AB
= bacaan skala horisontal ke target kiri
AC
= bacaan skala horisontal ke target kanan
d1
d2
d3
A
B
2
1
24
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B)
dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
- Jarak antara titik-titik poligon adalah s 50 m.
- Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
- Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
- Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
- Selisih sudut antara dua pembacaan s 2 (dua detik).
- Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
- Bentuk geometris poligon adalah loop.
Gambar 10 Pengukuran Sudut Antara Dua Sudut Patok
Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal
yaitu:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif
pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
( )
000 . 5 : 1
2 2
s
=
=
d
f f
KI
y x
A
B
C
o
AB
o
AC
|
25
Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak
terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:
Alat ukur yang digunakan Theodolite T1
Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar
F.5, Azimuth Target (oT) adalah:
o
T
= o
M
+ | atau o
T
= o
M
+ ( i
T
- i
M
)
di mana:
o
T
= azimuth ke target
o
M
= azimuth pusat matahari
(i
T
) = bacaan jurusan mendatar ke target
(i
M
) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
| = sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan
jurusan ke target
Gambar 11 Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda poligon
dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat (X,Y ).
Matahari
U (Geografi)
Target
A
o
M
o
T
26
Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain :
Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik
poligon yang digunakan sebagai kerangka pemetaan.
Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan
pengukuran waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran kerangka
dasar pemetaan ini harus terikat dengan benchmark referensi dan di
bagi dalam beberapa loop/kring sesuai dengan kebutuhan.
Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik
trianggulasi) dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik serta
mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Pengontrolan sudut
hasil pengukuran poligon dilakukan penelitian azimuth satu sisi dengan
pengamatan matahari pada setiap jarak 2.5 km.
Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur yang di
pakai adalah Theodolite T2 atau yang sederajat dengan ketelitian 20
dan Elektronik Distance Meter (EDM).
Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi poligon
maksimum 100 m. Jarak kerangka cabang diukur ketinggiannya
dengan waterpass.
Selisih sudut antara dua pembacaan < 2 (dua detik).
Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan sudut
(toleransi) adalah 10\n detik pada loop tertutup dimana n adalah
jumlah titik poligon. Pada poligon cabang toleransi kesalahan sudut
adalah 20\n detik dengan n adalah jumlah titik poligon.
Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah jumlah
penutup jarak.
Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang harus
dilakukan dalam satu hari.
Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang tertutup
dengan toleransi kesalahan beda tinggi 10D (mm) dimana D =
panjang jarak (km).
Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa) muka
belakang.
Jarak di ukur dengan pita ukur.
27
Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring tertutup
(loop) melalui BM dan patok kayu dan bagian sungai/pantai berada
dalam kring tersebut.
Gambar 12 Contoh Pengukuran Topografi
28
4.5 Hidrologi-Hidrometri Sungai
Data hidrologi, secara garis besar data ini haruslah merupakan
rekaman data hujan berskala waktu lebih dari sepuluh tahun, sehingga
diharapkan dapat memberikan informasi dan besaran-besaran yang
merupakan masukan yang penting untuk dapat dilakukan analisis
selanjutnya secara komprehensif.
Penelitian hidrologi dilakukan untuk mendapatkan informasi besaran
debit air yang selanjutnya digunakan untuk patokan rancangan perhitungan
pada bangunan-bangunan pengembangan sumberdaya air.
Hidrologi berkaitan langsung dengan air didalam tanah, sungai, danau,
telaga, waduk, sawah, dan semua air yang terdapat di atmosfir baik dalam
keadaan diam ataupun bergerak (mengalir).
Pekerjaan survai hidrologi & hidrometri dimaksudkan untuk
memperoleh data lapangan (primer dan sekunder) tentang karakteristik
sungai, anak/cabang sungai yang akan mendukung dalam analisis
hidrologi maupun hidrolika.
Dengan melakukan survei terlebih dahulu dengan sungai yang akan di
ambil data lapangannya
Kegiatan survai hidrologi meliputi :
a) Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10 tahun
dari beberapa stasiun-stasiun terdekat minimum 3 stasiun pos
hujan.
b) Pengumpulan data klimatologi (temperatur, kelembaban udara,
kecepatan angin, penguapan dsb.) terbaru minimum selama 5 tahun
dari stasiun-stasiun terdekat.
c) Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan luas
genangan dan dampaknya).
d) Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS antara
lain : keadaan vegetasi daerah pengaliran, sifat dan jenis tanah dan
29
debit rata-rata pada waktu keadaan normal, tahun kering dan tahun
basah.
Kegiatan survai hidrometri meliputi :
a) Pengukuran kecepatan aliran.
Pengukuran kecepatan aliran sungai dilakukan pada bagian
aliran (di sungai) yang tidak terpengaruh pasang surut, kegiatan
pengukuran dilakukan di 3 titik yang ditempatkan di hulu sungai,
hilir sungai dan sungai cabang dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jika kedalaman air > 0,50 m, di pakai alat Current Meter.
Untuk kedalaman aliran > 1,50 m, pengukuran kecepatan
dilakukan pada kedalaman 0,20, 0,60 dan 0,80 dari
kedalaman aliran untuk masing-masing lokasi (bagian
tengah dan pinggir aliran).
Untuk kedalaman aliran antara 0,50 1,50 m, pengukuran
kecepatan dilakukan pada kedalaman 0,50 m dari
kedalaman aliran pada bagian tengah aliran.
2. Jika kedalaman aliran < 0,50 m, di pakai alat metode
pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan
pelampung.
3. Interval pias pengukuran terhadap lebar permukaan sungai
adalah :
B < 50 m, jumlah 3 pias.
B = 50-100 m, jumlah 4 pias.
B = 100 200 m, jumlah 5 pias.
B = 200 400 m, jumlah 6 pias.
4. Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan rata
- rata (Vm) :
D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6
D = 0.60 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = (V0.2 +
V0.8)
30
D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = (V
0.2
+2V
0.6
+ V
0.8
)
5. Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.
6. Pengikatan muka air sungai dan bak ukur muka air (peil
schaal) dengan patok topografi untuk mendapatkan
kesatuan sistim elevasi tanah dengan muka air.
7. Pengamatan muka air sungai khususnya di hilir sungai (titik
pengukuran debit) tiap 1 jam selama 24 jam saat pasang
tinggi (spring tide) dan pasang rendah (neap tide)
berdasarkan data HIDRAL (Hidro Oceanografi AL) di
pelabuhan terdekat.
b) Pengambilan Contoh Sedimen.
Contoh sedimen yang di ambil terdiri dari sedimen layang dan
material dasar, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jika ketinggian air > 1,00 m maka pengambilan contoh
sedimen dilakukan dengan menggunakan alat Suspended
Sampler (untuk sedimen layang) dan Bed Material Sampler
(untuk material dasar).
2. Jika ketinggian air < 1,00 m maka pengambilan contoh
sedimen dilakukan dengan tabung sample (untuk sedimen
layang) dan Bed Material Sampler (untuk material dasar).
3. Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada bagian
pinggir aliran dan tengah aliran.
4. Contoh sedimen dimasukan ke dalam tabung sample.
c) Pengamatan Pasang Surut Muka Air Sungai/Laut.
Pengamatan pasang surut dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Lokasi pengamatan di daerah muara sungai, dimana muka
airnya tidak bergelombang/berombak baik akibat lalu lintas
perahu maupun gelombang air laut.
2. Pengamatan dilakukan selama 15 hari x 24 jam berturut-
turut dengan interval pengamatan setiap 1 jam.
31
3. Pengamatan harus maliputi pasang purnama.
4. Pada lokasi pengamatan di pasang peil schaal.
32
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan Santika, S.S. 1987. Metode Penelitian Air, Usaha
Nasional, Surabaya
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM
Press,Yogyakarta
Minullah, E. 2003. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kodoatie, J.R. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberpa Masalah dan Metode
Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
http://www.docstoc.com/docs/39974016/PENGELOLAAN-SUMBER-DAYA-AIR
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber
daya air.
www.google.com
www.penataanruang.net/ta/Lapdul04/P3/DASbahorok/Bab2.pdf
www.hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_42_2008.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Batimetri
http://ilmiandgeomatic.blogspot.com/2011/04/survey-batimetri.html
http://lillyantina.multiply.com/journal/item/10?&show_interstitial=1&u=%2Fjour
nal%2Fitem