Anda di halaman 1dari 24

DIARE AKUT

BATASAN Buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya, > 3 kali per hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu ETIOLOGI Infeksi

: Bakteri : E. coli , Shigela, Salmonela, Vibrio, Yersinia, Campylobacter Virus : Rotavirus, Norwalk virus , Adenovirus Parasit : Ameba, Giardia lamblia, Kriptosporidium Alergi : Protein air susu sapi Intoleransi : Karbohidrat Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, protein Keracunan makanan Zat kimia beracun Toksin mikroorganisme : Clostridium perfringens, Stafilokokus Imunodefisiensi

KRITERIA DIAGNOSIS BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekuensi > 3 x/hari Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif) Muntah +/-, nyeri perut, panas Pemeriksaan fisis Tanda dan gejala dehidrasi (-) atau Tanda dan dehidrasi ringan-sedang atau Tanda dan gejala dehidrasi berat dengan/tanpa syok (renjatan) Dapat disertai atau tidak tanda dan gejala gangguan keseimbangan dan/atau gangguan keseimbangan asam basa Laboratorium Feses : Dapat disertai darah/lendir pH asam/basa Clinitest dapat +/Leukosit > 5 /LPB (birumetilen) invasif Biakan dan tes sensitivitas untuk etiologi bakteri/terapi ELISA (bila memungkinkan, untuk etiologi virus) Darah : Dapat terjadi gangguan elektrolit dan atau gangguan asam basa PEMERIKSAAN PENUNJANG Feses Darah : Elektrolit

elektrolit +/-

CARA MENILAI DERAJAT DEHIDRASI Tabel 27. Cara Menilai Derajat Dehidrasi
PENILAIAN
Lihat : Keadaan umum Mata

A
Baik, sadar Normal Ada

B
* Gelisah, rewel Cekung Tidak ada *

C
Lesu, lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Tidak ada

Air mata Mulut dan lidah Rasa haus 2. Periksa turgor kulit 3. Derajat dehidrasi

Basah Minum biasa, tidak haus Kembali cepat TANPA DEHIDRASI

Kering * Haus, ingin minum banyak * Kembali lambat DEHIDRASI RINGAN/ SEDANG Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain Rencana Terapi B

Sangat kering Malas minum atau tidak bisa minum

* Kembali sangat lambat DEHIDRASI BERAT Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain Rencana Terapi C

4. Terapi

Rencana Terapi A

PENYULIT Dehidrasi Gangguan keseimbangan asam-basa Gangguan keseimbangan elektrolit Gangguan sirkulasi Gagal ginjal akut Hipoglikemia Gangguan gizi TERAPI Kausal Antibiotik hanya untuk Diare invasif : Kotrimoksazol 50 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis selama 5 hari Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 4 dosis selama 2-3 hari Ameba, Giardia, Kriptosporidium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB /hari, dibagi 3 dosis selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat) Anti diare tidak diberikan Diet Sesuai dengan penyebab diare Intoleransi karbohidrat susu rendah sampai bebas laktosa Alergi protein susu sapi susu kedelai Malabsorbsi lemak susu yang mengandung medium chain trigliceride (MCT) Apabila dengan terapi dietetik diatas tidak ada respons, gunakan susu protein hidrolisat Penyulit Dehidrasi Tanpa dehidrasi : Rencana Terapi A (Tabel 28) Dehidrasi ringansedang : Rencana Terapi B (Tabel 29) Dehidrasi berat : Rencana Terapi C (Tabel 30) Gangguan elektrolit Hiponatremia (lihat bab hiponatremia) Hipernatremia (lihat bab hipernatremia) Hipokalemia (lihat bab hipokalemia) Hiperkalemia (lihat bab hiperkalemia) Gangguan keseimbangan asam-basa Asidosis metabolik Apabila kadar bikarbonat < 22 mEq/l dan kadar base excess (BE) tidak diketahui larutan bikarbonat 8,4% (1 mEq = 1 ml) atau 7,5% ( 0,9 mEq = 1ml ) sebanyak 2-4 mEq/kgBB Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0,3 2

Alkalosis metabolik Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0,9%, 10-20 ml/kgBB dalam 1 jam. Bila telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0,45% NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A) 40-80 ml/kgBB + KCl 38 mEq/l dalam 8 jam

Tabel 28. Rencana Terapi A


RENCANA TERAPI A UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJAR IBU Teruskan mengobati anak di rumah Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

MENERANGKAN TIGA CARA TERAPI DIARE DI RUMAH 1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK MENCEGAH DEHIDRASI Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti, seperti larutan oralit, makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak di bawah (Catatan jika anak berumur kurang dari 6 bl dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan yang cair) Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah sebagai penuntun Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti 2. BERIKAN ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI Teruskan ASI Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bl dan belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang diencerkan dengan air yang sebanding selama 2 hari. Bila anak 6 bl atau lebih atau telah mendapat makanan padat Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambahkan kalium Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu 3. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SBB. Buang air besar cair sering sekali Makan atau minum sedikit Muntah berulang-ulang Demam Sangat haus Tinja berdarah

JIKA ANAK AKAN DIBERI LARUTAN ORALIT DI RUMAH, TUNJUKKAN KEPADA IBU JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN SETIAP HABIS BUANG AIR BESAR DAN BERIKAN ORALIT YANG CUKUP UNTUK 2 HARI UMUR (th) Jumlah Oralit yang Diberikan Tiap BAB (ml) Jumlah Oralit yang Disediakan di Rumah (ml/hari)

<1 1-4 >5 Dewasa

50-100 100-200 200-300 300-400

400 (2 bungkus) 600-800 (3-4 bungkus) 800-1000 (4-5 bungkus) 1200-2800

TUNJUKKAN KEPADA IBU CARA MENCAMPUR ORALIT TUNJUKKAN KEPADA IBU CARA MENCAMPUR ORALIT Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit utuk anak di bawah umur 2 th Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih sedikit (misalnya sesendok setiap 1-2 menit) Bila diare berlanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit Jenis oralit : Formula WHO Resomal Komposisi Formula WHO (200 ml) Na Klorida (garam) : 0,7 Glukosa : 4 atau Sukrosa (gula biasa) : 8 Trisodium citrate, dihidrat : 0,51 atau Na bikarbonat : 0,5 K klorida : 0,3

g g g g g g

Tabel 29. Rencana Terapi B


RENCANA TERAPI B UNTUK TERAPI DEHIDRASI

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan BERAT BADAN penderita (kg) dengan 75 ml Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan oralit paling sesuai tabel di bawah ini

Umur (th) Jumlah Oralit (ml)


<1 300

1-5 600

>5 1200

Dewasa 2400

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah Dorong ibu untuk meneruskan ASI Untuk bayi di bawah 6 bl yang tidak mendapat ASI berikan juga 100200 ml air masak selama masa ini

AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan Tunjukkan cara memberikannya sesendok teh tiap 12 menit untuk anak di bawah 2 th, beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih lambat, misalnya sesendok tiap 23 menit Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakkan telah hilang SETELAH 34 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B tetapi tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana terapi A Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana Terapi A Tunjukkan cara menyiapkan oralit Jelaskan 3 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti Memberi makan anak Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu

Tabel 30. Rencana Terapi C RENCANA TERAPI C


Ikuti arah anak panah. Jika jawaban dari pertanyaan YA, teruskan ke kanan. Bila TIDAK, teruskan ke bawah Dapatkah Saudara memberikan cairan i.v.? YA Mulai diberi cairan i.v. segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan i.v. dimulai. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat (atau cairan normal Salin bila RL tidak tersedia), dibagi sbb. Umur (th) Pemberian I Kemudian

Penyuluhan Pencegahan diare Pemberian ASI Memperbaiki cara penyapihan Menggunakan air bersih Mencuci tangan dengan sabun/air mengalir Menggunakan jamban tertutup Membuang tinja bayi secara baik dan benar Imunisasi campak Pencegahan dehidrasi Bagaimana mencampur oralit Bagaimana memberikan oralit

Cairan rumah tangga yang lain Meneruskan pemberian ASI Pemberian makanan sebelum dan sesudah diare Kapan harus kembali Tanda dehidrasi PROGNOSIS Baik PENCEGAHAN Air minum yang bersih dari sumur/sumber air yang terjaga kebersihannya dan dimasak Pengolahan makanan yang dimasak dengan baik, untuk menghindari kontaminasi Cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan Gunakan jamban untuk anak kecil atau yang sakit, buang cepat tinja dengan cara memasukkannya kedalam jamban atau menguburkan Berikan hanya ASI selama 4-6 bl pertama, teruskan pemberian ASI paling sedikit untuk 1 th pertama Berikan makanan sapihan yang bersih dan bergizi mulai umur 4-6 bl Anak yang berumur > 9 bl yang tidak menderita campak imunisasi campak DAFTAR PUSTAKA DEPKES RI. Modul pelatihan pemberantasan penyakit diare bagi supervisor. Tatalaksana penderita diare. Jakarta, 1994. Harris F. Paediatric fluid therapy. Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1972;9-21. WHO. Program for control of diarrhea disease supervisory skills-treatment of diarrhoeal, 1987. Winters RW. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2. Boston: Little Brown & Co, 1982;5764.

HIPONATREMIA

BATASAN Keadaan kadar Na darah < 130 mEq/L KLASIFIKASI lihat tabel 31 ETIOLOGI KRITERIA DIAGNOSIS Manifestasi klinis sangat bervariasi Apabila kadar Na darah < 120 mEq/L, akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya seperti apati, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, sakit kepala, gangguan kesadaran, kejang dan koma Tonus otot umumnya normal, kadang-kadang terjadi kejang otot lurik, kelemahan otot, ginjal akan mengeksresikan urin yang lebih encer (dilusi) PENYULIT Akibat edema serebri akut koma dan kematian 50% Sekuele : Tergantung dari beratnya hiponatremia TERAPI Tergantung dari lama/beratnya hiponatremia serta penyakit yang mendasarinya (underlying disease)

Pada umumnya bila terdapat gejala pada SSP atau kadar Na < 120 mEq/L larutan NaCl hipertonis, misalnya : 3% (513 mEq/L) ; 5% (855 mEq/L) Untuk mencapai kadar Na yang aman (125 mEq/L), maka Na yang dibutuhkan menurut rumus sbb. mEq Na = 125 Na darah x 0,6 x BB (kg) Larutan diberikan dalam 4 jam selanjutnya cairan yang diberikan sesuai dengan keadaan hiponatremia Hipovolemik : Larutan isotonik sesuai kebutuhan Euvolemik : Umumnya perlu pembatasan cairan Hipervolemik : Perlu restriksi cairan dan garam PROGNOSIS Bila disertai gejala SSP angka kematian + 50%

Tabel 31. Klasifikasi, Diagnosis dan Penatalaksanaan Hiponatremia


Pseudohiponatremia Isotonik Hipovolemik Kehilangan melalui ginjal 1. Diuretikum >> 2. Diuresis osmotik 3. Salt-wasting nephropathy 4. Insufisiensi adrenal 5. ATR proksimal 6. Alkalosis metabolik 7. Pseudohipo aldosteronism Kehilangan di luar ginjal 1. Gastrointestinal Muntah Diare Fistula Keringat 2. Rongga ketiga (third space) Pankreatitis Luka bakar Trauma otot Peritonitis Efusi Asites
U

Hiponatremia Hipotonik Euvolemik 1. Peningkatan ADH SIADH obat-obatan, nyeri 2. Reset osmostat 3. Defisiensi glukokortikoid 4. Hipotiroidism 5. Keracunan air 6. Terapi i.v. 7. Tap water Enema 8. Minum (psikogenik)

Hiponatremia Hipertonik Hipervolemik Keadaan edema 1. Gagal jantung 2. Sirosis 3. Sindroma nefrotik Gagal ginjal 1. Akut 2. Kronik

na > 20 mEq/l

na < 20 mEq/l

na > 20 mEq/l

na < 20 mEq/l

na > 40 mEq/l

Larutan garam

Larutan garam

Pembatasan cairan

Pembatasan

Pembatasan cairan

Keterangan :

ATR : Asidosis tubular renal ADH : Anti diuretic hormon SIADH : Syndrome of inappropriate secretion of ADH (Dikutip dari Berry dan Belsha, 1990)

DAFTAR PUSTAKA Berry PL, Belsha CW. Hyponatremia. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am 1990;37:351-64. Lustig JV. Fluid and electrolyte therapy. Dalam: Hay WW, Groothuis JR, Hayward AR, Levin MJ, penyunting. Current pediatric diagnosis and treatment; edisi ke-12. Connecticut: Appleton & Lange, 1995;1178-89.

Robson AM . Pathophysiology of body fluid. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB Saunders Co, 1992; 179-84. Winters RW. Disorder of potassium metabolism. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2. Boston: Little, Brown & Co, 1982;57-64.

HIPERNATREMIA

BATASAN Keadaan apabila kadar Na darah > 150 mEq/L ETIOLOGI Masukan cairan yang tidak adekuat Konsentrasi garam dalam darah yang tinggi Kehilangan cairan ekstra renal Kegagalan sistem osmolaritas dan kehilangan cairan secara simultan (tetapi yang akan ditinjau disini hanyalah yang disebabkan karena diare) KRITERIA DIAGNOSIS Dapat disertai diare Mendapat cairan rehidrasi oral yang mengandung Na tinggi, atau tidak mendapat cukup cairan Mendapat obat tertentu yang menyebabkan kehilangan cairan hipotonis, misalnya laktulosa Menderita penyakit ginjal kongenital, misalnya disfungsi tubuler, displasia renal Rewel Dapat disertai panas badan Iritabel, high pitched cry bila dehidrasi berat tonus otot meningkat, akan terjadi koma dan kejang Pemeriksaan fisis : Pada keadaan dehidrasi ringan sukar dibedakan dari hiponatremia tetapi apabila keadaan dehidrasi berat turgor kulit seperti karet Kadar Na > 150 mEq/L PENYULIT Kerusakan SSP Perdarahan intra serebral Retardasi mental Kematian TERAPI Bila dehidrasi berat disertai syok/presyok NaCl 0,9% atau Ringer laktat atau Albumin 5% Setelah syok teratasi larutan yang mengandung Na : 75-80 mEq/L, misalnya NaCldekstrosa (2A) atau DG half strength sampai ada diuresis berikan K 40 mEq/L Apabila ada hipokalsemia Ca glukonat sesuai kebutuhan Jumlah cairan

Defisit cairan dikoreksi dalam 2 x 24 jam :

Hari ke-1 : 50% defisit + kebutuhan rumatan menurut rumus Holliday dan Segar BB : 0-10 kg 100 ml/kg BB 10-20 kg 1.000 ml + 50 ml/kgBB untuk setiap kg diatas 10 kg > 20 kg 1.500 ml + 20 ml/kgBB untuk setiap kg diatas 20 kg Hari ke-2 : 50% defisit + cairan rumatan seperti diatas Cairan oral Anak mau minum segera diberikan cairan oralit PROGNOSIS Bila Na > 160 mEq/L dapat menyebabkan kelainan SSP permanen kematian + 10% DAFTAR PUSTAKA Conley SB. Hypernatremia. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am 1990;37:365-72. Harris F. Hypertonic dehydration. Paediatric fluid therapy. Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1972;5564.

HIPOKALEMIA

BATASAN Keadaan apabila kadar K darah < 3,5 mEq/L ETIOLOGI Masukan cairan yang kurang dalam jangka waktu lama Peningkatan ekskresi renal seperti pada Penggunaan diuretik Kerusakan tubuler ginjal Ketidakseimbangan asam basa Gangguan endokrin : Cushing syndrome, aldosteronism primer, thyrotoxicosis, diabetic ketoacidosis Defisiensi Mg Ekstrarenal Gangguan saluran cerna (diare, muntah, fistula enterokutaneus) Pengeluaran keringat yang banyak KRITERIA DIAGNOSIS Terdapat kelemahan pada sistem otot skelet, serabut otot halus dan otot jantung. Kelemahan otot ini dimulai pada otot ekstremitas bawah sebelum berlanjut pada otot leher dan otot pernafasan. Ileus paralitik dan refleks dilatasi gaster terjadi karena kelemahan dari serabut otot halus Kadar K darah < 3,5 mEq/L Bila hipokalemia terjadi lama dapat gangguan ginjal yang hampir sama dengan gejala pielonefritis kronik EKG : Depresi gelombang T, depresi segmen ST, gelombang U PENYULIT Ileus paralitik

10

Takikardia ventrikular, fibrilasi TERAPI Bila kadar K darah < 2,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) larutan KCl 3,75% i.v. dengan dosis 3-5 mEq/kgBB, maksimal K 40 mEq/L Apabila kadar K 2,5-3,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), cukup diberikan K : 75 mg/kgBB/hari p.o. dibagi 3 dosis PROGNOSIS Bila K < 2,7 mEq/L sudah mulai terdapat kelainan pada EKG dan dapat terjadi fibrilasi pada kadar yang lebih rendah DAFTAR PUSTAKA Brem AS. Disorders of potassium homeostasis. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am 1990;37:419-37. Winters RW. Disorders of potassium metabolism. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2. Boston: Little, Brown & Co, 1982;57-64.

HIPERKALEMIA

BATASAN Keadaan apabila kadar K darah > 5,5 mEq/L ETIOLOGI Gagal ginjal kronik Insufisiensi adrenal Penggunaan diuretik hemat K Kerusakan jaringan (akibat trauma, operasi, luka bakar) Metabolik asidosis Penggunaan obat suksinilkolin dan digitalis KRITERIA DIAGNOSIS Gangguan neuromuskular Gejala parestesia kelemahan otot dan paralisis Kadar K darah > 5,5 mEq/L EKG : Gelombang T tinggi, interval PR memanjang, depresi segmen ST, kompleks QRS melebar PENYULIT Takikardia ventrikular Fibrilasi Henti jantung TERAPI Kadar K darah < 6 mEq/L Persiapan dan Cara Kayeksalat 1 g/kgBB p.o., dilarutkan dalam 2 ml/kgBB larutan sorbitol 70% Kayeksalat 1 g/kgBB enema, dilarutkan dalam 10 ml/kgBB lautan sorbitol 70% diberikan melalui kateter folley, diklem selama 30-60 menit NaHCO3 7,5%, dosis 3 mEq/kgBB secara i.v. atau 1 unit insulin/5 g glukosa

67 mEq/L

11

> 7 mEq/L

Ca glukonas 10%, dosis 0,1-0,5 ml/kgBB i.v., dengan kecepatan 2 ml/menit Dialisis

PROGNOSIS Buruk, bila kadar K darah > 9 mEq/L, karena sudah terjadi fibrilasi atau asistole DAFTAR PUSTAKA Brem AS. Disorders of potassium homeostasis. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am 1990;37:419-37. Winters RW. Disorders of potassium metabolism. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2. Boston: Little, Brown & Co, 1982;57-64.

PERDARAHAN SALURAN CERNA

BATASAN Perdarahan saluran cerna yang dapat berupa hematemesis (muntah darah), hematokezia (pengeluaran darah merah segar dari rektum) atau melena (buang air besar dengan tinja bercampur dengan darah merah tua, berwarna hitam) KLASIFIKASI Menurut tempat perdarahan Perdarahan saluran cerna atas Perdarahan saluran cerna bawah ETIOLOGI Pada masa neonatal Darah ibu yang tertelan Penyakit perdarahan Gastritis hemoragika Tukak stres lambung Enterokolitis nekrotikans (EKN) Kolitis alergi susu Volvulus Fisura ani Setelah masa neonatal Darah tertelan (epistaksis) Varises esofagi Esofagitis (akalasia, hiatus hernia) Gastritis (asam/alkali kuat, aspirin) Tukak Mallory Weiss Tukak lambung/duodenum Intususepsi Polip Divertikulum Meckell Kolitis ulserativa Hemoroid KRITERIA DIAGNOSIS Perdarahan : Hematemesis, hematokezia atau melena Anamnesis Pada neonatus Kesulitan pada persalinan Gangguan/penyakit berat lain (sepsis, RDS)

12

Obat-obatan yang diberikan pada ibu (antikoagulan) Pada bayi dan anak Epistaksis Pemberian obat-obatan, zat korosif Menderita penyakit hati menahun Pemeriksaan fisis Keadaan umum : Anemia, tanda syok Tanda penyakit berat lain (stress ulcer, diatesis hemoragik) Perdarahan (daerah nasofaring) Massa di dalam perut Fisura ani Hemoroid Laboratorium Darah : Hb , eritrosit , Ht , trombosit , gangguan faal pembekuan Apt Downey test darah ibu warna coklat, Hb fetal warna jernih Gastroccult test/haemoccult test : Hemoprotein (+) perdarahan Tes faal hati : Dapat terjadi gangguan SGOT/SGPT dan rasio albumin/globulin Aspirasi lambung : darah (+) perdarahan saluran cerna atas darah ( -) perdarahan saluran cerna atas/bawah Endoskopi Esofagogastroendoskopi perdarahan saluran cerna atas Kolonoskopi, proktosigmoidoskopi perdarahan saluran cerna bawah Radiologi Foto polos perut Foto kontras/ganda Angiografi menentukan lokalisasi perdarahan masif Skintigrafi menentukan lokalisasi perdarahan subakut/ intermiten

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah : Hb, eritrosit, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit, faal pembekuan, golongan darah Apt Downey test (menentukan darah berasal dari ibu atau bayi/ neonatus), caranya Satu bagian cairan lambung/tinja yang bercampur darah + 5 bagian air dalam tabung reaksi, dipusing, diambil supernatannya, tambah 1 ml larutan NaOH 1% dan ditunggu 2-5 menit Hasil : Darah ibu warna coklat, Hb fetal warna jernih Gastroccult test/haemoccult test untuk konfirmasi perdarahan dengan menunjukkan adanya hemoprotein Tes faal hati : SGOT/SGPT dan rasio albumin/globulin Aspirasi lambung untuk menentukan lokalisasi perdarahan Endoskopi Esofagogastroendoskopi Kolonoskopi, proktosigmoidoskopi Radiologi Foto polos perut Foto kontras/ganda Angiografi Skintigrafi PENYULIT Syok hipovolemik KONSULTASI

13

Bagian Bedah

TERAPI Stabilisasi keadaan umum : Bila terdapat syok atau anemia berat infus RL 10-20 ml/kgBB/jam. Bila syok teratasi, tetesan di perlambat fresh whole blood (FWB) 10-15 ml/kgBB diberikan pada perdarahan masif untuk mempertahankan volume intravaskular. Dapat dilanjutkan dengan packed red cell (PRC) seperlunya Vitamin K 1 mg/th i.m. (maks. 10 mg) bila ada koagulopati Suspensi trombosit dapat diberikan bila diperlukan Tindakan menghentikan perdarahan : Pembilasan lambung : Dilakukan melalui NGT dengan 50-100 ml NaCl 0,9% berulang kali tiap 1-3 jam tergantung perdarahannya sampai cairan lambung sebersih mungkin Vasopresin dapat diberikan bila perdarahan tetap berlangsung : Bolus 0,3 U/kgBB dalam 2 ml/kgBB dekstrosa 5% disuntikkan dalam 20 menit, dilanjutkan dengan i,v, drip : 0,2-0,4 U/1,73 m2/ menit selama 24 jam, dilanjutkan dengan 1/2 dosis untuk 24 jam berikutnya Bila ada varises esofagus : Pemasangan Sengstaken-Blackmore tube, untuk mempertahankan volume darah dibutuhkan 10-15 ml/kgBB darah tiap 4 jam Skleroterapi secara endoskopi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tidak berhenti Bila ada kelainan peptik dan erosif pada mukosa : Antasid diberikan tiap 1-2 jam dengan dosis 0,5 ml/kgBB/dosis (maks. 30 ml/dosis) untuk mempertahankan pH > 5 H2 reseptor antagonis : Simetidin : 7,5 ml/kgBB tiap 6 jam atau Ranitidin : 1,25-2 mg/kgBB tiap 12 jam Pembedahan Bila tindakan konservatif tidak dapat mengatasi perdarahan Dapat dipakai sebagai pegangan apabila darah transfusi telah dimasukkan sebanyak 60% perhitungan volume darah penderita, namun perdarahan masih aktif (ditandai Hb tetap turun) PROGNOSIS Pada umumnya baik Hanya 3% kasus yang memerlukan tindakan bedah. Kematian tergantung pada penyakit yang mendasarinya

SUSPEK PERDARAHAN SALURAN CERNA

STABILISASI K.U.

PASANG NGT ASPIRASI

TERAPI MEDIS PERDARAHAN

DARAH (+)

DARAH (-)

14

Gambar 29. Algoritma Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna DAFTAR PUSTAKA Berman S. Hematemesis. Pediatric decision making; edisi ke-2. Philadelphia: BC Decker Inc, 1992;342-5. Berry R, Perrault J. Gastrointestinal bleeding. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, Smith JAW, Watkins JB, penyunting. Pediatric gastrointestinal disease, pathophysiologydiagnosis-management. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991;111-31. Donhuijsen W, Ismael C. Perdarahan saluran makan pada anak. Gawat darurat di bidang gastroenterologi. Bandung: FKUP, 1990;127-33. Hyams JS, Leichtner AM, Schwartz AN. Recent advances in diagnosis and treatment of gastrointestinal hemorrhage in infants and children. J of pediatr 1985;106:1-9. Oldham KT, Lobe TE. Gastrointestinal hemorrhage in children. Ped Clin North Am 1985;32:1247- 63.

ABDOMEN AKUT

BATASAN Keadaan yang menunjukkan kegawatan pada abdomen yang ditandai dengan adanya sakit perut mendadak KLASIFIKASI Bedah Non Bedah ETIOLOGI Obstruksi mekanik Obstruksi intralumen Obstruksi ekstralumen

: Benda asing, fecolith, batu empedu, parasit, ileus meconeum, tumor, fecaloma : Hernia, intususepsi, volvulus, duplikasi, tumor, kista mesenterik, stenosis pilorus

15

Infeksi dan penyakit inflamasi Penyakit saluran cerna Apendisitis, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, vaskulitis, ulkus peptikum, divertikuli Meckell, gastroenteritis akut, enterokolitis pseudomembran Ileus paralitik Sepsis, peritonitis, pankreatitis, kolesistitis, batu ginjal dan empedu, limfadenitis Trauma Kecelakaan, Battered child syndrome Lain - lain Keracunan, Familial mediterranean fever, forfiria, asidosis, diabetes, torsio testis/pedicle ovarium Menurut kelompok umur dan frekuensi kejadiannya : Masa neonatal Kelainan bawaan yang menimbulkan obstruksi saluran cerna Perforasi, peritonitis, EKN, trauma abdomen Bayi/anak < 2 th Obstruksi saluran makan Intususepsi Volvulus dan malrotasi Hernia inguinalis dengan inkarserasi dan strangulasi Infeksi Apendisitis, kolesistitis Trauma abdomen Ruptura, perdarahan, perforasi

Anak > 2 th Obstruksi Infeksi Trauma abdomen Perforasi

: Askariasis, volvulus dan malrotasi : Apendisitis, pankreatitis : Ruptura , perdarahan : Tifus abdominalis, obstruksi dan trauma

KRITERIA DIAGNOSIS Nyeri perut mendadak Ketegangan dinding perut Peristaltik bertambah/(-) Colok dubur : Lokalisasi rasa nyeri, darah Laboratorium Urin, feses, darah rutin Kadar elektrolit, pH, analisis gas, amilase, ureum, kreatinin darah Radiologi Foto polos : Posisi tegak, terlentang dan miring Foto kontras per enema atas indikasi tertentu, misalnya pada obstruksi mekanik USG Atas indikasi tertentu, misalnya pada trauma abdomen (perdarahan), pankreatitis akut, obstruksi PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Urin, tinja dan darah Radiologi Foto polos dan kontras USG

16

KONSULTASI Bagian Bedah TERAPI Non Bedah Puasa dan pemberian cairan rumat, i.v. Resusitasi cairan bila ada tanda syok atau dehidrasi Pemberian O2 bila ada tanda gangguan pernafasan Dekompresi dengan pemasangan pipa lambung dan pipa dubur bila ada tanda peninggian tekanan dalam usus dan muntah Pemberian antibiotik atas indikasi Bedah Kolonostomi : Pada atresia ani letak tinggi Anoplasti : Pada atresia ani letak rendah Laparotomi eksplorasi : Pada peritonitis

SUSPEK ABDOMEN AKUT

DIAGNOSIS

PENGELOLAAN

KONSERVATIF

PEMBEDAHAN

Gambar 30. Algoritma Pengelolaan Abdomen Akut DAFTAR PUSTAKA Sondheimer JM, Silverman A. Acute abdomen. Dalam: Hay WW, Groothuis JR, Hayward AR, Levin MJ, penyunting. Current pediatric diagnosis and treatment; edisi ke-12. Colorado: PrenticeHall International, Inc, 1995;618-9. Ross AJ. Acute abdominal pain. Pediatric gastrointestinal disease. Philadelphia: DC Decker Inc, 1991;42-5.

OBSTRUKSI SALURAN CERNA

BATASAN Gangguan dalam gerakan isi usus ke arah distal KLASIFIKASI Obstruksi mekanik (Ileus obstruktif) Obstruksi non mekanik (Ileus paralitik) ETIOLOGI

17

Obstruksi mekanik Bawaan : Sumbatan mekonium, atresia/stenosis, malrotasi, volvulus, pankreas anuler Didapat : Perlekatan di rongga peritoneum, hernia inguinalis inkarserata, askariasis Obstruksi non mekanik Bawaan : Megakolon kongenitum (penyakit Hirschsprung) Didapat : Peritonitis, hipokalemia, obat-obatan

KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Muntah Tidak ada buang air besar, perut kembung, rasa sakit perut Hidramnion dalam riwayat kelahiran (pada neonatus) Pemeriksaan fisis Tanda dehidrasi Tanda infeksi berat Kelainan bawaan lain Abdomen : Distensi Ketegangan dinding perut Nyeri tekan Bising usus / Colok dubur : Kelainan anorektal Kolaps/distensi ampula rekti Laboratorium Feses Darah rutin, elektrolit, urea N, kreatinin, bilirubin, glukosa Pasang NGT Aspirasi lambung dan pemeriksaan isi lambung : Kegagalan dari pemasangan NGT terdapat pada atresia atau stenosis berat dari esofagus Jumlah aspirasi 25-30 ml sangat suspek obstruksi usus Warna hijau aspirasi sangat suspek obstruksi postpilorik Warna aspirasi tidak hijau sangat suspek obstruksi preduodenal Radiologi Foto polos abdomen, foto kontras per enema DIAGNOSIS BANDING Perforasi ulkus peptikum Pankreatitis Kolik biliaris Kolesistitis akut Torsio testis atau ovarium PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Gambaran darah perifer, elektrolit, urea N, kreatinin, neonatus) Pasang NGT Aspirasi lambung dan pemeriksaan isi lambung Radiologi Foto polos abdomen Foto kontras per enema

bilirubin dan glukosa (pada

PENYULIT

18

Perforasi Peritonitis KONSULTASI Bagian Bedah TERAPI Konservatif Obstruksi mekanik (intususepsi baru dan mekonimum ileus tanpa penyulit) enema/irigasi. Bila tidak berhasil, baru dilakukan pembedahan secepat mungkin Obstruksi non mekanik didapat (ileus paralitik oleh karena hipokalemia, infeksi berat, obat-obatan dll) Terapi kausal terhadap penyakit/gangguan primer Terapi paliatif : Dekompresi saluran cerna atas/bawah Terapi cairan i.v. bila muntah-muntah atau terdapat dehidrasi Pembedahan Obstruksi mekanik pada umumnya Obstruksi non mekanik bawaan (penyakit Hirschsprung) Perforasi/peritonitis PROGNOSIS Tergantung dari etiologi dan kecepatan penanganannya DAFTAR PUSTAKA Silverman A, Roy CC. Intestinal obstruction of infancy and childhood. Dalam: Berger K, penyunting. Pediatric clinical gastroenterology; edisi ke-3. London: CV Mosby Co, 1983;105-7. Wesson D. Acute intestinal obstruction. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton Jr, Smith JAW, Watkins JB, penyunting. Pediatric gastrointestinal disease, pathophysiology-diagnosismanagement. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991;486-94.

HEPATITIS VIRUS AKUT

BATASAN Inflamasi akut pada hati dengan derajat nekrosis sel hati yang bervariasi ETIOLOGI Virus hepatitis A Virus hepatitis B Virus hepatitis C Virus hepatitis D Virus hepatitis E Virus hepatitis F

19

Virus hepatitis G KRITERIA DIAGNOSIS Fase pre ikterik Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak pada abdomen, panas badan, nyeri kepala, dan kadang-kadang diare Pada hepatitis B dapat timbul urtikaria, atralgia atau artritis Fase ikterik Ikterik, depresi mental, bradikardia, pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat. Gejala prodromal berkurang atau menghilang Pemeriksaan fisis Hepatomegali, splenomegali kadang-kadang limfadenopati Laboratorium Bilirubin urin (+), Bilirubin direk > 10 mg%, SGPT > 10 kali normal, SGOT Petanda hepatitis IgM anti HAV Hepatitis A HBs Ag, IgM anti HBc Hepatitis B Anti HCV Hepatitis C Anti HDV Hepatitis D IgM anti HEV Hepatitis E IgM anti HGV Hepatitis G DIAGNOSIS BANDING Drug induced hepatitis Hepatitis bakterialis Hepatitis parasitik Hepatitis oleh karena toksin Metabolic liver disorders PENYULIT Hepatitis kronik persisten (Hepatitis B, C, D) Hepatitis kronik aktif (Hepatitis B, C, D) Hepatitis fulminan Hepatoma (Hepatitis B, C, D) Sirosis hepatis Prolonged cholestasis (Hepatitis A) TERAPI Penderita Hepatitis A dan E dirawat bila, muntah hebat, kesadaran menurun, kejang atau dehidrasi Hepatitis virus lain dirawat Istirahat di tempat tidur (mengurangi aktivitas) sampai gejala akut hilang Diet Bebas menurut selera penderita (gizi seimbang) Miskin lemak selama anoreksia dan muntah Bila muntah hebat puasa, infus glukosa 10% sesuai dengan kebutuhan Obat-obatan Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, atau Kolesteramin 1 mg/kgBB/hari bersama-sama dengan makan Bila ada kolestasis berat (ikterus ++, gatal) PEMANTAUAN Bilirubin direk-indirek, SGOT, SGPT, akali fosfatase, gamma GT Hepatitis B : HBe Ag, Anti HBc, HBsAg Hepatitis C : Anti HCV

20

PROGNOSIS Kebanyakan dapat sembuh sempurna terutama pada hepatitis A dan hepatitis E DAFTAR PUSTAKA Colon AR. Viral hepatitis. Textbook of pediatric hepatology; edisi ke-2. Chicago: Year Book Medical Publishers Inc, 1990;78-142. Mowat AP. Infections of the liver. Liver disorders in childhood; edisi ke-1. Boston: Butterworth Inc, 1979;94-126. Krugman MD. Viral Hepatitis : A, B, C, D and E infection. Pediatr Rev 1992;6:203-12.

SINDROMA REYE

BATASAN Suatu penyakit akut yang ditandai oleh ensefalopati berat non-inflamasi yang disertai adanya infiltrasi lemak difus pada alat visera ETIOLOGI Belum diketahui dengan pasti, tetapi berhubungan dengan Infeksi virus (influenza, varisela-zoster, diare) Obat-obatan (salisilat) Toksin (aflatoksin) PATOFISIOLOGI Disebabkan karena kerusakan primer pada mitokondria hati penurunan aktivitas enzim ornithine transcarbamylase & carbamyl phosphate synthetase KRITERIA DIAGNOSIS Prodromal Infeksi saluran nafas akut/influenza Varisela Diare Riwayat pemakaian salisilat atau makanan yang mengandung aflatoksin Ensefalopati akut yang bersifat non-inflamasi Laboratorium LSS normal Darah : Aminotransferase > 3 kali, amonia darah bilirubin < 3,5 mg/dl, gula darah Tidak ada penyakit hati dan gangguan fungsi otak lainnya yang menyebabkan gangguan kesadaran Biopsi hati untuk diagnosis pasti (bila memungkinkan) PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium

21

Tes fungsi hati Amonia dan gula darah Biopsi hati PENYULIT Aspirasi pneumonia Gagal nafas TERAPI Infus glukosa 10-15% kebutuhan 1,2 liter/m2/hari (pertahankan kadar glukosa darah 200-400 mg/dl) Manitol 1-2 g/kgBB dalam 30 menit, dapat diulang setiap 6 jam Enema 1-2 kali/hari Neomisin 50 mg/kgBB/hari, selama 3 hari Vitamin K 5 mg i.m. atau 1 mg i.v. PEMANTAUAN Kadar amonia darah tiap 24 jam Kadar gula darah tiap 12 jam Elektrolit darah tergantung keadaan Masukan dan pengeluaran cairan Peningkatan tekanan tinggi intra kranial (TTIK) PROGNOSIS Tergantung dari derajat koma dan kadar amonia darah Derajat I dan II umumnya baik DAFTAR PUSTAKA Mowat AP. Reyes syndrome. Liver disease in childhood; edisi ke-1. Boston: Butterworth Inc, 1979;138-50. Silverman A, Roy CC. Reyes syndrome. Pediatric clinical gastroenterology; edisi ke-3. St. Louis: Mosby CV Company, 1983;630-54. Colon AR. Fatty liver syndrome. Textbook of pediatric hepatology; edisi ke-2. Chicago: Year Book Medical Publishers, 1990;151-7.

KOMA HEPATIKUM

BATASAN Gangguan kesadaran akibat gagal hati KLASIFIKASI Stadium koma hepatikum Stadium I : Perubahan mood, intelektual, dan bicara Disorientasi, perubahan personalitas, confusious ringan, gangguan tidur Stadium II : Disorientasi sampai letargi, gangguan perilaku Stadium III : Pre koma. Stupor tapi masih berespons terhadap rangsang Inkoheren dan confusion. EEG aktivitas alpha hilang Stadium IV : Koma, respons terhadap rangsang sangat minimal Deserebrasi. EEG aktivitas theta lambat dan difus, dan delta aktivitas. Respons terhadap rangsang nyeri tidak ada atau minimal

22

ETIOLOGI Hepatitis virus fulminan Sirosis hepatis Chronic portal systemic encephalopathy PATOFISIOLOGI Patogenesis terjadinya koma hepatikum sering disebabkan oleh 4 keadaan Fungsi hati dan gangguan sirkulasi darah pada sistem portal Amonia darah Metabolit abnormal yang berasal dari saluran cerna Faktor presipitasi, misalnya peningkatan nitrogen, penggunaan obat-obatan (diuretik, narkotik, sedatif), sepsis atau tindakan medis (parasentesis, portosistemik shunt, transfusi) KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis Masukan protein yang tinggi Obat-obatan Dehidrasi Infeksi Perdarahan saluran cerna Parasentesis atau operasi Gejala penyakit hati Gejala neuropsikiatrik PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar amonia dan urea darah Fungsi hati EEG PENYULIT Edema serebral Gagal ginjal Gangguan keseimbangan asam basa Diatesis hemoragik Infeksi Gangguan keseimbangan elektrolit Gangguan respirasi Kelainan jantung Pankreatitis Depresi sumsum tulang Asites TERAPI Umum Perawatan suportif yang intensif Khusus Menekan kadar amonia darah Masukan protein dihentikan Eliminasi kuman usus enema 1-2 kali/hari (menggunakan Mg sulfat atau larutan laktulosa 20%) oral melalui NGT (neomisin 50-100 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3-4 kali) selama 5-7 hari, atau laktulosa sirup tiap 4- 6 jam Terhadap faktor presipitasi

23

Penanggulangan perdarahan saluran cerna dan membersihkan usus dari sisa perdarahan Antibiotik terhadap infeksi, bila perlu diberikan transfusi darah dan vitamin K Koreksi gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit Hentikan pemberian obat hepatotoksik yang mengandung nitrogen atau yang menimbulkan konstipasi Cairan parenteral Glukosa 5-10% 1,5 L/m2/hari Tutofuchsin CH : 1-2 kolf/hari, diperhitungkan dengan kebutuhan jumlah cairan sehari Lamanya pemberian cairan parenteral sampai penderita sadar dan dapat minum Dietetik Makan p.o. setelah koma dapat diatasi, menurut kemampuan, dimulai dengan makanan cair, berangsur-angsur ke makanan padat. Protein dapat diberikan bila kadar amonia darah sudah menurun, mulai dengan 0,5 g/kgBB/hari sampai mencapai 1,5 g/kgBB/hari PEMANTAUAN Kesadaran Fungsi kardiovaskular Pernafasan Pemasukan dan pengeluaran cairan dan elektrolit Kadar urea dan amonia darah PROGNOSIS Buruk pada koma yang dalam Koma hepatikum stadium IV 60-70% meninggal Koma hepatikum berulang angka kematian : Stad II (30%), stad III (60%), stad IV (80%)

DAFTAR PUSTAKA Mowat AP. Fulminant hepatitic failure, Liver disorders in childhood; edisi ke-1, Boston: Butterworth Inc, 1979;126-37. Silverman A, Roy CC. Fulminant hepatic necrosis and hepatic coma. Pediatrical clinical gastroenterology; edisi ke-3. St. Louis: Mosby CV Company, 1983;655-74. Colon AR. Hepatic enchepalopathy. Textbook of pediatric hepatology; edisi ke-2. Chicago: Year Book Medical Publishers, 1990;233-40.

24

Anda mungkin juga menyukai