Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Umum Jalan adalah suatu prasarana yang sangat dibutuhkan untuk

menghubungkan suatu daerah ke daerah lain, pada perencanaan peningkatan dan pelebaran jalan ini menghubungkan antara jalan Pantai Hambawang dengan Desa Bagambir yang mempunyai peran yang cukup penting dalam memperlancar sistem transportasi yang berlangsung melalui ruas jalan tersebut. Yang mana jalan tersebut juga merupakan jalan Nasional sekaligus sebagai jalan penghubung antar Kabupaten. Perencanaan ini didasarkan atas usaha untuk membangun dan memperlancar serta mempermudah arus lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut. Pada saat ini kerusakan badan jalan sangat mempengaruhi dan menghambat arus lalu lintas, diantaranya : Dari segi kenyamanan berkurang Hambatan arus terjadi akibat lubang yang dalam, mengakibatkan kecepatan sangat rendah Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukanlah perencanaan tebal lapisan tambahan pada ruas jalan Pantai Hambawang dengan Desa Bagambir.

1.2

Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Untuk mendapatkan tebal struktur perkerasan lentur jalan pada tebal lapis tambahan (Overlay) dengan menggunakan metode analisa komponen Bina Marga SKBI 2.3.26.1987. 2. Untuk mendapatkan perbedaan antara hasil analisa dengan

pelaksanaan dilapangan. Manfaat yang dapat diambil dalam penyusunan tugas akhir ini adalah : 1. Didapat tebal lapis tambahan (Overlay) perkerasan pada jalan Pantai Hambawang Desa Bagambir. 2. Didapat dilapangan. perbedaan antara hasil analisa dengan pelaksanaan

1.3

Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya metode yang digunakan dalam merencanakan tebal perkerasan lentur, seperti : Metode AASHTO, Metode Analisa Komponen Bina Marga, Metode NAASRA, Metode Road Note 29, Metode Road Note 31, Metode Asphalt Institute, dll. Maka dalam skripsi ini pembahasan dibatasi pada masalah perhitungan untuk perencanaan perkerasan lentur Jalan Pantai Hambawang Desa Bagambir, dengan menggunakan metode Analisa Komponen dari Bina Marga (1987) yang didasari oleh AASHTO 1972.

BAB II DASAR TEORI

2.1

Pengertian Umum Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri, sehingga akan memberikan kenyamanan kepada si pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut [Sukirman. S, 1999]. Dengan demikian perencanaan tebal masing masing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan optimal. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987), yang dimaksud dengan perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Bagian perkerasan jalan umumnya terdiri dari : 1.Lapis permukaan (surface course) 2.Lapis pondasi atas (base course) 3.Lapis pondasi bawah (sub base cource) 4.Tanah dasar (subgrade)

lapis perm ukaan lapis pondasi atas lapis pondasi baw ah tanah dasar G bar 2.1 Susunan L am apis Perkerasan

2.1.1

Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar adalah bagian yang terpenting pada konstruksi jalan,

sebab tanah dasar inilah yang mendukung keseluruhan konstruksi jalan beserta semua muatan lalu lintas diatasnya. Merupakan lapisan awal badan jalan yang sifatnya rentan kadar air, perubahan akibat berkurangnya kadar air berakibat karetakan (crack) tidak permanen dan jika kelebihan kadar air berakibat sangat lembab dan akan berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat sifat dan daya dukung tanah dasar. Tanah dasar juga menentukan mahal atau tidaknya biaya pembangunan jalan, karena kekuatan tanah dasar menentukan tebal atau tipisnya lapisan perkerasan, oleh karena itu perbaikan tanah dasar merupakan hal yang sangat penting. Perbaikan tanah dasar dapat dilakukan dengan 3 cara : 1.Cara dynamis, yaitu dengan memadatkan tanah dasar dengan wals biasa atau wals khusus, sebaiknya wals dengan penggetar (vibrator).

2.Dengan stabilitas kimia, yaitu dengan menambahkan semen, kapur atau bahan kimia lainnya, kemudian diaduk dan dipadatkan sepanjang tanah dasar tersebut. 3.Membongkar dan mengganti, apabila tanah dasar jelek sekali maka tanah asli harus dibongkar dan diganti dengan tanah lain yang kualitasnya lebih baik. 2.1.2 Lapis pondasi bawah (subbase course) Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah. Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai : 1.Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. 2.Effisiensi penggunaan material, material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya. 3.Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal. 4.Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. 5.Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda roda alat berat. 6.Lapis untuk mencegah partikel partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. 2.1.3 Lapis pondasi atas (Base course) Lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course).

Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain sebagai : 1. Lapisan perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban

roda dan menyebarkan beban kelapisan dibawahnya. 2. 3. Lapisan resapan untuk lapisan pondasi bawah. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

2.1.4

Lapisan permukaan (surface caurse) Lapisan yang letaknya paling atas disebut lapis permukaan, dan

fungsinya sebagai : 1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan yang

mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. 2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

tidak meresap ke lapaisan dibawahnya dan melemahkan lapisan lapisan tersebut. 3. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung

menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. 4. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga

dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

2.2

Pelapisan Tambahan Pelapisan tambahan dilakukan apabila kondisi perkerasan jalan yang ada sudah dianggap tidak memenuhi standar pelayanan yang diharapkan, baik itu

sebelum maupun setelah mencapai target umur rencana. Data data yang diperlukan pada pelapisan tambahan ini, secara umum sama dengan data data yang diperlukan untuk perencanaan jalan baru. Namun perlu juga dilakukan survey terhadap kondisi perkerasan jalan yang telah ada sebelumnya, seperti susunan material perkerasan, tebal masing masing lapis perkerasan dan penilaian terhadap kondisi lapis permukaan, lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah, sehingga dapat diketahui kekuatan perkerasan yang telah ada. Dengan pemberian lapis tambahan ini, diharapkan tingkat pelayanan jalan dapat ditingkatkan kembali untuk memenuhi syarat standar pelayanan yang direncanakan. Lapis tambahan ini terkadang menjadi sangat penting dikarenakan beberapa sebab, diantaranya: Angka pertumbuhan lalu lintas yang sulit diprediksi secara pasti. Beban kendaraan yang melebihi batas normal. Faktor pelaksanaan di lapangan. Kondisi alam yang berbeda beda di tiap daerah.

2.3

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode Analisa Komponen, Bina Marga (1987) Metode Analisa Komponen SKBI.2.3.26.1987 UCD:625.73 merupakan metode yang bersumber dari metode AASHTO 1972 dan dimodifikasikan sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia. Dengan demikian rumus dasar metode ini diambil dari rumus dasar metode AASHTO 1972.

2.3.1.

Data data yang diperlukan Adapun data data yang diperlukan dalam perencanaan perkerasan lentur dengan metode Analisa Komponen antara lain :

a.

Data kendaraan yang meliputi tahun survey, jumlah kendaraan perhari, beban kendaraan dan pembagian beban pada tiap sumbu.

b.

Data jalan dan lalu lintas meliputi klasifikasi jalan, lebar perkerasan, jumlah lajur, jumlah arah, tahun jalan dibuka, umur rencana, sisa umur rencana, dan pertumbuhan lalu lintas.

c.

Data penunjang meliputi keadaan lingkungan (faktor regional) dan daya dukung tanah dasar.

d. 2.4

Data perkerasan melipiti jenis material dan karakteristiknya.

Besaran besaran Pada Perencanaan Perkerasan Lentur Adapun besaran besaran yang digunakan dalam perhitungan perencanaan perkerasan lentur dengan metode analisa komponen, sebagai berikut : 1. Lajur rencana Adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu sistem jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya lajur rencana adalah satu lajur dari jalan raya dua lajur atau lajur terluar dari jalan raya berlajur banyak. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) L < 5,00 m 1 Lajur 5,50 m L < 8,25 m 2 Lajur 8,25 m L < 11,25 m 3 Lajur 11,25 m L < 15,00 m 4 Lajur 15,00 m L < 18,75 m 5 Lajur 18,75 m L < 22,00 m 6 Lajur Sumber : SKBI.2.3.26.1987

2.

Umur rencana (UR)

Adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. 3. Data data tanah berupa : California Bearing Ratio ( CBR ) dan Daya Dukung Tanah ( DDT ). Daya dukung tanah adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar dan mempunyai korelasi khusus terhadap CBR. Nilai CBR berkisar antara 3 100%. 4. Koefisien distribusi kendaraan (C) Angka koefisien yang menyatakan persentase / bagian dari kendaraan yang lewat pada jalan yang dimaksud. Koefisien distribusi kendaraan ringan (berat total < 5 ton) dan berat (berat total 5 ton) yang lewat pada lajur rencana ditentukan menurut tabel 2.2. Tabel 2.2 Koefisien distribusi kendaraan ( C )
Jumlah jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur Kendaraan ringan 1 Arah 2 Arah 1.00 1.00 0.60 0.50 0.40 0.40 0.30 0.25 0.20 Kendaraan berat 1 Arah 2 Arah 1.00 1.00 0.70 0.50 0.50 0.475 0.45 0.425 0.40

Sumber : SKBI.2.3.26.1987 5. Data lalu lintas Data lalu lintas adalah data utama yang diperlukan untuk perencanaan jalan, karena kapasitas jalan yang direncanakan tergantung dari komposisi lalu lintas pengguna jalan. Umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan ringan dan kendaraan tak 9

bermotor, yang mana masing masing jenis kendaraan berpengaruh terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekivalenkan jenis kendaraan terhadap kendaraan standar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan AASHO (American Association State Highway Official) diambil kendaraan penumpang sebagai kendaraan standar. Dengan demikian satuan LHR diekivalenkan dengan satuan mobil penumpang (SMP), dengan faktor ekivalen sebagai berikut : - Sepeda motor - Mobil penumpang = 1,0 = 0,5

- Truck ringan (berat kotor < 5 ton) = 2,0 - Truck sedang (berat kotor > 5 ton) = 2,5 - Truck berat (berat kotor > 10 ton) - Bus - Kendaraan tidak bermotor Data lalu lintas meliputi : a. Lalu lintas harian rata rata (LHR) Lalu lintas harian rata rata (LHR) adalah jumlah rata rata lalu lintas kendaraan bermotor yang melewati suatu segmen jalan yang di tinjau selama 24 jam. LHR diperoleh dari survey lapangan, dihitung dua arah pada jalan tanpa median dan masing masing arah pada jalan dengan median. LHR selama umur rencana dapat ditentukan dengan persamaan: LHRUR = LHR0 (1 + i) UR b. (2.1) = 3,0 = 3,0 = 7,0

Angka pertumbuhan lalu lintas (i), dapat dihitung dengan rumus:

10

pn i = n 1 X 100 % po KET ; Pn Po n i c.

(2.2)

= Jumlah lalu lintas tahun terakhir (kend/hari) = Jumlah lalu lintas tahun awal (kend/hari) = Tahun akhir tahun awal (tahun) = Angka pertumbuhan lalu lintas

Klasifikasi jalan

Kelas jalan dapat ditentukan berdasarkan tabel 2.3 berikut ini: Tabel 2.3 Kelas jalan KELAS JALAN LHR (dalam SMP) I > 20.000 IIA 6.000 20.000 IIB 1.500 8.000 IIC <2.000 III Sumber : SKBI.2.3.26.1987 Berdasarkn peranannya jalan dapat dikelompokkan menjadi : 1. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh, kecepatan rata rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata rata sedang. 3. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi. d. Angka ekivalen ( E ) beban sumbu kendaraan

11

Angka ekivalen adalah suatu beban sumbu kendaraan yang menyatakan angka perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu beban standar sumbu tunggal seberat 8,19 ton ( 18.000 lb).

Angka ekivalen masing masing golongan beban sumbu setiap kendaraan ditentukan berdasarkan persamaan : Angka ekivalen sumbu tunggal = ( Beban satu sumbu tunggal dalam kg) 4 8160 Angka ekivalen sumbu ganda = (Beban satu sumbu ganda dalam kg) 4 8160 Dengan menggunakan rumus - rumus empiris akan didapat angka (2.4) (2.3)

ekivalen sumbu kendaraan untuk masing masing beban sumbu, seperti dalam tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan

12

Beban sumbu (Kg) (Lb) 1.000 2205 2.000 4409 3.000 6614 4.000 8818 5.000 11023 6.000 13228 7.000 15432 8.000 17637 8.160 18000 9000 19841 10.000 22046 11.000 24251 12.000 26455 13.000 28660 14.000 30864 15.000 33069 16.000

Angka ekivalen Sumbu tunggal Sumbu ganda 0,0002 0,0036 0,0003 0,0183 0,0016 0,0577 0,0050 0,1417 0,0121 0,2923 0,0251 0,5415 0,0466 0,9238 0,0794 1,0000 0,0860 1,4798 0,1273 2,2555 0,1940 3,3022 0,2840 4,6770 0,4022 6,4419 0,5540 8,6647 0,7452 11,4184 0,9820 14,7815 1,2712

Sumber : SKBI.2.3.26.1987

e.

Rumus rumus lintas ekivalen

LEP dapat dihitung dengan rumus : Lintas ekivalen permulaan (LEP) adalah jumlah lalu lintas ekivalen harian rata rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. 13

LEP =

LHRjxCjXEj
j =1

(2.5)

Lintas ekivalen akhir (LEA) adalah jumlah lalu lintas ekivalen harian rata rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. LEA dapat dihitung dengan rumus : LEA =

LHRj (1 + i)
j =1

UR

xCjXEj

(2.6)

Lintas ekivalen tengah (LET) adalah jumlah lalu lintas ekivalen harian rata rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. LET dapat dihitung dengan rumus : LET = LEP + LEA 2 (2.7)

Lintas ekivalen rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk

menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalur rencana.

LER dapat dihitung dengan rumus : LER = LET x FP FP = Keterangan : i j UR 10 = Perkerasan lalu lintas = Jenis kendaraan (2.8) (2.9)

14

FP UR C

= Faktor penyesuaian = Umur rencana = Koefisien distribusi kendaraan

6. a.

Ketentuan lain berupa : Faktor Regional ( FR ) Adalah sebagai faktor korelasi sehubungan dengan perbedaan kondisi berupa keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Tabel 2.5 Faktor Regional

Kelandaian I (<6%) % Kendaraan Berat 30%


Iklim I< 900 mm/th Iklim II> 900 mm/th

Kelandaian II (6-10%)

Kelandain II (>10%) % kendaraan Berat 30% 1,5 2,5 >30% 2,0-2,5 3,0-3,5

% kendaraan Berat 30% 1,0 2,0 >30% 1,5-2,0 2,5-3,0

> 30% 1,0-1,5

0,5

1,5 2,0-2,5 Sumber : SKBI.2.3.26.1987

b.

Indeks Permukaan (IP) Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo)

perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana. Berdasarkan tabel dibawah ini : Tabel 2.6 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

15

Jenis Lapis Permukaan Laston Lasbutag HRA Burda Burtu Lapen Latasbum Buras Latasir Jalan Tanah Jalan Kerikil
Sumber : SKBI.2.3.26.1987

IPo 4 3,9 3,5 3,9 3,5 3,4 3,0 3,9 3,5 3,4 3,0 3,9 3,5 3,4 3,0 3,4 3,0 2,9 2,5 2,9 2,5 2,9 2,5 2,9 2,5 24 24

ROUGHNESS*) (mm/km) 1000 > 1000 2000 > 2000 2000 > 2000 < 2000 < 2000 3000 > 3000

IPt Adalah suatu angka yang menyatakan nilai dari kerataan /kehalusan serta kekokohan permuakaan berkaitan dengan tingkat pelayanan lalu lintas. Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana perlu mempertimbangkan faktor faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana ( LER ). Tabel 2.7 Indeks permukaan akhir umur rencana ( IPt )
LER Lokal < 10 1,0 1,5 10 100 1,5 100 1000 1,5 2,0 > 1000 Sumber : SKBI.2.3.26.1987 Klasifikasi jalan Kolektor Arteri 1,5 1,5 2,0 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0 2,5 2,0 2,5 2,5 Tol 2,5

c.

Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

16

Suatu indeks yang didapatkan dari hubungan antara LER, FR, IPo, IPt, dan DDT yang digunakan untuk menentukan tebal lapis perkerasan. d. Koefisien kekuatan relatif (a) Adalah koefisien yang menyatakan kekuatan relatif lapisan perkerasan, yang bergantung pada hasil pengujian Marshall Test, kuat tekan atau CBR. Kekuatan relatif beberapa material perkerasan dapat dilihat pada tabel 2.8. Tabel 2.8 Koefisien kekuatan relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif a1 0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 a2 a3 HRA Aspal macadam Lapen ( mekanis ) Lasbutag Laston Laston Jenis bahan

Tabel 2.8 Koefisien kekuatan relatif (a) (sambungan)


0,20 0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 Lapen ( manual ) Laston atas Lapen ( mekanis ) Lapen ( manual ) Stabilisasi tanah dengan semen Stabilisasi tanah dengan kapur Stabilisasi tanah dengan kapur

17

0,14 0,12 -

0,13 0,11 0,10

Batu pecah ( kelas A ) Batu pecah (kelas C ) Sirtu/pitrun ( kelas A ) Sirtu/pitrun ( kelas C ) Tanah/lempung kepasiran

Sumber : SKBI.2.3.26.1987

e.

Batas minimum tebal perkerasan Adalah ketebalan minimum yang disyaratkan untuk jenis bahan

perkerasan sesuai dengan tabel 2.9.

Tabel 2.9. Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan


Lapis Permukaan ITP < 3,00 3,00 - 6,70 6,71 - 7,49 7,50 - 9,99 10,00 Tebal Minimum (cm) 5 5 7,5 7,5 10 Bahan Lapis Pelindung : Buras. Burtu, Burda Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston Lasbutag, Laston Laston Lapis Pondasi Atas Batu Pecah, Stabilisasi Tanah dengan semen, Stabilisasi Tanah Dengan Kapur

< 3,00

15

Tabel 2.9. Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan (sambungan)


Batu Pecah, Stabilisasi Tanah dengan semen, 3,00 - 7,49 20 (*) 10 Stabilisasi Tanah Dengan Kapur Laston Atas Batu Pecah, Stabilisasi Tanah dengan semen, Stabilisasi Tanah Dengan Kapur, Pondasi Macadam Laston Atas Batu Pecah, Stabilisasi Tanah dengan semen, Stabilisasi Tanah Dengan Kapur, Pondasi Macadam Lapen, Laston Atas Batu Pecah, Stabilisasi Tanah dengan semen,

7,50 - 9,99

20 15

10,00 - 12,24

20

18

12,25

25

Stabilisasi Macadam

Tanah

Dengan

Kapur,

Pondasi

Lapen, Laston Atas


(*) batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila pondasi bawah menggunakan material berbutir kasar

Lapis Pondasi Bawah Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah, tebal minimumnya adalah 10 cm Sumber : SKBI.2.3.26.1987

f.

Kondisi perkerasan jalan Kondisi perkerasan jalan dinilai berdasarkan pengamatan visual

di lapangan. Persentase kekuatan lapis perkerasan dapat dilihat pada tabel 2.10. Tabel 2.10. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Lapis permukaan Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala ketidakstabilan Lapis Pondasi Atas Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam 30 - 90% 50 - 70% 70 - 90% 90 - 100%

Tabel 2.10. Nilai Londisi Perkerasan Jalan (sambungan)


Umumnya tidak retak Terlihat retak halis, namun masih tetap stabil Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur Plasticity index (PI) 10 Pondasi Macadam atau Batu Pecah Plasticity index (PI) 6 Lapis Pondasi Bawah Plasticity index (PI) 6 Plasticity index (PI) > 6 Sumber : SKBI.2.3.26.1987 90 - 100% 70 - 90% 80 - 100% 70 - 100% 90 - 100% 70 - 90% 50 - 70% 30 - 50%

19

g.

Tebal lapis perkerasan Untuk perencanaan pelapisan tambahan, hitung selisih dari nilai

ITP yang baru dengan ITP jalan lama. Dimana unutk nilai ITP jalan lama perlu memperhatikan jenis bahan perkerasan yang digunakan unutk masing masing lapisan serta kondisi perkerasan jalan lama. Dari nilai selisih ITP yang diperoleh hitung tebal lapis tambahan yang diperlukan dengan rumus : ITP = ITP perlu ITP sisa ITP = a1 . D1 Dimana : a1 D1 = Koefisien kekuatan relatif = tebal lapis tambahan (2.10) (2.11)

BAB III METODE PENELITIAN

Langkah langkah perencanaan tebal lapis tambahan dengan metode Analisa Komponen secara umum sebagai berikut : 3.1 Studi Pustaka

20

Bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal hal yang berhubungan dengan pelapisan tambahan, diantaranya mempelajari cara cara perhitungan dan bagaimana peraturan tentang lapis tambahan (overlay). 3.2 Tahapan Persiapan Perencanaan (survey) Dalam studi pustaka ada dua kriteria data yang menunjang dalam perencanaan tebal lapis tambahan, untuk itu diperlukan adanya survey. Kedua kriteria data itu meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data primer, antara lain : Data lalu lintas (survey) Data geometrik jalan Situasi dan kondisi lapangan Data sekunder, antara lain : Data CBR Data curah hujan Kelandaian jalan Angka pertumbuhan lalu lintas Kependudukan

2.

3.3 Tahapan Menganalisis Data a. Menganalisa data lalu lintas, menghitung LHR yang direncanakan

akan melewati jalan tersebut selama umur rencana. Dengan rumus berikut : LHRUR = LHR0 (1 + i) UR b. (2.1)

Tentukan nilai koefisien distribusi kendaraan (C) berdasarkan

jumlah lajur dan jumlah arah untuk masing masing kendaraan.

21

c.

Menghitung lintas ekivalen dengan persamaan persamaan : Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

LEP =

LHRjxCjXEj
j =1

(2.5)

Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

LEA = LET =

LHRj (1 + i)
j =1

UR

xCjXEj

(2.6)

Lintas Ekivalen Tengah (LET) LEP + LEA 2 Lintas Ekivalen Rencana (LER) (2.8) (2.9) (2.7)

LER = LET x FP FP = d. UR 10

Menentukan faktor regional (FR) berdasarkan hubungan antara

iklim (curah hujan), persentase kenderaan berat, dan kelandaian, pada tabel 2.5. e. Menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

berdasarkan pada jenis perkerasan yang digunakan, pada tabel 2.6. f. Menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)

berdasarkan tabel hubungan antara lintas ekivalen rencana (LER) dan klasifikasi fungsional jalan, pada tabel 2.7. g. Menentukan ITP sisa layanan perkerasan jalan lama, berdasarkan

data primer dimana untuk ITP jalan lama perlu memperhatikan jenis bahan perkerasan yang digunakan untuk masing masing lapisan serta kondisi perkerasaan jalan lama.

22

h.

Menentukan ITP perlu dari nomogram hubungan antara daya

dukung tanah (DDT), faktor regional (FR), lintas ekivalen rencana (LER), indeks permukaan akhir umur rencana (IPt), dan indeks permukaan awal umur rencana (IPo). i. Menentukan tebal lapisan tambahan (overlay). ITP = ITP perlu ITP sisa ITP = a1 . D1 3.4 Tahapan Kesimpulan Menentukan jenis lapisan permukaan tambahan Dari volume lalu lintas, dapat menentukan kelas jalan Dari hasil perhitungan, didapat berapa tebal lapis tambahan (2.11) (2.10)

3.5

Diagram Alir Perencanaan Tebal Lapis Tambahan Dengan Metode Analisa Komponen : Mulai Studi Pustaka Survey

Data Primer : - Lalu Lintas - Situasi dan Kondisi Lapangan

Data Sekunder : - Data CBR - Curah Hujan 23 - Geometrik Jalan - Angka Pertumbuhan Lalu

Tentukan Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Perhitungan : LHR, LEP, LEA, LET, FP, LER Tentukan : Nilai FR - Daya Dukung Tanah (DDT) Nilai IPo - Jenis Bahan Nilai IPt - Koefisien Kekuatan ITP Nomogram Tentukan ITP Nilai Sisa Layanan Perkerasan Tentukan ITP perlu Tebal Lapis Tambahan (D1) Selesai

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga,Peraturan Geometrik Jalan Raya No 13/1970, Jakarta, 1970. Dewan Standardisasi Nasional, Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, Oktober, 1987.

24

Sukirman Silvia, Perkerasan Lentur Jalan Raya, NOVA, Bandung, Cetakan kelima, November, 1999.

25

Anda mungkin juga menyukai