Anda di halaman 1dari 35

Wangsit lbm 1 modul jiwa

1. Apa hubungan gejala yang diderita dengan diagnosis gangguan jiwa ? o Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ yang merujuk ke DSM 111: Sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik cukup cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak sematamata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat. (PPDGJ III) 2. Suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), disabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan seharihari), atau meningkatnya resiko kematian, Apa saja pembagian gangguan jiwa ? Psikosis Di dunia psikiatrik, psikotik menjadi sinonim dengan gangguan berat dalam fungsi sosial dan pribadi yang ditandai oleh penarikan sosial dan ketidakmampuan untuk melakukan peranan rumah tanggadan pekerjaan biasanya. Penggunaan lainnya dari istilah tersebut adalah untuk menyebutkan derajat regresi ego sebagai kriteria untuk penyakit psikotik. Bukti langsung dari perilaku psikotik adalah adanya waham atau halusinasi tanpa tilikan ke dalam sifat patologisnya. Istilah psikotik seringkali sesuai jika perilaku jelas mengalami disorganisasi di mana dapat dibuat suatu kesimpulan yang beralasan bahwa tes realitas adalah terganggu. Contohnya adalah pembicaraan yang tidak jelas, tidak logis, dan tidak dapat dimengerti, serta perilaku yang teragitasi dan disorientasi (Maslim, 2001). Neurosis Neurosis adalah suatu gangguan psikotik yang kronik atau rekuren yang ditandai dengan kecemasan, yang dialami atau diekspresikan secara langsung atau diubah melalui

mekanisme pertahanan; kecemasan tampak sebagai gejala, seperti suatu fobia, atau suatu disfungsi seksual (Maslim, 2001).

Tabel 1. Perbandingan Neurotik dan Psikotik (Maslim, 2001) Dimensi Umum Neurotik Menghindar, maladaptif, kemunduran ringan pada fngsi personal dan sosial Psikotik Gangguan kepribadian berat, kontak dengan realitas terganggu, fungsi personal dan sosial amat terganggu Simtom Aneka simtom psikologis dan somatis, tak disertai halusinasi atau penyimpangan ekstrem lain dalam berpikir, afeksi atau perbuatan. Aneka simtom disertai penyimpangan ekstrem dalam berpikir, afeksi dan perbuatan, seperti delusi, halusinasi dan perilaku tak terkendali.

Orientasi pada waktu, tempat dan orang

Jika ada, gangguan orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang lain hanya bersifat ringan.

Sering terganggu, berupa hilang orientasi.

Pemahaman diri (insight)

Sering sadar bahwa tingkah lakunya maladaptif, namun tampak tak mampu mengatasinya

Tidak menyadari adanya simtom perilakunya.

Perilaku yang secara fisik merusak

Jarang berperilaku yang membahayakan atau dapat mencelakakan orang lain.

Dalam kasus tertentu, perilakunya membahayakan orang lain.

Asal-usul

Gagal menguasai kempetensi-kompetensi yang diperlukan atau terlanjur mempeajari perilaku-perilaku yang maladaptif. +

Hasil belajar yang maladaptif akibat stress atau gangguan biokemis.

Waham Halusinasi Realita testing

+ + -

kesakitan, dan disabilitas.

Proses berpikir Suatu proses intra-psikis,dimana akan mengolah: faham dan fikiran Dengan cara: membayangkan Mengkhayal Memahami Membandingkan Menarik kesimpulanmuncul fikiran /faham baru

3. mengapa pasien bertingkah laku aneh (pasien sering melamun dan mengurung diri dikamar dan tertawa sendiri)? GEJALA- GEJALA PSIKOTIK Gambaran Utama Perilaku

Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu : Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal Kebingungan atau disorientasi Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alas an

Pedoman Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut :

Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)

Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)

Agitasi atau perilaku aneh (bizar) Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

