Anda di halaman 1dari 33

OLEH: M.Alif F S.

Ked

BAB I REKAM MEDIS

I.

IDENTIFIKASI Nama No. Medrek Umur Pendidikan Alamat Agama Status Pekerjaan MRS : Ny Sri Dayati : 10.82.46 : 37 tahun : Tamat SMP : Ds Sumber Jaya : Islam : Menikah : Ibu Rumah Tangga : 26 Oktober 2011

II.

ANAMNESIS (autoanamnesis) Keluhan Utama : Hamil muda dengan keluar darah dari kemaluan

Riwayat Perjalanan Penyakit : + 1 hari sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh keluar darah dari kemaluan bewarna merah kehitaman seperti gumpalan hati ayam, banyak nya 1 kali ganti celana.Os juga mengeluh keluar flek sejak 1 bulan smrs. Keluar gelembung seperti mata ikan (-), perut mules dan nyeri perut (+). Riwayat payudara tegang (+). Riwayat mual muntah (+) sejak 2 minggu frekuensi 1-2 x/hari dengan volume <250cc sekali muntah, os juga mengeluh badan lemas

riwayat trauma atau di urut-urut (-), riwayat pasca senggama (-). Os mengaku hamil 4 bulan, namun gerakan janin tidak pernah dirasakan.

Riwayat Reproduksi : Menars Siklus haid HPHT Riwayat perkawinan Riwayat obstetri : 13 tahun : 28 hari, teratur lamanya 7 hari : 18-06-2011 : 1 kali, lamanya 20 tahun : G5P4A0 anak I perempuan lahir aterm 1991 (BBL=2600 g, meninggal umur 3 hari) anak II laki-laki lahir aterm 1992 (BBL=3000 g) anak III laki-laki lahir aterm 1994 (BBL=2900 g) anak IV laki-laki lahir aterm 2008 (BBL=2800 g)

Riwayat penyakit yang pernah diderita Riwayat operasi Riwayat aborsi Riwayat memakai kontrasepsi Riwayat nyeri saat BAK sebelumnya Riwayat keputihan

: (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi pernafasan : tampak sakit sedang : compos mentis : 110/60 mmHg : 98 x/mnt, isi dan tegangan cukup : 20 x/mnt

Suhu Berat badan Tinggi badan Konjunctiva palpebra pucat Sklera ikterik Gizi Payudara hiperpigmentasi Jantung Paru-paru

: 36,4 oC : 45 kg : 150 cm : -/: -/: cukup : (+/+) : gallop (-), murmur (-) : bising nafas vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)

Hati dan lien Edema pretibia Varises Refleks fisiologis

: sulit dinilai : (-/-) : (-/-) : +/+ +/+

Refleks patologis

: -/-/-

Status Ginekologi Pemeriksaan luar: Abdomen cembung tidak sesuai usia kehamilan, simetris, kontraksi(-) tinggi fundus uteri setinggi pusat (16 cm), massa (-), tanda cairan bebas (-), nyeri tekan (-).djj (-), bu(+) N

Pemeriksaan dalam : Inspekulo : portio livid, fluxus (+), fluor (-) VT: Vulva/Vagina Serviks Corpus uteri Adnexa/parametrium Cavum Douglas : vulva tenang, mukosa licin : Portio lunak, OUE tertutup : setinggi pusat : kanan dan kiri lemas : tidak menonjol

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium Hb = 13,6 g% Trombosit: 250.000g% Leukosit: 6600 g% Ht: 39 % Gol.Darah: O, Rh (+) DC:0/1/15/68/10/6 SGOT: 28 SGPT: 18 Urin rutin: Protein: negatif Bilirubin: negatif Urobilinogen: normal Ph: 7,0 BJ: 1 Darah: negatif Glukosa: negatif Urine rutin sedimen: Sel epitel : negatif Leukosit: 4-6 /lpb Eritrosit: 0-1 /lpb

2. Pemeriksaan USG: tampak uterus membesar, tampak gambaran honey comb appearance di kavum uteri, fetal echo (-), GS (-). Kesan: mola hidatidosa komplit 3. Tes Kehamilan : (+)

V.

DIAGNOSA KERJA Mola hidatidosa

VI. RENCANA TERAPI Inform consent Observasi tanda vital, perdarahan Resusitasi cairan, IVFD Asering gtt X/m Rencana kuretase di OK 27 oktober 2011 Rongent thorax PA (hasil : t.a.k) Persiapan operasi (izin, alat, obat, darah) Periksa lab DR,UR, cross match

VII. PROGNOSIS Quo ad vitam et fungsionam : bonam

INSTRUKSI PRE-KURETASE Inform consent Rencana kuretase, Kamis 27 Oktober 2011, pukul 11:00 WIB IVFD asering gtt XX/menit Misoprostol/ invitec 2 tab (pukul 05:00 subuh dan pukul 10:00) Inj. Cefotaxim 2x1g IV (skin test) Dulcolax 1 x 2 Puasa 6 jam sebelumnya Observasi TVI Cukur rambut pubis Pasang catheter Cek lab. Darah lengkap

LAPORAN JALANNYA OPERASI Pukul 11.30 Tidakan di mulai Penderita dalam posisi litotomi Dilakukan tindakan aseptik dan anti septik Dilakukan pengosongan kandung kemih Pemasangan sim atas bawah

Tampakkan porsio secara avoe Porsio di jepit dengan penster klem pada jam 11 Sondase lebih kurang 11 cm AF Dilakukan kuret hisap secara sistematik Tindakan dilanjutkan dengan kuret tumpul Didapatkan darah dan jaringan lebih kurang 70 cc Setelah di jalani tidak ada perdarahan, penster klem di lepaskan Jaringan di PA kan Diagnosa pratindakan: abortus mola Diagnosa pasca tindakan: pasca kuretase atas indikasi mola hidatidosa

INSTRUKSI POST-KURETASE Observasi Tvi, perdarahan o Tiap 15 menit selama 1 jam post kuretase o Tiap 30 menit selama 3 jam post kuretase o Tiap 60 menit selama 20 jam post kuretase Cek Hb post kuretase IVFD asering : D5%= 1:3 gtt xxv/menit IVFD asering +oxytocin 20 IU 2 kolf Puasa 2 jam, setelah itu diet biasa Catheter menetap, catat intake output Imobilisasi Obat-obatan o Inj Cefotaxim 2x1 g IV o Inj metronidazol 3 x 500mg IV o Inj kalnex 3x200mg IV o Inj Tramadol 3x100mg IV

Follow Up (28 Oktober 2011, pkl.07.00 WIB) Keluhan : nyeri perut (-), flek darah (+) Status present : tampak sakit ringan

KU TD T

: sedang : 110/60 mmHg : 36,4 C


o

Sense : CM N RR : 90 kali/menit : 20 kali/menit

Pemeriksaan ginekologis : Status Ginekologi Pemeriksaan luar : Abdomen datar, simetris, lemas, tinggi fundus uteri tak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), perdarahan aktif (-).

Pemeriksaan Laboratorium Darah: Hb = 10,4 g%

Diagnosa: Pasca kuretase atas indikasi mola hidatidosa

Penatalaksanaan: Observasi tanda vital Ibu dan perdarahan IVFD asering: D5= 1:3, gtt xx/m Kateter menetap, catat input output Ciprofloxacin 2x1g tab Asam Mefenamat 3x500mg tab Methergin 3x1 tab

Follow up (29 Oktober 2011, pkl 07.00) Keluhan : flek darah (+) Status present : KU TD T : baik : 120/80 mmHg : 36,6 C
o

Sense : CM N RR : 88 kali/menit : 20 kali/menit

Pemeriksaan ginekologis : Status Ginekologi Pemeriksaan luar : Abdomen datar, simetris, lemas, tinggi fundus uteri tak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), perdarahan aktif (-).

Diagnosa: Pasca kuretase atas indikasi mola hidatidosa

Penatalaksanaan: Observasi tanda vital Ibu dan perdarahan IVFD asering: D5= 1:3, gtt xx/m Up kateter Ciprofloxacin 2x1g tab Asam Mefenamat 3x500mg tab Methergin 3x1 tab Cek PT pengenceran

Follow up (30 Oktober 2011, pkl 07.00) Keluhan : (-) Status present : KU TD T : baik : 120/80 mmHg : 36,6o C Sense : CM N RR : 80 kali/menit : 20 kali/menit

Pemeriksaan ginekologis : Status Ginekologi Pemeriksaan luar : Abdomen datar, simetris, lemas, tinggi fundus uteri tak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-), perdarahan aktif (-).

Pemeriksaan Laboratorium PT pengenceran: 1/640.000

Diagnosa: Pasca kuretase atas indikasi mola hidatidosa

Penatalaksanaan: Observasi tanda vital Ibu dan perdarahan Up IV catheter Ciprofloxacin 2x1g tab Asam Mefenamat 3x500mg tab Methergin 3x1 tab Motivasi KB Rencana Pulang dan kontrol di poli kebidanan (cek HcG 2 minggu pasca tindakan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mola hidatidosa adalah penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan. Angka kejadian mola di rumah sakit besar di Indonesia kira-kira 1 di antara 80 persalinan normal.1 Angka kejadian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian di USA, yaitu sebesar 1: 1000. Secara umum angka kejadian mola pada wanita Asia lebih tinggi daripada wanita di negara barat2. Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. 2 Mola hidatidosa dapat digolongkan sebagai komplit atau parsial, berdasarkan atas morfologi makroskopik, histopatologi dan kariotipe. Insidens terbanyak adalah mola hidatidosa komplit sedangkan mola hidatidosa inkomplit/parsial ditemukan sebanyak 25 74% dari kasus mola.1,2 Delapan puluh persen mola bersifat jinak, meskipun demikian

kemungkinan keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Penanganan kasus mola haruslah tuntas terutama penatalaksanaan pasca evakuasinya.

Pemantauan lanjutan pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut.

Definisi Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran makroskopis yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan human chorionic gonadotropin (HCG) dalam jumlah lebih besar daripada kehamilan biasa. Ada atau tidak adanya fetus atau embrio telah digunakan sebagai pemisah apakah mola hidatidosa komplit atau parsial.

Epidemiologi Kehamilan mola telah dilaporkan insidennya berkisar antara 0,5 sampai 2,5 dari 1000 wanita hamil.3 Tingginya insiden kehamilan mola pada beberapa tempat disebabkan oleh banyak faktor termasuk ras, status ekonomi, usia, kebiasaan makan, riwayat reproduksi dahulu. Wanita Asia diketahui memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan mola 10 kali lebih tinggi dari pada wanita Eropa dan Amerika Utara. Peningkatan progresif kejadian kehamilan mola telah diobservasi dan diduga adanya konsumsi karoten dan lemak hewani yang kurang. Wanita pada akhir usia reproduktifnya lebih tinggi kemungkinannya untuk mengalami kehamilan mola, apalagi jika mereka berusia tua, risiko untuk mengalami kehamilan mola antara 300-400 kali lipat bila dibandingkan dengan wanita usia 20 29. Parazzini dkk menyimpulkan risiko mengalami kehamilan mola komplet bertambah seiring dengan bertambahnya usia pria, tapi tidak ada efek yang ditemukan terhadap kehamilan mola parsial. Sebagai tambahan wanita dengan riwayat kehamilan mola memiliki risiko 10 kali lipat untuk terjadinya kehamilan mola kedua.3

10

Etiologi dan faktor risiko1,2,6 Mola hidatidosa mempunyai faktor risiko 1. Umur Insidensi kehamilan mola meningkat 2x lipat pada wanita berumur lebih dari 35 tahun. Pada wanita di atas 40 tahun kejadiannya meningkat 5-7,5 kali lipat5. Beberapa penelitian menunjukan peningkatan insiden mola pada wanita hamil usia belasan tahun. La Vecchia dkk melaporkan peningkatan kejadian sebanyak 4 kali lipat bila usia ayah lebih dari 45 tahun. Pada mola parsial tidak ada hubungan antara umur ibu dengan angka kejadian.6 2. Etnis Penelitian di Hawaii oleh Matsuura dkk menunjukan kejadian yang lebih tinggi pada wanita Filipina dan Jepang dibandingkan dengan kejadian tersebut pada wanita kulit putih dan penduduk asli Hawaii. Di Singapura juga didapatkan wanita keturunan Eurasian mempunyai kemungkinan dua kali lipat dibandingkan wanita keturunan Cina, India dan Malaysia. Di Cina, etnis yang terbesar yaitu Han mempunyai tingkat kejadian yang paling rendah dibandingkan etnis Zhuang dan Mongolia. 3. Riwayat mola Wanita dengan kehamilan mola sebelumnya mempunyai risiko 10 kali lipat dibandingkan populasi pada umumnya. 4. Faktor reproduktif dan kontrasepsi Kejadian mola hidatidosa mengalami peningkatan 2 kali lipat pada wanita yang sebelumnya mengalami abortus spontan. 6 Peningkatan paritas tidak secara signifikan mempengaruhi kejadian mola. Tahun 1976 Stone dkk menemukan hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dengan kejadian Mola, tetapi peneliti lain tidak menemukan hubungan tersebut. 5. Faktor Nutrisi Studi perbandingan kasus di Amerika dan Itali memperlihatkan penurunan insidensi mola dengan intake lemak hewani dan beta karoten yang tinggi.

11

6.

Paparan herbisida Penelitian di Vietnam menunjukan pengaruh buruk agen orange dan kontaminannya, yaitu TCDD (2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin)

terhadap kejadian mola.

Patogenesis Beberapa teori yang menerangkan patogenesis penyakit ini adalah:, a. Teori missed abortion Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia menghasilkan substansisubstansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, dan substansi substansi tersebut diakumulasikan ke dalam stroma vili sehingga terjadi kista vili yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan asites atau edema, tetapi kaya akan hCG. b. Teori neoplasma dari Park Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, yaitu terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembunggelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uteri. Patogenesis molekuler penyakit ini secara pasti belum diketahui. Penelitian yang dilakukan oleh Berkowitz menunjukan peningkatan ekspresi onkoprotein seperti c-myc, c-erb B-2 dan bcl-2, demikian juga p53, p21, Rb dan MdM2. Zat-zat ini mungkin mempunyai peranan penting dalam patogenesis penyakit ini. Penelitian terhadap gen p53 tidak menunjukan hasil yang berarti. 6 Namun relaksasi paternal imprinting tampaknya mempunyai peran penting. Komposisi kromosom yang abnormal mengakibatkan proliferasi trofoblas, yang

12

abnormal pula. Sinsitiotrofoblas yang berproliferasi menghasilkan hCG, sehingga pada penyakit ini terjadi peningkatan kadar hCG di serum dan urin

Histopatologi2 Mola hidatidosa adalah lesi dari plasenta dengan ciri degenerasi hidropik dari vili korialis dan proliferasi trofoblas yang dibagi menjadi mola komplit dan mola parsial Mola Komplit Gambaran makroskopis

Gambar 1-Makroskopis Mola Komplit Villi edematus, secara masif membesar membentuk gambaran seperti buah anggur, ukuran diameternya mulai dari beberapa milimeter sampai yang terbesar lebih kurang 3 cm, rata-rata diameternya adalah 1,5 cm. Gambaran mikroskopis

13

Gambar 2-Mikroskopis Mola Komplit Tampak proliferasi trofoblas, banyak trofoblas yang menunjukan sitologi atipia. Stroma vili berdegenerasi hidropik dan edematus, tidak ada jaringan embrio atau fetus. Kebanyakan villi membentuk central cistern yaitu daerah di tengahtengah yang acelular. Villi ini biasanya avaskular, kadang-kadang ada daerah yang vaskular yang mengandung debris nekrotik. Dapat ditemukan kalsifikasi pada villi.

Mola parsial Gambaran makroskopis Volume jaringan biasanya kecil kurang dari 100 sampai 200 ml. Villi tampak membesar tetapi biasanya ukurannya lebih kecil dari pada mola komplit. Biasanya terlihat plasenta normal, demikian pula fetus atau selaput amnion.

Gambar 3-Makroskopis Mola parsial Gambaran mikroskopis Terdapat 2 jenis trophoblas, sebagian dengan ukuran normal dengan degenerasi hidropik dan proliferasi trophoblas fokal. Sentral cistern jarang terlihat, villi memperlihatkan fibrosis pada stroma. Hiperplasia trofoblas lebih jelas terlihat dibandingkan mola komplit. Sel atipia jarang terlirhat. Ciri lain yang biasa

14

terdapat adalah invaginasi trofoblas pada stroma villi, sehingga membentuk scalloping.

Gambar 4- Mikroskopis Mola Parsial Klasifikasi Berdasarkan gambaran histopatologi mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:2

1. Mola hidatidosa komplit (klasik) Struktur dan gambaran histologinya ditandai oleh: Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi Tidak adanya pembuluh darah dalam vili Proliferasi epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang beragam Tidak ditemukan janin dan amnion

Kehamilan mola komplit sepenuhnya diturunkan dari pihak laki-laki dan memiliki karakteristik predominan kariotipe 46 xx ( > 90%), dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis dan nukleus ovum tersebut dapat hilang atau tidak-teraktivasi. Kromosom ovum biasanya tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Walaupun sebagian besar mola komplit memiliki pola kromosom 46xx, sekitar 10% memiliki kariotipe 46xy. Kromosom pada mola komplit 46xy juga tampaknya berasal dari paternal seluruhnya, tetapi pada keadaan ini, telur yang kosong difertilisasi oleh dua sperma. Kariotipe ini mungkin berhubungan dengan kejadian keganasan di kemudian hari. Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45x. Risiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar 20%.

2. Mola hidatidosa parsial

15

Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara villi lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih tripoid, yang bisa 69, XXY atau 69, XYY, dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Risiko terjadinya koriokarsinoma yang berasal dari mola hidatidosa parsial sangat kecil. Gambar 3.

Tabel 1- Karakteristik Mola Hidatidosa Komplit dan Parsialis

Gambar 7-KariotipeMola Hidatidosa Parsial

16

The American College of Obstetricians and Gynecologists 1993

Diagnosis2,3 1. Gejala Klinik

Pada umumnya kehamilan dengan mola hidatidosa memberikan gejala klinis sebagai berikut : a. Perdarahan pervaginam Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien dengan kehamilan mola hidatidosa komplit, dan terjadi pada 97% kasus. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan merusak pembuluh darah maternal, dan sejumlah besar darah yang tertahan dapat mengganggu pembuluh darah maternal. Ketika bekuan-bekuan darah intrauterin mengalami Mola hidatidosa/komplet Kariotipe Diploid(46,XX 46,XY) Patologi Fetus Amnion, sel darah merah Tidak ada janin Edema villa Proliferasi trofoblastik Difus Tidak ada Bervariasi, fokal Bervariasi, fokal, ringan kadang-kadang ada kadang-kadang ada Mola hidatidosa parsial

atau Triploid (69,XXX atau 69, XXY)

Bervariasi, ringan sampai sampai sedang berat Gambaran klinis Diagnosis Ukuran uterus Kehamilan mola Missed Abortion untuk umur

50% lebih besar untuk Kecil umur kehamilan

kehamilan Jarang Jarang < 5-10% Meningkat (<50.000) sedikit

Kista teka-lutein Komplikasi Penyakit post mola -Hcg

25-30% Sering terjadi 20% Meningkat (> 50.000)

17

oksidasi dan pencairan, cairan seperti jus buah prune akan mengalir ke dalam vagina. Oleh karena perdarahan pervaginam dapat banyak dan memanjang, setengah dari pasien akan mengalami anemia (kadar hemoglobin < 10 g/100 mL). American College of Obstetrics and Gynecology merekomendasikan setiap perdarahan abnormal pervaginam yang berlangsung lebih dari enam minggu harus dilakukan pemeriksaan -hCG7. b. Tidak adanya aktivitas janin. Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin. c. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan d. Eklampsi dan preeklampsi Eklampsi dan preeklamsi pada trimester pertama pada awal trimester kedua yang merupakan hal yang tidak biasa pada kehamilan normal, telah dikatakan sebagai hal patognomonik pada mola hidatidosa, walaupun hanya terjadi pada 10-12% pasien.

e. Hiperemesis Mual dan muntah yang sering berlebihan, dilaporkan terjadi 14-32% pasien mola, walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. f. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola8. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus kista lutein baru ditemukan pada saat pemantauan. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai

18

risiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi. Setelah evakuasi mola, kista lutein normalnya mengecil secara spontan dalam waktu 2 sampai 4 bulan. g. Embolisasi Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi. h. Tirotoksikosis Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penyebab kematian adalah krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma biasanya disebabkan oleh efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Kadar tirosin bebas dalam serum yang meningkat disebabkan oleh thyrotropin like effect dari hormon korionik gonadotropin. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid, tetapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis.

19

2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan:1,2,3,4 Inspeksi - Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuningkuningan yang disebut muka mola (mola face). - Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas Palpasi - Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek - Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dengan gerak janin Auskultasi - Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola
Gambar 8 - Gelembung mola

hidatidosa parsial mungkin dapat didengar BJJ) - Terdengar bising dan bunyi khas Pemeriksaan dalam - Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks. 3. Pemeriksaan Penunjang 2,6 a. Laboratorium Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah

kemampuannya untuk memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting

20

untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Kadar -hCG yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis mola. Terdapat laporan kasus dimana terdapat gejala mola berupa perdarahan pervaginam dan hasil USG menampakkan gambaran badai salju namun tes -HCG negatif9. Negatif palsu tersebut terjadi karena peningkatan kadar -hCG yang terlalu tinggi tidak dapat dideteksi oleh sistem assay sehingga harus dilakukan pengenceran beberapa kali9. b. Ultrasonografi Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.

Gambar 9 -USG mola Komplit Pada 15 25 % kasus mola komplit dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein

21

ukuran > 6 cm.8 USG telah menggantikan semua sarana diagnostik dalam menegakkan diagnostik mola.8,10

Gambar 10 -USG Kista Teka Lutein

22

c. Uji sonde Hanifa Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . Bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola. Kriteria Diagnostik2 Pada beberapa kasus, vesikel mola hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang terjadi setelah 28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebagai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh mioma uteri, hidramnion atau kehamilan ganda. Penegakkan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik mola hidatidosa komplit sebagai berikut2,3,4: 1. Perdarahan yang terus menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan. 2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan. 3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar setinggi pusat atau lebih. 4. Gambaran USG yang khas yaitu badai salju. 5. Kadar serum HCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan usia kehamilan. 6. Preeklampsia dan eklampsia yang muncul sebelum minggu ke-24. 7. Hiperemesis gravidarum. Diagnosis pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembunggelembung mola. Tetapi bila menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat, karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.

23

Yang baik ialah bila diagnosis mola dapat ditegakkan sebelum keluar gelembung.

Diagnosis banding Abortus Kehamilan ganda Kehamilan dengan mioma Hidramnion

Penatalaksanaan 1,2,3,6 Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu : 1. Perbaikan keadaan umum Yang termasuk dalam usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat atau tatalaksana syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola Bila diagnosis telah ditegakkan dan kondisi yang berkaitan dengan kehamilan mola seperti anemia berat, hipertensi, hipertiroidisme telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu : a. Kuret hisap Merupakan tindakan pilihan untuk mengevaluasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan pencapaian efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat). Sondase tidak boleh dilakukan untuk mencegah terjadinya perforasi uterus Kuret hisap sebaiknya diikuti dengan kuret tajam, dan jaringan yang diambil dengan kuret tajam, dikirimkan secara terpisah ke

24

Bagian

Patologi

Anatomi

untuk

membedakan

dengan

khoriokarsinoma. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan minimal 3 set agar dapat dipergunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparotomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi). b. Histerektomi Sebelum adanya kuret hisap, histerektomi dahulu sering dilakukan pada pasien dengan ukuran uterus di atas 12-14 minggu. Namun histerektomi saat ini tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi adalah karena umur tua merupakan faktor predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Pemberian kemoterapi profilaksis belum secara pasti ditetapkan, namun biasanya diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi keganasan, biasanya diberikan metotreksat atau aktinomisin D.4 Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.4 Kadar hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai risiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas. Pada kasus ini dapat dipertimbangkan untuk memberikan metotreksat (MTX) 3x5 mg

sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali

25

pemberian. Dapat juga diberikan aktinomisisn D 12 g/kgBB/hari selama 5 hari.

4. Pemeriksaan tindak lanjut Setelah evakuasi mola atau histerektomi dengan mola in situ, pasien haruslah menjalani pemeriksaan kadar subunit-beta hCG setiap minggu sampai hasilnya normal untuk tiga minggu berturut-turut, dan setiap bulan sampai kadarnya normal pada 6 bulan berturut-turut.

Grafik 1-Kurva regresi serum hCG normal Lama pengawasan masih belum pasti, namun berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa ( 20%).4 Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar -hCG dan radiologi. Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 4 6 minggu dan selanjutnya tiap bulan selama 1 tahun dan setelah itu pemeriksaan dilakukan dengan interval

26

3 bulan. Pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis. Pemeriksaan -hCG serial setelah keguguran pada trimester pertama juga merupakan cara efektif untuk mendeteksi adanya kehamilan mola ataupun ektopik karena setelah terjadi keguguran masih ada kemungkinan terdapat kehamilan mola atau ektopik.7 5. Kontrasepsi Pasien dimotivasi untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif selama tindak-lanjut pemantauan kadar gonadotropin. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) sebaiknya tidak dipasang sampai pasien mencapai kadar hCG normal, oleh karena adanya risiko potensial perforasi uterus. Jika pasien tidak menginginkan sterilisasi bedah, pilihan kontrasepsi adalah hormonal atau metoda barrier. Penggunaan kontrasepsi oral kombinasi maupun AKDR terbukti aman dan efektif serta tidak meningkatkan resiko terjadinya postmolar trophoblastic disease11. Penggunaan kontrasepsi oral terbukti tidak menyebabkan penyakit trofoblas persisten12.

Komplikasi 1. Komplikasi non maligna a. Perforasi uterus Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus, kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi. b. Perdarahan Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini. c. DIC Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibrinolitik. Semua pasien diskrining untuk melihat adanya koagulopati. d. Embolisme trofoblastik

27

Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal. e. Infeksi pada servikal atau vaginal. Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna. 2. Komplikasi maligna Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya. Setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4% pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan setelah terjadi mola inkomplit meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.

Prognosis Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 sampai 2,6% dengan risiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Kurang lebih 20% mola hidatidosa komplit menjadi metastatik koriokarsinoma yang potensial invasif.

28

BAB III ANALISIS KASUS

Diagnosis mola hidatidosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien. Pasien wanita berusia 37 tahun. Umur pasien tersebut mempunyai peningkatan angka kejadian mola hidatidosa sebanyak 2 kali lipat. Selain umur, faktor resiko yang terdapat pada pasien ini adalah faktor nutrisi. Pasien berasal dari kelas sosial ekonomi rendah dimana pada keadaan ini intake lemak hewani dan beta karoten mungkin tidak terpenuhi. Gejala klinik yang didapatkan dari anamnesis berupa perdarahan pervaginam disertai mual muntah, perut makin membesar dengan test kehamilan positif. Perdarahan merupakan gejala utama mola dengan waktu terjadinya pada bulan pertama kehamilan. Sifat perdarahan pada pasien ini adalah sedikit-sedikit, sehingga pasien tidak langsung memeriksakan keadannya ini karena dianggap tidak berarti oleh pasien. Barulah pada saat terjadi perdarahan banyak pasien datang. Mual muntah yang terjadi pada pasien ini biasa terjadi pada 14-32% pasien mola. Gejala perut makin membesar dengan tes kehamilan positif juga sesuai dengan mola hidatidosa. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TFU setinggi pusat, inspekulo porsio livid. Perut yang membuncit dengan TFU sepusat pusat yang tidak sesuai dengan kehamilan 16 minggu dimana ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan sesuai dengan mola hidatidosa. Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya PT pengenceran: 1/640.000. Hasil pemeriksaan USG didapatkan gambaran khas yang menunjang diagnosis mola hidatidosa yaitu gambaran sarang tawon (honey comb appearance). Setelah diagnosis kehamilan mola ditegakkan, persiapan pre-operatif harus dilakukan yang meliputi penapisan metastasis dan stabilisasi keadaan umum

29

pasien. Hal tersebut meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh, thorax foto, hematologi, tes fungsi ginjal dan hati.3,13 Dilakukan evakuasi mola dengan kuret hisap untuk mengeluarkan gelembung..Hasil evakuasi juga dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk mengevaluasi apakah terdapat keganasan atau tidak dalam kasus ini. Kuret hisap memang merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa tetapi pada kasus ini mengingat pasien sudah berusia 37 tahun dan ini merupakan kehamilan yang kelima, menurut kepustakaan histerektomi lebih dipilih untuk penatalaksanaan mola pada pasien seperti ini daripada kuret hisap. Histerektomi merupakan prosedur yang logis dilakukan pada wanita berusia di atas 35 tahun karena mola hidatidosa pada sepertiga dari populasi tersebut akan berkembang menjadi neoplasia trofoblastik gestasional.2 Pada pasien ini tidak diberikan kemoterapi profilaksis. Peran kemoterapi sendiri masih menjadi kontroversi pada mola hidatidosa karena tidak terbukti meningkatkan prognosis jangka panjang, belum lagi efek toksik yang ditimbulkan.2 Pemberian kemoprofilaksis dapat dipertimbangkan pada keadaan dimana pemantauan kadar HcG tidak dapat dilakukan atau tidak dapat dilakukan follow-up secara teratur.2 Seharusunya dalam kasus ini diberikan penjelasan untuk melakukan kontrol kadar hCG secara rutin, dua minggu sekali, bila telah tercapai kadar normal selama tiga minggu berturut-turut pemeriksaan hCG dilakukan setiap bulan sampai enam bulan dan kemudian setiap dua bulan sampai satu tahun. hCG mencapai kadar normal pada minggu kedelapan pasca evakuasi akan tetapi karna sulitnya dilakukan maka hanya dilakukan pemeriksaan PT pengenceran dan kontrol ke poli. Pasien harus menunda kehamilan berikutnya supaya hasil follow-up kadar hCG tidak menjadi rancu dengan peningkatan hCG karena kehamilan. Dilakukan pencegahan kehamilan selama satu tahun. Penundaan kehamilan pada kasus ini dapat dianjurkan dengan pemakaian kontrasepsi. Pasien dimotivasi untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif selama tindak-lanjut pemantauan kadar gonadotropin. Bahkan pada pasien ini dimana sudah

