Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak menjadi dewasa (Sarwono, 2010).

Masa remaja merupakan mereka yang sedang mengalami perubahan dari kanakkanak menuju dewasa. Perubahan tersebut mencakup perubahan fisik, emosional yang kemudian tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah terpengaruh oleh arus informasi baik negatif maupun positif (BKKBN, 2001). Batasan usia remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah 10-24 tahun. Definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) dari segi pelayanan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin (Sarwono, 2006). Salah satu fenomena kehidupan yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas yang kemudian mengarah ke perilaku seksual remaja (Desmita, 2007). Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah remaja yang melakukan hubungan seks sebelum nikah. Berdasarkan data Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) tahun 2010, jumlah remaja Indonesia usia 10-24 tahun sudah mencapai 62 juta (30,3%) dimana 15% dari jumlah remaja diestimasikan telah melakukan hubungan seks luar nikah (Husni, 2010). Perilaku seks bebas pada remaja akan menimbulkan beberapa manifestasi khususnya dikalangan remaja itu sendiri. Dampak yang berkaitan dengan perilaku seks bebas ini menurut BKKBN (2008) meliputi masalah penyakit menular seksual termasuk

HIV/AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan, dampak sosial seperti putus sekolah, kanker, infertilitas/kemandulan. Pada kondisi tersebut diatas maka upaya untuk meningkatkan pemahaman seks dikalangan remaja menjadi sangat penting dilakukan. Upaya upaya tersebut dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai seksualitas melalui pendidikan seksual. Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah

penyalahgunaan seks adalah memberikan informasi mengenai seksualitas melalui kegiatan pendidikan seks pada remaja (Sarwono, 2010). Menurut Djohan (2006) anak sudah harus mendapatkan pendidikan seks sejak dini yang disesuaikan dengan usia anak. Bagi remaja 11-15 tahun mereka harus sudah mulai mengenal mengenai sikap terhadap seks dan usia 16-20 tahun pengetahuan seks remaja harus sudah berkembang mengenai masalah keyakinan dan norma-norma. Pendidikan seks yang komprehensif akan meningkatkan penolakan hubungan seks sebelum nikah serta mengurangi kemungkinan remaja terlibat hubungan vaginal. Selain itu pendidikan seksual ini mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi tingkat pengetahuan seksual remaja. Pengetahuan seksualitas merupakan pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkahlaku yang sehat, bertanggung jawab, tahu akibat bagi dirinya, pasangannya dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya (Wildan, 2003). Tetapi saat ini pengetahuan seksual yang diperoleh remaja hanya sebatas informasi bukan berupa pendidikan. Upaya meningkatkan pendidikan tentang pengetahuan seksual remaja dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya dengan metode peer group discussion.

Peer group discussion merupakan sekumpulan orang yang memiliki kesamaan, seperti kesamaan usia, status sosial atau kecenderungan yang sama terhadap sesuatu hal (Tampubolon, 2002). Menurut Haditomo (2004) peer group adalah teman setingkat dalam perkembangan, tetapi tidak perlu sama usianya. Menurut Haditomo (2004) remaja sudah memiliki hubungan yang lebih erat dengan teman sebaya. Keadaan inilah yang mendorong remaja lebih cenderung berkumpul dengan teman sebayanya dan akan cenderung berperilaku sama dengan peer groupnya tersebut. Selain itu, remaja merasa bahwa membahas masalah seks, kesehatan reproduksi remaja, perilaku seksual akan lebih senang dilakukan dengan atau antara teman sebaya sendiri (Wibowo, 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nisma (2008) tentang pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi oleh kelompok sebaya (peer group) terhadap

pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMPN 2 Kasihan Bantul Yogyakarta menunjukkan ada pengaruh yang signifikan yaitu dengan terjadinya peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja setelah diberi pendidikan kesehatan oleh teman sebaya. Kuantan Singingi merupakan kabupaten yang sedang berkembang pesat. Pesatnya perkembangan ini dapat dilihat dari lajunya bangunan baik aspek fisik maupun non-fisik. Pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, rekreasi dan sarana informasi seperti warnet semakin memudahkan remaja untuk memperoleh informasi tentang pergaulan dan perilaku remaja di dunia dan di kota-kota besar lainnya termasuk tentang seksualitas. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kuantan Singingi tahun 2001, jumlah remaja yang berumur 15-19 tahun adalah 15.274 jiwa. Dari data yang diperoleh dari Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Benai pada 14 Oktober 2011, diketahui

sepanjang tahun 2011 tercatat sebanyak 51 remaja telah menikah dengan rentang usia 1719 tahun. SMKN 1 Benai merupakan salah satu sekolah yang banyak diminati, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa-siswi setiap tahunnya. Sekolah ini juga mengadakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti kerohanian, keterampilan yang bertujuan untuk mengisi waktu luang remaja agar terarah untuk hal yang positif serta menyalurkan bakat yang dimiliki oleh setiap pelajar. Berdasarkan hasil wawancara awal dengan guru di SMKN1 Benai, didapatkan informasi bahwa dalam satu tahun terakhir sekolah telah mengeluarkan 2 siswa karena telah melakukan seks pranikah. Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada 10 orang siwa-siswi di SMKN 1 Benai didapat 7 orang mengatakan mengetahui informasi tentang seks dari teman dan media massa, dan 3 orang mengatakan hanya mendapatkan informasi yang sedikit saat bertanya kepada orang tua mereka. Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang efektifitas peer group education tentang pengetahuan seksual pada remaja di SMKN 1 Benai Kuantan Singingi. B. Rumusan Masalah Masa remaja merupakan masa dimana remaja mempunyai rasa ingin tahu yang lebih tinggi dalam hal seksual sehingga remaja akan selalu berusaha mencari lebih banyak informasi baik dari media massa maupun teman sebaya. Rendahnya pengetahuan seksualitas remaja disebabkan kurangnya informasi yang benar sehingga remaja akan beresiko melakukan perilaku penyimpangan seksual yang akan berdampak buruk untuk

kesehatannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan pencegahan dini dengan memberikan pendidikan seks. Banyak cara yang bisa digunakan dalam menyampaikan pendidikan tentang seksualitas kepada remaja, salah satunya dengan pembentukan peer group discussion, karena remaja cenderung menganggap kelompok sebagai sesuatu yang penting. Remaja menganggap teman sebaya lebih dapat membantu permasalahannya dengan memberikan masukan-masukan dan nasehat yang positif. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah peer group education efektif meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksualitas? C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efektifitas peer group discussion tentang

pengetahuan pengetahuan seksualitas pada remaja di SMKN 1 Benai.


2. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang

seksualitas sebelum dilakukan peer group discussion.


3. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang

seksualitas setelah dilakukan peer group discussion.


4. Untuk

mengetahui efektifitas peer group discussion

terhadap pengetahuan seksualitas remaja sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang seksualitas. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai informasi dan masukan bagi instansi kesehatan terkait dalam mengambil keputusan, penetapan, kebijakan dan perencanaan program kesehatan dalam upaya meningkatkan pengetahuan seksualitas remaja khususnya di sekolah.

2. Bagi Sekolah Sebagai informasi dan masukan bagi para guru atau pendidik agar lebih mendukung pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan seksual dengan memasukkan dalam pelajaran ataupun seminar kesehatan reproduksi remaja atau pada kegiatan ekstrakurikuler dalam seks pranikah di lingkungan sekolah. 3. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan sebagai evidence based dan dapat dikembangkan bagi penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai