Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Monosodium Glutamat atau MSG telah menjadi bagian dari kuliner dunia sejak 1908. Lalu apakah MSG itu? MSG adalah garam sodium dari glutamat, salah satu satu asam amino alami penyusun protein. Glutamat, ada dalam hampir semua makanan. Secara alamiah glutamat terdapat dalam bahan makanan seperti tomat, jamur, kol, keju, ikan laut, daging dan bahkan air susu ibu. Komposisi monosodium glutamate adalah natrium 12 %, glutamate 78 % dan air 10 %. Sehingga MSG adalah unsur nutrisi bukan unsur kimia berbahaya. MSG diperoleh melalui proses fermentasi dari bahan tetes tebu atau pati-patian.
Berita tentang Sindrom restoran China telah menyebar luas dimasyarakat dan menjadi ketakutan public terhadap MSG. Sindrom restoran China atau Chinese Restaurant Syndrome (CRS) adalah sindrom yang muncul setelah mengkonsumsi masakan Cina yang diduga salah satu sebabnya adalah MSG. Istilah CRS dimunculkan oleh Dr. Ho Man Kwok tahun 1968 dalam tulisannya ke The New England Journal of Medicine. Tulisan tersebut menarik perhatian media dan khalayak ramai sehingga muncul anggapan negative tentang MSG sampai sekarang. Para penelti pun terpacu untuk membuktikan kaitan antara CRS dan MSG. Dalam Penelitian Geha (2000), ditemukan bahwa MSG dalam makanan tidak menimbulkan reaksi CRS. Penelitian ini diterbitkan oleh American Society for Nutritional Sciences.
Kemudian untuk apakah glutamate digunakan dalam produk pangan ? Glutamat sebagai asam amino pertama kali ditemukan pada tahun 1866 oleh ilmuwan Jerman, Prof. Ritthausen, dimana ia mengisolasi glutamat dari gluten (protein gandum). Glutamat memberikan rasa enak yang dinamakan umami, merupakan temuan ilmuwan Jepang bernama Prof. Kikunae Ikeda pada tahun 1908. Umami meningkatkan rasa makanan secara keseluruhan serta after taste yang menyenangkan dan memuaskan. Glutamate membantu pencernaan makanan yang baik, yaitu meningkatkan sekresi air liur dan kelenjar pencernaan lambung.
Apakah MSG aman? Nilai ADI (Adequate Daily Intake) untuk MSG tidak ditentukan oleh FAO dan WHO, di Amerika MSG dinyatakan GRAS (Generally Recognizes as Safe) atau dinyatakan aman. Sedangkan di Indonesia menurut peraturan Menkes RI no 722 Tahun 1988 tentang BTP (Bahan Tambahan Pangan) : MSG adalah BTP yang diizinkan dengan batas maksimum penggunaan secukupnya (sewajarnya sesuai dengan tujuan penggunaannya dalam menyedapkan makanan). MSG aman untuk dikonsumsi setiap hari dan hal ini telah diakui oleh Food Standards Australia New Zealand (Standar makanan Australia New Zealand). Sebuah lembaga antar pemerintah yang dibentuk untuk menentukan standar makanan di Australia dan New Zealand. Juga telah diakui sebagai bahan penyedap makanan oleh United States Food and Drug Administration (FDA), gabungan para ahli dari FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) dan masyarakat Eropa Scientific Committee for Food (SCF).
Di Indonesia penelitian MSG dan CRS dilakukan oleh Widharto dkk (2000), peneliti dari UGM (Universitas Gajah Mada-Yogyakarta) dan Michael F. Kelly, peneliti dari Australia terhadap 52 orang Indonesia sehat. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa MSG dalam menu makanan Indonesia (local food) tidak menimbulkan Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Sedangkan menurut penelitian para ahli di Australia dan berbagai negara lain, tidak ditemukan adanya bukti bahwa MSG dapat menyebabkan serangan asma. Penelitian lain menunjukan bahwa MSG tidak dapat menimbulkan pusing kepala berdasarkan cara glutamat diproses dan dicerna didalam tubuh. MSG tidak dapat menyebabkan alergi. Penelitian ilmiah menyebutkan tidak terbukti MSG menimbulkan berbagai reaksi yang negative.
http://pipimm.or.id/food_info.php?view=1&id=51
sangat tinggi diatas 200C. Makanan yang diproses pada suhu tersebut cenderung menjadi arang dan tidak layak dikonsumsi. Sedangkan cara memasak sehari-hari yaitu menumis, merebus, mengukus, dan menggoreng memiliki suhu pemanasan kurang dari 200C. MSG yang dimasak bersama makanan dengan cara memasak yang wajar tidak menyebabkan kanker. 5. Kebotakan Rambut menjalani pertumbuhan dan kematian sehingga kerontokan rambut adalah proses kehidupan sehari-hari yang wajar. Namun demikian, kehilangan rambut lebih dari 100 helai per hari dapat menjadi indikasi awal dari kebotakan. Penyebab umum dari kebotakan adalah faktor keturunan, karena pengaruh hormon yang mengakibatkan penipisan pada rambut yang berujung pada kebotakan. Glutamat (komponen terbesar MSG) merupakan asam amino penyusun protein rambut. MSG yang ditambahkan dalam makanan tidak mengakibatkan kebotakan.
http://www.ajinomoto.co.id/page.php?keyLink=OUR_BRANDS&idLang=INA&id=6&subKey=AJINOM OTO_AMAN_LINK
Mitos yang selama ini terlanjur dianut oleh masyarakat awam dan sebagian klinisi atau dokter bahwa MSG berbahaya adalah masih sangat kontroversial. Selama hampir 100 tahun penggunaan MSG di dunia tidak ada satupun bukti ilmiah yang menunjukkan MSG berbahaya. Pendapat yang mengatakan bahwa MSG itu berbahaya hanya opini seseorang tidak berdasarkan fakta ilmiah. Ternyata MSG atau vetsin aman untuk digunakan atau dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Berbagai mitos tentang efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat, sehingga seluruh badan pengawasan makanan dunia masih menggolongkan MSG sebagai bahan yang Generally Regarded as Safe (GRAS) dan tidak menentukan berapa batas asupan hariannya. Kalaupun ada keluhan segera setelah makan msg, tidak pernah disadari bahwa terdapat reaksi simpang makanan dari beberapa jenis makanan yang ada bersama vetsin seperti ikan laut, keju, saos tomat, saos tiram atau makanan lainnya. MSG atau vetsin atau sering disebut micin bukanlah bumbu masak yang sering dipakai sebagai penyedap. Manfaatnya sebagai sumber rasa gurih, memang tidak terbantahkan. Namun bukan berartisecara terbuka diterima dan bebas dari isu-isu negatif terutama bila dikaitkan dengan kesehatan. MSG yang kita kenal Mono Sdium Glutamat pertama kali di Jepang pada tahun 1909. Perusahaan pertama yang memproduksi secara massal adalah Ajinomoto. Seiring berjalannya waktu dan kebutuhan masakan dari masyarakat yang terus meninggkat, kemudian muncullah merk-merk dagang MSG lainnya. MSG berawal dari penelitian Prof. Kikunae Ikeda (1908) yang menemukan bahwa Glutamat sumber rasa gurih (dalam bahasa jepang disebut umami) saat itu berhasil mengisolasi glutamat dari kaldu rumput laut dari jenis Kombu. Setahun kemudian Saburosuke Suzuki mengkomersialkan glutamat yang diisolasi oleh Ikeda. Kandungan MSG MSG tersusun atas 78% Glutamat, 12% Natrium dan 10% air. Kandungan glutamat yang tinggi itulah yang menyebabkan rasa gurih dalam segala macam masakan. Glutamat itu sendiri termasuk dalam kelompok asam amino non esensial penyusun protein yang terdap[at juga dalam bahan makanan lain seperti daging, susu, keju, ASI dan dalam tubuh kita pun mengandung glutamat. Di dalam tubuh, glutamat dari MSG dan dari bahan lainnyadapat dimetabolime dengan baik oleh tubuh dan digunakan sebagai sumber energi usus halus.Senyawa ini adalah gabungan dari sodium/natrium (garam), asam amino glutamate dan air. Penegas cita rasa gurih ini dibuat melalui proses fermentasi tetes tebu oleh bakteri Brevi-bacterium lactofermentum yang menghasilkan asam glutamat. Kemudian, dilakukan penambahan garam sehingga mengkristal. Itu sebabnya, MSG sering ditemukan dalam bentuk kristal putih. Di Indonesia penggunaan MSG terbuat dari tetes tebu dan singkong melalui proses fermentasi. Jika dirunut dari sejasrahnya, pada awalnya MSG diambil dari rumput laut, kemudian diubah menggunakan sumberl lain karena mengingat keterbatasan rumput laut ap[abila dip[akai terus menerus akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Fakta bahwa MSG aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan sayangnya tidak diketahui oleh banyak masyarakat. Hal ini dikemukakan oleh sang Penemu MSG, pada dasarnya MSG diciptakan untuk membantu penyerapan nutrisi makanan secara maksimal oleh tubuh.
Badan-badan kesehatan dunia saat ini seperti JEFCA (FAO+WHO khusus bahan pangan), Komunitas Kesehatan Eropa, US FDA dan BPOM pun mengamini hal tersebut, karena menyatakan aspek keamanan nya dan memberikan batas asupan harian dalam penggunaan MSG adalah NOT SPECIFIED atau secukupnya. Tidak ada penetapan angka dalam penggunaanyadalam mengkonsumsi MSG. Di Amerika, pengunaan MSG dimasukan dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe) sama seperti penggunaan garam, gula dan soda kue dalam pengguaanya. Isu-isu negatif yang beredar tidak didasari oleh kajian-kajian ilmiah yang diakui kredibilitasnya. Ada beberapa penelitian memvonis MSG sebagai sumber penyakit ternyata menggunakan metode penelitian yang rancu dan tidak relevan dalam pengguaan MSG dalam kehidupan sehari-hari. Penemuan terbaru pada tahun 2007, menunjukan bahwa lidah dan lambung memiliki reseptor glutamat. keberadaan resewptor ini membantu dalam proses pencernaan dalam memperlancar proses pencernaan itu. Penggunaan MSG dalam makanan pun dapat mengurangi konsumsi garam dapur 20-40% dengantetap mempertahankan rasa enak dan lezat makanan tersebut. Hal ini dapat membantu pengurangan resiko hip[ertensi dan jantung dengan tetap memberikan rasa yang enak dalam masakan tersebut. Hal yang menyebabkan hal negatif dalam penggunaan MSG karena ada beberapa orang memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu, hal ini sama seperti alergi-alergi beberapa orang terhadap suatu hal tertentu tertentu (alergi seafood, alergi susu, alergi debu, alergi serbuk bunga, alergi bulu kucing-anjing dll). Oleh karena itu MSG mendapatkan cap negatif bagi masyarakat, padahal pada dasarnya MSG sangat membantu manusia dalam proses mencerna makanan secar maksimal. Perkembangan yang lain yang perlu di catat adalah rasa gurih (umami-jepang versi) telah diakui sebagai rasa dasar kelima selain manis, asin, asam dan pahit. Mitos Yang Terlanjur Dipercayai Dalam laporannya pada FDA, FASEB mengemukakan fakta-fakta ilmiah sebagai berikut di bawah ini:
MSG bukan menyebabkan timbulnya Chinese Restaurant Syndrome MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome. Istilah ini berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Sindrom ini terjadi disinyalir lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan ini kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada 1968. Secara lengkap, sindrom atau kumpulan gejala itu terdiri atas: Rasa terbakar di bagian belakang leher, lengan atas, dan dada, Rasa penuh di wajah, Nyeri dada, Sakit kepala, Mual, Berdebar-debar, Rasa kebas di belakang leher menjalar ke lengan dan punggung, Rasa kesemutan di wajah, pelipis, punggung bagian atas, leher, dan lengan, Mengantuk atau Lemah Berbagai penelitian ilmiah selanjutnya tidak menemukan adanya kaitan antara MSG dengan sindrom restoran China ini. Faktanya, mungkin ada sekelompok kecil orang yang bereaksi
negatif terhadap MSG sehingga mengalami hal-hal tersebut. Gejala Chinese Restaurant Syndrome amat mirip dengan gejala serangan jantung. Gejala Chineese Restaurant Syndrome ternyata juga mirip gejala reaksi simpanmg makanan atau gejala alergi. Ternyata alergi makanan dan hipersensitifitas makanan dapat menyebabkan gangguan semua organ tubuh termasuk gangguan pembuluh darah, otak, dan gangguan otot dan tulang. Penderita penyakit jantung yang mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG bisa terkecoh oleh gejala ini. Mereka bisa menyangka telah terkena CRS padahal sebenarnya sedang terkena serangan jantung. Peringatan bagi penderita penyakit jantung! Namun belum jelas berapa persen dari penduduk yang mengalami hal ini. Selain itu, reaksi negatif MSG ini baru muncul bila orang tersebut makan sedikitnya 3 gram MSG tanpa makanan (dalam kondisi perut kosong). Keadaan ini bisa dikatakan sangat jarang terjadi, karena MSG biasanya dicampurkan ke dalam masakan. Selain itu, terdapat juga bahan makanan lain, terutama karbohidrat, yang dimakan bersamaan dengan MSG. MSG pada penderita asma Sampai saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan MSG sebagai penyebab alergi.
Pada tahun 1991, American College of Allergy, Asma dan Imunologi menyimpulkan bahwa MSG bukan penyebab alergi makanan, dan reaksi parah tidak terkait dengan konsumsi bahan tersebut. Ada kemungkinan bahwa beberapa orang mungkin sensitif terhadap MSG, sama seperti orang-orang untuk makanan lainnya.
Sementara untuk dugaan antara konsumsi MSG dengan timbulnya lesi (luka) pada otak, munculnya penyakit Alzheimer, Huntington Disease, amyotopic lateral sclerosis, dan penyakit kronis lainnya, FDA telah mengambil tindakan. Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat ini telah meminta FASEB untuk menelaah ulang semua penelitian tentang efek kesehatan MSG. Laporan final FASEB diterbitkan dalam buku setebal 350 halaman untuk FDA pada tanggal 31 Juli 1995. Berdasarkan laporan ini, FDA berpendapat bahwa tidak ada bukti ilmiah apa pun yang membuktikan bahwa MSG atau glutamat menyebabkan lesi otak dan penyakit kronis.
Tidak ada suatupun studi ilmiah terkontrol yang mengungkapkan bahwa MSG adalah zat vasoaktif, yang berarti menyempitkan atau melebarkan pembuluh darah, sehingga menghasilkan sakit kepala. Ada banyak tuduhan pemicu untuk sakit kepala, termasuk pola makan dan stres, dan berbagai macam makanan telah terlibat sebagai pemicu sakit kepala. Namun, 1990 review kritis terhadap hubungan antara sakit kepala makanan menyimpulkan bahwa hubungan yang kontroversial. Kajian ini juga menyatakan bahwa tidak ada bukti untuk mendukung hubungan antara MSG dan sakit kepala migrain.
Aman dikonsumsi
Tahun 1987, Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari Badan Pangan Dunia milik PBB serta WHO, menempatkan MSG dalam kategori bahan penyedap masakan yang aman dokonsumsi dan tidak berpengaruh pada kesehatan tubuh. Pernyataan ini diperkuat oleh European Communities Scientific Committee for foods pada tahun 1991. Selanjutnya, Badan Penagwas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pada tahun 1995 menyatakan bahwa MSG termasuk sebagai bahan bumbu masakan, seperti halnya garam, merica, dan gula, sehingga aman bagi tubuh.
Untuk ibu hamil. Bukti klinis memang belum ada. Namun FDA mengganggap MSG aman-aman saja buat ibu hamil. Belum terbukti ibu hamil yang mengonsumsi makanan mengandung MSG akan melahirkan bayi yang mengalami gangguan kesehatan. Penelitian baru dilakukan terhadap tikus hamil yang diberi MSG bubuk dalam dosis tinggi, 4 mg/hari, yang hasilnya menunjukkan MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Sepuluh hari setelah lahir, anak-anak tikus ini lebih rentan mengalami kejang dibanding dari induk yang tidak mengonsumsi MSG. jadi mengingat apa pun yang masuk ke ibu akan diaslurkan oleh plasenta ke janin, sebaiknya ibu hamil mengurangi konsumsi MSG. Untuk balita. Sama halnya dengan ibu hamil, seberapa gram persisnya MSG dapat membahayakan kesehatan anak belum bias dibuktikan secara klinis. Namun, melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 69/1999, Badan Pengawas Obat dan MAkanan Indonesia melarang tegas penambahan MSG pada makanan pendamping ASI maupun susu formula untuk menghindari risiko gangguan kesehatan yang mungkin timbul, karena pencernaan anak-anak yang belum kuat. the European Communities Scientific Committee for Food mengungkapkan bahwa kemampuan pada bayi prematur, dan anak dalam melakukan metabolisme glutamat tidak berbeda dibandingkan manusia dewasa. Batas ambang konsumsi. Belum ada peraturan baku dunia, termasuk yang dikeluarkan oleh lembaga pangan dan kesehatan dunia (FAO dan WHO). Yang sudah bisa diketahui adalah titik optimal rasa gurih yang bisa dirasakan seseorang, yaitu maksimal 5 gram/hari. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, tidak boleh berlebihan. Sayangnya, tidak dijelaskan secara detail berapa gram/hari yang dianjurkan.
6. Reif-Lehrer, L. A questionnaire study of the prevalence of chinese restaurant syndrome. Fed Proc 36:1617-1623, 1977. 7. Kenney, R.A. and Tidball, C.S. Human susceptibility to oral monosodium L-glutamate. Am J Clin Nutr 25: 140-146, 1972.Kerr, G.R., Wu-Lee, M., El-Lozy, M., McGandy, R., and Stare, F. Food-symptomatology questionnaires: risks of demand-bias questions and populationbiased surveys. In: Glutamic Acid: Advances in Biochemistry and Physiology Filer, L. J., et al., Eds. New York: Raven Press, 1979. 8. Aurora Saulo Hodgson, Department of Tropical Plant and Soil Sciences Some Fact about MSG 9. Geha RS et al. Multicenter, double-blind, placebo-controlled, multiple challenge evaluation of reported reactions to monsosodium glutamate.J.Allergy Clin. Immunol., 2000, 106;973980 10. Fernstrom JD and Garatini S (eds) 2000. International Symposium on Glutamate (Proceedings of the symposium held Oct, 1998 in Bergamo, Italy)
1. Subjek penelitian orang tua/lansia berjumlah 65 orang dengan usia rata-rata 84 tahun yang
memiliki masalah selera makan rendah yang mengakibatkan risiko malnutrisi. Metode penelitian subjek diberi menu dengan makanan target (sumber kalsium/Ca dan magnesium/Mg) dengan dan tanpa MSG. Hasil penelitiannya, konsumsi makanan target meningkat tanpa merubah total meal size (total kalori konstan) dan total asupan kalsium dan magnesium subjeknya meningkat. 2. Subjek penelitian penderita diabetes berjumlah 62 orang yang memerlukan gizi seimbang meskipun subjek memiliki abnormalitas hormon insulin. Metode penelitian subjek diberi menu dengan makanan target yang memiliki indeks glikemik rendah dengan dan tanpa MSG. Hasil penelitian, konsumsi makanan target meningkat tanpa merubah total meal size dan total asupan energi tidak berubah karena konsumsi makanan lain yang disajikan setelah makanan target berkurang. Pengaruh glutamat terhadap pencernaan Penelitian di Jepang tahun 2007 yang dilakukan oleh Hisayuki Uneyama, Ana San Gabriel, Misako Kawai, Miki Tomoe dan Kunio Torii dari Institut Life Science Ajinomoto dan Divisi nutrisi dari RS
Okanoki. Dipresentasikan di Asia Nutrition Congress tahun 2007, di Taiwan dan telah dipublikasi di di Asian Pacific Journal of Clinical Nutrition tahun 2008 dengan judul paper "Physiological role of dietary free glutamate in the food digestion". Hasil penelitiannya : a. Reseptor glutamat selain di lidah ternyata ada juga di lambung. b. Glutamat dari makanan didalam lambung (dan mulut) menyebabkan reseptor glutamat mengirimkan sinyal ke otak (melalui syaraf-syaraf afferent) untuk memerintahkan lambung dan pankreas (melalui syaraf -syaraf efferent) untuk memproduksi cairan pencernaan. Cairan pencernaan berguna untuk memecah makanan di lambung dan usus halus menjadi zat nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Jadi secara tidak langsung glutamat (komponen terbesar MSG) membantu proses pencernaan tubuh.
http://www.ajinomoto.co.id/page.php?keyLink=OUR_BRANDS&subKey=AJINOMOTO_AMAN_LINK& id=5&idLang=INA