PENGERTIAN PSIKOTIK Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh. http://www.scribd.com/doc/74666207/PSIKOTIK-lengkap 4. mengapa pasien menunjukan adanya keanehan, tapi PF dan Lab dalam batas normal ? Urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa I. Gangguan mental organic dan simtomatik Gg mental dan perilaku akibat zat psikoaktif Ciri khas : etiologi organic/fisik jelas II. Skizofrenia,Gg skizotipal&Gg waham Ciri khas:gejala psikotik,etiologi organic tdk jelas III. Gangguan suasana perasaan(mood / afektif) Ciri khas:gejala Gg afek IV. Gangguan neurotic,Gg somatoform & Gg stress Ciri khas: gejala non psikotik,etiologi non organik V. Sindrom perilaku yang berhubungan dgn gangguan fisiologi dan factor fisik Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis,etiologi non organik VI. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa Ciri khas: gejala perilaku,etiologi nonorganik VII. Retardasi mental

Ciri khas: gejala perkembangan IQ,onset masa kanak VIII. Gangguan perkembangan psikologis Ciri khas :gejala perkembangan khusus,onset masa kanak IX. Gangguan perilaku dan emosional dgn onset masa kanak remaja Ciri khas :gejala perilaku atau emosional,onset masa kanak X. (PPDGJ III) KLASIFIKASI GANGGUAN PSIKOTIK 1. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya a. Skizofrenia Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). b. Gangguan Skizotipal Tidak terdapat onset yang pastidan perkembangan serta perjalanannya biasanya menyerupai gangguan kepribadian. c. Gangguan Waham Menetap Kelompok ini meliputi gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama (paling sedikit selama 3 bulan) sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenia atau gangguan efektif. d. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Memiliki onset yang akut (dalam masa 2 minggu), kesembuhan yang sempurna biasanya terjadi dala 2-3 bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari, dan hanya sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang menetap dan berhendaya. e. Gangguan Waham Induksi Dua orang atau lebih mengalami waham atau system waham yang sama, dan sling mendukung dalam keyakinan waham itu. Yang menderita waham orisinil (gangguan psikotik) hanya satu orang, waham tersebut terinduksi (mempengaruhi) lainnya, dan biasanya menghilang apabila orang-oarang tersebut dipisahkan. Hampir selalu orangorang yang terlibat mempunyai hubungan yang sangat dekat. Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis Ciri khas:tdk tergolong Gg jiwa

Jika ada alas an untuk percaya bahwa duaorang yang tinggal bersama mempunyai gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak astupun diantaranya boleh dimasukkan dalam kode diagnosis ini. f. Gangguan Skizoafektif Merupakan gangguan yang bersifa episodic dengan gejala afektif dan skizofrenik yang sama-sama menonjol dan secara bersamaan ada dalamepisode yang sama. g. Gangguan Psikotik Non-Organik Lainnya Gangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia atau untuk gangguan afektif yang bertipe psikotik, dan gangguan-gangguan yang psikotik yang tidak memenuhi criteria gejala untuk gangguan waham menetap. 2. Gangguan Suasana Perasaan (Mood {Afektif}) a. Episode Manik Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. b. Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2 episode) dimana afek pasien dan yingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada wktu tertentu terdiri dari peningkatan afekdisertai penembahan energy dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energy dan aktivitas (depresi). c. Episode Depresi Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Pada episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. d. Gangguan Depresif Berulang Terbagi atas episode depresi ringan, episode depresi sedang dan episode depresi berat. Masing-masing episode tersebut rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar. e. Gangguan Suasana Perasaan Menetap Terbagi atas (i)Skilotimia, ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan menetap dari afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan,

diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi criteria gangguan afektif bipolar. (ii)Distimia, cirri esensialnya ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang. f. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya Kategori sisa untuk gangguan suasana perasaan menetap yang tidak cukup parah atau tidak berlangsung lama untuk memenuhi criteria skilotimia dan distimia. KLASIFIKASI GANGGUAN PSIKOTIK 1. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya h. Skizofrenia Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). i. Gangguan Skizotipal Tidak terdapat onset yang pastidan perkembangan serta perjalanannya biasanya menyerupai gangguan kepribadian. j. Gangguan Waham Menetap Kelompok ini meliputi gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama (paling sedikit selama 3 bulan) sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenia atau gangguan efektif. k. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Memiliki onset yang akut (dalam masa 2 minggu), kesembuhan yang sempurna biasanya terjadi dala 2-3 bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari, dan hanya sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang menetap dan berhendaya. l. Gangguan Waham Induksi Dua orang atau lebih mengalami waham atau system waham yang sama, dan sling mendukung dalam keyakinan waham itu. Yang menderita waham orisinil (gangguan psikotik) hanya satu orang, waham tersebut terinduksi (mempengaruhi) lainnya, dan biasanya menghilang apabila orang-oarang tersebut dipisahkan. Hampir selalu orangorang yang terlibat mempunyai hubungan yang sangat dekat.

Jika ada alas an untuk percaya bahwa duaorang yang tinggal bersama mempunyai gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak astupun diantaranya boleh dimasukkan dalam kode diagnosis ini. m. Gangguan Skizoafektif Merupakan gangguan yang bersifa episodic dengan gejala afektif dan skizofrenik yang sama-sama menonjol dan secara bersamaan ada dalamepisode yang sama. n. Gangguan Psikotik Non-Organik Lainnya Gangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia atau untuk gangguan afektif yang bertipe psikotik, dan gangguan-gangguan yang psikotik yang tidak memenuhi criteria gejala untuk gangguan waham menetap. 2. Gangguan Suasana Perasaan (Mood {Afektif}) g. Episode Manik Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. h. Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2 episode) dimana afek pasien dan yingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada wktu tertentu terdiri dari peningkatan afekdisertai penembahan energy dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energy dan aktivitas (depresi). i. Episode Depresi Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Pada episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. j. Gangguan Depresif Berulang Terbagi atas episode depresi ringan, episode depresi sedang dan episode depresi berat. Masing-masing episode tersebut rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar. k. Gangguan Suasana Perasaan Menetap Terbagi atas (i)Skilotimia, ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan menetap dari afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan,

diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi criteria gangguan afektif bipolar. (ii)Distimia, cirri esensialnya ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang. l. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya Kategori sisa untuk gangguan suasana perasaan menetap yang tidak cukup parah atau tidak berlangsung lama untuk memenuhi criteria skilotimia dan distimia.

GAF o Skala (PPDGJ III) 100- 91 : tidak ada gejala, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi 90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa. 80- 71 : gejala sementara dan dapat diatasi, diasabulitas ringan dalam social, pekerjaan, sekolah, dll. 70- 61 : beberapa gejala ringan dan menetap , disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. 60-51 : gejala sedang ( moderate), disabilitas sedang 50-41 : gejala berat (serious) disabilitas berat 40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi 30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi hamper semua bidang. 20-11 : bahaya mencederai diri/ orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri 10-01 : SEPERTI DIATAS persisten dan lebih serius 0 : informasi tidak adekuat (sumber: buku saku diagnosis gangguan jiwa, dr.rusdi maslim )

Effects caused by using napza A person starts consuming napza usually by adopting addictive social activities such as smoking, drinking alcohol, caffeine, and later on, to fulfil their curiosity, they try out napza. Effects resulting from consuming napza are: 1. Physical addiction: if patients decrease or stop the consumption of napza, they will have withdrawal symptoms, such as pain and insomnia. Moreover, the patient may also develop higher tolerance to the substance, which results in their need for a higher dosage.

2. Psychological (mental) addiction: if the patient completely stops the use of napza, that person will have strong urge to use it again. The patient will use all means to obtain napza, even though he is not experiencing withdrawal symptoms and is not under anyones pressure. Variety of napza Napza consists of opiate, cannabis, cocaine, hypnotics sedative, amphetamine, hallucinogen, alcohol, inhalant, nicotine and caffeine. The types of napza which are abused in Indonesia are opiate (heroine or putaw), marijuana (known as cimeng and gelek), sedative hypnotic (benzodiazepine, lexo, BK pills), alcohol (whiskey, arrack) and amphetamine (ecstasy, shabu). Continuous and routine use of napza is one of the cause of mental disorders. People who consume napza will adopt manipulative behaviour such as lying. http://www.amifrance.org/IMG/pdf_HM9_Mental_Health.pdf
. FARMAKOKINETIK Absorpsi Heroin diabsorpi dengan baik disubkutaneus, intramuskular dan permukaan mukosa hidung atau mulut. Distribusi Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju ke dalam jaringan. Konsentrasi heroin tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa, sedangkan di dalam otot skelet konsentrasinya rendah. Konsentrasi di dalam otak relatif rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak. Heroin menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan morfin atau golongan opioid lainnya Metabolisme Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan akhirnya menjadi morfin, kemudian mengalami konjugasi dengan asam glukuronik menajdi morfin 6-glukoronid yang berefek analgesik lebih kuat dibandingkan morfin sendiri. Akumulasi obat terjadi pada pasien gagal ginjal. Ekskresi Heroin /morfin terutama diekstresi melalui urine (ginjal). 90% diekskresikan dalam 24 jam pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam urine 48 jam heroin didalam tubuh diubah menjadi morfin dan diekskresikan sebagai morfin. III. FARMAKODINAMIK Mekanisme kerja Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan dengan reseptor spesifik yang berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis reseptor yang spesifik, yaitu reseptor (mu), (delta) dan (kappa). Di dalam otak terdapat tiga jenis

endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yitu enkephalin yang berikatan dengan reseptor , endorfin dengan reseptor dandynorpin dengan resptor . Reseptor merupakan reseptor untuk morfin (heroin). Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat. Efek inhibisi opiat dalam pelepasan neurotransmitter Pelepasan noradrenalin Opiat menghambat pelepasan noradrenalin dengan mengaktivasi reseptor yang berlokasi didaerah noradrenalin. Efek morfin tidak terbatas dikorteks,tetapi juga di hipokampus,amigdala, serebelum, daerah peraquadiktal dan locus cereleus. 2002 digitized by USU digital library 3 Pelepasan asetikolin Inhibisi pelepasan asetikolin terjadi didaerah striatum oleh reseptor deltha, didaerah amigdala dan hipokampus oleh reseptor . Pelepasan dopamin Pelepasan dopamin diinhibisi oleh aktifitas reseptor kappa Tempat Kerja Ada dua tempat kerja obat opiat yang utama, yaitu susunan saraf pusat dan visceral. Di dalam susunan saraf pusat opiat berefek di beberapa daerah termasuk korteks, hipokampus, thalamus, hipothalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus coreleus, daerah periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Di dalam sistem saraf visceral, opiat bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus submukous yang menyebabkan efek konstipasi. Efek ke sistem organ lainnya http://www.scribd.com/doc/50494319/1

1. Bagaimana mekanisme stressor tesebut terhadap gangguan jiwa yang dialami pasien?

?
Neurotransmiter Lokasi/Fungsi Implikasinya pada penyakit Jiwa Meningkatkan derajat depresi

Kolinergik: Asetil kolin

Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis, terminal saraf presinapsis parasimpatik, terminal postsinapsis Sistem saraf pusat : korteks serebral hipokampus, struktur limbik, basal ganglia Fungsi : tidur, bangun persepsi nyeri , pergerakan memori

Menurunkan derajat penyakit

alzeimer, korea hutington, penyakit parkinson.

Monoamin Norepinefrin Sistem syaraf otonom terminal saraf post sinapsis simpatis Sistem saraf pusat: talamus, sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri Fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur dan bangun Dopamin Frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia, talamus, hipofisis posterior, medula spinalis Fungsi: pergerakan dan koordinasi, emosional, penilaian, pelepasan prolaktin

Menurunkan derajat depresi Meningkatkan derajat mania, keadaan kecemasan, skizofrenia.

Menurunkan derajat penyakit parkinson dan depresi Meningkatkan derajat mania dan skizofrenia

Serotonin

Hipotalamus, talamus, sistem limbik, korteks serebral, serebelum, medula spinalis Fungsi : tidur, bangun, libido, nafsu makan, perasaan, agresi persepsi nyeri, koordinasi dan penilaian

Menurunkan derajat depresi

Meningkatkan derajat kecemasan

Histamin

Hipotalamus Menurunkan derajat depresi Hipotalamus, hipocampus, korteks, serebelum, basal ganglia, medula spinalis, retina

Asam amino GABA (gamma Amino butyric acid

Menurunkan derajat korea huntington, gangguan ansietas, skizofrenia, dan berbagai jenis epilepsi

Fungsi kemunduran aktivitas tubuh

Glisin Medula spinalis, batang otak Fungsi: menghambat motor neuron berulang Glutamat dan aspartat Sel-sel piramid/kerucut dari korteks, serebelum dan sistem sensori aferen primer, hipocampus, talamus, hipotalamus, medula spinalis Fungsi: menilai informasi sensori, mengatur berbagai motor dan reflek spinal Hipotalamus , talamus, struktur limbik dan batang otak, enkedalin juga ditemukan pada traktus gastrointestinal Fungsi modulasi (mengatur) nyeri dan mengurangi peristaltik (enkefalin) Derajat toksik/keracunan glycine encephalopaty Menurunkan tingkat derajat yang berhubungan dengan gerakan motor spastik

Neuropeptida Endorfin dan enkefalin

Modulasi aktivitas dopamin oleh opiod peptida dapat menumpukkan berbagai ikatan terhadap gejala skizofrenia

Substansi P Hipotalamus struktur limbik otak tengah, batang otak, talamus, basal ganglia, dan medula spinalis, juga ditemukan pada traktus gastrointestinal dan kelenjar saliva Fungsi: pengaturan nyeri Somatostatin Korteks serebral, hipokampus, talamus, basal ganglia, batang otak, medula spinalis Fungsi: menghambat pelepasan norepinefrin, merangsang pelepasan serotonin, dopamin dan asetil kolin

Menurunkan derajat korea hutington

Menurunkan derajat penyakit alzeimer Meningkatkan derajat korea hutington

Pada pasien penyakit jiwa seperti skizofrenia terdapat berbagai keadaan yang diyakini disebabkan oleh salah satu atau lebih dari tiga kemungkinan berikut: (1) terjadi hambatan terhadap sinyal-sinyal saraf di berbagai area pada lobus

prefrontalis atau disfungsi pada pengolahan sinyal-sinyal; (2) perangsangan yang berlebihan terhadap sekelompok neuron yang mensekresi dopamin dipusatpusat perilaku otak, termasuk di lobus frontalis, dan atau; (3) abnormalitas fungsi dari bagianbagian penting pada pusat-pusat sistem pengatur tingkah laku limbik di sekeliling hipokampus otak (Guyton,1997:954)
Neurotransmitter Pada Sistem Saraf Pusat (Sumber: Mary C Towsend, 1996)

http://adiwarsito.file
Penjelasan patofisiologi didasarkan pada gejala yang ada dalam kasus dan dikaitkan dengan hipotesis, yakni skizofrenia. Patofisiologi dari skizfrenia masih dalam penelitian. Namun, terdapat hipotesis yang diduga sangat dekat kebenarannya dalam patofisiologi skizofrenia, yakni hipotesis dopamine. Jalur dopaminergik yang berperan dalam hipotesis dopamin pada penderita skizofren (Ikawati, 2009) : 1. Jalur nigrostriatal: dari substantia nigra ke basal ganglia yang berfungsi dalam fungsi gerakan, EPS. 2. jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem 14opami yang berfungsi dalam memori, sikap, kesadaran, proses stimulus 3. jalur mesocortical : dari tegmental area menuju ke frontal cortex yang berfungsi dalam kognisi, fungsi sosial, komunikasi, dan respons terhadap stress. 4. jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary yang berfungsi dalam pelepasan prolaktin.

Gambar 1. Jalur dopeminergik saraf (Ikawati, 2009)

Jalur-jalur ini juga dikaitkan dengan simtom skizofren yang timbul pada penderita skizofrenia. Penjelasan patofisiologi simtom didasarkan pada pembagian simtom yang ada, yakni simtom postof dan simtom negatif. Simtom postif timbul akibat adanya peningktan reseptor D2 pada jalur mesolimbik sedangkan simtom negatif timbul akibat hipofungsi dari reseptor D1 pada jalur nigrostriatal dan mesokortikal. Simtom-simtom yang ada pada pasien memiliki kecocokan dengan fungsi jalur dopaminergik yang mendasarinya. Hal ini dapat dicontohkan dari adanya halusinasi akibat fungsi yang berlebih dalam proses stimulus pada jalur mesolimbik (Ikawati, 2009).

Gambar 2. Hipotesis dopamin dalam patofisiologi skizofren (Ikawati, 2009)

Defek pada protein genetik pembentuk reseptor NMDA (N-metil D-aspartat) juga dikaitkan dalam patofisiologi timbulnya simtom positif dan negatif. Di bawah ini dijabarkan bagan skema yang menjelaskan hubungan hipofungsi reseptor NMDA dan timbulnya gejala skizofren (Dawe, Hwang, and Tan, 2009).

Gambar 3. Skema hipotesis defek reseptor NMDA (Dawe, Hwang, and Tan, 2009)

stressor
adalah suatu peristiwa,situasi individu, atau objek yang dapat menimbulkan stres, antara lain stressor psikologis (krisis,frustasi,konfli, tekanan) dan stressor bio ekologis (suara/bising2 yang mengganggu,ketidak cukupan gizi). Penilaian stressor Didasarkan pada penilaian dokter terhadap stres yang akan dialami oleh orang rata-rata dengan nilai sosiokultural dan situasi dan situasi yang mirip saat mengalami stresor psikososial dengan mempertimbangkan jumlah perubahan kehidupan seseorang karena stresor, derajat mana peristiwa diharapkan dan dalam kontrol seseorang dan jumlah stresor.

Tingkatan stress (Dr. Robert J. Van Amberg,1979) Stress tahap 1 Merupakan tahapan stress yang paling ringan dan menggembirakan / membangun Biasanya ditandai oleh semangat kerja yang berlebih, senang dengan pekerjaannya Secara tidak sadar menyebabkan cadangan energi menipis Stress tahap 2 Dampak stress yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap 1 mulai menghilang Timbul keluhan-keluhan lelah yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Stress tahap 3 Bila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya, maka keluhan lelah semakin nyata Mulai muncul perasaan tidak tenang Meningkatnya ketegangan emosional, insomnia, dan koordinasi tubuh terganggu Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau mengurangi beban stressnya dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit Mulai timbul kelelahan / keluhan fisik semu yang apabila diperiksakan ke dokter seringkali oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya Stress tahap 4 Tahapan ini terjadi bila seseorang merasakan keluhan semu pada tahap 3 namun tetap memaksakan dirinya untuk bekerja tanpa istirahat yang cukup. Mulai merasakan kebosanan / kejenuhan terhadap pekerjaan yang semula menyenangkan Respon melambat Konsentrasi menurun Timbul rasa takut dan cemas Stress tahap 5 Ditandai dengan ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana Ketakutan dan kecemasan semakin meningkat, timbul perasaan bingung dan panik Stress tahap 6 Merupakan tahapan klimaks, seseorang sering mengalami serangan panik dan perasaan takut mati.

Tidak jarang orang pada tahapan ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh.

5. Apa saja yang masuk karakteristik gangguan jiwa psikotik ? Pedoman Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut :

Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)

Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)

Agitasi atau perilaku aneh (bizar) Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Gejala klinis dari skizofrenia dapat dilihat di bawah ini:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a. thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; b. delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan

tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat; c. Halusinasi auditorik:

suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau

mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau

jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus; b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; d. gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai

hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. http://www.scribd.com/doc/74666207/PSIKOTIK-lengkap

SKIZOFRENIA
DEFINISI Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo; yang artinya retak atau pecah (split), dan Frenia; yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian. Dewasa ini ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang pesat dengan ditemukannya mekanisme terjadinya skizofrenia dan obat-obatan anti-skizofrenia, sehingga penderita skizofrenia dapat pulih kembali dan dapat kembali menjalani kehidupan yang normal. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas proses berpikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya. Waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu. Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.

ETIOLOGI Penyebab skizofrenia belum diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam decade yang lalu semakin banyak penelitian telah melibatkanperanan patofisiologis untuk daerah tertentu di otak, termasuk sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patoligi primer di daerah lainnya. Dua jenis penelitian telah melibatkan sistem limbik sebagai suatu tempat potensial untuk patologi primer pada sekurangnya satu bagian, kemungkinan bahkan pada sebagian besar pasien skizofrenik. Menurut pendapat lain. Skizofrenia merupakan aktifitas dopamine otak yang berlebihan. Dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA) menurun pada skizofrenia kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran vertikel. Faktor genetik juga mempunyai peranan penting. Seseorang mempunyai kecenderungan skizofrenia bila mempunyai keluarga seorang skizofrenia, demikian juga pada kembar monozigot. Ditinjau dari aspek psikososial, disebutkan terdapat defek dan disintegrasi ego.

PATOFISIOLOGI Hipotesis dopamine pada skizofrenia adalah yang paling berkembag dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan serebrospinal, plasma, dan urine. Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut.

Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral. Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu primer dan sekunder. GEJALA Gejala-Gejala Primer 1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran). Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan sawah. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila dimaksudkan berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya. Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan. 2. Gangguan afek dan emosi Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan inadequat. Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah : Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek. 3. Gangguan kemauan Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik. Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan. Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam

ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan. Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis. 4. Gejala psikomotor Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini juga dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya. Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin. Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).

Gejala-Gejala Sekunder 1. Waham Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. waham dibagi dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations). Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya. 2. Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan. Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau double personality, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan

terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu. Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya. Depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi juga ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia adalah: (1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia. (2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah. (3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.

KLASIFIKASI Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut : 1. Skizofrenia Paranoid Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

Sebagai tambahan : Halusinasi dan atau waham harus menonjol : (a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa. (b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. (c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik. Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadangkadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak. 2. Skizofrenia Hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; - Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); - Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. 3. Skizofrenia Katatonik Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : (a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara): (b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal) (c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh); (d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan); (e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya); (f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri. 4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated) Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu: Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia. 5. Depresi Pasca-Skizofrenia Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : (a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini; (b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan (c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai. 6. Skizofrenia Residual Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :

(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk; (b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia; (c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia; (d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut. Tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat. 7. Skizofrenia Simpleks Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : - gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan - disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran,

dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat. 8. Skizofrenia lainnya 9. Skizofrenia YTT Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya antara lain : Bouffe delirante (psikosis delusional akut). Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia. Skizofrenia laten. Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu. Oneiroid. Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut. Parafrenia. Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi. Pseudoneurotik.

Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah. Skizofrenia Tipe I. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan. Skizofrenia tipe II. Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

PEDOMAN DIAGNOSIS BERDASARKAN PPDGJ III Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis. Adapun pedoman diagnosis tersebut yaitu: Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a. - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar diriny; dan thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu tertentu dari luar; atau -

kekuatan

delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginraan khusus); delusional perception = pengalaman indrawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya biasanya bersifat mistik atau mikjizat;

c. Halusinasi auditorik - Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilku pasien, atau - Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau - Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas: a. Halusinasi yang menetap dari panca-indra aoa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif ayng jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terusmenerus; b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi daya tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. d. Gejala-gejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fese nonpsikotik prodromal; Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku peribadi (personal behavour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

TERAPI PENYAKIT SKIZOFRENIA Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontra indikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun kren lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunan disarankan sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia. Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan social.

MITOS MENGENAI SKIZOFRENIA Penyakit jiwa, sampai saat ini masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada tingkat yang paling kronis, seperti hilang ingatan, dengan sebutan yang sebenarnya sangat kasar seperti: sinting, otak miring atau gila (istilah yang menurut seorang psikolog sudah tidak dipakai lagi dalam dunia psikologi) serta sebutan-sebutan kasar lainnya. Yang lebih menyedihkan, orang yang sakit jiwa, yang sering kita temui di keramaian atau dijalanan, oleh masyarakat kita dianggap sebagai, meminjam istilah Irwanto, Phd, sampah sosial yang kotor dan hina. Lihat saja kenyataan, orang-orangmungkin termasuk kita sendiri jika melihat atau berpapasan dengan orang yang sakit jiwa, dengan sepontan akan menertawakan, mencemooh, memaki-maki bahkan melemparinya. Menganggap orang yang sakit jiwa sebagai mahluk kotor, rendah dan hina, bahkan mungkin dianggap lebih hina dari hewan.

Mengapa masyarakat kita menganggap dan memperlakukan orang-orang yang sakit jiwa seperti itu? Bukankah mereka juga manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang sebelumnya sama mulianya seperti manusia lainnya? Lalu karena suatu hal, suatu musibah, mereka kehilangan kewarasannya, kehilangan akal sehatnya. Setelah itu, pantaskah kita menganggapnya sebagai makhluk hina dan tak berharga? Pantaskah keluarganya, orangorang terdekatnya dan lingkungannya, menganggapnya sebagai aib? Apa yang diungkapkan di atas adalah persepsi umum masyarakat yang sebenarnya keliru terhadap penderita kelainan mental dalam kadar yang paling kronis yaitu hilang ingatan. Persepsi masyarakat terhadap penderita kelainan jiwa dalam pengertian yang lebih luas pun mengarah pada persepsi yang keliru ini. Penyakit mental dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Penyakit mental bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena si sakit tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai