Anda di halaman 1dari 98

High School Paradise Side Stories

--Orizuka 2010

Dedicated for High School Paradise readers, and all participants of High School Paradise Fanfiction Contest. You guys rock!

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

High School Paradise: Side Stories

Landos Side Story Past, Present, Future ...................... Ramas Side Story Youre not Alone................................ Sids Side Story Confessions of the Drama Queens..................................... Cokies Side Story Goodbye..................

2 27 47 71

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Landos Side Story Past, Present, Future

Lan! Lando menoleh. Seorang gadis manis berambut panjang sedang berkacak pinggang dengan wajah cemberut. Kamu ngapain, ayo ikutan kerja! perintahnya. Lando tersenyum, geli melihat Aida yang selalu berubah galak kalau sedang beres-beres. Tapi Lando tidak pernah menganggapnya serius. Aida yang sedang marah justru menurutnya sangat imut. Memang si Lando ini, nggak pernah banget deh beres-beres, timpal Ayah Lando tiba-tiba, membuat Lando mendelik. Bedakan antara nggak pernah dan nggak punya waktu, gerutu Lando membuat Aida menepuk-nepuk punggungnya, menyuruhnya sabar. Lando menatap Aida yang sekarang sudah menghampiri ayahnya untuk membongkar isi lemari. Sampai saat ini, Lando masih belum mempercayai kenyataan bahwa ia sudah dikirim seorang malaikat untuk menyelamatkan hidupnya dan juga ayahnya. Malaikat bernama Aida. Dan sekarang, malaikat itu muncul untuk membantunya membersihkan kamar. Sungguh sebuah tugas yang sangat menyakitkan untuk dilihat menurut Lando. Lando...? tanya Aida menyadarkan lamunan Lando. Kok ngelamun terus sih? Ini isi lemarimu mau disortir nggak? Lando mengangguk pelan, lalu mendekati Aida sementara ayahnya keluar untuk membuatkan minum. Ia membuka lemari, lalu terpaku melihat isi lemarinya yang amburadul. Udah berapa lama nggak dibuka, Lan? tanya Aida, diakui Lando sebagai pertanyaan yang tepat. Ia memang sudah tidak pernah membuka lemari, karena semua baju yang sering ia pakai diletakkannya di luar. Ia bahkan tidak ingat apa saja isi lemari itu. Ayok, kita bongkar, kata Aida mantap sambil menggulung lengan kausnya. Ia lalu berjongkok dan mulai mengeluarkan satu persatu barang di dalam lemari. Lando segera menahannya, lalu menggantikannya. Aida cukup melihat saja. Harusnya ia malah tidak berada di sini.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Lando mengeluarkan sebuah kotak, lalu membukanya. Ada beberapa kaus butut, beberapa buku-buku pelajaran, dan banyak rongsokan lainnya. Aida menatapnya penuh minat, lalu menarik sebuah bola sepak yang sudah kempis. Apaan ini? tanya Aida membuat Lando mendongak. Lando mengambil bola itu, lalu tersenyum. Bola yang penuh kenangan ini ternyata masih ada. Aida menatap Lando penasaran. Ini bola yang sering gue pake maen pas SMP, kata Lando membuat Aida mengangguk-angguk. Bareng Rama? tanya Aida lagi. Lando menatap bola itu lalu mengangguk. Bareng mereka bertiga, jawab Lando, lalu meletakkan bola itu di tempat tidur. Aida menatap Lando yang kembali mengaduk isi kardus. Tak lama kemudian, Lando menemukan sebuah rapor. Aida segera menariknya sebelum Lando sempat mencegah. Eh, tunggu... kata Lando, tapi Aida sudah membukanya dengan bersemangat. Tak lama kemudian, Aida melongo. Kok... nilai kamu merah semua, Lan? tanya Aida sambil membolak-balik rapor SMP Lando. Lando menggaruk kepala. Yah... itu kan masa-masa rebel gue, kata Lando sambil mengulurkan tangan. Udah, nggak usah diliat-liat. Aida menatap Lando, lalu menyerahkannya dengan berat hati. Lando melemparkannya sembarangan ke atas tempat tidur, bersumpah akan membakarnya setelah ini. Lando selesai menyortir kardus yang ini, lalu mengambil kardus yang lain. Ia membukanya, lalu matanya melebar. Ada apaan di sana? tanya Aida sementara Lando mengangkat sebuah double stick tanpa sengaja. Mata Aida membesar menatap benda menyeramkan itu. Apaan tuh Lan? tanyanya membuat Lando segera melemparkannya ke kardus sampah. Bukan apa-apa, kata Lando gugup lalu segera mencari benda lain di dalam kardus untuk mengalihkan perhatian Aida. Lando mengangkat suatu benda emas. Sebuah piala. Aida dengan segera mengambil dan membaca tulisan di piala itu. Ternyata piala itu adalah piala penghargaan bagi ranking pertama. Gue dulu pencuri, lo tau nggak? tanya Lando sambil mengaduk kardus, membuat Aida menatapnya bingung. Pencuri? Kamu nyuri piala ini? tanya Aida tak percaya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Ya. Gue nyuri itu dari Rama, kata Lando, lalu menghela napas. Seharusnya dia yang ranking satu, tapi gue nyuri secara tiba-tiba. Aida langsung mengerti maksud Lando. Ia pernah bercerita, dulu ia bukan siapa-siapa sampai Rama mengajaknya belajar bersama. Lando mendadak jadi ranking pertama di akhir tahun pelajaran, tetapi Rama tidak pernah menyesal. Bahkan hewan buas nggak pernah menggigit tangan tuannya, kata Lando lagi sambil menyingkirkan beberapa kaus kaki butut dari dalam kardus. Aida mengelus punggung Lando. Ia tahu Lando pasti menyesal karena sudah berani merebut gelar yang selama ini Rama pertahankan. Kamu tau Rama pasti nggak pernah menyesal, kata Aida. Gue tau. Justru itu gue tambah merasa bersalah, kata Lando lagi, berusaha menyembunyikan wajahnya dengan terus pura-pura sibuk menyortir isi kardus. Harusnya gue tau diri. Bisa lulus aja gue udah syukur. Aida memperhatikan Lando yang berkutat melepaskan tali sepatu yang menyangkut kesanakemari. Menurutku sih, kalo kamu dulu nggak berusaha sekuat tenaga, justru itu kurang ajar buat Rama, kata Aida, berhasil membuat Lando mendongak. Rama pasti bangga juga kok sama kamu. Lando menatap Aida, lalu mengangguk pelan dan kembali mencoba melepas ikatan tali sepatu. Aida tersenyum, lalu ikut mengaduk isi kardus dan menemukan sebuah foto. Ia membaca tulisan di belakangnya terlebih dahulu. perpisahan SMP. Aida membaliknya, lalu ia tersenyum melihat Lando, Rama, Sid dan Cokie versi kecil di sana, berangkulan sambil nyengir di sebuah lapangan sepak bola. Aida menganggap mereka imut sekali, dan Aida juga tidak tahu Lando bisa tersenyum selebar itu. Aku jadi pengen tau kamu yang dulu deh, katanya membuat Lando mendongak dan menatapnya bingung. Buat apa? tanya Lando, tak merasa Aida harus tahu apapun soal masa lalunya yang kelam. Aku pengen tau aja, kata Aida sambil tersenyum, membayangkan Lando kecil yang bertampang preman. Aku kan harus bisa suka dengan masa lalu kamu juga. Nggak ada yang perlu disukai soal masa lalu gue, kata Lando dingin. Aida menggigit bibirnya, lalu menyerahkan foto itu pada Lando. Lando menerimanya, lalu menatap foto itu lama. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Aku pengen tahu gimana perjalanan kamu sampe kamu bisa senyum selebar itu, kata Aida. Lando menatap Aida yang tampak benar-benar penasaran, lalu menghela napas. Lo pengen gue cerita dari mana? tanyanya. Hm... dari sebelum kamu ketemu sama mereka bertiga! sahut Aida, senang Lando menyanggupi permintaannya. Sampe kalian lulus SMP! Eh tunggu... Sampe kita ketemu aja! Lando menatap Aida lagi. Menurut lo, kapan kita ketemu? tanya Lando lagi, membuat Aida bingung. Ya... pas aku telat itu kan? Aida balik bertanya, membuat Lando tersenyum simpul. Oke, gue cerita. Tapi gue nggak mau lo nyela, ngerti? kata Lando. Aida segera menganggukkan kepala dan membenarkan duduknya. Lando menghela napas, mempersiapkan diri. Ia tak pernah menceritakan ini kepada siapapun sebelumnya. Tapi untuk Aida, ia rela kembali membuka masa lalunya.

Orlando! Kamu lupa bekal! Lando membuka matanya, napasnya memburu. Ia segera bangkit lalu menyeka keringat yang mengalir deras di dahinya. Ia baru saja bermimpi tentang ibunya. Ibu yang dua tahun lalu pergi dari rumah setelah seorang bule menjemputnya dengan mobil mewah. Lando pikir bagian itu juga mimpi, tetapi ia salah. Bagian itu nyata. Bagian ibunya membuatkan bekal yang hanya tinggal mimpi. Lando berdiri, lalu melirik jam dinding. Sudah jam tujuh. Ia sudah terlambat untuk sekolah. Ini salah ibunya yang tak membangunkannya. Ah, ia lupa. Ibunya sudah tidak di sini. Lando tersaruk ke arah pintu, lalu membukanya. Di ruang tengah, ayahnya tergeletak tak berdaya di antara pecahan kaca meja, botol, dan mungkin tv, entahlah. Lando terlalu malas untuk berpikir. Lando berjalan dengan hati-hati supaya tidak menginjak beling menuju dapur untuk membuat susu. Ia kelaparan. Lando membuka rak, tapi kaleng susu tidak ada di sana. Ia lalu membuka satu persatu laci yang ada, tapi ia tak kunjung menemukannya. Bu!! Susu di mana sih?? tanya Lando refleks, tapi ia hanya dijawab oleh keheningan pagi. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Lando menoleh ke belakang untuk melihat dapur yang kosong. Biasanya jam segini, ibunya sedang mengaduk kuah sup di depan kompor sambil sesekali menatapnya lembut. Orlando, jangan lupa bekalnya, ya! Lando meneguk ludah, berusaha menahan tangis. Tapi ia hanya anak kecil. Ia menangis saat ingin menangis. Ia tidak bisa menahannya. Lando terisak di balik lemari sambil memegangi perutnya yang lapar. Selalu begini selama dua tahun. Tidak ada lagi orang yang akan membuatkannya bekal. Tidak ada lagi orang yang akan memanggilnya Orlando. Tidak ada lagi orang yang akan dipanggilnya ibu.

Mau kemana kamu? Langkah Lando terhenti. Ia lalu menoleh, menatap ayahnya yang sudah berkacak pinggang di belakangnya. Sekeliling matanya hitam, entah terlalu banyak tidur atau justru tidak pernah tidur. Mau sekolah? kata Lando seakan ayahnya bodoh. Sialnya, ayahnya mengerti nada bicara Lando. Ia mendekati Lando lalu menamparnya keras di pipi. Kamu pikir Ayah bodoh?? sahutnya sementara Lando sangat ingin menjawab ya. Kenapa kamu masih berangkat ke sekolah itu, hah! Kamu tau sendiri kita tidak punya uang untuk bayar! Itu karena Ayah dipecat, kan! sahut Lando membuat mata ayahnya menyala-nyala. Itu karena Ayah nggak becus bekerja! Ayah Lando menamparnya sekali lagi, kali ini terkena pelipisnya hingga lecet. Lando mengepalkan tangan geram, berusaha menahan segenap emosi. Berhenti saja kamu sekolah! Sana cari kerja! Lihat apa cari kerja itu mudah! sahut ayahnya, lalu mendorong Lando dan berderap keluar rumah. Lando menggigit gerahamnya keras-keras, menahan rasa nyeri yang menjalar-jalar di pipinya.

Lando berjalan pelan menjauhi sekolahnya. Ia baru saja ke sana, tapi gurunya menyuruhnya pulang sebelum ia mendapat uang untuk membayar iuran bulanan. Lando tak punya pilihan lain selain menurut. Lando mengompres pipinya yang berdenyut dengan es teh. Hidupnya jadi berantakan semenjak ibunya kabur dari rumah. Ayahnya jadi pemabuk dan pengangguran, teman-temannya menjauhinya,

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

dan sekarang ia tidak bisa belajar matematika yang disukainya. Lando sampai merasa ia tidak punya kehidupan lagi. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan di jam-jam segini, di saat ia seharusnya belajar di kelas. Jika ia pulang, ia cuma akan jadi bulan-bulanan ayahnya. Lando menghela napas, lalu melirik sebuah halte bus. Ia lalu memutuskan untuk duduk di sana dan menghabiskan waktu. Tak lama setelah ia duduk, beberapa anak laki-laki berseragam SMA muncul sambil tertawa-tawa. Mereka lalu duduk di sebelah Lando. Tadi gue dapet dari si Boim sepuluh rebu, kata seorang laki-laki berperawakan kurus tinggi. Nampaknya ia bos kalau dilihat dari bagaimana teman-temannya berusaha mengambil hatinya. Terus dari si Dadang dua puluh. Tapi tadi udah gue pake beli es teh dua rebu, ama gorengan seceng. Jadi berape tuh sisanya? Teman-temannya sibuk menghitung soal cerita yang diberikan bosnya sementara bosnya sibuk menghitung uang. Lando menatap mereka sesaat. Dua puluh tujuh ribu, kata Lando membuat semua orang mengangguk-angguk. Pinter lo, kata laki-laki tadi, lalu menatap semua anak buahnya. Siape tadi yang jawab? Mereka semua saling pandang, dan karena tak ada yang merasa menjawab, mereka lalu melirik Lando yang menatap mereka polos. Saya, bang, jawab Lando membuat si laki-laki kurus memicing untuk menatapnya. Siape suruh lo jawab? tanyanya garang membuat Lando berdecak, menyesal sudah ikut campur. Sekarang anak-anak SMA itu sudah mengelilinginya. Maap bang, gak sengaja, kata Lando. Si bos menatap Lando dari ujung mata sampai ujung kaki, heran dengan ketenangannya. Bos, anak SMP Indonesia Raya, bisik seorang anak buahnya. Mendadak seringai muncul di wajah anak itu. Ngapain anak Indonesia Raya jam segini dimari? Telat masuk lo? tanyanya sambil menarik bet seragam Lando. Lando malas repot-repot menjelaskan kalau ayahnya tidak ada uang untuk membayar iuran sehingga gurunya tidak mengizinkannya untuk masuk sekolah. Anak laki-laki itu menatap Lando yang tak menjawab, lalu menarik kerahnya. Belagak bisu lo sekarang? tanyanya, tapi Lando bergeming. Ia sudah terlalu terbiasa diintimidasi ayahnya. Yang seperti ini sih tidak masalah. Anak-anak itu saling pandang, lalu menatap Lando garang. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Periksa tasnya, kata si bos membuat anak buahnya langsung bergerak dan membongkar isi tas Lando. Yang lainnya memeriksa saku-saku seragam Lando. Nggak ada sepeser pun, kata salah seorang anak buahnya membuat si bos menatap Lando curiga. Lo nyolong seragam orang, ya? katanya. Mana ada anak Indonesia Raya kere kayak lo! Saya emang kere bang, makanya saya nggak bisa masuk sekolah, jawab Lando tenang membuat anak itu melongo. Ia menatap Lando sebentar, lalu menepuk-nepuk kepalanya seperti sedang menepuk kepala anjing. Gue suka gaya lo, katanya lalu mengulurkan tangan. Lando menatap tangan itu sesaat, lalu menyambutnya. Gue Joki, ketua geng ZTC. Lando, jawab Lando, walaupun penasaran dengan kepanjangan ZTC. Nah, Lando. Kalo lo nggak ada kerjaan, lo boleh ikutan kita, katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada. Kita ini geng yang paling ditakutin di daerah ini. Lo aman kalo sama kita. Lando menatap orang-orang di sekitarnya, menyangsikan kemampuan mereka. Mereka seperti anak SMA biasa yang sedang bolos sekolah. Tidak lebih. Oke, jawab Lando akhirnya, menganggap bermain bersama mereka lebih baik daripada luntang-lantung sendirian. Lagipula, ia bisa menghabiskan waktu di luar dan pulang ke rumah saat sudah larut untuk menghindari ayahnya. Bagus, kata Joki sambil mengangguk-angguk. Mulai sekarang, lo bagian dari keluarga ZTC. Terserahlah, pikir Lando. Ia terlalu malas menanggapi Joki yang sekarang sudah tertawa membahana, tak jelas apa yang ditertawakannya.

Lando melesat ke arah pintu sebelum ayahnya terbangun. Hari ini seperti hari-hari lain, Lando akan kumpul-kumpul dengan Joki dan teman-temannya yang lain. Sudah sebulan sejak Lando memutuskan untuk bergaul bersama mereka. Memang tidak banyak hal baik yang mereka lakukan, malah cenderung melanggar aturan, tapi Lando senang karena mereka menerimanya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Kemarin Lando mengikuti mereka memalak beberapa anak SMA Athens. Lando memang tidak langsung terlibat dengan usaha itu, ia malah lebih memberi perhatian pada sekolah mewah itu. Mau bermimpi seperti apa pun, Lando tidak akan bisa masuk ke sana. Hari ini, sepertinya mereka akan memalak anak-anak SMP Indonesia Raya. Lando sendiri malas mencegahnya, dan ia malah sedikit senang karena di hatinya masih tersisa dendam. Lando berbelok ke sebuah gang, lalu masuk ke dalam sebuah gudang yang kasat mata orang awam. Lan! Telat amat lo! sahut Joki saat melihat Lando. Lando hanya membalasnya dengan lambaian singkat. Joki lalu merangkulnya dan membawanya ke pojokan. Eh, lo tau kan gang-gang sepi di deket sekolah lo? Lando mengangguk pelan. Sip. Ntar lo tunjukin ya, gue mau malakin temen-temen lo, katanya sambil nyengir nakal. Lo juga ikut kan? Palakin aja semua temen-temen kaya lo. Toh mereka juga ga bakal kehilangan. Lando mengangguk lagi, lebih karena formalitas. Dalam hatinya, Lando sama sekali tak punya keinginan untuk ikut memalak. Yang ia inginkan hanya diizinkan bersekolah lagi. Tapi nampaknya mustahil. Joki dan teman-temannya nampak sudah siap berangkat. Lando menghela napas, lalu mengikuti mereka.

Bos, yang itu gimana? Kayaknya anak orang kaya tuh, kata anak buah Joki sambil menunjuk seorang anak yang tampak sedang menunggu di depan gerbang SMP Indonesia Raya. Mereka sekarang sedang menunggu di gang kecil di sebelah sekolah itu. Hmm. Oke. Bawa dia kemari, kata Joki, dan anak-anak buahnya segera melesat. Joki tertawa lalu menatap Lando yang bersandar di dinding dengan mata menerawang. Kenapa lo? Lando tersadar, lalu menggeleng. Nggak kenapa-napa. Udah dapet orang yang mau dipalak? tanya Lando. Udah, lagi dijemput, kata Joki, lalu memperhatikan Lando. Ia lalu menyodorkan rokok yang tadi dihisapnya. Nih. Lando menatap rokok itu, lalu menerimanya dengan ragu. Ia selalu melihat ayahnya menghisap rokok dan selalu penasaran, tapi ia tidak pernah benar-benar mencoba.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

Lando menghisap rokok itu, dan spontan terbatuk. Joki terbahak lalu menepuk punggung Lando kuat-kuat. Lama-lama juga biasa, kata Joki, geli melihat mata Lando yang berair. Oh iya. Habis ini lo ikut gue ya. Kemana? tanya Lando, masih merasa tersiksa. Bikin tato, kata Joki membuat mata Lando melebar. Temen gue ada yang baru buka usaha tato, jadi dia mau bikinin kita tato gratis. Lando meneguk ludahnya. Tato? Tak pernah sekalipun terbersit keinginan untuk memilikinya. Selain menyakitkan, agamanya pun tak memperbolehkan. Bukannya Lando orang yang taat beragama, hanya saja ia butuh alasan untuk dirinya sendiri. Kenapa lo? Takut? ejek Joki saat melihat raut wajah Lando. Lando balas menatapnya berani, lebih karena harga dirinya tertantang. Nggak. Boleh aja, katanya, walau hatinya merasa tak nyaman. Joki mengangguk-angguk senang, lalu kembali mengintip kemajuan anak buahnya. Mereka udah mau dateng, kata Joki. Tangkapan bagus nih. Lando tak menanggapi. Ia masih berpikir tentang tato, hingga anak-anak buah Joki muncul dan membawa seorang anak laki-laki seumurannya. Mata Lando melebar saat melihat anak itu. Rama...? gumam Lando sementara Rama sibuk melepaskan diri. Lando tidak percaya kebetulan ini. Ia menyangka akan melihat anak laki-laki mana saja dari sekolahnya, bukan ketua kelasnya dan pemegang ranking satu seumur hidup di sekolahnya. Lo kenal, Lan? tanya Joki sambil mendekati Rama. Rama sendiri baru menyadari kehadiran Lando. Lando? serunya. Lo juga lagi dipalakin sama mereka? Tawa Joki membahana mendengar pertanyaan Rama, sementara Lando memilih diam dan mengalihkan pandangan. Dipalakin? Dia yang justru malakin lo! sahut Joki membuat Rama melongo. Ia lantas menatap Lando yang masih menolak untuk melihatnya. Apa maksudnya? tanya Rama bingung. Dia anak sekolah gue! Justru itu! Dia juga yang nunjukin gang ini sama kita, kata Joki dengan senyum mengejek. Lo ngerti kan? Dia udah nggak ada hubungannya lagi sama sekolah ini! Rama menatap Lando tak percaya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

10

Lan, udah sebulan lebih lo nggak masuk sekolah, lo bergaul sama orang-orang ini? tanya Rama sementara Lando berdecak. Nggak ada urusannya sama lo, katanya dingin sementara Joki terkekeh puas. Rama menatap Lando tak percaya. Anak laki-laki itu memang terkenal bandel dan sering bolos sekolah, tapi ia tidak menyangka ia bagian dari kumpulan preman. Bos, ada dompet, duitnya banyak! sahut salah seorang anak buah Joki sambil melemparkan sebuah dompet padanya. Joki menangkapnya dengan sigap, membukanya, lalu nyengir dan mendekati Rama. Bagus, emang anak orang kaya lo, katanya sambil mengambil beberapa lembar uang dua puluh ribuan dan menepuk pipi Rama dengan dompet kosong. Nggak percuma lo anak Indonesia Raya. Rama menatap Joki sengit, tapi laki-laki bertato itu malah tertawa terbahak-bahak. Beda 180 derajat sama lo, Lan, katanya lagi pada Lando. Gue jadi heran kenapa lo bisa masuk sekolah elit itu. Cih, kata Lando sambil menatap Joki, berusaha menghindari tatapan Rama. Udah kan? Ayo pergi. Okeee! kata Joki sambil memberi isyarat pada anak buahnya untuk melepaskan Rama. Mereka lalu meninggalkan Rama sambil tertawa-tawa, senang punya uang untuk berfoya-foya nanti malam. Joki sendiri sudah merangkul Lando. Besok-besok kita mangkal sini lagi aja, untung besar! Terserah lo, lah, kata Lando, sudut matanya masih menangkap tatapan Rama yang hanya bisa terdiam di tengah jalan. Lando mendesah. Harusnya ia tidak merasa bersalah sudah memalak Rama. Toh, anak kaya itu tidak akan merasa kehilangan. Besok-besok ia pasti akan kembali diberi uang yang sama, atau mungkin lebih. Tapi entah kenapa Lando merasa ada yang mengganjal hatinya. Mungkin itu karena Rama tidak mengatakan atau melakukan apa-apa.

Lando menggigit bibirnya keras-keras, lalu menatap bayangan punggungnya sendiri dari cermin. Sebuah tato berbentuk kepala elang yang masih baru tampak di belikat kanannya. Lando masih bisa merasakan pedih di kulitnya, tapi entah kenapa ia senang dengan sensasi itu. Merasakan sakit itu bisa membuat perhatiannya terhadap rasa sakit yang lain sedikit teralihkan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

11

Lando menghela napas, lalu membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Tanpa sengaja, ia berbaring dengan terlentang, membuat bekas luka tatonya tergesek dengan kasur yang keras. Anj*ng!!! sahut Lando, serta merta bangkit dan memijat bahunya yang berdenyut menyakitkan. Ia lalu terduduk di lantai. Tanpa ia sadari, air matanya mengalir tanpa bisa dihentikan. Kali ini Lando memijat dada kirinya.

Lan, bikinin Ayah kopi. Lando menoleh, menatap datar ayahnya yang tergeletak miring di sebelahnya, mabuk. Kalau tidak ada pertandingan bola di televisi, Lando tidak akan mau duduk di sofa bersamanya. Saya bikinin pake tanah, mau? kata Lando membuat ayahnya memukul kepalanya. Lando merengut sambil mengusap kepalanya yang berdenyut. Kita udah nggak punya kopi.... Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dalam hitungan detik, ayah Lando sudah melesat ke dapur dan bersembunyi di balik lemari, sementara Lando menghela napas. Saat-saat seperti ini, ayahnya malah sadar. Ketukan di pintu semakin keras dan terdengar tak sabar. Lando melangkah malas ke arah pintu, lalu membukanya tanpa repot-repot mengintip. Dua orang berbadan besar dan bertampang galak berdiri di depannya, seperti sudah terbiasa. Mana dia? tanya laki-laki yang memiliki bekas luka di pipi kiri. Lando menamainya Kenshin. Belum pulang, jawab Lando singkat. Jangan bohong kamu, kata laki-laki satunya yang berkulit gelap. Lando menamainya Lutung. Lando hanya mengangkat bahu. Si Lutung kemudian menarik kerah kemejanya. Lando merasakan panas di belikat kirinya. Dia ada di mana?? sahut si Lutung lagi gusar, sementara Lando mati-matian menahan diri untuk tidak meludahinya. Lando tidak menjawab, sehingga membuat kedua laki-laki itu semakin tak sabar. Si Lutung akhirnya melepaskan Lando, lalu mendorongnya sehingga tersuruk di antara pot bunga. Si Kenshin sendiri sudah menendang pintu dan berderap masuk sambil berteriak-teriak. Si Lutung mengikutinya, dan beberapa detik kemudian terdengar suara gelas-gelas pecah. Lando melihat sekelebat bayangan muncul dari sebelah rumah, diikuti oleh si Lutung dan si Kenshin yang mengejarnya dengan sekuat tenaga.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

12

Lando bangkit, menepuk-nepuk celananya yang kotor, lalu menatap tiga bayangan yang sudah menghilang di kegelapan malam. Lari sana. Kalau perlu jangan kembali.

Kenapa kamu ikut-ikutan geng preman itu, hah? Ngapain? Malakin orang? Mana pake ngerokok, lagi! Lando menunduk, tidak bermaksud tampak bersalah, tapi lebih karena bosan. Tadi pagi saat ia sedang memalak seorang siswa dengan Joki dan kawan-kawan di sebuah halte bus, seorang guru BK-nya lewat dan langsung menyeretnya ke sekolah. Kebetulan yang menarik. Lagipula sudah lama Lando ingin mengakhiri ini. Lando tak menjawab. Ia pura-pura tertarik pada sepatu usangnya. Rupanya ini menghabiskan kesabaran sang guru. Kalau mau ikut-ikutan geng seperti itu, jangan pakai seragam sekolah! serunya, berhasil membuat Lando mengangkat kepala dan menatapnya sengit. Aman, guru BK-nya, balas menatapnya sebal. Baik, saya berhenti dari sekolah ini sekarang juga, kata Lando membuat Aman tercengang. Bagaimana pun juga saya nggak bisa bayar. Lando kemudian berderap menuju pintu sebelum sempat ditahan. Pada saat itulah, Lando menyadari kehadiran Rama di balik pintu. Rama menatapnya simpati, sementara Lando membalasnya dingin. Mau kemana lo? tanya Rama saat Lando melewatinya tanpa bicara sepatah katapun. Ngumpul-ngumpul sama preman itu lagi? Bukan urusan lo, jawab Lando singkat. Tapi rupanya Rama belum mau menyerah. Ia malah mengikuti Lando. Setelah beberapa meter, Lando mulai merasa terganggu. Ia berbalik. Mau apa sih lo? Rama berhenti mendadak, hampir menabrak Lando. Ia lalu terlihat berpikir. Mau ke kelas, jawab Rama kalem sambil tersenyum simpul. Cih, decak Lando. Lo tadi ada di balik pintu BK, bukannya lo ada urusan sama dia? Hm... udah lupa, kata Rama sambil mengedikkan bahu. Lando berdecak lagi, lalu memutuskan untuk tak peduli dan melanjutkan perjalanannya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

13

Lando sibuk dengan pikirannya sendiri saat ia sudah berada di sebelah pagar. Ia melemparkan tasnya ke seberang, lalu bermaksud untuk memanjat. Tapi sebelumnya, ia menoleh ke belakang. Ternyata Rama masih ada di belakangnya, masih tersenyum simpul. Lando mendesah. Jadi, lo udah pindah kelas sekarang? Di udara terbuka, gitu? tanya Lando, walaupun tadinya sudah tak mau tahu. Rama hanya mengangkat bahu, membuat Lando tambah kesal. Lando menarik napas, lalu menghelanya, mencoba meredam keinginan untuk memukul anak laki-laki kaya di depannya ini. Terserahlah, kata Lando, lalu segera menjejakkan sebelah kakinya ke pagar. Sebentar lagi pelajaran Matematika loh, kata Rama santai membuat Lando berbalik dan melongo. Emang gue peduli? Lo nggak denger tadi? Gue udah berhenti sekolah, kata Lando seolah Rama bodoh. Tapi Rama hanya menatapnya tenang. Lo mau berhenti hanya gara-gara lo nggak punya uang untuk bayar sekolah? tanya Rama membuat darah Lando mendidih. Ia menyerbu Rama lalu menghajarnya tepat di pelipis hingga ia terbanting. Lando sudah siap menerima balasan, tapi Rama tidak melakukan apapun. Ia hanya menyeka darah yang keluar dari pelipisnya, lalu menatap Lando tenang, membuat Lando kesal setengah mati. Tau apa lo! Lo cuma anak orang kaya! Lo pikir cari duit gampang! sahut Lando geram. Karena lo nggak punya duit, lantas lo mau langsung berhenti sekolah, gitu? Keinginan lo untuk sekolah cuma sebatas itu? tanya Rama membuat mata Lando melebar. Rama bangkit dengan terhuyung, lalu menatap Lando lagi. Gue emang nggak tau susahnya cari duit, tapi asal lo tau, gue sekolah di sini bukan karena duit. Jelas aja, lo kan anak yang punya yayasan! seru Lando sinis. Gue nggak bayar karena gue memang pantas untuk nggak bayar, kata Rama lagi membuat Lando terdiam. Gue dapet beasiswa penuh, nggak peduli ortu gue yang punya yayasan. Lando merasa sudah tahu arah pembicaraan ini, tapi ia tak ingin mendengar. Lando mendesah, lalu melirik pagar di sebelahnya. Kalo lo manjat pager itu, berarti lo setuju dengan ketidakadilan yang lo terima, kata Rama membuat Lando kembali menoleh. Mungkin tempat gue memang bukan di sini, katanya, lalu mulai memanjat dan berhasil mendarat di samping tasnya yang sudha terbuka. Isinya berhamburan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

14

Lando memungut isinya, lalu terpaku saat melihat buku cetak matematika yang selalu dibawanya. Ia lalu melemparnya sembarangan ke dalam selokan. Sekolah hanya untuk orang-orang kaya dan pintar. Dan ia tidak seberuntung itu.

Lando menatap kosong lapangan hijau di depannya. Hari ini ia malas berkumpul dengan Joki. Selain memang tidak mood, ia masih memikirkan kata-kata Rama tadi siang. Lando menghela napas, lalu membaringkan diri di rumput dan memejamkan mata, bermaksud tidur. Tahu-tahu, sebuah bayangan menutupi sinar matahari, membuat Lando membuka sebelah matanya. Detik kemudian ia melongo. Rama ada di belakangnya, nyengir persis orang bodoh. Lando menyipitkan mata lalu duduk. Ngapain lo di sini? tanyanya kesal melihatnya dua kali sehari ini. Kita emang mau maen. Dan ternyata lo ada di sini, kata Rama santai. Kita? tanya Lando lagi, lalu melirik ke belakang Rama. Ternyata ada Sid dan Cokie, dua anak sekolahnya yang juga sama-sama kaya. Yang satu kepalanya pirang dan tampak seperti perempuan, yang satu lagi berwajah tegas dan digilai para cewek di sekolah. Lando berdecak tak suka. Halo, sapa Sid hati-hati sementara Cokie hanya menganggukkan kepala. Lando malas meresponnya, jadi ia hanya bangkit sambil membersihkan celana tanpa mempedulikan ekspresi masam kedua anak tadi. Mau kemana lo? tanya Rama melihat Lando malah seperti mau pergi. Bukan urusan lo, tukas Lando. Sid dan Cokie saling pandang sementara Rama hanya tersenyum maklum. Mau main bareng nggak? tanya Rama membuat Lando menatapnya tak percaya. Main apaan? Tak lari? kata Lando lalu mendengus sinis. Gue nggak ada waktu untuk maen sama anak-anak kaya kayak kalian. Lando berderap pergi dan tanpa sengaja menabrak Sid. Bola sepak dari ranselnya yang terbuka jatuh dan menggelinding ke kaki Lando. Lando menatap bola itu tak percaya. Ini... katanya sambil mengambil bola itu dan memperhatikannya dengan seksama. Ia lalu menatap Sid tajam. Ini bola resmi piala dunia, kan? Sid mengangguk takut-takut. Entah kenapa ia yakin Lando akan merampas bola kesayangannya itu. Ia sudah mendengar reputasi Lando di sekolah.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

15

Lando kembali menatap bola di tangannya seolah ia baru saja menemukan harta karun. Ia memperhatikannya baik-baik sementara tiga anak laki-laki di depannya sudah saling pandang. Lando menangkapnya dari sudut mata, lalu berdeham. Nih, katanya sambil melempar bola yang ditangkap oleh Sid, walaupun matanya masih terkunci padanya. Lo mau ikut main? tanya Sid membuat Lando terdiam sesaat, lalu mendengus. Anak-anak kayak kalian bisa apa sih? Nggak bakal seru main sama kalian! sahut Lando, matanya masih mencuri-curi pandang ke arah bola. Gue keberatan kalo lo meremehkan kita. Ayo kita coba main, kata Cokie tegas, membuat Lando merasa tertantang dengan seketika. Lando tersenyum sinis, lalu meletakkan ranselnya dan berjalan ke tengah lapangan. Ia masih bisa mendengar sayup-sayup ketiga anak laki-laki itu. Lo serius mau main sama dia, Ram? Kalo dia gak fair play gimana? cicit Sid. Kalo nggak dicoba, mana tau, kata Rama. Jadi lo mau babak belur dulu, gitu? seru Sid, panik. Lo kan cuma kiper, bakal babak belur segimananya sih, kata Cokie. Ayok buruan, ntar kita disangkain pengecut, lagi! Lando mendengus. Ia akan menghabisi ketiga anak manja itu karena sudah mengganggu tidur siangnya.

Gimana Lan? Lo terpukau kan sama aksi penyelamatan gue tadi? seru Sid sambil menepuk bahu Lando sembarangan. Lando meliriknya judes, tapi si kepala pirang itu tak sadar. Ia sekarang sedang minum banyak-banyak. Lando berdecak. Ternyata perkiraannya salah. Ketiga anak itu tidak selemah yang dibayangkannya. Justru Lando merasa mereka punya teknik-teknik yang sangat bagus, terutama si kepala pirang. Ia tadi berhasil menepis bola tendangan Lando, membuat Lando berhasil bertekuk lutut secara harfiah, melongo sementara Sid berjingkrak senang seperti orang bodoh. Tau nggak, bola itu bola pemberian Om gue! Dia jadi panitia waktu piala dunia kemaren, hebat kan! seru Sid lagi sambil berjongkok dan menatap Lando dengan kedua mata bulatnya. Lando merasa anak itu mirip sesuatu. Gue punya empat, yang dua udah dikasih Rama sama Cokie. Satu dipajang, satu buat main! HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

16

Lando sekarang tahu Sid mirip apa. Ia mirip anak kucing. Berbulu dan cerewet. Lando merinding sendiri saat membayangkan kata imut di benaknya. Lo bisa main bareng kalo mau, kata Rama mengalihkan perhatian Lando dari Sid. Setiap hari, pulang sekolah kita selalu main di sini. Kalian nggak les? dengus Lando, tak percaya Rama bisa jadi juara pertama kalau setiap harinya dihabiskan untuk main bola. Kita selalu belajar bareng setelah main, kata Cokie membuat Lando menganga. Lo bisa ikut belajar bareng juga! kata Sid ceria, lalu segera mengkerut saat melihat ekspresi Lando. Itu kalo lo mau... Lando menghela napas, lalu mengambil ranselnya dan bangkit. Cukup sudah iku dalam lelucon ini. Ia akan pergi dan menganggap hari ini tidak pernah terjadi. Rama, Cokie dan Sid saling pandang, lalu ikut bangkit juga dan mengikuti Lando. Lando berusaha untuk tidak mempedulikan mereka, tapi setelah beberapa lama diikuti, ia menyerah juga. Kalian emang bakat nguntit ya? seru Lando sambil berbalik dan menatap ketiga anak itu marah sementara mereka sok-sok bersiul dan memandang ke arah lain. Hanya Sid, sebenarnya. Cokie garuk-garuk leher, sementara Rama menatapnya ramah. Yang terakhir ini membuat Lando muak. Lo mau kemana sih Lan? tanya Sid membuat Lando berdecak lagi. Lama-lama kepala pirang itu menyebalkan juga. Belum lagi rambutnya terpantul-pantul sinar matahari, membuatnya silau dan kesal. Lo kenapa sih pirang begi... Ayok! Kita belajar bareng di rumah gue! sahut Sid, tak mendengarkan kata-kata Lando. Ia menarik lengan Lando lalu menggiringnya ke mobil jemputan Rama.

Lando menatap sekeliling. Apartemen si pirang itu tampak mewah. Lando juga tadi sukses terlonjak saat melihat Renata, seorang artis sinetron terkenal, yang membukakan pintu. Artis itu ternyata, secara mengejutkan, adalah ibu Sid. Lando sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di apartemen ini. Seingatnya tadi ia menolak, tapi toh ia sudah berada di sini. Nampaknya ia sendiri ingin tahu, tapi menolak setengah mati bahkan hanya untuk mengaku pada dirinya sendiri. Ia lalu menoleh pada ketiga anak tadi. Mananya yang belajar bareng... gumamnya sementara Sid dan Cokie sibuk menekan tombol di stick PS yang mereka pegang. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

17

Lo jangan memperlambat gue, dooong! sahut Sid sambil menendang Cokie. Enak aja! Gue kan mau ambil nyawanya dulu! balas Cokie sambil mengayun-ayunkan stick-nya, seolah bisa membantu. Lando menatap kedua anak itu heran, lalu melirik Rama yang sedang duduk tenang di sofa sambil membaca buku. Yang belajar lo doang? tanya Lando, membuat Rama mendongak dan mengangguk. Terus kenapa lo tadi bilang belajar bareng? Emang gue bilang gitu? Rama balas bertanya, membuat Lando kembali berpikir. Sepertinya memang bukan Rama yang mengatakannya, tapi sudahlah. Lando tidak ingin tahu. Gue pulang, kata Lando sambil melangkah ke arah pintu, tak mempedulikan ketiga anak itu berusaha untuk mencegahnya. Lando berjalan gontai ke arah lift, berusaha menahan segala keinginannya untuk belajar dan bermain, seperti anak-anak itu.

Lan, gue dapet laporan, kata Joki esoknya. Lando mendongak dan menatap Joki dan anak-anak buahnya sudah ada di sekelilingnya. Ada yang liat kemaren lo bergaul sama anak-anak kaya. Keluar dari apartemen mewah, lagi. Lando mendesah. Hebat. Sekarang ia diuntit dari berbagai arah. Malah ia cukup yakin si Kenshin dan si Lutung juga selalu menaruh mata padanya. Lando tak punya keinginan menjawab, tapi tahu-tahu Joki mengangkat tangan, membuat Lando sigap memasang kuda-kuda. Joki terdiam sesaat, lalu menepuk-nepuk bahunya. Bagus, Lan! serunya membuat Lando mengernyit. Lo udah nemu mangsa baru, kan? Sip! Kita palak mereka ntar! Joki tertawa dan pergi sementara Lando masih membatu di tempatnya. Lando menghela napas, membiarkan Joki berpikir seperti diinginkannya. Lando juga tidak peduli.

Lan! Lando menoleh. Begitu sadar siapa yang memanggil, ia kembali berbalik dan mempercepat langkahnya. Tapi tahu-tahu, Rama sudah muncul di sebelahnya, berusaha menyamai langkahnya. Mau ikut main bola lagi nggak? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

18

Lando berhenti tiba-tiba, sementara Rama masih membutuhkan beberapa langkah lagi karena tadi sudah keburu ngebut. Lando menatap Rama tajam. Ngapain sih lo? sahut Lando membuat Rama bingung. Ngajak lo main bola, jawabnya polos membuat Lando berdecak. Ya ngapain lo ngajak gue main bola! Udah sana main bertiga aja! sahut Lando lagi. Nggak asyik Lan, enak berempat! sahut Sid membuat Lando terlonjak. Ia tidak melihat anak itu datang. Di sebelahnya, Cokie muncul dan nampak terengah-engah. Kalian pada ngapain sih? Lomba jalan cepat? seru Cokie. Rupanya mereka tadi masih di belokan saat Rama sudah menemukan Lando. Lando menghela napas, tak habis pikir. Kalian kenapa repot-repot nyariin gue sih? tanya Lando lagi. Soalnya maen bola sama lo seru, Lan, kata Sid sambil nyengir. Dulu gue pikir lo anak bandel, mengerikan gitu. Ternyata... ya emang rada nyeremin sih, tapi oke laaah! Lando menatap Sid bengis, membuat Sid menelan ludah. Ayok Lan, kata Rama sambil menepuk bahu Lando. Lando menatap Rama ragu. Sebenarnya ia sangat ingin, tapi entah kenapa ia tidak bisa begitu saja menerima ajakan Rama. Pake banyak mikir lo ah, kata Cokie sambil merangkul bahu Lando sok akrab. Kayak lo punya kegiatan laen buat dilakuin aja. Lando mendelik, tapi tak berkata apapun. Ia memang sedang tidak ingin bergaul dengan Joki. Kemarin, ia melihat Joki sedang nyimeng, dan ia masih takut untuk menerima saat Joki menawarkannya. Kali ini, ia sadar sedang digiring ke lapangan, dan ia bahkan tidak keberatan.

Gilaaa tendangan lo yang terakhir!! Bisa patah jari gue kalo gue nekat nepis! seru Sid setelah mereka selesai bermain. Sekarang mereka sedang berjalan pulang. Lando tak menjawab, tapi tak bisa menahan sudut bibirnya yang sedikit tertaik. Rama dan Cokie melihat itu, lalu saling tatap geli. Oh iya Lan, kata Sid sambil mengedikkan bola yang sedang dipegang Lando. Bola itu, buat lo aja. Langkah Lando seketika terhenti. Ia menatap Sid tak percaya. Tapi detik berikutnya, ia berdecak dan menyerahkan bola itu pada Sid.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

19

Emang gue pengemis! katanya sambil kembali berjalan. Sid, Rama dan Cokie saling pandang, lalu segera mengejar Lando. Lo kok sinis mulu sih Lan? kata Sid sambil menghadang Lando. Gue kan mau ngasih karena gue anggep lo temen gue, sama kayak Rama sama Cokie. Lando tertegun. Ia menatap Sid, Rama dan Cokie bergantian, seolah meminta izin dengan titel barunya itu. Ketiga anak di depannya malah senyum-senyum. Sid menyodorkan bola itu. Lando menatapnya ragu, tapi tangannya terangkat juga. LAN! Lando menoleh, belum sempat menerima bola itu. Mata Lando melebar menatap siapa yang tadi memanggilnya. Joki dan kawanannya sekarang sedang berjalan mendekatinya. Wah, waaah... gue pikir lo kabur kemana, ternyata lo lagi memuluskan rencana kita yak, kata Joki sambil menepuk bahu Lando sementara Sid, Rama dan Cokie mengernyit. Rencana? Rencana apa Lan? tanya Rama tapi Lando bergeming. Rencana ini! seru Joki, lalu tiba-tiba kawanannya menggerebek Rama, Sid dan Cokie. Mereka menatap Lando marah. Apa-apaan nih!! Lan!! seru Sid yang meronta-ronta dar cengkeraman seorang preman berbadan besar. Rama dan Cokie pun tampak berjibaku melepaskan diri. Tawa Joki membahana mendengar seruan Sid. Kenapa? Lo nganggep Lando main sama kalian karena dia mau? tanya Joki sambil menjambak rambut pirang Sid sementara anak buahnya merampas tasnya. Bola yang tadi dipegang Sid sudah menggelinding ke kaki Lando. LANDO! sahut Sid. Joki terkekeh sambil memberi sinyal pada anak-anak buahnya untuk merampas tas yang lain juga. Lo hebat juga Lan, bisa dapet tiga orang kaya begini, kata Joki setelah menerima tiga buah dompet dari anak-anak buahnya. Kita bisa beli obat lagi, lo nggak usah khawatir soal duit! Obat...? gumam Rama sambil menatap Lando tak percaya. Lo ngobat, Lan? Lando masih diam, menatap bola yang ada di depan kakinya. Gue nggak percaya lo ngelakuin ini, kata Cokie membuat Lando menoleh. Gue yakin lo nggak ada hubungannya sama ini! Lando menatap Cokie nanar sementara Joki dan anak-anak buahnya sudah terbahak lagi.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

20

Dasar bocah! Gue muak liat anak-anak orang kaya kayak lo pada! Habisin aja! perintah Joki, membuat seluruh anak buahnya menyerbu Sid, Rama dan Cokie dan memukuli mereka dengan membabi buta. Lando tadinya hanya menatap keributan itu, tapi tiba-tiba saja kakinya melangkah. Ia menarik anak-anak buah Joki dari ketiga temannya sekuat tenaga, lalu berdiri di depan mereka bertiga, menatap Joki. Lo udah dapet duitnya kan? kata Lando sementara semua orang menatapnya bingung. Pergi sana. Sekarang semua melongo, termasuk Joki. Ia menatap Lando dan ketiga anak di belakangnya bergantian. Lo... nggak berteman sama mereka, kan Lan? Lo bagian dari kita, kan? tanya Joki. Lando menghela napas. Gue memang pernah jadi bagian dari kalian, tapi ternyata... gue masih pengen sekolah, kata Lando, suaranya sempat tercekat. Ia tahu ketiga temannya menatapnya dari belakang. Bergaul dengan kalian nggak bisa bikin gue sekolah. Tapi dengan mereka... senggaknya gue ngerasa masih bagian dari sekolah. Ngomong apa lo? sahut Joki membuat Lando menatapnya. Lo nggak mau keluar dari geng kita, kan? Sori, kata Lando kemudian. Satu kata yang Lando tahu akan membuat harga diri Joki terluka. Tapi gue berterima kasih dulu lo udah nerima gue. CIH! ludah Joki, tampak luar biasa marah. Ia menginjak bola sepak Sid hingga kempis. Lo tau kan akibatnya kalo lo nentang gue? Lando tahu. Dan ia sudah siap. Jadi saat Joki dan anak-anak buahnya menyerbu dengan kekuatan penuh, Lando berusaha mati-matian agar ketiga temannya tidak tersentuh. Tapi ketiga temannya malah ikut membantunya. Sekarang Lando mengerti satu hal. Bahwa ia tidak lagi sendiri.

Lan. Lando membuka matanya perlahan, lalu mendadak merasakan nyeri yang amat sangat di ulu hati dan kepalanya. Ia berusaha beradaptasi dengan silaunya sinar matahari, lalu hal pertama yang dilihatnya adalah kepala pirang Sid yang terkena bercak merah. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

21

Kenapa lo...? tanya Lando sambil berusaha duduk. Ia menatap Sid dengan lebih jelas. Wajahnya penuh darah dan mata kirinya lebam. Tapi ia malah nyengir lebar. Lando mengernyit, lalu menoleh ke arah Rama yang sedang menenggakkan kepalanya dengan tisu di hidung. Masih bingung, Lando menoleh lagi ke arah Cokie yang sedang mengusap-usap kaki kirinya yang tampak janggal. Kaki gue kayaknya patah, Lan, kata Cokie sambil nyengir. HAAH??? seru Lando, tersadar sepenuhnya. Ia lalu bangkit mendadak dan melihat sekeliling. Tapi Joki dan kawanannya sudah tidak ada di sana. Ap.. keman... Joki udah ditangkep polisi, Lan, kata Sid membuat Lando melongo. Tadi ada warga yang liat, terus lapor. Sekarang kita lagi nunggu ambulans, bentar lagi dateng. Lando terduduk, lalu menatap ketiga temannya itu nanar. Rama masih sibuk menahan darah yang mengucur, sementara Cokie masih memijat kakinya sambil meringis. Sori... kata Lando membuat mereka bertiga menatapnya. Gara-gara gue... Bukan salah lo, Lan, kata Rama dengan suara sengau. Ini gunanya teman. Lando menatap Rama penuh berterima kasih sementara Sid dan Cokie mengangguk-angguk. Gue baru tau kalo lo ternyata mau sekolah, kata Cokie. Kalo gitu, kita pasti bantu lo biar bisa sekolah lagi. Gue nggak mau dikasihani, kata Lando cepat. Siapa bilang gue ngasihani lo? Gue cuma bilang, lo bisa kejar beasiswa kayak Rama, kata Cokie lagi. Kata Rama, nilai-nilai lo lumayan. Gue udah nggak pernah belajar lagi, kilah Lando lagi. Kita bisa mulai belajar bersama dari sekarang, kata Rama membuat Lando menatapnya. Sekarang serius. Kita semua, berempat. Ya, termasuk lo, Sid. HA?? Kenapa gue juga?? Gue nggak mau beasiswa! seru Sid tak terima. Lo nggak solider banget, Sid! sahut Cokie membuat Sid terdiam. Ia tampak berpikir sesaat, lalu melirik Lando. Ya... demi solidaritas sih... oke lah. Tapi gue nggak janji beneran dapet ya, kata Sid sambil merengut. Lando tersenyum sedikit melihatnya. Makasih ya, kata Lando, meneguk ludah. Ia tak mau menangis di depan teman-teman barunya. Makasih. Itulah gunanya teman!! sahut Sid tiba-tiba membuat semua orang terkejut. Sid lalu nyengir bersalah pada Rama. Sekali-sekali gue kan mau kebagian jatah ngomong keren begitu... HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

22

Lando, Rama dan Cokie terbahak mendengar kata-kata Sid. Rama bahkan lupa memegangi hidungnya dan malah tersedak darahnya sendiri. Lando segera membantunya sementara Sid panik sendiri. Lando merasa dirinya tidak lagi orang tersial di dunia. Ia sadar, ia sangat beruntung. Sangat, sangat beruntung. Dan ia bersumpah, ia tidak akan melepaskan apa yang berharga untuknya sekarang. Demi apapun.

Gimana, Lan? Peringkat pertama? Lando menoleh, menatap Rama, Sid dan Cokie yang nyengir lebar di sebelahnya, lalu mengangguk. Cieeee!! Makan makaaaannn!! seru Sid heboh sambil berjingkrak ke arah kantin. Tapi Sid yang bayaaar... tambah Cokie membuat Sid mendelik. Cokie terkekeh, lalu menyusul Sid. Sori ya, kata Lando pada Rama. Lagi-lagi gue ngalahin lo. Sial lo, canda Rama sambil mendorong kepala Lando. Kedua anak itu lalu nyengir. Ayok, kita ke kantin! Sid mau traktir katanya! Oke, gue nyusul, kata Lando. Rama mengangguk, lalu segera menyusul Sid ke kantin. Lando menghela napas, lalu kembali menatap papan di depannya. Hari ini adalah hari pengumuman peringkat paralel di SMA Elite Athens. Beberapa bulan lalu, Lando pikir ia hanya bisa bermimpi untuk masuk ke sekolah ini, tetapi dengan kekuatannya beserta ketiga sahabatnya, ia ada di sini, memakai seragam kotak abu-abu milik Athens. Tidak hanya itu, namanya juga terpampang di papan pengumuman sebagai juara paralel semester pertama di kelas sepuluh. Lagi-lagi mengalahkan ketiga temannya, seperti saat masih SMP. Lando mendesah. Ia tahu ia sudah kurang ajar. Tidak seharusnya ia mengalahkan ketiga sahabatnya. Tapi ia juga tahu, jika ia tidak berusaha sekuat tenaga, maka ketiga sahabatnya pasti akan kecewa. Permisi.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

23

Lando mundur beberapa langkah saat seorang gadis mungil berambut panjang lewat di depannya untuk melihat papan pengumuman. Gadis itu menempelkan jari di papan, menelusuri namanya, lalu jarinya terhenti di angka lima. Gadis itu menghela napas berat, kepalanya tertunduk lemas. Tapi beberapa detik berikutnya, ia menepuk wajahnya sendiri. Nggak boleh. Harus semangat! gumam gadis itu lalu berbalik dan berhadapan dengan Lando yang menatapnya datar. Gadis itu menatap Lando sesaat, merasa malu, lalu segera pergi. Lando memperhatikan sampai gadis itu menghilang di balik tembok, lalu kembali menatap papan pengumuman. 5. Annisa Nuraida.

Aku nggak ingat sama sekali!!! sahut Aida sambil menepuk kedua pipinya, membuat Lando mendengus geli. Persis kayak waktu itu, katanya sambil melempar kardus kosong ke seberang ruangan. Jadi begitulah. Nggak menarik, kan? Aida buru-buru menggeleng. Nggak, aku malah seneng banget kamu cerita, katanya membuat Lando menatapnya. Aida tersenyum lembut. Aku seneng bisa tau masa lalu kamu. Lando menatap Aida lama, lalu mengedikkan bahu. Cewek aneh, komentarnya lalu kembali menyortir kardus. Aida memperhatikannya. Lan, kata Aida sementara Lando hanya bergumam. Aku... boleh liat tato kamu? Lando mendongak dan melongo. Buat apa?? tanyanya tak habis pikir. Aku cuma... pengen liat, kata Aida. Lando berdecak, benar-benar bingung dengan rasa keingintahuan Aida yang luar biasa besar dan tak beralasan. Gue bermaksud mau ngapus tato itu, kalo udah punya cukup uang, kata Lando. Nggak usah pake diliat-liat. Tapi gue pengen liat, pinta Aida lagi. Please? Aida nampaknya tahu benar di mana titik kelemahan Lando. Lando tidak bisa melihat Aida memohon. Apalagi dengan mata bulat dan berbinar begitu. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

24

Lando memijat dahinya, lalu mengangguk. Lando berbalik, lalu mengangkat kausnya. Aida bisa melihat tato elang berwarna hijau tua di bahu sebelah kiri Lando. Aida menyentuhnya takut-takut, sementara Lando merasakan sensasi aneh yang menggelitik hatinya. Seperti tangisnya bisa tumpah kapan saja. Anak-anak tau soal ini? tanya Aida hati-hati. Lando memakai kembali kausnya lalu mengangguk tak jelas. Sebelum ia sempat berbalik, tahutahu ia merasakan beban di punggungnya. Ternyata Aida sedang bersandar padanya. Aku seneng kita ketemu, kata Aida, membuat Lando membatu. Sekarang kalo ada apa-apa, kamu boleh kok cerita sama aku. Air mata Lando sekarang benar-benar menitik, padahal ia tidak bermaksud menangis lagi. Ia sudah punya segalanya sekarang, tak ada lagi alasan untuk bersedih. Tapi entah kenapa tangisnya seakan tidak bisa ditahan. Ini terakhir, Ai, gue janji, kata Lando di tengah isaknya. Aida tersenyum seraya mengelus-elus punggungnya yang berguncang. Jangan nangisin masa lalu, Lan. Yang penting adalah sekarang, dan masa depan, kata Aida sambil mengusap lembut rambut ikal Lando. Suatu saat kalo kita nangis lagi, harus karena bahagia. Lando membalikkan badan lalu menatap Aida. Lando tidak tahu lagi bagaimana harus berterima kasih pada titisan malaikat di depannya ini. Lando dan Aida saling tatap untuk beberapa saat, dengan pikiran yang sama. Ini minum dulu! seru ayah Lando yang mendadak muncul dari pintu, membuat Lando dan Aida buru-buru memisahkan diri. Ayah Lando menatap kedua remaja salah tingkah itu. Hayo... mau ngapain tadi? Nggak ngapa-ngapain! sahut Lando kesal. Ayahnya melihat bekas-bekas air mata. Kamu nangis? tanyanya membuat Lando segera menyeka wajahnya sembarangan. Siapa yang nangis! Alergi debu tau! sahut Lando lagi membuat ayahnya dan Aida tertawa geli. Lando melirik sebal Aida yang menurutnya tidak kooperatif itu, tapi Aida malah sudah sibuk membantu ayahnya meletakkan nampan. Lando menghela napas. Selain ketiga sahabatnya, dua orang di depannya ini adalah hartanya. Hartanya yang paling berharga. Lando tahu, ia tidak seharusnya menyesali nasib. Ia harusnya bersyukur. Melihat sesuatu dari sisi positif itu lebih baik. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

25

Mungkin Lando bisa meminjamkan kata-kata ini pada Sid nanti.

THE END

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

26

Ramas Side Story Youre not Alone

Baik anak-anak, sampai jumpa besok. Dan ingat untuk mengerjakan PR kalian. Anak-anak kelas sembilan SMP Indonesia Raya menjawab perintah gurunya dengan dengungan tak jelas. Rini, sang guru, sejenak menggeleng-gelengkan kepala, tapi kemudian maklum dan melangkah keluar kelas. Ram, ntar gue nebeng lo yak, gue lagi empet sama si Cokie, kata Sid sambil menyurukkan buku-bukunya sembarangan ke dalam laci. Rama melirik anak laki-laki bertampang ganteng di sebelahnya, yang mengedikkan bahu cuek. Namanya juga Sid, kata Cokie, sementara Rama hanya tersenyum simpul. Apaan! Lo yang tadi seenaknya ngembat batagor gue! sahut Sid tak terima. Lando yang jadi saksi matanya. Ya kan Lan? Sid lantas menoleh penuh harap pada anak laki-laki bertampang jutek di sebelahnya, tapi Lando malah pura-pura tak mendengar percakapan itu. Sid berdecak sebal. Sampe kapan sih lo mau jaim gitu Lan? Nggak laku-laku tau rasa, lo! kata Sid disambut tawa Cokie dan tatapan sengit Lando. Sid pura-pura idiot, lalu kembali menatap Rama. Oke, Ram? Lagian supir lo lebih asyik daripada supirnya Cokie. Gue cs-an ama supir lo! Rama terkekeh mengingat betapa Sid cepat akrab dengan supirnya yang sudah tua. Ia lalu tanpa sengaja menatap sebuah bangku kosong tak jauh di depannya. Sid, kayaknya lo terpaksa harus nebeng Cokie dulu, kata Rama sambil memasukkan tempat pensilnya ke dalam tas. Gue mau nengok Wisnu. Wisnu? tanya Sid, lalu ia pun menatap bangku kosong di deretan depan. Ohh.. sampe sekarang emang dia nggak pernah masuk ya? Iya, gue denger dari Bu Rini dia sakit keras, makanya nggak bisa masuk, kata Rama sambil bangkit. Gue mau ngasih catatan sama PR-PR buat dia. Cokie, Sid dan Lando menatap sahabatnya itu kagum. Nggak heran lo selalu jadi ketua kelas dari lo mulai sekolah, kata Cokie disambut anggukan setuju Sid. Tapi detik berikutnya anak itu melirik judes Cokie. Bukan berarti gue udah maafin lo, sungutnya dibalas dengan tawa Cokie. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

27

Tapi lo ntar nyusul kan? tanya Lando pada Rama yang sudah memakai ranselnya, siap pergi. Iya, ntar gue nyusul. Kalian berangkat duluan aja, kata Rama sambil melangkah. Jangan ada yang berantem selama gue belum dateng ya. Oh, itu sih tergantung, kata Lando sambil melirik Sid yang balas menatapnya takut. Rama terkekeh, lalu menghilang di balik pintu. Sayup-sayup Rama bisa mendengar teriakan Sid yang menyuruhnya untuk tidak pergi lama-lama.

Dahlia 12 A. Kayaknya sih bener ini, Pak, kata Rama pada Pak Bardi, supirnya. Bapak tunggu di pengkolan situ aja ya, jalan di sini sempit. Siapa tau ada yang mau lewat. Iya, den, kata Pak Bardi patuh. Rama keluar dari mobilnya, lalu menatap sebuah rumah mungil di depannya. Rama memperhatikan pagar rumah itu, mencari-cari sesuatu yang berbentuk bel, tapi ia tidak menemukannya. Rama lalu menyadari kalau pekarangan rumah itu tidak terawat. Rumputnya sudah mengering, begitu pula tanaman-tanamannya. Rumah itu nyaris tidak seperti berpenghuni kalau tidak terdengar suara-suara dari dalamnya. Rama menggigit bibirnya ragu. Apa ia harus membuka pagar dan mengetuk pintu rumah Wisnu? Tapi ia merasa tidak sopan masuk ke pekarangan rumah orang begitu saja. Lalu, apa ia harus memanggil Wisnu dari sini? Seperti anak SD saja. Baru ketika Rama memutuskan untuk membuka pagar, pintu rumah mendadak menjeblak terbuka, membuat Rama terlonjak kaget. Seorang anak perempuan dengan seragam SMA keluar dengan terburu-buru. Rama memperhatikan penampilan anak perempuan itu yang menurutnya ajaib. Rambutnya panjang dengan highlight warna biru, telinganya terpasang beberapa anting, hidung dan bibirnya bertindik, dan seragamnya tampak kekecilan. Minggir lo! sahut anak perempuan itu membuat Rama terkejut. Rama ternyata sudah menghalangi jalannya untuk membuka pagar. Rama mundur sedikit, lalu anak perempuan itu berderap pergi. Rama bisa melihat eyeliner anak itu luntur oleh air mata. LARA!!! sahut suara wanita dari arah rumah, membuat Rama menoleh. Seorang wanita paruh baya yang tampak letih muncul di pintu sambil memegangi dadanya. Ia kemudian menatap Rama yang salah tingkah di depan pagar. Rama mengangguk, lalu mencoba untuk tersenyum sopan walaupun ia yakin tak berhasil.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

28

Temannya Wisnu ya, kata ibu Wisnu sambil menyilahkan Rama duduk. Rama menurut, lalu duduk di atas sofa yang keras. Maaf ya yang tadi itu. Kakaknya Wisnu memang tidak seperti Wisnu. Oh, yang tadi itu kakaknya Wisnu? tanya Rama takjub. Anak perempuan tadi memang tidak seperti Wisnu. Setahu Rama, Wisnu adalah anak yang kalem saat ia masih sering sekolah. Iya, namanya Lara. Sudah kelas 3 SMA, tapi kelakuannya masih saja seperti anak SD, kata ibu Wisnu sambil menggeleng-geleng sedih. Ia lalu meletakkan segelas sirop berwarna merah muda di meja depan Rama sementara Rama mengangguk-angguk. Ibu Wisnu kemudian duduk di depan Rama sambil menatapnya yang sedang minum. Adik ada apa datang kesini? tanyanya membuat Rama hampir tersedak. Oh iya Bu, ini, katanya sambil buru-buru mengambil buku-buku dari tasnya. Saya mau minjemin catatan dan PR selama Wisnu nggak masuk sekolah. Ibu Wisnu menerima buku-buku itu, lalu tersenyum pada Rama. Rama bisa melihat matanya berkaca-kaca. Terima kasih banyak ya Dik, Wisnu pasti senang sekali ada yang memperhatikan dia, katanya membuat Rama mengangguk. Kamu mau menjenguk dia? Dia pasti senang. Oh, iya Bu, kata Rama lalu bangkit mengikuti ibu Wisnu menuju sebuah pintu. Ibu Wisnu membukanya, lalu menyilahkan Rama masuk. Rama melangkahkan kakinya ke dalam kamar itu, lalu matanya melebar saat melihat Wisnu yang tergeletak di tempat tidur dengan kepala yang dibebat perban. Wisnu yang tadinya sedang membaca buku, melirik ke arah Rama. Seketika wajahnya menjadi cerah. Rama! katanya senang, tapi seketika ia memegang kepalanya yang berdenyut. Jangan mendadak semangat begitu, kata ibunya lalu masuk dan merebut buku yang dipegang Wisnu. Sudah ibu bilang jangan baca dulu... Abis nggak ada kerjaan bu, aku kan bosen, kata Wisnu dengan tampang cemberut, lalu menatap Rama. Matanya kembali berbinar. Ada apa Ram? Mm... Gue mau ngasih pinjem catatan sama PR selama lo nggak masuk, kata Rama sambil melirik buku-buku yang dibereskan ibu Wisnu. Ohh! Makasih ya! sahut Wisnu sambil tersenyum lebar. Ibunya menatapnya sesaat, lalu melangkah keluar kamar. Rama memperhatikannya menutup pintu, lalu duduk di sebelah Wisnu sambil menatap perban di kepalanya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

29

Lo sakit apaan sih Nu? tanya Rama kemudian membuat Wisnu refleks mengelus perban di kepalanya. Rama sekilas melihat tangan Wisnu yang tampak gemetar. Kanker otak, jawab Wisnu kemudian membuat mata Rama melebar. Kanker... otak? ulang Rama tak percaya. Wisnu mengangguk pelan. Terus kenapa lo masih di sini? Kenapa lo nggak dirawat di rumah sakit? Gue baru dioperasi Ram. Orang tua gue udah habis-habisan bayar uang operasi. Mereka nggak sanggup lagi bayar rawat inap di rumah sakit, kata Wisnu tapi tak terlihat sedih. Ia masih tersenyum, membuat hati Rama terasa sakit. Nggak apa-apa kok Ram, kata Wisnu yang melihat perubahan raut wajah Rama. Gue bersyukur masih bisa hidup setelah operasi. Rama mengangguk-angguk, lalu melihat ke sekeliling. Kamar Wisnu penuh dengan buku-buku. Gue jadi kurang saingan nih Nu, kata Rama membuat Wisnu nyengir. Wisnu dulu memang menjadi saingan utamanya dalam meraih peringkat paralel. Malah bagus kan? kata Wisnu lagi membuat Rama ikut tersenyum. Padahal gue tadinya udah seneng karena ternyata sekelas sama lo. Eh lo malah nggak masuk dari hari pertama tahun ajaran baru, kata Rama sambil melirik sebuah pigura di meja belajar Wisnu. Rama mengambilnya, lalu menatap seorang anak perempuan bertampang jutek yang dilihatnya tadi. Eh Nu, lo punya kakak cewek ya? Iya. Namanya Lara, kata Wisnu. Dia tiga tahun lebih tua dari gue. Rama mengangguk-angguk, lalu memperhatikan kakak Wisnu di dalam foto itu. Ia tampak tidak ingin berada di sana. Rama lantas teringat bagaimana Lara menangis sambil berderap keluar rumah tadi. Mm... tadi gue papasan sama dia di depan rumah, kata Rama ragu. Ia tidak ingin menyampuri urusan keluarga Wisnu, tapi ia juga penasaran. Oh ya? Sori ya, dia pasti ngejutekin lo, kata Wisnu sambil tersenyum lemah. Rama ikut nyengir kaku. Dia... benci sama gue. Rama menatap Wisnu yang tampak sedih. Kenapa? tanya Rama lagi. Gara-gara gue, orang tua gue jadi nggak peduli sama dia. Katanya, lebih baik dulu gue nggak dilahirkan, kata Wisnu sambil menatap lurus ke langit-langit. Matanya sudah berkaca-kaca. Rama terdiam, lalu kembali menatap pigura yang ada di tangannya. Entah kenapa ia ingin tahu lebih banyak tentang anak perempuan itu. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

30

Hah? Lo mau ke rumah Wisnu lagi? Sid menghentikan langkahnya sambil menatap Rama tak percaya. Rama mengangguk. Beberapa anak mendahului mereka menuju gerbang sekolah. Lo mau ikut? tanya Rama. Lando sama Cokie kan hari ini nggak bisa main juga. Daripada lo jagain gawang tanpa ada pemainnya? Sid mendesah. Sebenarnya ia malas ikut, tapi Rama ada benarnya. Memikirkan ia menjaga gawang tanpa ada yang bermain membuatnya merinding. Iya deh. Tapi ntar gue ngapain? Gue kan masih ada dendam sama dia, kata Sid, teringat pada ranking paralelnya kemarin yang dikalahkan Wisnu. Alaahh.. nggak usah pake dendam segala, kata Rama sambil merangkul Sid dan mendorongnya ke mobil. Ntar juga lo nyerocos sendiri. Sid cemberut, lalu masuk ke dalam mobil. Hai Pak! serunya ceria saat melihat Pak Bardi. Apa kabar si Cuplis Pak? Udah bertelor lagi belom? Udah den, 5 biji! sahut Pak Bardi tak kalah ceria. Setelah itu, Sid dan Pak Bardi mulai sibuk membahas kemungkinan Cuplis untuk kembali bertelur dan bagaimana Sid mau main ke rumahnya untuk mencicipi salah satu telur dadar buatan istrinya. Rama sendiri tersenyum-senyum simpul. Sid pasti akan baik-baik saja.

Jadi... lo sakit apa, Nu? tanya Sid berbasa-basi. Kanker otak, Sid. Tapi udah dioperasi kok, jawab Wisnu sementara Sid mengangguk-angguk. Ia lantas melirik ke arah Rama yang sedang mengorek-ngorek tasnya untuk mencari buku catatan. Lo masih sebel sama gue ya Sid? Hem? Nggak kok, kata Sid sambil tertawa kaku. Ia lantas memandang sekeliling, lalu matanya menatap sesuatu di rak buku Wisnu. Ia kemudian melesat kesana sementara Rama menyerahkan beberapa buku pada Wisnu. Nu, ini catatan buat lo. Simpen aja dulu. Ntar kalo lo udah sembuh baru lo salin, kata Rama. Wisnu mengangguk. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

31

Makasih ya Ra... WUOOOOHHH!!! seru Sid heboh membuat Rama dan Wisnu menatapnya heran. Lo punya koleksi komik Dragon Ball juga yaak?? Gue jugaa!! Rama dan Wisnu melongo sementara Sid kembali serius menatap koleksi komik Wisnu. Ada Conan juga!! Kapan-kapan gue boleh pinjem yak? serunya sambil menarik beberapa komik. Rama dan Wisnu saling pandang geli. Boleh aja Sid, kata Wisnu membuat Sid berjingkrak girang. Ia kemudian buru-buru kembali ke samping tempat tidur Wisnu. Eh, lo tau kan yang pas bolanya udah kekumpul semua? kata Sid bersemangat. Gue sebel banget tuh, komik gue yang itu ilang! Tauk deh siapa yang pinjem... Rama terkekeh melihat Sid yang sekarang sudah tampak sangat akrab dengan Wisnu, lalu tanpa sengaja melihat sekelebat bayangan dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Detik berikutnya, terdengar pintu menjeblak terbuka dan tertutup dengan keras. LARA!!! sahut ibu Wisnu disertai isakan. Sudahlah bu, kata sebuah suara berat, yang diyakini Rama sebagai ayah Wisnu. Biarkan saja dia. Dasar anak tidak tahu diri. Rama menoleh dan menatap Wisnu yang tampak sedih. Rama melirik Sid yang sama salah tingkahnya. Hening sejenak sampai akhirnya Rama menyikut Sid. Emm... lo inget si Piccolo kan Nu? tanya Sid tiba-tiba membuat Wisnu kembali menatap Sid dengan wajah cerah. Gue sebel banget sama dia. Ntar dia mati ga ya? Seketika wajah Wisnu kembali suram, sementara Rama menatap Sid galak. Sid sendiri hanya tertawa kaku lalu tak berani lagi bicara setelah itu.

Lo goblok ya Sid? kata Rama setelah menutup pintu pagar rumah Wisnu. Gue keceplosan aja Ram, abis gue bingung mau ngomong apaan, kata Sid sambil menggarukgaruk kepalanya yang pirang. Di antara semua karakter Dragon Ball... lo pilih Piccolo? kata Rama lagi, tak bermaksud melepaskan Sid begitu saja. Abisnya kepala dia ngingetin gue sama Picollo, kata Sid membuat Rama refleks menjitaknya. Sid mengaduh kesakitan. Emang kenapa sih Ram? Dia kan udah dioperasi ini, berarti udah sembuh dong? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

32

Rama menghela napas, lalu berjalan perlahan menuju mobilnya yang di parkir di ujung jalan. Sid mengikutinya. Setau gue sih, dia harusnya masih check up. Habis dioperasi nggak bisa langsung pulang begitu aja. Mana gue liat akhir-akhir ini dia tambah pucet, lagi, katanya sementara Sid mengangguk-angguk. Gue ada akal, Ram! seru Sid tiba-tiba, membuat Rama menghentikan langkah dan menatapnya sangsi. Akal Sid biasanya tak pernah bagus. Gimana kalo kita mintain anak-anak sekelas, kalo perlu sesekolah, sumbangan buat biaya rumah sakit Wisnu! Rama menatap Sid tanpa mengerjap sesaat, lalu mengacak kepala pirangnya. Tumben akal lo sehat, Sid, kata Rama nyaris tanpa nada bersalah, membuat Sid berdecak sebal. Tapi Rama tak melihatnya. Ia kembali berjalan sambil sibuk memikirkan cara untuk merealisasikan ide Sid. Rama tak sengaja melirik ke sebuah taman kompleks yang tak terawat, lalu langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis berseragam SMA sedang duduk di pinggir kolam. Ada apaan Ram? tanya Sid, heran melihat Rama tiba-tiba berhenti. Mm... Sid, lo duluan ke mobil gih, ntar gue nyusul, kata Rama membuat Sid mengernyit. Ia lalu melihat arah yang sedang dilihat Rama. Itu siapa? tanya Sid. Kakaknya Wisnu, kata Rama singkat, lalu melangkah ke arah taman. Sid menatapnya sebentar, mengedikkan bahu, lalu segera berjalan ke mobil untuk mengobrol dengan Pak Bardi. Sementara itu, Rama berjalan pelan ke arah Lara, berusaha untuk tidak mengeluarkan bunyi. Tapi tanpa sengaja, ia menginjak sebuah ranting sehingga membuat Lara menoleh dan menatapnya tajam. Halo, kata Rama sambil nyengir bersalah. Lara sendiri masih menatapnya dengan mata memicing. Rama bisa melihat jelas eyeliner hitam yang menghiasi matanya. Mau ngapain lo? tanya Lara dingin membuat Rama mendadak salah tingkah. Ia sendiri tidak tahu mau apa ia di sini. Ng... saya liat mbak sendirian di sini, jadi... Jadi? potong Lara sebelum Rama selesai bicara. Ia memalingkan wajahnya lalu menatap kolam lagi. Gue udah biasa di sini, jadi lo pulang sana. Rama terdiam beberapa saat, menatap rambut panjang gadis itu yang sekarang bersemu merah dan biru. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

33

Saya Rama, Mbak, kata Rama akhirnya, membuat Lara kembali menatapnya. Rama ya, kata Lara sinis. Terus? Saya temen sekelasnya Wisnu. Saya baru aja nengok dia... kata Rama lagi, membuat Lara tertawa, lalu detik berikutnya ia menatap Rama lagi. Ada yang baru selain anak emas itu? tanyanya membuat Rama mengernyit. Mbak, mbak tahu Wisnu sedang sakit? tanya Rama, bingung dengan sikap Lara yang nampak acuh tak acuh. Ya, ya, kanker otak, gue tau, kata Lara sambil menatap kolam berwarna hijau tua di depannya dan melempar beberapa batu ke dalamnya. Gara-gara dia gue jadi begini. Memang salah Wisnu apa, Mbak? Dia kan sakit? tanya Rama membuat Lara menoleh sengit. Salah dia apa? Salah dia adalah dilahirkan di dunia ini! sahut Lara terganggu. Semenjak dia ada, gue hampir-hampir nggak dipeduliin lagi. Harusnya dia nggak pernah lahir! Rama terdiam menatap anak perempuan yang tampak kesal di depannya itu. Lara kembali menatap kolam di depannya, matanya sudah berkaca-kaca. Anak laki-laki yang diharapkan... pinter, penurut, kata Lara dengan suara gemetar. Sedangkan gue? Anak perempuan yang nggak diharapkan. Bego. Pembangkang. Rama tak berani menanggapi kata-kata Lara. Ia hanya berdiri kaku di sebelahnya. Sekarang dia sakit, semua orang kasian sama dia! Ngerasa sayang, kenapa harus anak kayak dia yang penyakitan, kenapa bukan gue aja, kata Lara lagi sambit menggigit bibirnya keras-keras. Emangnya gue minta dilahirin! Harusnya mbak bersyukur karena udah dikasih kesehatan, kata Rama membuat Lara mendelik. Wisnu nggak seberuntung mbak. Hah? Dapet kasih sayang dari semua orang lo bilang nggak beruntung? Gue mau banget gantiin Wisnu kalo begitu! sahut Lara pedih. Rama menatapnya tanpa berkedip. Air mata berwarna hitam sudah mengalir ke pipi gadis di depannya itu. Rama tidak yakin bagaimana harus menanggapinya. Bokap gue selalu pengen anak laki-laki, tapi ternyata yang lahir gue. Makanya dia nggak pernah nganggep gue, kata Lara sambil menyeka air matanya dengan punggung tangan. Setelah itu anak lahir, dia girangnya bukan maen. Gue jadi transparan. Kalo Mbak nggak dianggep, gimana bisa Mbak masih tinggal di rumah itu? Gimana bisa Mbak masih sekolah? Gimana bisa Mbak dikasih uang untuk beli barang-barang yang Mbak mau? seloroh Rama tanpa bisa ditahannya, membuat Lara mendelik dan menatapnya marah. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

34

Tau apa lo! seru Lara sambil bangkit dan mendekati Rama. Lo cuma bocah! Lo pikir anak itu cuma butuh materi? Gue juga butuh kasih sayang! Mungkin orang tua Mbak sayang sama Mbak tapi Mbak menutup mata, kata Rama, berusaha tetap tenang menghadapi gadis yang sedang dilanda amarah itu. Lara terdiam sesaat, lalu membuang muka. Jangan ngomong kayak lo tau siapa gue, kata Lara, lalu berderap pergi. Rama berbalik untuk menatap punggung kesepian Lara menghilang di balik rimbun pohon. Rama mendesah. Entah apa yang membuatnya selalu ingin mencampuri urusan orang lain. Nampaknya ini memang sudah bawaan dari lahir.

Hari ini... kesana lagi, Ram? Rama tersadar dari lamunannya, lalu menoleh. Ketiga temannya sudah menatapnya ingin tahu. Rama membereskan bukunya, lalu mengangguk. Ngapain lagi sih? tanya Sid lagi. Ia bingung dengan kebiasaan baru Rama. Sekarang, hampir setiap hari Rama main ke rumah Wisnu. Ngasih catatan hari ini, kata Rama pendek. Kayaknya catatan yang dulu-dulu juga belom dia baca deh, kata Sid heran. Percuma aja kan lo kasih catatan mulu? Sid, hardik Lando membuat Sid segera menutup mulut. Cokie lalu menatap Rama. Ya udah, pergi aja lo Ram. Kita bertiga tunggu di lapangan kalo lo mau main, katanya membuat Rama mengangguk berterima kasih. Mm... sumbangannya juga masih jalan, kata Sid lagi, kali ini dengan nada berhati-hati. Tinggal kelas sebelah ama guru-guru yang belom setor. Oke Sid, kata Rama sambil tersenyum pada Sid yang ikutan nyengir. Thanks ya. Gue berangkat dulu. Sip. Semoga sukses! sahut Sid sambil melambai sementara Cokie dan Lando menatapnya bingung. Sukses apanya Sid? tanya Cokie membuat Sid segera merangkul kedua temannya itu.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

35

Dia tuh lagi dalam suatu misi penting, Cok, Lan, katanya dengan suara rendah membuat Cokie dan Lando menatapnya serius. Tadinya gue bingung, tapi kayaknya gue tau deh sekarang... Sid sengaja berhenti sebentar supaya kedua sahabatnya tambah penasaran, tapi ia malah dijitak Lando. Sid mengelus kepala pirangnya yang berdenyut. Kemaren-kemaren pas gue nemenin dia ke rumah Wisnu, gue ngeliat dia lagi ngedeketin kakaknya Wisnu. Namanya Lara. Anaknya cantik sih, cuma kayaknya bandel gitu... pemberontak sama orang tua... kata Sid membuat Cokie dan Lando saling pandang. Ngedeketin... maksud lo... PDKT? tanya Cokie. Sid nampak berpikir sebentar. Kalo dari sepenglihatan gue sih, ngedeketinnya karena alasan yang sama dengan Lando dulu, kata Sid sambil sigap menghindar serangan Lando, yang ternyata tak terjadi. Lando tampak melamun, lalu mengangguk-angguk. Kebiasaan anak itu belum berubah juga, katanya sambil menyandarkan tubuhnya ke bangku. Selalu pengen nyampurin urusan orang. Pahlawan kesiangan. Tapi berjasa kan? tanya Cokie sambil tersenyum-senyum simpul, membuat Lando sebal, tapi mau tidak mau mengakui juga. Rama yang membuatnya kembali menjadi diri yang disukainya. Kira-kira sama yang ini berhasil nggak ya... kata Sid sambil menerawang. Kayaknya si Lara ini susah banget orangnya. Tapi susahnya nggak lebih dari Lando kan? tanya Cokie membuat Lando mendelik. Kalo Lando sih, tiada duanyaaa! sahut Sid sambil secepat mungkin menghindari sepatu terbang Lando dengan cara merunduk, tapi sial hidungnya terantuk meja, membuat Lando tidak tahan untuk tidak terbahak.

Lara membuka pintunya perlahan, lalu masuk tanpa bersuara. Ia tidak ingin membuat orang rumah sadar akan kedatangannya. Tapi keinginannya tak terkabul saat ia menemukan kedua orangtuanya duduk di meja makan. Lara berdecak, lalu bermaksud untuk segera masuk kamarnya. Lara, tunggu sebentar, kata ayahnya membuat langkahnya terhenti. Apaan? sahut Lara. Kamu kemanakan uang bayaran sekolahmu? seru ayahnya membuat matanya melebar. Ia lalu menatap ke arah lain, sebisa mungkin menyembunyikan ekspresi wajahnya yang tegang. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

36

Ayahnya bangkit, lalu mendekatinya. Lara bisa merasakan jantungnya berdegup kencang sampai dadanya terasa sakit. Jawab ayah! sahut ayahnya membuat Lara terlonjak kaget. Tapi ia menolak untuk menjawab. Ia tidak merasa perlu. Lara, jawab ayahmu. Kamu pakai untuk apa uangnya? tanya ibunya dengan mata berkaca-kaca. Lara muak melihatnya. Ia muak melihat ibunya selalu sok-sokan membelanya jika ayahnya sedang marah. LARA! JAWAB AYAH! sahut ayahnya lagi sambil menarik tas Lara hingga jatuh sehingga isinya berhamburan ke mana-mana. Lara melotot melihat isi tasnya, lalu segera membereskannya, tapi terlambat. Kedua orang tuanya telah melihat semuanya. Lara... apa tadi itu... jarum suntik? tanya ayahnya lambat-lambat. Lara mendongak untuk menatap ayahnya yang tampak pucat pasi, sementara ibunya sudah menekap mulut. Kamu pakai uangnya... untuk beli narkoba? tanya ayahnya lagi, kali ini nadanya geram. Lara bisa melihat urat-urat nadi menyembul di dahinya. Seketika darah di kepala Lara bergolak. Kalo iya, terus kenapa? Salah sendiri kalian nggak pernah kasih kalo saya minta duit! sahut Lara dan detik berikutnya, ia merasakan sakit yang teramat sangat di pipi kanannya. Lara menoleh perlahan, bermaksud menatap benci ayahnya, tapi ternyata ia menatap ibunya. Ibunya memegang tangannya sendiri. Tangan yang telah digunakannya untuk menampar putrinya sendiri. Lara menatapnya tak percaya. Adik kamu berjuang mati-matian untuk tetap hidup, tapi kamu malah menyia-nyiakannya! cicit ibunya dengan tubuh gemetar. Kayak kalian peduli aja saya hidup atau nggak! Kayak ada bedanya aja! sahut Lara, lalu berderap keluar rumah meninggalkan kedua orang tuanya yang lemas. Mereka tidak tahu kalau dari tadi, Rama dan Wisnu mendengarkan dari dalam kamar. Rama bahkan mengintip dari celah pintu yang terbuka. Rama menghela napas, lalu berbalik dan terpaku saat melihat mata Wisnu sudah basah karena air mata. Memang seharusnya gue nggak pernah lahir... isak Wisnu membuat Rama mendekatinya. Kalo menurut gue, harusnya lo nggak ngomong begitu, kata Rama membuat Wisnu menatapnya. Lo lahir pasti ada alasannya. Pasti. Tapi apa? kata Wisnu lagi, matanya menerawang. Rama terdiam, lalu teringat pada Lara. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

37

Ram, lo... mau nggak gue mintain tolong? tanya Wisnu lagi. Rama mengernyitkan dahi, lalu mendengarkan baik-baik kata-kata Wisnu.

Lo lagi, kata Lara terdengar bosan saat ia mendengar langkah kaki Rama. Rama menghela napas, lalu berjalan mendekati Lara secara terang-terangan. Ia baru mau berbicara saat melihat apa yang dipegang Lara. Rama berhenti mendadak, matanya melotot. Mbak... mau ngapain? tanyanya ngeri. Mau main masak-masakan. Mau ikut? tanya Lara sinis. Rama tidak menjawabnya. Ia terlalu kaget melihat pisau yang dipegang Lara. Mbak... nggak mau... bun... Apa? Bunuh diri? Gue mau, sambar Lara membuat Rama terbelalak. Kenapa? tanya Rama cepat. Lara terkekeh sebentar, lalu menatap Rama tajam. Lo heran kenapa gue mau bunuh diri? Bukannya selama beberapa minggu ini lo udah cukup tau alasannya? tanya Lara balik. Tapi... saya nggak lihat alasan yang jelas, kata Rama membuat Lara melongo. Nggak ada yang peduli sama gue! Nggak ada yang sayang sama gue! Itu bukan alasan yang jelas? seru Lara. Nggak ada gunanya gue hidup, lo ngerti?! Mbak, tadi Wisnu juga tanya sama saya, buat apa dia dilahirkan. Kalian sama-sama nggak punya jawabannya, kata Rama membuat Lara menatapnya ingin tahu. Gimana kalo jawabannya, untuk menyayangi satu sama lain? Hah, dengus Lara geli. Menyayangi satu sama lain? Sia-sia banget hidup gue kalo begitu. Bener lah keputusan gue untuk bunuh diri. Mbak ngerasa nggak ada yang sayang sama Mbak? Gimana dengan orang tua Mbak? Gimana dengan Wisnu? Mereka peduli sama Mbak, kata Rama membuat Lara menatapnya seakan ia orang bodoh. Heh, lo tuh orang luar, dari mana lo tau kalo mereka sayang sama gue? sahutnya lagi. Ibu Mbak nangis setelah beliau mukul Mbak. Beliau kelihatan terpukul Mbak. Apa Mbak tau? Mbak nggak tau kan, karena Mbak nggak repot-repot untuk mengerti perasaan beliau. Yang Mbak lihat cuma apa yang mereka lakukan, Mbak nggak melihat apa alasan mereka melakukan itu, kata Rama lagi membuat Lara bingung. Maksud lo apaan sih? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

38

Mbak, saya rasa orang tua Mbak bukannya nggak peduli sama Mbak. Mbak aja yang nggak pernah mau mendengar alasan mereka. Saat mereka menolak permintaan Mbak, Mbak marah tanpa ingin tahu alasannya, kata Rama membuat darah Lara mendidih. Lo sok dewasa ya? Lo tuh masih bocah, udah berani-berani nyeramahin gue! sahut Lara lagi. Kalo mbak memang lebih dewasa dari saya, harusnya Mbak bisa mengerti maksud saya kan? tanya Rama kalem, membuat Lara terdiam. Kalo memang Mbak lebih dewasa, harusnya Mbak bisa mencoba mengerti keadaan orang tua Mbak. Maksud lo tuh apa sih? tanya Lara lagi tak sabar. Apa selama ini Mbak mencoba memahami kenapa mereka nggak pernah ngasih uang sama Mbak? tanya Rama. Ya karena mereka nggak suka gue! Mereka cuma peduli sama anak cowoknya! sahut Lara membuat Rama menghela napas. Apa Mbak nggak pernah berpikir kalo mereka mungkin udah nggak punya uang? tanya Rama, membuat mata Lara melebar. Tapi detik berikutnya ia membuang muka. Nggak mungkin! Mereka emang nggak mau ngasih gue! Mbak tau kenapa Wisnu sekarang ada di rumah? tanya Rama lagi, tapi Lara masih terlihat skeptis. Ya dia kan udah sembuh, udah dioperasi! jawab Lara, tapi ia bingung juga melihat perubahan air muka Rama. Harusnya dia masih dirawat, Mbak, kata Rama membuat mata Lara melebar. Tapi uang orang tua Mbak udah habis karena operasi, jadi mereka tidak sanggup membiayai biaya rawat inap. Nggak mungkin, kata Lara lagi, tangannya mulai terasa dingin. Mereka punya tabungan cukup banyak, gue tau. Kalo gitu, kenapa mereka nggak mempergunakannya untuk biaya rawat inap anak cowok kesayangan mereka? tanya Rama membuat Lara menatapnya. Kenapa mereka justru membawa Wisnu pulang? Lara terdiam, lalu menatap kolam dengan pandangan kosong. Ia teringat saat ayahnya menjual mobil mereka secara tiba-tiba, dan saat ibunya menjual semua perhiasan kesayangannya. Wisnu pernah bilang, dia harusnya nggak pernah dilahirkan. Dia merasa bersalah karena ngeliat Mbak yang selalu bertengkar dengan orang tua Mbak, kata Rama lagi membuat Lara kembali menatapnya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

39

Dia cuma omong kosong, kata Lara dengan suara bergetar. Apa pernah Wisnu berbuat salah sama Mbak? tanya Rama lagi. Lara terdiam, mencerna pertanyaan Rama. Lara membenci kehadiran Wisnu. Lara bahkan tidak mau repot-repot menganggapnya adik dari hari pertama ia muncul ke dunia ini. Wisnu telah merebut segala perhatian orang tuanya tanpa tersisa sedikitpun untuknya sendiri. Tapi jika dipikir-pikir, Wisnu tidak pernah berbuat kesalahan apapun padanya. Justru selama ini ia selalu berusaha menjadi adik yang baik, tapi Lara tak pernah mau menerimanya. Dia... nggak pernah... kata Lara dengan suara tercekat. Mbak sudah bisa melihat dengan jelas? tanya Rama membuat Lara menatapnya. Saya rasa selama ini Mbak dibutakan sama kebencian. Makanya Mbak selalu melihat semuanya menurut Mbak sendiri tanpa memikirkan orang lain. Lara menatap Rama tak percaya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lo sebenernya... umur berapa sih? tanyanya tak habis pikir. Ia yang sudah 17 tahun telah diceramahi oleh bocah yang hanya berumur 14 tahun dan masih menggunakan celana pendek. Saya memang sering dibilang dewasa untuk anak seumuran saya, kata Rama sambil menggaruk tengkuknya. Lara mendengus, lalu kembali menatap pisau di tangannya. Pada akhirnya gue emang orang nggak berguna, katanya lagi. Gue bukan anak yang baik, bukan kakak yang baik. Gue nggak punya temen, dan gue seorang junkie. Orang bisa berubah, kata Rama, tapi Lara malah terkekeh. Gue nggak tau harus mulai darimana. Lebih mudah mengakhirinya, kata Lara membuat Rama melotot. Lara nampak serius meletakkan pisau itu di pergelangan tangannya. Bunuh diri itu bukan jalan pintas, bunuh diri itu cuma dilakukan orang pengecut, kata Rama lagi sambil menatap pisau itu ngeri. Tambahan titel pengecut juga nggak masalah, kata Lara lemah. Ia sudah terlalu lelah. Nggak akan ada yang kehilangan gue juga. Saya bakal kehilangan, Mbak, kata Rama buru-buru membuat Lara menoleh dan menatapnya. Rama senang perhatian Lara teralihkan, dan ia bermaksud meneruskan usaha ini. Karena saya sudah kenal Mbak, saya pasti kehilangan. Lo bakal ngelakuin apa aja biar gue nggak bunuh diri di depan lo? tanya Lara sinis.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

40

Saya bakal ngelakuin apa aja biar Mbak nggak bunuh diri di manapun, kata Rama serius. Matanya masih tertancap pada pisau yang berkilat-kilat di tangan Lara. Termasuk ngegodain gue? tanya Lara membuat mata Rama beralih dari tangan Lara ke matanya. Rama tidak pernah memikirkan ini sebelumnya, tapi untuk saat ini Rama akan mencoba apapun untuk menyelamatkan Lara. Apa aja, kata Rama lagi membuat Lara terbahak. Rama menatapnya bingung. Lara tertawa untuk beberapa saat, lalu mendadak serius. Lo mau bertanggung jawab atas hidup gue kalo gue memutuskan untuk hidup? tanya Lara membuat mata Rama melebar. Lara bangkit, lalu mendekati Rama yang terlihat salah tingkah. Lara menunduk sedikit untuk melihat mata Rama dengan lebih jelas. Rama mencoba untuk membalas tatapan itu dengan berani. Saya akan bertanggung jawab, kata Rama membuat Lara terbahak seketika. LO? Bocah ingusan begini? Yang bener aja! sahut Lara geli. Kalo Mbak nanti 23 tahun, saya udah 20. Kita sama-sama dua puluhan. Di mana bedanya? potong Rama membuat Lara berhenti tertawa. Lagipula, kayak-kayaknya saya yang lebih dewasa dari Mbak deh. Lo jangan banyak bullshit deh, kata Lara. Gue cuma becanda kok. Saya nggak becanda Mbak, kata Rama membuat Lara menatapnya tajam, berusaha mencari kebenaran di balik matanya. Sekarang saya mungkin emang masih anak-anak, tapi walaupun saya nggak bisa nyusul umur Mbak, saya bisa jadi dewasa juga. Rama lalu mengambil pisau di tangan Lara dengan hati-hati. Entah mengapa Lara juga membiarkan Rama mengambilnya. Baru kali ini Lara merasa dipedulikan. Walaupun cuma anak kecil yang peduli padanya, itu sudah cukup membuat Lara tidak ingin bunuh diri lagi. Lara menatap Rama yang sibuk mencari tempat untuk menyimpan pisau itu, lalu tanpa sengaja ia melihat Pak Sabar tetangganya berlari dan tampak panik. Cepet pinjem mobilnya Pak Gino! serunya kepada tetangga lainnya. Ia lalu bertatapan mata dengan Lara. Eh, Mbak Lara!! Ada apa, Pak? tanya Lara. Rama juga sudah berbalik, bingung dengan keributan itu. Adik Mbak! Wisnu, Mbak! Mendadak kejang-kejang! sahut Pak Sabar membuat Lara merasa lututnya lemas. Lara terhuyung ke belakang, tapi Rama dengan sigap menangkapnya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

41

Ayo Mbak, ajak Rama sambil merangkul Lara menuju rumahnya yang sudah ramai orang. Lara seketika mendapat kekuatan untuk berlari masuk menembus keramaian itu. Lara mendapati kedua orang tuanya sudah ada di samping Wisnu yang nampak sudah tenang tapi pucat. Ibunya menggenggam tangan Wisnu erat-erat sementara ayahnya merangkul ibunya. Mereka menyadari kehadiran Lara. Ra, Wisnu ingin bicara sama kamu, isak ibunya. Lara tidak serta merta menyanggupi. Ia merasa kakinya seperti terpaku ke lantai. Rama mendorongnya pelan dari belakang, membuatnya mau tidak mau maju dan duduk di sebelah ibunya. Wisnu tampak masih terpejam dengan napas memburu. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Lara sama sekali tidak tahu kalau Wisnu masih dalam keadaan seperti ini. Ia pikir Wisnu sudah sembuh dan tinggal mengembalikan daya tahan tubuhnya. Kak... kata Wisnu lirih, tangannya menggapai-gapai. Lara menyambutnya ragu. Ia tak akan pernah mau menyambutnya dulu, tapi sekarang ia merasakan sesuatu. Ia merasakan kehangatan dari tangan Wisnu. Kak... kata Wisnu lagi dengan susah payah. Maafin aku. Lara menatap Wisnu tak percaya. Ia bisa mendengar isakan ibunya semakin kuat. Kalo aku meninggal... Ayah sama Ibu... bisa lebih sayang... sama Kakak... kata Wisnu susah payah. Lara menggeleng cepat. Ia merasa matanya panas. Maaf ya Kak... aku... udah lahir... Kamu nggak salaah!! seru Lara, air matanya sudah berderai. Kamu nggak salah, Kakak yang salah... Harusnya Kakak yang gantiin kamu sakit! Wisnu menggeleng lemah. Aku udah bikin Kakak susah... sekarang Kakak bisa tenang... Darah tiba-tiba mengucur dari hidung Wisnu, membuat ibunya histeris. Lara sendiri mencari-cari tisu dengan panik, tapi tak menemukannya. Ia lalu mengusapnya dengan tangan. Dek, kata Lara sambil mengusap hidup Wisnu, membuatnya malah semakin belepotan. Wisnu tahu-tahu tersenyum. Aku senang, katanya dengan senyum mengembang. Kakak akhirnya... panggil aku adek. Kakak panggil berapa kali pun kakak mau!! sahut Lara. Adek jangan pergi yaa, maafin Kakak. Kakak janji nggak akan jahat lagi, Kakak janji!! Tapi Wisnu tak menjawab lagi. Dengan senyuman, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Seketika jeritan ibunya memecah keheningan. Lara sendiri merasa kepalanya pusing. Ia merasa HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

42

segalanya berputar. Ia tak percaya kalau adiknya telah pergi. Lara mengusap hidung adiknya gugup, tapi ia tak merasakan hembusan napasnya lagi. Di saat itulah ia sadar kalau adiknya benar-benar sudah tiada. ADEEEEKK!!!!!!!!!!! sahut Lara histeris. Ayahnya menahannya, tapi ia terus meronta-ronta. Ibunya sendiri sudah pingsan. Rama hanya menatap keadaan di depannya, tak mampu melakukan apapun. Tanpa terasa air matanya sudah mengalir ke pipi saat melihat Wisnu terbujur di depannya dan betapa keluarganya sangat kehilangan. Rama kemudian menyadari bahwa hidup itu terlalu singkat untuk disia-siakan. Rama juga merasa beruntung bisa mengenal Wisnu walaupun hanya sebentar. Rama melirik Lara yang masih terisak hebat. Rama punya satu janji yang harus ia tepati.

Pemakaman Wisnu berakhir khidmat. Seluruh teman-teman satu sekolahnya dan guru-guru datang untuk memberikan salam terakhir. Kedua orangtua Wisnu tampak sudah bisa menerima kepergian Wisnu. Rama melirik Lara yang hanya menatap kosong makam Wisnu sepanjang acara pemakaman berlangsung. Sekarang setelah berakhir dan semua orang berangsur-angsur pergi, Lara masih bergeming di samping makam adiknya. Ram, kita cabut duluan ya, kata Cokie menyadarkan Rama. Rama mengangguk. Cokie menepuk bahu Rama, lalu pergi bersama Lando. Rama beralih pada Sid yang masih tampak terpukul. Ia lalu melirik komik yang dipegangnya. Padahal dana udah terkumpul, kata Sid dengan suara serak. Nanti gue kasih ke orang tuanya, kata Rama sambil menepuk bahu Sid. Sid mengangguk, lalu menyerahkan komik yang dibawanya. Tolong balikin ini juga ya, katanya. Rama mengangguk, lalu menerimanya. Sid menatap makam Wisnu sekali lagi. Selamat jalan, Bro. Sid lalu melangkah pergi. Rama menatap sekeliling. Ternyata sudah cukup sepi, hanya tinggal kedua orang tua Wisnu, beberapa guru yang sedang mengucapkan belasungkawa, dan Lara yang masih melamun. Rama menarik napas, menghelanya, lalu berjalan mendekati Lara. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

43

Mbak, kata Rama, tapi Lara tidak bergerak sedikitpun. Saya... ikut berbelasungkawa. Lara tidak menjawab untuk beberapa saat. Rama menggigit bibirnya, berpikir untuk pergi saja. Tapi begitu ia akan melangkah, Lara membuka mulutnya. Makasih, kata Lara membuat Rama menoleh. Makasih karena udah mengingatkan gue. Oh, kata Rama sambil menggaruk tengkuknya. Sama-sama. Serius, kata Lara sambil menoleh dan menatap Rama. Lo udah bikin gue berdamai dengan adik gue, orang tua gue, dan diri gue sendiri. Gue nggak tau harus membalas lo dengan cara apa. Nggak usah, kata Rama tulus. Saya seneng kok bisa bantu. Lara menatap Rama lagi, lalu kembali menatap makam Wisnu. Selama beberapa saat, tak ada yang bicara. Gue bakal masuk rehabilitasi mulai minggu depan, kata Lara tiba-tiba. Gue janji sama orang tua gue, kalo nanti gue bakal balik sebagai orang yang sama sekali baru. Gitu, kata Rama sambil mengangguk-angguk. Jadi... soal omongan gue yang kemaren, nggak usah diambil pusing, kata Lara lagi. Karena gue akan bertanggung jawab atas hidup gue sendiri. Rama menatap Lara lama, lalu menunduk menatap bunga di atas makam Wisnu. Saya punya janji dengan almarhum, kata Rama membuat Lara menoleh. Janji yang sebisa mungkin akan saya tepati. Janji apa? tanya Lara penasaran. Rama menatap Lara sambil tersenyum, membuat hati Lara berdesir tanpa bisa dicegahnya. Kalo saya harus memastikan Mbak bisa bahagia setelah dia meninggal, kata Rama membuat mata Lara melebar. Ia segera menekap mulutnya, tangisnya kembali tumpah. Kedua orang tuanya yang sadar kalau Lara kembali menangis segera mendekatinya. Kenapa, Sayang? tanya ibunya sambil merangkul Lara. Lara memeluknya untuk beberapa saat, tak sanggup untuk bicara. Ayahnya mengelus-elus punggungnya, membuat tangisnya semakin menjadijadi. Rama menatap Lara, lalu melirik makam Wisnu sambil tersenyum. Rama yakin Lara pasti bisa bahagia. Tapi Rama harus benar-benar yakin.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

44

Lo nggak perlu nganter gue segala. Rama yang sedang mengangkat koper Lara tampak tak mendengar. Ia malah buru-buru membawanya ke taksi dan meletakkannya di bagasi. Udah semua Om, kata Rama pada ayah Lara. Ayah Lara menepuk pundaknya, lalu menoleh ke arah Lara. Ayo Sayang, katanya pada Lara yang masih berdiri di depan rumah. Di belakangnya, Ibunya mengunci pintu, lalu menepuk bahunya. Ia melirik Rama, lalu tersenyum simpul. Ibu tunggu di taksi ya, katanya, lalu menghampiri suaminya dan bersama-sama masuk lebih dahulu ke dalam taksi. Lara lalu mendekati Rama. Jadi, kata Lara. Lo nggak ikut nganter kan? Rama menggeleng. Saya nunggu di sini aja, katanya membuat Lara terkekeh pelan. Lo nggak bakal masih ada di sini waktu gue balik ntar kan? tanyanya setengah bercanda, setengahnya lagi berharap setengah mati. Emangnya boleh? tanya Rama benar-benar tampak tertarik, membuat wajah Lara mendadak terasa panas. Hmm... kalo pas gue balik lo udah lebih tinggi dari gue, gue pertimbangin, kata Lara, lalu buruburu melangkah ke mobil agar Rama tidak melihat wajahnya yang sudah merah. Rama menatap punggung Lara. Saya bakal banyak-banyak renang sama minum vitamin, kata Rama membuat Lara refleks menoleh. Rama bisa melihat wajah Lara yang bersemu-semu. Rama sendiri harus tahan dengan degup kencang di dadanya. Lara mengangguk, lalu masuk ke dalam taksi. Ia membuka sedikit jendelanya, lalu pada saat taksi berjalan, ia melambai pada Rama. Rama pun balas melambai hingga taksi itu tak terlihat lagi. Rama menghela napas, lalu berjalan menuju mobilnya yang diparkir di ujung jalan. Saat ia melewati taman, ia berhenti. Ia tersenyum menatap taman itu. Tahu-tahu ponselnya bergetar, ternyata dari Sid. Halo? Halo? Ram? Lo di mana? sahut Sid dari seberang. Baru mau jalan dari rumah Wisnu, kata Rama. Komiknya udah dibalikin belom? sahut Sid lagi membuat Rama nyengir. Udah Sid, tenang aja, kata Rama. Lo lagi di mana? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

45

Di lapangan, biasa... Lo mau kesini? Iya dong, kata Rama, bersemangat memikirkan latihan bola bersama ketiga sahabatnya. Tunggu gue ya. Siipp! Buruan dateng Ram, gue disiksa mulu nih sama Lando! seru Sid, lalu terdengar keributan di seberang sana. Oke. Gue segera meluncur. Rama mematikan sambungan telepon, lalu sekali lagi menatap taman itu. Dalam beberapa waktu lagi, ia akan kembali kesini. Sampai saat itu tiba, rasanya ia harus banyak-banyak minum vitamin penambah tinggi badan. Ia tahu ia akan ditertawakan oleh ketiga sahabatnya kalau ia menceritakan ini.

THE END

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

46

Sids Side Story Confessions of the Drama Queens

Bel tanda sekolah usai menggema ke seluruh antero SMA Athens. Murid-murid berhamburan keluar dari kelas, termasuk anak-anak kelas khusus. Sid, Cokie, Rama, Lando, Julia dan Aida keluar dari kelas sambil membicarakan ulangan Fisika yang mereka lakukan di jam terakhir. Siaaal gue salah satuu!! seru Sid sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Julia menatapnya sebal dari belakang. Lo salah satu, gue betul satu! Siapa yang harusnya stres! katanya membuat anak-anak tertawa, termasuk Sid. Tapi detik berikutnya, cowok pirang itu teringat sesuatu. Ia segera berbalik lalu memegang kedua bahu Julia. Heh! Serius lo cuma betul satu! Lo jangan malu-maluin gue dong, gue kan mentor lo!! serunya lagi, sekarang tampak semakin stres sementara Julia hanya memicing. Cokie menepuk bahunya simpati. Tenang Sid, nggak usah dipikirin. Paling-paling kredibilitas lo hancur, katanya membuat Sid sekarang beralih memandangnya sengit. Anak-anak tertawa melihat ekspresi Sid yang semakin lama semakin kusut. Ayo kita ke Hilarious, kita hibur Sid di sana, kata Aida membuat Sid refleks menggenggam kedua tangannya. Makasih Ai, lo emang malaikat... katanya tanpa menghiraukan tatapan membunuh Lando dan Julia. Saat Julia hendak menghardik Sid, ponselnya tiba-tiba bergetar. Julia mengambilnya dari saku, lalu mengernyit saat melihat SMS dari Tasha, adiknya. Julia membuka pesan itu. Kak, lagi brg Kak Sid ga? Kalo iya tlg bilang malem ini maen ke rumah ya. Tx! Julia menghela napas. Pertama, anak berumur 8 tahun sudah punya dan bisa menggunakan ponsel. Kedua, ia meminta Sid untuk datang ke rumahnya. Sampai saat ini, tepatnya tiga bulan setelah Julia dan Sid jadian, Julia belum mengatakan apapun pada Tasha karena terlalu takut memikirkan akibatnya. Tasha bisa-bisa ngambek, atau malah mengamuk. Dan Julia tidak ingin menciptakan kehebohan itu di dalam rumahnya. Jules? Kenapa? tanya Aida membuat semua perhatian beralih pada Julia. Hem? Nggak apa-apa Ai, kata Julia sambil cepat-cepat memasukkan ponselnya ke saku. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

47

Nah... penyesalan selalu datang belakangan kan? kata Sid dengan lagak sok. Percuma aja gue ajarin lo kemaren! Bawel lo Sid, kata Julia sambil menatapnya sebal. Lo bisa belagak sekarang, tapi liat aja ntar malem. Anak-anak sibuk bersuit-suit sementara Sid menatapnya bloon, sama sekali tak mengerti maksud Julia. Emang mau ada apaan ntar malem? tanyanya tapi Julia malah melengos. Sid langsung merecokinya, tapi Julia terlalu sibuk berpikir untuk melayaninya. Julia sudah memutuskan untuk memberitahu Tasha malam ini, apapun konsekuensinya.

Lo nggak ngasih tau gue soal ini, Jules. Kalo gue kasih tau lo nggak bakal dateng. Sid melempar tatapan judes pada Julia yang duduk di sebelahnya, lalu melirik ke arah ruang tamu. Tasha belum turun juga dari kamarnya, tapi Sid berharap supaya anak itu ketiduran atau apa. Sid sama sekali tidak siap untuk segala drama yang mungkin terjadi dalam lima menit ke depan. Tahu-tahu terdengar pintu kamar terbuka, membuat Sid dan Julia refleks menegakkan duduknya. Tak lama kemudian, Tasha muncul di ruang tamu dengan memakai gaun berenda-renda dan pipi merah merona. Sid dan Julia kompak terperangah. Kak Sid, nunggunya lama ya? tanya Tasha membuat Sid tersadar dan menutup mulutnya. Ia melirik Julia yang masih menatap adiknya tak percaya, lalu menyikutnya. Nggak kok Ta, kata Sid sambil nyengir kaku. Syukur deh kalo gitu. Tasha kan mau menunjukkan yang terbaik buat Kak Sid, kata Tasha sambil memilin-milin rambutnya supaya terlihat malu-malu. Sid tertawa garing sambil melirik lagi Julia yang ekspresinya sulit dimengerti. Mungkin ia merasa gagal sebagai seorang kakak. Eh, kak Juju kok duduknya deket-deket Kak Sid sih? Sanaan ah! seru Tasha sambil sengaja menyempilkan dirinya di antara Sid dan Julia. Tasha kemudian menatap Sid lekat-lekat sampai Sid merasa gerah. Kak Sid kemana aja sih, kok nggak pernah ngapelin Tasha lagi? Kakak banyak PR, Ta, kata Sid sambil mencoba untuk tidak melakukan kontak dengan mata berbinar Tasha. Kan kakak udah kelas tiga... HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

48

Ooh... Tasha juga udah kelas tiga Kak, aduh udah ribet banget deh pelajarannya. Kemaren aja pas aku ulangan Matematika... Sid melirik Julia yang sudah tampak ingin mati. Sid menggigit bibirnya, bingung bagaimana harus menyela Tasha yang sekarang sudah mulai membicarakan karangan liburan Bahasa Indonesianya. ... Tasha dapet 9 lho, Kak! Hebat nggak tuh... kata Tasha sambil menyibak rambutnya bangga sementara Sid mengacaknya. Tasha nyengir, lalu kemudian menyadari sesuatu. Kak Sid, Kakak kok udah nggak pake jepit lagi sih? Sid dan Julia refleks menegakkan badannya lagi. Tasha mengernyitkan keningnya, bingung dengan sikap Sid dan Julia, sekaligus merasa pernah melihat bando yang dipakai Sid di suatu tempat. Kok... bandonya mirip sama bando Kak Juju? Di luar kesadaran, Sid mengelus bando yang dipakainya, lalu melirik Julia yang sama tegangnya. SId menarik napas dalam-dalam, lalu menghelanya mantap. Ia harus mengakhiri semua ini. Ia tidak boleh memberi anak perempuan berumur 8 tahun harapan yang berlebihan. Masa depannya masih panjang. Gini, Tasha... ada yang mau Kakak dan Kak Juju omongin sama kamu, kata Sid hati-hati sementara Tasha masih memperhatikan bando. Sirkam yang dari Tasha kemana? Kok nggak dipake? tanya Tasha tanpa mempedulikan Sid. Sid dan Julia saling pandang cemas. Ada di rumah, sayang kalo dipake, elak Sid, tapi jawaban itu tampaknya tak membuat Tasha puas. Jadi gini, Ta... Tasha udah ngantuk ah, mau tidur duluan, kata Tasha sambil bangkit tiba-tiba. Sid menahannya, lalu menggenggam kedua tangan mungilnya. Tasha dengerin dulu ya, kata Sid lembut membuat Tasha mau tak mau mendengarkannya. Kak Sid sama Kak Juju... udah pacaran. Julia melirik Tasha yang nampak tidak berekspresi. Sid menghela napas. Bukan maksud Kakak sama Kak Juju mau ngerahasiain, tapi Kakak berdua takut kalo Tasha bakalan marah... Siapa juga yang marah? kata Tasha membuat Sid dan Julia melebarkan mata. Tasha menepuk bahu Sid lalu tertawa. Kakak kegeeran deh! Sid dan Julia saling pandang bingung, sementara Tasha sudah melepaskan diri dari Sid.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

49

Selamet deh kalo Kak Sid sama Kak Juju udah pacaran. Tasha tidur duluan ya! katanya sambil berlari ke kamarnya meninggalkan Sid dan Julia yang masih melongo. Mmm... Jules? kata Sid yang sadar duluan. Dia nggak marah tuh. Dia sebenernya... umur berapa sih? gumam Julia dengan mata menerawang. Sid menepuk kepalanya simpati. Sebenarnya Sid juga bingung, tapi ia bersyukur hari ini tidak berakhir buruk seperti yang diduganya. Atau setidaknya, begitu yang ia inginkan.

Sid baru akan masuk kelasnya saat mendadak seseorang menariknya ke sebuah koridor. Sid menatap Julia bingung, mau apa anak itu menariknya pagi-pagi begini? Tapi tahu-tahu Sid punya pikiran nakal. Mungkin saja Julia kangen padanya dan ingin memberinya kecupan pemberi semangat di pagi hari... Ia lantas meletakkan tangannya di tembok samping kepala Julia dan memejamkan matanya. Heh, kenapa lo? sahut Julia membuat Sid membuka mata, kembali dari khayalannya. Nah lo ngapain tarik-tarik gue kesini? Sid balik tanya, sedikit kecewa. Julia menghela napas, lalu memijat dahinya yang terasa berdenyut. Sid menatapnya bingung. Tak biasanya Julia tampak serius pagi-pagi. Ada apaan? tanya Sid lembut sambil mengusap kepala Julia. Lo tau, si Ta... Hoi! sahut Cokie yang tiba-tiba datang, membuat Sid dan Julia refleks memisahkan diri walaupun tak ada yang harus dikhawatirkan. Cokie sendiri sudah berdiri di antara mereka sambil menatap mereka curiga. Ciee... pagi-pagi udah lengket. Ketauan guru BP tau rasa loo! Ada apaan nih? Tahu-tahu Aida muncul di balik Cokie, disusul oleh Rama dan Lando. Sid berdecak sebal. Urusannya pasti akan panjang kalau sudah begini. Ini nih, si Sid sama Julia, pagi-pagi udah berasyik masyuk! sahut Cokie membuat yang lain menatap Sid dan Julia sambil tersenyum-senyum simpul.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

50

Siapa juga yang berasyik... Lagian pilihan kata lo jijik banget sih Cok! elak Sid dengan wajah merah padam, teringat khayalannya tadi. Julia sendiri tampak tidak berminat untuk ikut andil dalam keributan itu. Ia malah melengos masuk ke dalam kelas, membuat semua orang menatap Sid. Kenapa si Julia? tanya Rama mewakili kebingungan semua orang. Lo apain lagi dia? sambar Cokie sebelum Sid sempat menjawab, membuat Sid meliriknya judes. Gue juga tadi mau tanya sama dia, tapi udah keburu lo ganggu! sahut Sid sebal. Tapi kalo dipikir-pikir, kayaknya gue tau kenapa. Kenapa? tanya Aida. Sid tampak berpikir sebentar, lalu menghela napas. Mungkin ia harus menceritakan soal Tasha pada teman-temannya juga. Semakin banyak kepala untuk diajak berpikir, semakin bagus.

Padahal gue udah berusaha ngejauhin dia dari tv, keluh Julia di Hilarious siangnya. Tadi setelah pulang sekolah, mereka memutuskan untuk membantu Julia menyelesaikan masalah Tasha. Jadi di sinilah mereka, di meja pojok di cafe milik Rama, memperbincangkan masalah anak berumur 8 tahun yang terlalu dewasa di usianya. Di sekolah kan lo nggak tau Jules, kali aja temen-temennya juga pada gitu, kata Aida, membuat Julia dan Sid langsung membayangkan tiga puluh anak yang seperti Tasha. Mereka lantas bergidik berbarengan. Ngeri banget pasti, kata Sid disambut anggukan lemah Julia. Gue pikir waktu itu dia udah nerima kenyataan, tapi ternyata nggak, kata Julia lagi. Dia sok kuat, dan sama sekali nyuekin gue pas sarapan. Aida dan yang lain saling lirik, kasihan pada Julia. Memang harusnya kalian nggak maen rahasia-rahasiaan, kali. Jadi syok berat gitu deh dia, kata Cokie sambil meneguk Cola-nya. Abisan mau gimana lagi Cok, gue ngeri ngasih taunya, kata Sid sambil menggaruk kepalanya putus asa. Beberapa hari ini dia juga agak aneh. Pulang sekolah telat mulu, katanya sih ada ekskul. Tapi perasaan gue dia nggak pernah ikut ekskul apapun deh, kata Julia, masih dengan tampang lesu. Udah gitu kalo pulang tampangnya pasti ceria. Tapi kalo gue sapa, langsung deh jutek... Wah, pasti ada apa-apa tuh, timpal Cokie membuat Julia dan Sid menatapnya bengis bersamaan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

51

Menurut gue, mendingan kalian ngomong baik-baik sama Tasha, kata Aida disambut anggukan yang lain. Sid dan Julia sendiri sekarang saling pandang, tampak menimbang-nimbang.

Aida bilang, kita harus ngomong baik-baik, kata Sid sambil menyingkirkan daun yang mengganggu matanya. Terus ini kita lagi ngapain? Kepala Sid tampak menyembul di antara semak di depan SD Teratai. Di sampingnya, Julia berusaha merunduk serendah mungkin sambil memasang mata ke sekolah tersebut. Segerombolan anak muncul dari gerbang, baru saja bubar dari ekskul gamelan. Sssh!! sahut Julia sambil menarik kepala Sid. Ntar kita ketahuan! Sid menatap Julia bingung, lalu tanpa sengaja melirik ke belakangnya dan terkesiap. Seorang anak berseragam merah putih menatap mereka dengan tatapan datar. Kakak lagi pada ngapain? tanyanya sambil menjilat sepotong es krim. Ng... main tak umpet, jawab Sid cepat sementara Julia nampak tak menyadari apapun. Ia masih mengawasi anak-anak yang keluar dari gerbang. Anak kecil di depan Sid melirik Julia, lalu kembali menatap Sid sangsi. Kakak... jangan-jangan mata-mata, ya? Ha? Bukan, bukan, kata Sid mulai panik sementara beberapa orang yang lewat sudah memperhatikan mereka. Si anak kecil menatap Sid curiga. Kakak dari sekolah mana? Ayo jawab! sahutnya sambil menunjuk Sid dengan es krim, membuat Sid melongo. Dari... aduh, bantuin dong Jules! sahut Sid, tapi Julia malah menarik kerahnya tiba-tiba. Sid, itu si Tasha!! sahut Julia dengan mata masih menatap ke arah gerbang, tak sadar dengan keadaan di belakangnya. Tasha tampak keluar dari gerbang bergandengan tangan dengan seorang anak laki-laki seumurannya. Tapi bukan masalah gandengan tangan yang membuat Julia kaget. Anak laki-laki itu... Persis Sid. Rambutnya memang tidak sepirang Sid, tapi warnanya cokelat. Belum lagi sirkam milik Tasha yang terpasang manis di sana. Ia benar-benar seperti Sid versi mini. Sid... liat deh, dia... kata-kata Julia terpotong saat menoleh dan melihat keramaian di belakangnya. Selain ada anak kecil yang memegang es krim, ada beberapa anak lainnya beserta para orang tua yang berdiri di belakang mereka dengan tangan bersilang di depan dada. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

52

Julia melongo beberapa saat sementara Sid nyengir kaku. Ada ap... Kalian sedang apa di sini? tanya salah satu orang tua sebelum Julia sempat bicara. Tasha yang melihat keramaian itu bergerak mendekat, dan melihat rambut pirang Sid. Kak Sid! seru Tasha membuat Sid refleks berdiri. Sid yang baru melihat anak laki-laki yang digandeng Tasha langsung bengong. Kenapa anak itu mirip dirinya? Tasha, gini, sebenernya Kakak... Kak! Maaf! seru Tasha sambil menarik tangan si Sid versi mini dan menggandengnya erat. Sekarang Tasha udah punya pengganti Kak Sid. Tasha nggak bisa menerima Kak Sid walaupun Kak Sid bela-belain dateng ke sekolah Tasha untuk memohon! Sid dan semua orang di radius 10 meter yang ikut mendengarnya kompak melongo. Sid lalu tertawa kaku saat merasakan tatapan garang dari para orang tua murid. Julia pun berdiri untuk mengakhiri kesalahpahaman itu. Tasha yang baru tahu kalau Julia ada di sana, langsung merasa kecewa. Ta... Ngapain Kakak kesini? tanya Tasha dingin. Kakak cuma... Julia tak tahan untuk bertanya. Ia lalu mengedikkan kepalanya ke arah si Sid versi mini. Itu siapa? Ini pacar aku! kata Tasha mantap, membuat semua orang tua yang ada di sana bersumpah untuk menjual televisi mereka. Lebih cakep kan, dari Kak Sid? Julia dan Sid saling pandang bingung sementara Tasha sudah menarik si Sid versi mini pergi. Para orang tua sekarang menatap Julia dan Sid kasihan. Julia menghela napas lalu berjongkok sambil menjambak rambutnya. Gimana dong nihhh!! sahutnya frustasi. Sid menatapnya simpati, lalu menepuk bahunya. Seperti kata Aida, kayaknya kita harus coba ngomong baik-baik, kata Sid sambil memperhatikan Tasha dan versi mini dirinya menghilang di belokan. Ngomong-ngomong, gue kayak pernah liat tu anak di suatu tempat. Perasaan gue nggak enak pas liat dia. Lo liat di kaca, kali! sahut Julia membuat Sid menatapnya sebal. Serius Sid, ini udah parah banget. Dia sampe ngedandanin anak itu jadi kayak lo! Ambil sisi positifnya aja Jules, kata Sid tenang membuat Julia menatapnya penasaran. Cowok lo jadi trendsetter.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

53

Tanpa buang waktu, Julia melepas sepatu dan melemparnya pada cowoknya itu. Sid terkekeh sambil mengambil sepatu Julia dan sengaja meletakkannya di atas gerobak tukang siomay.

Sid, hari ini kita harus ke sekolah Tasha lagi, kata Julia begitu bel tanda sekolah usai berbunyi. Sid mengangguk sambil menyurukkan buku-bukunya sembarangan ke dalam laci. Gue nggak habis pikir sama adik lo, kata Rama sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Gue malah lebih nggak habis pikir sama anak laki-laki yang didandanin adek lo jadi kayak si Sid. Tu anak nggak punya harga diri, apa! sahut Cokie membuat Julia dan Sid menatapnya bengis, tapi dalam hati membenarkannya. Kita harus nyusun strategi, Jules, kata Sid serius sambil bangkit dan bergerak ke arah pintu, diikuti yang lainnya. Untuk bikin tu anak nggak ikut-ikutan gaya gue lagi. Kelima temannya serentak mendelik kepadanya. Gue pikir lo mau bikin strategi gimana tu anak nggak deket-deket Tasha lagi! seru Cokie sambil menjitak kepala pirang Sid. Kemaren aja, lo bangga gaya lo diikutin, cibir Julia membuat Sid menjulurkan lidah padanya. Tanpa sengaja mereka melihat Zai yang muncul dari koridor berlawanan. Zai dengan penampilan slengekannya tampak berjalan terburu-buru. Hoi Zai! sahut Sid sambil melambaikan tangan ceria. Zai menatap Sid sekilas, berdecak sebal, lalu melengos begitu saja. Sid membatu dengan pose yang sama, sementara anak-anak lainnya menatap Zai bingung. Apaan tuh barusan?? seru Sid setelah sadar. Teman-temannya hanya mengedikkan bahu, sama tak tahu menahunya. Mungkin masih dendam sama lo, Sid, kata Cokie membuat Sid melongo. Dendam karena apa?? Karena gue ngalahin dia di pas tanding kemaren?? Dia sampe segitu nggak terimanya?? sahutnya tampak terluka sementara semua orang menatapnya sebal. Bukan, bego. Gara-gara lo jadian sama Julia! seru Cokie lagi membuat Sid bengong. Beberapa detik setelahnya, ia terbahak.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

54

Mana mungkiiiiiinnn!! serunya seolah itu adalah alasan terakhir yang mungkin terjadi. Temantemannya saling pandang, lalu meninggalkannya begitu saja. Sid berhenti tertawa, lalu mengejar mereka. Kalian nggak serius kaan? Rasanya gue punya jalan pintas untuk mengakhiri semua ini deh, kata Julia, bermaksud hanya ingin bicara pada Aida. Oh ya? Gimana? tanya Sid dari belakang, benar-benar ingin tahu. Julia berhenti berjalan, lalu menoleh pada Sid. Caranya? Kita putus, kata Julia kejam membuat Sid melongo sementara yang lain terbahak. Bener Jules! Lo cerdas! sahut Cokie membuat Sid semakin cemberut. Tahu-tahu ponsel di sakunya bergetar. Ternyata ada pesan dari Mamanya. Sid membuka pesan itu. Sd, plg sklh lgsg plg y! Mm tngg d rmh! Kenapa bisa nggak ada konsonan kayak begini? gumam Sid tak habis pikir. Kepala Cokie tahutahu muncul dari balik bahunya. Siapa, Sid? Selingkuhan yaaa... kata Cokie membuat Sid mendelik. Nyokap gue. Nyuruh gue langsung pulang, kata Sid. Tapi bodo amatlah. Eh, jangan gitu Sid. Siapa tau ada yang penting, kata Julia membuat Sid mengernyit. Nah terus lo mau nguntit Tasha sama siapa? tanya Sid lagi. Tenang soal itu sih! seru Julia sambil menepuk punggung Sid keras-keras. Gue kan bisa pergi sama salah satu dari mereka. Sid menatap teman-temannya sesaat, lalu mengangguk walaupun malas. Ya udah kalo gitu. Sebenernya gue males, sih... Sid melirik Julia yang langsung berkacak pinggang, lalu menghela napas. Iya, iya. Gue balik. Dah. Sid melangkah malas ke arah tempat parkir, sementara Julia dan yang lain masih berdiri di depan sekolah. Julia berbalik lalu menatap teman-temannya ceria. Jadi! Siapa yang mau nemenin gue? katanya, tapi tak ada yang bereaksi. Gue disuruh nemenin nyokap check up ke rumah sakit, Jules... kata Aida sambil mengatupkan tangan. Julia menepuk bahunya. Nggak apa-apa, Ai! serunya ceria, lalu menatap Rama yang segera salah tingkah.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

55

Gue harus jaga Hilarious, pada izin kerja semuanya... kata Rama sambil menggaruk kepala. Julia mengangguk-angguk mengerti, tapi senyumnya mulai pudar. Ia lalu melirik Cokie dengan pandangan mengancam. Gue... disuruh bantuin nyokapnya Via... Julia menghela napas sambil memijat dahinya yang berdenyut. Nampaknya ia harus ke sekolah Tasha sendirian. Lo belom ajak Lando, Jules, kata Rama membuat Julia merasa seperti mendapat pencerahan. Ia menatap Lando penuh harap, tapi Lando balas menatapnya datar. Mereka saling tatap untuk beberapa saat. Ng. Gue pergi sendiri aja deh, kata Julia akhirnya, merasa mengajak Lando adalah usaha yang sia-sia. Gue ada waktu kok sebelum ngajar, kata Lando membuat semua orang bertepuk tangan lega, begitu pula Julia. Tapi ia tahu-tahu memikirkan bagaimana tampang Lando saat bersembunyi di balik semak. Belum lagi kemungkinan Tasha bisa beralih jatuh cinta padanya. Ia tiba-tiba bergidik. Nggak usah, Lan! Gue pergi sendiri aja, kata Julia buru-buru. Lando menatapnya sangsi. Lo yakin? tanyanya. 100 persen! jawab Julia mantap. Udah ya, gue berangkat dulu. Ntar dia keburu balik, lagi! Dadah! Julia segera melarikan diri sebelum siapapun sempat memanggilnya. Bisa gawat kalau Lando benar-benar ikut dengannya.

Siomaynya berapa, Neng? Berapa aja deh, Bang, kata Julia dengan mata tertuju pada gerbang sekolah Tasha. Abang penjual siomay menatap gadis itu kesal karena sedari tadi ia tak memperhatikannya. Belum lagi masalah sepatu yang kemarin menyangkut di atas gerobaknya. Abang bikinin sepanci ya? Terserah, kata Julia lagi, membuat penjual siomay berdecak sebal. Julia sama sekali tidak mendengarkannya. Perhatiannya terpusat pada Tasha yang sedari tadi belum muncul juga, begitu pula si Sid versi mini. Tapi karena si Sid versi mini itu sudah jadi pacar Tasha, maka Julia berasumsi mereka pasti pulang bersama seperti kemarin. Kak, pempeknya berapa potong? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

56

Terserah aja. Laah? Kok terserah? Ya terserah aja bang, gitu aja kok ribet. Saya lagi serius nih! Julia mau tak mau menoleh saat mendengar percakapan itu. Ia lantas melongo saat melihat seorang cowok berpenampilan urakan sedang berdebat dengan tukang mpek-mpek di sebelahnya. ZAI? seru Julia membuat Zai menoleh dan bengong. Julia? serunya, sama kagetnya. Ngapain lo di sini? seru mereka bersama-sama. Abang penjual siomay dan pempek sampai bertepuk tangan karena takjub dengan timing mereka. Gue... Ng... beli siomay! kata Julia sambil menepuk pundak abang penjual siomay sok akrab tanpa mempedulikan ekspresinya. Lo? Gue? Beli pempek! jawab Zai, tapi sebelum sempat ditepuk, si penjual pempek langsung berkelit. Julia dan Zai saling mengangguk-angguk pelan, walaupun wajah mereka terlihat bingung. Tahutahu, Tasha dan Sid versi mini muncul dari gerbang sekolah. Julia dan Zai yang melihatnya secara bersamaan refleks merunduk di balik gerobak. Si penjual siomay dan pempek juga ikut merunduk tanpa mereka sadari. Ada apaan neng? Satpol PP yak?? seru si penjual siomay panik. Apa anak tawuran?? seru si penjual pempek. Julia dan Zai saling pandang bingung, tapi tak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Mereka mengintip dari balik gerobak, tampak Tasha dan Sid versi mini sudah berjalan pulang. Julia dan Zai bermaksud untuk mengikutinya. Neng, ini siomaynya gimana!! sahut si penjual siomay, merasa tertipu. Besok saya bayar Paak! sahut Julia sekenanya sambil melesat. Sementara itu kerah Zai sudah ditangkap si penjual pempek. Hayo mau kemana, bayar dulu! sahutnya membuat Zai tak punya pilihan dan segera membayarnya. Setelah membayar, ia segera melesat meninggalkan penjual siomay dan pempek yang geleng-geleng bingung. Anak-anak jaman sekarang, kata mereka bersamaan, membuat mereka saling pandang untuk beberapa saat.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

57

Julia mengikuti Tasha dan Sid versi mini hingga ke sebuah taman di dekat rumahnya. Mereka tampak asyik bermain ayunan sambil mengobrolkan gamelan. Sejauh ini, Julia tidak melihat apapun yang berbahaya. Tapi Julia tetap tidak bisa membiarkan Tasha berpacaran di umurnya yang baru 8 tahun. Sial, ngomong apa sih mereka, kata seseorang di sebelah Julia membuat Julia mengangguk setuju. Beberapa detik kemudian, Julia menoleh cepat. Zai? serunya kaget saat melihat Zai ada persis di sebelahnya. Ngapain lo? Zai menarik Julia ke balik semak lalu memastikan anak-anak kecil itu tidak melihat mereka. Ia lalu menatap Julia. Lo sendiri ngapain Jules? tanya Zai. Gue... lagi ngikutin adek gue, kata Julia akhirnya, tapi bingung saat raut wajah Zai berubah. Zai seperti baru saja memahami sesuatu. Pantes aja, kata Zai sambil berdecak. Gue pikir gue jadi gila waktu liat adek gue tiba-tiba pulang ke rumah mirip si pirang. Julia mengangguk-angguk sambil berpikir. Detik berikutnya, ia tersadar. Jadi si Sid versi mini itu adik lo, Zai???? seru Julia, kaget setengah mati. Zai segera menutup mulutnya, takut anak-anak itu sadar mereka ada. Iya, dia adik bungsu gue, kata Zai membuat Julia melongo. Pantas saja Sid bilang pernah melihatnya di suatu tempat. Julia melirik Sid versi mini, yang ternyata kalau dilihat-lihat warna rambutnya memang mirip dengan Zai. Yang cewek adek gue, kata Julia, merasa bersalah. Dosa apaan ya gue, kata Zai. Udah dikalahin sama si pirang, sekarang adek gue jadi mirip dia. Julia hanya tertawa kaku, tak bisa memberikan reaksi lain. Dulu saat Sid belum sadar dengan perasaannya, Julia dan Zai cukup dekat. Setelah Sid dan Julia pacaran, hubungan Julia dan Zai tidak sedekat dulu. Julia dan Zai saling pandang untuk beberapa saat. Kak Juju lagi ngapain? sahut Tasha membuat Julia dan Zai berjengit kaget. Bang Zai? seru si Sid versi mini sambil menatap Zai yang hanya nyengir garing. Ini Kakak kamu, Zul? tanya Tasha tak percaya, lalu kembali menatap Julia dan Zai. Kalian nguntitin kita yah?? Si-siapa jugaa! sahut Julia sambil merangkul Zai. Orang kita lagi jalan-jalaan! HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

58

Tasha dan Zul menatap kedua kakaknya curiga. Terus ngapain ngejogrok di sini? cecar Tasha lagi. Abis, capeek! Dari sekolah kita jalan, ya kan Zai? kata Julia lagi sementara Zai hanya mengangguk tak jelas. Tasha menatap mereka penuh selidik, lalu menggamit tangan Zul. Ayok kita pulang. Tempat kita udah nggak ada privasi lagi, katanya sambil berlalu bersama Zul yang hanya menurut. Julia dan Zai saling pandang, lalu terkulai lemas.

Siiiiid!!! Sid terlonjak kaget saat baru membuka pintunya selebar setengah senti. Ia cepat-cepat menutup kembali pintu itu, seolah ia tak pernah masuk. Tapi terlambat, Mamanya sudah membukanya paksa dari dalam. Sid hanya nyengir garing saat Mamanya merentangkan tangan lebar-lebar dengan senyum di wajahnya. Kamu nggak kangen Mama, Sid? rajuk Mamanya membuat Sid mau tak mau memeluknya juga. Kamu udah gede, yaaa... Sid menatapnya datar. Baru tiga hari yang lalu Mamanya datang untuk membawakannya pizza buatan sendiri yang rasanya luar biasa kacau. Sid melirik sepatu laki-laki yang ada di rak. Pasti ia ada di sini. Sid masuk ke dalam ruang tamu dan tampak Gozali sedang duduk di sofa sambil menonton TV. Sid hanya mengedikkan kepala. Akhir-akhir ini, ia malas menyapa ayah tirinya itu. Bukan karena apa, tapi ia terlalu bosan melihatnya di sekolah. Sid bermaksud untuk berjalan ke arah kulkas, tapi ia menyadari sesuatu. Meja di depan Gozali nampak penuh oleh segala macam makanan. Ada apaan nih? tanya Sid bingung, tapi perasaannya mendadak tidak enak saat Mamanya tibatiba memekik girang sambil melompat ke pelukan Gozali. Oke, oke. Bapak ulang tahun? Selamat. Sid lalu membuka kulkas dan mengambil kaleng cola seakan ulang tahun Gozali terjadi setiap hari. Kok kamu gitu sih Sayang... kata Mamanya membuat Sid hanya mendengus samar sambil membuka kaleng Cola dan menghirup isinya. Terus Mama mau aku gimana? Peluk dia juga? tanya Sid terus terang sambil bertukar tatapan maut dengan Gozali. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

59

Yaah nggak sih... Tapi Sid, sebenernya bukan itu perayaan hari ini, kata Mama sementara Sid duduk di pinggir sofa. Bukan? tanya Sid, sedikit lega ia tidak harus bernyanyi Happy Birthday sambil bertepuk tangan atau apa, tapi bingung juga. Terus apa? Mama Sid bertukar pandang penuh arti dengan Gozali. Sid tahu harusnya tadi ia tidak bertanya. Sid, kata Mamanya lambat-lambat membuat Sid menghirup Cola lagi. Mamanya dan Gozali lalu mendadak berpegangan tangan. Kamu... bakal jadi kakak!! Sid menyemburkan isi mulutnya tepat setelah Mamanya mengatakan kakak. Sid bahkan membiarkan sisa Cola di mulutnya mengalir bebas dari bibirnya. Ia menatap Mamanya tak percaya sementara mamanya sibuk mengelap mulut Sid dengan tisu. Ap... Appaaa???? sahut Sid, kaget terlambat tapi ia tidak peduli. Mamanya malah kembali girang. Iya, Sid. Mama hamil! sahut Mamanya dengan mata berbinar. Sid merasa hatinya mencelos, setengah mati menolak pendengarannya barusan. Ke-kenapa? tanya Sid, masih dalam keadaan syok. Mamanya dan Gozali saling tukar pandang malu-malu. Kenapa? Ya karena Mama dan Gozali sudah menikah kan? Yaaa.. sebenernya Mama nggak mau cerita-cerita gimana prosesnya sih, tapi karena kamu tanya... Nggak usah cerita! sahut Sid sambil berdiri mendadak, mengagetkan Mamanya dan Gozali. Kaleng Colanya sudah menggelinding ke bawah meja. Kenapa Mama masih bisa hamil!! Haah? Gini-gini Mama masih muda Sid! Ya jelas masih bisa hamil, kata Mamanya tampak tak terima. Sid lebih tidak terima lagi. Ia tampak berpikir keras. Ia memang sering menggunakan lelucon itu, tapi ia sama sekali tidak pernah memikirkan kalau ia akan benar-benar punya adik. Ini jelas-jelas karma. Ia akan punya adik hasil dari... Ma, kata Sid, sekujur bulu romanya merinding. Ia menatap Gozali. Itu... anaknya Godzilla? Ngomong apa kamu, Sid! Ya iyalah! Masa anaknya tukang ledeng! kata Mamanya sambil tertawa-tawa, membuat kepala Sid pening seketika. Ia kembali terduduk. Sid? Kamu nggak apa-apa? Kamu seneng juga kaan? tanya Mamanya membuat Sid bangkit dan tersaruk menuju kamarnya. Ia membanting pintunya, lalu merebahkan diri di ranjang sambil menatap langit-langit. Adik. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

60

Sid bergidik, lalu terduduk sambil memijat dahinya yang berdenyit menyakitkan. Ia akan punya adik, dari Gozali, guru olahraganya, musuh terbesarnya, sekaligus ayah tirinya. Kalau begini lebih baik dulu Mamanya dengan si tukang ledeng saja.

Sid? Lo denger gue nggak? Pacar si Tasha itu, elo versi mini itu, ternyata adiknya Zai! sahut Julia di kantin esok harinya. AAAAHHHH!! seru Sid sambil bangkit mendadak, membuat semua orang di sekitarnya kaget. Ia lalu menatap Julia sebal. Gue nggak mau tau ah! Sid kemudian berderap pergi, meninggalkan Julia, Aida, Cokie, Lando, dan Rama yang hanya bisa melongo. Kenapa lagi tu anak? tanya Cokie pada Julia. Mana gue tau! Dari pagi gue ajak ngomong dia nggak respon! sahut Julia. Ia sendiri heran dengan kelakuan Sid hari ini. Lo, Lan? Cokie beralih pada Lando di sebelahnya. Gue emang nggak pernah ngajak dia ngomong, kata Lando datar sementara semua orang mengangguk-angguk maklum. Cokie sendiri menyesal sudah bertanya. Aduh, udah deh nggak usah ngurusin itu anak, gue udah pusing tanpa harus ngurusin dia, kata Julia sambil menyambar Pepsi milik Cokie. Kebiasaan lo ya Jules. Kalo lagi kesel maen samber aja, kata Cokie tak habis pikir. Julia hanya mengangguk-angguk, tak begitu mendengar kata-kata Cokie. Sebenarnya ia juga kepikiran dengan sikap aneh Sid, tapi saat ini, ia tidak punya ruang lebih di otaknya untuk memikirkan masalah itu. Dari tadi malam Tasha sibuk bertelepon ria dengan Zul, dan sama sekali tidak peduli pada Julia yang mengawasinya dari balik pintu. Memang tidak ada yang aneh dengan obrolannya, tapi kenyataan anak berumur 8 tahun saling telepon selama berjam-jam saja sudah tidak bisa diterima. Udah coba ngomong baik-baik belum? tanya Aida, menyadarkan Julia. Hem? Belum, kata Julia sambil menggeser botol Pepsi kosong kepada Cokie yang langsung memicing tak suka. Abis setiap ngeliat gue dia melengos.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

61

Apa bukan elo yang kurang usaha? tanya Aida membuat Julia menatapnya. Lo kan bisa tahan dia. Hm... Julia memikirkan kata-kata Aida. Mungkin kata-katanya ada benarnya. Julia masih terlalu takut untuk bicara empat mata dengan Tasha. Tahu-tahu Zai lewat, membuat semua anak menatapnya. Zai balas menatap mereka bingung, tapi detik berikutnya ia paham maksud dari tatapan itu. Lo udah cerita sama mereka ya Jules? tanyanya membuat Julia nyengir bersalah. Zai menatap mereka sesaat, lalu tahu-tahu sudah ada di samping Lando. Jadi gue harus gimana nih, guys?? serunya dengan tampang putus asa, membuat Lando sukses melongo. Gue udah nggak tahan liat ada Sid mondar-mandir di rumah gue! Kayaknya gue paham perasaan lo, gumam Lando membuat Zai refleks memeluknya. Seketika Lando menyesal sudah angkat bicara. Gue juga bingung Zai, kata Julia sementara Lando sudah berhasil melepaskan pelukan Zai. Tapi untuk sementara ini, kita ikutin aja dulu perkembangannya. Pulang sekolah ini lo mau ke sana lagi, kan? Zai mengangguk. Kita bareng aja gimana? tanya Julia lagi. Zai lantas menoleh ke kiri dan ke kanan. Si Sid gimana? tanyanya setelah memastikan tak ada Sid di sana. Ah, biarin aja deh si pirang imut itu. Lagi nggak jelas dia, tau kenapa, kata Julia membuat Zai mengangguk-angguk. Oke, kata Zai sambil menggeser piring siomay Cokie, tapi tangannya langsung ditabok keraskeras.

Jules! Julia melambai pada Zai yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah lalu bermaksud segera menghampirinya. Tapi tahu-tahu, di depannya muncul sebuah kepala pirang. Ngapain lo dadah-dadahan sama si Zai? seru Sid sambil menatap Zai tak suka. Di kejauhan, Zai berhenti melambai. Suka-suka gue, kata Julia, masih sakit hati karena kejadian di kantin. Sekarang Sid menatapnya sebal. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

62

Gara-gara gue nggak nemenin lo ke sekolah Tasha, sekarang lo pergi sama dia? tanya Sid membuat Julia melongo. Kan udah gue bilang kalo pacarnya Tasha itu adiknya... AAH! seru Sid, selalu mendadak gatal setiap mendengar kata adik. Dasar cewek oportunis! HAAA?? seru Julia, tidak terima dibilang oportunis. Tau, ah!! Gue mau pergi! Julia mendorong Sid lalu berderap. Sid mengikutinya dari belakang. Jadi begini kelakukan lo, kalo cowok lo nggak bisa nganterin, lo minta anter cowok laen! seru Sid, masih belum melepaskan Julia begitu saja. Julia berhenti mendadak, membuat dagu Sid terbentur kepalanya. Lo bisa nggak sih lebih bego lagi, Sid! Lagian kenapa juga lo nggak bisa nganterin gue? Salah lo kan? sahut Julia membuat Sid panas. Gue nggak bisa ngurusin adek lo karena gue pusing sama bakal adek gue sendiri! sahut Sid. Gue mau punya adek dari Godzilla, tau!! Hening tepat setelah Sid berhenti berteriak. Julia melongo, begitu pula puluhan siswa Athens yang kebetulan lewat untuk pulang sekolah. Sid sendiri baru sadar beberapa detik setelahnya, setelah seorang anak kelas 10 menepuk pundaknya dan menatapnya simpati. Entah mau bilang selamat atau yang tabah, Kak, katanya sambil berlalu. Teman-temannya pun menatapnya sambil tersenyum. Sid melongo, lalu menatap ke sekeliling. MAMPUS GUEEE!!! seru Sid sambil berjongkok dan menjambak-jambak rambutnya sendiri. Julia ikut berjongkok di depannya sambil mengelus-elus kepala pirang itu kasihan.

Suasana Hilarious kali itu agak berbeda. Tak ada suara canda tawa dari meja di pojok belakang, tempat Sid, Rama, Cokie, Lando, Julia dan Aida biasa belajar bersama. Tak ada satu buku pun terbuka di mejanya. Jadi... begitu, kata Cokie setelah sekian lama terdiam. Tampangnya tampak benar-benar syok. Begitu, kata Sid lemah. Namanya bakal apa ya? tanya Julia, berusaha bercanda, tapi hasilnya ia malah ditatap sinis dari segala penjuru. Julia mengerut di kursinya. Kan gue cuma berusaha menceriakan suasana... Lara menatap anak-anak yang sedang murung itu dari meja bar. Ia kemudian membawakan satu pitcher Cola dan menepuk pundak Sid.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

63

Jangan sedih gitu dong! katanya membuat semua anak menatapnya. Ada satu nyawa yang mau dilahirkan, kenapa disambut sedih begini? Tapi Ra, dia anaknya Godzilla... Tetep aja dia satu nyawa, kan? Adik lo, lagi, kata Lara memotong Sid. Justru karena dia adik gue. Kalo dia bukan adik gue mana gue peduli, keluh Sid. Lara tersenyum lalu duduk di sebelahnya. Terus lo mau gimana? Mau nyuruh nyokap lo aborsi? Mau membunuh anak nggak berdosa itu sebelum dia lahir? tanyanya membuat Sid membelalakkan mata. Lo serem banget sih Ra!! Ya nggak mungkin, lah! seru Sid takut. Terus? Lo mau membenci anak itu sebelum dia dilahirkan? tanya Lara lagi, membuat Sid terdiam, teringat akan masa lalu Lara. Ia lalu menunduk. Ya nggak juga... katanya pelan. Kalo gitu, sekarang lo tau apa yang bisa lo lakuin, kan? tanya Lara lagi. Sid menggigit bibirnya ragu. Tapi seantero sekolah udah tau gue bakal punya adik dari Godzilla, kata Sid lagi. Lo malu, Sid? tanya Aida tiba-tiba, membuat semua perhatian beralih padanya. Lo malu punya adik? Punya adiknya gue nggak malu, tapi dari Godzilla-nya itu... Lo dulu setuju nyokap lo nikah sama Pak Gozali, harusnya lo tau cepat atau lambat ini bakal terjadi dong, kata Aida lagi membuat Sid mendesah. Lagi pula, lo setuju kalo Pak Gozali nggak seburuk yang lo duga, kan? Sid terdiam memikirkan kata-kata Aida. Memang sih, Gozali tidak buruk-buruk amat. Sepanjang pengetahuannya, Mamanya tidak pernah terlihat sebahagia setelah menikah dengannya. Tapi tetap saja... Gue mau ikut gantiin popoknya ah nanti, kata Julia sambil nyengir membuat Sid menatapnya. Gue mau usulin nama ah sama si Tante, timpal Aida. Hm... Gue mau kasih kado apa yaa... kata Rama dengan mata menerawang. Asal dia nggak mirip bapaknya aja sih nggak apa-apa, kata Cokie yang rupanya masih sedikit dendam. Semua anak nyengir, lalu beralih pada Lando yang berdecak sebal. Kalo udah gede ntar gue privatin deh, katanya membuat semua orang tertawa.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

64

Sid menatap teman-temannya penuh rasa terima kasih. Ia sangat senang punya teman-teman yang bisa diandalkan saat susah dan senang seperti mereka. Nggak usah terharu gitu, Sid, kata Julia membuat Sid segera menyeka matanya yang memang sudah basah. Anak-anak tertawa melihat tampang Sid yang malu-malu. Tahu-tahu Julia melambai, membuat semua orang menoleh ke pintu masuk. Zai ada di sana, balas melambai sambil menatap Sid ragu. Mau apa lo kemari? tanya Sid judes, membuat Julia segera memukul kepalanya. Kan gue udah bilang, pacar si Tasha, elo versi mini itu, adiknya si Zai! seru Julia. Sid yang tadinya masih merengut, tahu-tahu bangkit. HAAAAAAA???? Anak itu... adik loo?? sahut Sid sambil menunjuk Zai tak percaya. Zai hanya nyengir garing, sementara Julia sudah terkulai di meja, lelah. Emang kebangetan lo Sid, kata Cokie sambil geleng-geleng kepala. Ia lalu melambai pada Zai. Sini, Zai, gabung! Zai berjalan pelan ke arah mereka, lalu menarik kursi bar dan duduk di sana. Ia dan Sid masih saling tatap. Sid sendiri sudah menatapnya bersalah. Kenapa lo? tanya Zai, walaupun sudah tahu jawabannya. Sori Zai, gue nggak tau, kata Sid sambil menggaruk kepala pirangnya. Kok bisa kebetulan gini sih ya? Bingung gue. Lo aja bingung, gimana gue, kata Zai. Lo sampe kebawa-bawa di mimpi buruk gue. Sid tertawa kaku sementara anak-anak lain ikut bersimpati dengan kesusahan Zai. Pasti mengerikan melihat kepala pirang berhias baik di dunia nyata dan dunia mimpi. Kalo kata gue sih, kalian sekarang ke sekolah Tasha dan Zul, terus ngomong baik-baik sama mereka, kata Aida lagi membuat Julia, Sid dan Zai saling tukar pandang. Mungkin memang itu jalan yang terbaik.

Lo duluan yang ngomong yak, kata Julia sambil mengawasi gerbang sekolah Tasha yang sudah ramai. Kenapa gue?? sahut Sid membuat kepalanya kembali ditepuk karena suaranya yang terlalu keras. Sid mengelus kepala malangnya. Lo kan kakaknya! Emh. Lo aja yak Zai! kata Julia lagi kepada Zai yang ada di sebelahnya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

65

Lah? Emangnya yang bikin adek gue jadi banci gitu siapa? sahut Zai sementara Sid mendelik padanya. Julia mendesah, sama sekali tak punya pikiran harus bicara apa dengan adiknya. Siapa aja boleh, tapi ngapain kalian kemari lagi? sahut sebuah suara membuat Sid, Zai dan Julia menoleh. Abang penjual siomay sudah berkacak pinggang di belakang mereka, membuat mereka kompak nyengir. Tapi rupanya cengiran itu tidak cukup untuk mengambil hatinya. Mau beli kagak, kalo kagak pindah aja ke gerobak pempek tuh! serunya sementara si penjual pempek buru-buru menggeser gerobaknya. Bentar doang bang, terakhir kali! kata Julia sementara Sid menepuk bahunya. Itu si Tasha, Jules! sahut Sid membuat Julia kembali menatap gerbang sekolah. Tasha dan Zul nampak berjalan keluar sekolah sambil melompat-lompat ceria. Gimana nih? Kita bergerak nggak? tanya Zai. Julia menggigit bibirnya. Sid dan Zai saling tatap, lalu dua-duanya menepuk bahu Julia. Ayok, kata mereka, lalu kompak menggeret Julia yang masih bingung menuju ke dua anak itu. Tasha dan Zul menatap ketiga anak itu kaget. Kakak... ngapain lagi sih? jerit Tasha, tak habis pikir dengan kelakuan kakaknya yang akhirakhir ini selalu membuntutinya. Mmm... Ta... kakak cuma... Sid dan Zai kompak menyikut Julia. Julia meringis kesakitan lalu melempar pandangan bengis ke arah mereka berdua yang langsung pura-pura melihat ke arah lain. Julia lalu kembali melirik Tasha yang masih tampak marah. Julia menarik napas, lalu menghelanya. Ia lalu berjongkok di depan adiknya dan meraih tangannya. Sekarang atau tidak sama sekali. Ta, kakak mau minta maaf, kata Julia akhirnya. Kakak mau minta maaf karena nggak terus terang sama kamu. Tasha terdiam sambil menatap Julia. Air mata tampak menggenang di matanya. Selama ini Kak Juju udah jadi kakak yang jahat ya? Maaf ya Ta, Kakak cuma nggak pengen kamu marah... Tapi Tata tetep marah, kan? kata Tasha, air matanya mulai mengalir. Harusnya kakak bilang dari awal... Awalnya si bego itu nggak sadar kalo suka sama Kakak, Ta, kata Julia lagi sementara Sid berdeham. Awalnya kita emang temenan doang kok... Kita baru jadian 3 bulanan ini... HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

66

Tasha kembali terdiam, lalu menatap Sid yang langsung salah tingkah. Jadi, awalnya Kak Sid nggak tau kalo suka sama Kak Juju? tanyanya. Yaah... begitulah, jawab Sid, sedikit malu karena di sebelahnya ada Zai yang menatapnya penuh kemenangan. Tata pikir Kak Sid suka maen ke rumah karena suka sama Kak Juju, makanya Tata sering menguji Kak Sid... Siapa tau Kak Sid tergoda sama Tata gitu... Julia, Sid dan Zai melongo mendengar jawaban Tasha yang begitu tidak polos. Haduuh sia-sia dong usaha Tata dulu! seru Tasha sambil menyeka air matanya. Terus sekarang, Tata juga lagi menguji kekuatan cinta kalian, makanya Tasha sengaja pura-pura marah dan deket-deket sama cowok lain, kali aja Kak Sid cemburu gitu... Rahang Julia, Sid dan Zai mungkin akan terjatuh kalau tidak ada otot yang menahannya. HAAAAAHHHHHHHHHH???? seru mereka bertiga bersamaan. Pu-pura-puraa?? sahut Julia histeris. Menguji cintaa?? sahut Sid, tak kalah histeris. Terus si Zul?? sahut Zai, tidak histeris, tapi bingung luar biasa. Tasha dan Zul saling pandang geli melihat keributan tiga anak SMA di depannya itu, lalu ber-high five dengan ceria. Aku masih Zul yang dulu kok Bang, kata Zul sambil melepas sirkam di rambutnya. Aku cuma bantuin Tasha aja. Hahh?? seru Zai, mendadak pening. Terus kenapa harus lo dari semua anak di sekolah ini? Aku tau Kak Zai saingan cintanya Kak Sid, dan kebetulan aku tau kalo Zul adiknya Kak Zai, jadi aku sengaja minta tolong dia, kata Tasha membuat Zai kembali melongo, begitu pula Sid dan Julia. Dari mana sih lo bisa tau... gumam Zai tak habis pikir. Lagian bagus kan, liat kalian bisa kompak begini, kata Tasha membuat ketiga anak itu saling pandang, merasa ada benarnya. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. He? Apaan tuh, pantun? kata Zai dengan otak tak seberapanya. Tapi tunggu, tunggu. Berarti, semua ini cuma pura-pura? Tasha nggak marah sama Kakak? tanya Julia. Tasha mengangguk sambil tersenyum. Julia tahu-tahu terharu, lalu segera memeluk adiknya itu. Tataaaaa!!!! Iya Kak, cup,cup, kata Tasha sambil mengelus rambut kakaknya. Sid dan Zai menatap mereka bingung. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

67

Yang mana yang kakak, sih, gumam mereka berbarengan, lalu tertawa. Beberapa saat setelahnya, mereka berdeham dan mengalihkan pandangan. Sid menatap Julia dan Tasha sambil menghela napas lega. Ia bersyukur masalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Sid lantas teringat sesuatu. Ada satu masalah lagi yang belum diselesaikannya.

Sid membuka pintu apartemennya, lalu mendengar suara televisi dari ruang tengah. Ia melirik rak sepatu. Ada sepatu Mamanya dan Gozali. Seketika Sid merasa jantungnya berdebar keras. Tadi ia memang meminta mereka berdua datang ke rumah, tapi ia tidak menyangka ia akan segrogi ini. Sid? sahut Mamanya yang tiba-tiba muncul, membuat Sid berjengit. Ha-halo, kata Sid kaku sambil buru-buru berjalan masuk. Di ruang tengah, Gozali sudah menunggu dengan tampang datar. Sid mengangkat alisnya singkat, lalu segera masuk kamarnya. Sid menghempaskan tubuhnya ke ranjang, bingung harus bagaimana. Sekarang ia tahu persis bagaimana perasaan Julia. Ponsel di sakunya mendadak bergetar. Sid mengambilnya, lalu membaca pesan yang masuk. Semangat! Kakak ipar! V^o^V Sudut bibir Sid terangkat saat membaca pesan dari Tasha. Seketika ia merasa bebannya sedikit terangkat. Mungkin punya adik bagus juga. Sid menarik napas, lalu menghelanya mantap. Ia bangkit, lalu membuka pintu kamarnya. Gozali dan Mamanya menatapnya cemas. Sid berjalan pelan menuju sofa, lalu duduk. Tak ada yang bicara untuk beberapa saat. Mm... Mama udah memutuskan! sahut Mamanya tiba-tiba sebelum Sid sempat bicara, membuatnya mendongak. Memutuskan apa? tanyanya bingung. Mamanya menggigit bibir, air mata sudah menggenang di matanya. Mama dan Gogo udah memutuskan... Kalau kamu memang tidak menginginkan adik... kami putuskan untuk... Sid melongo mendengar kata-kata Mamanya. Sekarang Mamanya sudah terisak. Gozali sendiri sudah merengkuhnya dan menggenggam tangannya dengan wajah sendu. Sid menatap mereka tak percaya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

68

Apa-apaan!! sahut Sid marah sambil bangkit. Kalian mau menggugurkan adik aku??? Mamanya dan Gozali mengerjap-ngerjap selama beberapa saat, lalu saling pandang penuh arti. HOREEEE!!! sahut Mamanya tiba-tiba sambil menari-nari girang bersama Gozali sementara Sid hanya membatu melihat pemandangan di depannya. Ho...re...? gumamnya sementara Mamanya sudah memeluk suaminya erat-erat. Kamu bener, Go! Akting kita berhasil! sahutnya sambil berhigh five ria dengan Gozali yang sama gembiranya. Seketika Sid merasa kepalanya berputar. Sial bener gue hari ini, ditipu untuk kedua kalinya... gumam Sid lagi sambil memijat dahinya. Sid, Sid! Kamu mau laki-laki apa perempuaan? tanya Mamanya, tak menyadari kerutan di dahi Sid bertambah dua kali lipat dari biasanya. Terserah, jawab Sid acuh. Ia sudah tidak mau tahu lagi. Laki-laki dong, biar kayak bapaknya, kata Gozali membuat Sid sontak berdiri. Nggak bisa!! Nggak mau!! Nggak boleeehhhh!!! serunya dengan sekuat tenaga, membuat Gozali terbahak. Gue mau adik perempuan, titiiiikkk!!! Perempuan juga boleh, biar kayak mamanya, kata Gozali sambil tersenyum pada istrinya. Seketika bulu kuduk Sid meremang, memikirkan bakal adik perempuan yang pintar akting dan lebay mirip seperti mamanya. Tapi masih lebih baik begitu daripada mirip Gozali. Laki-laki perempuan sama saja, yang penting sehat, iya kan Sid? kata Mamanya membuat Sid menatapnya. Iya, deh, kata Sid akhirnya, malas berdebat. Ia lalu memperhatikan Mamanya yang wajahnya cerah, sama sekali berbeda dengan beberapa tahun lalu. Ia lalu berdeham. Jadi, udah berapa bulan? Udah jalan 6 bulan, Sid, kata Mamanya membuat Sid mengangguk-angguk. Tapi beberapa detik berikutnya, ia sadar sesuatu. Ia menoleh secepat kilat pada kedua orang tua di depannya. 6 BULAAANN???? jeritnya syok. Mamanya dan Gozali baru menikah selama 3 bulan lebih. Mamanya dan Gozali terbahak melihat tampang Sid yang persis orang bloon. Bohong, Sid! Kamu percaya aja deeh... kata Mamanya sambil tertawa sementara Sid sama sekali tidak merasa ini lucu. Baru 6 minggu... Sid benar-benar tak habis pikir, kenapa ia selalu saja percaya pada apa yang pertama didengar dan dilihatnya. Sid bertekad ia harus berubah menjadi laki-laki yang lebih mawas diri supaya bisa jadi kakak yang baik dan tidak bisa ditipu oleh siapapun lagi. Harus. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

69

THE END

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

70

Cokies Side Story Good Bye

Eh, ganteng banget deh tu cowok! Mana, mana, yang mana? Itu, tuh!! Via melirik dua cewek yang sedang asyik berkasak-kusuk di sebelahnya, lalu tersenyum-senyum sendiri. Cowok manapun yang sedang mereka bicarakan, tidak akan lebih ganteng dari cowoknya sendiri. Mendadak Via teringat sesuatu. Kemana cowok yang sedang ia pikirkan itu? Tadi saat Via sedang memilih-milih aksesoris, Cokie mengatakan kalau akan membeli minum. Tapi sudah 15 menit lebih, ia belum datang juga. Yang mana sih? Itu, yang lagi kesini! Yang tinggi! Via berbalik, dan pada saat itulah ia melihat cowok yang sedang dibicarakan dua cewek di sebelahnya itu. Cokie tampak sedang berjalan santai ke arahnya sambil membawa minuman, tanpa menyadari tatapan kagum setiap cewek yang dilewatinya. Atau sadar, tapi sudah terlalu terbiasa. Via tak bisa memastikan. Cokie nyengir sambil mengangkat alisnya yang dibalas lambaian ringan dari Via, tapi dua cewek di sebelahnya tiba-tiba memekik. Eh, lo liat gak, dia senyum sama gue! Via refleks menoleh dengan dengan tampang bloon, tapi kedua cewek itu nampak tak sadar dan masih terhipnotis pada Cokie yang sudah dekat. Lama ya? tanya Cokie sambil menyerahkan sebuah botol air mineral pada Via, membuat kedua cewek itu menoleh dan menatap Via tak percaya. Via menerima botol itu sambil nyengir kaku. Cokie melirik cewek-cewek di sebelah Via yang masih melongo, lalu tersenyum manis pada mereka. Temen lo? Via menggeleng pelan sementara dua cewek tadi sudah terkikik girang. Bukan, kata Via membuat kikikan cewek tadi berhenti. Ia menggamit lengan Cokie lalu menggiringnya keluar toko untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Cokie menatapnya bingung.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

71

Ada apaan sih? tanyanya setelah agak jauh. Beberapa cewek yang lewat menatapnya sambil berbisik-bisik. Via sampai bosan sendiri melihatnya. Nggak ada apa-apa, kata Via sambil duduk di sebuah bangku. Ia membuka botol air mineral lalu menenggak isinya. Cokie menatapnya sebentar, menghela napas, lalu ikut duduk di sebelahnya. Lo beli di mana sih ni minum, lama bener, kata Via setelah bisa menenangkan diri. Di supermarket, kata Cokie sambil mengambil ponselnya dari saku. Tapi tadi ketemu sama temen-temen lama jadi ngobrol dulu. Via memperhatikan ekspresi Cokie yang nampak ceria. Mau tidak mau Via jadi berpikiran yang tidak-tidak. Cewek? tanya Via membuat Cokie menoleh dan menatapnya datar. Cowok, jawab Cokie, lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Via melirik ponsel itu. Masih SMSan sama si... siapa lagi namanya? Dara? Putri? tanya Via lagi membuat Cokie menghela napas. Temen yang tadi SMS ngasih nomernya, kata Cokie terdengar kesal. Ia tidak pernah suka kalau Via membahas masa lalu. Gue udah lama nggak ketemu dia, jadi dia minta kumpul-kumpul. Lo mau tau juga di mana dan kapan kita mau ketemuan? Via menatap Cokie tak percaya, lalu membuang muka. Selalu saja begini akhirnya setiap mereka pergi bersama. Tahu-tahu Via melihat sepasang ujung sepatu berwarna kuning. Via mendongak, lalu menatap seorang cewek cantik dan bertubuh sintal sedang berdiri di depannya sambil membawa es krim. Boleh geseran nggak? tanyanya, lalu melempar senyum manis kepada Cokie yang segera dibalas. Via merengut, tapi bergeser juga.

Gue bener-bener nggak dianggep, tuh cewek minta duduk di antara gue sama Cokie!" keluh Via di Hilarious besoknya. Lara tersenyum, lalu menepuk bahu Via. Mana si Cokie manis banget lagi sama tu cewek... Nih, servis buat lo, katanya sambil meletakkan secangkir cokelat hangat di depan Via. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

72

Thanks ya Ra, kata Via lalu menyeruput cokelat itu. Hm... memang cokelat itu sahabat wanita. Lara menatap Via simpati. Sudah beberapa hari ini Via selalu datang ke Hilarious setelah membantu ibunya. Dan setiap datang, ia pasti berkeluh kesah tentang cowok ganteng yang sudah hampir setahun ini dipacarinya. Siapa lagi kalau bukan si mantan playboy, Cokie. Lo pasti bosen deh gue datengin mulu, kata Via dengan mulut berlumur cokelat. Lara menggeleng sambil tersenyum simpul, lalu menyodorkan tisu. Gue malah seneng ditemenin, kata Lara. Semenjak kalian pada kuliah, gue jadi kesepian. Via mengangguk-angguk. Memang, setelah berkuliah dengan jadwal yang berbeda-beda, acara kumpul-kumpul seperti yang biasa mereka lakukan dulu jadi tidak teratur. Rama sibuk dengan kuliah bisnisnya, Cokie dan Sid dengan kuliah tekniknya, Aida dan Lando dengan kuliah kedokterannya, dan Julia dengan kuliah sastra Inggrisnya. Via sendiri kuliah di jurusan pariwisata. Rama udah jarang dateng ya Ra? tanya Via membuat Lara berhenti dari kegiatan mengelap gelas dan menghela napas. Dia lagi sibuk-sibuknya Vi. Orang tuanya mewajibkan dia serius karena dia nolak kuliah di luar negeri, kata Lara, lalu kembali tersenyum. Tapi gue nggak boleh mengeluh. Ini resiko yang udah harus dia sama gue tanggung bareng. Via mengangguk-angguk lagi, kagum dengan kedewasaan Lara dan Rama. Beda dengan dirinya. Lara menangkap keresahan Via. Lo sendiri? Masih sering jalan sama Cokie kan? tanyanya membuat Via mendesah. Ya nggak sering-sering banget sih. Paling seminggu dua kali, kalo dia ada libur kuliah. Tapi ya itu Ra, setiap ketemu yang ada berantem, keluhnya lalu berpangku tangan. Apa gue yang keterlaluan, ya... Kalo cowok lo kayak Cokie sih, menurut gue, sah-sah aja lo ngerasa khawatir, kata Lara membuat Via menatapnya terharu. Ada juga ternyata yang bisa mengerti dirinya. Iya kan Ra? Gue nggak bisa tenang tiap kali jalan sama dia! Makanya gue selalu ngajak dia ngobrol-ngobrol aja di rumah, tapi dia selalu mau ngajak gue makan di luar, kata Via lagi, kesal. Kali ini Lara yang mengangguk-angguk, simpati terhadap Via. Belum lagi gue mikirin gimana dia di kampus, gimana perlakuan dia sama cewek-cewek lain, tambah Via lagi. Kalo gue nggak latihan masak terus buat ngalihin pikiran, bisa stres kali gue.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

73

Ternyata punya cowok ganteng itu nggak selamanya enak, ya, kata Lara, lebih pada dirinya sendiri. Tapi satu hal yang patut ia syukuri, untung saja Rama tidak seganteng Cokie. Bener banget Ra. Awal-awal pacaran sama dia sih bangga, kesini-sini ternyata jadi banyak hal yang bikin khawatir. Via menelungkupkan wajahnya. Gue yang jadi parno sendiri. Kalo udah gitu, dia yang marah. Gue jadi bingung harus gimana. Lara menepuk-nepuk kembali bahu Via, tidak tahu harus melakukan apa untuk menghiburnya. Ia sendiri tahu dari awal kalau hubungan Cokie dengan cewek manapun tidak akan pernah berjalan mulus. Kegantengan Cokie bisa membuat cewek gila, baik ceweknya sendiri maupun cewek-cewek secara umum. Tahu-tahu pintu Hilarious terbuka. Seorang gadis mungil berambut kuncir kuda masuk diikuti oleh seorang anak laki-laki berkepala pirang. Gue kan bilang dijemput jam dua! sahut Sid sementara Julia tampak tak peduli. Ia mengedikkan kepala pada Via dan Lara, lalu melengos masuk ke kamar mandi. Lo bilang setelah jam kedua! sahut Julia dari dalam. Via dan Lara beralih menatap Sid yang mengedikkan bahu. Budek kali dia, katanya asal, lalu melepaskan tabung gambar yang dipakainya dan melemparnya ke sofa. Ia lalu duduk di samping Via. Iced cappuccino Ra, kata Sid, lalu menoleh pada Via. Kenapa lo Vi? Sid, kata Via sambil menatap Sid dalam-dalam, membuat Sid mau tak mau deg-degan juga. Kita gantian pacar aja ya? Boleh, kata Sid tanpa pikir panjang, membuat Lara hampir melepaskan gelas yang dipegangnya. Kebetulan gue juga lagi bosen ama Julia. Hei, bercanda itu ada batasnya ya. Lara mengingatkan, membuat Sid dan Via terkekeh bareng. Emang kenapa Vi? Lo sadar kalo gue ternyata lebih ganteng dari Cokie? tanya Sid membuat Via hampir jatuh dari kursinya. Bukan gitu Sid. Tapi kayaknya gue butuh cowok yang lebih sederhana aja. Ha? Jadi maksud lo gue sederhana? seru Sid, tak terima. Lo belum tau aja Ra, gue itu nggak sesederhana yang terlihat. Gue itu pria yang penuh dengan lika-liku, penuh misteri, charming... Lo lagi ngomongin siapa sih? tanya Via, tampangnya sangsi. Sid berdecak, lalu mendekati Via. Coba lo liat mata gue, Vi. Katakan, kalo gue cowok sederha... AW! HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

74

Julia sudah ada di belakang Sid dengan tabung gambar di tangan. Wajahnya bengis, masih dendam karena tadi harus menunggu selama dua jam di halte kampusnya. Sid mengelus-elus kepala pirangnya yang berdenyut, lalu mendelik ke arah Julia. Heh! Gue laporin ke Komnas HAM tau rasa lo! Kekerasan dalam pacaran! seru Sid sementara Julia melempar tabung gambar Sid ke sembarang tempat, membuat Sid buru-buru menyelamatkannya. Ini master piece gue, tauk! Bodo, kata Julia sambil duduk di tempat Sid tadi. Awas ya, gue mau visum! seru Sid, masih tidak terima. Gue simpen ni tabung buat barang bukti! Ra, jus stroberi dong, kata Julia, menganggap kata-kata Sid hanya angin lalu. Sid melongo, lalu cepat-cepat duduk di sebelah Via. Vi, kayaknya kita beneran butuh tukeran pacar deh, kata Sid sambil mengelus kepalanya. Via menatapnya sebentar, lalu menghela napas. Kayaknya iya deh. Cokie kayaknya lebih cocok sama cewek kayak Julia, kata Via membuat semua orang menatapnya. Hah? Maksudnya apaan tuh? seru Julia bingung. Kalo lo, pasti lo bakal percaya diri dan nggak mikir macem-macem. Kalo gue... Sid, Julia dan Lara saling lirik. Aah! Kok lo ngomongnya begitu sih! sahut Julia sambil menepuk punggung Via keras-keras. Via sampai terbatuk. Jangan nggak pede gitu doong! Gue cuma... gue cuma mikir, mungkin gue bukan cewek yang cocok buat dia. Mungkin gue malah bikin beban buat dia sama semua sikap gue, kata Via lagi. Hmm... Semua saling lirik lagi, tak tahu harus berkata apa. Via benar-benar sudah seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Sepanjang hari ini, Via hanya melamun dan menghela napas. Teman-teman kampusnya sampai bingung harus bagaimana karena Via juga sama sekali tidak mau cerita.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

75

Sekarang mereka sedang berjalan bersama keluar kampus. Via hampir saja menabrak tempat sampah kalau tidak dicegah temannya. Hati-hati dong Vi, kata Alin, salah satu teman Via. Ia juga yang menyelamatkan Via dari tangga saat mau masuk kelas tadi. Ah, iya. Thanks Lin, kata Via sambil meringis tak jelas. Eh, ada apaan tuh, rame-rame, kata Lingga, teman Via yang lain. Via mendongak, dan melihat sekumpulan anak-anak cewek kampusnya yang sibuk berteriak. Via, Alin dan Lingga saling tatap, lalu segera bergabung dengan kerumunan itu. Ada apaan sih? tanya Alin pada salah satu cewek yang sibuk memekik. Ada cowok, ganteng banget! Naik BMW! seru cewek itu membuat Via tersenyum lemah. Cowok ganteng dan naik BMW. Mirip dengan cowok yang sedang dipikirkannya saat ini. Via. Suaranya pun persis. Via lalu merasakan cengkeraman kuat di lengan kiri dan kanannya. Via menoleh ke Alin dan Lingga yang sudah menatapnya tak percaya, lalu mendongak. Kenapa bengong? tanya Cokie membuat Via melongo. Ngap... ngapain lo di sini??? sahut Via, refleks mundur beberapa langkah. Mau jemput lo, jawab Cokie bingung. Via menatap sekeliling, dan semua cewek yang ada di sana sekarang sudah menatapnya sinis. Emang gue minta jemput? tanya Via lagi membuat Cokie mengernyit. Via menggigit bibir, lalu segera menarik Cokie menjauh dari kerumunan itu. Lo kenapa sih Vi? Nggak suka gue jemput? tanya Cokie kemudian. Via melirik teman-temannya yang masih menatapnya penasaran. Bukan gitu... tapi kok nggak bilang-bilang dulu? Gue kan pengen ngasih surprise. Selama ini lo nggak pernah mau gue jemput, kata Cokie membuat Via menghela napas. Selama ini memang Via selalu melarang Cokie untuk menjemputnya di kampus. Via melakukan itu bukan tanpa alasan. Kejadian seperti inilah yang menjadi alasan utama kenapa ia tidak pernah mau minta jemput. Besok Via pasti tidak akan bisa berkuliah dengan tenang, sama seperti dulu di SMA saat Via dijauhi teman-teman ceweknya di sekolah. Tapi Cokie tak pernah tahu. Via memang tak pernah memberitahunya. Ada apa sih Vi? tanya Cokie lagi, membuat Via tersadar. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

76

Nggak apa-apa. Ayok, kata Via lalu buru-buru menggamit Cokie menuju BMWnya. Via tidak mau berada terlalu lama di sana, tatapan teman-temannya membuatnya gerah. Cokie mengedikkan bahu, lalu masuk ke dalam mobilnya. Sebelum Via, cewek itu mahluk yang benar-benar gampang ditebak.

Via! Via mendongak dan menutup sebelah matanya saat sebuah cahaya menyilaukan muncul. Via memicingkan mata, ternyata barusan hanya kepala pirang Sid yang tertimpa cahaya matahari. Anak itu melambai-lambaikan tangan dari kejauhan, di sebelahnya Julia memegang bola plastik. Ayok ikutan main! seru Julia sambil mengacung-acungkan bola itu. Kalian aja! balas Via sambil melambaikan buku yang sedang ia baca. Sid dan Julia saling pandang, lalu kembali bermain voli pantai bersama Lando dan Rama. Via menghela napas, lalu kembali menekuni bukunya. Ia sadar kalau halaman yang dibacanya masih sama dengan saat pertama kali ia membuka buku itu. Via lalu melirik lagi teman-temannya yang sedang asyik bermain di pinggir pantai. Hari ini anak-anak sepakat untuk berlibur bersama setelah ujian yang panjang dan melelahkan. Aida dan Lara tampak sibuk membuat istana pasir, sementara Rama, Lando, Julia dan Sid sibuk bermain voli pantai. Saking kompetitifnya, Lando dan Sid malah seperti sedang bersaing untuk merebut medali emas olimpiade. Julia dan Rama nyaris tidak kebagian bola. Via sendiri mempunyai penyakit darah rendah, jadi ia tidak bisa terkena terlalu banyak sinar matahari. Maka dari itu, ia memutuskan untuk duduk-duduk di kursi malas sambil membaca buku. Tapi di dalam hatinya, ia sangat ingin ikut bergabung bersama mereka. Mendadak Via merasakan sensasi dingin di lehernya, membuat seluruh bulu kuduknya meremang. Uwaa! sahut Via, hampir terjengkang dari kursinya. Ia memegang leher, lalu menoleh untuk melihat siapa pelakunya. Cokie ada di belakangnya dengan cengiran nakal. Ia lalu menyodorkan sebuah kaleng soda.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

77

Kaget ya? tanyanya lalu duduk di kursi sebelah Via. Via menggenggam kaleng dingin itu, lalu mengangguk. Cokie ikut mengangguk-angguk lalu menghirup isi kaleng sodanya. Lo nggak ikutan maen? tanya Via. Nggak ah, nemenin lo aja, kata Cokie menggoda, tapi Via malah menghela napas. Cokie benar-benar tak habis pikir. Biasanya, cewek-cewek akan senang jika dikatakan hal-hal manis seperti itu. Tapi tidak dengan cewek di depannya ini. Vi, jalan-jalan yuk, kata Cokie sambil bangkit tiba-tiba dan mengulurkan tangan. Via mendongak, menatap tangan itu ragu, tapi menyambutnya juga. Woi! Mau kemana? sahut Sid dari kejauhan. Jalan bentar! Cokie balas menyahut sambil menarik tangan Via, tak mempedulikan teriakanteriakan iri Sid dan Julia. Sepanjang jalan, Cokie sibuk bercerita sementara Via terdiam. Via merasakan genggaman tangan besar Cokie yang begitu hangat. Ia tak ingin melepaskannya. Eehh... dia malah ngasih gue C! Keterlaluan nggak tuh namanya! sahut Cokie, membuat Via menatapnya polos. Cokie berhenti berjalan, lalu melambai-lambaikan tangannya di depan Via. Vi, lo dengerin gue nggak sih? Emh, denger. Keterlaluan ya, kata Via cepat. Sebenarnya ia sama sekali tidak mendengarkan. Cokie mengangguk-angguk, lalu kembali menggenggam tangan Via. Cok, kata Via membuat Cokie bergumam. Dulu kalo lo pacaran... selalu gandengan tangan begini, nggak? Langkah Cokie terhenti, genggamannya terlepas. Ia lalu menatap Via tajam. Kenapa lo tanya begitu? Cokie balik bertanya, membuat Via salah tingkah. Ng... nggak apa-apa, gue cuma tanya, kata Via sambil menggigit bibir. Cokie berdecak lalu kembali berjalan. Via mengikutinya dari belakang. Bukannya gue udah bilang, gue nggak suka masa lalu gue diungkit-ungkit? kata Cokie. Apa yang dulu gue lakuin sama cewek-cewek itu nggak ada hubungannya sama sekarang, jadi jangan tanyatanya lagi. Via menunduk, menatap sendal jepit hijaunya. Tiba-tiba ia menabrak punggung Cokie. Cokie berbalik, lalu mengangkat dagu Via. Lo jangan suka mikir yang aneh-aneh deh, kata Cokie sambil menatap Via lembut. Yang kita pikirin yang sekarang kita jalanin aja. Oke? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

78

Via mengangguk pelan, membuat Cokie mengacak rambutnya. Via bermaksud untuk menatap Cokie, tapi sudut matanya menangkap beberapa cewek di belakang Cokie. Via melirik cewek-cewek itu, yang sedang menatapnya sinis sambil berbisik-bisik. Cowoknya ganteng kok ceweknya kayak gitu sih... Iya, cakepan juga pembokat gue... Cokie sudah berbalik dan kembali berjalan sehingga tak mendengar itu semua. Via menggigit bibirnya. Ia harus berpikir positif. Selalu berpikir positif. Via mengangguk mantap, lalu menyusul Cokie dan menggandeng lengannya.

Di sebuah kamar yang gelap... Cokie merasakan getaran di meja, tapi ia tak peduli. Matanya terpancang pada monitor, satu tangannya sibuk menekan keyboard, satu lagi sibuk menekan mouse. Bola matanya bergerak-gerak cepat. Ia berkonsentrasi penuh. Ia sedang main Call of Duty, sebuah permainan komputer yang sedang ia gandrungi akhir-akhir ini. AAAAHHH!! serunya saat karakter yang ia mainkan tertembak. Ia menghempaskan diri ke sandaran bangku, melihat hasil permainannya. Lagi-lagi ia gagal menyelesaikan misi. Nampaknya ia memang harus berguru pada Sid. Cokie berdecak, lalu melirik ponselnya yang tergeletak di samping komputer. Ia mengambilnya, lalu melihat sebuah SMS dari Via. Cokie nyengir, lalu membukanya. Cok! Ucook! Makan dulu! sahut mamanya, mengagetkan Cokie. Ia segera meletakkan ponsel, lalu berlari keluar. Makan apaan Ma? tanya Cokie begitu melihat mamanya di dapur. Ikan goreng kesukaanmu, kata mamanya sambil mengambilkan nasi dan menyodorkannya pada Cokie. Cokie duduk, lalu mencaplok ikan gurame goreng favoritnya. Enaknyaa... kata Cokie dengan mulut penuh, membuat mamanya tersenyum, lalu mengelus kepala Cokie. Anak mama yang paling tampan, kata mamanya lalu mencium lembut rambut Cokie. Cokie hanya nyengir setiap kali mamanya melakukan itu. Cokie memang hanya anak satu-satunya, jadi ia selalu dimanja. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

79

Papa kapan pulang Ma? tanya Cokie. Minggu depan katanya, kata mamanya sambil menuangkan jus jeruk ke dalam gelas Cokie. Kenapa memang? Nggak, nanya aja. Cokie sangat jarang bertemu papanya, karena beliau bekerja di Medan dan hanya sesekali pulang. Katanya sih cari uang, tapi Cokie yakin ia punya urusan lain di sana. Seperti punya istri muda, misalnya. Oh iya Cok, kamu tau si Brigitta? tanya mamanya tiba-tiba, membuat Cokie seketika tersedak duri ikan. Cokie cepat-cepat minum, tapi karena mamanya sedang membelakanginya maka ia tak sadar. Itu loh... guru les privatmu dulu. Cokie masih terbatuk-batuk saat mamanya berbalik. Tadi Mama ketemu di kantor. Dia udah jadi istri pejabat sekarang, kata mamanya, lau heran melihat wajah Cokie yang merah. Kenapa kamu? Keselek, jawab Cokie singkat, membuat mamanya mengangguk-angguk. Udah beda sekali dia sekarang. Mamanya malah meneruskan. Jadi tambah cantik, namanya juga istri-istri pejabat. Cokie terdiam, memang tak bermaksud menanggapi. Dia masih kenal Mama, makanya waktu dia mau pesan catering, dia datang ke kantor Mama, kata mamanya lagi. Tadinya dia tinggal di New York, ini baru pulang dan mau bikin party. Kita diundang, Sayang... Ingin rasanya Cokie tertawa. Sampai mati pun ia tidak akan datang.

Cok. Cokie! Cokie tersadar, lalu menoleh dan mendapati Via yang sedang mengernyit. Cokie berdeham, lalu nyengir bersalah. Apa tadi, Vi? tanyanya membuat Via menghela napas. Jadi lo nggak denger omongan gue tadi? tanya Via kecewa. Sori, kata Cokie membuat Via memutar bola matanya dan menghempaskan diri ke sandaran sofa. Gue lagi banyak pikiran. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

80

Via menatap Cokie yang memang hanya melamun semenjak ia datang sejam yang lalu. Cokie memang selalu datang setiap malam Minggu, tapi tidak pernah dengan keadaan seperti ini. Via menghela napas mantap, lalu berusaha berpikir positif. Masalah kampus? tanya Via sambil mengelus lengan Cokie lembut. Cokie menoleh, lalu menggeleng pelan. Ia mengacak rambut Via. Bukan. Tapi udahlah, nggak usah dipikirin lagi, kata Cokie. Tadi lo ngomong apa emangnya? Gue tanya, kenapa SMS gue semalem nggak dibales? tanya Via lagi. Emang semalem lo ada SMS gue? Cokie balas bertanya, membuat Via kembali kesal. Cokie buru-buru mengecek inboxnya, dan ternyata benar-benar ada. Sekarang Cokie teringat, semalam sebelum ia sempat membaca, mamanya sudah keburu memanggilnya. Kenapa, ketutup SMS-SMS dari cewek-cewek lain? sindir Via, tak bisa menahan diri. Cokie menatapnya, lalu menghela napas. Semalem gue maen game, jadi nggak kedengeran, jawab Cokie, berusaha untuk tidak terpancing kata-kata Via. Lagipula, memang benar, SMS Via tenggelam di antara beberapa SMS dari teman-teman ceweknya di kampus. Via masih cemberut, tak puas mendengar jawaban Cokie. Cokie sendiri sibuk menekan-nekan layar sentuh ponselnya, berusaha menghilangkan barang bukti dengan secepat mungkin. Besok gimana? Jadi mau bantuin ibu di bazar? tanya Via tiba-tiba, membuat Cokie menoleh cepat, hampir tak wajar. Hah? Iya, jadi, kata Cokie sekenanya, lalu kembali membersihkan inboxnya. Mungkin sudah saatnya ia ganti nomor lagi.

Cokie melepas helm, meletakkannya sembarangan di spion motor lalu melangkah cepat menuju sebuah bangunan bertingkat di depannya. Ia sudah sangat terlambat. Cokie nyengir ke arah satpam yang sudah dikenalnya baik, lalu berlari menuju lift. Ia menekan tombol lift lalu menunggu pintunya terbuka dengan tak sabar. Cokie menghela napas, lalu melirik jam tangannya dan tanpa sengaja melihat map di tangannya. Bisa-bisanya mamanya ketinggalan barang sepenting ini, dan di waktu-waktu seperti ini. Cokie bisa-bisa dimarahi ibu Yona, ibunya Via, karena telat menjemputnya untuk datang ke bazar. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

81

Pintu lift terbuka, membuat Cokie bergegas masuk. Tapi sebelum pintu sempat tertutup, terdengar suara seseorang membuat Cokie menekan tombol agar pintu tetap terbuka. Seorang wanita berkacamata hitam muncul di depan lift dan buru-buru masuk. Makasih, katanya membuat Cokie membatu seketika. Detik berikutnya, ia menoleh secepat kilat untuk menatap wanita itu. Kalau saja wanita itu tidak bersuara, pasti Cokie tidak akan mengenalinya. Cokie menatap wanita itu lekat-lekat, berharap apa yang dipikirkannya salah. Tapi wanita itu malah membuka kacamata hitamnya, dan sekarang mereka saling tatap dengan wajah tak percaya. Terdengar suara denting dan pintu lift tertutup. Wanita itu sudah mengalihkan pandangan ke layar lift. Cokie sendiri sudah menghadap ke depan dengan pikiran kacau. Pergerakan lift ke lantai tujuh itu terasa lama untuk Cokie. Ia pun seperti tak bisa bernapas. Atau mungkin ia yang lupa bernapas. Kembali terdengar suara denting, dan kali ini pintu lift terbuka di lantai tujuh tempat kantor mama Cokie berada. Baik Cokie maupun wanita itu tak bergerak, seperti saling menunggu satu sama lain. Cokie kemudian mengambil keputusan. Ia menekan tombol untuk menutup pintu, dan tombol lantai paling atas. Wanita itu sendiri tak bergerak untuk mencegah Cokie. Ia menunggu dalam diam, hingga pintu kembali terbuka. Cokie berjalan duluan, lalu naik tangga untuk keluar ke atap bangunan yang sudah dibuat ruang terbuka. Cokie tahu wanita itu mengikutinya. Lo nggak mau nyapa gue? tanya Cokie tanpa menoleh. Hati-hati kamu bicara, kata wanita itu dengan suara lembut. Saya sudah jadi istri pejabat tinggi negara. Cokie berbalik, lalu menatap wanita itu tak percaya. Apa keliatannya gue peduli? tanya Cokie lagi. Wanita itu tersenyum tenang, membuat jantung Cokie berdetak keras. Apa kabar? tanya wanita itu, nadanya membuat Cokie gusar. Seperti yang lo liat, jawab Cokie, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari sesosok wanita mempesona di depannya itu. Lo tumbuh jadi laki-laki dewasa yang tampan, seperti yang udah gue prediksikan dulu, kata wanita itu lagi membuat Cokie mendelik. Bri, lo nggak mau mulai, kata Cokie geram. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

82

Kenapa? Lo yang narik gue kesini, kata Brigitta dengan nada menggoda. Gue nggak narik lo, lo yang ikut sendiri, balas Cokie membuat Brigitta tertawa. Tawa yang diakui Cokie masih menggodanya. Oke, gue harus akui. Gue mungkin tertarik untuk ngikutin lo, katanya sambil menatap Cokie penuh arti. Salah sendiri lo menarik. Cokie menatap Brigitta sinis. Apa gue keliatan semudah itu buat lo? Gue bukan anak kecil lagi, Bri. Gue udah nggak bisa ditipu, kata Cokie. Gue lihat itu, kata Brigitta sambil menatap Cokie dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lo... bukan anak kecil lagi. Cokie terdiam sesaat, membiarkan Brigitta memperhatikannya. Atau mungkin Cokie malah menginginkan Brigitta melihatnya yang sekarang. Lo udah bahagia sekarang? tanya Cokie membuat Brigitta menatapnya. Lo udah jadi istri pejabat. Harta lo pasti berlimpah. Lo udah bahagia? Brigitta tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum. Ternyata... Jangan bilang ternyata harta nggak bisa ngasih lo kebahagiaan, sambar Cokie sebelum Brigitta sempat menyelesaikan kata-katanya. Karena kalo gitu, lo membiarkan gue menang. Brigitta terdiam sesaat, lalu kembali tersenyum, sekarang miris. Lo menang Cok, katanya membuat mata Cokie melebar. Harta memang nggak bisa ngasih gue kebahagiaan. Cokie terdiam, tak bisa berkata-kata apapun lagi.

Bri, lo harus tunggu gue sampe gue gede. Gue pasti bisa bikin lo kaya. Berapa lama Cok? Sepuluh tahun? Dua puluh tahun? Keburu mati gue gara-gara busung lapar... Tawa renyah Brigitta berdenging di telinga Cokie. Bukan itu saja, kenangan-kenangan Cokie tentang Brigitta sekarang terputar di benaknya tanpa bisa dikendalikan. Kenangan yang harusnya ia kubur dalam-dalam, bersamaan dengan perginya wanita itu ke pelukan laki-laki lain. Laki-laki yang dewasa dan mapan, yang katanya mampu memberinya kebahagiaan dengan harta.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

83

Cokie teringat saat Brigitta datang untuk pertama kali ke rumahnya. Ia adalah seorang mahasiswi yang sederhana, tapi menarik. Rasanya Cokie jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi saat itu Brigitta menganggapnya sebagai anak kecil. Cokie masih ingat kemeja yang sering Brigitta pakai. Gadis itu tidak memiliki banyak baju. Ia hanya anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan dan bekerja sana sini untuk menghidupi dirinya sendiri. Ia juga seorang gadis yang ambisius, yang punya cita-cita untuk menjadi kaya suatu saat nanti, entah bagaimana caranya. Dan Cokie sudah bermaksud untuk ikut andil dalam cita-cita itu. Selama satu tahun Cokie les dengan Brigitta, banyak yang ia dapatkan dari gadis itu. Cokie merasakan cinta pertamanya, mendapatkan cita-cita yang ingin diraihnya, dan jadi memiliki tujuan hidup. Ia ingin membahagiakan Brigitta. Hanya itu. Ia selalu menyukai saat-saat bersama Brigitta. Ia selalu melesat pulang ke rumah begitu selesai bermain bola dengan teman-temannya. Ia suka tampang judes Brigitta saat ia salah menjawab. Ia juga suka saat Brigitta memberi hadiah kecupan di dahinya kalau jawabannya benar. Dunianya selalu berputar di sekeliling Brigitta, dan ia tahu Brigitta pun sadar benar itu. Brigitta tak pernah menerima semua laki-laki yang mendekatinya. Cokie tahu Brigitta akan menunggunya sampai ia dewasa, sampai ia bisa memberi kebahagiaan yang Brigitta mau. Tapi Cokie tak bisa mempercepat waktu. Saat Brigitta magang di sebuah instansi pemerintah, atasannya menaruh hati padanya dan mempersuntingnya. Brigitta menerimanya walaupun ia hanya jadi istri kedua. Sekarang memang sudah jadi yang pertama, karena pada akhirnya si pejabat menceraikan istri pertamanya. Cokie masih ingat saat Brigitta muncul di hadapannya saat memberi undangan pernikahan. Cok, gue minta maaf. Nunggu lo adalah hal yang nggak mungkin. Kenapa nggak mungkin? Lo masih kecil, lo nggak bisa ngasih kebahagiaan buat gue. Kalo gue udah besar nanti, gue bakal kasih! Nunggu lo besar, berapa lama? Gue nggak bisa nunggu hal yang nggak pasti, Cok. Gue mau bahagia. Lo bisa bahagia sama gue! Gue... gue cinta sama lo! Cinta... gue nggak bisa bahagia hanya dengan cinta, Cok... Cokie hampir saja tidak melihat lampu lalu lintas yang berganti merah. Ia segera menginjak rem, lalu menghempaskan punggungnya ke sandaran jok. Kepalanya berdenyut. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

84

Persetan, pikir Cokie. Buktinya, sekarang ia tidak bisa bahagia hanya dengan harta. Cokie meletakkan dahinya ke stir mobil. Ia tidak tahu lagi.

Cokie menatap pasrah Via yang berkacak pinggang di depannya. Tampangnya benar-benar marah, membuat Cokie tak berusaha mengatakan apapun karena hanya akan menambah buruk suasana. Jadi? tanya Via, meminta penjelasan kenapa Cokie tidak kunjung muncul menjemputnya dan ibunya. Tadi... gue nganterin barang nyokap yang ketinggalan, jawab Cokie. Terus? Hape lo dicopet selama kesana? tanya Via lagi, berusaha untuk tidak menyahut. Tapi Cokie tahu kekesalannya dari frekuensi suaranya. Kenapa lo nggak telpon? Lo tau gue sama ibu nunggu berapa lama? Lo tau kalo akhirnya kita naek taksi, dan sampe di sana bazarnya udah mau selesai? Cokie terdiam, menyesali kebodohannya. Sori, Vi... Bilang itu sama ibu, kata Via ketus, lalu berderap masuk ke dalam rumah. Cokie menghela napas. Ia menarik rambutnya sendiri, lalu menendang apapun yang ada di bawahnya. Setelah nggak jemput saya, sekarang mau ngerusak taman saya? kata Ibu Yona, ibunya Via, yang tiba-tiba muncul di belakang Cokie. Cokie berjengit kaget, lalu segera merapikan kembali pot-pot bunga yang tadi ditendangnya. Malem, Bu... Nggak usah pake basa-basi, kata Ibu Yona membuat Cokie menutup mulut. Kalo kamu masih mau datang kemari, awas aja lain kali ingkar janji. Iya bu! sahut Cokie segera, tak menyangka ia tak dimarahi. Ibu Yona mengangguk-angguk, lalu masuk ke dalam rumah. Via menatap Cokie dari pintu dengan tangan bersedekap di depan dada. Untung ibu nggak marah ya, kata Via membuat Cokie nyengir. Coba kalo lo tadi liat mukanya pas barang-barang jualannya masih utuh. Cengiran Cokie langsung lenyap, digantikan kembali oleh perasaan bersalah. Sori Vi, gue beli deh semuanya, kata Cokie lagi. Via masih menatapnya tajam. Nggak perlu, udah dibagiin sama warga, kata Via. Memangnya semua bisa dibeli dengan uang? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

85

Cokie tersentak mendengar kata-kata Via. Kata-kata yang sama sekali bertolak belakang dengan Brigitta. Cokie menatap Via, lalu di luar kesadarannya, ia berderap dan memeluk Via penuh haru. Via yang terkejut segera mendorong tubuh Cokie. Lo apa-apaan sih, Cok? seru Via. Lo pikir dengan meluk gue semua masalah beres, gitu? Cokie melongo melihat Via yang malah semakin marah. Seumur hidupnya Cokie tidak pernah melempar tubuhnya sembarangan ke gadis manapun, tapi gadis ini malah menolaknya mentah-mentah. Via menatap Cokie tajam tanpa berkedip, membuat Cokie susah untuk bernapas sekalipun. Lo kok marah-marah mulu, Vi. Gue kan udah minta maaf, kata Cokie sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Alasan lo yang nggak masuk akal, sergah Via. Gue masih nggak bisa terima. Kan udah gue bilang gue ke kantor nyokap nganterin map dia yang ketinggalan... Sampe sore, gitu? Emangnya apa, lo lupa alamat kantor nyokap lo? Monas ambruk jadinya macet berjam-jam? desak Via lagi, membuat Cokie mati kutu. Ia tentu saja tidak bisa bilang kalau ia akhirnya menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama Brigitta. Via berdecak melihat kebisuan Cokie. Biasanya cowok itu mahluk yang gampang memberikan beribu alasan, tapi entah kenapa malam ini ia seperti kehabisan kata-kata. Udah deh, gue mau tidur, kata Via, menjadi kata-kata penutup untuk malam ini. Cokie memijat dahinya yang berdenyut.

Gue nggak tau lagi harus gimana, Ra. Gue bisa gila kalo begini terus. Via menelungkupkan wajahnya ke dalam lengan. Lara menatapnya simpati dari balik meja bar. Lagi-lagi masalah Cokie. Lara lalu menepuk-nepuk bahu Via pelan. Sekarang gue udah nggak punya tempat di kampus Ra, temen-temen gue pada ngejauhin. Belum lagi gosip-gosip yang beredar. Yang gue pake pelet, lah. Yang gue jual diri, lah. Resek semuanya, keluh Via lagi. Gue emang miskin, gue juga nggak cantik-cantik banget. Tapi apa gue pantes dapet perlakuan kayak gitu? Sabar, Vi, kata Lara sambil menyodorkan segelas cokelat hangat kesukaan Via. Minum dulu. Via menatap gelas berisi cokelat mengepul di depannya, lalu menghirupnya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

86

Cokelat sekarang udah nggak membantu, ya... desahnya dengan mata menerawang. Lo tau, Ra? Mungkin seumur hidup gue nggak akan bisa ngerasa cantik selama masih ada di samping Cokie. Lara terdiam, mencerna kata-kata Via. Rasa-rasanya Lara bisa mengerti. Cewek selalu ingin merasa cantik di hadapan cowoknya, tapi untuk kasus Via, sepertinya akan sulit. Bagaimanapun Via berusaha, Via akan merasa tidak pantas untuk Cokie. Terutama dengan perlakuan semua orang sekarang ini. Vi, kalo menurut gue lo harus ngomong baik-baik sama temen-temen lo, kata Lara membuat Via menatapnya. Bilang kalo Cokie suka lo apa adanya. Ceritain juga gimana kalian waktu SMA. Gue harus cerita kayak gitu sama semua orang? Pinjem radio kampus, gitu? tanya Via tak percaya. Ya nggak harus semua orang. Cuma temen-temen yang berharga buat lo aja. Supaya mereka nggak salah paham, kata Lara lagi. Via berpikir, lalu mengangguk-angguk. Ia memang merindukan sosok Lingga dan Alin. Bener juga kata lo, Ra. Pas gue lagi berantem sama Cokie gini, gue butuh temen curhat. Gue kehilangan mereka, kata Via lalu tersenyum pada Lara. Thanks ya. Lo emang pendengar yang baik. Kapan aj... ah! Lara tak sengaja menjatuhkan gelas, hingga pecah dan berserakan di lantai. Via segera membantu mengambil sapu kecil dan pengki, lalu pergi ke balik meja bar untuk menyapunya. Tak berapa lama, pintu Hilarious terbuka, dan muncul Sid, Cokie, Rama dan Lando. Lara melambai pada mereka, yang disambut cengiran. Sudah terlalu lama Lara tidak melihat mereka datang berempat. Seperti biasa, keempatnya melemparkan diri ke sofa. Bener-bener deh, gue nggak abis pikir, kata Cokie, tampak kesal. Kenapa sih tu cewek bisa begitu? Lara dan Via sama-sama membeku di tempatnya. Lara melirik Via yang masih menyapu pecahan gelas di bawahnya, tapi Via menggeleng sambil menempelkan telunjuk di bibirnya. Udah yang cemburuan, curigaan, sering ngambek dan marah-marah nggak jelas... Nggak tau deh apa maunya, sambung Cokie lagi. Ini yang bikin gue males bikin komitmen sama cewek. Capek. Via merasakan jantungnya seakan berhenti berdetak. Seluruh tubuhnya terasa dingin. Via tahu Lara sekarang sudah menatapnya bimbang. Cokie, tegur Lara membuat keempat anak cowok itu langsung menoleh. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

87

Oh iya, yang biasa, kata Cokie sambil nyengir, tapi Lara tidak ikut nyengir. Ia justru menatap Cokie dingin, membuat cengirannya lenyap. Kenapa Ra? Tahu-tahu Via muncul dari balik meja bar, membuat Rama, Sid, Lando dan terutama Cokie, melongo parah. Via menolak untuk menatap balik mereka, jadi ia hanya menatap Lara. Gue buang ini dulu ya, kata Via dengan suara bergetar, lalu berderap keluar Hilarious dengan pengki di tangan tanpa sekalipun menoleh. Lara sekarang menatap Cokie marah. Cokie sendiri masih belum bisa menggerakkan satu syaraf pun. Ia terlalu syok. Mampus lo Cok, gumam Sid, menyadarkannya. Cokie segera bangkit, lalu berlari menyusul Via. Ia menemukan Via sedang memasukkan pecahan gelas ke dalam plastik, lalu membuangnya ke tempat sampah. Cokie sedang mempersiapkan diri saat tiba-tiba Via berbalik. Via tak berkata apapun. Ia hanya menatap Cokie datar, dan Cokie tak pernah suka tatapan ini. Vi, yang tadi itu... Gue cuma... Via menunggu hingga Cokie selesai bicara, tapi Cokie tak pernah selesai bicara. Via menghela napas, lalu melihat ke arah lain. Lo capek kan, Cok? tanyanya sambil kembali menatap Cokie. Kalo capek, berhenti aja. Mata Cokie melebar mendengar kata-kata Via. Vi, yang tadi itu... gue cuma emosi, kata Cokie membuat Via kembali membuang pandangannya. Gue baru tau itu yang lo pikirkan tentang gue, potong Via seolah tak mendengar kata-kata Cokie barusan. Mungkin selama ini gue emang bener begitu. Mungkin emang... kita nggak cocok satu sama lain. Vi... Kita putus aja, kata Via, membuat Cokie tak mempercayai pendengarannya. Lo bisa kembali kayak dulu, bebas tanpa komitmen. Dan gue bisa kayak dulu, bebas punya temen. Apa maksud lo? tanya Cokie, tak mengerti dengan kalimat terakhir Via. Anyway, sambar Via. Ia menatap Cokie lekat-lekat, berusaha menahan tangisnya yang akan tumpah. Kita putus aja. Itu jauh lebih mudah. Cokie menatap Via tak percaya, tapi Cokie tahu gadis itu keras kepala. Cokie ingat saat pertama kali menembaknya, ia harus berjuang mati-matian dan menyingkirkan harga dirinya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

88

Sori ya, kalo selama ini gue bikin susah, kata Via lagi sambil mencoba tersenyum. Jaga diri lo baik-baik. Cokie tak bisa mencegah saat Via melewatinya. Cokie merasa ini seperti deja vu. Ia pernah mengalaminya dulu, saat Via juga menolak permintaan maafnya mentah-mentah. Dan kali ini, Cokie juga tidak bisa bergerak, sama seperti dulu. Atau mungkin, jauh di lubuk hatinya, Cokie juga setuju dengan keputusan Via.

Cok, jangan ngelamun mulu dong. Ikannya keburu dingin tuh, kata Mama Cokie membuat Cokie tersadar. Iya Ma, kata Cokie, mengambil ikan tanpa minat. Mamanya mengernyit, bingung karena tidak biasanya Cokie tampak tak bersemangat di depan ikan. Cok, sekarang Mama mau ke kantor dulu. Sebentar lagi Brigitta datang untuk ambil sampel. Kamu yang kasih ya, kata Mamanya sambil mengambil tas. Cokie menatapnya tak percaya. Kesini, Ma? Ke rumah? tanya Cokie. Mamanya mengangguk, lalu mendekati Cokie. Lebih deket ke sini daripada ke kantor, katanya, kata Mamanya sambil mencium kepala Cokie. Sampelnya ada di dapur. Mama pergi dulu, ya. Cokie hanya mengangguk tak jelas sambil menatap kepergian Mamanya. Setelah itu, perut Cokie terasa kembung, dan ia tak ingin makan lagi. Tak berapa lama setelah mamanya pergi, bel berbunyi. Cokie tersentak kaget, jantungnya berdebar keras. Dia sangat berharap Brigitta hanya mengirimkan asistennya atau apa, tapi tentunya itu tak mungkin terjadi. Cokie bangkit lalu berjalan ke pintu. Ia memegang pegangan pintu itu ragu, lalu membukanya juga. Brigitta ada di depannya, memakai blazer di atas gaun pendek berwarna putih dan topi lebar berwarna senada. Gue pikir Lady Di hidup lagi, gumam Cokie membuat Brigitta membuka kacamata hitamnya dan tersenyum. Boleh gue masuk? tanyanya membuat Cokie bergeser dan membiarkannya melangkah masuk ke dalam rumah. Nyokap lo udah pergi? Udah, jawab Cokie sambil menatap tampak belakang Brigitta yang sama indahnya dengan tampak manapun. Brigitta tahu-tahu menoleh, membuat Cokie segera mengalihkan pandangan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

89

Baguslah, berarti kita cuma berdua, kata Brigitta dengan tatapan menggoda. Cokie mengernyit, lalu mendadak paham. Brigitta sengaja meminta pada mamanya untuk menitipkan sampel di rumah dan menunggu sampai ia pergi. Brigitta masih ingat jam-jam mamanya pergi ke kantor. Lo mau ambil sampel kan? Gue ambilin, kata Cokie sambil melangkah ke dapur. Brigitta mengikutinya masuk, lalu melihat ke sekeliling. Masih sama kayak yang dulu ya. Orang kaya tapi sederhana, komentar Brigitta membuat Cokie mendelik. Sori ya kalo kami nggak bergelimang harta. Ortu gue asalnya dari orang kecil, jadi nggak suka hidup mewah, sindir Cokie membuat Brigitta menatapnya. Cokie menyerahkan tas berisi beberapa kotak makanan pada Brigitta. Nih. Lo bisa pulang sekarang, kata Cokie dingin. Brigitta menatap Cokie, lalu menerima tas itu. Lo nggak mau bikinin tamu minum? tanyanya membuat Cokie berdecak. Ia tak mau Brigitta berlama-lama di rumahnya. Ia masih tak tahu harus bagaimana menghadapinya. Tapi Cokie melangkah ke dapur juga. Brigitta memandangnya geli dari ruang keluarga, lalu ia duduk di sofa sambil menatap beberapa pigura. Cokie membuka kulkas, lalu mengambil kaleng soda dan meletakkannya di depan Brigitta. Brigitta menatap kaleng soda itu tak percaya. Lo serius mau ngasih gue minum itu? tanya Brigitta membuat Cokie mengangkat alis, tak tahu di mana masalahnya. Hancur nanti diet sama muka gue. Kenapa gitu? tanya Cokie, tak merasa ada yang salah dengan penampilan Brigitta. Brigitta menatap Cokie, lalu tertawa. Ingin rasanya Cokie melarangnya untuk tertawa. Bukan karena apa, tapi tawa itu membuatnya merasa ingin kembali ke masa lalu. Gue udah nggak muda lagi Cok, gue harus merawat tubuh gue, kata Brigitta sambil memegang kedua pipinya. Lo masih cantik kayak dulu, kata Cokie refleks, membuat Brigitta menatapnya. Gue udah hampir 27 tahun Cok, kata Brigitta. Lo masih tetep cantik, kata Cokie lagi membuat senyum Brigitta perlahan pudar. Ia sekarang menatap Cokie lama. Lo tau, katanya sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Cokie segera memalingkan muka, tak berani menatap wanita itu lama-lama. Kebiasaannya bisa membuat Cokie gila. Gue bermaksud pergi. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

90

Cokie menoleh, menatap Brigitta. Pergi kemana? Pindah? tanyanya. Pergi dari sini, meninggalkan semuanya, jawab Brigitta membuat mata Cokie melebar. Maksud lo? Lo mau ninggalin suami lo? tanya Cokie lagi. Brigitta tersenyum lemah, lalu mengangguk, membuat Cokie melongo. Kenapa?? Gue nggak bisa membahagiakan dia, Cok, begitu pula sebaliknya. Seperti yang lo bilang, harta nggak bisa bikin gue bahagia, kata Brigitta, matanya menerawang. Ia lalu menatap Cokie. Tapi ini bukan karena ketemu lo, Cok. Gue mikirin ini udah lama, jauh sebelum kita ketemu lagi. Cokie menatap Brigitta, bingung. Mungkin gue kena karma karena sifat matre gue dulu, gue bisa terima. Sekarang, gue mau menjalani sisa hidup gue untuk nyari kebahagiaan, kata Brigitta lagi. Kapan... Pas pesta nanti, jawab Brigitta sebelum Cokie sempat menyelesaikan pertanyaannya. Pas semua orang sibuk di pesta itu, gue mau kabur. Cokie masih tak bisa berpikir. Otaknya terlalu sibuk mencerna kata-kata Brigitta. Terus maksud utama gue kesini... kata Brigitta lagi membuat Cokie menatapnya. Gue mau ngajak lo kabur sama gue. Cokie tahu ia sekarang menganga lebar. Brigitta menatapnya lama untuk mendapatkan jawaban, tapi Cokie tak tahu harus menjawab apa. Gue... kabur... hah? kata Cokie kalut. Brigitta tertawa. Apa, memangnya lo udah punya cewek, hm? Playboy kayak lo? tanya Brigitta geli, tapi Cokie tidak tertawa. Brigitta berhenti tertawa, lalu menatap Cokie serius. Lo... punya cewek? Udah putus, jawab Cokie, seketika teringat Via dan kepalanya jadi tambah pusing. Brigitta mengangguk-angguk, mau tidak mau merasa kecewa. Gimana anaknya? tanya Brigitta lagi membuat Cokie mendengus. Anaknya bertolak belakang dari lo, katanya sambil menerawang. Dia cewek sederhana, nggak pernah minta macem-macem. Walaupun rada bawel, tapi yah. Dia imut kalo lagi marah. Kayaknya lo beneran suka sama dia, kata Brigitta, tak pernah melihat ekspresi semacam ini dari Cokie sebelumnya. Terus kenapa putus? Dia mutusin gue, jawab Cokie membuat Brigitta melongo parah. Kok bisa? pekiknya tak percaya sementara Cokie mengedikkan bahu. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

91

Mungkin gue nggak bisa ngertiin sifatnya, dan sebaliknya. Seperti yang udah gue duga, ternyata berkomitmen itu nggak mudah, kata Cokie lalu menghela napas. Brigitta menatap Cokie lama. Ternyata cowok itu memang sudah dewasa. Cowok yang dulu tidak ia anggap karena masih bocah dan tidak punya apa-apa. Apapun keputusan lo, gue tetep mau pergi, kata Brigitta membuat Cokie menoleh. Lo mau ikut atau nggak, itu terserah lo. Brigitta bangkit lalu mengambil tasnya. Ia menatap Cokie. Kalo lo mau ikut, pas pesta jam 8 tepat, gue tunggu lo di mobil gue di parkiran, kata Brigitta, lalu melangkah ke pintu. Cokie menatap punggung Brigitta hingga menghilang, lalu menghempaskan punggungnya ke bantalan sofa. Ia tidak tahu lagi.

Cok! Cokie menoleh, lalu mendapati sebuah kepala pirang menyembul di antara beberapa tamu. Sid menyeruak dari dua bapak yang sedang mengobrol. Akhirnya ketemu juga... katanya sambil menghela napas. Lo kok bisa ada di sini, Sid? tanya Cokie, bingung dengan kehadiran Sid di tengah acara pesta menyambut Brigitta dan suaminya itu. Suaminya Brigitta temen nyokap gue, kata Sid membuat Cokie mengangguk-angguk paham. Gue tau lo pasti dateng, makanya dari tadi gue nyariin lo. Cokie menghela napas. Sid tidak tahu, tadinya Cokie tidak akan datang. Tapi sesuatu membuatnya harus datang. Sid lalu menatap Cokie khawatir. Tapi Cok, lo nggak apa-apa dateng kesini? Maksud gue, ini Brigitta lho... Nggak apa-apa Sid, kata Cokie sambil menepuk bahu Sid. Lo nggak bareng Julia? Bisa kena lempar helm gue kalo ngajak dia ke acara beginian, kata Sid, membayangkan wajah cemberut Julia yang memakai gaun. Lo sendiri? Oh iya, ya...

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

92

Cokie nyengir saat Sid langsung meralat ucapannya sendiri. Sid pasti lupa kalau Cokie sudah putus dengan Via. Ngomong-ngomong Via ya Cok, gue baru tau dari Julia, kata Sid membuat Cokie menatapnya. Bagaimanapun ia masih tertarik saat nama Via muncul. Ternyata dia dari dulu nggak punya temen, setelah jadian sama lo. Mata Cokie melebar tak percaya. Maksud lo apaan Sid? tanya Cokie sementara Sid meringis. Gue bukannya biang gosip loh ya, tapi gue sih diceritain Julia. Dulu pas lo baru jadian sama Via, dia dijauhin temen-temennya. Terus kemaren waktu lo jemput di kampus, dia juga jadi dijauhin. Mana digosipin nggak enak, lagi, kata Sid, tak sadar dirinya menyerocos persis pembawa acara infotainment. Digosipin apa? desak Cokie. Yang pake pelet lah, yang jual diri lah, banyak Cok, kata Sid membuat Cokie paham. Ternyata itu sebabnya Via tidak ingin ia jemput. Cokie melirik jam tangannya. Pukul delapan kurang lima menit. Kenapa Cok? tanya Sid heran. Cokie tak menjawab. Ia memandang sekeliling, dan tak menemukan Brigitta. Pasti ia sudah menunggu di mobil. Sid, gue harus pergi, kata Cokie sambil menatap Sid. Aahh... pasti mau langsung ke Via nih, goda Sid sambil nyengir, tapi Cokie hanya menghela napas. Cokie menepuk bahu Sid, lalu pergi meninggalkannya yang masih bingung. Cokie berpapasan dengan mamanya, tapi tak berhasil menghindarinya. Cok, mau kemana? tanyanya membuat Cokie berhenti. Brigitta juga nggak muncul-muncul... Sori Ma, kata Cokie sambil meneguk ludah. Cokie mau pergi dulu. Cokie segera berderap keluar, padahal ia tahu mamanya masih menatapnya bingung. Cokie berlari ke arah parkiran, lalu melihat mobil hitam milik Brigitta. Cokie menembus hujan, lalu masuk ke dalam mobil itu. Brigitta menoleh lalu tersenyum lega. Cokie balas tersenyum, lalu menyalakan mobil dan membawanya keluar pelataran parkir.

Gue beneran nggak nyangka lo mau ikut, kata Brigitta senang. Ini mau kemana? tanya Cokie, berkonsentrasi pada jalanan yang tengah dilanda hujan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

93

Hm... untuk sekarang kita ke puncak aja dulu, kata Brigitta, lalu mengeluarkan peta dari dasbor mobil dengan bersemangat. Gue udah punya rencana, gue mau keliling Jawa. Mulai dari yang paling Barat dulu. Cokie mengangguk-angguk, lalu membawa mobilnya cepat menembus hujan. Brigitta terus bercerita sementara ia mendengarkan baik-baik sambil tidak melepas konsentrasinya. Beberapa jam kemudian, mereka sudah sampai ke perbatasan kota Jakarta dan Bogor. Cokie tiba-tiba menepikan mobil. Brigitta menatapnya bingung. Kenapa, Cok? tanyanya. Gue cuma bisa ikut lo sampe sini, Bri, kata Cokie sambil menatap Brigitta yang balas memandangnya kosong. Maksud lo apa, Cok? Gue udah berpikir, kata Cokie lagi. Gue nggak bisa meninggalkan apa yang berharga buat gue sekarang demi seserpih masa lalu. Jadi... buat lo gue cuma serpihan masa lalu? ulang Brigitta tak percaya. Ia lalu mendengus dan menggigit bibirnya, menahan emosi. Cewek ini... kata Cokie membuat Brigitta mendelik. Nggak pernah ngomong apa-apa ke gue. Menahan semuanya sendiri. Cuma marahin gue karena hal-hal nggak penting. Brigitta tak berkeinginan untuk mendengar, tapi ia juga tak menyela. Pertama kali gue liat dia, gue cuma mau maenin dia sama kayak yang lainnya. Tapi ada sesuatu dari dia yang beda. Dia sederhana, dia nggak banyak meminta, dia nggak menganggap gue dewa. Dia bikin gue ngerasa cowok biasa, kata Cokie, matanya menerawang. Tanpa gue sadari, gue ada di area nyaman, tapi nggak buat dia. Gue nggak pernah tau gimana perasaan dia. Gue pikir dia seneng pacaran sama gue, kayak cewek-cewek lainnya. Gue nggak tau, gue nggak pernah tau... Cokie menarik napas, lalu meletakkan kepalanya di stir. Ia tahu air matanya sudah jatuh, tapi ia tak berusaha menahannya. Brigitta membelai kepalanya. Kalo lo begini, gimana gue bisa maksa lo ikut? katanya, hatinya sakit melihat Cokie seperti ini. Sori, Bri, kata Cokie serak. Brigitta menghela napas. Terus? Lo mau ke tempat dia sekarang? Gue anterin, kata Brigitta membuat Cokie menggeleng. Dia nggak bakal maafin gue, kata Cokie. Dulu dia pernah bilang, kalo sekali lagi gue maenin dia, dia nggak akan pernah maafin gue.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

94

Kalo belom dicoba mana tau, kan, sergah Brigitta. Lagipula itu cuma kata-kata cewek. Sebenernya, waktu cewek bilang nggak, dia mau cowoknya lebih berusaha lagi. Cokie menoleh, menatap Brigitta dengan kepala masih menempel di stir. Lo bercanda, kata Cokie sangsi, tapi Brigitta hanya menatapnya penuh arti. Okay, playboy! Its getting late, your girlfriend has curvew, right? sahut Brigitta sambil menepuk punggung Cokie keras-keras. Cokie terbatuk, lalu mendelik pada Brigitta yang tersenyum lebar. Cokie ikut tersenyum. Thanks ya Bri, kata Cokie. Tapi gue mau kesana sendiri. Lo lanjut aja. Beneran? tanya Brigitta, tapi Cokie mengangguk. Brigitta lalu mengedikkan bahu. Cokie melepas sabuk pengamannya, lalu menoleh dan menatap Brigitta. So, kata Cokie sambil menghela napas. I guess this is good bye. Brigitta menatapnya, lalu mengangguk sambil tersenyum. Cokie balas mengangguk, lalu membuka pintu dan keluar. Hujan langsung mengguyur tubuhnya. Brigitta membuka sedikit jendela mobilnya. Good bye, katanya, lalu meluncur di derasnya hujan. Cokie menatap mobil itu hingga tak terlihat, lalu melirik jam tangannya.

Cokie menatap rumah mungil di depannya, lalu duduk di sebuah batu. Hujan masih turun rintikrintik. Cokie lalu melirik jam tangannya. Beberapa detik lagi. Cokie menatap jendela kamar Via yang sudah temaram. Mungkin Via sudah tidur. Cokie sama sekali tidak berniat untuk membangunkannya. Cokie hanya ingin berada di sini. Tahu-tahu wajah Via muncul di jendela, membuat Cokie tersentak kaget. Via juga terpekik, tak menyangka akan melihat wajah laki-laki di depan rumahnya saat ia akan menutup gordin. Cokie...? panggil Via tak yakin, tapi Cokie tahu-tahu berdiri sambil nyengir salah tingkah. Via melongo, lalu cepat-cepat membuka jendela. Ngapain lo di sini? Gue cuma... mampir, jawab Cokie membuat Via mengernyit. Hujan, Cok. Udah malem, lagi. Pulang sana, katanya lelah. Via tidak ingin terbawa suasana lagi. Cokie mengangguk, lalu melirik jam tangannya lagi. Sekarang saatnya. Lo tau ini hari apa, Vi? tanya Cokie membuat Via berpikir. Hari apa sih? tanya Via lalu melirik kalender. Seketika Via terkesiap saat melihat tanggal yang sudah ia lingkari sejak beberapa bulan yang lalu. Via lalu kembali menatap Cokie. Lo... inget, Cok? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

95

Tapi nggak ada yang perlu dirayakan ya, kata Cokie pelan. Toh kita udah putus. Via menatap Cokie nanar. Via sama sekali tidak menyangka Cokie akan ingat hari ini. Hari di mana Cokie menembaknya, persis di taman ini. Gue nggak ada maksud membangunkan lo, kata Cokie lagi. Gue juga... nggak berani minta lo balik. Gue cuma... gue cuma mau mengingat masa itu. Via tahu sebentar lagi ia akan menangis. Via sudah merasakan sesak di dadanya. Ternyata ada yang nggak bisa kita lakukan walaupun kita saling suka, ya? kata Cokie lagi sambil tersenyum pedih. Ternyata bener kata Rama dulu, suka aja nggak cukup. Mungkin sifat kita nggak cocok satu sama lain. Tapi Vi, boleh nggak kalo kita saling memperbaiki diri? Gue yakin ada jalan keluar, kata Cokie membuat Via menekap mulutnya sendiri, menahan isakan yang keluar. Terus terang, gue nggak mau nyerah soal kita, Vi, kata Cokie lagi. Cokie membiarkan Via terisak untuk beberapa saat. Via sendiri berusaha untuk mengendalikan dirinya. Cok... kata Via setelah sedikit tenang. Lo bisa kasih gue waktu? Cokie mengangguk. Selama apapun yang lo butuhin, gue tunggu, kata Cokie mantap. Sampai saat itu, kalo lo masih bertepuk sebelah tangan, gue pertimbangin, kata Via membuat Cokie tersenyum. Via juga tersenyum lemah. Pulang sana Cok, udah malem, kata Via lagi. Cokie menghela napas, lalu mengangguk. This is not good bye, right? tanya Cokie sebelum pergi. Via menatapnya lama. Good bye, for now, jawab Via sambil tersenyum. Cokie balas nyengir, lalu berbalik dan berjalan pergi.

THE END

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

96

Anda mungkin juga menyukai