Anda di halaman 1dari 3

PENATALAKSANAAN KISTA BARTHOLINI BERULANG PADA PASIEN WANITA 55 TAHUN

Dibuat oleh: Aci Indah Kusumawardani,Modifikasi terakhir pada Tue 24 of May, 2011 [23:02] Abstrak Kelenjar Bartholini merupakan homolog dari kelenjar bulbourethralis pada pria (kelenjar Cowper), tetapi terletak superfisial membrana perineal (dibanding kelenjar Cowper yang terletak profundal membrana perineal). Tiap kelenjar tertutup sebagian oleh jaringan erektil dari bulbus dan mengalirkan isinya ke dalam saluran sepanjang 2 cm menuju orifisium vaginalis di kanan kiri hymen. Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae. Selain itu dapat disebabkan kuman Streptococcus dan Escherichia coli. Gejalanya berupa gejala umum jika kita terinfeksi kuman, seperti badan terasa pegal atau merasa tidak enak badan sampai demam. Sedangkan gejala lokal berupa pembengkakan pada vagina bagian bawah kiri atau kanan, kemerahan dan nyeri jika diraba. Keluhan pasien umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat terjadi berulang, akhirnya menahun dalam bentuk kista bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tanda-tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Pada wanita usia 40 thn keatas, adanya benjolan harus dicurigai sebagai suatu keganasan meskipun kasusnya jarang ditemui, kemudian dilakukan pemeriksaan yang seharusnya. Yang tepat adalah biopsi. Diberikan antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi. Kata kunci : kista Bartholini, marsupialisasi

Kasus Seorang wanita, 55 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan terdapat benjolan pada alat kemaluan (bibir kemaluan) sejak 1 tahun yang lalu. Pada awalnya benjolan sebesar telur puyuh, lambat laun benjolan menjadi sebesar telur ayam. Semenjak 3 hari ini benjolan dirasakan nyeri dan panas, serta keluar cairan dari benjolan tersebut. Menurut pengakuannya benjolan di kemaluan pasien sudah tiga kali timbul di tempat yang sama. Benjolan yang pertama dan kedua pecah sendiri saat benjolan sebesar telur puyuh. Dari benjolan-benjolan itu keluar cairan warna kecoklatan dan agak berbau. Sedangkan benjolan yang ketiga sudah dua bulan ini tidak pecah

dan malah bertambah besar hingga sebesar telur ayam. Dan sudah tiga hari ini benjolan terasa panas dan nyeri. Dari pemeriksaan fisik tampak keadaan umum dan tanda vital baik. Pada genitalia eksterna tidak terdapat edema, fluor (+), terdapat benjolan sebesar telur ayam di labia minora dextra, konsistensi kenyal, fluktuasi (+), nyeri tekan (+), mobilitas (-), hiperemis.

Diagnosis Kista Bartholini

Terapi - Rencana marsupialisasi - Amoxicillin 3x500 mg - Asam mefenamat 3x500 mg

Diskusi Peradangan mendadak glandula Bartholini biasanya disebabkan oleh Neisseria gonorrhoe, dapat oleh bakteri lain, misalnya streptococcus atau Escherichia coli. Biasanya penderita segera pergi ke dokter karena rasa nyeri mendorongnya, sehingga penyakitnya segera diobati. Lain halnya dengan peradangan menahun dan kista Bartholin yang kecil. Ada kalanya bartholinitis menjadi abses karena saluran kelenjar tertutup dan berlangsung proses pernanahan di dalam kelenjar. Yang belum tenang diobati lebih dahulu dengan obat-obat sulfa, seperti sulfadiazin dan elkosin, yang sudah tenang diinsisi atau kelenjar yang mengandung nanah diangkat seluruhnya (marsupialisasi). Kista Bartholini biasanya kecil, antara ukuran ibu jari dan bola pingpong, tidak terasa nyeri dan tidak mengganggu koitus, bahkan kadang-kadang tidak disadari oleh penderita. Tetapi ada pula yang sebesar telur ayam. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada pasien ini, dapat diketahui terdapat benjolan pada kelenjar bartholini yang disertai dengan rasa nyeri dan panas, serta keluar caitan dari benjolan tersebut. Sebelumnya benjolan di kemaluan pasien tersebut sudah tiga kali timbul di tempat yang sama. Benjolan yang pertama dan kedua pecah sendiri saat benjolan sebesar telur puyuh dan dari benjolan-benjolan itu keluar cairan warna kecoklatan dan agak berbau.

Sedangkan benjolan yang ketiga sudah dua bulan ini tidak pecah dan malah bertambah besar hingga sebesar telur ayam. Sehingga dapat ditegakkan diagnosis kista bartholini, karena benjolan yang timbul pada kemaluan pasien tersebut bersifat rekurens (berulang). Karena pasien ini sudah pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya, maka terapi yang dilakukan adalah dengan marsupialisasi, karena infeksi rekurens dapat dicegah sekitar 10%. Selain itu juga diberikan antibiotik amoxicillin 3x500 mg, dan asam mefenamat 3x500 mg.

Kesimpulan Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae. Selain itu dapat disebabkan kuman Streptococcus dan Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tanda-tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi.

Referensi 1. Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul. 2. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

3. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga. 4. Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai