Anda di halaman 1dari 20

TINGKAT PENGETAHUAN DAN PRAKTEK ANAK TERHADAP FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN KARIOGENIK DAN STATUS KARIES GIGI

PADA ANAK USIA SEKOLAH KELAS 3-5 SD Di SD LENTERA HARAPAN TOMOHON BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi ( caries dentis ) di samping penyakit gusi. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa nyeri. Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat perhatian karena kurangnya tingkat pengetahuan tentang gigi dan anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap. Anak anak kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies adalah selain fungsi gigi sebagai

pengunyah yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi sulung sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat nantinya. Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung tidak berbeda namun demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah dibandingkan gigi tetap. Hal ini selain disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur enamel gigi sulung yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih memungkinkan retensi dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang menjadi faktor risiko anak terhadap proses kerusakan gigi seperti keadaan kebersihan mulut anak yang umumnya lebih buruk dan anak lebih banyak dan sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia sekolah dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran anak dalam merawat kesehatan gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki anak antara lain yang berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar. Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya konsumsi makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung dengan bertambahnya karies. Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang
2

bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980) tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat sedangkan sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah. Dalam penelitian Rugg-Gunn menyatakan bahwa banyaknya intake gula harian lebih besar hubungannya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dibanding total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi dan makanan kariogenik yang sering dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri pH rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Hampir semua anak menyukai makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang dimakan di antara dua waktu makan. Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Sehubungan dengan rendahnya tingkat pengetahuan orang tua terhadap kebersihan mulut dan gigi , maka pendidikan/ pengetahuan mengenai mulut dan gigi bisa diperoleh anak melalui sekolah, karena anak setiap hari berada di sekolah dan bisa saling mempengaruhi sesama teman. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu, guru, maupun teman - temannya. Makanan jajanan sebagai konsumsi anak, merupakan penentu terbentuknya karies. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut Apakah tingkat pengetahuan dan praktek anak berpengaruh terhadap frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia sekolah kelas 3-5 SD, di SD LENTERA HARAPAN TOMOHON .

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui tingkat pengetahuan dan praktek anak terhadap frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia sekolah kelas 3-5 SD, di SD LENTERA HARAPAN TOMOHON . 2. Tujuan khusus 1. Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia sekolah kelas 3-5 SD di SD LENTERA HARAPAN TOMOHON . 2. Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak usia sekolah kelas 3-5 SD. 3. Mengetahui tingkat pengetahuan anak dalam mengkonsumsi makanan jajanan dengan frekuensi jajanan kariogenik anak usia sekolah kelas 3-5 SD. 4. Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia sekolah kelas 3-5 SD. 5. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak sekolah usia sekolah kelas 3-5 SD. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah. 2. Bagi masyarakat Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak. 3. Bagi Instansi terkait Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia sekolah.

4. Bagi mahasiswa Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang karies gigi. 5. Ruang Lingkup 1. Lingkup keilmuan Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Keperawatan khususnya bidang epidemiologi karies gigi. 2. Lingkup masalah Permasalahan dibatasi pada hubungan antara pengetahuan dan praktek anak dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia sekolah kelas 3-5 SD di SD LENTERA HARAPAN TOMOHON. 3. Lingkup Waktu Penelitian akan dilakukan pada bulan January 2012 february 2012 4. Lingkup Tempat Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Talete 1, Kecamatan Tomohon Timur, Kota Tomohon. 5. Lingkup Sasaran Sasaran penelitian adalah anak usia sekolah kelas 3-5 SD di Kelurahan Talete 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi 1. Definisi Karies Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya , akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. 2. Mekanisme Karies Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat faktor penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru akan timbul hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut bekerja simultan. Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email. Email menjadi keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan proses karies berjalan terus, menjalar ke lapisan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses sampai ke jaringan pulpa maka lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar terus sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah kantong yang berisikan nanah dan bakteri, kantong ini disebut granuloma. Granuloma menjadi sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies a. Faktor dalam Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Ada 4 faktor yang berinteraksi :

1. Hospes yang meliputi gigi dan saliva 1. Komposisi gigi sulung Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan dibawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke permukaan gigi atau email. Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian Glass dkk (1973), bila di dalam air minum terdapat banyak unsur kalsium, magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan rendah. Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi. Dari penelitian Newbrun (1973) juga menjelaskan klasifikasi berat ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga jelas bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada resistensi permukaan email terhadap karies. Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat lemahnya struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan gigi serta ketebalan email. Tebal email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat terjadi dari pada gigi tetap. 2. Morfologi gigi sulung Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
7

1. Permukaan oklusal Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan memudahkan terjadinya karies. 2. Permukaan halus Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya. 3. Susunan gigi sulung Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik. 4. Saliva Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi. 2. Mikroorganisme

Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme mana sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di dalam mulut penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik di dalam mulut tidak menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies (Volker dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller, 1981). Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme dengan karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain. Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%) dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van Houte et al. (1981) mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang ada di plak adalah Lactobacillus kendati tidak selalu terdapat di dalam jaringan karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang tidak atau yang sudah diberi fluor.

3. Substrat Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh.

Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal selama pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies. 4. Waktu Terbentuknya Karies Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada percobaan binatang. Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah 18-6 bulan. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita xerostamia lebih pendek (2 bulan ) (Newsburn, 1978). Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan. b. Faktor Luar

10

1. Usia Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya. 2. Jenis kelamin Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies. 3. Suku bangsa Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku tersebut.

4. Letak geografis Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap

11

karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam. 5. Kultur sosial penduduk Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. 6. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi Fase perkembangan anak usia sekolah tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datangdari lingkungan. Keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia sekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikannya. B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak 1. Indeks def-t Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari indeks karies. Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF (D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal ; M, missing = gigi karies yang sudah atau yang seharusnya dicabut; F, filled = gigi yang sudah ditambal), pertama kali diperkenalkan oleh Klein tahun 1938 (Muhler, 1954) dan untuk gigi sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944 (James dan Beal, 1981). Indeks karies gigi (DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi sulung) ,ditambah dengan gigi karies yang tidak dapat ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk gigi tetap; e, untuk gigi sulung) dan jumlah gigi karies yang sudah ditambal (F, untuk gigi tetap; f, untuk gigi sulung). Indeks DMF atau def gigi disebut DMF-T (DMF-Tooth) untuk gigi tetap atau def-t untuk gigi sulung. Batasan prevalensi dan indeks ini dapat secara seragam digunakan untuk mengumpulkan data sehingga diketahui keadaan kesehatan gigi rata-rata tiap orang di suatu populasi tertentu
12

(Muhler, 1954; Finn, 1977; WHO, 1977; Barmes, 1981; James dan Beal, 1981; Jong, 1981). Kategori tinggi rendahnya prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :

Keparahan karies 0,0 1,1 1,2 2,6 2,7 4,4 4,5 6,6 > 6,6

Kategori sangat rendah rendah sedang tinggi sangat tinggi

2. Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Grenn dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin (1972) dan WHO (1977) mengusulkan cara untuk menilai kebersihan mulut dengan memberi skor adanya plak atau debris atau karang gigi yang menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk menilai kebersihan mulut adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index ) dari Green dan Vermillon (1964) (Sutatmi Suryo, 1977).

Kategori keadaan kebersihan gigi dan mulut :

Skor OHI-S 0,0 1,2

Keadaan Baik

13

1,3 - 3,0 3,1 6,0

Sedang Kurang

C. Makanan Jajanan Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang dijual di tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia. Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa contoh dampak negatif dari jajanan :

Anak menjadi sulit makan dan menurut Winarno (1993) dapat juga mengurangi nafsu makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan berkali-kali dalam sehari. Hal ini dapat menyebabkan anak mederita berbagai penyakit akibat kurang gizi.

Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak menderita muntah-muntah, sakit perut bahkan diare.

Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa maupun pewarna dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan secara komulatif bisa menimbulkan kanker.

14

Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan bahan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.

Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari tepungtepungan dan gula tetapi miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi terhadap berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.

D. Makanan Kariogenik Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi lebih asam dan semakin banyak email yang terlarut. Kariogenitas suatu makanan tergantung dari : 1. Bentuk fisik Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978; Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan dalam percobaan in vitro bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak dibandingkan susu saja.

15

Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk. 2. Jenis Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang. 3. Frekuensi konsumsi Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980) menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi. Dalam studi Vipeholm dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh frekuensi yang tinggi makan makanan kecil. Dari beberapa penelitian lain ditemukan hal-hal sebagai berikut (Silverstone , 1981) 1. Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies. 2. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika dikonsumsi dalam bentuk yang lengket 3. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan yang manis dan lengket ditingkatkan
16

4. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan 5. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan-makanan manis yang lengket dari bahan makanan. E. Frekuensi Konsumsi Pangan Metoda frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif, informasi deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak digunakan untuk data kuantitatif intake zat-zat gizi. Pertanyaan pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu : 1. Daftar bahan pangan Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan pangan dan dapat pula berupa bahan pangan yang dikonsumsi dalam hubungan dengan musim atau kejadian tertentu atau dapat pula mengetahui keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi. 2. Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang frekuensi konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok bahan pangan , selama waktu tertentu (seperti harian, mingguan, bulanan). Zat gizi tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan pangan tertentu yang merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan segar dan sari buah dapat merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin C, sayuran hijau dan wortel merupakan golongan makanan sumber konsumsi karoten. Sereal, kacangkacangan, buah-buahan dan sayuran merupakan golongan makanan sumber konsumsi serat. 6. Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen Perilaku. Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

17

Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pendorong yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket. 2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuatu dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan informasi atau melihat obyek itu tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan mendahului tindakan, sikap belum tentu tindakan aktif tetapi merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Menurut Berkowitz (1997) sikap merupakan respon evaluatif yang menempati sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan sikap seringkali tidak disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan karena interaksi dengan lingkungan. Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar. Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku: 1. Pikiran dan perasaaan Yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai. 2. Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya. 3. Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan. 4. Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan sumber-sumber dalam masyarakat.

18

BAB III PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak dapat membawa dampak negative berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Untuk itu , sebagai tenaga kesehatan yaitu perawat, kita harus memberi intervensi kepada anak- anak dengan cara memberi penyuluhan di sekolah sekolah agar meningkatnya tingkat pengetahuan anak terhadap kebersihan mulut dan gigi, guna terciptanya praktek kebersihan mulut dan gigi anak.

19

DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai