinasikan bersama obat anti- lain
virus, diperkirakan memberi basil yang lebih baik, tetapi belum
a) Mencegah agar tidak tertular virus HIV
cukup efektif. Obat-obatan yang sedang dalam penelitian efek-
Cara penularan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan
tivitasnya masih diperdebatkan, adalah(6,2,23,29,30,31): agar tidak tertular oleh virus HIV ini adalah :
• limfokin : interferon gama dan alfa, interleukin-2, tumor 1) Berperilaku seksual secara wajar
necrosis factor serta lymphokine inducers Risiko tinggi penularan secara seksual adalah para pelaku
• human granulocyte colony stimulating factor homoseksual, biseksual dan heteroseksual yang promiskuitas.
• transplantasi sumsum tulang Penggunaan kondom pada hubungan seks merupakan usaha
• imunisasi pasif, misalnya dengan antibodi p24 yang berhasil untuk mencegah penularan; sedangkan spermisida
• imunisasi aktif dengan HIV hidup yang dijinakkan atau vaginal sponge tidak menghambat penularan HIV(37).
• levamisole, yaitu obat cacing yang mampu merangsang 2) Berperilaku mempergunakan peralatan suntik yang suci
fungsi makrofag dan melepaskan interferon. hama
c) Obat infeksi oportunistik Penularan melalui peralatan ini banyak terdapat pada go-
Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan longan muda pengguna narkotik suntik, sehingga rantai penu-
mortalitas AIDS, dengan angka sekitar 90%. Terapi antibiotik laran harus diwaspadai. Juga penyaringan yang ketat terhadap
atau kemoterapeutik disesuaikan dengan infeksi-infeksi yang calon donor darah dapat mengurangi penyebaran HIV melalui
sebetulnya berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah transfusi darah(38).
3) Penularan lainnya yang sangat mudah adalah melalui cara 16. Hulsebosch HJ. AIDS and itch. J Eur Acad Dermatol Venereol 1992; 1:
311–18.
perinatal. Seorang wanita hamil yang telah terinfeksi HIV, risiko 17. Hulsebosch HJ. HIV infection and AIDS. Dalam: Kumpulan makalah
penularan kepada janinnya sebesar 50%. ilmiah "Temu ilmiah ilmu penyakit kulit dan kelamin" FKUI/RSCM, 14–
17 Juni 1993.
b) Mencegah kemungkinan menularkan kepada orang lain 18. Prose NS. HIV infection in children J Am Acad Dermatol 1990; 22:
Cara ini meliputi bimbingan kepada penderita HIV yang 1223–31.
berperilaku seksual tidak aman, supaya menjaga diri agar tidak 19. Editorial PML: More neurological bad news for AIDS patients. Lancet
menjadi sumber penularan. Pengguna narkotik suntik yang sero- 1992; 340: 943–44.
20. Persaud D et al. Delayed recognition of Human Immunodeficiency Virus
positif agar tidak memberikan peralatan suntiknya kepada orang infection in preadolescent children. Pediatric 1992; 90: 668–95.
lain untuk dipakai; donor darah tidak dilakukan lagi oleh pende- 21. Gershy–Dame T. GM et al. Salivary and urinary diagnosis of Human
rita seropositif dan wanita yang seropositif lebih aman bila tidak Immunodeficiency Virus 1 and 2 infection in Cote d'Ivore, using two assay.
hamil lagi. Trans R. Soc Trop Med Hyg 1992; 86: 670–71.
22. Sihombing G. Berkenalan dengan AIDS. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta;
1992: 26–36.
KONSELING 23. Aboulker J–P, Swart AM. Early zidovudine no use. Lancet 1993; 341:
Konseling adalah proses yang dapat membantu seseorang 890–91 (Letter).
untuk memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya 24. Hamilton JD et al. A controlled trial of early versus late treatment with
zidovudine in symptomatic Human Immunodeficiency Virus Infection.
dengan baik. Cara ini dapat membantu penderita, keluarga, serta NEJM 1992; 326: 437–43.
orang lain yang berhubungan, untuk mengatur masalah yang ada. 25. Nordic Medical Research Councils HIV therapy group. Double blind dose-
Kegiatan konseling biasanya dilakukan oleh seorang psikolog response study of zidovudine in AIDS and advanced HIV infection. BMJ
dengan program berbeda-beda tergantung kepada keadaan se- 1992; 304: 13–17.
26. Erice A et al. First two cases reported of zidovudine–resistant primary HIV
bagai berikut : infection in UK, US Asian Medical News 1993; 13: 7.
a) Orang yang sehat atau masih sehat, yang berarti belum ter- 27. Skowron G et al. Alternating and intermittent regimens of zidovudine
infeksi HIV, tetapi merasa risau oleh karena menyadari bahwa (AZT) and dideoxycytidine (ddc) in patients with AIDS or AIDS–related
perilakunya di masa lalu menjurus kepada kemungkinan pe- complex. Ann Int Med 1993; 118: 321–29.
28. Richmann DD. Playing chess with reverse transcriptase. Nature 1992; 361:
nularan. 588–89.
b) Telah terinfeksi HIV, dengan kemungkinan telah menge- 29. Daniel MD et al. Protective effects of a live attenuated SIV vaccine with a
tahui bahwa dia seropositif, atau belum mengetahui keadaan deletion in the net gene. Science 1992; 1938–41.
seropositif oleh karena belum memeriksakan darahnya. 30. Sabin AB. Improbability of effective vaccination against Human Immuno-
deficiency Virus because of its intracellular transmission and retal port of
c) Telah menunjukkan gejala sakit AIDS ringan atau berat, entry. Pro Nat Acad Sci USA 1992; 89: 8852–55.
seperti ARC atau full-blown AIDS. 31. Garzon MC et al. Cheap alternative to zidovudine ? Lancet 1992; 340:
1099–100.
KEPUSTAKAAN 32. Faloon J et al. A preliminary evaluation of 566C80 for the treatment of
pneumocystis pneumonia in patients with the Acquired Immunodeficiency
1. Jaffe HW. AIDS : Epidemiologic features. J Am Acad Dermatol 1990; 22: Syndrome. NEJM 1991; 325: 1534–38.
1167–71. 33. Lane Let al. Fluconazole compared with ketoconazole for the treatment of
2. Goldsmith MF. 'Critical moment' at hand in HIV/AIDS pandemic, new candida esophagitis in AIDS. Ann Intern Med 1992; 117: 655–60.
global strategy to arrest its spread proposed. JAMA 1992; 268: 445–46. 34. Butterworth RF et al. Thiamine and AIDS. Lancet 1991; 338: 1086.
3. World AIDS Datafile. AIDS in the region: Latest WHO figures. Asian 35. Friedland G. Risk of transmission of HIV to home care and health care
Medical News 1993; 15: 4. workers. J Am Acad Dermatol 1990; 22: 1171–74.
4. Phanuphak P. The current status of AIDS in Asia. JAMA SEA 1992; 8: 7. 36. Santelli JS. Birm A–E, Linde J. School placement for Human Immuno-
5. Samsuridjal dkk. Penatalaksanaan infeksi HIV di RS. Dr. Cipto Mangun- deficiency Virus–infected children: the Baltimore city experience.
kusumo. Dalam Simposium Penatalaksanaan AIDS di RSCM. Jakarta, Pediatrics 1992; 89: 843–47.
FKUI, 17 Pebruari 1993. 37. Stone KM, Peterson HB, Spermicides, HIV and the vaginal sponge. Jama
6. Weiss R. Biological properties of HIV. MRC News 1990; 48: 18–19. SEA 1992; 8: 9–11.
7. Lubis I. Myrnawati. Virologi, serologi AIDS. Dalam Buku Pedoman 38. Jones DS et al. Epidemiology of transfussion–associated Acquired Immu-
penyakit AIDS. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta; 1992: 11–15. nodeficiency Syndrome in Children in the United States, 1981 through
8. Markowitz DM. Infection with the human immunodeficiency virus type 2. 1989. Pediatric 1992; 89: 123–27.
Ann Intern Med 1993; 118: 211–18.
9. Maskill WJ, Gust ID. Abnormal laboratory result: HIV–1 testing in Austra- Lampiran
lia. Aust Prescr 1992; 15(1): 11–13. Kebijakan dan Strategi Program Nasional Pencegahan dan
10. Dover IS, Johnson RA. Cutaneous manifestation of Human Immuno- Pemberantasan AIDS di Indonesia
deficiency Virus infection. Part I and II. Arch Dermatol 1991; 127: 1383–
A. TUJUAN
91 and 1549–57.
1) Mencegah penularan HIV
11. Biggar R. Preventing AIDS now. BMJ 1991; 303: 1150–57.
2) Mengurangi angka kesakitan/kematian karena AIDS
12. Gabiano C et al. Mother to child transmission of Human Immunodeficiency
3) Memberikan counselling kepada pengidap HIV
Virus type 1: Risk of infection and correlates of transmission. Pediatrics
1992; 90: 369–374.
13. Krivine A et al. HIV replication during the first week of life. Lancet 1992; B. KEBIJAKAN
339: 1187–89. 1) Umum
14. Rowe PM. Resistance to HIV infection. Lancet 1993; 341: 624. 1.1. Penanggulangan AIDS dilakukan secara terpadu baik lintas program mau-
15. Hulsebosch HJ et al. Human immunodeficiency virus exanthema. J Am pun lintas sektoral sesuai dengan tugas dan wewenang serta fungsi masing-
Acad Dermatol 1990; 23: 483–86.
masing unit, dalam kaitannya dengan AIDS. 2.2. Produk Darah
1.2. Tidak perlu resah, bersikap terbuka tetapi selalu waspada. Produk darah pada umumnya dan plasma, tidak begitu besar peranannya
1.3. Menempatkan masalah AIDS pada proporsi yang wajar sebagai masalah sebagai sumber penularan HIV, kecuali yang mengandung faktor VII dan IX,
kesehatan/penyakit menular biasa. yang diperlukan untuk para penderita hemofilia. Untuk itu, pembuatannya dapat
1.4. AIDS tidak dikhususkan dalam pemberantasannya, tetapi tetap ditangani diproses dengan cara tertentu agar produk darah tersebut bebas dari HIV. Cara
oleh unit/sistem pelayanan kesehatan yang sudah ada (dalam hal ini dimasukkan pembuatannya dapat diproses dengan cara tertentu agar produk darah tersebut
dalam Program Pemberantasan Penyakit Kelamin & Frambusia, Ditjen PPM dan bebas dari HIV. Cara pembuatan produk darah tersebut hams selalu dipantau
PLP). dengan ketat untuk menjamin prosedur yang dianjurkan diikuti dengan baik. Di
2) Khusus samping pana donor, sebaiknya pemeriksaan juga dilakukan terhadap produk
2.1. Dalam upaya mendiagnosis AIDS di Indonesia digunakan definisi menurut darah yang diimpor maupun yang dibuat di dalam negeri, sesuai dengan ke-
kriteria WHO/CDC Atlanta ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium (tes bijakan Departemen Kesehatan, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
ELISA) yang dikonfirmasikan dengan tes Western Blot. AIDS.
2.2. Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi virus HIV untuk skrining donor 2.3. Alat Suntik dan Alat lain yang Dapat Melukai Kulit
darah belum dianggap perlu sampai saat ini. Penularan infeksi HIV dapat terjadi melalui alat suntik yang terkontami-
2.3. Produk darah yang diimpor maupun yang dibuat di dalam negeri harus nasi, baik dalam sistem pelayanan kesehatan yang formal maupun di luar sistem
memenuhi persyaratan bebas AIDS. tersebut, misalnya pemakaian alat/jarum lainnya yang dapat melukai kulit atau
2.4. Interpretasi hasil tes ELISA positif dilakukan bila konfirmasi dengan tes menyebabkan luka/perdarahan (tatoo, tusuk jarum, alat cukur, dan sebagainya).
Western Blot positif. Hal ini dapat dicegah dengan cara desinfeksi alat-alat tersebut dengan pemanasan
2.5. Kerahasiaan pribadi AIDS/HIV positif hams dipegang teguh. atau larutan desinfektan. Perlu dilakukan pengawasan ketat agar setiap alat
2.6. Pendidikan/penyuluhan kesehatan merupakan upaya terpenting dalam suntik dan alat lainnya yang digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan selalu
mencegah dan memberantas AIDS. dalam keadaan steril.
Penularan infeksi HIV melalui alat suntik yang tidak steril dan dipakai
bersama sering terjadi pada penyalahgunaan narkotik suntik (IV drug users).
Para penyalahguna narkotik suntik merupakan sumber penularan HIV dan dapat
menjadi jembatan penularan melalui hubungan seksual kepada masyarakat
umum. Petugas kesehatan yang merawat penderita AIDS mempunyai ke-
C. STRATEGI mungkinan terpapar oleh cairan tubuh penderita (darah, semen dan cairan
vagina). Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Cara-cara
1) Pencegahan Penularan Hubungan Seksual pencegahan yang ditujukan terhadap hepatitis B, cukup untuk mencegah infeksi
Penularan infeksi HIV melalui hubungan seksual paling banyak terjadi. HIV.
HIV dapat ditularkan dari penderita/pengidap HIV kepada pasangan seksualnya.
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual memerlukan pendidikan/ 3) Pencegahan Penularan dari Ibu anak (Perinatal)
penyuluhan yang intensif dan ditujukan untuk mengubah perilaku seksual ma- Wanita usia subur biasanya tertular HIV melalui hubungan heteroseksual.
syarakat tertentu sedemikian rupa sehingga mengurangi kemungkinan penularan Kehamilan mungkin akan mempercepat timbulnya gejala penyakit AIDS pada
HIV. Pendekatan pendidikan/penyuluhan tentang perilaku seksual, ditujukan wanita yang seropositif HIV. Diperkirakan 50% bayi yang lahir dari ibu yang
terutama mengenai jumlah dan pilihan pasangan seksual, misalnya mengadakan seropositif HIV, akan terinfeksi HIV sebelum, selama dan tidak lama sesudah
hubungan seksual sekecil mungkin, menghindari hubungan dengan WTS dan dilahirkan.
meningkatkan pemakaian kondom. Cara pencegahan penulanan HIV perinatal memerlukan pendidikan/
penyuluhan kesehatan masyarakat yang luas dan intensif, dengan memberi-
2) Pencegahan Penularan Melalui Darah tahukan risiko kehamilan/melahirkan pada ibu yang seropositif HIV. Di samping
2.1. Transfusi darah itu, pendidikan/penyuluhan yang terus menerus perlu dilakukan untuk mem-
Cara terbaik mencegah penularan HIV melalui transfusi darah adalah bujuk orang tua/ibu yang ingin hamil/mempunyai anak agar memeriksakan
dengan mengadakan skrining setiap donor darah sebelum menyumbangkan darahnya secana sukarela dan meminta nasehat (counselling).
darahnya, dengan memeriksa darah tersebut terhadap antibodi HIV. Hal ini
dilakukan di negara-negara yang tinggi peristiwanya seperti di Amerika dan 4) Mengurangi Dampak Negatif Infeksi HIV
Eropa. Upaya ini dilakukan terhadap individu, golongan maupun masyarakat
Di Indonesia yang prevalensi infeksi HIV-nya masih rendah, pemeriksaan umum. Kepada mereka perlu diberikan pendidikan/penyuluhan dan counselling
tersebut belum perlu dilakukan. Di samping itu biaya pemeriksaan tersebut saat atau cara lain untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, terutama kepada yang
ini masih mahal, sehingga untuk pemeriksaan semua darah donor akan me- HIV positif, baik dengan gejala maupun tidak, dan juga pasangan seksual,
merlukan biaya yang sangat besar. Dalam situasi seperti ini dilakukan pe- keluarga dan lingkungannya. Hal ini penting dilakukan sehubungan dengan
meriksaan darah donor secara selektif atau dengan pemeriksaan sampel secara dampak infeksi HIV di bidang psikologis dan bidang lainnya, yang sangat
acak (uji praktek). mempengaruhi kehidupan mereka selanjutnya.

We leave the world just as we entered it – with nothing


Perilaku Seksual Waria
dan Hubungannya dengan HIV/AIDS
di Jakarta, 1991-1992
Dr. Imran Lubis CPH
Badan Khusus Penanggulangan AIDS dan PMS, Ratan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, IAKMI, Jakarta

ABSTRAK
Telah dilakukan suatu studi kecenderungan perubahan perilaku seksual waria dari
tahun 1991 – 1992 setelah diberi penyuluhan AIDS secara Peer Group Education di
Jakarta.
Dari 2.000 waria yang telah disuluh oleh IAKMI dapat dilakukan studi sebanyak 577
orang. Metoda studi adalah secara wawancara face to face dengan tenaga pewawancara
dari waria itu sendiri. Selain itu telah diambil darah dari 800 waria (400 tahun 1991 dan
400 tahun 1992).
Persepsi mengenai resiko tertular AIDS meningkat dari 64,5% tidak tahu menjadi
hanya 18,0%. Penurunan jumlah mitra seksual juga terjadi dari sebagian besar 5–8 orang
menjadi 2–4 orang per minggu.
Walaupun begitu masih ada masalah yang masih perlu dilakukan studi. Jumlah pe-
makaian kondom masih rendah (tidak pernah = 65%). Masalah kualitas kondom seperti
robek (18%), ukuran kebesaran (25%), memakai kondom bekas pakai (33%).
Rendahnya frekuensi pengobatan terhadap penyakit PMS masih dijumpai mengingat
frekuensi STS ditemukan sebesar 40%. Pemberian darah donor oleh waria perlu
dipikirkan tindak pengamanannya.
Dari pemeriksaan 800 darah waria di Jakarta, pada bulan Nopember 1993 telah
ditemukan 1 (satu) orang pengidap HIV secara uji Elisa dan Western Blot.

PENDAHULUAN WHO/SEARO New Delhi memperkirakan bahwa pada


Sampai tanggal 30 Juni 1994 jumlah kumulatif kasus HIV/ akhir tahun 1994 di Indonesia sudah ada sejumlah 20.000 peng-
AIDS yang dilaporkan di Indonesia naik menjadi 216 orang, idap HIV. Sedangkan pada tahun 2000, diproyeksikan secara
terdiri dari 156 penderita HIV dan 60 AIDS, dibandingkan pada kumulatif bahwa Indonesia akan menghadapi 5.000 pende-
waktu tanggal 30 September 1993, jumlah orang yang dilaporkan rita AIDS dan 50.000 pengidap HIV. Selanjutnya diperkirakan
HIV baru 172 orang yang terdiri dari 32 penderita AIDS dan 130 pula bahwa biaya langsung dan tidak langsung bagi 5.000
pengidap HIV. penderita AIDS tersebut akan berjumlah US $ 81.000.000 atau

Diajukan pada : Lokakarya Kajian Penelitian AIDS dan PMS 30–31 Maret 1994,
Box/an Litbang Kesehatan, Jakarta.
Rp. 170.100.000.000,–. BAHAN DAN CARA KERJA
Dalam menghadapi masalah tersebut, perlu dilihat peng- Semenjak bulan Juni 1991 IAKMI telah menjalin kerja sama
alaman negara lain yang telah berhasil mengendalikan AIDS di dengan 15 pimpinan waria yang berasal dari 5 wilayah di Jakarta.
negaranya. Pada awalnya, di negara Eropa Barat, Amerika Utara Pimpinan waria ini telah selesai mengikuti training dan menjadi
dan Australia, pola sentral penyebaran AIDS adalah melalui jalur pimpinan tenaga penyuluhan AIDS kelompok waria di wilayah-
hubungan seksual antara sesama lelaki (homoseksual). Hal ini nya secara peer group education. Sampai saat ini, jumlah waria
terbukti setelah terjadi perubahan perilaku seksual pada kaum di Jakarta yang telah mendapat penyuluhan AIDS dari IAKMI
homoseksual dan biseksual dari resiko tinggi menjadi resiko sekitar 2.000 orang.
rendah, maka penyebaran AIDS di negara-negara tersebut pada Studi tentang karakteristik waria dilakukan setiap kali IAKMI
saat ini sudah jauh menjadi lebih rendah/berkurang. membantu upaya penyuluhan dan pengambilan darah pada peer
Perubahan perilaku seksual kaum homoseksual dan bi- group education tersebut.
seksual tersebut di atas hanya dapat terjadi setelah karakteristik Pertama kali studi dilakukan pada bulan Agustus 1991 yang
yang melatar belakangi perilaku seksual resiko tinggi kelompok mencakup 172 waria. Hasil studi tersebut telah dilaporkan.
tersebut dipelajari terlebih dahulu. Hasil dari berbagai studi tadi Gambaran karakteristik waria yang akan dilaporkan di sini ada-
kemudian dipakai sebagai bahan untuk menyusun strategi lah hasil studi ke dua pada bulan Oktober 1991 dan studi ke tiga
penyuluhan AIDS yang lebih realistik/mengena. pada bulan Agustus 1992.
Salah satu golongan masyarakat di Indonesia yang sebagian Bentuk studi adalah deskriptif pada sebagian waria di Ja-
besar dari hidupnya melakukan hubungan seksual antara sesama karta tanpa dilakukan sampling. Tenaga pewawancara (dari ke-
lelaki adalah kaum waria/banci. Golongan ini terutama terdapat lompok wariaitu sendiri) dengan menggunakan kuesionerkhusus
di daerah perkotaan. Jumlah waria diduga sudah cukup banyak melakukan wawancara terhadap masing-masing individu secara
walaupun jumlah pastinya sulit diketahui. Di Jakarta diperkira- satu persatu dengan diawasi seorang supervisor. Data yang di-
kan terdapat 4.000 – 5.000 waria. rekam hanya menggambarkan karakteristik kelompok waria
Pada saat ini IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat dalam studi tersebut, tidak mewakili gambaran seluruh waria di
Indonesia) bekerja sama dengan Puslit Penyakit Menular, Badan Indonesia.
Litbang Kesehatan dan Namru-2 sedang melakukan upaya pen- Dasar pemikirannya adalah bahwa penyuluhan AIDS ku-
cegahan AIDS dan pengambilan darah pada kelompok waria di rang bermanfaat bila ditujukan secara umum pada suatu masya-
Jakarta. rakat yang luas karena di masyarakat luas, pasti ada perbedaan-
Strategi program penyuluhan AIDS yang dipakai diadaptasi perbedaan sosial, politik, bahasa seks, ekonomi dan kebudayaan.
dari strategi penanggulangan AIDS di Australia. Yaitu secara Penyuluhan sebaiknya dilakukan secara lebih spesifikpada suatu
Support Program. Pertama kali adalah dengan meningkatkan golongan masyarakat tertentu (target group) sehingga disain
pengetahuan AIDS yaitu dengan melakukan Training of Trainers penyuluhan dapat lebih realistik dan dapat dilakukan oleh ke-
(TOT) pada 15 pimpinan waria dari 5 wilayah di Jakarta selama lompok masyarakat itu sendiri.
7 hari penuh. Waria ini setelah mendapat pengetahuan yang Studi karakteristik sebagian waria ini merupakan bagian
cukup dan mampu menjadi penyuluh AIDS yang baik, maka penting dalam penentuan design penyuluhan yang akan mereka
mereka mendapat sertifikat, kit penyuluhan AIDS dan menjadi lakukan sendiri. Ekspansi penyuluhan untuk kelompok waria
Cgntral Point program penyuluhan AIDS secara peer group lain dapat saja dikerjakan setelah mempelajari dan mengadaptasi
education yang dilakukan di rumah mereka masing-masing. pengalaman kelompok ini.
Pihak pimpinan waria akan menentukan sendiri bentuk-bentuk Cara melakukan kedua studi berikutnya serupa dengan studi
program/kegiatan penyuluhan AIDS yang paling cocok bagi pertama. Semua waria yang datang untuk pertama kali diberi
mereka. Dalam melakukan kegiatan penyuluhan AIDS tersebut kuesioner yang sama dengan kuesioner pada studi pertama se-
pihak IAKMI membantu dengan melakukan monitoring dan hingga studi ke tiga dapat dilihat sebagai "kecenderungan" dari
evaluasi, menyediakan tenaga ahli, melakukan berbagai macam studi pertama. Pada waria yang datang untuk ke dua kalinya akan
studi, membantu sarana penyuluhan, memberikan materi pe- diberikan kuesioner lain yaitu yang berisi evaluasi perilaku
nyuluhan yang terdiri dari : materi simulasi, materi leaflet dan seksual setelah mendapat penyuluhan AIDS, apakah sudah ter-
keterangan lain, memberikan kondom (100 per orang) dan meng- jadi perubahan ke perilaku seksual risiko rendah.
obati penderita PMS bila diperlukan. Karakteristik yang dicari adalah : umur, persepsi risiko ter-
Studi waria yang telah dilakukan adalah tentang perilaku hadap AIDS, frekuensi hubungan seks, jenis hubungan seksual,
seksual, perilaku pencegahan AIDS, pengetahuan tentang AIDS, pemakaian kondom, sikap menghadapi penyakit AIDS, sikap
rasa gotong royong, studi follow up, studi pemakaian kondom tentang kegunaan pemeriksaan antibodi HIV, pengetahuan ten-
dan lain-lain, yang diharapkan nantinya dapat dipakai untuk tang cara penularan AIDS, pengobatan AIDS, bagaimana meng-
membuat strategi pendekatan dan prakarsa baru serta dapat un- hadapi masalah berat seperti AIDS, rasa ingin menolong teman
tuk menyusun kembali kegiatan yang realistik di bidang senasib, bagaimana cara mendapatkan informasi. Pertanyaan
penyuluhan AIDS. Sebagian hasil studi yang dilakukan tahun pada kuesioner evaluasi antara lain adalah : apakah masih
1991 dan 1992 akan dilaporkan di sini. melakukan hubungan multiple partner, apakah sudah terjadi
perubahan pola pemakaian kondom dan lain-lain. Persepsi bahwa AIDS merupakan penyakit yang mematikan
ternyata mempunyai kecenderungan membaik. Pada tahun 1991
HASIL 64,5% waria menyatakan tidak tabu ada risiko tertular AIDS
Sampai bulan Oktober 1991 telah dapat dilakukan penyuluh- pada dirinya sedangkan pada tahun 1992 telah menurun menjadi
an AIDS dan pengisian kuesioner studi pada 404 waria yang 18,0%; dan pada temannya menurun dari 70,4% menjadi 20,1%.
terdiri dari 348 waria datang untuk pertama kalinya dan 56 waria Sebaliknya persepsi akan adanya risiko tertular AIDS naik dari
datang untuk ke dua kalinya, sedang studi bulan Agustus 1992 hanya 29,1% menjadi 49,3% pada dirinya dan dari 23,8% menjadi
mencakup 173 orang; sehingga jumlah seluruh waria dari ke tiga 36,6% pada temannya. Yang masih menganggap tidak ada risiko
studi tersebut adalah 577 orang. Analisis laporan tentang jalan- tertular AIDS ternyata naik dari 6,4% menjadi 32,5% untuk
nya penyuluhan di rumah mereka masing-masing menunjukkan dirinya dan dari 5,8% menjadi 43,7% untuk temannya. Hal
bahwa respons waria cukup tinggi dan timbul rasa kebersamaan terakhir ini mungkin banyak dijawab oleh waria berusia tua atau
yang cukup besar di antara mereka dalam menanggulangi pe- waria yang hanya mempunyai partner seks satu orang.
nyakit AIDS. Kecenderungan jumlah mitra seks laki-laki waria dalam 1
Dalam analisis variabel tidak semua pertanyaan dalam minggu terakhir tampak pada Gambar 2.
kuesioner mampu dijawab oleh waria sehingga jumlah sampel
untuk setiap variabel akan berbeda. Alamat responden waria
yang ikut dalam studi ini tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Tempat Tinggal Waria dalam Studi 1991–1992
Jakarta Jumlah Persen
Utara 33 5,8
Selatan 105 18,6
Timur 161 28,4
Barat 223 39,4
Pusat 44 7,8
Total 566 100,0

Pembagian responden waria menurut umur tampak pada


Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Umur Waria dalam Studi 1991–1992
Umur (tahun) Jumlah Persen Gambar 2. Kecenderungan jumlah mitra seks laki-laki waria dalam 1
minggu terakhir di Jakarta 1991-1992.
10 – 19 25 4,4
20 – 39 386 67,8
40 – 49 117 20,6 Untuk partner seks laki-laki pada tahun 1991, pergantian
50 – 59 30 5,3 partner seks sebagian besar berjumlah 5-8 orang atau lebih
> 60 11 1,9 (65,1%). Sedangkan pada tahun 1992 sebagian besar berjumlah
Total 569 100,0 di bawah 2–4 orang (59,7%). Mengingat pekerjaan waria adalah
sebagai tuna susila maka penurunan partner seks laki-laki ter-
DISKUSI sebut cukup besar artinya. Sedangkan yang tidak melakukan
Sikap waria di Jakarta terhadap risiko tertular AIDS pada hubungan seks dalam 1 minggu terakhir masih tetap yaitu dari
dirinya atau temannya tampak pada Gambar 1. 3,7% menjadi 5,6%. Hubungan seks antara kelompok waria
dengan kelompok wanita (1991) dan dengan kelompok homo-
seksual (yang disebut "kucing") selama tahun 1992 tampak pada
Gambar 3. Secara berturut-turut waria yang tidak pernah mem-
punyai mitra seks wanita 94,0%, mitra 1 orang : 2,8%, mitra di
atas 8 orang : 3,2%, dan waria yang tidak ada hubungan dengan
kelompok homoseksual : 92,4%, hubungan 1 kali 4,4%, 2–4 kali
2,5% dan 5–8 kali 0,6%.
Tempat mencari teman kencan seks pada studi 1992, tampak
pada Gambar 4. Tempat untuk mencari/mendapat mitra seks
bagi waria saling berbeda di antara kelompok-kelompok waria
tertentu.
Lokasi dapat bervariasi dari tempat pertemuan yang eksklu-
sif di bar dan diskotik sampai ke jalan dan taman. Status sosial
ekonomi waria dalam studi ini termasuk golongan menengah ke
bawah sehingga tempat mencari teman kencan seks mereka
Gambar 1. Kecenderungan persepsi risiko tertular AIDS pada dirinya
dan temannya, waria di Jakarta 1991–1992. adalah di jalanan dan taman (67,3%), di salon (19,5%), di bordil
Gambar 3. Frekuensi dan macam mitra seksual waria dalam 1 minggu Gambar 5. Jumlah pemakaian kondom waria selama 5 kali hubungan
terakhir, di Jakarta 1991–1992. seksual terakhir, Jakarta 1992.

bekas pakai (33,3%), memakai pelumas kondom (57,9%),


memakai kondom sudah berpelumas (62,5%) dan memakai
kondom tanpa pelumas (11,1%). Dilihat dari pemakaian kondom
pada waria, ternyata masih banyak masalah dan belum sepe-
nuhnya mengikuti petunjuk pemerintah.

Gambar 6. Masalah pemakaian kondom pada waktu hubungan seks oleh


Gambar 4. Lokasi mencari mitra seks waria di Jakarta 1992. waria, Jakarta 1992.

(10,0%) dan di hotel (3,1%). Masalah penting dalam pencegahan AIDS adalah masalah
Walaupun program penyuluhan AIDS oleh IAKMI juga di- penyakit menular seksual lainnya. Pertanyaan sederhana apakah
berikan 100 kondom untuk setiap waria, namun jumlah kondom dalam 3 bulan terakhir ini pernah diobati penyakit kelamin pada
tersebut tidak mencukupi kebutuhan mereka untuk lebih dari 1–2 waria (1992) menunjukkan hasil pada Gambar 7.
bulan, sehingga untuk selanjutnya merekaharus membeli sendiri.
Oleh karena itu, sebaiknya pada tempat-tempat waria mencari
mitra seks tadi disediakan juga kondom. Asal waria mendapatkan
kondom dalam studi 1992 adalah 55,9% dari petugas kesehatan/
IAKMI, 30,5% dari teman kencannya, 10,2% dari apotik dan
toko obat dan 8,5% dari warung/kios.
Gambaran pemakaian kondom oleh waria selama 5 kali
hubungan seks yang terakhir tampak pada Gambar 5. Tidak
pernah memakai kondom (65,9%), memakai sekali (7,8%),
memakai kondom duakali (14,8%), memakai kondom tigakali
(1,4%) dan memakai kondom 4–5 kali (9,9%). Alasan rendah-
nya pemakaian kondom tersebut adalah karena teman kencan
menolak, harga mahal dan lain-lain (studi 1991).
Waria yang pernah memakai kondom pada waktu melakukan Gambar 7. Waria yang merasa pernah diobati karena penyakit kelamin
hubungan seks adalah 128 orang (91,4%). Macam masalah yang dalam 3 bulan ini, Jakarta 1992.
dihadapi tampak pada Gambar 6 yaitu : kondom pecah/robek
(18,8%), ukuran kondom kebesaran (25,9%), memakai kondom Waria yang merasa tidak pernah diobati untuk penyakit
kelamin adalah 92,8%, pernah sekali : 4,8%, pernah beberapa sudah diulang 2 kali. Kasus waria positif ini sudah dilaporkan
kali : 1,8%, sering diobati : 0,6%. ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta maupun Depkes. Follow up
Waria yang mengaku pernah maupun tidak pernah menjadi gambaran darah maupun gejala fisik pada kasus HIV ini sampai
donor darah tampak pada Gambar 8; tidak pernah sebagai donor saat ini masih dilakukan.
(77,9%), pernah sekali (16,3%), kadang-kadang (3,5%) dan
sering (2,3%). KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Penyuluhan AIDS oleh IAKMI dan sumber lain yang telah
diterima oleh waria khususnya di Jakarta pada tahun 1992 telah
menunjukkan dampak :
– persepsi risiko AIDS pada diri dan temannya membaik
– telah terjadi penurunan jumlah mitra seks laki-laki.
2. Masalah yang masih dihadapi adalah :
– masih rendahnya pemakaian kondom
– masalah PMS yang belum terobati
– masalah cara pemasaran kondom secara umum.
3. Rekomendasi untuk melakukan studi lanjutan antara lain :
– cara meningkatkan pemakaian kondom
– menguji kualitas dan aksesibilitas kondom
– mencari cara-cara pemasaran kondom.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bimbingan yang telah di-
berikan oleh Dr. Alex Papilaya DTM&H, Ketua IAKMI, Dr. Suriadi Gunawan
DPH, KapuslitPenyakitMenular, DR. R. Anthony, Namru-2, Dr. Steven Wignall
Gambar 8. Waria yang pemah menjadi Donor Darah. yang telah membiayai studi ini, dan juga atas bantuan dari John Master, staf
IAKMI yang memungkinkan studi ini berhasil dengan baik.

Pemeriksaan pada studi pertama terhadap 172 serum waria, KEPUSTAKAAN


pada mulanya 4 serum menunjukkan hasil ELISA HIV antibodi 1. WHO. Guidelines for a standardized methodology for appraisal of HIV
positif. Setelah dilakukan pemeriksaan ulang dengan Western infection in populations for national AIDS control programmes. Geneva,
Blot ternyata semuanya hanya menunjukkan l band protein yaitu Oktober 1988.
p24. Sehingga seluruh serum dinyatakan negatif. Pada peme- 2. WHO. Report on the Informal Interregional Consultation on Developing
an Epidemiologically Based Strategy for Control of HIV/AIDS in Asia.
riksaan ulang pada studi kedua setelah 3 bulan sebanyak 200 New Delhi, 6–8 June 1988.
serum waria, menunjukkan 6 serum memberi hasil HIV positif 3. Judanarso J, Daili SF, Basuki S, dkk. Prevalensi Anti-HIV pada perilaku
yang kemudian menjadi negatif pada pemeriksaan Western Blot. seksual resiko tinggi WTS, Waria dan Homoseks di Jakarta, Lokakarya
Sampai bulan Nopember 1993 telah diperiksa 800 spesimen AIDS oleh IAKMI, 10 – 11 Januari 1990.
4. M. Hadi Abednego. Kebijaksanaan Nasional Penanggulangan AIDS dan
darah waria dari 5 wilayah Jakarta dan 1 (satu) menunjukkan PMS. Lokakarya Penelitian AIDS dan PMS, Badan Litbangkes, Jakarta
hasil HIV positif baik dengan Elisa maupun Western Blot dan 30–31 Maret 1994.

Speech was given to man to disquise his thoughs


Infeksi Nonmikrobial
pada Vulva
S. Fasihah R., Kusmarinah Bramono, A. Kosaslh
Bagian/Unit Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Dr. Cipto mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN subkutan terdapat jaringan lemak. Labia minora merupakan li-


Vulva adalah alat genitalia eksterna wanita yang berbentuk patan mukosa yang ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
lonjong dan memanjang dari ventral ke dorsal(1). Sebagian besar tanduk. Lapisan dermis terdiri atas jaringan ikat jarang dan
vulva ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mempunyai jaringan kelenjar sebasea yang bermuara langsung ke permukaan, serta
ikat jarang dan kaya dengan pembuluh darah. Keadaan vulva banyak mengandung pembuluh darah(3,4). Klitoris ditutupi mukosa
yang demikian mengakibatkan vulva mudah mengalami infla- dengan epitel berlapis gepeng; sebagian besar terdiri atas jaring-
masi. an ikat jarang, diantaranya terdapat jaringan erektil dan serabut
Banyak faktor penyebab inflamasi pada vulva, di antaranya saraf(3,4). Kelenjar vestibularis minor dan mayor (Bartolini) meru-
infeksi, trauma, iritasi, ataupun sekunder akibat penyakit lain. pakan kelenjar tubuloalveolar yang mengeluarkān mukus; alve-
Makalah ini membahas inflamasi nonmikrobial pada vulva. oli kelenjar‘ dilapisi epitel selapis torak, sedangkan duktusnya
dilapisi oleh epitel selapis kubis(3,4).
Anatomi vulva
Pala organ genetalia eksterna terdapat banyak ujung saraf
Vulva di bagian ventral dibatasi oleh klitoris, sisi lateral
sensoris. Korpus Meissner tersebar di papila dermis, sedangkan
oleh kedua labia dan di bagian dorsal oleh perineum(1).
korpus Pacini terdapat pada bagian yang lebih dalam dari jaring-
Bagian-bagian vulva adalah(1,2):
an konektif labia mayora dan klitoris(3).
1. Mons veneris.
Penyakit-penyakit yang digolongkan inflamasi nonmikro-
2. Labia mayora terdiri atas bagian kanan dan kiri; keduanya
bial pada vulva adalah :
bertemu di bagian dorsal membentuk komisura posterior.
1. Vulvitis reaktif
3. Labia minora terdiri atas bagian kanan dan kiri; keduanya
2. Dermatitis seboroik
bertemu di bagian ventral membentuk prepusium klitoridis dan
3. Psoriasis
frenulum klitoridis. Di bagian dorsal kedua labia juga bertemu,
4. Penyakit Paget
membentuk fosa navikularis.
5. Adenitis vestibularis
4. Klitoris terdiri atas glans klitoridis dan korpus klitoridis.
6. Distrofi vulva
5. Vestibulum adalah bagian antara kedua labia minora,
7. Penyakit Behcet.
terdapat kelenjar vestibularis minor.
6. Kelenjar Bartolini (kelenjar vestibularis mayor) terdiri atas
VULVITIS REAKTIF
bagian kanan dan kiri.
Berbagai tindakan fisik dan rangsangan kimia dapat me-
7. Selaput dara.
nyebabkan reaksi akut pada vulva. Trauma garukan atau gosokan,
Histologi vulva kontak dengan bahan sintetik, deterjen, parfum, zat warna, minyak
Labia mayora merupakan lipatan kulit yang ditutupi epider- angin dan kondom; kesalahan bahan topikal di rumah ataupun
mis berpigmen dan memiliki kelenjar sebasea dan kelenjar peinberian obat topikal seperti podofilin, gentian violet, 5 fluo-
keringat serta folikel rambut sesudah pubertas. Pada lapisan rourasil(5).
Penderita biasanya mengeluh gatal di daerah vulva. Mani- paha; dapat juga dibantu dengan bedak absorben(5). Labia minor
festasi klinis yang bermacam-macam mungkin terlihat pada ke- biasanya tidal( terkena, sehingga dapat dibedakan dari infeksi
lainan ini clan dari penyebaran lesinya dapat ditemukan faktor- jamur atau bakteri(5).
faktor penyebabnya. Bila lesi hanya pada introitus, kemungkinan Terapi terutama diarahkan pada faktor psikologis sebagai
penyebabnya adalah trauma koitus, sekret vagina, supositoria penyebab utama serangan yang sering berulang. Sebaiknya,
atau bahan pembilas vagina berparfum, dan bahan pelumas diciptakan hubungan yang baik antara dokter dan pasien, se-
kondom. Labia minora biasanya bebas dari paparan kontak iritan hingga pasien mampu mengutarakan hal-hal yang mungkin
yang lebih luas, kecuali bila bahan topikal sengaja dioleskan. sebelumnya tersembunyi(5). Pada lesi yang eksudatif dapat di-
Pengendara sepeda atau penunggang kuda yang belum terbiasa berikan kompres basah. Terhadap keluhan gatal dapat diberikan
kadang-kadang terdapat reaksi difus pada saddle area. Iritasi antipruritus. Beberapa lesi cenderung resisten terhadap terapi
yang berasal dari bahan pabrik tampak berupa lesi dengan garis permulaan. Pemberian terapi kortikosteroid yang berbeda
luar yang difus(5). mungkin memberi basil sembuh kembali(5,6).
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis yang Bila terjadi infeksi sekunder, sebaiknya diberikan antimikro
baik, misalnya kapan mulai gatal, adakah kontak dengan tanam- bial topikalo). Bahan pabrik sintetis sebaiknya dihindari. Bila
an atau racun tanaman, masa awitan yang hampir bersamaan komplikasi garukan menjadi masalah, penderita sebaiknya me-
dengan perubahan kebiasaan seperti mencuci. Hubungan seksual makai sarung tangan katun pada saat tidur. Gejala sering menjadi
secara orogenital dapat menyebabkan iritasi yang lebih berat lebih berat pada malam hari dan kadang-kadang disertai insom-
daripada hubungan seksual biasa. Mukosa introitus mungkin nia. Lesi yang berulang mungkin memerlukan konsultasi psikolo-
mengalami inflamasi sekunder disertai sekret yang mengalir dari gis untuk mengurangi beratnya penyakit(5).
vagina. Pemakaian obat topikal dari bahan iritan untuk menyem-
buhkan gatal ringan, akibat kontak iritannya akan lebih ber- PSORIASIS
bahaya(5).
Vulvitis reaktif akuta mungkin mempunyai gambaran klinis Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronik pada kulit
mirip dengan kandidosis, tinea, eritrasma dan distrofia hiperplas- yang belum jelas penyebabnya(7). Di Amerika Serikat penyakit
tik(5). ini mengenai lebih dari dua juta wanita(5). Psoriasis dapat
Terapi dapat berupa kompres basah pada lesi yang eksudatif. ditemukan pada daerah genitokrural, walaupun jarang, dan bi-
Pemakaian obat topikal kortikosteroid akan mengurangi infla- asanya bilateral(5,7). Telah dilaporkan adanya lesi psoriasis pada
masi. Sebaiknya bahan iritan diidentifikasi dan dihindari. Untuk labia mayora(6,7). Gosokan atau garukan mungkin menyebabkan
mengurangi rasa nyeri dan gatal dapat diberikan obat analgetik pembentukan lesi baru yang timbul 3–18 hari sesudah trauma, hal
dan antihistamin oral(5). ini sesuai dengan fenomena Koebner(5,7). Lesi biasanya berbatas
tegas dengan permukaan yang kemerahan, ditutupi skuama halus
DERMATITIS SEBOROIK keperakan atau putih keabu-abuan. Skuama ini mungkin tidak
terihat pada lesi vulva yang basah(5,7). Bila skuama digaruk
Dermatitis seboroik merupakan suatu erupsi kulit kronis tampak titik-titik perdarahan pungtata yang halus, disebut tanda
terdapt pada daerah yang mempunyai kelenjar sebasea dengan Auspitz(5,7).
aktifitas tinggi, tetapi tidak harus berhubungan dengan kelenjar Lesi pada vulva biasaya disertai lesi psoriasis di tempat lain,
sebasea itu sendiri(s). Berulangnya penyakit dipercepat oleh Bila lesi hanya terdapat di vulva, diagnosis secara klinis saja sulit,
adanya faktor kelelahan, infeksi, tekanan emosi, dan biasanya harus dilakukan pemeriksaan histopatologi. Biopsi pada lesi
penderita dapat mengingat lesi serupa sebelumnya. Umumnya psoriasis memperlihatkan abses-abses intraepidermal dari Munro
erupsi berupa eritema yang ditutupi skuama tipis berminyak(5). pada daerah parakeratosis superfisialis(5).
Lesi yang ada atau yang pernah terjadi, pada kulit kepala, Bagian tengah lesi yang terang mungkin mirip dengan lesi
belakang telinga, sternum dan antara kedua skapula dapat tinea atau dermatitis numularis, tapi skuama yang keperakan dan
membantu diagnosis. Daerah genitokrural dapat juga terkena. reaksi pada goresan dapat memperkuat diagnosis(5). Infeksi sekun-
Penyakit ini biasanya mempunyai lesi yang simetris, bersifat der dan ekskoriasi dapat menyulitkan gambaran klinis(7).
kronik dan rekuren(5). Terapi ditujukan pada penekanan turnover sel epitel. Dapat
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui, sehingga diberikan kortikosteroid topikal dan injeksi intra lesi bila perlu(5,6).
belum ada terapi yang tepat dan penanganan terhadap penyakit
ini haru5 berhati-hati. ADENITIS VESTIBULARIS
Lesi mungkin tanpa gejala atau ada keluhan gatal, dan akibat
garukan dapat terjadi infeksi sekunder. Lesi di daerah genitokru- Kelenjar-kelenjar vestibularis minor terletak di daerah
ral berupa eritema yang berbatas tegas, kadang-kadang dengan vestibulum dan mempunyai epitel yang mensekresi mukus(5).
sedikit skuama di tepi lesio). Keringat yang berlebihan dapat Muaranya pada mukosa sukar dilihat meskipun dengan
menyebabkan iritasi kulit. Wanita yang karena pekerjaannya kolposkopi. Bila terjadi edema, trauma atau infeksi, maka ostia
banyak memerlukan posisi duduk, sebiaknya menggunakan ban- tampak dengan jelas. Fungsi kelenjar-kelenjar ini belum jelas,
talan ventilasi untuk memperbesar sirkulasi udara antara kedua mungkin sebagai pelumas pada waktu koitus.
Apabila kelenjar-kelenjar ini mengalami inflamasi, maka cenderung terlokalisir. Reaksi kandidosis kutis terhadap terapi
akan tampak daerah vestibulum yang sedikit kemerahan. Biasa- lebih cepat dibandingkan penyakit Paget pada vulva(5,9). Kadang-
nya penderita mengeluh rasa nyeri seperti terbakar pada vulva, kadang lesi tampak seperti dermatitis (eczematoid), dengan
yang penyebabnya tidak diketahui, atau adanya dispareuni. Pada permukaan merah terang dan berskuama, sehingga menyerupai
pemeriksaan histopatologi tampak infiltrasi sel-sel radang kronik vulvitis reaktif(6,11). Tetapi pada masa awitan, iritasi pada vulvitis
dengan banyak sel plasma(3). reaktif dan reaksi terhadap terapi lebih cepat dibandingkan
Pemeriksaan bakteriologi daerah inflamasi belum pernah penyakit Paget pada vulva(5).
diselidiki. Beberapa penderita merasa penyakitnya lebih ringan Terapi untuk penyakit Paget pada vulva adalah vulvektomi
sesudah mengurut daerah tersebut dengan him vitamin atau totalis dengan batas tepi yang luas (3–4 cm dari tepi lesi),
estrogen; dapat juga dilakukan penyinaran dengan laser. Bila selanjutnya dilakukan pemeriksaan potong beku untuk mencari
terapi di atas gagal, dapat dilakukan eksisi jaringan vestibulum(5). apakah ada keganasan(5,9,13). Lesi yang rekuren setelah vulvek-
tomi totalis, akan tampak meluas meliputi daerah bekas operasi.
PENYAKIT PAGET Pada lesi ini dapat dilakukan eksisi multipel, tetapi sering
meninggalkan jaringan parut yang luas(5). Sebelum tindakan
Sir James Paget, seorang ahli patologi, pertama kali bedah biasanya dicoba pemberian kemoterapi atau penyinaran
melaporkan penyakit Paget pada tahun 1874 pada puting dan laser. Sebagai obat topikal dapat diberikan him 5-fluorourasil
areola mama yang dikaitkan sebagai penyebab utama adenokarsi- tiga kali sehari selama 6 minggu atau bleomisin dengan hasil
noma mama(5,8,9). Dubreuilh pertama kali melaporkan penyakit cukup baiktlm. Tindakan bedah Mobs telah dilakukan dengan
Paget pada vulva tahun 1901, yang biasanya mengenai daerah cukup memuaskan.
anogenital(10).
Penyakit ini terutama diderita oleh orang kulit putih, usia
sekitar 50 – 56 tahun dan telah menopause(5,9–11). Penyakit Paget DISTROFI VULVA
pada vulva mungkin terdapat sebelum, bersamaan atau sesudah
Distrofi vulva adalah suatu golongan penyakit yang paling
timbulnya karsinoma mama, mengingat kedua stniktur organ
sering di antara semua kelainan pada vulva(5).
adalah termasuk the milk line yang mengandung banyak kelenjar
Yang termasuk dalam golongan penyakit ini adalah(15):
apokrin(5,9).
1. Distrofi hiperplastik
Mula-mula penyakit Paget pada vulva diduga berasal dari
a. Tanpa atipik
karsinoma kelenjar keringat yang sel-selnya bermigrasi intra-
b. Dengan atipik
epidermah5."32) Kemudian ada beberapa laporan kasus penyakit
2. Liken sklerosus
Paget pada vulva merupakan lesi intraepidermal primer(11,12).
3. Distrofi campuran
Ternyata penyakit Paget yang berhubungan dengan karsinoma
a. Tanpa atipik
hanya 19%. Penyakit ini dapat juga digolongkan karsinoma in
b. Dengan atipik.
situ, berapi tidak adekuat dapat menjadi karsinoma(12).
Sebagian besar penyakit distrofi epitel kronik tidak berubah
Penderita biasanya mengeluh gatal dan nyeri yang diderita
menjadi ganas(5,9,13,17).
sejak lama(5). Keluhan ini sebelumnya sering didiagnosis sebagai
kondidosis kutis atau dermatitis yang berat, sehingga diagnosis Distrofi hiperplastik
biasanya terlambat sekitar 2 tahun, yaitu setelah dilakukan bi-. Distrofi hiperplastik adalah suatu kelainan histologis yang
Opsi(5). Selama itu proses penyakit secara perlahan meluas di karakteristik dengan adanya hiperplasi, akantosis dan hiperkera-
jaringan vulva, dan gejala iritasi akan meningkat. Di daerah tosis pada lapisan epidermis, serta inflamasi kronis pada lapisan
vulva lesi tampak eritemata dengan pulau-pulau hiperkeratosis di dermis(14). Usia penderita penyakit ini bervariasi, yaitu pada usia
permukaan, sehingga tampak sebagai bintik-bintik putih. Tapi reproduktif dan posmenopause(5).
lesi tampak meninggi, berskuama dan berbatas tegas mengelilingi Penderita biasaya mengeluh gatal di daerah vulva(5,9,14).
introitus(5,9,11,13). Lesi jarang bermetastasis ke kelenjar regional(9). Secara klinis tampak daerah putih keabuan dan edema yang difus
Secara histopatologi lesi dapat meluas walaupun lambat di atau berupa fokus-fokus, dengan hiperkeratosis dan likenifikasi,
bawah kulit, sedangkan kulit di atasnya tampak normal(5,9). Sel- kadang-kadang ada eritema(14). Labia minora dapat berubah
sel Paget soliter, ada yang membentuk untaian atau sarang- bentuk dan biasanya klitoris menghilang. Pada wanita kulit hitam
sarang, kadang-kadang membentuk struktur kelenjar keringat keadaan ini sering disangka vitiligo. Keratin yang tebal, opaque
dan folikel rambut(5,10). Bentuk-bentuk ini terdapat di sepanjang dan superfisial menyebabkan melanosit di lapisan basal kurang
membran basal dan di dalam lapisan basal, atau di dalam kelenjar mempengaruhi warna kulit(5).
keringat dan folikel rambut. Sel-sel Paget sendiri jarang ber- Distrofi hiperplastik secara histopatologi menunjukkan
mitosis(5,9). epidermis yang menebal, hiperkeratosis, akantosis, rete ridges
Lesi sering disangka kondidosis kutis, tatapi tepi lesi yang memanjang dan menjadi tumpul, sedangkan pada lapisan dermis
meninggi pada kandidosis kutis biasanya tidak setebal lesi pe- tampak inflamasi kronik(5,9,13,15). Gambaran ini tidak spesifik dan
nyakit Paget pada vulva. Lesi kandidosis kutis lebih difus, dan dapat ditemukan pada nerodermatitis, vulvitis hipertrofik, vulvi-
biasanya simetris, sedangkan lesi penyakit Paget pada vulva tis reaktif krōnik dan lain-lain(5).
Lesi hiperplastik dengan fokus-fokus atipik hanya terdapat dapat berulserasi, atau membentuk fisura dan ekimosis. Bentuk
pada 5–10% kasus distropi hiperplastik, yang cenderung menjadi vulva mengalami perubahan, tampak perlekatan labia minora
ganas. Pada lesi perlu dilakukan pewarnaan toluidine blue yang pada perbatasan dengan labia mayora. Edema dan pembentukan
dilanjutkan denganbiopsi. Padapemeriksaan histopatologi tampak jaringan parut pada prepusium dan frenulum, akan menutupi
adanya individually keratinized cells, corps ronds, inti-inti ab- glans klitoris menjadi masa amorf yang pucat. Lesi kemudian
normal, sel-sel mitosis dan rasio inti-sitoplasma terbalik(5,9,13). menipis, berkilap, berkerut dan berbentuk parchment-like(5,14);
Terapi pada distrofi hiperplastik adalah kortikosteroid mungkin terdapat sebagai lesi fokal, tetapi biasanya difus dan
topikal, dan dapat dikombinasikan dengan krotamiton yang simetris(5,14,16). Secara keseluruhan vulva mengalami perubahan
memberi basil baik(5,9,14). Beberapa penulis menghubungkan bentuk yang bermacam-macam, ada yang seperti angka delapan,
penyebab utama penyakit ini dengan pakaian dalam yang baru bunga lotus, kupu-kupu atau bentuk Iubang kunci(5). Koitus
dan sempit, perubahan pemakaian sabun cuci dan sabun mandi, menjadi tidak menyenangkan, sedangkan tanpa koitus atau dila-
ataupun parfum pada kertas pembersih; sehingga sebaiknya hal- tasi yang teratur, maka diameter introitus vagina akan
hal tersebut dihindari(9,14). Lesi yang berulang harus dianggap mengeruk(5,9,13,14).
sebagai lesi baru dan sebaiknya dilakukan biopsi untuk mene- Sebelum dilakukan biopsi plong, jaringan vulva diwarnai
gakkan diagnosis dan menentukan kembali terapinya. Bila perlu dengan toluidine blue(5). Pada lapisan epidermis yang tipis tam-
dilakukan vulvektomi totalis, tetapi beberapa penulis menentang pak hiperkeratosis dan rete ridges menghilang, kadang-kadang
tindakan ini(5). di lapisan basal terdapat vakuola, serta tidak adanya melanosit.
Lapisan dermis tampak homogen, asidofilik, dan relatif aseluler.
Liken sklerosus
Di lapisan bawahnya tampak infiltrasi sel limfosit dan sel plasma.
Liken sklerosus adalah suatu kelainan histologis yang
Tidak terdapat tanda-tanda atipik(9,13,15).
karakteristik dengan adanya penipisan epidermis dan hilangnya
Terapi yang cukup berhasil berupa pemberian testosteron
rete ridges, serta gambaran dermis yang aseluler, homogen
propionat 2% topikal pada penderita posmenopause, diberikan
dengan infiltrasi sel-sel plasma dan limfosit pada lapisan dalam(14).
dua kali sehari selama kira-kira setahun, yaitu sampai gejala
Penyakit ini paling sering ditemukan diantara semua lesi putih
terkontrol, kemudian frekuensi dikurangi sampai lebih dari dua
pada vulva dan dilaporkan lebih 70% dari seluruh distrofi vulva(5).
tahun(5,9,14). Tetapi bila terapi dihentikan biasanya penyakit kambuh
Liken sklerosus pertama kali diuraikan oleh Hallopeau(5,14,18).
lagi(5,9). Pada usia prepubertas tidak diberikan preparat testosteron
Beberapa nama sebelumnya adalah leukoplakia atrofika, liken
untuk menghindari maskulinisasi. Pada anak-anak dan orang de-
sklerosus et atrofikus, kraurosis vulva, atrofi senilis dan vulvitis
wasa yang tidak dapat diterapi dengan preparattestosteron, dapat
atrofi(5).
diberikan preparat progesteron, yang dilaporkan tidak berakibat
Liken sklerosus ditemukan pada semua umur, yaitu pada
maskulinisasi(5). Untuk keluhan pruritus yang berat dapat diberi-
anak-anak, remaja, usia reproduktif, dan posmenopause(5,9,13,18).
kan kortikosteroid topikal untuk menghilangkan gejala, terutama
Pada masa kehamilan kadang-kadang terjadi remisi, dan akan
pada tahun pertama(14). Tindakan vulvektomi totalis tidak di-
eksaserasi pada masa pospartum(5). Lesi dapat ditemukan pada
anjurkan karena lebih setengahnya mengalami rekurensi(5).
leher, badan dan ekstremitas, namun yang paling sering di
perineum dan vulva pada usia posmenopause(5,9). Distrofi campuran
Etiologi liken sklerosus belum jelas. Beberapa penulis Distrofi campuran adalah suatu kelainan histologis lesi liken
menghubungkannya dengan penyakit autoimun dan anemia per- sklerosus dan lesi distrofi hipertrofik yang bersamaan(5,14) . Pe-
nisiosa(5,13,14,17,18). Goolamali dan kawan-kawan menemukan anti- nyakit ini merupakan kurang lebih 15% (5–35%) kasus distrofi
bodi sitoplasmin tiroid pada 40% kasus dan antibodi terhadap vulva(5). Taussig berpendapat bahwa proses atrofi pada liken
sel-sel parietal gaster pada 44% kasus liken sklerosus(13). Jeffcoate sklerosus berasal dari lesi yang hipertrofi(14). Young dan Tevell
menemukan aklorhidria pada 23% kasus distrofi kronik. Bebe- menghubungkan penyakit ini dengan perubahan emosi, atau
rapa penulis menghubungkan dengan faktor hormonal, genetik akibat gesekan pakaian dalam(14).
dan proses metabolisme(2,9,13,14,18). Telah dilaporkan penyakit ini Penderita biasanya mempunyai riwayat gatal yang sering
diderita oleh tiga orang bersaudara(16), dan laporan lain menga- berulang. Gambaran klinisnya tidak jelas, tampak perubahan
takan terdapatnya penyakit ini pada generasi berikutnya dari 15 permukaan lesi, biasanya berupa fokus-fokus hiperkeratosis dan
keluarga(14). Kelainan hormonal dihubungkan dengan penurunan ekskoriasi(5,l4).
kladar estrogen dan dihidrotestosteron(5,9,14). Kasus-kasus yang Untuk melengkapi diagnosis perlu dilakukan biopsi plong
tidak diterapi dan mengalami iritasi yang lama, dapat mengalami dalam jumlah yang cukup banyak, serta didahului pewarnaan
perubahan hiperplastik reaktif, yang mungkin berkembang toluidine blue. Secara histopatologi perubahan pada epidermis
menjadi karsinoma, walaupun penyakit ini tidak berakhir se- antara daerah yang hiperplastik dan daerah yang atrofi mungkin
bagai suatu keganasan(s). Karsinoma in situ bukan berasal dari kurang jelas. Tampak pulau-pulau hiperplastik dan akantosis
lesi liken sklerosus, namun kedua keadaan ini mungkin terjadi dengan sekitarnya lesi yang atrofi,berupa epidermis yang menipis
bersamaan(5). dan homogen. Pada dermis tampak tanda-tanda inflamasi(5,13,14,17).
Penderita biasaya mengeluh gatal pada vulva yang tidak Distrofi campuran dengan lesi yang atipik, mempunyai in-
diketahui sejak kapan(5). Pada lesi tampak bekas garukan yang siden sedikit lebih tinggi dari pada lesi distrofi hiperplastik,
penyebabnya tidak diketahui(5). penyakit Crohn, namun keduanya mungkin terdapat bersamaan.
Terapi distrofi campuran mula-mula dengan pemberian Diagnosis penyakit Behcet berdasarkan gejala klinis dan
kortikosteroid topikal seperti terapi pada distrofi hipertrofik, histopatologis(20). Diagnosis diferensial penyakit ini adalah her-
selama 6 minggu, kemudian diteruskan dengan pemberian preparat pes dan sifilis yang rekuren karena tidak diterapi, pemfigoid
testosteron untuk lesi liken sklerosusnya. Cara lain adalah pem- bulosa dan penyakit Crohn. Namun adanya oral aphthae yang
berian preparat kortikosteroid dan testosteron berselang seling berkaitan dengan ulkus genital yang bersifat destruktif, serta sifat
pada hari yang berbeda. Penderita biasanya sembuh setelah kira- lesinya yang rekuren, akan menguatkan diagnosis, terutama bila
kira satu tahun, Pada lesi yang atipik, bila distrofinya diterapi, disertai beberapa kriteria minor di atas(5).
biasanya lesi akan sembuh dan pada biopsi ulangan tampak epitel Telah dilakukan bermacam-macam terapi pada penyakit
normal(5). Behget. Bila penderita mempunyai imunitas yang rendah, dapat
diberikan terapi untuk menstimulasi imunitas; bila imunitas
PENYAKIT BEHCET penderita tinggi dapat diberikan obat-obat imunosupresif(21). ,
Penyakit Behget adalah suatu penyakit inflamasi kronik dan Tindakan bedah kosmetik sebaiknya tidak dilakukan, karena
rekuren, dengan gejala berupa oral aphthae, ulkus genital dan sifat penyakit yang sering eksaserbasi, sehingga keadaan akan
uveitis pada mata, yang disebut sindrom tripel atau kriteria lebih buruk(5).
mayor(5,6,19,20). Penyakit ini pertama kali diuraikan oleh Behcet,
seorang dermatolog dari Turki pada tahun 1937(5,20). Masa awitan PENUTUP
pada usia kurang lebh 30 tahun, sedangkan rata-rata usia pen- Inflamasi nonmikrobial pada vulva umumnya mempunyai
derita hampir 35 tahun. Perbandingan jumlah penderita pria dan etiologi yang belum jelas. Penyakit-penyakit yang digolongkan
wanita adalah 1,0 : 1,4(21). di sini dapat terjadi pada lesi vulva yang putih maupun merah, lesi
Etiologi penyakit ini belum jelas, dan terdapat bermacam- berbentuk ulkus atau suatu karsinoma in situ.
macam hipotesis. Diduga penyakit Behcet berhubungan dengan
faktor imunitas abnormal penderita(5,9,22). Telah dilaporkan
penderita-penderita yang sebelumnya terserang tonsilitis atau
infeksi gigi, dan ditemukan fokus-fokus infeksi kronik yang KEPUSTAKAAN
mengandung bakteri streptokokus(22). Penulis lain berpendapat
1. Hanifa W. Anatomi alat kandungan. Ilmu Kebidanan, anatomi dan
bahwa yang berperan pada penyakit ini kemungkinan faktor fisiologi alat–alat reproduksi, ed. II 1986; 23–5.
genetik(21,23). Penyelidikan pada 410 penderita, menunjukkan 55 2. King, Nicol, Rodin. Vulva. Female, Venereal Diseases. Bailliere Tindall-
orang yang mempunyai hubungan keluargat2l). Pendapat lain London, 4th. ed. 1980; hal. 183–7.
mengatakan bahwa kontaminasi lingkungan bahan kimia merupa- 3. Bloom, Fawcett. External genitalia, Female reproductive system, a text-
book of histology, 11th, et., W.B. Saunders Company, 1986; hal. 899.
kan etiologi penyakit Behget. Insiden penyakit ini di Jepang me- 4. Craigmyle MBL. Genitalia ekstema, alih bahasa J. Tambajong. Atlas
ningkat pada daerah-daerah yang menggunakan pestisida dalam Berwama Histologi, ed. II, Jakarta : Bagian Histologi FKUI, 1987; haL
jumlah yang besar. Bahan ini mengandung klorida organik, 141–2.
fosfor organik, tembaga dan arsen(19). 5. Friedrich EG. Diagnosis and therapy, Management of neoplasia, red
lesions, white lesions, ulcers. Vulvar diseases, 2nd. ed., W.B. Saunders Co
Patogenesis penyakit Behget belum jelas. Timbulnya pe- 1983; hal. 95–8, 112–8, 124–6, 130–40, 174.
nyakit ini mungkin memerlukan bantuan pencetus, seperti virus, 6. Stolz E, Henk E, Menke, Vuzevski VD. Novenereal genital dennatoses.
bakteri atau pengaruh lingkungan. Dalam: Sexually Transmitted Diseases, Holmes KK (ed.) New York:
Penderita biasanya mengeluh nyeri pada lesi ulkus yang McGraw Hill Book Co 1984; hal. 714–23.
7. Weinrauch L, Katz M. Psoriasis vulgaris of labium majus. Cutis 1986; 38:
rekuren(6). Lesi oral mungkin terdapat di mukosa bibir, lidah, 333–4.
gusi, palatum atau pipi, yang umumnya berbentuk ulkus aph- 8. Gerbie MV. Malignant neoplasms of the vulva. In: HJ Buchsbaum. Gyneco-
thae(5). Lesi genital biasaya lebih destruktif, sehingga jaringan logy and Obstetrics, Philadelphia : Harper and Row Publ 1981; 1 : 1–2.
vulva berubah bentuk dan meninggalkan jaringan parut(5). Ulkus 9. Friedrich G, Wilkinson EJ. The histopatology of vulvar neoplasia. Dalam:
ed HJ Buchsbaum. Gynecology and Obstetrics. Philadelphia : Harper &
genital terutama terdapat pada labia mayora dan skrotum(6). Lesi Row 1984; 4:1–8, 11.
pada mata ialah uveitis, lebih jarang terjadi dibandingkan lesi 10. Mohs FE, Blanchard L. Microscopically controlled surgery for extramam-
pada oral dan genita1(20). Gambaran klinis lain merupakan kriteria mary Paget's disease. Arch. Dennatol. 1979; 115 : 706–8.
minor adalah artritis, tromboflebitis, kelainan neurologi, ery- 11. Caro WA, Bronstein R. Tumor of the skin. Dalam: Moschella L, Hurley I
(eds.). Dermatology 2nd ed., WB Saunders Co 1985; hal. 1551–2.
thema nodosum-like eruption, erupsi akneiformis(5). 12. Hart WR, Millman JB. Progression of intraepithelial Paget's disease of the
Pada lesi ulkus di vulva dapat dilakukan pemeriksaan ter- vulva to invasive carcinoma. Cancer 1977; 40 : 2333–7.
hadap virus dan bakteri, pemeriksaan lapangan gelap, tes sero- 13. Scott IS. Vulvar dystrophy, benign disease of the vagina and vulva. Dalam:
logi untuk sifilis, dan hasilnya semua negatito). Biopsi pada lesi Whitfield CR(ed.) : Dewhurst's, textbook of Obstetrics & Gynecology for
postgraduates, 4th. ed., Blackwell Scient Publ 1986; hal. 710–16.
memperlihatkan inflamasi kronis dan vaskulitis, dengan infil- 14. Friedrich E. Vulvar dystrophy. Postgrad Obstetr & Gynecol 1987; 7 : 1–6.
trasi sel-sel limfosit, histiosit dan lekosit polimorfonukleus(5,6,20). 15. Franklin III EW. Treatment of malignancy of the vulva. Dalam: Buchsbaum
Pemeriksaan imunofluoresensi memberi gambaran yang mirip JH (ed.) : Gynecology and Obstetrics. Philadelphia : Harper & Row Publ
pemfigus. Kadang-kadang penyakit ini dapat menyerupai lesi 1984; 4 : 1–2.
16. Murphy FR et al. Familial vulvar dystrophy of lichen sclerosus type. Arch. Dermatology, Berlin 1987; 298–9.
Dermatol 1962; 118.: 329–1. 20. Lever WF, Schaumburg G – Lever. Dermatitis. Histopathology of tke akin,
17. Ridley CM. Recent advance in vulval disease. Dalam: R.H. Champion 6th. ed. Philadelphia : JB Lippincott Co 1983; 99, 193, 499, 513–14.
(ed.). Recent advances in Dermatology,number seven, Churchill Living 21. Lee S. Behcet's syndrome. Dalam: CE Orfanos, et al (ed.) Proc XVII World
stone 1986; 127–35. Congr of Dermatology, Berlin 1987; 87–91.
18. Friedrich EG, MacLaren NK. Genetic aspects of vulvar lichen sclerosus. 22. Kaneko F. et al. Immunological studies on aphthous ulcer and erythema
Am J Obset Gynecol 1984; 150: 161–4. nodosum–like eruptions in Bchcet's disease. Brit J Dermatol. 1985; 113 :
19. Hon Yet al. Toxic mucocutaneus–intestinal syndrome; experimental Behcets 330–2.
condition induced by organic chlorine and phosphorous compound admini- 23. Reimer G et al. Lytic effect of cytotoxic lymphocytes on oral epithelial cells
stration. Dalam: CE Orfananos et al. (ed.) Proc XVII World Congr of in Behget's disease. Brit J Dermatol 1982; 107 : 529–36.
Infeksi Bakteri Anaerob
pada Alat Genital
Djunaedi Hidayat, Jubianto Judanarso, Sjalful Fahmi Daili
Bagian/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Dr Cipto mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN bakteri yang dapat tumbuh tanpa udara.Oleh karena itu untuk
Infeksi bakteri anaerob seringkali tidak diperhatikan oleh kepentingan praktis dibuatdefinisi secara sederhana yaitu bakteri
dokter dan ahli mikrobiologi, meskipun beberapa di antaranya yang tumbuh hanya memerlukan tekanan oksigen yang rendah
dapat menjadi kronis ataupun fatal(1). Bakteri anaerob merupakan dan tidak dapat tumbuh pada permukaan media solid di udara (O2
flora residen yang biasa dijumpai di kulit dan mukosa, terutama 18% dan CO2 10%)(1,5).
di rongga mulut dan saluran cerna, sehingga sering dijumpai pada Klasifikasi dan karakterisasi bakteri anaerob masih merupa-
infeksi di daerah tersebut(2). Infeksi yang timbul umumnya meru- kan masalah terutama karena banyaknya sinonim yang digunakan
pakan infeksi campuran baik dengan bakteri aerob, bakteri fakul- untuk bakteri tersebut(6).
tatif maupun bakteri anaerob lain(1,3). Gambaran klinis infeksi bakteri anaerob pada genitalia(1,3,4):
Akhir-akhir ini banyak penelitian ditujukan pada peranan A. Pada wanita :
bakteri anaerob pada infeksi saluran genital (terutama wanita), – Alat genital bagian bawah dan sekitarnya :
Rotheram dan Schik (1969) menemukan spesies anaerob pada – Vaginitis
kultur darah 34 dari 56 kasus aborsi septik, clan Hall (1967) – Abses dinding vaginal
menemukan bakteri anaerob pada infeksi pasca bedah(4). Bakteri – Abses para vaginal
anaerob yang paling sering ditemukan pada saluran genital wanita – Abses vulva
adalah Bacteroides spesies dan bakteri fakultatif; yang paling se- – Bartholinitis
ring diisolasi adalah basil enterik gram negatif dan Streptococcus – Abses Bartholin
species. Kepentingan Bacteroides sp. dan Clostridia sp. pada – Skenitis
infeksi yang berat juga mendapat perhatian. Hal ini juga ditun- – Abses kelenjar Skene
jang oleh perkembangan teknik pemeriksaan terhadap bakteri – Abses para klitoroidal
anaerob sehingga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan – Abses perineal
yang lebih terarah dan baik(1,3). – Abses periuretral
Secara umum infeksi bakteri anaerob memberi gambaran – Alat genital bagian atas :
yang mirip dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob – PID
maupun fakultatif, sehingga makalah ini tidak akan membahas Pada laki-laki :
secara terperinci infeksi bakterial, tetapi akan dibatasi mengenai – Asbes skrotalis
hal-hal khusus terutama infeksi pada alat genital wanita(1,4). – Asbes perineal
– Asbes periuretral
MIKROBIOLOGI – Asbes prostatik
– Asbes para prostatik
Sulit untuk menentukan definisi yang tepat mengenai anae- – Prostatis kronik
rob. Tidak tepat bila dikatakan bahwa bakteri anaerob adalah – Cowperitis
bakteri yang mati bila berada pada oksigen atmosfir ataupun – Asbes testis
– Uretritis Tabel 2. Bakteri anaerob yang sering dijumpai pada alai genitalia (wa-
nita)(1,7)
– Balanopostitis
Faktor predisposisi atau yang berhubungan dengan infeksi − Peptococcus (prevotii, magnus)
anaerob pada alat genital wanita adalah sebagai berikut(1): − Peptostreptococcus (anaerobius, intermedius)
– Kehamilan − Veillonella
– Puerperium, terutama bila terjadi : – Bacteroides (fragilis, melaninogenicus)
– Ketuban pecah dini − Fusobacterium (necrophorwn)
– Partus lama − Eubacterium
– Perdarahan pasca lahir – Anaerobic Streptococcus
– Aborsi (spontan atau induksi) – Clostridium (perfringens)
– Keganasan
− Actinomyces (israelli)
– Iradiasi
– Lactobacilus (catenaforme)
– Bedah obstetrik-ginekologik Kauterisasi serviks
– Propionibacterium
– Stenosis vaginal atau endoserviks
– Fibroid uterin Oleh karenanya tidaklah mengherankan bila mikroorganisme
– AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) tersebut dapat terlihat pada alat genital wanita. Di antara bak-
teri anaerob, Bacteroides sp. paling sering ditemukan, sedang
Clostridia sp. jarang. Di samping itu sering terlihat pula infeksi
Tabel 1. Klasifikasi bakterl anaerob yang dapat dijumpai di klinik(5). campuran dengan bakteri fakultatif ataupun anaerob lain. Pada
infeksi polimikrobial, bakteri fakultatif mula-mula akan meng-
Garam ( –) : Garam (+) :
konsumsi oksigen dan karenanya menciptakan lingkungan yang
I. Kokus : I. Kokus :
1. Veillonella : 1. Peptococcus :
cocok untuk pertumbuhan bakteri anaerob(8). Hal ini diperlihat-
– parvula – aerogenes kan oleh Gorbach dkk. pada binatang percobaan dengan meng-
– alcalescens – assacharolyticus inokulasikan flora usus (secara kualitatif serupa dengan flora
2. Acidaminococcus : – prevotii genital) pada rongga peritoneal. Ternyata mula-mula terjadi
– fermentans – variabilis
3. Megasphaera : – constellatus
peritonitis yang disebabkan oleh bakteri fakultatif (terutama E.
– elsdenii – anaerobius coli) dan bila binatang tersebut dapat bertahan hidup akan
– magnus terjadi abses peritonitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob(9).
2. Peptostreptococcus: Galaks RP mengemukakan pendapatnya bahwa bakteri anaerob
– productus
– anaerobius
dan aerob melekat pada dinding vagina dan tempat perlekatan
– intermedius tersebut diduga berhubungan dengan reseptor spesifik yang ter-
– micros dapat pada membran mukosa. Sekali melekat, mikroorganisme
IIA. Basil motil : IIA. Basil pembentuk spora : anaerob yang dominan akan membentuk mikrokoloni dan me-
1. Vibrio sputorwn Clostridium :
2. Selenomonas sputigena – tetani – septicum
nutupi diri dengan bahan kapsular yang dapat melindungi ter-
3. Bakteroides : – histolyticum – botulinum hadap antibiotik, invasi sistem pertahanan tubuh dan gangguan
mikrorganisme lain(10).
– serpens – cochlearum – novyi Penyebab vaginitis nonspesifik masih kontroversial.
– girans – butyricum – sporogenes
– cadaveris – perfringens
Walaupun pada beberapa penelitian flora mikrobial vagina pada
– bifermentans – ramasum vaginjtis nonspesifik tidak khas, tetapi dari penelitian lain
IIB. Basil non motil : IIB. Basil tidak membentuk spora : ditemukan peningkatan prevalensi Gardnerella vaginalis dan
1. Bacteroides : 1. Propionibacterium : bakteri anaerob dalam cairan vagina penderita. Efektivitas
– fragilis – acnes
– melaninogenicus 2. Eubacteriwn :
metronidazol pada pengobatan vaginitis nonspesifik juga mem-
– oralis – alactolyticum beri kesan bahwa bakteri anaerob mempunyai peranan pada sin-
– putredinis 3. Catenabacterium thorn tersebut, karena metronidazol lebih aktif terhadap bakteri
– corrodens 4. Ramibacteriwn anaerob daripada Gardnerella vaginalis(9). Selain itu adanya
– rwninicola 5. Actinomyces
2. Fusobacterium 6. Bifuiolxicteriwn
bakteri anaerob dan/atau G. vaginalis serta tidak ditemukannya
(Sphaerophorus) : laktobasilus dalam cairan vagina adalah karakteristik pada vagi-
– necrophorum nitis nonspesifik. Konsentrasi bakteri anaerob dan G. vaginalis
– varium cairan vagina adalah 100 sampai 1000 kali lebih tinggi pada wa-
– mortiferum
– nucleatum
nita dengan sindrom vaginitis daripada wanita sehat tanpa tanda-
tanda infeksi vagina(9,10). Walaupun semakin banyak bukti yang
menunjukkan bahwa bakteri anaerob merupakan penyebab vagi-
nitis nonspesifik, tetapi mekanisme ataupun patogenesisnya
masih belum jelas(9).
VAGINITIS–VAGINOSIS
Untuk mempelajari penyebab vaginitis nonspesifik, di-
Bakteri anaerob merupakan bagian dari flora normal vagina.
lakukan analisis cairan vagina wanita normal dan penderita
vaginitis nonspesifik, dan pemeriksaan kultur anaerobik kuanti- Pemeriksaan laboratorium
tatif serta kromatografi gas-liquid untuk metabolit asam organik a. Pemeriksaan pH vagina :
rantai pendek yang berasal dari flora mikrobial. Dalam cairan Pada penderita vaginosis bakterial dijumpai pH vagina >
vagina normal asam laktat adalah asam organik yang dominan 4,5. Menurut Fleury (1983) pada penderita dengan keluhan
dan organisme yang dominan adalah laktobasilus dan Strepto- dijumpai pH 5 – 5,5, sedangkan tanpa keluhan 4 – 4,5o). Eschen-
coccus sp. (penghasil asam laktat). Pada vaginitis nonspesifik bach (1988) berpendapat pH < 4,5 dapat menyingkirkan
kadar asam laktat menurun, sedang asam suksinat, asetat, butirat kemungkinan adanya vaginosis bakterial. Pemeriksaan pH va-
dan propionat meningkat, dan flora dominan menjadi G. vagi- gina ini bersifat sensitif, tetapi tidak spesifik untuk vaginitis
nalis dan/atau bakteri anaerob, termasuk Bacteroides sp. (peng- bakterial(11).
hasil suksinat) dan Peptococcus sp. (penghasil butirat dan ase- b. Tes amin dengan KOH 10% (tes Whiff) :
tat(9). Tes amin ini mula-mula dilakukan oleh Pfeifer dkk. (1978)
yaitu dengan meneteskan KOH 10% di atas gelas obyek yang ada
PERANAN BAKTERI ANAEROB PADA INFEKSI G. duh tubuh vagina. Hasil dinyatakan positif bila tercium bau
VAGINALIS amoniak"). Karena bau yang timbul bersifat sementara, gelas
obyek hendaknya didekatkan ke hidung. Bau yang timbul me-
Patogenesis vaginitis nonspesifik sampai sekarang masih rupakan produk metabolisme yang kompleks yaitu poliamin
belum jelas.Dari beberapa penelitian terlihat adanya hubungan yang pada suasana basa akan menguap. Tes ini cukup dapat di-
erat antara vaginitis nonspesifik dengan G. vaginalis yang ber- percaya karena bersifat sensitif dan spesifik bila dikerjakan de-
sama dengan bakteri anaerob merupakan pembawa peran etiolo- ngan baik(11).
gik, G. vaginalis sering ditemukan dalam cairan vagina penderita c. Pemeriksaan garam faal :
yang disertai peningkatan jumlah bakteri Bacteroides sp. dan Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat antara lain, lak-
Peptococcus sp.; dan bilamana penderita sembuh akan terjadi tobasilus, leukosit, trikomonas dan clue cell.
pengurangan atau menghilangnya G. vaginalis dan bakteri anae- d. Pewarnaan gram :
rob. Pada vaginosis bakterial jumlah bakteri G. vaginalis, Bac-
Cairan vagina penderita vaginitis nonspesifik mengandung teroides sp.,Peptostreptococeus sp.danMobiluncus sp. meningkat
beberapa amin, antara lain putresin, kadaverin, metilamin, isobu- 100 sampai 1000 kali lebih banyak daripada normal.
tilamin, fenetilamin, histamin dan tiramin. Hal ini terjadi karena e. Pemeriksaan kultur :
adanya simbiose antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam Bermacam-macam media dianjurkan untuk pemeriksaan
amino bakteri anaerob yang mengubah asam amino menjadi kultur antara lain agar coklat, agar casman, agar vaginalis, human
amin, aldbatnya pH cairan vagina naik sampai suasana yang blood agar, agar pepton starch dan Columbia-colistin-nalidixic
menyenangkan bagi pertumbuhan G. vaginalis. Berbagai jenis acid. Kultur biasanya dilakukan pada suhu 37° C selama 48–72
amin diketahui menyebabkan iritasi dan kerusakan sel epitel, jam. Sebagai media transport dapat digunakan media transport
meningkatkan pelepasan sel epitel dan menyebabkan cairan yang Stuart atau Amies(10).
keluar dari vagina berbau tidak enak(11). Belum jelas faktor
hospes yang menentukan timbulnya gejala individu; dari bebe- KRITERIA DIAGNOSIS(9,13)
rapa penelitian terlihat bahwa penderita dengan gejala mem-
1) Dari pemeriksaan mikroskopis cairan vagina tidak ditemukan
punyai kadar amin yang lebih tinggi dalam cairan vagina(12). Juga
jamur, trikomonas, ataupun gonokokus.
belum jelas apakah penyakit ini endogen atau ditularkan melalui
2) Duh tubuh vagina ditandai > 2 gejala :
hubungan seksual(9,11).
a. kualitas cairan homogen, encer sampai seperti lem, ke-
abu-abuan.
DIAGNOSIS VAGINOSIS BAKTERIAL
b. pH > 4,5.
Anamnesis dan pemeriksaan klinis
c. tercium bau amina yang amis pada penambahan KOH
Penderita biasanya mengeluh adaya duh tubuh vagina yang
10%.
berbau tidak enak (amis). Bau amis sering dinyatakan sebagai
d. Clue cell (Gard. vaginalis).
satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan dan bervariasi dari
3) Pemeriksaan kromatografi gas-liquid: ratio suksinat-laktat
ringan sampai berat(11).
meninggi (> 0,4).
Pada pemeriksaan ditemukan duh tubuh vagina dengan
4) Pemeriksaan kulktur.
konsistensi dari encer sampai seperti lem, yang jumlahnya ber-
variasi dari sedikit sampai banyak, berwarna abu-abu, homogen
dan berbau amis. Duh tubuh ini cenderung melekat pada dinding
PENGOBATAN
vagina dengan rata dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan
difus. Bila dihapus tampak mukosa vagina yang normal. Ka- 1. Topikal :
dang-kadang terdapat peradangan ringan. Adanya duh tubuh Pemakaian krim sulfonamida tripel, supositoria yang berisi
vagina yang keabuan pada introitus vagina, mengarah ke tetrasiklin ataupun povidon iod in, biasanya kurang memuaskan
diagnpsis(11). dan penyembuhan hanya sementara selama penggunaan obat
topikal tersebut(11). KEPUSTAKAAN

1. Finegold SM, RosenblattJE, Sutter VL et al. Anaerobic Infections. Thomas


BA. Michigan : the UpJohn Co, 1972.
2. Sistemik : 2. Brook J. Clinical approach to diagnosis of anaerobic infections. In :
a) Metronidazol : Anerobic Infection in Childhood. Boston : G.K. Hall Medical Publishers,
1983. pp. 15–19.
Dengan dosis 2 kali 400 mg atau 2 kali 500 mg setiap hari 3. Finegold SM. Anaerobic Bacteria in Human Disease. New York, London:
selama 7 hari atau tinidazol 2 kali 500 mg setiap hari selama Academic Press Inc., 1977; 1 : 1–67.
5 hari, dicapai angka penyembuhan lebih dari 90%. 4. Swenson RM, Michaelson TC, Daly MJ, et al. Anaerobic bacterial infec-
b) Penisilin dan derivatnya : tions of the female genital tract. Obstet Gynecol 1973; 42 : 538–41.
5. Ferguson IR. The Diagnosis of Anaerobic Infection. Intemational Congress
Penisilin G cukup efektif untuk beberapa bakteri anaerob and Symposium Series, 1979; 18 : 13–18.
dengan dosis kira-kira 2 – 10 juta Unit setiap hari selama 5 6. Suzuki S, Ueno K. Anaerobic bacteria. Illustrated Laboratory Techniques
hari. Sedangkan ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 Series, 1984; 1 : 7–65.
kali 500 mg setiap hari selama 5 hari. 7. Vorherr H. Puerperal genitourinary infection. Clin Obstet Gynecol 1986;2:
91:1–5.
Kegagalan pengobatan dengan penisilin dan derivatnya 8. Schwarz RH. The treatment of major gynecologic sepsis. Clin Obstet
dapat diterangkan dengan adanya beta laktamase yang di- Gynecol 1986; 1; 28 : 1–3.
produksi oleh Bacteroides sp.(11). 9. Spiegel CA. Amsel R, Eschenbach D, et al. Anaerobic bacteria in nonspeci-
c) Tetrasiklin dan Kloramfenikol : fic vaginitis. N Engl J Med, 1980; 303 : 601–7.
10. Galask RP. Vaginal colonization by bacteria and yeast. Am J Obstet
Sekarang jarang dipakai karena kurang efektif(12) Gynecol 1988; 158 : 993–5.
d) Eritromisin : 11. Judanarso Jubianto. Vaginitis Non spesifik. Bmu Penyakit Kulit dan
Terutama efektif untuk bakteri anaerob gram positif seperti Kelamin, Ed. I, 1987; 311–6.
Bacteroides, Streptococcus dan Clostridia(11). 12. Selkon JB. Choice of Chemotherapy for the Anaerobe. International
Congress of Symposium Series, 1979; 18 : 29–33.
e) Sefalosporin dan sefoksitin. 13. Eschenbach DA, Hillier S, Critchlow C et al. Diagnosis and clinical
f) Klindamisin(12). manifestations of bacterial vaginosis. Am J Obstet Gynecol 1988; 158
819–28.

The easiest person to deceive is yourself


Staphylococcus Scalded Skin
Syndrome pada Bayi
Harijono Karlosentono, Ny. Indah Yulianto, M. Goedadl Hadilukito
Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kultt dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
RSU Dr Muwardi, Surakarta

motong tali pusat. Pada neonatus inilah SSSS dapat berakibat


PENDAHULUAN fatal walaupun pada orang dewasa dapat juga terjadi. Angka
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) adalah pe- kematian berkisar antara 2 – 3% dan biasanya disebabkan oleh
nyakit infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus grup II sepsis(3).
dengan manifestasi klinik beraneka ragam, dari bentuk ringan Berikut ini dilaporkan satu kasus SSSS pada seorang bayi
dengan kelainan kulit setempat (lokal), impetigo bulosa sampai usia 10 hari yang lahir dengan pertolongan dukun di rumah
bentuk generalisata dengan tanda epidermolisis dan deskua- sendiri. Penderita telah mulai sakit sejak usia 7 hari dan dirawat
masi(1). Penyebab terjadinya lesi kulit adalah eksotoksin spesifik di Lab./UPF Kulit & Kelamin RS Dr. Muwardi Surakarta ber-
yang diproduksi oleh S. aureus grup II yang mengakibatkan sama dokter spesialis anak. Berakhir dengan kematian pada
kerusakan superfisial pada stratum granulosum. hari ke 9, oleh karena sejak datang di RSDM sudah dalam
Pertama kali Ritter von Rittershain pada abad 19 meng- keadaan sepsis.
gambarkan kasus-kasus yang disebutnya dermatitis exfoliatif
neonatorum. Baru pada tahun-tahun 1940–1950 adanya hu- LAPORAN KASUS
bungan. dengan stafilokokus grup II dapat dibuktikan (dikutip Seorang bayi laki-laki usia 10 hari masuk rumah sakit di
dari 1). Sedangkan Lyell (1956) menyebutnya sebagai NET laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Rumah
(Nekrolisis epidermal toksik) untuk bentuk epidermolisis yang Sakit Dr. Muwardi Surakarta (RSDM) pada tanggal 13 Mei
general dengan etiologi yang belum jelas, yang diduga dise- 1992. Keluhan utama (dari orang tua) adalah kulit bayi
babkan alergi obat terutama sistemik, infeksi (virus, bakteri, mengelupas pada hampir seluruh tubuh serta kemerahan, dan
fungus, parasit) dan sebab-sebab lain seperti keganasan, radio- bayi dalam keadaan rewel, suhu tubuhnya panas.
terapi dan idiopatikm. Dan jika NET disebabkan oleh karena Riwayat penyakit
infeksi stafilokokus maka disebut SSSS. Bentuk generalisata Dari allo anamnesis orang tua, didapatkan bahwa penderita
dari SSSS biasanya atau sering ditemukan pada neonatus ku- lahir cukup bulan dengan pertolongan dukun di rumah sendiri.
rang dari 3 (tiga) bulan; jarang pada orang dewasa kecuali pada Pada saatberusia 7 hari, kulitbayi mulai terlihat kemerahan
kasus-kasus gangguan imunologis atau insufisiensi ginjal se- pada wajah dan lipatan-lipatan kulit di badan. Kemudian timbul
bagai faktor predisposisi. Infeksi oleh stafilokokus grup II ini lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dengan dinding kendor
biasanya dimulai dari konjungtivitis purulenta, otitis media atau yang makin lama makin bertambah banyak dan meluas ke
infeksi nasofaringeal; mungkin pula berasal dari infeksi di tem-pat seluruh tubuh. Lepuh-lepuh bertambah lebar dan kemudian
lain yang tersembunyi. memecah sehingga kulit tampak mengelupas serta berwarna
Bayi baru lahir (neonatus) merupakan awal kehidupan kemerahan. Sehari kemudian penderita mulai demam dan
manusia yang rentan terhadap infeksi, ditambah lagi respon rewel.
imunologik belum sempurna; terutama bila kelahiran bayi di- Oleh karena badan semakin panas dan semakin rewel pen-
tolong dukun yang kurang memperhatikan masalah kebersihan derita dibawa ke Puskesmas yang kemudian dianjurkan dan
atau sterilitas pada saat persalinan, misalnya pada waktu me- dirujuk ke RSDM.

Dibacakan di: Kongres Nasional VII Perdoski, Bukitt inggi 9–12 Nopember 1992
Penderita minum ASI sejak lahir dan belum pemah diimu- Pengobatan sementara
nisasi, belum pernah sakit lain sebelumnya. Sakit yang sekarang Amoksisilin sirop = 3 x 125 mg/hari; topikal diberi genta-
ini belum diobati. Pada saat lahir bayi lahir spontan, cukup bulan misin him 0.1%.
dan menangis cukup kuat. Penderita dikonsulkan ke lab/UPF IKA (Ilmu Kesehatan
Anak) dengan jawaban sebagai berikut : (Tgl. 15 Mei '92)
Pemeriksaan (tanggal 13 Mei 1992) :
– Bayi 10 hari dengan persalinan dukun, terlihat lemah, me-
Status umum
rintih, febris (+) dengan suhu 39°C, kulit mengelupas
Keadaan umum bayi tampak sakit dan lemah, kesadaran
– cor/pulmo tak ada kelainan; abdomen kembung (meteori-
kompos mentis dan gizi kurang. Tanda-tanda vital : BB = 3.2 kg,
mus), peristaltik (–). Diare cair, warna putih, bising usus (–).
PB = 50 cm, nadi 160 kali/menit, isi dan tegangan cukup, irama
reguler, suhu 39°C. Pernafasan 36 kali/menit, menggigil dan Diagnosis
agak sianosis. Neonatus BB lahir cukup bulan dengan sepsis + dermatitis
Status internus exfoliatif general.
Paru-paru, jantung dalam batas normal; inspeksi: abdomen
Saran pengobatan
lebih tinggi daripada dada, pada palpasi teraba tegang (distend-
Infus dekstrose 0.25 in saline = 15–16 tts/mnt, injeksi visi-
ed). Hapar & lien tidak teraba, Peristaltik usus negatip.
lin = 3 X 150 mg + gentamisin 2 X 75 mg iv. Oral : parasetamol
Status dermatologis
30 mg tiap kali diperlukan, pasang gastric tube dan bayi dipuasa-
Kepala
kan.
Terutama di sekitar mulut serta daerah oksipital didapatkan
deskuamasi, sebagian menjadi erosi dan di beberapa tempat Selama perawatan
masih tampak adanya vesikel dan bula, isi jemih. Di daerah Setelah konsultasi ke lab/UPF Anak, pengobatan diberikan
wajah sekitar mulut terdapat erosi kemerahan, vesikel dan bula sesuai dengan anjuran dan amoksisilin (oral) dihentikan.
yang kendor. Tanda Nikolsky sulit dinilai. Mata : konjungtiva Pada hari ke 4, lesi kulit mulai mengering, terutama yang di
hiperemis, sekret tidak didapatkan dan palpebra oedem. badan, sedangkan lesi di sekitar mulut masih ada berupa makula
Badan eritematosa, erosi dan krustae. Namun keadaan umum penderita
Di daerah dada sampai leher terlihat deskuamasi, kemerah- tetap lemah, dan bayi bertambah rewel.
an, erosi dan di beberapa tempat didapatkan krusta. Juga di Pada hari ke 8, hampir seluruh tubuh terbentuk krustae dan
daerah punggung terdapat deskuamasi serta erosi, kemerahan. erosi terjadi lagi serta deskuamasi luas. Anak mulai sesak nafas
Ekstremitas dan keadaan umum bertambah lemah serta abdomen masih tetap
Deskuamasi dan denuded area terlihat dominan pada daerah distended. Pengobatan ditambah pemberian O2 dan antibiotika
bokong, sampai tungkai bawah. Pada telapak kaki kulit juga diganti dengan Claforan® intravena.
mengalami deskuamasi. Terlihat erosi yang luas kemerahan, Hari ke 9 tidak ada perbaikan, anak mulai apatis, lesi kulit
bula yang kendor, isi cairan keruh pada telapak tangan dan kaki. hampir seluruh tubuh erosif, krustae dan deskuamasi.
Pada ekstremitas atas, daerah aksila, siku sampai tangan Pada pukul 10.00 tangga1 20 Mei 1992 (hari ke 10) penderita
didapatkan deskuamasi dengan dasar eritematous. meninggal dunia.
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 15 Mei 1992 basil pemeriksaan sebagai berikut, DISKUSI
Darah : Hb = 13.5 g%, Ht = 36, lekosit = 9500/mm3 Pada kasus ini diagnosis SSSS ditegakkan berdasarkan
Urine : warna kurang jemih, pH = 5, reduksi +4 gejala-gejala klinis yang khas; pemeriksaan laboratorium yang
Sedimen : eritrosit : 2–3/1p., lekosit : 3–5/lp., epitel : 4–6/Ip., menyokong adalah hitung lekosit = 9500. Sayang pemeriksaan
kristal : [–], silinder : hialin [+], jamur : [+] C-Reactive Protein tak dapat dikerjakan.
Tinja : Warna kuning muda, konsistensi cair; lendir [+], Gejala-gejala yang khas berupa deskuamasi kulit yang luas
lekosit = 10-15, eritrosit 1–2, amuba [–], telur terjadi akut terutama di leher, aksila, sekitar mulut dan bokong
cacing lain-lain: lemak [+], bakteri [+]. sampai telapak kaki. Didapatkan pula daerah dengan erosi yang
Sitologi cairan isi bula tidak menemukan sel akantolitik dan luas (denuded area) dan eritematous. Selain itu masih didapatkan
pewarnaan gram tidak mendapatkan kuman coccus. Pemeriksaan bula dengan dinding kendor pada telapak tangan dan kaki.
C-Reactive Protein tidak dikerjakan berhubung orang tua bayi Sejak pertama datang penderita telah mengalami sepsis,
menolak. dengan tanda panas tinggi, rewel, menggigil dan sianosis; perut
kembung (distended) dan peristaltik usus negatif yang mem-
Diagnosis banding
berikan indikasi adanya ileus paralitik.
– SSSS
Penderita juga mengalami diare dengan faeces berupa cair-
– Impetigo bullosa
an putih yang menandakan ASI tidak diabsorbsi di usus.
Sepsis biasanya diikuti dengan syok (septic shock), dise-
Diagnosis kerja
babkan oleh bakteriemi basilLbasil gram negatif seperti E. coli,
Staphylococcus Scalded Skin Syndrome
Klebsiella, Enterobacter, Proteus spesies dan Pseudomonas(4).
Sepsis pada neonatus sering berakibat fatal, oleh karena RINGKASAN DAN PENUTUP
pada neonatus kemampuan bakterisid dari granulosit masih Telah dilaporkan satu kasus SSSS pada bayi usia 10 hari.
rendah. Begitu pula fungsi makrofag juga masih belum sem- Sejak datang penderita telah mengalami sepsis mungkin dise-
purna dan derajat komponen sistim komplemen yang memain- babkan infeksi yang terjadi pada saat persalinan oleh dukun di
kan peranan dalam fagositosis organisme tubuh yang belum rumah sendiri.
terpajan, hanya meningkat sedikit(5). Perawatan dilakukan bersama dengan dokter spesialis anak
Penderita ini kelahirannya ditolong dukun dan berlangsung di Lab/UPF Kulit dan Kelamin RSU Dr. Muwardi Surakarta;
di rumah; kemungkinan sepsis -dapat terjadi akibat kurangnya sayangnya berakhir dengan kematian pada hari ke 9 oleh karena
kebersihan dan sterilitas pada saat persalinan maupun perawatan tidak dapat mengatasi sepsisnya.
bayi setelah lahir; sehingga bayi terkena infeksi oleh kuman
komensal, seperti Pseudomonas di hidung dan Staphylococcus di
umbilikus. KEPUSTAKAAN
Penggunaan antibiotik ampisilin dan gentamisin tidak
1. Ellias PM, Fritsch PO. Staphylococcal Scalded - Skin syndrome. In:
memberikan respon baik. Sayangnya penggantian dengan Fitzpatrick;s et al (eds) Dermatology in General Medicine, third ed. New
Claforan® agak terlambat sehingga penderita meninggal dunia. York: Mc Graw Hill Books Co. 1987. p. 567–71.
Penatalaksanaan kasus SSSS dengan sepsis terutama pada 2. Djuanda A. Diagnosis dan pengobatan NET, penderita rawat inap, Medika
neonatus harus lebih hati-hati dan pengobatan secara cepat dan 1991; 17(12): 982–6.
3. Maibach HI, My R, Noble W. Bacterial infections of the skin. In:
tepat menggunakan antibiotika berspektrum luas untuk bakteri- Moschella S, Hurley HJ. (eds) Dermatology, second ed. Vol I, W B
bakteri gram positif maupun negatif. Hal ini diperlukan untuk Saunders & Co, 1985; p. 599–642.
mengatasi sepsis sehingga dapat menghindari akibat fatal yang 4. Petersdorf RG. Septic shock. In: Harrison's Principle of Internal Medicine.
mungkin bisa terjadi. Sixth ed. Mc Graw Hill Book Co Ltd 1971; p. 736–40.

Never throw mud


You may miss your mark but you certainly have dirty hands
(Joseph Parker)
Penatalaksanaan Lepra
Dr. Dwi Djuwantoro
Puskesmas Sejangkung, Sambas, Kalimantan Barat

PENDAHULUAN tipe determinate.


Lepra masih merupalcan salah satu penyakit yang paling
2) Lepra tipe Determinate
menakutkan di negara-negara endemis, dan diperkirakan pen-
a) Lepra tipe Tuberkuloid (TT)
derita lepra yang tersebar di seluruh dunia berjumlah sekitar 10
Manifestasi klinis lepra tipe TT berupa 1 sampai 4 kelainan
sampai 12 juta. Sepertiganya terancam kecacatan progresif yang
kulit. Kelainan kulit tersebutdapatberupabercak-bercakhipopig-
menetap, yang masih dikaitkan dengan pengapkiran sosial di
mentasi yang berbatas tegas, lebar, kering, serta hipoestesi atau
sebagian besar negara.
anestesi dan tidak berambut. Kadang kala ditemukan penebalan
Diagnosis dan pengobatan dini yang efektif bermanfaat me-
saraf kulit sensorik di dekat lesi, atau penebalan pada saraf
nurunkan jumlah penderita yang infeksius, sehingga diharapkan
predileksi seperti n. auricularis magnus. Hasil pemeriksaan
dapat mengontrol penyakit. Pendidikan kesehatan mempunyai
usapan kulit untuk basil tahan asam negatif, sedangkan tes
tujuan untuk meningkatkan pengenalan dan pengetahuan ma-
lepromin memperlihatkan hasil positif kuat. Hal ini menunjuk-
syarakat tentang lepra, dengan demikian penderita akan men-
kan adanya imunitas seluler terhadap Mycobacterium leprae
dapatkan perhatian medis secara dini dan kecacatan dapat dicegah,
yang baik.
serta menurunkan stigma sosial terhadap lepra. Selain itu,
b) Lepra tipe Borderline-Tuberkuloid (BT)
rehabilitasi terhadap penderita yang cacat diperlukan untuk
Kelainan kulit pada lepra tipe ini mirip dengan lepra tipe TT,
mengurangi beban sosial ekonomi keluarga.
namun biasanya lebih kecil dan banyak serta eritematosa dan
batasnya kurang jelas. Dapat dijumpai lesi-lesi satelit. Dapat
DIAGNOSIS
mengenai satu saraf tepi atau Iebih, sehingga menyebabkan
Di negara-negara endemis, diagnosis lepra perlu dipertim-
kecacatan yang luas. Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil
bangkan pada setiap penderita dengan kelainan kulit atau saraf
tahan asam positif pada penderita lepra BT (very few sampai 1+).
tepi yang membandel meskipun telah diberikan pengobatan atau
Tes lepromin positif.
jika ditemukan luka bakar pada tangan atau kaki yang tidak terasa
c) Lepra tipe Borderline-Borderline (BB)
nyeri, atau kaki gantung.
Kelainan kulit berjumlah banyak tidak simetris dan poli-
Klasifikasi menurut Ridley-Jopling berikut ini didasarkan
morf. Kelainan kulit ini dapat berupa makula, papula dan bercak
atas gambaran klinis, bakteriologis, imunologis dan histologis(1).
dengan bagian tengah hipopigmentasi dan hipoestesi serta ber-
1) Lepra tipe Indeterminate (I) bentuk anuler dan mempunyai lekukan yang curam (punched
Lepra tipe Indeterminate ditemukan pada anak yang kontak out). Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam
dan kemudian menunjukkan 1 atau 2 makula hipopigmentasi positif, dengan indeks bakteriologis 2+ dan 3+. Tes lepromin
yang berbeda-beda ukurannya dari 20 sampai 50 mm dan dapat biasanya negatif. Lepra tipe BB sangat tidal( stabil.
dijumpai di seluruh tubuh. Makula memperlihatkan hipoestesia d) Lepra tipe Borderline-Lepromatosa (BL)
dan gangguan berkeringat. Hasil tes lepromin mungkin positif Kelainan kulit dapat berjumlah sedang atau banyak, berupa
atau negatif. Sebagian besar penderita sembuh spontan, namun makulaatau bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi atau
jika tidak diobati, sekitar 25% berkembang menjadi salah satu hipopigmentasi dengan ukuran yang berbeda-beda dan tepi yang
tidak jelas, dan juga papula, nodul serta plakaL Kelainan saraf Tabe1 1. Pengobatan Tripel
ringan. Hasil pemeriksaan apusan kulit untuk basil tahan asam Dapson 100 mg/hari +
positif kuat, dengan indeks bakteriologis 4+ sampai 5+. Tes Rifampisin 600 mg sekali sebulan (Di samping itu di Singapura Rifampisin
lepromin negatif. diberikan dengan dosis 600 mg/hari selama 1 minggu untuk kasus-kasus
baru dan relaps) +
e) Lepra tipe Lepromatosa (IL) Etionamid atau protionamid 250–375 mg/hari atau Klofazimin 50 mg/hari
Kelainan kulit berupa makula hipopigmentasi atau atau 100 mg setiap selang sehari dan 300 mg sebulan sekali.
eritematosa yang berjumlah banyalc, kecil-kecil, dan simetris
dengan sensasi yang normal, permukaannya halus serta
batasnya tidak jelas, dan papula. Saraf tepi biasanya tidak – Mencegah penularan infeksi di masyarakat.
menebal, karena baru terserang pada stadium lanjut. Dapat – Mengobati penderita.
terjadi neuropati perifer. Mukosa hidung menebal pada stadium Pemberian kombinasi obat mempunyai tujuan tambahan,
awal, menyebabkan sumbatan hidung dan keluarnya duh tubuh yaitu mencegah timbulnya strain M. leprae yang resisten ter-
hidung yang bercampur darah. Lama-kelamaan sel-sel lepra hadap obat.
mengadakan infiltrasi, menyebabkan penebalan kulit yang Diberikan pada semua penderita lepra multibasiler, ter-
progresif, sehingga menimbulkan wajah singa, plakat, dan masuk :
nodul. Nodul juga dapat terjadi pada mukosa palatum, septum – Penderita lepra yang diagnosisnya barn ditegakkan, yang
nasi dan sklera. Alis dan bulu mata menjadi tipis, serta bibir, belum mendapatkan pengobatan.
jarijari Langan dan kaki membengkak. Dapat terjadi iritis dan – Penderita yang mempunyai respon yang baik terhadap
keratitis. Kartilago dan tulang hidung perlahan-lahan pemberian monoterapi dapson.
mengalami kerusakan, menyebabkan hidung pelana. Jika laring – Penderita yang mengalami relaps selama atau setelah pem-
terinfiltrasi oleh sel lepra, maka akan timbul suara serak. berian monoterapi dapson.
Akhirnya testis mengalami atrofi, dan kadang kala
mengakibatkan ginekomastia. Hasil pemeriksaan asupan kulit 3) Komplikasi MDT (terapi kombinasi)
untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 5+ Penderita yang diberi MDT harus diawasi secara ketat ter-
sampai 6+. Tes lepromin selalu negatif. hadap reaksi dan toksisitas obat. Perlu dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan dasar (tabel 2) dan pemeriksaan transa-
PENATALAKSANAAN minase serum ulangan setiap bulan untuk mendeteksi adanya
Prognosis baik jika diagnosis penyakit ditegakkan secara hepatitis (akibat rifamnpisin, tionamid dan dapson meskipun
dini dan diberikan pengobatan yang tepat. Penderita memerlukan lebih jarang), serta kadar hemoglobin dan hitung retikulosit
rasa simpati dan reasuransi (karena stigma lepra masih ada) dan untuk mengetahui adanya hemolisis (akibat dapson) dan hitung
pendidikan untuk memastikan kecukupan dan kerja sama dalam trombosit untuk mendeteksi adanya trombositopenia(4,5,6).
pengobatan medis. Hospitalisasi dalam jangka waktu pendek Komplikasi yang serius akibat rifampisin meskipun jarang
selama 1 sampai 2 minggu dapat bermanfaat untuk penderita adalah renal shut down (nekrosis tubuler atau nefritis inter-
lepromatosa yang tertekan jiwanya dan yang mempunyai anak stisialis), mungkin akibat reaksi imunologis(7,8,9). Komplikasi
kecil yang tinggal bersamanya. Pengasingan penderita tidak rifampisin yang jarang lainnya adalah kolaps yang mendadak
perlu, karena masa penularan berlangsung hanya beberapa hari seperti renjatan anafilaksis segera setelah minum obat. Pada
setelah pengobatan dengan rifampisin dimulai dan biasanya ku- kasus seperti ini pemberian rifanipisin harus dihentikan(6).
rang dari 3 bulan setelah dapson atau klofazimin diberikan(2,3). Sindrom 'flu' akibat rifampisin dapat diobati secara simto-
matis tanpa menghentikan pengōbatan(10). Neuritis juga dapat
1) Pengobatan lepra tipe pausibasiler terjadi segera setelah sebuah dosis rifampisin diberikan(11).
Ini meliputi lepra tipe Indeterminate, TT dan BT. Penderita
diobati dengan dapson 100 mg sehari dan rifampisin 600 mg Tabel 2. Pemeriksaan dasar
(atau 450 mg jika berat badan kurang dari 35 kg) sekali sebulan Hitung sel darah lengkap
selama 6 bulan. Pedoman pengobatan ini dianjurkan untuk pende- Laju Endap Darah
rita lepra pausibasiler, lepra pausibasiler yang kambuh setelah Pemeriksaan fungsi hati
SGPT
1
diobati dengan dapson dan penderita yang mendapatkan mono- Urinalisis
terapi dapson namun tidak lengkap 2 tahun(2). Foto toraks
Tes lepromin
2) Pengobatan lepra multibasiler
Ini meliputi lepra tipe BB, BL dan LL. Penderita ini diberi-
4) Reaksi M. leprae
kan pengobatan tripe]. (Tabel 1) sekurang-kurangnya selama 2
Reaksi ini memerlukan terapi imunosupresi tambahan. Path
tahun atau sampai hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil
reaksi tipe I (reversal) yang dapat terjadi pada lepra tipe non polar
tahan asam negatif. Penderita lepra tipe LL dapat memerlukan
(BT, BB dan BL), dapat diberikan prednisolon dengan dosis 30
pengobatan lebih dari 5 tahun untuk memperoleh basil pe-
sampai 45 mg/hari, kemudian diturunkan perlahan-lahan selama
meriksaan usapan kulit negatif(2).
beberapa minggu sampai dosis pemeliharaan 10 sampai 20 mg
Ada dua tujuan utama kemoterapi untuk lepra multibasiler,
dalam waktu 4 sampai 12 bulan. Klofazimin untuk pengobatan
yaitu :
reaksi reversal kurang efektif, oleh karena itu jarang atau tidak penyakit masih aktif, karena masa inkubasi bervariasi dari 2
pernah dipakai, begitu juga dengan taliwdomid tidak efektif ter- sampai 20 tahun. Anggota keluarga kontak diberi saran untuk
hadap reaksi reversal(12). Pada reaksi tipe II (eritema nodosum memeriksakan diri secepatnya setelah menemukan adanya
leprosum) yang dapat terjadi pada penderita lepra tipe LL, tanda-tanda kelainan kulit atau gangguan saraf sensoris.
talidomid merupakan obat pilihan kecuali pada wanita prameno-
pause(l2,13). Pengobatan alternatif untuk reaksi ini adalah klofa-
zimin 200 sampai 300 mg/hari kemudian diturunkan perlahan-
lahan, atau prednisolon 30 sampai 45 mg/hari yang kemudian KEPUSTAKAAN
diturunkan secara cepat.
1. Ridley DS, Jopling WH. Classification of leprosy according to immunity, a
Kelainan mata seperti iritis biasanya diobati dengan tetes five group system. Intemat J Leprosy 1966; 34: 255.
mata steroid dan atropin. 2. Ellard GA. Growing points in leprosy research 4 - recent advances in
chemotherapy of leprosy. Leprosy Rev 1974; 45:31.
5) Tindakan-tindakan umum 3. Shepard CC et al. Rapid bactericidal effect of rifampicin on M. leprae. Am
Fisioterapi secara dini clan teratur perlu dilakukan pada J Trop Med Hyg 1972; 21: 446.
penderita dengan kelemahan otot untuk mencegah kontraktur 4. Cartel J et al. Hepatotoxicity of daily combination of 5 mg/kg prothio-
dan mempersiapkan penderita menjalani transplantasi tendon namide and 10 mg/kg rifampicin. Intermit J Leprosy 1985; 53(1): 15.
5. Chen JK et al. The hepatotoxicity of combined therapy for leprosy
untuk mengembalikan fungsi anggota gerak. Lagoftalmus dapat (abstract). Indian J Leprosy 1984; 56 (at):147A.
dikoreksi dengan bedah plastik. 6. Tan T. Hepatitis in leprosy patients treated by monthly rifampic in/dofa-
Penderita sebaiknya diberitahu bagaimana cara melindungi zimine and daily combination of dapsone/clofazimine and a thionamide in
dan merawat tangan dan kaki yang anestesi untuk mencegah Singapore. Abstracts of theist Asian Dermatological Conggress,Hongkong,
1986. p. 91.
trauma, infeksi sekunder dan hilangnya jaringan yang dapat 7. Chan WC et al. Renal failure during interrnitent rifampicin therapy.
menyebabkan kecacatan yang menetap. Tubercle 1975; 56: 191.
8. Cochran EM et al. Permanent renal damage with rifampicin. Lancet 1979;
6) Pengawasan penderita setelah kemoterapi dihentikan 1: 1428.
WHO menyarankan untuk tetap melanjutkan pengawasan 9. Cordonnier D, Muller JM. Acute renal failure after rifampicin. Lancet
selama 4 tahun untuk penderita tipe pausibasiler dan 8 tahun 1972; 2: 1364.
10. Girling DI, Hitzke KL Adverse reactions to rifampicin. WHO Bull 1979;
untuk lepra tipe multibasiler setelah pemberian kemoterapi di- 57: 45.
hentikan. 11. Dinkar DP. Do complications occur under multi-drug therapy? (editorial).
7) Pemeriksaan kontak Indian J Leprosy 1987; 59: 369.
Penderita sebaiknya diberitahu untuk membawa keluarga- 12. Kosasih. Kusta. Ilmu Penyakit Kull' dan Kelamin. edisi pertain*. FKUI
1987, 73.
nya yang kontak untuk menjalani pemeriksaan pada saat diagno- 13. Richard AM. Leprosy. Principles of Internal Medicine 1. eleventh ed 1988,
sis ditegakkan dan dalam waktu 6 sampai 12 bulan selama 634.

Whenever you possibly can, do good to those who need it


Gambaran Diagnosis Dermatitis Atopik
dengan Kriteria Hanifin- Rajka
Goedadi Hadiloekito, Indah Julianto, Ach. Julianto Danukusumo
Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Rumah Sakit Dr Muwardi, Surakarta

PENDAHULUAN dan pekerjaan penderita.


Keluhan pengunjung poliklinik penyakit kulit yang paling Tidak dilakukan uji banding dengan kelola.
sering dijumpai adalah dermatitis. Dan kemungkinan atopi se-
bagai dasar penyebab kelainan tersebut sangatlah besar. HASIL
Penentuan diagnosis dermatitis atopik berdasarkan gambar-
1) Umur
an klinis telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Tidal( ada kri-
Terdapat 17 penderita dengan umur berkisar antara 0 – 15
teriamutlak untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik, akan
tahun, 54 penderita antara 15–40 tahun dan 31 penderita dengan
tetapi kriteria menurut Hanifin-Rajka yang mengkombinasi
umur lebih dari 40 tahun (Tabel 1).
keluhan, distribusi lesi dan riwayat atopi yang paling sering di-
pakai. Dengan kriteria ini seseorang dapat dinyatakan menderita Tabel 1. Distribusi jenis kelamin dan umur penderita
dermatitis atopik apabila memenuhi 3 atau lebih kriteria mayor
dan ditambah 3 atau lebih kriteria minor. Lakl-laki Perempuan Jumlah
Umur (tahun)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persentase ma-
n % n % n %
sing-masing kriteria pada penderita yang didiagnosis sebagai
< 15 10 9,8 7 6,8 17 16,6
dermatitis atopik di poliklinik penyakit kulit dan kelamin RS 15 – 40 24 23,5 30 29,4 54 52,9
Dr Muwardi Surakarta. > 40 10 9,8 21 20,5 31 30,5
Jumlah 44 43,1 58 56,9 102 100
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini melibatkan 102 penderita rawat jalan di poli-
klinik penyakit kulit dan kelamin RS Dr Muwardi Surakarta. 2) Jenis Kelamin
Pertama kali dilakukan penyaringan penderita yang didiagnosis Didapatkan 44 penderita laki-laki dan 58 penderita wanita.
dermatitis atopik berdasarkan ketentuan memenuhi 3 atau lebih
kriteria major dan 3 atau lebih kriteria minor dari Hanifin-Rajka. 3) Pekerjaan
Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada penderita Terdapat 23 pelajar/mahasiswa, 14 orang wiraswasta, 24
yang memenuhi syarat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan orang bekerja sebagai pegawai negeri, 13 orang sebagai buruh
laboratorium sesuai dengan kriteria yang ada. tani; sisanya 28 orang tidak mempunyai pekerjaan termasuk di
Penelitian dilakukan sejak bulan Pebruari sampai bulan Juli dalamnya ibu rumah tangga, anak pra sekolah dan pengangguran
1992. Pencatatan dilakukan oleh peneliti dibantu mahasiswa (Tabel 2).
tingkat akhir fakultas kedokteran UNS. Setelah dilakukan ta- 4) Kriteria Hanifin-Rajka
bulasi dihitung persentase masing-masing kriteria dari Hanifin- Kriteria major : Jumlah %
Rajka. – Pruritus 102 100
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk persentase masing- – Distribusi dan morfologi khas 99 97
masing kriteria ditambah dengan gambaran distribusi umur, sex – Kronik residif 92 90
– Riwayat atopi penderita dan keluarga 72 70, Reaksi uji gores kulit didapatkan pada 90 penderita (88%),
Kriteria minor : 5 dikatakan oleh Rajka yang mendapatkan angka 80%, hal ini
– Xerosis 55 53, tergantung dari jenis antigen, kualitas konsentrasi dan standardi-
– Iktiosis 49 48 sasinya.
Reaktifitas uji kulit tipe cepat 90 88 Peningkatan IgE serum didapatkan pada 78 penderita
– Peningkatan IgE serum 78 76, (76,4%), sedangkan Rajka mendapatkan angka sebesar 80%
– Mulai timbul : sebelum umur 5 tahun 71 69, dan Svensson dkk. mendapatkan angka hanya 39%.
setelah umur 5 tahun 31 30, Mulai timbulnya gangguan sebelum usia 5 tahun didapatkan
– Mudah terkena infeksi kulit 42 41, pada 71 penderita (69,6%) dan setelah umur 5 tahun pada 31
– Mudah terkena dermatitis pada tangan/ 54 52, penderita (30,3%). Hanifin mendapatkan angka sebesar 90%
kaki 9 untuk awal timbulnya penyakit sebelum usia 5 tahun, sedangkan
– Dermatitis pada puting susu 2 3,4 Svensson mendapatkan angka 51% untuk usia di bawah 1 tahun,
– Kheilitis 11 10, 13% timbul pada usia antara 1– 5 tahun dan 36% di atas 5 tahun.
Konjungtivitis berulang 14 13, Dermatitis pada tangan didapatkan pada 54 penderita (52,9%),
sedangkan Hanifin-Rajka mendapatkan angka 70% penderita
– Lipatan infraorbital Dennie-Morgan 10 9,8
dermatitis atopik yang dimulai dengan dermatitis pada tangan.
– Keratokonus 0 0
Lipatan infraorbital didapatkan hanya pada 10 penderita
– Katarak anterior subkapsuler 0 0
(9,8%), sedangkan Hanifin-Rajka mendapatkan angka sebesar
Hiperpigmentasi di bawah mata 12 11, 70% penderita atopik didapatkan kelainan ini. Svensson men-
Muka pucat/muka eritem 18 17, dapatkan angka sebesar 60% penderita atopik dan 38% non
Lipatan leher bagian depan 39 38, atopik.
Pitiriasis Alba 7 6,8 Seluruh penderita tidak mengalami katarak subkapsular, se-
– Gatal waktu berkeringat 72 70, dangkan Hanifin-Rajka mendapatkan angka 16%. Hiperpigmen-
– Intoleransi wol dan pelarut lemak 4 3,9 tasi di bawah mata didapatkan angka,sebesar 11,7%, sedangkan
– Penekanan perifolikuler 0 0 Svensson berpendapat hal ini tidak renting seperti halnya white
Intoleransi terhadap makanan 77 75, dermographism karena juga sering dijumpai pada orang normal.
Pengaruh lingkungan dan emosi 17 16, Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian dari Engelhart dan
White dermographism 6 5,8 Ofuji-Uehara.
Intoleransi terhadap makanan didapatkan pada 77 penderita
Tabel 2. Distribusi umur dan pekerjaan penderita (75,4%) sedangkan Svensson mendapatkan angka 43% dan
Hanifin-Rajka hanya menyatakan hal ini banyak dijumpai pada
Umur (tahun) Jumlah penderita dermatitis atopik, terutama yang berusia muda.
Pekerjaan
<15 15–40 >40 n % Gatal pada waktu berkeringat didapatkan angka 70,5%, se-
Pelajar/Mahasiswa 9 14 – 23 22,5 dangkan Svensson mendapatkan angka 47%. Menurut Hanifin-
Wiraswasta – 9 5 14 13,7 Rajka gejala ini seringkali terjadi pada cuaca panas, berpakaian
Pegawai Negeri – 15 9 24 23,5 tertutup dan pemakaian salap yang luas.
Buruh Tani – 4 9 13 12,7
Tak Bekerja 8 12 8 28 27,4 Pengaruh lingkungan dan emosi didapatkan pada 17 pen-
derita (16,6%), sedangkan Svensson mendapatkan angka 47%.
Jumlah 17 54 31 102 100

KESIMPULAN
PEMBICARAAN Melihat angka-angka yang didapatkan dari penelitian ini,
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa ternyata pengelompokan kriteria major dan minor untuk melihat
keluhan pruritus merupakan gejala utama dari seluruh penderita gambaran klinis penderita dermatitis atopik hampir mendekati
dermatitis atopik yang diperiksa (100%), sedangkan distribusi atau hampir sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hanifin-
lesi yang khas didapatkan pada 99 penderita (97%) sifat kronik Rajka (1980). Akan tetapi pengelompokan gambaran klinis ini
residif pada 92 penderita (90%) dan riwayat atopi didapatkan agak berbeda dengan apa yang diteliti oleh Svensson dkk. (1985).
pada 72 penderita (70,5%). Perbedaan tersebut terletak path jumlah gejala yang tampak
Menurut Hanifin-Rajka diagnosis dermatitis atopik didasar- menonjol sesuai urutan persentase terbanyak.
kan atas didapatkannya 3 atau lebih gambaran dasar ini yang Pada penelitian kami tidak didapatkan gambaran katarak
termasuk kriteria dasar atau major. Rasa gatal merupakan gejala subkapsular, keratokonus dan penekanan perifolikuler dari kri-
yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis dermatitis teria minor keseluruhan penderita (n = 102).
atopik. Riwayat atopi penderita menurut Hanifin-Rajka terdiri
KEPUSTAKAAN
dari penderita sendiri sebesar 50% dan riwayat keluarga sebesar
hampir 70%. Gambaran iktiosis didapatkan pada 49 penderita 1. Hanafm JM, Rajka G. Diagnostic features of atopic dermatitis. Acts Derma-
(48%), menurut Rajka angka penelitiannya sebesar 50%. col. Vencreol (Stockh) 1980; supp192: 44–7.
2. Rajka G. Atopic dermatitis. London, Philadelphia, Toronto: WB Saunders, Dermatol 1977; 113: 627.
1975. 5. Svcnnson A, Edman B, Moller H. A Diagnostic tool for Atopic Dermatitis
3. Hanifin JM, Lobitz WC. Newer concepts of atopic dermatitis. Arch based on Clinical Criteria. Acta Dermatol Venereol (Stockh) 1985; (suppl)
Dermatol 1977; 113: 663. 114: 33–40.
4. Uehara M, Ofuji S. Abnormal vascular reactions in atopic dermatitis. Arch
Tes Uji Tempel
pada Penderita Dermatitis Atopik
Goedadi Hadiloekito, Suwito PS, Ach. Jullanto Danukusumo
Laboratorium/UPF tlmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Rumah Sakit Dr Muwardi, Surakarta

PENDAHULUAN bengkel mobil. Sedangkan Luckasen menyatakan bahwa derma-


Masih banyak pertentangan pendapat mengenai dapat ti:m- this kontak alergik tidak mudah terjadi pada dermatitis atopik,
bulnya reaksi kontak alergdc pada penderita dermatitis atopik. karena kecenderungan menurunnya reaksi imunitas seluler pada
Cormane menyebut penderita dermatitis atopik yang juga men- dermatitis atopik.
derita dermatitis kontak alergik sebagai dermatitis campuran Kami melakukan penelitian prospektif mengenai insidens
atau mixed dermatitis. Dermatitis atopik merupakan kelainan terjadinya reaksi kontak alergik pada penderita dermatitis atopik
kulit yang disebabkan reaksi imun humoral, sedangkan dermati- dan ingin mengetahui bahan alergen penyebabnya.
tia kontak alergik karena reaksi imun seluler. Sebetulnya pada
dermatitis atopik selain didapatkan gangguan imunitas humoral BAHAN DAN CARA KERJA
juga ada kelainan atau gangguan sistem imunitas seluler; pada Penderita rawat jalan pada Poliklinik Kulit dan Kelamin RS
dermatitis atopik terdapat defek sistem imunitas seluler, dalam Dr Muwardi Surakarta, yang didiagnosis menderita dermatitis
hat ini defek sel T-limfosit sehingga reaksi kontak atergik yang atopik berdasarkan kriteria Hanifin-Rajka, menjalani tes uji
diperantarai sel ini pada penderita dermatitis atopik tidak mudah tempel menggunakan bahan alergen standar dari ICDRG buatan
timbul. Trolab Hermall.
Rostenberg dan Sulzberger mendapatkan insidens uji tem- Didapatkan 90 penderita dermatitis atopik yang diteliti
pel yang rendah pada penderita dermatitis atopik, di mana reaksi antara bulan Pebruari hinggaJuli 1992 setelah memenuhi kriteria
kontak alergik tidak mudah timbul. I. Rystedt mendapatkan yang meliputi usia di atas 15 tahun, tidak atau belum meminum
bahwa frekuensi uji tempel yang positif pada penderita derma- obat selama 7 hari sebelum pemeriksaan, tidak sedang menderita
titis atopik lebih rendah bermakna dibandingkan non atopik. reaksi atopi berat, tidak sedang hamil, tidak mengalami infeksi
Epstein mendapatkan insidens dermatitis kontak alergik pada berat dan menandatangani informed consent. Dilakukan pen-
28% penderita dermatitis atopik, catatan data mengenai nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan
Jones dick. (1973) mendapatkan 15% penderita atopik penderita.
mengalami tes uji tempel yang positif, sedangkan Young dkk. Ditakukan tes uji tempel dengan menempelkan bahan aler-
(1985) mendapatkan insidens kontak alergik sebesar 38% pada gen secara sistematis sesuai urutan pada kulit di daerah punggung
penderita dermatitis atopik, dan S. Margeschu (1985) men- yang bebas lesi dan infeksi kulit, serta didiamkan selama 48 jam,
dapatkan sebaran sebesar 39,5% penderita dermatitis atopik Untuk memudahkan absorbsi alergen dipakai cawan aluminium
yang mengalami kontak alergik pada suatu penelitian meng- atau Finn chamber dan perekat Scanpor yang hipoalergenil.
gunakan tes uji tempel. Selama penelitian penderita dilarang menggunakan obat
Puspawaty S. (1988) mendapatkan 75% penderita atopik yang mengandung steroid dan dilarang terkena paparan lang-
mengalami reaksi kontak alergik dengan tes uji tempel, sedang- sung sinar matahari. Apabila terjadi reaksi yang tidak diinginkan
kan Kim HO (1991) mendapatkan 65,6% pekerja bengkel yang penderita diharuskan menghubungi dokter segera.
menderita dermatitis atopik juga menderita kontak alergik pada Interpretasi hasit uji tempel dengan menggunakan score
positip, sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi Bahan Alergen Penyebab Reaksi Kontak Alergik pada
Penderita Dermatitis Atopik (n = 41)
0 : tidak ada reaksi
1 + : eritema Jumlah
2 + : eritema dan papula Bahan Alergen *)
3 + : eritema, papula dan vesikula n %
4 + : edema hebat dan vesikula. Neomycin dichromate 20% 2 4,8
Pemeriksaan basil uji tempel dilakukan pada jam ke 48 dan 72 Paraphenylene diamine 1% 10 24,3
setelah penempelan bahan alergen. Colophony 20% 2 4,8
Black rubber mix 0,6% 1 2,4
Penelitian ini merupakan studi prospektif dan tidak me- Epoxy resin 1% 1 2,4
makai kelompok pembanding. Data yang diperoleh disusun Fragrance Mix 8% 1 2,4
memakai tabel dan dianalisis secara deskriptif. Paraben Mix 15% 11 26,8
Nickel sulphate 5% 13 31,7
HASIL Jumlah 41 100
Penderita dermatitis atopik yang diteliti terdiri dari 39 1aki-
laki dan 51 wanita. Setelah dilakukan tes uji tempel pada 90 PEMBICARAAN
penderita tersebut, terlihat 41 penderita mengalami reaksi positif Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa
dan 49 tidak mengalami reaksi kontak alergik; penderita dengan reaksi kontak alergik terjadi pada 41 penderita (45,5%). Angka
reaksi kontak alergik terdiri dari 19 laki-laki dan 22 wanita ini dibandingkan beberapa penelitian dengan menggunakan
(Tabel 1). Kelompok umur terbesar yang menderita reaksi kontak metode serupa memperlihatkan angka kejadian yang cukup
alergik adalah pada usia 15 – 24 tahun (Tabel 2). Pekerjaan tinggi dan menunjukkan bahwa reaksi kontak alergik juga
penderita dermatitis atopik yang mendapatkan reaksi kontak ditemukan pada penderita dermatitis atopik yang secara teoritis
alergik terbanyak adalah kelompok wiraswasta (Tabel 3). sukar timbul karena defek sistem imunitas seluler. Nickel sul-
Daftar alergen yang banyak menyebabkan reaksi kontak phate sebagai bahan alergen kontak termasuk sebagai penyebab
alergik adalah Nickel sulphate, Paraben Mix dan diikuti Para- reaksi terbesar jumlahnya (31,7%), terutama terdapat pada bahan
phenylene diamine (Tabel 4). asesoris penderita seperti kancing, kalung imitasi, gelang dan
ikat jam tangan, merupakan bahan yang cukup akrab dengan
Tabel 1. Distribusi Hasil Tes Uji Tempel pada Penderita Dermatitis Atopik penderita sehari-hari.
(n = 90) Wiraswasta merupakan jenis pekerjaan yang banyak berhu-
Positip Negatip Jumlah bungan dengan berbagai jenis bahan kimia pada industri, per-
m bengkelan yang mungkin menyebabkan reaksi kontak alergik
n % n % n %
lebih mudah berlangsung (41,4%).
Laki-laki 19 46,3 20 40,4 39 43,3 Usia penderita dermatitis atopik yang juga menderita reaksi
Wanita 22 53,6 29 59,6 51 56,6 kontak alergik terbanyak berkisar pada usia 15 – 24 tahun
Jumlah 41 49 90 100 (60,9%); mungkin pada usia tersebut aktivitas bekerja di dalam
dan di luar rumah sangat besar, juga kontak dengan bahan alergen
Tabel 2. Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Penderita Dermatitis Atopik penyebab reaksi kontak cukup sering karena pemakaian asesori
dengan Uji Tempel Positip (n = 41)
dalam kegiatan sehari-hari.
Laki-laki Wanita Jumlah
Jenis kelamin wanita lebih banyak mengalami reaksi kontak
Umur (tahun) (56,6%) dibanding laki-laki (43,3%) ini agak sulit diterangkan
n % n % n % akan tetapi mungkin akibat struktur kulit atau hal lain yang perlu
15 – 24 10 24,4 15 36,5 25 60,9 diteliti lebih lan jut. Walker menyatakan adanya faktor genetik
25 – 40 8 19,6 6 14,7 14 34,3
40 – 1 2,4 1 2,4 2 4,8
yang berperan sedangkan Niels H. menyatakan faktor kerusakan
kulit, perbedaan ras dan riwayat atopi mempengaruhi kepekaan
Jumlah 19 46,4 22 53,6 41 100 terhadap alergen.
Tabel 3. Distribusi Penderita Dermatitis Atopik dengan Reaksi Kontak
Alergik menurut Pekerjaan (n = 41) KESIMPULAN
Reaksi kontak alergik tidak lebih sukar timbul path pen-
Pekerjaan
Umur (tahun) Jumlah derita dermatitis atopik.
15 – 24 25 – 40 40 – n %
KEPUSTAKAAN
Pelajar/Mahasiswa 6 1 – 7 17
Wiraswasta 8 4 5 17 41,4
1. Epstein S, Mohajerin AH, Marshfield WIS. Incidence of contact sensitivity
Pegawai Negeri – 3 – 3 7,3
in Atopic Dermatitis. Arch Dermatol 1964; 30: 284–7.
Buruh Tani 2 2 – 4 9,7
2. Puspawaty S. Hubungan dermatitis pada tangan dengan dermatitis atopik
Tak Bekerja 4 4 2 12 29,2
di poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr Sutomo Surabaya.
Jumlah 20 14 7 41 100 Karya akhir 1988.
3. Jones E, Lewis CW, Mc Marlin SL. Alergic contact sensitivity in atopic Asia Pacific Environmental Occupational Dermatology Symposium, Na-
dermatitis. Arch Dermatol 1973; 107: 217–22. tional Skin Center, Singapore: 1991; 35.
4. Margeschu S. Patch test reactions in atopic patients. ActaDermatol Venereol 6. Niels H jorth. The TROLAB guideline topatch testing. Hermal Kurt Herrmann,
(Stockh) 1985; Suppl 114: 113–6. West Germany: 1987; 1–24.
5. Kim HO. Occupational dem atoses in automobile mechanics. Handbook. 1st
Dermatomikosis
di sekitar Tempat Pembuangan Sampah
Semper, Jakarta
Kusnindar, Nunik Siti Aminah
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN dan pengobatan dengan antibiotika, kortikosteroid, imunosu-


Survai yang dilakukan di 56 kota di Indonesia menunjukkan presif & hiperalimentasi parenteral (Klever & Watanakunakorn,
bahwa Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) umumnya 1977)(5).
terbuka (Open Dumping). Cara ini ditinjau dari segi kesehatan Mikosis tidak ditularkan dari orang ke orang lain, kebanyak-
tidak memenuhi syarat(1). Dari penelitian BPPT (1984) diketahui an dihisap melalui udara yang telah mengandung spora dari alam
bahwa TPA dapat mencemari air tanah di sekitarnya sejauh 200 babas. Cara lain karena okulasi, sebagian dari dalam tubuh
mo>, dan menurut penelitian Mardiyanto (1986) kadar H2S di sendiri (endogen) antara lain Aktinomikosis dan Kandidiasis.
TPA mencapai 4,0 ppm(3); padahal Nilai Ambang Batas (NAB) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi TPA
H2S di udara adalah : 0,005–0,13 ppm (WHO)(4); sehingga kadar sistim terbuka sebagai sumber penularan mikosis terhadap pen-
H2S di TPA tersebut dapat mengganggu kesehatan orang yang duduk di sekitar TPA tersebut, khususnya terhadap para pe-
bekerja di TPA, yakni para petugas pengangkut sampah dan mulung, yang memiliki risiko tinggi terpapar.
pemulung. Gas lain sebagai hasil pembusukan sampah antara
lain NH3, CO, CO2, dan CH4. Penelitian dampak TPA sistim BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Open Dumping terhadap pencemaran udara oleh Jamur yang
A. Daerah penelitian
dapat menyebabkan mikosis belum pernah dilakukan(5). Infeksi
Penelitian dilakukan di Kelurahan Semper Timur dan
jamur pada kulit atau superfisial disebut Dermatomikosis dan
Semper Barat, Jakarta Utara. Kelurahan tersebut dipilih karena
infeksi pada organ-organ dalam tubuh atau sistemik dinamakan
TPA terletak di Semper Timur sedang para pemulung bertempat
Mikosis Profunda; sebagai contoh jamur Candida sp., infeksi
tinggal di Semper Timur dan Semper Barat di sekitar TPA.
pada manusia dapat menyebabkan Kandidiasis kulit, Kandi-
diasis saluran pernapasan, Kandidiasis vagina, Balanitis dan B. Cara pemilihan dan besar sampel
Kandidiasis saluran pencernaan. Untuk mengetahui dampak TPA terhadap pencemaran
Menurut penelitian Suprihatin di Jakarta (1962)(5), infeksi udara oleh jamur, dilakukan pemeriksaan jamur yang terkan-
Candida sp didapatkan sebesar 33,3% pada kehamilan trimester dung dalam udara di TPA dengan cara meletakkan 2 cawan petri
ke 3, pada post partum 9%, dan sebulan sesudahnya turun men- yang berisi Sabouraud Agar ± 20 ml. Cawan petri dibiarkan
jadi 16%. Jamur Candida sp banyak dijumpai karena berbagai terbuka selama kurang lebih 15 menit. Perlakuan yang sama
faktor, antara lain : KKP, pemberian obat imunosupresif, pem- dilakukan untuk mengetahui pencemaran udara dalam rumah
berian antibiotika yang berlebihan, bayi berat badan lahir rendah pendūduk di sekitar TPA.
dan diare khronik (Supraptini Thaib dick, 1968; Ono Dewanto Selanjutnya cawan petri ditutup dan diperam pada suhu
dkk, 1968; Suprihatin dkk, 1969; Mata dick, 1972; Sunoto dkk, kamar. Setelah 10 – 14 hari koloni jamur yang tumbuh pada agar
1979)0>. Fungemia sering dijumpai pada penderita penyakit diidentifikasi. Pemeriksaan dilakukan dua kali untuk setiap per-
keganasan karena adanya penurunan daya tahan tubuh yang di- lakuan per-rumah yang terpilih secara acak dari 31 rumah
sebabkan oleh imunodefisiensi (Sunarto, Elya Karnadi 1982)(5) responden pemulung.
Sampel kerokan kuku dan kulit diambil terhadap responden Dalam rumah penduduk kelurahan Semper Barat di sekitar
pemulung yang mengalami kelainan kulit yang diperkirakan TPA didapatkan 10 spesies jamur yaitu : Aspergilus niger,
terinfeksi jamur. Kulit dan kuku terlebih dahulu dibersihkan A. ochraceus, A. fumigat us, A. clavatus, A. tamarii, A. candidus,
dengan alkohol 70% sebelum dikerok. A. oryzae, Rhizopus sp, Mucor sp, dan Fusarium sp. Sedang di
luar rumah di Semper Barat didapatkan 8 spesies jamur ialah :
C. Data yang dikumpulkan
A. niger, A. gloucus group, A. fumigatus, A. versicolor, Rhizopus
Penyelenggaraan pembuangan sampah di TPA Semper di-
sp, Penicillium sp, Mucor sp, dan Fusarium sp (tabel 2).
nilai berdasarkan Petunjuk Pengawasan Pembuangan Sampah
dari Ditjen PPM & PLP (Tabel 1). Penilaian'diklasifikasikan
menurut angka 0 s/d 15 yang menunjukkan nilai dari yang paling Tabel 2. Jenis dan Banyaknya Koloni Jamur yang Didapat dad Semper
baik sampai dengan yang paling buruk. Derajat Kesehatan Barat
Lingkungan di TPA dikategorikan dalam 5 Kelas. Derajat yang
paling baik ialah bila jumlah nilai seluruhnya 0 - 20 (Kelas A) No.
Semper Barat Jumlah
No.
Semper Barat Jumlah
(Dalam rumah) koloni (DI Iuar rumah) koloni
sedang yang paling buruk bila jumlah nilai seluruhnya 81 atau
1. Aspergilus niger ++++ 1. A. niger +++
lebih.
A. ochraceus +++ A. fumigatus +++
Seluruh jamur yang terdapat dalam udara di sekitar TPA
A. clavatus ++ Mucor sp +++
diidentifikasi, demikian pula jenis jamur dari hasil pemeriksaan Rhizopus sp ++
kerokan kuku dan kulit. 2. A. niger +++++ 2. A. niger +++
Rhizopus sp +++++ A. glower group +
HASIL Penicilliwn sp +
Rhizopus sp +
Keadaan Tempat Pembuangan Sampah 3. A. niger ++ 3. A. niger +++
Penilaian 20 butir kegiatan dan keadaan di TPA meng- A. ochraceus ++ A. gloucus group +
A. tamarii + Rhizopus sp +++
hasilkan nilai sebesar 141. Penilaian secara rinci dari masing-
A. clavatus + Mucor sp ++
masing kegiatan dan keadaan di TPA disajikan dalam tabel 1. Mucor sp +
Tabel 1. Daftar Nllai Keadaan Kesehatan Lingkungan Tempat Pem- Fusarium sp +
buangan Sampah Semper Timur Jakarta Utara 4. A. niger +++ 4. Rhizopus sp +++
A. ochraceus +++ A. niger ++
No. Keadaan yang dinilai Hasil observasi Nilai A. tamarii + Penicillium sp ++
A. candidus + Mucor sp ++
1. Peletakan buangan sampah tidak baik 6 5. A. niger ++ 5. Penieillium sp ++
2. Pemadatan sampah tidak ada 6 A. oryzae ++ A. niger +
3. Penimbunan sampah dengan tanah tidak ada 10 A. fumigates + Rhizopus sp +
secara berkala Mucor sp ++
4. Penimbunan sampah dengan tanah tidak ada 15 Fusarium sp +
5. Tebal lapisan tanah terakhir tidak ada 12 6. A. niger ++ 6. A. versicolor +
6. Keadaan sampah berserakan 9 A. ochraceus ++ A. glaucus group +
7. Pemanfaatan sampah kasar dilakukan 1 Mucor sp + Penicillium sp +
8. Pembakaran sampah terbuka sering terjadi 9
9. Ditemukan kecoa, nyamuk, lalat dan ya 12 Catalan : + = 1 koloni
tikus
10. Ditemukan bahan berbahaya tidak 6
11. Pemagaran TPA tidak dilakukan 6
12. Pengawasan pembuangan sampah tidak ada 6
13. Jumlah rumah dalam jarak 2 km lebih dari 5 ntmah 4
Di dalam rumah penduduk kelurahan Semper Timur di
14. Alat-alat operasional untuk tak tersedia di TPA 9 sekitar TPA ditemukan 8 spesies jamur yakni : A. niger, A.
pemerataan dan pemadatan sampah ochraceus, A. versicolor, Monilia sp, Rhizopus sp, Mucor sp,
15. Adanya air pennukaan di TPA tidak ada 0 Fusarium sp, A. fumigatus. Di luar nlmah didapatkan 9 spesies
16. Penimbunan sampah akhir dengan tidak dilakukan 12
tanah
jamur, yaitu : A. niger, A. fumigatus, A. versicolor, A. ochraceus,
17. Saluran air hujan di TPA tidak ada 9 A. gloucus group, Rhizopus sp, Mucor sp, Penicillium sp,
18. WA terlindung dari pandangan tidak 6 Fusarium sp (tabel 3).
umum Berdasarkan pengambilan sampel di 6 lokasi di TPA
19. Adanya debu di TPA sedikit 0
20. Kebisingan dirasakan oleh keluarga lebih dari 5 mmah 3
ditemukan 11 spesies jamur, yakni : A. niger, A. fumigatus, A.
pada jarak 200 m dad TPA ochraceus, A. versicolor, Rhizopus sp, Mucor sp, Monilia sp,
Scopularopsis sp, Trichoderma sp, Phialophora sp, Fusarium sp
Jumlah nilai 141 (tabel 4).
Dari basil pemeriksaan kerokan kulit dan kuku responden
Pencemaran udara oleh jamur di TPA dan sekitarnya pemulung yang mengalami kelainan kulit, dapat diidentifikasi 6
Dari hasil pemeriksaan ditemukan berbagai spesies jamur spesies jamur, yakni : A. niger, Scopulariopsis sp, Trichophyton
sebagai berikut : sp, Fusarium sp, dan Candida sp. (tabel 5).
Tabel 3. Jenis dan Banyaknya Koloni Jamur yang Didapat dari Semper Tabel 5. Jenis dan Banyaknya Koloni Jamur yang Didapat dari Kerokan
Timur Kuku dan Kulit Pemulung dart Semper
Semper Timur Jumlah Semper Timur Jumlah Ulangan Jenis Jamur pada Jumlah
No. No. Yang Diperiksa
(Dalam rumah) kolont (Di luar rumah) koloni (N) Kulit dan Kuku Kolon(
1. Aspergilus niger +++ 1. Rhizopus sp +++ 1 Scopulariopsis sp ++ Kulit kaki
A. ochraceus ++ A. niger + A. niger ++ Kuku kaki
Rhizopus sp +++ Mucor sp + Fusarium sp +
2. A. niger +++ 2. A. niger ++ 2 Scopiilariopsis sp +++ Kuku tangan
A. ochraceus ++ A. ochraceus ++ 3 Trichophyton sp ++ Kulit leher
Mucor sp +++ Fusarium sp ++ A. niger Kuku kaki
Rhizopus sp ++ 4 A. niger ++ Kuku tangan
3. A. niger +++ 3. A. versicolor +++ Candida sp + Kuku tangan
A. fumigatus + A. niger ++ 5 A. niger +++ Kuku kaki
Rhizopus sp +++ A. ochraceus + Fusarium sp ++
Monilia sp +++ A. fumigatus ++ 6 Trichophyton sp + Kulit punggung
4. A. niger +++ 4. Rhizopus sp +++
A. versicolor ++ A. niger ++ Catatan : + = 1 koloni
Rhizopus sp ++ A. fwnigatus ++
Fusarium sp ++ Mucor sp ++
an Kesehatan Lingkungan di TPA Semper Timur termasuk tidak
5. Rhizopus sp +++ 5. A. versicolor ++
A. niger ++ A. niger ++ memenuhi syarat kesehatan. Kelemahan dari cara penilaian ini
A. versicolor ++ A. j5unigatus ++ ialah sudah tidak digunakannya TPA Semper sebagai tempat
A. fumigatus + A. gloueus group + pembuangan sampah secara penuh karena telah dipindahkan ke
6. A. niger ++ 6. A. niger ++ Bantar Gebang, Bekasi; sehubungan dengan hal di atas, ada
A. ochraceus + PeniciUiwn sp +
Rhizopus sp + A. gloucus group +
beberapa butir keadaan di WA yang cara penilaiannya menjadi
kurang tepat, seperti : pemadatan sampah, penimbunan sampah
Catatan : + = 1 koloni secara berkala, tebal lapisan tanah terakhir, adanya alat-alat
operasional, dan kebisingan.
Tabel 4. Janis dan Banyaknya Koloni Jamur yang Didapat dari Tempat Dan 11 spesies jamur yang didapatkan di WA, temyata 8
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
spesies (73%) terdapat pub di dalam rumah penduduk Semper
Ulangan Jumlah Timur dan 6 spesies (55%) terdapat di dalam rumah penduduk
Jenis Jamur Macam Sampah
(N) Koloni Semper Barat. Sedang di luar rumah dapat diidentifikasi 7
1 A. niger ++ Biji-bijian, kacang spesies (64%) di Semper Timur dan 6 spesies (55%) di Semper
A. versicolor ++ Sayur-sayuran Barat. Dari data tersebut dapat diperkirakan bahwa TPA sistim
A. fumigatus + Sekam, pakis dan padi terbuka dapat menjadi sumber pencemaran oleh jamur, dan
2 Monilia sp ++++ Sisa makan, sayuran
A. niger ++ Biji-bijian, kayu
spesies jamur didapatkan lebih banyak di 'Semper Timur di-
A. funtigatus ++ Sekam, pakis bandingkan di Semper Barat. Hal ini dimungkinkan oleh arah
Fusarium sp + Biji-bijian, tanah angin yang sering menghelnbus ke arah timur.
3 A. niger ++ Kayu Hasil identifikasi kerokan kulit dan kuku pada penderita
A. versicolor ++ Kertas dermatomikosis, ditemukan 5 spesies jamur, 3 di antaranya di-
Scopylariopsis sp +++ Tanah, kotoran hewan
4 Mucor sp ++ Sirs makan
perkirakan berasal dari WA yakni A. niger, Scopulariopsis sp,
Rhizopus sp +++ Barang bekas dan Fusaritim sp. Didapatkan 7 spesies jamur yang tidak di-
A. niger ++ Sampah pasar temukan di TPA, tetapi ditemukan di dalam rumah maupun di
A. ochraceus ++ Kertas luar rumah penduduk Semper Timur dan Semper Barat. Hal ini
5 A. niger ++ Sampah pasar dapat terjadi karena kurangnya sampel yang diambil dari ber-
Phialopora sp ++ Barang bekas
Rhizopus sp +
bagai tempat di TPA atau bersumber di lokasi setempat. Tujuh
6 A. niger ++ Kertas, kayu spesies jamur tersebut ialah : A. clavatus, A. tamarii, A. candidus,
A. ochraceus ++ Kaleng A. oryzae, A. gloucus group, Penicillium sp, dan Trichophyton
A. fiunigatus ++ Sekam sp.
Trichoderma sp ++ Pakis Banyaknya kasus dermatomikosis (6 dari 31 pemulung –
Catatan : + = 1 koloni 19%) tidak dapat digunakan sebagai angka prevalensi penyakit
untuk seluruh penduduk kelurahan, karena sampel diambil dari
PEMBAHASAN khusus pemulung yang bertempat tinggal di sekitar WA dan
Berdasarkan Petunjuk Pengawasan Pembuangan Sampah memulung sampah di TPA tersebut.
Ditjen PPM & PLP Departemen Kesehatan RI, jumlah nilai dari
20 butir keadaan di TPA adalah sebesar 141. Kategori terbaik KESIMPULAN DAN SARAN
ialah bila jumlah nilai tersebut sebesar 0 – 20, dan paling buruk Tempat Pembuangan Sampah Akhir sistim open dumping
bila jumlah nilai lebih besar dari 80. Jadi hasil penilaian keada- dapat menjadi sumber pencemaran udara oleh jamur, yang dapat
menyebabkan penyakit dermatomikosis pada penduduk ter- sanitary landfill.
papar.
Untuk mencegah penyakit tersebut perlu diperhatikan
KEPUSTAKAAN
higiene perorangan bagi para pemulung dan petugas pengangkut
sampah; demikian pula penggunaan pakaian kerja yang sesuai 1. Ditjen PPM & PLP DepKes. RI. Petunjuk pelaksanaan pengawasan pem-
pada waktu melakukan pekerjaan sehari-hari al.: rompi, masker, buangan sampah. Direktorat Higiene dan Sanitasi Ditjen PPM & PLP,
baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu boot. Jakarta 1985.
2. BPPT. Ringkasan buku-buku hasil penelitian kelompok sanitasi lingkung-
Pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan bagi an, Direktorat Analisa Sistem BPPT, Jakarta. (tidak diterbitkan).
para pemulung dan petugas pengangkut sampah untuk meng- 3. Mardiyanto. Pengaruh konsentrasi amoniak dan hidrogen sulfida dari
hindarkan timbulnya penyakit mikosis profunda yang lebih tempat pembuangan aampah akhir di Mujamuju terhadap kualitas udara,
parah. APKTS Yogyakarta 1981.
4. WHO. Environmental Health Criteria No. 19, Geneva: WHO 1986.
Ditinjau dari segi kesehatan, TPA sistim open dumping 5. Soenarto. Penanganan mycosis mass kini. Simposium di Semarang, 12
tidak memenuhi syarat, seyogyanya diganti dengan sistim Juni 1982.
Alkali Bebas pada
Berbagai Produk Sabun Mandi
Akmal, Yovita Lisawati
Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar alkali bebas jumlah pada berbagai produk sabun
mandi yang beredar di pasaran.
Sampel diambil secara acak dari berbagai tempat penjualan di Kotamadya Padang
terdiri dari sepuluh jenis dan masing-masing jenis diambil tiga buah. Kadar alkali bebas
jumlah ditentukan dengan cara titrasi asam-basa dan dihitung sebagai Na2O.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa, kadar alkali bebas jumlah yang ditemukan
berkisar antara 0,158 -0,324% dan sebanyak 70% dari sampel yang diperiksa mempunyai
kadar alkali bebas jumlah lebih besar dari persyaratan resmi yang ditetapkan oleh WHO
Collaborating Centre for Quality Assurance of Essential Drugs.

PENDAHULUAN dengan cara mengurangi biaya produksi sehingga mengakibat-


Mandi adalah salah satu kebiasaan hidup manusia sehari- kan kualitasnya terabaikan.
hari, yang berguna untuk membersihkan seluruh tubuh dari ke- Seperti diketahui bahwa proses dasar pembuatan sabun
ringat dan kotoran yang melekat lainnya. Salah satu cara untuk tersebut adalah dengan cara menyabunkan suatu ester dengan
membersihkan tubuh pada waktu mandi tersebut adalah dengan alkali. Suatu sabun mandi yang baik kualitasnya kadar alkali
menggunakan sabun mandi. Sabun mandi saat ini sudah sangat bebas jumlah yang masih tersisa tidak boleh melebihi 0,22%
populer di masyarakat dan hampir seluruh lapisan masyarakat yang dihitung sebagai Na2O. Batasan ini secara resmi ditetapkan
memakainya. oleh World Health Organization Collaborating Centre for Quality
Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan Assurance of Essential Drugs (1990). Kelebihan kadar alkali
sabun mandi tersebut, jumlah produk dan jenis sabun mandi yang jumlah dari batasan resmi tersebut dapat menimbulkan kerugian
beredar di pasaranpun selalu meningkat. Berbagai industri sabun konsumen, berupa kerusakan kulit dan iritasi kulit lainnya. Oleh
mandi berlomba-lomba mempromosikan keunggulan produk- sebab itu semua produk sabun yang beredar di pasaran dan di-
nya masing-masing sehingga kadang-kadang terlihat begitu ber- gunakan oleh masyarakat luas hendaknya terjamin kualitasnya,
lebihan dan dapat menyesatkan konsumennya. Di lain pihak ka- sehingga masyarakat tidak dirugikan.
rena begitu ketatnya persaingan bisnis penjualan sabun mandi, Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, pada penelitian ini
para produsen berusaha menekan harga jual serendah mungkin telah dilakukan pemeriksaan kadar alkali bebas jumlah pada
berbagai produk sabun mandi yang beredar di pasaran, untuk sebagai Na2O.
mengetahui kualitas sabun-sabun mandi yang digunakan ma- Prinsip penentuan kadar alkali bebas jumlah pada percobaan
syarakat saat ini. ini adalah volumetri dengan metode titrasi asam-basa. Ke dalam
sabun mandi yang telah dilarutkan ditambahkan asam sulfat
METODE PENELITIAN secara berlebih sehingga terjadi reaksi penetralan antara asam
1) Pengambilan Sampel di Lapangan dengan alkali yang berasal dari sabun mandi. Selanjutnya ke-
Sampel berupa sabun mandi dibeli secara acak pada bebe- lebihan asam sulfat, dititrasi kembali dengan natrium hidroksida
rapa tempat penjualan di Kotamadya Padang, sebanyak sepuluh menggunakan indikator visual fenolftalein. Hasil percobaan dapat
macam dan masing-masing diambil tiga buah. dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut, kadar alkali
2) Pengerjaan di Laboratorium bebas jumlah yang terdapat pada sabun mandi dihitung berdasar-
Prosedur penetapan kadar alkali bebas jumlah dilakukan kan rumus dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
menurutmetode yang direkomendasi oleh World Health Organi- Pada percobaan ini ternyata kadar alkali bebas jumlah pada
zation Collaborating Centre for Quality Assurance of Essential berbagai produk sabun mandi yang diperiksa berkisar antara
Drugs, dengan urutan langkah sebagai berikut : 0,158 - 0,324% yang dihitung sebagai Na2O. Dari sepuluh jenis
• Sejumlah lebih kurang 100 ml etanol dalam labu 400 ml sabun mandi yang diperiksa, hanya tiga jenis saja yang meme-
direfluk, ditambah 0,5 ml fenolftalein dan didinginkan sampai nuhi persyaratan resmi yang ditetapkan, sedangkan sisanya tidak
suhu 70°C dan dinetralkan dengan kalium hidroksida 0,1 N memenuhi syarat. Hal ini mungkin karena proses produksi yang
dalam etanol. kurang baik terutama dalam menghilangkan sisa alkali setelah
• Ke dalam larutan ini dimasukkan lebih kurang 10 g sampel proses penyabunan selesai.
sabun dengan cara diiris tipis dan ditimbang seksama dan di- Tingginya kadar alkali pada produk sabun mandi yang di-
panaskan hingga larut. gunakan sehari-hari oleh masyarakat luas, seperti telah dike-
• Segera setelah melarut ditambahkan 3,0 ml asam sulfat 1 N mukakan, dapat menimbulkan kerusakan kulit dan bentuk iritasi
dan dididihkan di atas penangas air selama 10 menit untuk meng- lainnya, terutama pada bayi dan anak-anak. Ironisnya pada kasus
hilangkan karbondioksidanya. Jika setelah dididihkan dengan ini, para konsumen tidak dapat membedakan dengan mudah
asam, warna merah muda timbul kembali, maka ditambahkan
sejumlah asam sulfat 1 N secara seksama, pendidihan diulangi Tabel 1. Volume NaOH terpakai untuk titrasi kembali kelebihan H2SO4
yang ditambahkan pada 10 g sampel sabun mandi.
dan titrasi dilanjutkan. Jika larutan tidak berwarna, didinginkan
sampai suhu 70°C dan dititrasi kembali dengan larutan natrium Jenis Herat Volume 11=SO4 1,19 N Volume NaOH
hidroksida 1 N sampai warna merah muda. Sabun sampel yang ditambahkan 0,92 N terpakai
• Tiap ml asam sulfat 1 N setara dengan 0,031 gram Na2O. Mandi (g) (ml) (ml)

• Kadar alkali bebas jumlah dihitung dengan rumus sebagai SM-1 10,0 3,0 2,93
berikut: 10,0 3,0 2,50
10,0 3,0 2,80
(V1 N1 – V2 N2) x 0,031/Bu x 100% SM-2 10,0 3,0 2,82
V1 = Volume asam sulfat yang ditambahkan 10,0 3,0 2,90
V2 = Volume natrium hidroksida yang digunakan untuk titrasi. 10,0 3,0 2,82
B = Bobot sampel sabun mandi yang ditimbang SM-3 10,0 3,0 2,96
N1 = Normalitas asam sulfat 10,0 3,0 2,99
N2 = Normalitas natrium hidroksida 10,0 3,0 2,91
SM-4 10,0 3,0 3,06
10,0 3,0 3,72
3) Analisis Data 10,0 3,0 3,20
Data yang diperoleh dari berbagai sampel sabun mandi pada SM-5 10,0 3,0 2,90
penetapan dibandingkan dengan persyaratan resmi yang ditetap- 10,0 3,0 2,93
kan oleh WHO untuk produk sabun mandi, yaitu sabun mandi 10,0 3,0 2,86
tidak boleh mengandung alkali bebas jumlah lebih besar dari SM-6 10,0 3,0 3,18
10,0 3,0 3,18
0,22% dihitung sebagai Na2O. 10,0 3,0 3,15
SM-7 10,0 3,0 2,97
10,0 3,0 2,98
HASIL DAN PEMBAHASAN 10,0 3,0 2,98
Sampel sabun mandi yang diperiksa pada penelitian ini ter- SM-8 10,0 3,0 3,00
10,0 3,0 3,00
diri dari sepuluh jenis dan masing-masing diambil tiga buah. Jadi 10,0 3,0 3,17
secara keseluruhan. sampel yang diperiksa berjumlah 30 buah. SM-9 10,0 3,0 3,10
Sampel yang diambil tidak membedakan antara sabun mandi 10,0 3,0 2,98
untuk bayi dan untuk orang dewasa karena persyaratan untuk 10,0 3,0 3,26
SM-10 10,0 3,0 2,98
semua sabun mandi adalah sama, yaitu kadar alkali bebas jumlah
10,0 3,0 2,94
yang masih tersisa tidak boleh melebihi 0,22% yang dihitung 10,0 3,0 2,92
Tabel 2. Hasil Penentuan Kadar Alkali Bebas Jumlah pada Berbagai wenang, memperketat persyaratan registrasi berbagai produk
Jenis Sabun Mandi yang Beredar di Pasaran.
sabun mandi sebelum dipasarkan. Dan yang tak kalah pentingnya
Jenis Sabun Kadar Alkali Bebas Jwnlah Sebagai N20 adalah memantau kualitas sabun mandi yang beredar di pasaran
Mandi (%) secara berkala.
SM-1 0,324
SM-2 0,295 KESIMPULAN
SM-3 0,264 Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesim-
SM-4 0,158 pulan sebagai berikut :
SM-5 0,281 1) Kadar alkali bebas jumlah dari berbagai produk sabun mandi
SM-6 0,203
SM-7 0,258
yang beredar di pasaran berkisar antara 0,159 sampai dengan
SM-8 0,236 0,324% yang dihitung sebagai Na2O.
SM-9 0,218 2) Sebanyak 70% dari produk sabun mandi yang diperiksa
SM- 10 0,266 mempunyai kadar alkali bebas jumlah lebih besar dari persya-
Keterangan :
ratan resmi yang ditetapkan.
– Data yang dipaparkan merupakan rata-rata dari tiga kali percobaan.
− Persyaratan WHO (1990) kadar alkali bebas jumlah tidak boleh lebih dari KEPUSTAKAAN
0,22%.
1. WHO Collaborating Centre for Quality Assurance of The Essential Drugs,
1990, Penetapan Kadar Alkali Bebas Jumlah pada Sabun Mandi. Dalam:
antara sabun mandi yang memenuhi syarat dengan yang tidak, Metode Analisis Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Depkes RI,
karena untuk mengetahuinya harus dilakukan percobaan di labo- Jakarta, 143–148.
2. British Standard Institution, Methods of Analysis of Soaps and Soap Pow-
ratorium. Konsumen biasanya hanya tertarik pada bentuk, warna ders, British Standars Institution, London 1983, 18–20.
dan aroma yang ditampilkan oleh sabun mandi tersebut serta 3. Horwitz W. Official Methods of Analysis of Association of Official
harganya yang murah; sedangkan kualitas dan keamanan pe- Analytical Chemistry, 13th ed., Washington DC. 1980, 222–224.
makaiannya tidak bisa dibedakan. Oleh karena ini, agar masya- 4. Ditjen POM Depkes RI. Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI,
Jakarta, 1979, 807–809.
rakat terlindung dari efek negatif yang tidak diinginkan, di- 5. Roth HJ, Blascke G. Analisis Farmasi, Diterjemahkan oleh S. Kisman dan
harapkan Departemen Kesehatan RI sebagai lembaga yang ber- S. Ibrahim, FGadjah Mada University Press, 1988, 486–487.

Sometimes it takes a painful experience to make us change our ways


Zat Pemutiara dalam Sediaan
Kosmetika
Daroham Mutiatikum
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Zat pemutiara adalah suatu zat yang digunakan dalam kosmetika untuk memberikan
efek mengkilat seperti mutiara sehingga bagian wajah akan terlihat lebih segar.
Zat pemutiara terdiri dari dua golongan yaitu sari mutiara alami (pearlessence) dan
pigmen mutiara sintetis yang biasanya berupa serbuk logam dan garamnya. Karena serbuk
logam yang terdapat dalam sediaan kosmetika dapat mengakibatkan iritasi, maka di-
anggap perlu untuk meneliti jenis logam yang terdapat dalam sediaan kosnietika.
Dari pemeriksaan tiga sampel sediaan kosmetika yaitu eye shadow, serbuk pemutiara
berwarna kuning emas dan serbuk pemutiara berwarna putih keperakan, dua sampel
ternyata positif (+) mengandung Alumunium (Al).

PENDAHULUAN terdapat dalam kosmetika seperti pada bedak, rouge, eye shadow
Kosmetika merupakan sesuatu yang penting untuk perawat- dan cat kuku yang berfungsi untuk memberikan efek mengkilat.
an tubuh, wajah, rambut maupun kulit seseorang. Sesuai dengan Penggunaan kosmetika yang secara sembarang dan terus
bertambah baiknya tingkat kehidupan sosial seseorang serta menerus dapat mengakibatkan hal-hal yang kurang baik bagi
berkembangnya ilmu pengetahuan maka pengertian kosmetika sipemakai, karena logam yang terdapat dalam zat pemutiara
turut berkembang dan penggunaannya makin menyebar luas di dalam jumlah besar dapat mengiritasi kulit. Untuk itu perlu di-
kalangan masyarakat. lakukan penelitian tentang logam-logam yang terdapat dalam
Pada industri kosmetika yang modern, penggunaan bahan- sediaan kosmetika yang berfungsi sebagai zat pemutiara.
bahan yang dapat memberikan efek mengkilat dan bercahaya
sekarang ini sangat digemari; bahan-bahan mi disebut sebagai
ZAT PEMUTIARA
zat pemutiara. Guanin adalah merupakan zat pemutiara yang di-
Zat pemutiara dapat digolongkan menjadi dua golongan
peroleh dan sisik ikan laut, merupakan kristal yang transparan,
yaitu:
reflektif dan mengkilat seperti mutiara. Karena guanin sulit di-
dapat maka digunakan pigmen sintetis seperti bismut oksi klo- 1) Sari Mutiara Alami (Pearlessence)
rida dan serbuk logam (mika, alumunium, bronze). Zat pemutiara Sari Mutiara Alami yang sering digunakan adalah guanin
(2 amino 6 hidroksi purin); rumus bangunnya adalah: Bagan Pemisahan Kation dalam Golongan menggunakan Sistem H2S

Pada 1,5 ml larutan zat ± beberapa tetes HCl 6 N


sampai endapan sempurna (kalau teijadi endapan), kemudian saring

Guanin terdiri dari suspensi kristal yang transparan, reflektif


dan mengkilat, dapat diperoleh dan sisik ikan laut, pada lapisan
Ganoid yaitu lapisan luar yang merupakan substansi garam
anorganik; dalam keadaan murni tidak beracun, tapi dapat me-
nyebabkan dermatitis yang timbul akibat pemakaian cat kuku.
Guanin mempunyai indek refleksi yang tinggi dan bersinar
seperti mutiara. Guanin berbentuk kristal rhombik, tidak larut
dalam air, alkohol dan eter.
Guanin dalam perdagangan dijumpai dalam bentuk suspensi
nitrosellulosefbutil asetat dengan prosentase 11% dan diperguna-
kan dalam cat kuku; juga digunakan dalam sediaan kosmetika
yang lain seperti misalnya bedak, rouge dan eye shadow.
2) Pigmen-pigmen Mutiara Sintetis
Biasanya merupakan senyawa logam berat dan serbuk
logam yang mempunyai bermacam-macam corak warna seperti
putih keperak-perakan, kuning emas dan sebagainya yang dapat
menimbulkan efek mengkilat.
Bahan yang digunakan sebagai pigmen-pigmen sintetis
adalah:
– Titanium dioksida (TiO2)
– Timika (Titan mika)
– Bismut oksi kiorida (BiOCl)
– Kalsium Karbonat (CaCO3)
– Serbuk logam seperti serbuk alumunium, serbuk mika, serbuk
bronze.
– Garam-garam stearat.

BAHAN DAN CARA


Bahan yang digunakan:
1) Eye Shadow
2) Serbuk zat pemutiara warna kuning emas a) 1 tetes larutan + 1 tetes air + 1 tetes alizarin S
3) Serbuk zat pemutiara warna putih keperakan + HAc encer sampai warna alizanin S hilang
4) Reagen kimia untuk reaksi warna dan identifikasi. + HAc encer timbul warna merah jambu
Metode analisis b) Filtrat + NH4OH panaskan sampai terjadi endapan putih,
Masing-masing cuplikan dilarutkan dalam air, apabila tidak yang tidak larut dalam NH berlebih
larut dalam air, secara bertahap dilarutkan dulu dalain HCl encer, 3) Larutan zat asal + NaOH terjadi endapan putih, yang tak
kemudian HCI pekat dan seterusnya HNO3 encer, HNO3 pekat. larut dalam NH4OH berlebih.
Bila masih tidak larut, dilarutkan dalam Air raja yaitu campuran 4) Larutan zat asal + 10 ml (NH4)2CO3 terjadi endapan putih.
3 bagian HCI pekat dan I bagian HNO3 pekat. Larutan ini
Iangsung dipakai untuk penyelidikan kation. HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Gol III A untuk logam Alumunium (Al) Dari hasil pemeriksaan golongan ternyata pada pemeriksaan
1) 1 ml filtrat + HC1 encer + NH4 panaskan, terjadi endapan Gol III A positif (+) terjadi endapan putih. Reaksi identifikasi
putih. terhadap Gol III A memberikan reaksi positif terhadap logam
2) 1 ml filtrat + NaOH 4 N berlebih alumunium (Al).
Tabel 1. Hasil pemeriksaan golongan dari beberapa sediaan shadow, zat pemutiara berwarna kuning emas dan zat pemutiara
berwarna putih keperakan ternyata dua sediaan positif mengan-
dung Alumunium (Al) yaitu eye shadow dan zat pemutiara ber-
warna kuning emas.

SARAN
Keterangan Agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi
Serbuk I = Zat pemuriara berwarna kuning emas kadar logam berat tersebut pada beberapa sediaan kosmetika
Serbuk II = Zat pemu tiara berwarna putih keperakan
dengan jumlah sampel yang lebih besar.

KEPUSTAKAAN
Serbuk logam Alumunium sering digunakan dalam formula
bedak sebagai zat yang dapat memberikan daya kilat yang lebih 1. Anonymous. Farmakope Indonesia, Edisi II, Departemen Kesehatan Re-
baik daripada zat pemutiara buatan lainnya, karena Alumunium pubtilc Indonesia 1979.
2. Balsam MS, Sagarin E. Cosmetic Science and Tehnology, Second ed, Vol I,
mudah tercampur dan menghasilkan efek yang lebih baik seperti II, III. New York, London, Sydney, Toronto: Wiley Interscience John
mutiara. Garam-garam Alumunium dapat merupakan astringen Wiley & Sons Inc. 1972.
pada konsentrasi tertentu, tapi dapat mengiritasi kulit. Zat pe- 3. Diktat Penuntun Praktikum Kimia Analisa Kualitatif Anorganik. Labora
mutiara yang biasa digunakan dalam sediaan kosmetika kon- torium Kimia Analitik, Lembaga limu Pengetahuan Alam, Universitas
Padjadjaran, Bandung.
sentrasinya tidak lebih dan 10%. 4. Harry RG. The Principles and Practice of Modern Cosmetic, Vol I. New
York: Chemical PubI Co, Inc. 1962.
KESIMPULAN 5. Jellinek JS. Formulation and Function of Cosmetic. New York, London,
Zat pemutiara yang digunakan tanpa zat pembawa sangat Sydney, Toronto: Division of John Wiley & Sons, Inc. 1970.
6. Roger’s Inorganic Pharmaceutical Chemistry, Seventh Ed, Thoroughly
berbahaya apabila digunakan secara sembarang. Dari hasil pene- Revised.lll.. Philadelphia: Lea & Febiger.
litian yang dilakukan terhadap 3 sediaan kosmetika yaitu eye

Patience is the ability to put up with people you'd like to put down
Penelitian Tokisisitas Akut dan
Subkronik
Daun Jati Belanda
pada Hewan Percobaan
Adjirni, B. Wahyoedi, Budi Nuratmi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) banyak dipakai dalam ramuan sebagai
obat pelangsing tubuh. Secara empirik digunakan untuk mengurangi kelebihan lemak
dalam tubuh. Untuk mengetahui keamanannya maka dilakukan penelitian toksisitas akut
dan subkronik pada hewan.
Penelitian toksisitas akut menggunakan cara Weil C.S. (1952) dan penelitian sub-
kronik dilakukan dengan memberikan bahan setiap hari selama 1 bulan, 3 bulan dan 6
bulan terhadap tikus putih, kemudian dilihat adanya kelainan organ hati, ginjal, jantung,
paru-paru, usus, limpa dan lambung secara makroskopik dan mikroskopik.
Hasil toksisitas akut didapat LD50=134,5 (158-114,4) mg/10 g. bobot badan; setelah
diekstrapolasikan ke tikus menurut Gleason MN. LDSO secara oral adalah 941.500 mg/kg
bobot badan. Dengan pemberian bahan 1 sampai 100 kali dosis manusia, organ-organ
dalam tidak menunjukkan kelainan. Kelainan paru-paru pada sebagian tikus baik yang
diberi bahan maupun yang diberi akuades, berupa hiperplasia limpoid merupakan ke-
lainan fisiologis yang umum terjadi pada proses ketuaan dan terdapatnya cacing me-
rupakan suatu kendala dalam eksperimen pemeliharaan hewan.
Berdasarkan penggolongan Gleason MN. (1964) daun jati belanda yang diteliti
digolongkan dalam bahan yang Practically Non Toxic, karena LD50 lebih besar dari
15.000 mg/kg bobot badan per oral tikus. Penelitian subkronik dengan pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik terhadap organ dalam tubuh menunjukkan bahwa daun
jati belanda termasuk bahan yang tidak toksik.

PENDAHULUAN
Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) banyak tumbuh di jati belanda mengandung alkaloid, damar dan zat samak(2).
Indonesia, ditanam sebagai pohon peneduh, berupa pohon atau Jamu yang memakai daunjati belanda diantaranyajamu galian
semak. Bagian yang digunakan daun, biji dan buah. Secara singset, jamu citra wanita,jamu ideal,jamu patmosari,jamu dewi
empiris daun dipakai untuk mengurangi berat badan, buah untuk ayu dan lain-lain.
obat batuk, biji untuk obat mencret dan perut kembung(1,2). Daun Penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa se-
duan daun jati belanda yang diperiksa dengan kromatografi Tabel 1. Rancangan percobaan subkronik
lapis tipis dan reaksi warna serta reaksi pengendapan menunjuk- Nomor Jumlah Dosis Lama Otopsi Pada
kan adanya senyawa golongan triterpen/sterol, alkaloida, karo- Kelompok Hewan/ Bahan Pemberian Akhir Bulan
tenoid, tanin dan asam fenol(4). Identifikasi dengan kromatografi Kelompok
ke 1 ke 2 ke 6
lapis tipis menunjukkan adanya senyawa karbohidratt31. Peme-
riksaan histopatologi meliputi sel darah putih, sel darah merah, I 6 ekor dosis 1 1 bulan +
protein total dan kadar haemoglobin pada akhir bulan ke 3 tidak II 6 ekor dosis 2 1 bulan +
III 6 ekor dosis 3 1 bulan +
menunjukkan adanya perbedaan dengan kontrol. Ramuan yang IV 6 ekor akuades 1 bulan +
memakai daun jati belanda pada umumnya dipakai lama dan
terus menerus; perlu dilakukan penelitian toksisitas akut dan V 6 ekor dosis 1 3 bulan +
VI 6 ekor dosis 2 3 bulan +
subkronik untuk melihat pengaruh bahan terhadap organ dalam VII 6 ekor dosis 3 3 bulan +
tubuh secara makroskopik dan mikroskopik. VIII 6 ekor akuades 3 bulan +

BAHAN DAN CARA IX 6 ekor dosis 1 6 bulan +


X 6 ekor dosis 2 6 bulan +
Bahan diperoleh dari penjual ramuan jamu di Jakarta. Se- XI 6 ekor dosis 3 6 bulan +
telah diidentifikasi memenuhi persyaratan sesuai dengan stan- XII 6 ekor akuades 6 bulan +
dar, bahan dijadikan serbuk dan dibuat infus 10% secara
Farmakope Indonesia Edisi III (1979).
pada mencit adalah 134,5 (158,2 ± 114,4) mg/10 g bobot badan.
Hewan percobaan mencit berasal dari Pusat Penyakit Me-
Setelah diekstrapolasikan dari mencit intraperitoneal ke tikus per
nular dengan berat sekitar 17,5 g–25 g. Tikus putih strain Wistar
oral menurut Paget & Barness 1964 adalah 941500 mg/kg bobot
Derived berasal dari Pusat Penyakit Menular Badan Litbang
badan. Pengaruh terhadap gelagat dapat menurunkan suhu nor-
Kesehatan, berat sekitar 150 g – 200 g dengan jenis kelamin
mal pada mencit dan mempengaruhi perilakunya ditunjukkan
jantan.
dengan menurunnya aktivitas motor.
Cara kerja Hasil percobaan toksisitas subkronik dari daun jati belanda
Untuk menentukan harga LD50 menggunakan metode/cara dapat dilihat pada tabel 2.
Weil C.S (1952).
Tahap I Tabel 2. Pemeriksaan histologi dari daun jati belanda terhadap organ
Sediakan 6 kelompok mencit @ 3 ekor. Setiap kelompok hati, paru-paru, ginjal, limpa, jantung, usus dan lambung dari
diberi bahan percobaan dengan dosis kelipatan 10 secara intra- tikus
peritoneal, observasi dilakukan beberapa jam dan kematian di-
Lama percobaan Dosis/bahan Makroskopik Mikroskopik
hitung sesudah 24 jam. Apabila yang mati kurang dari 2 ekor
1 x D.M N HL (3)
pada suatu kelompok maka dosis diperbesar dengan konsentrasi 10 x D.M N HL (3)
bahan percobaan lebih besar. 1 bulan 100xD.M N HL(1)
Tahap II aktiades C(1) HL (2)
Percobaan dilanjutkan dengan memperbanyak jumlah he- C (1)
wan tiap kelompok. Di antara dosis terbesar dengan dosis terkecil HL (4)
1 x D.M C (2)
C (2)
ada 6 kelompok @ 5 ekor dengan menggunakan faktor dosis. HL (4)
Setelah 24 jam dihitung jumlah kematian mencit tiap kelompok l0 x D.M N
Cg (1)
3 bulan
dan jumlahnya dicocokkan dengan daftar yang dibuat Weil C.S. l00 x D.M C (1)
HL (4)
Percobaan diulangi beberapa kali sampai basil kematian se- C (I)
HL (3)
suai dengan daftar tersebut. Dengan menggunakan rumus dari akuades C (1)
C (1)
Weil C.S. LD50 dari bahan dapat dihitung.
HL(4)
Untuk melengkapi percobaan LD50 dilakukan percobaan IXD.lBI C(1)
C (1),Gr(2)
gelagat untuk mengetahui arah penelitian apa saja yang perlu di- 10 x D.M C (1) HL (5)
lanjutkan terhadap bahan yang sedang diteliti. 6 bulan C (1), Gr (3)
Untuk percobaan toksisitas subkronik dilakukan terhadap HL (2)
C (1)
tikus putih dengan pemberian bahan secara oral selama 1 bulan, l00 x D.M C ( t ), Gr (4)
3 bulan dan 6 bulan dengan 3 macam dosis yang berbeda. Dosis akuades HL (5)
N
Gr (2)
1 setara dengan 4,5 mg/100 g bobot badan atau sama dengan
dosis manusia, dosis ke 2 setara dengan 45 mg/ 100 g bobot badan Keterangan :
dan dosis ke 3 setara dengan 450 mg/100 g bobot badan. N = normal
C = cacing pita dalam usus
HL = hiperplasia limpoid di paru
HASIL Cg = cacing gilik pada pyelum ginjal
Hasil percobaan toksisitas akut (LD50) daun jati belanda Gr = sarang radang granulomatus di paru
PEMBAHASAN menurunnya aktivitas motor yang merupakan petunjuk adanya
Pada percobaan toksisitas akut didapatkan harga LD50 sesuai pengaruh terhadap susunan saraf pusat.
dengan cara Weil C.S. (1952). Menurut kriteria yang ditetapkan 2) Pada penelitian toksisitas subkronik terhadap tikus putih
Gleason M.N (1964) maka daun jati belanda yang diteliti ter- dengan pemberian infus daun jati belanda secara oral selama 1
masuk bahan yang Practically Non Toxic. Untuk ini hasil LD50 bulan, 3 bulan dan 6 bulan dengan dosis sampai 100 kali dosis
perlu diekstrapolasikan dari mencit intraperitoneal ke tikus per manusia, ternyata tidak mempengaruhi organ dalam hati, jan-
oral menggunakan daftar yang dibuat Paget & Barness. tung, paru-paru, ginjal, limpa, usus dan lambung pada pemeriksaan
Daun jati belanda yang secara empiris digunakan untuk mikroskopik. Maka daun jati belanda termasuk bahan yang tidak
mengurangi bobot badan dan dalam ramuan jamu dipakai se- toksik.
bagai obat pelangsing tubuh, hasil toksisitas akut menunjukkan
bahwa daun jati belanda termasuk bahan yang tidak toksik. UCAPAN TERIMA KASIH
Ditujukan kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi
Pemakaian dalam ramuan jamu yang digunakan secara terus Badan Litbang Kesehatan dan seluruh staf laboratorium Farmakologi Ekrperi-
menerus perlu diketahui toksisitas subkronik. Dari basil pene- mental yang telah membantu terlakrananya penelitian ini.
litian subkronik 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan terlihat daun jati
belanda tidak menimbulkan efek toksik terhadap organ dalam
tubuh tikus putih; adanya cacing pita dalam usus adalah me- KEPUSTAKAAN
rupakan'suatu kendala dalam pemeliharaan hewan.
Pada pemeriksaan mikroskopik histologi dari hati, paru- 1. Materia Medika Indonesia II, Departemen Kesehatan RI, 1978.
2. Sudarman M, Harsono R. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang, PT.
paru, ginjal, limpa, jantung, usus dan lambung tidak terlihat Karya Wreda, 1975.
kelainan. Kelainan pada paru-paru adalah hiperplasia limfoid 3. Siti Nurwati. Pengaruh daun jati belanda terhadap berat badan dan gam-
ditemukan pada sebagian tikus baik yang diberi bahan maupun baran hematologi darah tikus putih betina serta identifikasi komponen
yang diberi akuades pada perlakuan 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan. lendirnya. Skripsi Fakultas Gajah Mada, Yogyakarta, 1984.
4. Jeniwati. Pengaruh jamu galian singset dan daun jati belanda (Guazuma
Kelainan tersebut merupakan kelainan fisiologis yang umum ulmifolia Lamk) terhadap hepar tikus serta skrening fitokimia daun jati
ditemukan pada tikus yang tua, kelainan itu tidak ada kaitannya belanda. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta,
dengan bahan yang diuji; maka dapat dikatakan pemberian daun 1984.
jati belanda selama 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan dengan dosis 5. Weil CS. Tables for Convenient Calculation of Median Effective Dose
(LD50 or ED50) and Instruction in their use. Biometric 1952; 8: 249–265.
sampai 100 kali dosis manusia tidak menunjukkan efek samping. 6. Paget GE, Barness JM. Dalam: Laurence DR. Bacharach AL. Evaluation of
Drug Activities; Pharmacometrics: Vol I. London: Academic Press, 1964.
KESIMPULAN 7. Gleason MN. Clinical Toxicology of Commercial Products. Baltimore:
1) Pada penelitian toksisitas akut daun jati belanda (Guazuma Williams & Wilkins, 1964.
8. WHO Techn Rep Ser No. 563. General guide to period of administration
ulmifolia Lamk) menurut penggolongan Gleason M.N. maka in toxicological studies, 1975. p. 22.
bahan tersebut termasuk bahan yang tidak toksik. 9. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia, Edisi III, 1979.
Daun jati belanda dapat menurunkan suhu normal pada 10. Darmansyah I. Evaluation of animal studies including predictive value
mencit dan mempengaruhi perilakunya ditunjukkan dengan from animal to man. A Regulatory View. Maj Farmakol Terapi Indon
1989; 6(1–2).

Our future is largely the consequence of what we do and


What we fail to do today
Survai Cakupan Imunisasi Toksoid
Tetanus dan Pelayanan Kesehatan
Ibu Hamil di Daerah Kumuh di Jakarta
Muljati Prijanto*, Zeil Rosenberg**, Rini Pangestuti*, Eko Suprijanto*, Lukman S**, R Pangerti Yekti*
* Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
** Sub Dit Imunisasi, Direktorat Jendral P2M dan PLP, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN kelurahan Tanah Tinggi yang berpenduduk 37.139 jiwa dengan


Sampai saat ini masih belum diketahui secara akurat hasil luas area 0,62 hektar. Sedangkan daerah menengah (sedang)
cakupan imunisasi TT pada ibu-ibu dan pelayanan kesehatan ibu diwakili oleh kelurahan Pondok Kopi yang berpenduduk 23.440
hamil yang tinggal di daerah kumuh dengan kepadatan penduduk jiwa dengan luas area 2,06 hektar dan Cipinang Melayu yang
tinggi, di kota-kota besar. Data yang diperoleh dari laporan berpenduduk 27.432 jiwa dengan luas area 2,53 hektar.
imunisasi rutin, belum dapat menggambarkan keadaan yang Target populasi untuk survai cakupan imunisasi TT adalah
sebenarnya. Hal ini karena belum semua data dapat dicatat. Se- ibu-ibu yang memiliki bayi umur 0–11 bulan. Pemilihan sampel
lain itu juga karena perkiraan jumlah penduduk setempat yang penelitian dilakukan dengan cara WHO's EPI Cluster Design(3,4).
belum tepat bila digunakan sebagai denominator cakupan. Satuan cluster adalah Rukun Tetangga (RT). Jumlah cluster
Telah dilakukan penelitian di daerah kumuh pada tahun terpilih dapat dilihatpada tabel 1. Dipilih secara acak 40 RT dari
1989, yang bertujuan untuk mengetahui cakupan imunisasi TT lebih kurang 200 RT di setiap daerah penelitian. Setelah diada-
ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu hamil di daerah padat pen- kan musyawarah dengan kepala kelurahan dan para ketua RT,
duduk dibanding dengan daerah sedang di Jakarta. akhirnya dipilih 30 RT sebagai lokasi penelitian. Sebagai dasar
pertimbangan adalah jumlah anak umur 5 tahun, kerja sama yang
BAHAN DAN CARA KERJA baik dari penduduk dan juga segi keamanan bagi pelaksana
Daerah kumuh adalah daerah dengan kepadatan penduduk penelitian.
lebih dari 500 jiwa tiap hektar, sedangkan daerah menengah/
sedang adalah daerah dengan kepadatan penduduk kurang dari Tabel 1. Jumlah RW, RT dan "Cluster" dari Sampel Penelitian
300 jiwa tiap hektar. Data kepadatan penduduk ini diperoleh dari RW RT "Cluster"
laporan Biro Pusat Statistik tahun 1987. Kecamatan
(n) (n) (n)
Telah dipilih secara random 10 kelurahan yang masing-
Daerah Kumuh :
masing daerah memenuhi kriteria. Penentuan terakhir didasar- Kampung Rawa 8 32 12
kan pada hasil kunjungan ke daerah tersebut. Pengamatan Tanah Tinggi 13 47 18
difokuskan pada keadaan sosial ekonomi, letak perumahan, Daerah Sedang :
dengan jumlah anak Balita kurang lebih 4000 orang. Pemilihan Pandok Kopi 6 19 13
Cipinang Melayu 7 40 17
dihentikan setelah ditemukan daerah yang memenuhi persya-
ratan. Karena sebagian besar kelurahan memiliki kurang lebih Jumlah 34 138 60
2000–3000 orang anak Banta, maka dipilih 2 kelurahan dari
masing-masing daerah penelitian. Kedua kelurahan tersebut di- Petugas mengunjungi setiap rumah di masing-masing RT
perlakukan sebagai sate kesatuan yang mewakili daerah pene- sesuai petunjuk yang ada sampai mendapatkan 7 rumah yang
litian. mempunyai 7 orang ibu yang mempunyai anak umur 0–11 bulan
Daerah kumuh diwakili oleh kelurahan Kampung Rawa dari setiap RT. Dilakukan wawancara ke pada ibu-ibu tersebut.
yang berpenduduk 17.964 jiwa dengan luas area 0,03 hektar dan Status imunisasi dan data lainnya dicatat pada kuesioner standar
menurut Dirjen P2M & PLP. Apabila pada RT yang bersangkutan Tabel 4. Cakupan Imunisasi TT pads Ibu-ibu di Daerah Kumuh dan
Sedang di Jakarta
sampel penelitian belum mencukupi, maka petugas mengun-
jungi RT-RT yang letaknya berdekatan, yang tidak termasuk Daerah Kumuh Daerah Sedang
dalam RT cluster, sehingga jumlah sampel di setiap cluster Status Imunisasi
N % N %
terpenuhi.
Data sekunder yang meliputi cakupan imunisasi setempat Imunisasi lengkap (Tanpa 69 32,86 85 39,53
kartu)
dikumpulkan pula dari Puskesmas (tabel 2), Posyandu, Keca- Tidak mendapat TT 95 45,24 94 43,72
matan (label 3) dan Bidan yang berada di daerah penelitian. Mendapat TT tidak lengkap 46 21,90 36 16,74
Jumlah 210 100,00 215 100,00
Tabel 2. Cakupan Imunisasi TT bersumber dari Laporan Puskesmas
Kampung Rawa dan Tanah Tinggi di Daerah Kumuh Tahun
1987/1988 – 1988/1989
Pada tabel 5 disajikan distribusi umur ibu yang ikut dalam
penelitian. Tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal distribusi
PKM Kampung Rawa PKM Tanah Tinggi umur ibu-ibu antara daerah kumuh dengan daerah sedang dan
Imunisasi
1987–1988 1988–1989 1987–1988 1988–1989 persentase tertinggi ada pada umur 21–25 dan 26–30 tahun.
(%) (%) (%) (%)
Tabel 5. Distribusi Umur Ibu Peserta Penelitian
TT 1 27,0 33,0 18,0 21,0
TT 2 17,0 28,0 13,0 . 14,0 Daerah Kumuh Daerah Sedang
Kelompok Umur
(Tahun) N % N %
Tabel 3. Cakupan Imunisasi bersumber dari Laporan Puskesmas Kecama-
tan Jatinegara dan Kramat Jati di Daerah Sedang Tabun 1987/ – 15 0 0,00 2 0,46
1988 – 1988/1989 16 – 20 30 8,74 32 7,31
21– 25 72 19,90 69 9,18
Kec. Kramat Jati* Kec. Jatinegara** 26 – 30 52 14,56 67 17,35
Imunisasi 31 – 35 33 5,83 38 9,59
1987-1988 1988-1989 1987-1988 1988-1989
(%) (%) (%) (% ) 36 – 40 17 5,34 9 1,37
41– 2 0,97 2 0,46
TT 1 68,0 83,5 59,0 107,0 Jumlah 206 55,34 219 56,26
TT 2 59,5 49,5 34,5 81,0

∗ Kec. Kramat Jati meliputi 5 Kelurahan. Pilihan tempat untuk pemeriksaan antenatal (tabel 6) di
Puskesmas Pondok Kopi termasuk di dalamnya. daerah kumuh dan daerah sedang yang tertinggi adalah bidan,
∗ Kec. Jatinegara meliputi 8 Kelurahan. masing-masing adalah 63,64% dan 53,46%. Pada kedua daerah
Puskesmas Cipinang Melayu termasuk di dalamnya.
penelitian keadaannya tidak berbeda nyata.

Tabel 6. Pelayanan Kesehatan Pilihan Ibu untuk Pemeriksaan Antenatal


HASIL DAN PEMBAHASAN
Cakupan imunisasi TT terdapat pada tabel 4. Hampir se- Daerah Kumuh Daerah Sedang
Pelayanan Kesehatan
luruh pencatatan berdasarkan ingatan ibu saja dan sebagian besar N % N %
ibu mengaku memiliki kartu/dicatat oleh bidan yang bersang-.
Puskesmas dan Posyandu 23 13,07 34 21,38
kutan. Kesulitan yang dijumpai pada saat pelaksanaan penelitian Bidan 112 63,64 85 53,46
ini adalah sebagian besar ibu-ibu tidak dapat membedakan Dokter Umum 5 2,84 2 1,26
antara suntikan TT dengan suntikan vitamin, karena menurut Rumah Sakit Bersalin 13 7,38 10 6,29
Rumah Sakit Swasta 7 3,98 4 2,52
yang bersangkutan petugas tidak memberitahukannya.
Rumah Sakit Umum 12 6,82 8 5,03
Cakupan di daerah sedang lebih tinggi daripada di daerah Lain-lain 4 2,27 16 10,06
kumūh yaitu 39,53% berbanding 32,86%, namun angka tersebut
Jumlah 176 100,0 159 100,0
tidak berbeda nyata. Cakupan TT lengkap hasil penelitian ini di
daerah kumuh bila dibandingkan dengan cakupan TT2 berda-
sarkan laporan kedua Puskesmas (tabel 2) lebih tinggi yaitu Frekuensi pemeriksaan selama hamil dapat dilihat pada
39,53% berbanding 21%. Hal ini kemungkinan disebabkan tabel 7. Di daerah kumuh dan sedang, kunjungan terbanyak dari
belum baiknya pencatatan yang dilakukan pada saat imunisasi, ibu-ibu, yaitu 7 kali lebih masing-masing sebanyak 47,83% dan
sedangkan data yang dikumpulkan pada penelitian ini hanya 51,71%. Namun bila dilihat jumlah kunjungan lebih dari 4 kali,
berdasarkan ingatan ibu saja. maka persentasenya tidak berbeda antara 2 daerah penelitian
Cakupan TT di daerah sedang tidak dapat dibandingkan yaitu 81,37% berbanding 79,03%. Bila hal ini dikaitkan dengan
dengan cakupan berdasarkan hasil laporan Puskesmas karena hasil cakupan TT lengkap yaitu 32,86% di daerah kumuh dan
data yang ada merupakan gabungan antara Puskesmas Pondok 39,53% di daerah sedang, maka berarti sasaran tidak dapat
Kopi I dan II, sedangkan penelitian ini hanya mengikutsertakan dicapai. Seharusnya bila kunjungan antenatal tinggi maka di-
1 Puskesmas. harapkan cakupan imunisasi TT ibu hamil akan tinggi pula.
Mengingat data yang diperoleh didasarkan pada ingatan dan Tabel 7. Frekuensi Pemeriksaan Antenatal pada Ibu-ibu di Daerah Kumuh
dan Sedang
bukan berasal dari kartu imunisasi, maka hasil yang diperoleh
tidak sesuai yang diharapkan. Daerah Kumuh Daerah Sedang
Pelayanan kesehatan yang dipilih untuk tempat melahirkan Frekuensi
N % N %
dapat dilihat pada tabel 8. Pelayanan yang mendapat minat
tertinggi adalah bidan yaitu untuk daerah kumuh dan sedang 0 2 1,24 2 0,97
1–3 28 17,39 41 20,00
masing-masing adalah 64,82% dan 46,89%. Persentasenya lebih 4–6 54 33,54 56 27,32
tinggi untuk daerah kumuh, namun di antara kedua daerah 7– 77 47,83 106 51,71
penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Per-
Jumlah 161 100,0 205 100,0
salinan dengan pertolongan dukun ternyata lebih tinggi di daerah
sedang yaitu 23,92%, sedangkan di daerah kumuh hanya 7,54%. Tabel 8. Pelayanan Kesehatan Pilihan Ibu untuk Melahirkan
Bidan merupakan pilihan utama baik bagi tempat melahir-
kan, tempat pemeriksaan, dan imunisasi TT, sehingga bidan Pelayanan Kesehatan
Daerah Kumuh Daerah Sedang
dapat diharapkan lebih meningkatkan pengertian masyarakat N % N %
akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dan pemberian Puskesmas/Posyandu 10 5,03 15 7,18
imunisasi. Titik sasaran adalah pemberian TT pada ibu-ibu yang Bidan 129 64,82 98 46,89
datang 4-6 kali di daerah kumuh dan di daerah sedang, dengan Dokter Umum 2 1,01 8 3,83
meningkatkan pelayanan dan penyediaan vaksin. Rumah Sakit Bersalin 19 9,55 13 6,22
Rumah Sakit Swasta 12 6,03 7 3,35
Selain itu perlunya diberikan penjelasan disertai kartu KMS Rumah Sakit Umum 12 6,03 18 8,61
bumil pada saat pemberian imunisasi agar pemberian TT Lain-lain 15 7,54 50 23,92
berikutnya dapat sesuai jadwal, mengingat penduduk daerah
Jumlah 199 100,0 209 100,0
kumuh sebagian besar merupakan penduduk musiman. Hal ini
dapat merupakan salah satu usaha efisiensi penggunaan TT agar
ibu-ibu tidak setiap kali mendapat 2 dosis TT. Tabel 9. Perawatan Tali Pusat Bay! dart Ibu yang Melahirkan
Perawatan tali pusat pada ibu-ibu di kedua daerah penelitian Daerah Kumuh Daerah Sedang
dapat dilihat pada label 9. Perawatan tali pusat terbanyak di- Perawat
N % N %
lakukan oleh ibunya sendiri masing-masing adalah 10,5% di
daerah kumuh dan 10,33% di daerah sedang. Tenaga kesehatan 30 10,50 33 10,33
Dukun 19 6,00 46 7,98
Keluarga 30 9,50 14 3,29
KESIMPULAN Ibu sendiri 111 30,50 120 33,33
1) Cakupan imunisasi TT2 (lengkap) di daerah kumuh lebih
Jumlah 200 100 213 100
rendah bila dibandingkan dengan daerah sedang yaitu 32,86%
berbanding 39,53%, namun keduanya tidak menunjukkan per-
bedaan yang bermakna. Pengumpulan data cakupan TT diper- 4) Mengingat besarnya peran bidan di daerah padat penduduk
oleh berdasarkan ingatan ibu, karena semua ibu tidak memiliki dengan sosio ekonomi rendah, maka pengikutsertaan bidan dalam
kartu. berbagai kegiatan penyuluhan akan lebih meningkatkan cakupan
Sebagian besar ibu yang ikut dalam penelitian tidak menge- imunisasi.
tahui secara pasti bahwa yang bersangkutan telah mendapat 5) Mengingat penduduk daerah kumuh sebagian besar tinggal
imunisasi TT, karena petugas tidak memberitahu. musiman maka ibu-ibu perlu mendapat penjelasan atau kartu
2) Peranan bidan sangat menonjol dalam hal pemberian imu- imunisasi TT, sehingga tidak mendapat imunisasi TT 2 dosis.
nisasi TT, pemeriksaan antenatal, pertolongan kelahiran baik di
daerah kumuh maupun daerah sedang. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Mashur, Kepala
Bidang Bindal PKPP, Kan Wil Depkes DKr, Bapak H. Daud Djayasudarma,
SARAN koordinator Urban Strategi DKr, Bapak Dr. Suriadi Gunawan DPH, Kepala
1) Meningkatkan cakupan TT ibu hamil di daerah kumuh dan Pusat Penelitian Penyakit Menular, Ibis Dr. Titi Indiyati, Kepala Direktorat
sedang. Epidemiologi dan Imunisasi, Dr. Nyoman Kandun, Ka Sub Dit Imunisasi,
Direktorat Jenderal P2M & PLP, atas segala petunjuk dan saran-saran yang
2) Meningkatkan penggunaan dan pencatatan pada kartu yang diberikan.
ada maupun formulir lain agar diperoleh data yang lebih akurat. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan juga kepada Bapak-bapak
3) Meningkatkan penyuluhan kesehatan terutama di daerah Lurah, Pimpinan Pusat Kesehatan Masyarakat, Ketua Rukun Warga, Rukun
padat penduduk khususnya dalam meningkatkan peran serta Tetangga dan Ibu-ibu PKK dari Kelurahan Kampung Rawa, Tanah Tinggi,
Pondok Kopi, Cipinang Melayu was segala bantuannya selama penelitian di-
masyarakat. laksanakan
Perbedaan Efek
Sinar X dengan Efek Sinar Gamma
pada Mencit Dewasa strain
Quacker.Bush
Suhardjo*, M. Darussalam**
* Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, Bandung ** PPTN-BATAN, Bandung

PENDAHULUAN Tabel 1. Efek Sinar X dan Sinar Gamma terhadap Jumlah Anak Mencit (F1)
yang Dilahirkan Satu Hari Pasca Iradiasi (dalam ekor)
Sinar-X dan sinar gamma adalah radiasi pengion yang di-
pancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan mem- Jenis radiasi Sinar X Sinar gamma
punyai energi yang tinggi(1). Sumber sinar-X adalah pesawat Dosis (rad) 1x200 2x200 3x200 1x200 2x200 3x200
sinar-X dan sumber sinar gamma adalah Cobalt 60(2). Kelompok
Interaksi radiasi pengion dengan sel dapat dibagi dalam dua perlakuan
kategori, yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek lang- A :10 A: 9 A: 8 A: 4 A: 7 A: 4
sung biasanya diartikan sebagai aksi radiasi dengan molekul- B: 9 B: 8 B: 6 B: 8 B: 6 B: 5
molekul di dalam sel dan menyebabkan ionisasi atau eksitasi C: 8 C: 8 C: 4 C: 6 C: 4 C: 5
sehingga mengakibatkan kerusakan pada molekul-molekul ter- O x O D: 7 D: 8 D: 5 D: 7 D: 5 D: 4
sebut, sedangkan efek tidak langsung timbul jika ada perubahan (X) E : 8 E: 5 E: 9 E 6 E: 5 E 4
42 38 32 31 27 22
atau kerusakan pada molekul-molekul yang terjadi akibat pe-
X = 8,4 X = 7,6 X = 6,4 X = 6,2 X = 5,4 X = 4,4
ngaruh senyawa-senyawa radikal bebas (OH°, H°) dan peroksida
A: 7 A: 8 A: 7 A: 4 A: 5 A: 5
(H202), senyawa ini dihasilkan dari radiolisis air dalam plasma
B: 8 B: 6 B: 7 B: 6 B: 5 B: 3
akibat radiasi(3,4,5,6). Karena sebagian besar sel mamalia (70 – C: 7 C: 8 C: 4 C: 5 C: 6 C: 4
90%) terdiri atas air, sebagian besar efek tidak langsung terjadi O x O D: 10 D: 9 D: 3 D: 7 D: 4 D: 4
pada media air(5). (X) E: 7 E: 5 E 8 E: 5 E 4 E: 3
Suhardjo pada tahun 1992 berdasarkan basil penelitiannya 39 36 24 27 24 19
mengatakan bahwa iradiasi sinar X dosis tunggal memberikan X = 7,8 X = 7,2 X = 5,8 X = 5,4 X = 4,8 X = 3,8
efek pada mencit dewasa strain Quacker-Bush. Efek sinar X ini A: 7 A: 7 A: 3 A: 5 A: 5 A: 4
ditandai oleh pengurangan jumlah F1(7). Hal ini sesuai dengan B: 5 B: 6 B: 2 B: 4 B: 3 B: 2
C: 7 C: 5 C: 4 C: 4 C: 4 C: 3
acuan yang dikemukakan oleh Nomura pada tahun 1982 dan
O x O D: 8 D: 7 D: 5 D: 6 D: 5 D: 4
Kirk bersama Lyon pada tahun 1984 yang mengatakan bahwa (X) (X) E : 6 E: 6 E: 7 E: 4 E: 3 E: 2
iradiasi mencit jantan dan betina sebelum pembuahan menunjuk- 32 31 21 23 20 15
kan cacad bawaan pada keturunannya(8,9). Juga Lyon dan Ren- X = 6,6 X = 6,2 X = 4,2 X = 4,6 X = 4,0 X = 3,0
shaw pada tahun 1986 dan tahun 1988 menyatakan bahwa A : 12 A : 12 A : 12 A : 10 A : 10 A : 10
timbulnya cacad pada Fl yang mencit parental betinanya men- B : 11 B : 11 B : 11 B : 10 B : 10 B : 10
dapat iradiasi sinar X sebesar 504 CGy lebih tinggi dibanding- C : 10 C : 10 C : 10 C : 11 C : 11 C : 11
kan kontral, dan cacad yang terlihat pada generasi pertama dapat O x O D : 10 D : 10 D : 10 D : 12 D : 12 D : 12
E : 11 E : 11 E : 11 E : 11 E : 11 E : 11
diteruskan pada generasi berikutnya(9). 54 54 54 54 54 54
SinarX dan sinar gamma adalah merupakan radiasi pengion X = 10,8 X = 10,8 X = 10,8 X = 10,8 X = 10,8 X = 10,8
yang sama-sama berbentuk gelombang elektromagnetik dan
berdasarkan acuan teori tersebut di atas penulis ingin mengetahui Keterangan :
perbedaan efek antara sinar X dan sinar gamma, apakah sinar X : Iradiasi Sinar X/Sinar gamma
Tabel 2. Analisis Varian Multivariat untuk Melihat Perbedaan Efek Sinar X dan Sinar
Gamma

dk SPy(1) SPy(1) y(2) SPy(1) y(3) SPy(2) SPy(2) y(3) SPy(3)


Jenis Kelamin 3 152,273 175,2 220,425 192,6 247,9 320,479
Sinar 1 257,221 28,05 17,325 28,9 17,85 11,025
Jenis Kelamin 3 9,277 9,45 5,675 9,7 57,5 5,075
X
Sinar 32 40 13 9 40,4 -10,4 64,6
Error

Total 39 229,775 221,7 114,2 271,6 263,4 393,1

gamma dapat memberikan efek yang serupa dengan sinar X atau dikawinkan dengan mencit pasangannya.
tidak pada mencit dewasa strain Quacker - Bush. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara meng-
hitung jumlah anak mencit yang dilahirkan (Fl) kemudian tiap
METODE PENELITIAN data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji statistik-
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental sungguh- Analisis Varian Multivariat dua arah dengan a 5% dan α 1%.
an (true experimental) dengan analisis varian multivariat untuk
melihat efek sinar X dan sinar gamma; cara pengambilan sampel HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan secara random, kemudian dilakukan replikasi pada Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik Analisis
hewan coba dan terdapat perlakuan banding. Varian Multivariat untuk klasifikasi dua arah dengan pengamat-
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus an persel, menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok sinar
musculus) dewasa strain Quacker-Bush yang berasal dari labo- diperoleh µ = 4,4080, yang bila dibandingkan dengan µ pada
ratorium pemeliharaan Perum Bio Farma Bandung. α 5% = 0,8165 dan a 1% = 0,744, maka H0 ditolak. Ini berarti
Makanan untuk hewan percobaan adalah pelet 551 (makan- signifikan yaitu ada perbedaan efek antara sinar X dan sinar
an anak babi) yang diproduksi oleh P.T. Charoen Pokphand gamma.
Indonesia, Animal Feed Mill; Co., Ltd. Air Minum yang diguna- Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa sinar
kan berasal dari PDAM Bandung. Pemberian makanan dan gamma mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek dan
minuman dilakukan secara ad libitum. lebih menembus daripada sinar X(10). Juga teori lain mengatakan
Selama penelitian hewan percobaan ditempatkar, dalam bahwa sinus gamma mempunyai energi yang amat tinggi dan
suatu kandang yang terbuat dari plastik berbentuk bak berukur- dipancarkan oleh inti atom yang mempunyai kemampuan pene-
an 35 x 30 cm terbagi atas lima ruangan masing-masing ruangan trasi yang sama dengan energi sinar X yang amat tinggi(11).
berukuran 7 x 30 cm, kandang ditutup dengan kawat kasa yang Berdasarkan kelompok jenis kelamin mencit yang men-
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk dapat irradiasi diperoleh µ = 1,0726, yang bila dibandingkan
menyimpan pelet dan botol air minum. dengan µ pada α 5%=0,6 dan pada α 1%=0,5, maka H0 diterima.
Definisi operasional variabel utama yang digunakan me- Ini berarti non signifikan yaitu tidak ada perbedaan efek antara
liputi variabel bebas yaitu sinar X dan sinar gamma yang me- sinus X dengan sinar gamma.
rupakan radiasi pengion berbentuk gelombang elektromagnetik
yang dipancarkan dengan dosis 1 x 200 rad. Variabel akibat
yaitu efek sinar X dan efek sinar gamma, yaitu efek biologis yang
timbul sebagai akibat irradiasi sinus X dan sinus gamma yang
KESIMPULAN
berupa efek somatik yang ditandai-oleh berkurangnya jumlah
apak (Fl) yang dilahirkan dari Mencit Parental yang mendapat • Sinai X dan Sinar gamma memberikan perbedaan efek pada
satu hari pasca irradiasi.
irradiasi sinar X dan sinar gamma.
Sampel yang digunakan adalah sebanyak 120 ekor yang • Sinar X dan Sinai gamma tidak memberikan perbedaan efek
terbagi atas 2 kelompok yaitu 60 ekor untuk melihat efek sinar X pada penyinaran berdasarkan kelompok jenis kelamin pada satu
dan 60 ekor untuk melihat efek sinar gamma. Tiap-tiap kelompok hari pasca irradiasi.
terdiri dari 15 ekor mencit jantan yang mendapat irradiasi, 15
ekor mencit betina dan jantan yang mendapat irradiasi, dan 15
KEPUSTAKAAN
ekor mencit yang tidak diirradiasi, dari tiap-tiap jumlah yang 15
ekor, 5 ekor diirradiasi dengan dosis 1 x 200 rad, 5 ekor diirradiasi 1. Russell RS. Definition of Terms and Unit in: Radioactivity and Human
dengan dosis 2 x 200 rad, dan 5 ekor diirradiasi dengan dosis 3 x Diet (R.S. Russel, Ed). First ed. Oxford, London: Pergamon Press, 1966.
300 rad. Pasca satu hari irradiasi, kemudian masing-masing 2. Hall U. Radiation and Life. First ed. Pergamon Press. Oxford, 1976.
3. Casarett AP. Radiation Biologics. First ed. New Jersey: Prentice Hall Inc. 8. Lyon MF, Renshaw. Induction of Congenital Malformation in Mice by
Engle Wood Cliffs. Parental Irradiation; Transmission to Later Generation, Mutation Res,
4. Duncan W, Nias AHW. Clinical Radiobiology. London and New York: 1988; 198: 227–283.
Churchill Livingstone, 1977. 9. Matsuda Y, Tobari I, Yamada T. In Vitro Fertilization Rate of Mouse Eggs
5. Felberg RS, Carew JA. Water Radiolysis Product and Nucleotide Damage with Sperm after X-irradiation at Various Spermatogenetic Stages. Muta
in Irradiated DNA. Int.Radiat Bral. Vol. 40. 1981. tion Res. 1985; 142: 59–63.
6. Pryor WA. Free Radicals in Biological System, Scient Am. 1970; 233. 10. Anderson WAD, Pathology. fourth ed. St. Louis: The Mosby Co., 1961.
7. Suhardjo.Efek SinarX DosisTunggal pada Mencit DewasaStrain Quacker- 11. Sladen BK, Bang IB. Biology of Population. New York: American Else
Bush. Disertasi Program Pasca Sarjana Unair, 1992. viers Publ Co Inc., 1969.
Efek Biologi Radiasi Pengion
Dosis Rendah
Susetyo Trijoko
Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi, BATAN„ Pasar Jumat, Jakarta

Efek biologi radiasi pengion dapat diklasifikasikan ke dalam sumber-sumber radiasi baru. Ditambah lagi dengan jatuhan (fall-
dua kelompok, yaitu efek deterministik dan stokastik. Efek out) radioaktif umur panjang yang berasal dari uji coba senjata
deterministik, misal penurunan jumlah sel darah merah dan luka nuklir dan proses daur ulang bahan bakar nuklir, PLTN.
bakar kulit, hanya terjadi pada dosis tinggi. Tingkat beratnya efek
radiasi meningkat dengan kenaikan dosis. Sedangkan efek sto- DOSIS RADIASI
kastik, misal risiko kanker, dapat terjadi pada dosis rendah, akan Dosis efektif radiasi pengion biasa dinyatakan dengan sa-
tetapi beratnya efek radiasi tidak tergantung pada besar dosis tuan sievert (Sv); 1Sv=1 Joule/kg, dan 1 Sv=1000 mSv. Secara
yang diterima seseorang. Dalam tulisan ini akan diuraikan keseluruhan, rata-rata dosis efektif yang diterima oleh setiap
kemungkinan efek stokastik yang bisa diakibatkan oleh radiasi orang di seluruh dunia sekitar 2,5 milisievert (mSv) per tahun,
dosis rendah dari alam dan akibat aplikasi radiasi pengion oleh dengann kontribusi 2,0 mSv (80%) dari alam, 0,4 mSv (16%) dari
kegiatan manusia. aplikasi medik (foto roentgen, kedokteran nuklir dan lain-lain),
dan kurang 0,1 mSv (4%) dari sumber radiasi lainnya.
SUMBER-SUMBER RADIASI PENGION Akhir-akhir ini, perhatian seringkali ditujukan pada dosis
Radiasi pengion (sinar-X, alpha, beta, gamma, dan netron) radiasi akibat pembangunan PLTN, yang menimbulkan lepasan
sudah merupakan bagian dari lingkungan kehidupan di mana- radioisotop Yodium-129 dan Carbon-14 serta limbah radioaktif
pun kita berada. Uranium-235 terdapat dalam batuan tanah dan aktivitas tinggi. Perhatian semacam ini selalu timbul karena
di daerah tertentu telah dieksplotasi untuk bahan bakar PLTN. menngingat risiko kanker dan cacat genetik yang dapat diwa-
Isotop Thorium-232 pemancar sinar alpha dan gamma banyak riskan pada generasi yang akan datang. Penelitian terhadap
terdapat dalam batu bara dan dalam pasir monazit dari pulau penduduk di Inggeris yang tinggal di sekitar kawasan PLTN
Bangka, di Sumatera Selatan. Kalium-40 pemancar sinar gamma menunjukkan adanya sedikit kenaikan risiko kankerpada mereka.
banyak terdapat dalam tanah dan juga terdapat dalam kerangka
tubuh manusia sejak lahir. Gas mulia Radon-222 terdapat di RISIKO KANKER
udara bebas yang merupakan sumber pemancar sinar alpha yang Menurut para pakar radiobiologi, radiasi pengion dapat
paling berbahaya dan diduga sebagai salah satu penyebab kanker memutuskan rantai molekul DNA (deoksiribonukleat) dalam
paru-paru. kromosom inti sel; padahal kerusakan/mutasi genetik dan kanker
Selain itu, sumber radiasi buatan manusia untuk terapi dan itu bermula dari adanya kerusakan pada sebuah inti sel. Sehingga
diagnosis kedokteran, seperti sinar-X, radioisotop Technetium- dengan demikian berapapun kecilnya dosis, radiasi pengion
99 m, Yodium-131, Cobalt-60, dan Caesium-137 telah menjadi berpeluang menimbulkan risiko genetik dan kanker.
Studi epidemiologi telah melibatkan tidak kurang dari 2 juta kasus per satu kelahiran.
orang dewasa dan anak-anak. Termasuk dalam studi tersebut
adalah mereka yang selamat dari born atom Hiroshima dan IQ RENDAH
Nagasaki, penduduk Rusia yang terkena radiasi kecelakaan PLTN ICRP(6) mengungkapkan terjadinya retardasi mental pada
Chernobyl, pasien radioterapi dan radiodiagnostik, serta para anak-anak yang pada waktu ledakan bom atom di Jepang masih
pekerja radiasi. dalam kandungan. Retardasi mental terlihat nyata pada janin
Berdasarkan studi epidemiologi, Komisi Internasional un- yang terkena dosis radiasi antara 250 - 400 mSv pada usia antara
tuk Proteksi Radiologi (ICRP)(1) telah menentukan probabilitas minggu ke-8 dan -15 setelah pembuahan sel telur. Minggu ke-8
risiko kanker dengan menggunakan model relatif (multiplikatif), sampai dengan ke-15 adalah saat pertumbuhan jaringan otak
risiko kanker radiasi diasumsikan meningkat secara proporsional besar, sel-sel glial dan neuronal. Paparan radiasi pada masa
relatif terhadap risiko alamiah. Dengan model tersebut, didapatkan sensitif tersebut dapat menurunkan IQ 20 - 25 poin per sievert.
bahwa besar risiko kanker fatal oleh karena radiasi adalah seki- Retardasi mental dengan risiko lebih rendah juga terjadi pada
tar 5% per sievert. Preston dan Pierce(2) mengatakan, kelompok janin yang terkena radiasi pada usia kehamilan antara 16 - 25
anak usia 0-9 tahun yang terkena dosis radiasi 1 Sv ternyata lima minggu, dengan dosis ambang sekitar 700 mSv. Radiasi sebelum
kali lebih sensitif terhadap leukaemia daripada kelompok usia minggu ke-8 dan setelah minggu ke-25 tidak mengakibatkan
35 - 49 tahun. Satu tim ilmuwan internasional yang meneliti retandasi mental.
efek medik kecelakaan PLTN Chernobyl melaporkan adanya
peningkatan kasus kanker tiroid pada anak-anak Belarus (Rusia) KESIMPULAN
secara tajam akhir-akhir ini, lebih besar dari yang diperkirakan Dari uraian di atas terlihat bahwa radiasi pengion dosis
semula. rendah, selalu berpeluang menimbulkan risiko kanker dan cacat
Coggle J.A.(3) menggambarkan keadaan di Inggris. Dari genetik. Sedangkan efek retardasi mental tidak terjadi oleh
160000 kanker fatal yang terjadi tiap tahun di Inggris : 3% radiasi dosis rendah. Data inilah yang nampaknya menjadi alas-
disebabkan oleh radiasi alam, 0,3% akibat aplikasi radiasi dalam an ICRP(1) menurunkan nilai batas dosis yang barn untuk pekerja
kedokteran, dan sekitar 0,3% karena industri nuklir, jatuhan radiasi yaitu dari 50 mSv/tahun menjadi 20 mSv/tahun dan
radioaktif, dan buangan limbah radioaktif. untuk masyarakat tersebut tidak termasuk radiasi alam yang
sudah pasti harus diterima oleh setiap orang.
CACAT GENETIK YANG DIWARISKAN
Risiko radiasi lainnya adalah efek genetik yang dapat di- KEPUSTAKAAN
wariskan kepada keturunan. Evaluasi risiko genetik dilakukan
1. International Commission on Radiological Protection (ICRP), Recommen-
dengan ekstrapolasi dari hasil-hasil percobaan pada binatang. dations of the ICRP. Publication 60; 1990.
Walaupun cara ini masih sering diperdebatkan, tetapi yang jelas 2. Preston DL Pierce DA. The Effect of Changes in Dosimetry of Cancer
frekuensi mutasi genetik meningkat dengan kenaikan dosis. Ha- Mortality Risk Estimates in Atomic Bomb Survivors. Radiat. Res. 1988; 114.
sil studi in vitro dan in vivo dengan tikus, kera dan lalat(4), menun- 3. CoggleJE. Protection Dosimetry Vol. 30 No. 1, Nuclear Technology Publish-
ing 1990.
jukkan mutasi genetik meningkat secara linier dalam rentang 4. United Nations Scientific Committe on the Effects of Ionizing Radiation
dosis antara 1 - 100 mSv. (UNSCEAR), Genetic and Somatic Effects of Ionizing Radiation.Annex B:
Menurut laporan UNSCEAR(5) total cacat genetik serius Dose-Response Relationships for Radiation Induced Cancer, United Nations
pada anak-anak yang barn lahir di seluruh dunia sekitan 10.000 1986.
5. United Nations Scientific Committe on the Effects of Ionizing Radiation
kasus per satu juta kelahiran. Berdasarkan estimasi UNSCEAR, (UNSCEAR), Sources, Effects and Risks of Ionizing Radiation. Annex E.
radiasi kronis 10 mSv dapat menimbulkan cacat serius antara 17 Genetic hazards,Annex F. Radiation Carcinogenesis in Man, United Nations,
- 65 kasus per satu juga kelahiran. Kalau angka tersebut di- 1988.
proyeksikan secara linier, maka radiasi alam yang sekitar 2,0 6. International Commission on Radiological Protection (ICRP), Recommen-
dations of the ICRP, Publication 49, 1986.
mSv/tahun berpeluang menimbulkan cacat serius antara 3 - 13
Pengalaman Praktek

PENGALAMAN DENGAN PASIEN ANAK


Sebagai seorang dokter wanita adalah wajar bila dekat dan menyukai anak-anak.
Oleh sebab itu bila anak-anak datang atau berobat Ice tempat praktek, saya beri kebebas-
an untuk bertanya, pegang ini dan itu, coba ini dan itu, asalkan tidak merusak. Kadang-
kala orangtua anak-anak tersebut yang khawatir dan merasa malu karena kenakalan
anaknya, sedangkan doktemya sendiri tetap tenang karena tnenyukai anak-anak yang
agak nakal dan biasanya memang keingin-tahuannya besar, kreatif dan kritis.
Rupanya hubungan yang baik dengan mereka membuahkan basil yang besar kepada
saya. Misalnya bila mereka sakit, hanya mau berobat ke tempat saya, bahkan keluarga-
nya (orang tua atau kakak-adik dsb) bila sakit disuruh berobat ke saya.
Seorang anak kolektor lukisan sempat membuat saya "surprise" karena "menembak"
papanya untuk memberikan sebuah lukisan untuk diletakkan di ruang praktek saya.
Ada seorang anak dengan bangga berkata : "Kiki habis pacaran sama dokter". Setelah
saya tanyakan apa sih arti pacaran, ia menjawab sambil tertawa : "ngobrol sama dokter".
Kadangkala mereka melapor kejadian atau perselisihan orang tua mereka, ketidak-
adilan sikap dan tindakan mereka, bahkan memberi pendapat yang mengejutkan yang
kits anggap di luar jangkauan pemikirannya.
Yang paling menggembirakan adalah bila saya dapat mengurangi dan memperbaiki
"pemberontakannya" dan kenakalannya yang menjadi keluhan orang tua mereka.
Begitulah dunia anak-anak, sangat menarik, polos, dinamis yang perlu diperhatikan
dan dimengerti.

Emiliana Tjitra
Jakarta
ABSTRAK
ANTI IMPOTENSI glukosa yang dilakukan atas 1030 orang dur, yaitu 177 pasien menjalani CABG
Fentolamin yang mula-mula dikem- di Brazil menunjukkan bahwa kadar dan 182 pasien menjalani PTCA. Di
bangkan sebagai antihipertensi, saat ini rata-rata glukosa 2 jam postprandial kelompok CABG, pembuluh darah yang
sedang diselidiki manfaatnya sebagai 1,03 mmol/l lebih rendah pada kelom- digraft rata-rata sebanyak 2,2 ± 0,6, se-
anti impotensi. pok yang diambil darahnya pada suhu dangkan di kelompok PTCA rata-rata
Pada studi klinis yang dilakukan di ruangan 5-14°C bila dibandingkan 1,9 ± 0,5 pembuluh darah didilatasi.
AS dan Denmark diperoleh hasil positif dengan basil kelompok yang diambil Pasien CABG tinggal di rumah sakit
pada 30–40% kasus, dibandingkan de- darahnya pada suhu ruangan 25-31°C lebih lama (rata-rata 19 hari) dibanding-
ngan 15–20% pada kelompok plasebo. (p < 0,001). kan dengan pasien PTCA (rata-rata 5
Respons yang kurang memuaskan ter- Penemuan ini menunjukkan perlunya hari); abnormalitas Q wave lebih sering
utama ditemukan di kalangan usia lanjut mempertimbangkan adanya standardis- dialami kelompok CABG (8,1%) diban-
dan pada pasien dengan kelainan arte- asi suhu ruangan pada saat pengambilan dingkan dengan di kelompok PTCA
rial. darah untuk pemeriksaan. (2,3% -p = 0,022), sedangkan kematian
Drug News 1994; 3(41): 5-6 Lancet 1994; 344: 1054-55 di rumah sakit adalah sebesar 2,5% di
brw brw kelompok CABG dan 1,1% di kelom-
pok PTCA.
Saat dipulangkan, 93% pasien ke-
PERAWAT MENULIS RESEP lompok CABG bebas dari angina, di-
MENURUNKAN TEKANAN IN-
Di Inggris sedang dilakukan proyek bandingkan dengan 82% pasien di
TRAKRANIAL
percobaan yang bertujuan untuk me- kelompok PTCA (p=0,005); dan setelah
Sulfentanil - suatu turunan opioid -
nilai kemungkinan penulisan resep un- satu tahun, 74%pasien kelompok CABG
ternyata dapat menurunkan tekanan
tuk obat-obat tertentu oleh perawat. dan 71% pasien kelompok PTCA tetap
intrakranial pada pasien trauma kepala.
Perawat yang berhak menulis resep bebas angina. Pengobatan anti angina
Sepuluh pasien trauma kepala diberi
ialah mereka yang bekerja di daerah; tidak diperlukan lagi pada 22% pasien
sulfentanil 2 ug/kg.bb. iv dilanjutkan
untuk itu telah disusun daftar yang ter- kelompok CABG dan pada 12% pasien
dengan infus sulfentanil 150 ug/jam dan
diri dari 230 macam obat yang boleh kelompok PICA (p=0,041).
midazolam 9 mg/jam selama 48 jam.
diresepkan. Dalam satu tahun, 44% pasien ke-
Penurunan tekanan intrakranial (ICP)
Hal serupa juga tengah dijalankan di lompok PTCA memerlukan tindakan
diamati dalam 15 menit setelah pembe-
Swedia, tetapi mendapat tantangan dari lanjutan (PTCA ulangan pada 23%,
rian dan menetap, dari rata-rata 16,1 ±
sementara dokter, terutama sehubungan CABG pada 18% dan keduanya pada
1,7 mmHg menjadi rata-rata 10,8 ± 1,3
dengan kemampuan para perawat ter- 3% pasien), sedangkan di kelompok
mmHg (p < 0,05). Hal ini disertai pula
sebut dalam menentukan diagnosis; ka- CABG hanya 6% (5% PTCA dan 1%
dengan penurunan tekanan arteriil rata-
rena diagnosis yang keliru akan me- CABG ulangan) (p < 0,001).
rata (MAP) dari 85,5 ± 3,9 mmHg men-
nyebabkan penulisan resep yang keliru Agaknya pasien yang menjalani
jadi 80,2 ± 4,2 mmHg (p < 0,05)
pula. PTCA cenderung lebih sering memer-
Penurunan tekanan arteriil rata-rata Lancet 1994; 344: 1077
juga menguntungkan karena dengan brw lukan tindakan lanjutan dan obat anti
demikian tekanan perfusi serebral (CPP) angina, sedangkan tindakan CABG lebih
tetap stabil. CABG vs. PTCA (1) berisiko infark miokard.
N. Engl. J. Med. 1994; 331: 1037-43
Br. J. Clin. Pharmacol. 1994; 38: 369-72 Suatu penelitian multisenter telah
hk
brw dilakukan di Jerman untuk memban-
dingkan efektivitas CABG (coronary CABG vs. PICA (2)
PENGARUH SUHU KAMAR TER- artery bypass grafting) dengan PTCA Sementara itu penelitian serupa di-
HADAP KADAR GLUKOSA DA- (percutaneus transluminal coronary lakukan di Inggris.
RAH angioplasty) sebagai usaha revaskulari- Dari 5118 pasien yang diperiksa, 842
Hasil tes toleransi glukosa ternyata sasi pasien jantung koroner. (16,5%) memenuhi syarat; 392 (7,7%)
dipengaruhi oleh suhu ruangan. Di antara 898 pasien yang diperiksa bersedia untuk ikut dalam penelitian -
Analisis atas basil tes toleransi di 8 klinik, 359 pasien menjalani prose- 194 pasien menjalani CABG dan 198
ABSTRAK
pasien menjalani PTCA. pok valvulopati dan 57% dari kelompok masuk rumahsakit pertama kali ialah
Primary end point (terjadinya kema- bedah bebas gejala. 70,6 tahun pada atlit endurance, 58;2
tian, Q-wave myocardial infarct atau N. Engl. J. Med. 1994; 331: 961-7 tahun pada atlit mixed sports, 61,9 tahun
lesi iskemik luas yang dideteksi melalui hk pada atlit power sports dan 66,2 tahun
thallium scan) terjadi pada 27,3% pasien pada kontrol.
kelompok CABG dan pada 28,8% pasien BERHENTI MEROKOK Data ini menunjukkan bahwa para
kelompok PTCA (p=0,73). Analisis atas 28 percobaan meng- atlit berisiko lebih tinggi untuk me-
Setelah 3 tahun, pasien kelompok gunakan permen nikotin 2 mg., 6 per- merlukan perawatan rumahsakit akibat
CABG yang memerlukan CABG ulang- cobaan menggunakan permen nikotin osteoartritis, terutama di kalangan atlit
an (1%) atau PTCA (13%) secara nyata 4 mg. dan 6 percobaan menggunakan mixed dan power sports.
lebih rendah daripada pasien kelompok nicotine patch menunjukkan bahwa Endurance sports meliputi lari jarak
PTCA (22% dan 41%; p <0,001). Selain permen nikotin efektif menghentikan jauh dan cross country; mixed sports
itu keluhan angina juga lebih sering merokok pada 6% peserta percobaan meliputi sepakbola, hoki es, basket dan
ditemukan di kalangan pasien PTCA (11% padapeserta sukareladan 3% pada atletik; powersports meliputi tinju, gulat,
(20%) dibandingkan dengan di kelom- peserta yang diminta ikut); keberhasil- angkat besi dan atletik cabang lempar.
pok CABG (12%). an ini tergantung dari derajat ketergan- BMJ 1994; 308: 231–4
N. Engl. J. Med. 1994; 331: 1044–50 tungan. brw
hk Permen nikotin 4 mg. efektif pada
sepertiga perokok berat, sedangkan NORPLANT UNTUK KONTRA-
TERAPI STENOSIS MITRAL nicotine patch efektif pada 9% peserta; SEPSI REMAJA
Kasus-kasus stenosis mitral akibat keberhasilannya tidak terlalu dipenga- Studi di Amerika Serikat menunjuk-
rheuma dapat diperbaiki melalui per- ruhi oleh derajat ketergantungan. kan bahwa penggunaan Norplant di
cutaneous balloon mitral valvuloplasty Secara keseluruhan, program nico- kalangan remajapost partum merupakan
atau dengan open surgical commissuro- tine replacement efektif pada ± 15% cara yang lebih baik daripada pengguna-
tomy. perokok yang ingin berhenti merokok. an pil.
Untuk membandingkan efektivitas- BMJ 1994; 308: 21–6 Sejumlah 48 remaja (usia rata-rata
nya, di Hyederabad, India, masing- brw 16,7 tahun) postpartum memilih
masiRg 30 pasien menjalani salah satu Norplant dan 50 remaja (usia rata-rata
prosedur tersebut, kemudian dinilai AKTIVITAS DAN OSTEOARTRI- 16,2 tahun) memilih pi!. Selama follow-
melalui kateterisasi jantung setelah 1 TIS up, tidak ada perbedaan dalam hal kun-
minggu, 6 bulan dan 3 tahun. Peneliti di Finlandia membanding- jungan klinik ataupun kejadian penyakit
Daerah katup mitral membaik dari kan kejadian osteoartritis sendi pang- akibat hubungan seksual (42% vs. 36%),
rata-rata 0,9±0,3 cm2 menjadi 2,1 ± 0,6 gul, sendi lutut dan pergelangan kaki aktivitas seksual maupun penggunaan
cm2(p<0,01) di kelompok valvuloplasti yang memerlukan perawatan rumah- kondom.
dan dari rata-rata 0,9 ± 0,3 cm2 menjadi sakit, antara 2049 atlit internasional Sejumlah 95% pengguna Norplant
2.0 ± 0,6 cm2 (p < 0,001) di kelompok pria dengan 1403 pria kontrol yang masih tetap menggunakannya selama
bedah. dinyatakan sehat pada usia 20 tahun. follow-up (rata-rata selama 15 bulan)
Restenosis terjadi pada 3 pasien ke- Data selama 20 tahun (1970–1990) dibandingkan dengan hanya 33% di
lompok valvuloplasti dan pada 4 pasien menunjukkan bahwa para atlit lebih kalangan pengguna pil (p ≤ 0,001).
kelompok bedah. Satu pasien dari ke- sering memerlukan perawatan rumah- Kehamilan dalam jangka waktu 1 tahun
lompok valvuloplasti meninggal akibat sakit akibat osteoartritis dibanding- dijumpai pada 19 orang pengguna pil
stroke setelah 2,5 tahun, empat pasien kan dengan kontrol, baik pada atlit dan hanya seorang pada pengguna
lain dari kelompok yang sama mende- endurance (odds ratio: 1,73, 95%CI: Norplant (p ≤0,001).
rita residual atrial septa/ defect. Tiga 0,99-3,01, p = 0,063), pada atlit mixed N. Engl. J. Med. 1994; 331: 1201–6
pasien (dua dari kelompok valvuloplasti sports (odds ratio: 1,90, 95%CI: 1,24– hk
dan satu dari kelompok bedah) dinilai 2,92, p = 0,003), maupun pada para atlit
menderita regurgitasi mitral berat. power sports (odds ratio: 2,17, 95%CI:
Setelah tiga tahun, 72% dari kelom- 1,41-3,32, p = 0,0003). Rata-rata usia
Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Virus AIDS terutama menyerang: AIDS:
a) Sd T-helper a) Pantang berkala
b) Sel T-killer b) Kondom
c) Se! B limfosit c) IUD
d) Sel mast d) Pil
e) Semua diserang e) Semua tidak efektif
2. L Tes penyaring AIDS menggunakan metode: 6. Bakteri anaerob yang paling sering ditemukan di alat
a) ELISA genital wanita:
b) Western blot a) Bakteroi
c) Radioimmunoassay b) Kandida
d) Imunofluoresensi c) Streptokokus
e) Semua digunakan d) Stafilokokus
3. Tes konfirmasi AIDS menggunakan metode: e) Trikomonas
a) ELISA 7. Penebalan saraf yang dapat diraba untuk menegakkan
b) Western blot diagnosis lepra ialah di:
c) Radioimmunoassay a) n. ulnaris
d) Imunofluoresensi b) n. aurikularis magnus
e) Semua digunakan c) n. peroneus
4. Infeksi yang banyak dikaitkan dengan AIDS disebabkan d) Semua salah
oleh: e) Semua benar
a) Stafilokokus 8. Pengobatan lepra menggunakan:
b) Streptokokus a) DDS
c) Pneumokokus b) Etionamid
d) Kriptokokus c) Kiofazimin
e) Meningokokus d) Rifampisin
5. Cara køntrasepsi yang juga efektif mencegah penularan e) Semua benar

8. E 4. D
7. E 3. B
6. A 2. A
5. B 1. A JAWABAN RPPIK :

Anda mungkin juga menyukai