merupakan kehamilan yang kelima, sebaiknya disarankan untuk melakukan

30

sterilisasi. Pada pasien ini sudah dilakukan motivasi KB namun tidak dilakukan dengan alasan tidak mendapat persetujuan dari suami pasien.

31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah penting untuk dapat mendeteksi dan menangani terutama karena kecenderungannya menjadi ganas. Perdarahan yang terjadi saat kehamilan muda dengan uterus yang lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya merupakan kecurigaan terhadap kemungkinan adanya mola hidatidosa, walaupun harus dipikirkan kemungkinan lainya seperti kesalahan data tentang HPHT, kehamilan dengan mioma, hidrammnion, atau gemeli. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan kasus ini sedini mungkin

pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan dari adanya gelembung mola atau jaringan mola. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakan diagnosa, cara yang sangat membantu adalah adalah dengan pemeriksaan USG. Pengukuran kadar -HCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblast ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola. Penanganan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed concent pada pasien dan keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis. Disarankan kepada penderita untuk kontrol ke poli secara teratur dan memeriksakan kadar -HCG, untuk melihat adakah perubahan ke arah keganasan akan tetapi karena keterbatasan untuk melakukan pemeriksaan kadar -HCG maka pemeriksaan ke poli secara teratur dan pemeriksaan PT pengenceran sudah cukup untuk memantau perbaikan .

32

DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa dalam: Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006; 262 266. 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et al. Gestational Trophoblastic Disease, in William Obstetrics. 22 nd. New York, Mc Graw Hill ; 2007 ; Chapter 11. 3. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease. In : Current Obstetric Gynecologic Diagnose and Treatment. 10th ed. Lange. Baltimore NY. Mc Graw Hill. 2007; Chapter 53. 4. Berkowitz RS, Goldstein DP. Molar Pregnancy. In N Engl J Med : 2009; 360;16. 5. Parazzini F, La Vecchia C Pampallona S. Parental age and risk complete and partial hydatidiform mole. Br J Obstet Gynaecol. 1996;93:582. 6. Society of Gynecologic oncologies, Diagnosis and treatment of gestational trophoblastic disease. In : ACOG practice buletin, Clinical management guidelines for obstetrician and gynecologists number 53, June 2004. 7. Dresang, LT. A Molar Pregnancy Detected by Following Human Chorionic Gonadotropin Levels after a First Trimester Loss. JABFP 2005 (18). 8. Montz FJ, Schlaerth JB, Morrow CP. The Natural history of theca lutein cysts. In : Obstet Gynecol 1988;72:247-51 9. Case Report :A False Negative Pregnancy Test in a Patient with a Hydatidiform Molar Pregnancy. N Engl J Med; 349;22. 10. Soto Wright V, Bernstein M, Goldstein DP, Berkowitz RS. The changing clinical presentation of complete molar pregnancy. Obstet Gynecol 1995 11. Gaffield ME, Kapp N, Curtis KM. Combined oral contraceptive and intrauterine device use among women with gestational trophoblastic disease, Contraception, June 2009 (80); 363-371. 12. Parazzini F, et al. Oral contraceptives and risk of gestational trophoblastic disease. Contraception, June 2002 (65); 425-427. 13. Ilancheran A. Optimal treatment in gestational trophoblastic disease. Ann Acad Med Singapore, 1998; 27:698-704.

33

Anda mungkin juga menyukai