Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pengertian keguguran atau abortus (spontan maupun buatan) adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu. Keguguran atau abortus adalah musibah yang tidak diharapkan, apalagi keluarga terutama ibu yang sudah menunggu datangnya sang buah hati. Menurut World Health Organization ( WHO ) 1998, Arbotus didefinisikan sebagai upaya terminasi kehamilan yang dilakukan sebelum janin mampu hidup di luar kandungan. Abortus yang tidak aman ( unsafe abortion ) adalah abortus yang dilakukan dengan menggunakan metode beresiko tinggi, bahkan fatal dilakukan oleh orang yang tidak terlatih atau tidak terampil serta komplikasinya merupakan penyebab langsung kematian wanita usia reproduksi. Abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar tanpa mempersoalkan penyebabnya. Anak baru hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20 minggu. Abotus dibagi kedalam abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya, dan keguguran inimerupakan kurang lebih 20% dari semua abortus, sedangkan abortus buatan (provocatus), yaitu abortus yang terjadi disengaja, digugurkan, dan 80% dari semua abortus adalah abortus provocatus ( Obstetri Patologi FK Unpad.2002 ). Abortus merupakan penyebab kematian ibu yang muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Menurut profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003, yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI ( DepKes RI ) tentang penyebab kematian ibu yang abortus, diketahui bahwa semua wanita hamil beresiko terhadap kematian ibu (Helianty, 2003). Penyebab langsung kematian ibu di negara-negara berkembang meliputi pendarahan, infeksi, persalinan macet, abortus atau keguguran, dan kehamilan dengan gangguan hipertensi ( Gunawan, 2000 ).

Keguguran atau abortus bisa terjadi dari faktor maternal yang dipicu oleh banyak faktor seperti adanya infeksi pada daerah genital, penyakit kronis yang diderita ibu (jantung, paru atau diabetes yang tidak terkontrol), dan faktor usia sebagai akibat semakin tua usia ibu, semakin tua sel telur(Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004). WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95 % 19 dari setiap 20 tindak abortus) di antaranya terjadi di negara berkembang (Safe Motherhood Newsletter, 2000). Di Indonesia angka kematian Ibu (AKI) menurut survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2002/2003) masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 49 tahun, dan dari jumlah tersebut terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup ( Utomo,2001 ). Data dari Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2002, menunjukkan bahwa angka kematian bayi sebesar 152,8 per 1000 kelahiran hidup (KH), dan angka kematian ibu sebesar 403 per 1000 kelahiran hidup (KH). Sedangkan di Kabupaten Subang terdapat 22 kasus kematian ibu dari 27.501 persalinan. Kematian tersebut disebabkan oleh 50% perdarahan, eklampsia, infeksi komplikasi abortus dan partus lama, dan 50 % akibat oleh terlambat memutuskan untuk merujuk, hal ini berkaitan erat dengan masalah ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan ( Rekam Medik RSUD Subang ). Selain faktor-faktor di atas, menurut Kanadi ( 2002 ) ibu harus waspada terhadap usia rawan keguguran, yaitu di atas 35 tahun. Wanita yang telah mencapai usia itu harus berfikir masak sebelum memutuskan untuk hamil. Kebanyakan penyebabnya adalah masalah kelainan kromosom. Resiko keguguran memang semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Jadi wanita yang berusia 35 tahun memiliki resiko keguguran lebih tinggi dibandingkan wanita yang berusia 30 tahun. Apalagi usiannya sudah di atas 40 tahun. Menurut sebuah penelitianberdasarkan usia pasien saat mengalami abortus, terbesar adalah 31 35 tahun (29,7%), 21 25 tahun (19,4 %), dan sekitar 6 % berada pada usia17 20 tahun (Herdayati, 1998)

Saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia. Namun terlepas dari kontroversi tersebut, abortus diindikasikan merupakan masalah masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis, hal ini merupakan indikasi bahwa hingga saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat. Sejak lama diketahui bahwa abortus spontan hanyalah sebagain kecil dari kejadian abortus. Bagian terbesar adalah abortus provocatusyang dilakukan dengan sengaja akibat kehamilan yang tidak diingini. Diketahui bahwa di seluruh dunia terdapat 300 juta pasangan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Mereka adalah kelompok yang sangt beresiko untuk mengalami kehamilan yang tidak diingini. Keadaan seperti ini paling mencolok diketemukan di negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan jasa abortusnya sangat rendah. Selain itu, kehamilan yang tidak diingini dalam jumlah yang besar juga terjadi pada kelompok remaja. Para remaja yang dihadapkan pada realitas pergaulan bebas masyarakat moderen itu, tidak dibekali sedikitpun dengan pengetahuan tentang fisiologi reproduksi dan perilaku seksual yang benar. Berdasarkan data WHO diketahui bahwa di seluruh dunia, setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 15 juta remaja yang mengalami kehamilan, dan sekitar 60 % diantaranya tidak ingin melanjutkan kehamilan tersebut dan berupaya mengakhirinya. Pada remaja perempuan yang hamil, kendala terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan penundaan remaja mencari pertolongan pelayanan aman, dan sering kali terperangkap di praktek abortus yang tidak aman. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya. Dari 46 juta abortus/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus tidak aman dan sekurangnya 13 % konstribusi Angka Kematian Ibu Global (WHO, 1998).

Banyak penyebab terjadinya keguguran atau abortus, misalnya keguguran trimester pertama hampir 60 % keguguran disebabkan kelainan kromosom, faktor ini termasuk faktor yang berasal dari ibu hamil tersebut dan merupakan seleksi alam, konsepsi tidak berkembang menjadi bayi, malah keluar dengan sendirinya dan kalaupun bertahan si kecil akan cacat. Ada beberapa alasan dan kondisi individual yang memungkinkan wanita melakukan abortus. Di berbagai daerah, pola itu bergeser secara konstan mengikuti perubahan sosial, peraturan perundang-undangan, dan moral yang berlaku. Namun demikian menurut Kodim (2001), beberapa karakteristik umum dapat diidentifikasi, diantaranya : umur, paritas dan tingkat pendidikan. Dari segi umur, bahwa angka abortus di kalangan remaja relatif rendah di Panama dan Amerika Latin, tetapi memperlihatkan kecenderungan yang meningkat pesat dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Angka tertinggi justru ditemukan di kalangan wanita berusia lebih dari 35 tahun. Kaitannya dengan Paritas, dari survey yang dilakukan di India diketahui bahwa 20 % wanita yang melakukan abortus mempunyai satu atau dua anak, sekitar 30 % mempunyai 3 sampai 4 anak, dan 41 % telah mempunyai lebih dari lima anak. Di Cina justru abortus digunakan untuk mengendalikan tingkat kesuburan. sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan, aborsi lebih sering dilakukan oleh wanita yang tidak sekolah dan tamat SD dari yang tamat SMP dan SMA. Dari uraian di atas menarik untuk dicermati tentang kejadian abortus kaitannya dengan alasan dari pasien abortus yang mengalaminya. Oleh sebab itu telah dilakukan penelitian dengan judul Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Abortus di RSUD Subang (Penelitian Deskripsif terhadap Kasus Abortus di RSUD Subang periode April sampai Desember tahun 2005) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran kejadian abortis di RSUD Subang periode April-Desember 2005?

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik ibu dengan kejadian abortus di RSUD Subang periode April-Desember 2006. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian abortus di RSUD Subang. b. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian abortus di RSUD Subang c. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan kejadian abortus di RSUD Subang C. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai tambahan informasi kepada semua pihak bahwa pada dasarnya abortus itu bukan merupakan penyebab utama tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Mutu pelayanan kesehatan serta akses layanan kesehatan yang rendahlah yang menjadi penyebabnya. Karena itu, mestinya yang harus diupayakan oleh cendekiawan dan ulama adalah mengingatkan pemerintah sungguh-sungguh mengimplementasikan sejumlah strategi teknis dalam penatalaksanaan komplikasi kehamilan dan persalinan untuk menurunkan AKI, seperti penyediaan tenaga medis dan fasilitas bantuan pertama, terhadap perempuan perempuan hamil yang memiliki kecenderungan tinggi untuk melakukan abortus. 2. Secara Praktik Secara praktik hasil penelitian diharapkan memberi manfaat sebagai berikut : a. Bagi Peneliti Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai pengalaman nyata yang sangat berharga dalam mengintegrasikan pengetahuan yang bersifat teoritik dengan kondisi sebenarnya di lapangan b. Bagi RSUD Subang

Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi tentang hubungan karakteristik ibu dengan kejadian abortus di RSUD Subang. c. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan tambahan wacana yang terus dikembangkan mengenai abortus. Lebih lanjut penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dijadikan dasar bagi rekan rekan mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut. d. Bagi Peneliti lain Bisa bermanfaat bagi peneliti lain sebagai informasi dan bahan perbandingan tentang hasil penelitian yang berkaitan dengan kejadian abortus pada ibu hamil. . Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan signifikan antara karakteristik ibu dengan kejadian abortus di RSUD Subang

Anda mungkin juga menyukai